Minggu, 18 Februari 2018

Makkiyah dan Madaniyah (PIPS A Semester Genap 2017/2018)




MAKKIYAH DAN MADANIYAH
Rahmaniar Kusumahdewi dan Fidya Rahayudin                         
Mahasiswi P IPS Semester 4 UIN Maliki Malang
E-mail: kusumarahmaniar0@gmail.com

Abstract
Every religion has its own guidelines, the Islamic religion has the Quran as the wor of Allah SWT. and there is no doubt in it. Descending the Quran as the perfecting of our previous book. The Quran is gradually decreased. The down time of the book of Allah SWT. into two ie before and after prophet hijrah. The verses are revealed before the prophrt hijrah or in the area pf mecca and surrounding we are familiar with the surah Makkiyah and vice versa surah wich is revealed after the prophet hijrah or in the area around madinah we are familiar with surah Madaniyyah. Needs a lot of understanding about the concept Makkiyah and Madaniyyah, the devision of Makkiyah and Madaniyyah and so forth.
Abstrak
                    Setiap agama memiliki pedoman sendiri, agama Islam memiliki Alquran sebagai wujud Allah SWT. dan tidak ada keraguan di dalamnya. Menurunkan Alquran sebagai penyempurnaan dari buku kami sebelumnya. Alquran berangsur-angsur menurun. Waktu turun buku Allah SWT. menjadi dua yaitu sebelum dan sesudah nabi hijrah. Ayat-ayat tersebut diwahyukan sebelum ramalan hijrah atau di daerah pf kiblat dan sekitarnya kita kenal dengan surah Makkiyah dan sebaliknya surah yang diwahyukan setelah nabi hijrah atau di sekitar madinah kita kenal dengan surah Madaniyyah. Perlu banyak pemahaman tentang konsep Makkiyah dan Madaniyyah, adanya devasi Makkiyah dan Madaniyyah dan sebagainya.

Keyword : Alquran, Characteristic, Makkiyah, Madaniyah, Concept

A.    Pendahuluan
Alqur’an juga  mu’jizat yang diberikan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW. Sebagai bukti utama akan kenabian Muhammad SAW. Ia diturunkan Allah untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya, serta membimbing mereka menuju jalan yang lurus.[1]
Alquran sebagai sumber hukum tidak semua syariatnya mesti dijelaskan dengan mendetail. Hal ini karena selain Alquran masih ada sumber hukum yang kedua, yakni Al Hadis yang merupakan penjelasan Alquran. Selain itu manusia juga diberi kesempatan dan dituntut untuk berijtihad dengan akalnya dalam rangka mengatur hidupnya di dunia ini sesuai dengan perkembangan situasi zaman. Itulah fleksibilitas ajaran islam sebagai ajaran yang bersifat universal dan abadi. Namun demikian, perlu diingat bahwa setiap gerak langkah manusia senantiasa harus tetap memegang dua sumber hukum utama tersebut agar selamat dan tak tersesat.
Alquran menjadi sumber dan ilham bagi norma aturan-aturan yang membatasi serta mengatur  kehidupan umat Islam. Pembahasan tentang Alquran memang tidak boleh dicampuradukkan dengan sesuatu apapun namun hanya boleh dianalisa dan diinterpretasikan.[2]
Ayat-ayat Alquran diturunkan melewati suatu proses secara berangsur –angsur  dan terbagi menjadi dua bagian. Lantaran Nabi Muhammad SAW selama menjadi nabi utusan Allah itu bertempat tinggal di dua kota, yakni di kota Mekkah dan di kota Madinah, maka turunnya Alquran itu ada terbagi atas dua bagian. Artinya: sebagian diturunkan selama Nabi berada di Mekkah, dan sebagian yang lain diturunkan selama Nabi berada di Madinah. Oleh sebab itu, maka ayat-ayat dan surat-surat Alquran yang diturunkan di Mekkah lalu dinamakan “Makkiyyah” (bangsa Mekkah), dan yang diturunkan di Madinah lalu dinamakan “Madanniyyah” (bangsa Madinah).[3]
Begitulah Alquran turun berangsur-angsur. Rasulullah membaca perlahan-lahan. Sedang para sahabat membaca sedikit demi sedikit. Ayat-ayat Alquran diturunkan sehubungan dengan peristiwa baik bersifat individual atau sosial (kemasyaraatan) yang terjadi berturut-turut selama kurang lebih 23 tahun sampai akhir hidup Rasulullah. Menurut berbagai sumber riwayat, setelah bi’tsah Rasulullah SAW hidup di Mekkah selama 13 tahun, kemudian hijrah ke Madinah dan mukim di kota itu hingga akhir hayatnya, yakni 10 tahun. Ibnu ‘Abbas mengatakan Rasulullah diangkat sebagai Nabi dan Rasul dalam usia 40 tahun, setelah Bi’tsah beliau tinggal di Mekkah 13 tahun dan sela itu beliau menerima wahyu. Beliau wafat dalam usia 63 tahun. Beberapa sumber riwayat memperkirakan masa turunnya wahyu seluruhnya 20 tahun, tetapi ada juga yang memperkirakan kurang lebih 25 tahun. Perkiraan ini didasarkan pada masa bermukimnya Rasulullah SAW di Mekkah setelah bi’tsah, yaitu antara 10 dan 15 tahun.[4]
Karena sangat pentingnya mengetahui surah-surah Makkiyyah dan Madaniyyah dalam Alquran, maka para ulama sangat menaruh perhatian tehadap keduannya ini.[5] Dalam artikel ini akan kita jelaskan mulai dari konsep Makkiyah dan Madaniyyah beserta contoh ayat-ayatnya, kaidah-kaidah dalam mengetahui Makkiyyah dan Madaniyyah, kegunaan mempelajari Makkiyah dan Madaniyah.

