Minggu, 18 Februari 2018

Makkiyah dan Madaniyah (PIPS D Semester Genap 2017/2018)




MAKKIYAH DAN MADANIYAH

Moh Abid Amrullah, Lilis Dwi Jayanti dan Rofidah Tamami
Mahasiswa Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Pendidikan IPS D Angkatan 2016
e-mail: rtamami53@gmail.com

Abstract
In this article supposed to be about Makkiyah and Madaniyah that was found in the Quran as explanation, rules and the usefulness of studies Makkiyah and Madaniyah. Quran can’t be separated from Islam because Quran is the Holy Quran for muslim. It was revealed to the prophet Muhammad for 23 years, 10 years in Mecca and 13 years in Medina. The attitude of society Mecca and Medina is one of the factors distinguishing between Chapter Makkiyah and Madaniyah. The society of Mecca that tends to opposed to Islam led to the decline in an pitched hard, while society of Medina who are receiving and devoted to Allah made verse down any pitched soft.The majority of scholars argue that the letter madaniyah there are 20 suras and 22 suras from Makki. It is not true that the surah madaniyah then all the verses are madaniyah as well as the surah makkiyah not all there are only makkiyah verses. We really need to learn makkiyah and madaniyah, because makkiyah and madaniyah science has many usefulness.
Abstrak
Dalam makalah ini berisi tentang Makkiyah dan Madaniyah yang terdapat dalam seperti pengertian, kaidah-kaidahnya serta faedah dalam mempelajari Makkiyah dan Madaniyah.  Tidak dapat dipisahkan dari Islam karena merupakan pedoman bagi umat Islam.  Diturunkan kepada nabi Muhammad selama 23 tahun, 10 tahun di Makkahdan 13 tahun di Madinah. Sikap masyarakat Makkah dan Madinah merupakan salah satu faktor pembeda antara surah Makkiyah dan Madaniyah. Masyarakat Makkah yang cenderung menentang Islam menyebabkan turunnya ayat  yang bernada keras, sedangkan masyarakat Madinah yang bersikap menerima dan patuh kepada Allah menjadikan ayat yang turun pun bernada lembut. Mayoritas ulama berpendapat bahwa surat madaniyah ada 20 surah dan 22 surah dari Makki. Tidak benar bahwa surah madaniyah maka semua ayat-ayatnya adalah madaniyah begitupun surah makkiyah tidak seluruhnya hanya ada ayat-ayat makkiyah. Kita sangat perlu mempelajari makkiyah dan madaniyah, karena ilmu makkiyah dan madaniyah memiliki banyak kegunaan atau faedahnya.
Keyword: Quran, Mecca, Medina.



A.    Pendahuluan
Alquran merupakan mukjizat yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril untuk disampaikan kepada umat manusia.  diturunkan secara berangsur-angsur selama kurang lebih 23 tahun.  pertama kali diturunkan pada tanggal 17 Ramadhan yang pada saat itu nabi berusia 40 tahun.
Tujuan diturunkannya  yaitu untuk menjadi pedoman manusia dalam berkehidupan agar tercapailah kehidupan yang bahagia. Nabi Muhammad SAW untuk mencapai tujuan itu menggunakan metode dakwah. Dakwah pertama kali beliau laksanakan di kota Makkah, tempat beliau tumbuh dan berkembang hingga nabi berumur 40 tahun. Tentu dalam melaksanakan dakwah tersebut nabi mengalami hambatan berupa penolakan dari kaum Quraisy bahkan juga dari keluarganya sendiri. Hal ini menjadikan beliau berpindah tempat atau hijrah ke Madinah untuk melanjutkan dakwah tersebut.
Maka dari sejarah dakwah Rasulullah, lahirlah ilmu-ilmu  yang mempelajari tentang menafsirkan  yang mana dalam hal ini tempat turunnya ayat  sangat penting untuk mengetahui sejarah dakwah dan segala peristiwa yang menyertainya baik pada periode Makkah maupun periode Madinah.