B.     Konsep untuk Mengetahui Surah Makkiyah dan Madaniyah

Sebagian besar pengkaji didalam membedakan surah Makkiyah dan Madaniyah yang utama didasarkan pada riwayat-riwayat dan nash-nash naqli yang menceritakan ayat, surah, mendeskripsikan kejadian diwaktu dan tempat turunnya dan juga berdasar pada peristiwa-peristiwa sejarah yang berlangsung saat turunnya ayat suci Alquran.[6]

            Melalui beberapa cara dan berdasar pada kisah-kisah sejarah tentang turunnya Alquran serta berpegang pada metode klasik, disitulah pengkaji dapat menemukan dan mengidentifikasi bagaimana karakteristik-karakteristik surah-surah Makkiyah dan Madaniyah. Sehingga para pengkaji dapat menyusun dalam buku tentang mushaf dan tafsir, namun sebelumnya dengan mengetahui metode itu para pengkaji membedakan dan mengklasifikasikan termasuk Makkiyah atau Madaniyah yang kemudian menjadi referensi untuk mengetahui surah-surah dalam kategori Madaniyah dan makkiyah dalam Alquran.[7]

            Dari beberapa penjelasan tentang bagaimana cara membedakan dan mengklasifikasikan surah-surah yang tergolong Makkiyah maupun Madaniyyah  maka terbentuklah dua metode guna mengetahui surah-surah Makkiyah dan Madaniyah dalam Alquran, yaitu dengan metode deduksi dan metode induksi. Dimana metode deduksi atau yang sering disebut metode sima’iy ini berporos pada dalil naqli sedangkan metode induksi ini berporos pada dalil penalaran dan rasional.[8]

            Perbedaan antara para penganut metode deduksi dan induksi juga dapat dilihat dari pijakannya. Para penganut metode deduksi berpijak pada sebuah riwayat-riwayat, nash-nash, serta peristiwa-peristiwa yang memberi petunujuk dan menceritakan surah-surah dan ayat-ayat. Sedangkan  para penganut metode induksi berpijak pada karakteristik yang mereka pahami baik dari sebuah segi susunan, tema dan surah atau ayat yang kemudian membedekan dalam ijtihad mereka. Namun yang lebih tepat dari metode tersebut adalah dengan menggabungkan nya sebab kesimpulan yang diperoleh akan lebih ilmiah dan objektif sehingga terhindar dari kira-kira atau sekedar dugaan.[9]
           
            Selain dari beberapa metode yang menjelaskan pembagian antara surah Makkiyah dan Madaniyah ada beberapa teori yang menjelaskan pembagiannya, yaitu dipandang dari teori gegografi (berdasarkan letak turunnya surah), dipandang dari teori subjektif (berdasarkan isi), dipandang dari teori historis (berdasarkan peristiwa-peristiwa yang berkaitan) dan dipandang dari teori konten analisis (berdasarkan gambaran kandungan surah).[10]

C.    Jumlah Surah yang Turun di Mekkah dan di Madina
Wahyu Alquran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Terbagi atas 144 bagian; tiap-tiap bagian dinamakan surah (surat). Arti surah, menurut arti kata bahhasa Arab ialah: 1. Tingkatan Martabat, 2. Tanda atau alamat, 3. Gedung yang tinggi serta indah, 4. Sesuatu yang sempurna atau lengkap, dan 5. Susunan sesuatu atas lainnya yang bertingkat-tingkat.[11]
Ada pendapat lain jumlah surah dalam Alquran mayoritas ulama menghitung sebanyak 114 surah, tetapi sebagian ulama menghitung 113 surah, karena surah Al-Anfal dan surah Al-Baqarah dihitung satu surah, mengingat tidak ada pemisah basmalah antara kedua surah tersebut. Golongan Syiah menghitung sebanyak 116 surah, karena mereka memasukkan dua doa qunut yang dinamkan surah Al-Khal dan Al-Hafd. Menurut Al-Baqilani, dalam kitabnya I’jaz Al-Qur’an disebutkan, bahwa doa qunut tersebut memang ditulis oleh Ubay di kulit Mushaf Alquran, timbullh dugaaan sebagian mereka bahwa keduanya termasuk surah Alquran, padahal uslub-nya saja berbeda denga Alquran.[12]
Adapun nama surah-surah Alquran sejumlah 144 surah, menurut tertibnya ketika diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, adalah sebagai berikut:[13]





Surat yang turun di Makkah

1.      Al Fatihah
2.      Al ‘Alaq
3.      Al Qalam
4.      Al Muzamil 
5.      Al Muddazir
6.      Al Lahab
7.      At Takwir
8.      Al A’la
9.      Al Lail
10.  Al Fajr
11.  Ad Dhuha
12.  Al Insyirah
13.  Al ‘Ashr
14.  Al ‘Adiyat
15.  Al Kaustsar
16.  At Takasur
17.  Al Ma’un
18.  Al Kafirun
19.  Al Fiil
20.  Al Falaq
21.  An Nas
22.  Al Ikhlas
23.  An Najm
24.  ‘Abasa
25.  Al Qadar
26.  As Syams
27.  Al Buruj
28.  At Tien
29.  Al Quraisy
30.  Al Qari’ah
31.  Al Qiyamah
32.  Al Humazah
33.  Al Mursalat
34.  Qaaf
35.  Al Balad
36.  At Tariq
37.  Al Qamar
38.  Shaad
39.  Al ‘Araf
40.  Al Jinn
41.  Yassin
42.  Al Furqan
43.  Al Fathir
44.  Maryam
45.  Thaaha
46.  Al Waqiah
47.  As Syu’ara
48.  An Naml
49.  Al Qashash
50.  Al Israa
51.  Yunus
52.  Hud
53.  Yusuf
54.  Al Hijr
55.  Al An’am
56.  As Shaaffat
57.  Luqman
58.  Saba
59.  Az Zumar
60.  Al Mu’min
61.  Haamim Sajdah
62.  As Syura
63.  Az Zukhruf
64.  Ad Dukhan
65.  Al Jatsiah
66.  Al Ahqaf
67.  Ad Dzariyat
68.  Al Ghasyiah
69.  Al Khafi
70.  An Nahl
71.  Nuh
72.  Ibrahim
73.  An Anbiya
74.  Al Mu’minun
75.  As Sajdah
76.  At Thur
77.  Al Mulk
78.  Al Haqqah
79.  Al Ma’rij
80.  An Naba
81.  An Nazi’at
82.  Al Infithar
83.  Al Insyiqaq
84.  Ar Rum
85.  Al ‘Ankabut
86.  At Tathif







Surat yang turun di Madinah

1.      Al Baqarah
2.      Al Anfal
3.      Al Imran
4.      Al Ahzab
5.      Al Mumtahana
6.      An Nisa
7.      Az Zilzal
8.      Al Hadid
9.      Al Qital
10.  Ar Ra’ad
11.  Ar Rahman
12.  Ad Dahr
13.  At Thalaq
14.  Al Bayyinah
15.  Al Hajr
16.  An Nur
17.  Al Haj
18.  Al Munafiqun
19.  Al Mujadalah
20.  Al Hujarat
21.  At Tahrim
22.  As Shaf
23.  Al Jum’ah
24.  At Taghabun
25.  Al Fath
26.  Al Maidah
27.   At Taubah


Surat-surat yang diperselisihkan ada dua belas surat  :

1.      Al-Fatihah
2.      Ar Ra’d
3.      Ar Rahman
4.      As Saff
5.      At-Tagabun
6.      At Taftif (Al Mutaffifin)
7.      Al Qadar
8.      Al Bayyinah
9.      Az Zalzalah
10.  Al Ikhlas
11.  Al Falaq
12.  An Nas

Selain yang disebutkan di atas adalah Makkiyah, yaitu delapan puluh surah. Maka jumlah surat dalam Alquran itu semuanya seratus empat belas surat.[14]
Para ulama tidak hanya mengkaji secara umum tentang surat-surat Makkiyah dan Madaniyah, tetapi juga mengkaji hal-hal khusus seperti tentang ayat-ayat Makkiyah dalam Surat Madaniyah, ayat-ayat Madaniyah dalam Surat Makkiyah, ayat yang diturunkan di Makkah sedang hukumnya Madaniyah, ayat yang diturunkan di Madinah sedang hukumnya Makkiyah, ayat Madaniyah yang mirip dengan ayat Makkiyah, ayat Makkiyah yang mirip dengan ayat Madaniyah, ayat yang dibawa dari Makkah ke Madinah dan ayat yang dibawa dari Madinah ke Makkah. Berikut ini dikutipkan beberapa contoh dari hal-hal khusus tersebut.[15]
1.  Ayat Makkiyah dalam Surat Madaniyah
(Q.S. Al-Anfal 8:30)[16]
Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. dan Allah Sebaik-baik pembalas tipu daya.
Surat Al-Anfal turun setelah hijrah, berbicara tentang perang Badar yang terjadi pada tahun kedua setelah hijrah, oleh sebab itu surat ini masuk kategori madaniyah. Tetapi banyak ulama mengecualikan ayat 30, karena ayat tersebut turun di Makkah sebagaimana yang dikatakan oleh Muqatil. Isi ayat pun juga menunjukkan hal tersebut. Ayat 30 berbicara tentang peristiwa yang terjadi di Makkah sebelum nabi Hijrah, yaitu tentang pertemuan para pemuka Quraisy di Dar an-Nadwah Makkah merencanakan untuk menangkap dan memenjarakan Nabi, membunuh atau mengusir beliau. Tetapi makar ini digagalkan oleh Allah SWT dengan lolosnya Nabi hijrah ke Madinah.[17]
2.      Ayat Madaniyah dalam Surat Makkiyah
(Q.S. Al-An’am 6:151-153)[18]
Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu Yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar". Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya).
Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat.
Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.
Menurut keterangan Ibn ‘Abbas, Surat Al-An’am turun sekaligus di Makkah kecuali tiga ayat yaitu ayat 151-153 diturunkan di Madinah. Isi ketiga ayat ini pun menunjukkan sifat madaniyahnya, karena berbicara antara lain tentang hukum.[19]
3.      Ayat yang diturunkan di Makkah sedang hukumnya Madaniyah
(Q.S. Al-Hujurat 49:13)[20]
Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
Ayat ini turun di Makkah pada waktu Fathu Makkah. Di lihat dari aspek waktu, ayat ini masuk Madaniyah karena diturunkan setelah hijrah, tetapi dari aspek khithab, ayat ini bersifat umum. Para ulama tidak menyebut ayat ini Makkiyah dan tidak pula Madaniyah, tetapi disebut sebagai apa yang diturunkan di Makkah, sedangkan hukumnya Madaniyah.[21]
4.      Ayat yang diturunkan di Madinah sedang hukumnya Makkiyah
(Q.S. At-Taubah 9:1-3)[22]
(Inilah pernyataan) pemutusan hubungan dari Allah dan RasulNya (yang dihadapkan) kepada orang-orang musyrikin yang kamu (kaum muslimin) telah mengadakan perjanjian (dengan mereka).
Maka berjalanlah kamu (kaum musyrikin) di muka bumi selama empat bulan dan ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat melemahkan Allah, dan sesungguhnya Allah menghinakan orang-orang kafir.
Dan (Inilah) suatu permakluman daripada Allah dan rasul-Nya kepada umat manusia pada hari haji akbar bahwa sesungguhnya Allah dan RasulNya berlepas diri dari orang-orang musyrikin. Kemudian jika kamu (kaum musyrikin) bertobat, maka bertaubat itu lebih baik bagimu; dan jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu tidak dapat melemahkan Allah. Dan beritakanlah kepada orang-orang kafir (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.
Awal surat at-Taubah atau Baraah ini turun di Madinah, tetapi khithab ditujukan kepada kaum musyrikin Makkah. Para ulama menyebutnya sebagai apa yang diturunkan di Madinah sedang hukumnya Makkiyah.[23]
5.      Ayat Madaniyah yang mirip dengan ayat Makkiyah
(Q.S. Al-Anfal 8:32)[24]
Dan (ingatlah), ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata: "Ya Allah, jika betul (Al Quran) ini, dialah yang benar dari sisi Engkau, Maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih".