B.     Pengertian dan Contoh Ayat-Ayat Makkiyah dan Madaniyah
Alquran diturunkan kepada nabi Muhammad SAW secara berangsur-angsur selama kurang lebih 23 tahun.  diturunkan untuk memberi petunjuk kepada manusia ke jalan yang benar dengan menegakkan asas kehidupan yang didasarkan pada keimanan kepada Allah SWT. Pada saaat kita membaca , maka kita akan menemukan tanda atau tulisan di sebelah judul surat dengan keterangan Makkiyah atau Madaniyah.
Para ulama membedakan surat dalam  menjadi dua yaitu Makkiyah dan Madaniyah namun, sebagian besar ayat  tersebut diturunkan di kota Makkah. Secara harfiah, al-makkiyah berarti bersifat Makkah atau yang berasal dari Makkah sedangkan al-madaniyah berarti Madinah atau yang berasal dari Madinah.
Istilah Makkiyah dan Madaniyah diambil dari dua nama kota yaitu Makkah dan Madinah, tempat Rasululloh menerima wahyu . Penggunaan dua nama kota tersebut dimaksudkan untuk menginformasikan bahwa ada wahyu yang turun di kota Makkah dan ada pula yang turun di kota Madinah.
Ada tiga pendapat tentang ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyah antara lain: (1) ayat Makkiyah adalah ayat yang turun di Makkah sekalipun turun setelah hijrah, dan ayat Madaniyah ialah ayat yang turun di Madinah, ini berarti ia menitik-beratkan masalah tempat, (2) ayat Makkiyah adalah dialogkepada penduduk Makkah dan ayat Madaniyah sebagai dialog kepada penduduk Madinah. Ini berarti titik-berat masalahnya padaorang yang dituju oleh dialog itu, (3) ayat Makkiyah ialah ayat yang turun sebelum Hijrah sekalipun turun di luar kota Makkah, dan ayat Madaniyah ialah ayat yang turun sesudah Hijrah sekalipun turunnya di kota Makkah. Artinya soal urutan waktu dalam tahap-tahap dakwah agama Islam lebih diutamakan.[1]
Sebagian besar ayat-ayat dalam  turun di kota Makkah atau Madinah. Namun pada saat Rasululloh bepergian dari satu tempat ke tempat lain untuk menjalankan tugas dakwah, kadang-kadang wahyu turun di tengah-tengah perjalanan, yang mana tujuannya yaitu untuk memantapkan hati beliau dan memperkuat perjuangan beliau. Begitu juga ada yang diturunkan di waktu malam hari dan ada yang turun di waktu siang hari. Ada yang turun di waktu perang dan ada yang turun di waktu damai (yakni: sungguh Allah telah menolong kamu dalam perang Badar, padahal kamu adalah (ketika itu) orang yang lemah. Karena itu bertakwalah kepada Allah, supaya kamu mensyukurinya). (ali Imran, 122).
Mempelajari  kita juga perlu untuk mengetahui mana Surah yang termasuk Makkiyah dan mana Surah yang termasuk Madaniyah. Oleh karena itu, dapat kita ketahui Surah yang termasuk Makiyyah antara lain:
1.    Surah yang di dalamnya terdapat sajadah adalah Makkiyah;
2.    Surah yang di dalamnya terdapat lafadz kalla (sekali-kali tidak demikian) adalah Makkiyah. Dan itu hanya terdapat pada bagian pertengahan sampai akhir ;
3.    Surah yang di dalamnya terdapat kalimat Yaa ayyuhannaas (wahai manusia) dan tidak terdapat kalimat Yaa ayyuhal-ladziina aamanuu (wahai orang-orang beriman) adalah Makkiyah. Kecuali pada Surah al-Haj yang pada bagian akhirnya terdapat kalimat Yaa ayyuhal-ladziina aamanuu irka’uu wasjuduu (wahai orang-orang beriman, hendaklah kalian selalu beruku’ dan bersujud...). Namun banyak juga ulama yang berpendapat bahwa Surah tersebut adalah Makkiyah;
4.    Surah yang di dalamnya terdapat kisah para nabi dan umat-umat terdahulu adalah Makkiyah kecuali al-Baqarah;
5.    Surah yang terdapat di dalamnya kisah nabi Adam dan Iblis adalah Makkiyah kecuali al-Baqarah;
6.    Surah yang diawali dengan huruf-huruf hija’iyyah, seperti Alif Laam Miim, Alif Laam Raa dan sebagainya adalah Makkiyah kevuali dua Surah yaitu al-Baqarah dan ali ‘Imran. Para ulama berbeda pendapat mengenai Surah ar-Ra’ad. Sebagian berpendapat Surah tersebut Makkiyah.