Ayat ini adalah contoh ayat Madaniyah yang gaya bahasa atau uslubnya mirip dengan karakteristik ayat Makkiyah, karena tantangan minta segera diturunkan azab itu adalah khas ayat Makkiyah.[25]
6.      Ayat Makkiyah yang mirip dengan ayat Madaniyah
(Q.S. An-Najm 53:32)[26]
(yaitu) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Tuhanmu Maha luas ampunanNya. dan dia lebih mengetahui (tentang keadaan)mu ketika dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.
Di dalam ayat yang diturunkan di Makkah ini terdapat ungkapan tentang dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang diancam hukuman tertentu di dunia (hudûd), pada hal hudûd hanya ada pada priode Madinah. Oleh sebab itu ayat semacam ini disebut apa yang turun di Makkah tetapi mirip ayat Madaniyah.[27]
7.      Ayat yang dibawa dari Makkah ke Madinah
(Q.S. Al-A’la 87:1-19)[28]
Sucikanlah nama Tuhanmu yang Maha Tingi. Yang Menciptakan, dan menyempurnakan (penciptaan-Nya). Dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk. Dan yang menumbuhkan rumput-rumputan. Lalu dijadikan-Nya rumput-rumput itu kering kehitam-hitaman. Kami akan membacakan (Al Quran) kepadamu (Muhammad) maka kamu tidak akan lupa. Kecuali kalau Allah menghendaki. Sesungguhnya dia mengetahui yang terang dan yang tersembunyi. Dan kami akan memberi kamu taufik ke jalan yang mudah. Oleh sebab itu berikanlah peringatan karena peringatan itu bermanfaat. Orang yang takut (kepada Allah) akan mendapat pelajaran. Dan orang-orang yang celaka (kafir) akan menjauhinya. (yaitu) orang yang akan memasuki api yang besar (neraka). Kemudian dia tidak akan mati di dalamnya dan tidak (pula) hidup. Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman). Dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang. Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. Sesungguhnya Ini benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu. (yaitu) kitab-kitab Ibrahim dan Musa
Surat Al-‘Ala ini adalah salah satu contoh surat yang diturunkan di Makkah, tetapi sebelum Nabi Hijrah sudah dibawa dan dibacakan kepada penduduk Madinah oleh beberapa sahabat seperti Mush’ab ibn ‘Umair, Abdullah ibn Ummi Maktum dan Sa’ad ibn Abi Waqas Surat seperti ini disebut apa yang diturunkan di Makkah lalu dibawa ke Madinah.[29]
8.       Ayat yang dibawa dari Madinah ke Makkah
Contoh apa yang diturunkan di Madinah lalu dibawa ke Makkah adalah Surat At-Taubah. Pada tahun kesembilan Hijrah, Rasulullah SAW menyuruh Abu Bakar berangkat ke Makkah melaksanakan ibadah haji. Setelah awal surat at-Taubah turun, Rasulullah SAW menugaskan Ali untuk membawa ayat itu ke Makkah dan menyampaikannya kepada Abu Bakar hingga dia dapat memberitahukannya kepada kaum musyrikin. Abu Bakar mengumumkan bahwa setelah tahun ini tidak seorang pun kaum musyrik dizinkan melaksanakan ibadah haji.[30]
9.      Ayat yang Turun Pada Malam Hari dan Siang Hari
Kebanyakan ayat Alquran itu turun turun pada siang hari . memgenai yang diturunkan pada malam hari Abul Qasim al-Hasan bin Muhammad bin Habib an-Naisaburi telah menelitinya. Dia memberikan beberapa contoh, di antaranya: bagian-bagian akhir surat Ali ‘Imran. Ibn Hibban dalam kitab Sahih-nya, Ibnu Munzir, Ibn Mardawaih dan Ibn Abud-Dunnya.
Meriwayatkan dari Aisyah RA:
“Bilal datang kepada Nabi untuk memberitahukan waktu salat subuh; tetapi ia melihat Nabi sedang menangis. Ia bertanya: “Rasulullah, apakah yang menyebabkan engkau menangis?” Nabi menjawab: “Bagaimana saya tidak menangis padahal tadi malam diturunkan kepadaku, “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berakal.” (Ali ‘Imran/3: 190).
Kemudian katanya: “Celakalah orang yang membacanya, tetapi tidak memikirkannya.[31]
            Contoh lain ialah ayat mengenai tiga orang yang tidak ikut berperang. Terdapat dalam Sahih Bukhari dan Muslim, hadis Ka’b: “Allah menerima taubat kami pada sepertiga malam yang terakhir.[32]
            Contoh lainnya ialah awal surah al-Fath/48. Terdapat dalam Sahih Bukhari, dari hadis Umar:
            “Telah ditentukan kepadaku pada malam hari ini sebuah surat yang lebih aku sukai dari pada apa yang disinari matahari. “Kemudian beliau membacakan: “Sesungguhnya, Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata”[33]
10.  Ayat yang Turun di Musim Panas dan Musim Dingin
Para ulama memberi contoh ayat yang turun di musim panas dengan ayat tentang kalalah yang terdapat di akhir surat an-nisa”. Dalam Sahih Muslim, dari Umar, dikemukakan:[34]
“Tidak ada yang sering kutanyakan kepada Rasulullah tentang sesuatu seperti pertanyaanku mengenai kalalah  ini; sampai-sampai ia menekan dadaku dengan jarinya sambil berkata; “Umar, belum cukupkah bagimu satu ayat yang diturunkan pada musim panas yang terdapat di akhir surat an-Nisa”?

Contoh lain ialah ayat-ayat yang turun dalam perang Tabuk. Perang tabuk itu terjadi pada musim panas yang berat sekali, seperti dinyatakan dalam Alquran[35]

Sedangkan untuk yang turun di musim dingin mereka contohkan dengan ayat-ayat mengenai “tuduhan bohong” yang terdapat dalam surat an-Nur: “Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong utu adalah dari golongan kamu (juga)...” sampai dengan “...Mereka memperoleh ampunan dan rezeki yang mulia (surga).” (an-Nur/24: 11-26).[36]

Dalam hadis sahih dari Aisyah disebutkan: “ayat-ayat itu turun pada hari yang dingin.” Contoh lain adalah ayat-ayat yang turun mengenai perang Khandaq, dan surat Ahzab. Ayat-ayat itu turun pada hari yang amat dingin.[37]