Enam ciri tersebut – selain ayat-ayat tertentu yang terkecualikan merupakan tanda-tanda ke-Makkiyah-an Surah, tidak bakal meleset. Di samping ciri-ciri tersebut terdapat pula tanda-tanda lain yang seyogyanya menunjuk Surah Makkiyah. Tanda-tanda yang terdapat di banyak Surah-Surah Makkiyah antara lain.
1.    Ayat-ayat maupun Surah-Surahnya itu sendiri pada umumnya pendek, ringkas, uraiannya bernada hangat (keras) dan nada suara berlainan.
2.    Da’wah mengenai pokok-pokok keimanan akan hari akhir dan memberi gambaran tentang syurga serta neraka.
3.    Da’wah mengenai budipekerti dan amal kebaijikan.
4.    Sanggahan terhadap kaum musyrikin dan celaan terhadap fikiran mereka.
5.    Banyak pernyataan sumpah sebagaimana lazim sebagai kebiasaan orang-orang Arab.

Ciri-ciri Surah Madaniyah yang udah dapat dipastikan, antara lain:
1.    Surah yang di dalamnya terdapat izin berperang, atau menyebut soal peperangan dan menjelaskan hukum-hukumnya.
2.    Surah yang di dalamnya terdapat rincian hukum haad, fara’idh (hukum pembagian harta pusaka), hukum sipil, hukum sosial dan hukum antar-negara.
3.    Surah yang di dalamnya terdapat uraian tentang kaum munafik, kecuali Surah al-Ankabut yang Makkiyah, selain 11 ayat pada pendahuluannya adalah Madaniyah. Dalam Surah itu terdapat uraian tentang kaum munafik.
4.    Bantuan terhadap ahlul-kitab dan seruan agar mereka mau meninggalkan sikap berlebihandalam mempertahankan agamanya.
Tanda-tanda umum yang tampak menunjukkan Surah Madaniyah antara lain:
1.    Sebagian besar ayat-ayatnya panjang-panjang, dan susunan kalimatnya yang mengenai soal-soal hukum bernada tenang.
2.    Mengemukakan dalil-dalil dan pembuktian mengenai kebenaran agama Islam secara terinci.[2]
Masyarakat yang tinggal di kota Makkah dan Madinah menjadi salah satu alasan adanya perbedaan antara surah Makkiyah dan Madaniyah. Surah Makkiyah yang bernada keras dikarenakan masyarakat Makkah pada saat itu bersikap keras dan suka menentang Islam dan sombong. Begitu pula Madaniyah, ayat Madaniyah bernada lembut karena masyarakat Madinah saat itu memiliki sikap menerima dan menyerahkan dirinya kepada Islam. Jika ditinjau dari kalimatnya, ayat Makkiyah cenderung pendek karena masyarakat yang diajak biicara umumnya adalah orang-orang yang menentang dan suka menolak dakwah Islam. Sedangkan ayat Madaniyah cenderung panjang karena ayat tersebut berisi tentang syariat atau hukum. Contoh Ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyah:
Contoh ayat Makkiyah:

            Artinya :
Dan (kami turunkan) berangsur-angsur agar engkau (Muhammad) mmembacakannya kepada manusia perlahan-lahan dan kami menurunkannya secara bertahap. (Q.S. al-Isra: 106)
Contoh ayat Madaniyah:


Artinya:
Katakanlah (Muhammad), “taatilah Allah dan Rasul. Jika kamu berpaling, ketahuilah bahwa Allah tidak menyukai orang-orang kafir.”