11.  Ayat yang Turun di Waktu Menetap dan yang Turun di Dalam Perjalanan
Kebanyakan dalam Alquran itu turun di waktu menetap. Tetapi peri kehidupan Rasulullah penuh dengan jihad dan peperangan di jalan Allah, sehingga wahyu pun turun juga dalam perjalanan tersebut. As-Suyuti menyebutkan banyak contoh ayat yang turun dalam perjalanan. Di antaranya ialah awal surat Al-Anfal yang turun di Badr setelah selesai perang, sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad melalui Sa’d bin Waqqas. Dan ayat: “...Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menginfakannya di jalan Allah...” (at-Taubah/9:34).[38]
Diriwayatkan oleh Ahmad melalui Sauban, bahwa ayat tersebut turun ketika Rasulullah dalam salah satu perjalanan. Juga awal surat al-Hajj. Tirmizi dan Hakim meriwayatkan melalui ayat: wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu; sungguh, guncangan (hari) Kiamat itu adalah suatu (kejadian) yang sangat besar, sampai dengan firman-Nya:... tetapi azab Allah itu sangat keras. (al-Hajj/22: 1-2).[39]
Ayat ini diturunkan kepada Nabi sewaktu dalam perjalanan. Begitu juga surat al-Fath. Diriwayatkan oleh Hakim dan yang lain, melalui al-Miswar bin Makhramah dan Marwan bin al-Hakam, keduanya berkata: “Surah al-Fath, dari awal sampai akhir, turun di antara Makkah dan Madinah mengenai soal Hudaibiyah.[40]
Jadi surat-surat yang diturunkan di Mekkah ada 86 surat dan yng diturunkan di Madinah ada 28 Surat; jumlah 114 surat.[41]
Perlu kami jelaskan, bahwa angka tertib yang pertama itu ialah angka tertib nuzul turunnya masing-masing surat, dan angka tertib lainnya itu ialah angka tertib letaknya masing-masing surat di dalam Alquran.[42]
Adapun tentang surat “Al Fatihah” kami tulis pada angka 1 dari turunnya, itu adalah menurut keterangan dari sebagian para ulama yang menetapkan demikian, dengan alasan suatu hadis yang diriwayatkan oleh imam-imam Ibnu Syaibah, Abu Nu’aim, Al Baihaqi, Al Wahidi, dan At Tsa’labi dari Abi Maisarah ‘Amr bin Syurahbiel.[43]
Keterangan lebih lanjut tentang ini, dapat diketahui dala kitab “Al-Itqaan” karangan Imam As Sayuthi.[44]
Cara Mengetahui Makkiyah dan Madaniyah
Menyangkut masalah ini, al Ja’bari berkata, “Untuk mengetahui Makkiyah dan Madaniyah surat-surat Alquran ada dua cara, ialah: sama’i (jalan riwayat), dan qiyasi (jalan membanding-bandingkan yang satu dengan yang lainnya).”[45]
            AL Ja’bari menjelaskan bahwa yang dimaksud “sama’i adalah: “Yang sampai berita turunnya kepada kita dengan salah satu dari pada dua jalan itu. Kemudian ia memberikan contoh-contoh dan bukti-bukti (data dan fakta) yang menunjukan, bahwa dalam menentukan Makkiyah dan Madaniyah satu surat, dipergunakan ijtihad (qiyasi).”[46]
Jika contoh-contoh yang diberikan al Ja’bari dan para ulama lain yang menguasai pemahaman Alquran, dibandingkan, dapatlah dirumuskan (disimpulkan) suatu dhabit qiyasi (pedoman analogis). Pedoman ini dapat digunakan untuk membedakan surat-surat Makkiyah dan surat-surat Madaniyah. Juga dapat menentukan ciri-ciri khas masing-masing kelompok Kalamullah.[47]
Ciri-Ciri Khas Surat Makkiyah dan Madaniyah
Ciri Khas Surat Makkiyah
Sesuai dhabit qiyasi yang telah ditetapkan, ciri-ciri khas surat Makkiyah dan Madaniyah ada 2 (dua) macam. Pertama, ciri yang bersifat qath’i, dan Kedua ciri yang bersifat aghlabi.[48]
Ada 6 (enam) ciri khas yang bersifat qath’i untuk surat Makkiyah:
1.      Setiap surat yang terdapat di dalamnya ayat sajadah adalah surat Makkiyah. Sebagian ulama mengatakan bahwa jumlah ayat sajadah ada 16 ayat (baca al Itqan juz 1 halaman 29)
2.      Setiap surat terdapat di dalamnya lafadz “kalla” adalah Makkiyah. Al Ummani, dalam kitab Al Mursyid fi al Waqfi ‘inda Tilawat Al Qur’an, menerangkan bahwa paruh akhir Alquran sebagian besar turun di Makkah. Sasarannya pada umumnya golongan-golongan keras kepala atau apriori menentang ajaran Islam. Maka lafadz “kalla” dipakai untuk memberi peringatan yang tegas dan mkeras kepala kepada mereka.
3.      Setiap surat terdapat di dalamnya ya ayyuhan nas dan tidak ada ya ayyuhal ladzina amanu adalah Makkiyah, kecuali surat Al Hajj. Surat Al Hajj ini, sekalipun pada ayat 77 terdapat ya ayyuhal ladzina amanu, tetapi dikategorikan Makkiyah.
4.      Setiap surat terdapat kisah-kisah para nabi dan umat-umat manusia yang terdahulu adalah Makkiyah, kecuali surat Al Baqarah.
5.      Setiap surat terdapat di dalamnya kisah Nabi Adam dan Iblis adalah Makkiyah, kecuali surat Al Baqarah.
6.      Setiap surat yang dimulai dengan huruf tahajji (huruf abjad) adalah Makkiyah, kecuali surat Al Baqarah dan Ali Imron. Yang di maksud dengan huruf tahajji misalnya: alif lam ra’, alif lam mim.[49]
Kategori surat Al Ra’du masih debatable, tapi menurut pendapat yang lebih kuat , surat ini Makkiyah dilihat dari gaya bahasa dan kandungannya. Keenam ciri khas tersebut diatas, dengan beberapa perkecualian, merupakan ciri-ciri qath’iuntuk surat Makkiyah.[50]
Ciri Khas Aghlabi Surat Makkiyah
            Ada beberapa ciri khas lagi untuk surat Makkiyah, tetapi hanya bersifat aghlabi. Artinya, ciri tersebut bersifat general dalam menunjukan Makkiyah, yakni:[51]
1.      Ayat-ayat dan surat-suratnya pendek-pendek (ijaz), nada perkataannya keras dan bersajak.
2.      Mengandung seruan untuk beriman kepada Allah dan hari kiamat.
3.      Mengajak manusia untuk berakhlak tyang mulia dan berjalan diatas jalan yang baik atau benar.
4.      Membantah orang0orang musyrik dan menerangkan kesalahan-kesalahan dari kepercayaan da perbuatan.
5.      Terdapat banyak lafadz sumpah.[52]
Ciri Khas Surat Madaniyah
            Ciri-ciri khas yang membedakan antara surat Makkiyah dan Madaniyah adalah bersifat qath’i dan ada yang bersifat aghlabi. Ciri qath’i surat Madaniyah antara lain:[53]
1.      Setiap surat yang mengandung izin untuk berjihad (berperang) atau menyebut hal perang dan menjelaskan hukum-hukumnya dalah Madaniyah.
2.      Setiap surat yang memuat penjelasan secara terperinci tentang hukum pidana, faraid, atau warisan, serta hukum kemasyarakatan dan kenegaraan adalah Madaniyah.
3.      Setiap surat menyinggung hal ihwal orang-orang munafik adalah Madaniyah, kecuali surat Al Ankabut yang diturunkan di Makkah. Hanya sebelas ayat yang pertama dari surat Al Ankabut ini adalah Madaniyah dan ayat-ayat tersebut mrnjelaskan perihal orang-orang munafik.
4.      Setiap surat yang membantah kepercayaan atau pendirian atau tata cara keagamaan Ahlul Kitab (Kristen dan Yahudi) dan mengajak mereka agar tidak berlebih-lebihan dalam menjalankan agamnya, adalah Madaniyah, seperti suratAl Baqarah, Ali Imron, An-Nisa’, Al Maidah dan Al Taubah.[54]
Adapun ciri-ciri khas yang bersifat aghlabi untuk Madaniyah antara lain ialah:
1.      Sebagian surat-suratnya panjang-panjang, sebagian ayat-ayatnya pun panjang-panjang (ithnab) serta gaya bahasanya cukup jrlas di dalam menerangkan hukum-hukum agama.
2.      Menerangkan secara terperinci bukti-bukti dan dalil-dalil yang menunjukan hakikat-hakikat keagamaan.[55]

Perbedaan Ayat-Ayat Makkiyah dan Madaniyah
            Wahyu Alquran diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, itu adalah dad dalam dia tempatatau masa, ialah yang diturunkan di kota Mekkah dan yang diturunkan di kota Madinah. Perbedaan antara ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyah itu dapatlah diketahui oleh barang siapa yang memperhatikan ayat-ayat Alquran, baik susunan maupun isi yang terkandung di dalamnya.[56] Beberapa perbedaan Makkiyah dan Madaniyah sebagai berikut:
Ayat-ayat Makkiyah dapat dikenal dengan beberapa tanda:
1.      pertama, kebanyakan ayat-ayat yang diturunkan  Mekkah itu pendek-pendek atau singkat. Sebaliknya ayat-ayat yang turun di Madinah itu kebanyakan panjang-panjang. Sebagai contoh ayatnya ada 137; sedangkan juz “Tabarak” semua ayatnya Makkaiyah, dan ayatnya 431; juz “Amma” juga semuanya Makkiyah, dan ayatnya 570. Demikian surat “As-Syu’ara” dan surat “Al Anfal”, yang kedua-keduanya menempati setengah juz dalam Alquran, tetapi surat “As-Syu’ara itu Makkiyah, ayatnya 227 ayat dan surat “Al Anfal” itu Madaniyah, ayatnya hanya 75 ayat. Perbedaan sebagai tersebut itu diambil dari kebanyakan, karena ada juga sebagian surat Makkiyah yang ayat-ayatnya panjang-panjang, yang kebanyakan tersebut dalam surat yang panjang juga.
2.      Kedua, Khitbah atau perkataan yang ditunjukan (dihadapkan) kepada manusia, pada ayat-ayat yang madani kebiasaannya memakai susunan kata yang berarti: ‘Hai orang-orang yang telah percaya” dan sedikit sekali memakai susunan kata yang berarti “Hai manusia”. Sebaliknya pada ayat-ayat yang Makkiyah, tidaklah didapat ayat-ayat yang memakai susunan kata yang berarti “Hai orang-orang yang telah percaya”. Dalam surat-surat Madaniyah yang terdapat susunan ayat memakai perkataan yang berarti “Hai segenap manusia” hanya ada tujuh, yaitu sebagai berikut:
a.       Dalam surat Al Baqarah ayat 21
b.      Dalam surat Al Baqarah ayat 168
c.       Dalam surat An Nisa ayat 132
d.      Dalam surat An Nisa ayat 170
e.       Dalam surat An Nisa ayat 175
f.       Dalam surat Al Haj ayat 1
g.      Dalam surat Al Hujurat ayat 13

3.      Pada ayat-ayat Makkiyah, didalamnya tidak mengandung hukum-hukum keagamaan yang tafshili, yang diterangkan berfasal-fasal satu demi satu, tetapi ditujukan kepada pokok tujuan yang semula bagi agama, ialah untuk membawa manusia supaya mengenal akan Tuhannya, Meng-Esakan Tuhan dengan sebenar-benarnya, dan menjelaskan tentang adanya Tuhan yang sebenarnya. Pula, memperingatkan kepada segenap manusia tentang adanya adzab (siksa) Tuhan, adanya pembalasan Tuhan atas manusia yang berbuat baik dan jahat, da tentang adanya hari kiamat dan hura-hura da hari itu. Kebajikan dan kejahatan, dengan disertai beberapa contoh yang pernah terjadi di atas para ummat yang terdahulu, para ummat yang mendustakan kepada Nabi Utusan Allah dan menentang akan pimpinan mereka.[57]
Para ulama juga memberikan batasan-batasan dalam membedakan ayat-ayat dan surah-surah Makkiyah dan Madaniyah dalam Alquran. Di antara mereka ada yang menjadikan khithab (sasaran pembicaraan) yang ada di dalam ayat sebagai dasar untuk keduannya. Ulama yang lain menjadikan tempatRasulullah SAW, menerima wahyu sebagai dasar. Kelompok ketiga bersandar kepada hijrah Rasulullah SAW, sebagai dasar pembeda keduannya.[58]
a.       Perbedaan berdasarkan karakteristik
b.      Perbedaan berdasarkan tempat
c.       Perbedaan berdasarkan waktu[59]