C.    Kaidah-Kaidah Dalam Mengetahui Makkiyah dan Madaniyah
Para ulama tertarik untuk menyelediki surah-surah makki dan madani. Mereka meneliti Qur’an ayat demi ayat dan surah demi surah untuk ditertibkan sesuai dengan nuzulnya, dengan memperhatikan waktu, tempat dan pola kalimat. Bahkan, mereka mengumpulkan antara waktu, tempat dan pola kalimat. Cara demikiran merupakan ketentuan cermat yang memberikan kepada peneliti objektif, gambaran mengenai penyelidikan ilmiah tentang ilmu Makki dan Madani. Dan itu pula sikap ulama kita dalam melakukan pembahasan-pembahasan terhadap aspek kajian Quran lainnya.[3]
Memang suatu usaha besar bila seorang peneliti menyelidiki turunnya wahyu dalam segala tahapannya, mempelajari ayat-ayat Quran sehingga dapat menentukan waktu serta tempat turunnya dan, dengan bantuan tema surah atau ayat, merumuskan kaidah-kaidah analogis untuk menentukan apakah sebuah seruan itu termasuk Makki atau Madani, ataukah ia merupakan tema-tema yang menjadi titik tolak dakwah di Mekkah dan Madinah. Apabila suatu masalah masih kurang jelas bagi seorang peneliti karena terlalu banyak alasan yang berbeda-beda. Maka ia kumpulkan, perbandingan, dan mengklasifikasikannya mana yang serupa dengan yang turun di Mekah dan mana pula yang serupa dengan yang turun di Madinah.
Apabila ayat-ayat itu turun di suatu tempat, kemudian oleh salah seorang sahabat dibawa segera setelah diturunkan untuk disampaikan di tempat lain, maka para ulama pun akan menetapkan seperti itu. Mereka berkata: “ayat yang dibawa dari Mekah ke Medinah, dan ayat yang dibawa dari Medinah ke Mekah”.[4]
Abul Qasim Al-Hasan bin Muhammad bin Habib an-Naisabury menyebutkan dalam kitabnya at-tanbih ‘alafadli Ulumil Quran “di antara ilmu-ilmu yang paling mulia adalah ilmu tentang nuzul Quran dan daerahnya, urutan turunnya di Mekah tetapi hukumnya Madani dan sebaliknya, yang diturunkan di Mekah mengenai penduduk Madinah dan sebaliknya, yang serupa dengan yang diturunkan di mekah (Makki) tetapi termasuk madani dan sebaliknya, dan yang tentang diturunkan di Juhfah, Baitul Maqdis, di Ta’if atau di Hudaibiyah. Demikian juga dengan yang diturunkan secara tersendiri, ayat-ayat madaniyah dari surah-surah makkiyah, ayat-ayat makkiyah dalam surah-surah madaniyah. Yang dibawa dari medinah ke abisinia, yang diturunkan dalam bentuk global dan yang telah dijelaskan, serta yang diperselisihkan sehingga sebagian orang mengatakan madani dan sebagian yang lain mengatakan makki. Orang yang tidak mengetahui dan tidak dapat membeda-bedakannya, ia tidak berhak berbicara tentang Quran.[5]
Para ulama sangat memperhatikan Quran dengan cermat. Mereka menertibkan surah-surah sesuai dengan tempat turunnya. Mereka mengatakan misalnya: “surah ini diturunkan setelah surah itu.” Dan bahkan lebih cermat lagi sehingga mereka membedakan antara yang diturunkan di malam hari dengan yang diturunkan di siang hari, yang diturunkan di musim panas dengan yang diturunkan di musaim dingin, dan antara yang diturunkan di waktu sedang berada di rumah dengan yang diturunkan di saat bepergian.[6]
Yang penting dipelajari dalam pembahasan ialah:
1.        Yang diturunkan di Mekah
2.        Yang diturunkan di Medinah
3.        Yang diperselisihkan
4.        Ayat-ayat makkiah dalam surah-surah madaniyah
5.        Ayah-ayat madaniah dalam surah-surah makkiyah
6.        Yang diturunkan di Mekkah sedang hukumnya madani
7.        Yang diturunkan di Medinah sedang hukumnya makki
8.        Yang serupa dengan yang diturunkan di Mekah (makki) dalam kelompok madani
9.        Yang serupa dengan yang diturunkan Medinah (madanbi) dalam kelompok makki
10.    Yang dibawa dari medinah ke Mekkah
11.    Yang turun di waktu malam dan waktu siang
12.    Yang turun di musim panas dan musim dingin
13.    Yang turun di waktu menetap dan dalam perjalanan.
Contoh:
Mayoritas ulama berpendapat bahwa surat madaniyah ada 20 surah dan 22 surah dari Makki. Tidak benar bahwa surah madaniyah maka semua ayat-ayatnya adalah madaniyah begitupun surah makkiyah tidak seluruhnya hanya ada ayat-ayat makkiyah. Sebab di dalam surah makki ataupun madaniyah terdapat sebagian ayat-ayat madaniyah ataupun makkiyah. Dengan demikian penamaan surah sebagai Makkiyah dan Madaniyah karena sebagian besar ayat-ayatnya adalah ayat-ayat makkiyah atau madaniyah. Dalam penamaan surah sering disebutkan kalau surah itu makkiyah kecuali ayat ini adalah madaniyah begitupun sebaliknya[7].
D.    Kegunaan mempelajari makkiyah dan madaniyah
Kita sangat perlu mempelajari makkiyah dan madaniyah, karena ilmu makkiyah dan madaniyah memiliki banyak kegunaan atau faedahnya. Dalam hal ini, al-Zarzani yang ada di dalam kitabnya, Manahilul ‘Irfan menerangkan beberapa dari kegunaan mempelajari ilmu makkiyah dan madaniyah, yaitu:
1.    Dapat membedakan dan mengetahui ayat yang mansukh dan ayat yang nasikh.[8] Kita perlu mengetahui apa itu mansukh dan apa itu nasikh, mansukh adalah yang diganti (yang dihapus), sedangkan nasikh artinya pengganti (yang menghapus). Setelah kita mengetahui apa yang dimaksud dengan mansukh dan nasikh, maksud dari dapat membedakan dan mengetahui ayat yang mansukh dan nasikh yaitu, apabila terdapat dua ayat atau lebih dalam suatu masalah, sedangkan hukum yang terkandung di dalam ayat-ayat itu bertentangan. Kemudian dengan kita mempelajari ilmu makkiyah dan madaniyah kita dapat mengetahui, bahwa ayat yang satu makkiyah, dan ayat yang kedua atau ayat yang lainnya adalah ayat madaniyah, maka sudah pasti ayat yang Makkiyah itulah yang di nasakhkan oleh ayat yang Madaniyah, karena kebanyakan ayat yang Madaniyah adalah yang terakhir turunnya.[9] Dapat membantu untuk menafsirkan , dengan cara mengetahui tempat turunnya ayat, akan sangat membantu untuk memahami ayat dan menafsirkan secara benar, serta mengetahui mana ayat yang nasikh dan ayat yang mansukh,[10] seperti yang sudah dijelaskan diatas tentang mengetahui dan membedakan ayat nasikh dan mansukh.
Dalam hal ini mempelajari makkiyah dan madaniyah dapat dijadikan alat bantu dalam menafsirkan , karena sebab pengetahuan mengenai tempat turun ayat yang dapat membantu kida dalam memahami ayat dan menafsirkannya dengan tafsiran yang besar, sekalipun yang dijadikan pegangan dalah pegangan umum lafaz, bukan karena sebab khusus. Berdasarkan hal tersebebut seorang penafsir dapat membedakan antara ayat yang nasikh dengan ayat yang mansukh apabila diantara kedua ayat terdapat makna yang kontradiktif. Yang datang kemudian tentu sudah merupakan nasikh atas yang terdahulu, [11]seperti yang sudah dijelaskan diatas.
2.    Dapat mengetahui sejarah hukum islam dan juga perkembangannya yang bijaksana secara umum. Dengan begitu, kita dapat meningkatkan keyakinan terhadap ketinggihan kebijasanaan Islam dalam mendidik manusia, baik secara perorangan.[12] Karena pada hakikatnya kita adalah makhluk hidup yang pasti akan merasakan menjadi pendidik sekalipun hanya menjadi pendidik untuk diri sendiri, keluarga, maupun orang yang ada disekitar kita. Jadi, mempelajari makkiyah dan madaniyah sangat bagus karena dengan begitu kita dapat mengetahui sejarah hukum islam dan perkembangannya.