D.    Faedah Mempelajari Makkiyah dan Madaniyah
Pengetahuan tentang Makki dan Madani banyak faedahnya, diantaranya:
1.      Untuk dijadikan alat bantu dalam menafsirkan Qur’an, sebab pengetahuan mengenai tempat turun ayat yang dapat membantu memahami ayat tersebut danmenafsirkannya dengan tafsiran yang benar, sekalipun yang menjadi pegangan adalah pengertian umum lafadz, bukan sebab yang khusus. Berdasarkan hal itu seorang pennafsir dapat membedakan antara ayat yang nasikh dengan yang mansukh bila di antara kedua ayat terdapat makna yang kontradiktif. Yang datang kemudian tentu merupakan nasikh atas terdahulu.
2.      Meresapi gaya bahasa Qur’an dan memanfaatkannya dalam metode berdakwah menuju jalan Allah, sebab setiap situasi mempunyai bahasa tersendiri. Memperhatikan apa yang dikehendaki oleh situasi, merupakan arti paling khusus dalam ilmu retorika. Karakteristik gaya bahasa Makki dan Madani dalam Alquran pun memberikan kepada orang yang mempelajarinya sebuah metode dalam penyampaian dakwah ke jalan Allah yang sesuai dengan kejiwaan lawan berbicara dan menguasai pikiran dan perasaannya serta mengatasi apa yang ada dalam dirinya dengan penuh kebijaksanaan. Setiap tahapan dakwah mempunyai topik dan pola penyampaian tersendiri. Pola penyampaian itu berbeda-beda, sesuai dengan perbedaan tata cara, keyakinan dan kondisi lingkungan. Hal yang demikian nampak jelas dalam berbagai cara Qur’an menyeru berbagai golongan: orang yang beriman, yang musyrik, yang munafik, dan Ahli Kitab
3.      Mengetahui sejarah hidup Nabi melalui ayat-ayat Qur’an, sebab turunnya wahyu kepada Rasulullah sejalan dengan sejarah dakwah dengan segala peristiwanya, baik pada periode Mekah maupin periode Medinah, sejak permulaan turun wahyu hingga ayat terakhir diturunkan. Qur’an adalah sumber pokok bagi peri hidup Rasulullah. Peri hidup beliau yang diriwayatkan ahli sejarah harus sesuai dengan Qur’an; dan Qur’an; dan Qur’an pun memberikan kata putus terhadap perbedaan riwayat yang mereka riwayatkanDr. Shubhi al Shalih dalam buku Mabahits Fi Ulumi al Qur’an menyatakan, dengan ilmu Makkiyah dan Madaniyah kita dapat mengetahui fase-fase (marhalah) dakwah islamiyah yang ditempuh oleh Alquran secara berangsur-angsur dan yang sangat bijaksana itu, dan dapat pula mengetahui keadaan lingkungan atau situasi dan kondisi masyarakat pada waktu turunnya ayat-ayat Alquran, khususnya masyarakat Makkah dan Madinah. Dengan ilmu ilmu ini kita dapat pula mengetahui uslub-uslub yang berbeda-beda, karena ditunjukan pada golongan yang berbeda-beda, yakni orang-orang mu’min, orang musyrik dan orang ahlul kitab serta orang-orang munafik.[60]
Dr. Shubhi al Shalih dalam buku Mabahits Fi Ulumi al Qur’an menyatakan, dengan ilmu Makkiyah dan Madaniyah kita dapat mengetahui fase-fase (marhalah) dakwah islamiyah yang ditempuh oleh Alquran secara berangsur-angsur dan yang sangat bijaksana itu, dan dapat pula mengetahui keadaan lingkungan atau situasi dan kondisi masyarakat pada waktu turunnya ayat-ayat Alquran, khususnya masyarakat Makkah dan Madinah. Dengan ilmu ilmu ini kita dapat pula mengetahui uslub-uslub yang berbeda-beda, karena ditunjukan pada golongan yang berbeda-beda, yakni orang-orang mu’min, orang musyrik dan orang ahlul kitab serta orang-orang munafik.[61]
Ilmu Makkiyah dan Madaniyah merupakan cabang ilmu-ilmu Alquran yang sangat penting untuk diketahui atau dikuasai oleh seorang mufassir. Sampai-sampai kalangan ulama al muhaqqiqun seperti Abu Qasim al Naisaburi (ahli nahwu dan Tafsir, wafat 406 H) tidak membenarkan orang menafsirkan Alquran tanpa mengetahui ilmu Makkiyah dan Madaniyah.[62]

E. Kesimpulan
Ayat-ayat Alquran diturunkan melewati suatu proses secara berangsur-angsur  dan terbagi menjadi dua bagian. Lantaran Nabi Muhammad SAW selama menjadi nabi utusan Allah itu bertempat tinggal di dua kota, yakni di kota Mekkah dan di kota Madinah, maka turunnya Alquran itu ada terbagi atas dua bagian yang disebut Makkiyah dan Madaniyyah.
Konsep dan sumber klasifikasi surah Makkiyah dan Madaniyyah ada dua metode yaitu dengan metode induksi dan deduksi. Namun untuk mendapatkan hasil yang lebih ilmiah dan objektif para ulama lebih sepakat dengan cara menggabungkan kedua-duanya sehingga kesimpulan yang diperoleh bukan sekedar dugaan.
Terdapat 144 surah dalam Alquran yang disusun secara tertib dimana penyusunan surah dalam Alquran dilakukan atas ijtihad para ulama sehingga menjadi kitab yang runtut dan sudah jelas identitas pengkalsifikasiannya.
Pengetahuan tentang pembagian surah Makkiyah dan Madaniyyah memeliki beberapa faedah  diantaranya dapat meningkatkan keyakinan kita dari proses ijtihad dan dapat menambah wawasan keilmuan kita tentang sejarah panjang terbentuknya Alquran yang utuh.

DAFTAR PUSTAKA
Ali Moh.Studi atas Ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyyah Melalui Pendekatan Histori dan Fenomenologis (Palu, Jurnal Hunafa, 2010) Vol. 7

Apriliani Irma, Makki dan Madani, (Bandung, 2014)

Aththar-Al Dawud, Perspektif Baru Ilmu Al-Qur’an, (Bandung: Pustaka Hidayah,1994)

Hadhiri Choiruddin, Klasifikasi Kandungan Al-Qur’an Jilid 1, (Jakarta: Gema Insani, 2005)

Ilyas Yunahar, Kuliah Ulumul Qur’an, (Itqan Publishing: Yogyakarta, 2014)

Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, (Bogor: Litera AntarNusa, 2016)

Kholil Moenawar, Al Qur’an dari Masa ke Masa, (Solo: Ramadhani, 1994)

Khon Majid Abdul, Praktikum Qira’at Keanehan Bacaan Alquran Qira’at Ashim dari Hafash, (Amzah: Jakarta 2013)

Novriadi Reno, Skripsi: Makkiyah dan Madaniyyah pada Hadis(Yogyakarta, UIN Yogykarta 2014)

Shalih-AS Subhi, Membahas Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1985) 

Yusanto Ismail Muhammad, dkk. Prinsip-Prinsip Pemahaman Al Qu’an dan Hadist, (Jakarta: Khairul Bayan, 2002)

Catatan:
1.      Similarity cukup besar, 28%.
2.      Dalam karya ilmiah, kata “kita” atau “kami” usahakan dihilangkan. Diganti dengan kalimat pasif.
3.      Seharusnya definisi makkiyah dan madaniyah itu lebih dipaparkan lagi. Terinya ada yang geografis, historis, subjektif, dan konten. Itu yang harus lebih dijabarkan, lantas para ulama biasanya menggunakan yang mana?
4.      Penulisan gelar (Prof. Dr. Ustadz, dll) dalam karya ilmiah dihilangkan, baik dalam tulisan inti atau juga footnote.
5.      Jika bukunya terjemahan, maka harus dicantumkan penterjemahannya.







[1] Yusanto Ismail Muhammad, dkk. Prinsip-Prinsip Pemahaman Al Qu’an dan Hadist, (Khairul Bayan: Jakarta, 2002) hlm 1
[2][2] Moh.Ali, “Studi atas Ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyyah Melalui Pendekatan Histori dan Fenomenologis” (Palu: Jurnal Hunafa, 2010) Vol. 7 hlm 2
[3] Kholil Moenawar, Al Qur’an dari Masa ke Masa, (Ramadhani: Solo, 1994) hlm 9
[4] Shalih-AS Subhi, Membahas Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1985)  hlm 54
[5] Aththar-Al Dawud, Perspektif Baru Ilmu Al-Qur’an, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1994), hlm 141

[6] Ibid, hlm 41
[7] Ibid, hlm 142
[8] Ibid, hlm 142
[9] Ibid, hlm 142
[10] Irma Apriliani, “Makki dan Madani”, (Bandung, 2014) hlm 5
[11] Kholil Moenawar, Al Qur’an dari Masa ke Masa, (Ramadhani: Solo 1994) hlm 14
[12] Khon Majid Abdul, Praktikum Qira’at Keanehan Bacaan Alquran Qira’at Ashim dari Hafash,(Amzah: Jakarta 2013) hlm 9
[13]  Kholil Moenawar, op.cit, hlm 15
[14] Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, (Bogor: Litera AntarNusa, 2016), hlm 72
[15] Ilyas Yunahar, Kuliah Ulumul Qur’an, (Itqan Publishing: Yogyakarta, 2014), hlm 31
[16]Ibid, hlm 31
[17]Ibid, hlm 31
[18] Ibid, hlm 32
[19] Ibid, hlm 32
[20] Ibid, hlm 32
[21] Ibid, hlm 33
[22] Ibid, hlm 34
[23] Ibid, hlm 33
[24] Ibid, hlm 33
[25] Ibid, hlm 34
[26] Ibid, hlm 34
[27] Ibid, hlm 34
[28] Ibid, hlm 35
[29] Ibid, hlm 35
[30] Ibid, hlm 35
[31] Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, (Bogor: Litera AntarNusa, 2016), hlm 76
[32] Ibid, hlm 76
[33] Ibid, hlm 76
[34] Ibid, hlm 77
[35] Ibid, hlm 77
[36] Ibid, hlm 78
[37] Ibid, hlm 78
[38] Ibid, hlm 79
[39] Ibid, hlm 79
[40] Ibid, hlm 79
[41] Kholil Moenawar, Al Qur’an dari Masa ke Masa, (Solo: Ramadhani 1994),  hlm 18
[42] Ibid, hlm 18
[43] Ibid, hlm 18
[44] Ibid, hlm 18
[45] Yusanto Ismail Muhammad, dkk. Prinsip-Prinsip Pemahaman Al Qur’an dan Al Hadits, (Jakarta: Khairul Bayan, 2002), hlm 107
[46] Ibid, hlm 108
[47] Ibid, hlm 108
[48] Ibid, hlm 108
[49] Ibid, hlm 108
[50] Ibid, hlm 108
[51] Ibid, hlm 109
[52] Ibid, hlm 109
[53] Ibid, hlm 109
[54] Ibid, hlm 110
[55] Ibid, hlm 110
[56] Ibid, hlm 12
[57] Ibid, hlm 13
[58] ‘Aththar Al Dawud, Perspektif Baru Ilmu Al-Quran, (Bandung: Pustaka Hidayah 1979), hlm 142
[59] Ibid, hlm 143
[60]Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, (Bogor: Litera AntarNusa, 2016), hlm 79 
[61]Aththar Al Dawud, Perspektif Baru Ilmu Al-Quran, op. cit, hlm 107
[62]Ibid, hlm 107

Tidak ada komentar:

Posting Komentar