3.    Dapat meningkatkan terhadap kebesaran, kesucian dan juga keaslian , karena dalam melihat besarnya perhatian umat islam sejak turunnya , terhadap hal-hal yang berhubungan dengan , sampai hal-hal yang sedetai-detailnya.[13] Sehingga dapat mengetahui dan membedakan mana ayat yang diturunkan di waktu malam dengan ayat yang diturunkan di waktu siang, ayat yang diturunkan secara bersama-sama dengan ayat yang ditrunkan secara tersendiri, ayat yang diturunkan di musim panas dengan ayat yang diturunkan di musim dingin, dan antara ayat yang diturunkan di waktu berada di rumah dengan ayat yang diturunkan di saat berpergian.[14]
4.    Meresapi gaya bahasa  dan memanfaatkannya dalam metode berdakwah menuju jalan Allah,[15] karena setiap situasi mempunyai bahasa tersendiri. Memperhatikan apa yang dikehendaki oleh situasi, merupakan arti paling khusus dalam masalah retorika. Karakteristik gaya bahasa Makki dan Madani dalam  pun memberikan kepada orang yang mempelajari metode dalam penyampaian dakwah ke jalan Allah yang sesuai degan kejiwaan lawan berbicara dan menguasai pikiran dan perasaannya serta mengatasi apa yang ada dalam dirinya dengan penuh kebijaksanaan. Tahapan dakwah mempunyai topik dan pola penyampaian tersendiri, setiap pola penyampaian berbeda-beda, sesuai dengan perbedaan tata cara, keyakinan dan kondisi pada lingkungan. Demikian itu sudah nampak dengan jelas dalam berbagi cara  menyeru berbagai golongan, anatar lain: orang yang beriman, orang yang musyrik, orang yang munafik, dan orang yang ahli Kitab.[16]
5.    Dapat mengetahui sejarah kehidupan Nabi melalui ayat-ayat , sebaba turunnya wahyu kepada Rasulullah sejalan dengan sejarah dakwah dan segala peristiwanya, baik pada periode Mekah maupun pada periode Madinah, sejaka permulaan turun wahyu hingga ayat yang terakhir diturunkan.  adalah sumber pokok bagi peri kehidupan Rasulullah. Peri hidup beliau yang diriwayatkan ahli sejarah harus sesuai dengan , dan  pun memberikan kata putus terhadap perbedaan riwayat yang mereka riwayatkan.[17]
6.    Kajian dan ilmu Makkiyah dan Madaniyah menunjukkan bahwa betapa tingginya perhatian kaum muslimin sejak generasi awal terhadap sejarah turunnya , sehingga kaum muslimin mengikuti dan mencatat tempat, waktu dan fase diturunkannya  kepada Nabi Muhammad SAW secara teliti. Hal tersebut menambah keyakinan pada otentitas dan validitas  Al-Karim sehingga sampai kepada zaman sekarang ini tanpa mengalami pengurangan, pertambahan atau perubahan.[18]
Dengan begitu, maka siapa pun yang berkeinginan dan berusaha untuk merusak kesucian  dan keaslian , pastinya segera diketahui oleh umat Islam.
Dalam bukunya Dr. Shubhi Al-Shahih, yang berjudul Mabaahits fii Uluumil Qur’an menyatakan bahwa dengan mengetahui ilmu makky dan madany, kita dapat:
1.    Mengetahui fase-fase atau marhalah dari dakwah Islamiyah yang ditempuh  secara beransur-ansur (bertahap sedikit demi sedikit) dan yang sangat bijaksana, dan dapat juga mengetahui keadaan lingkungan atau situasi dan kondisi masyarakat pada saat turunnya ayat-ayat , khususnya pada masyarakat Mekah dan Madinah.
2.    Mengetahui uslub-uslub bahasanya yang tidak sama atau yang berbeda-beda, yaitu orang-orang mukmin, orang-orang musyrik dan orang-orang ahlul kitab.[19]
Mengetahui ilmu Makky dan Madany merupakan  cabang ilmu-ilmu  yang sangat penting diketahui dan dikuasai oleh mufassir sampai ulama al-Muhaqqiqun, yaitu antara lain ada Abul Qasim al-Naisaburi (ahli Nahwu dan Tafsir, wafat tahun 406 H), tidak membenarkan seseorang untuk menafsirkan  tanpa mengetahui ilmu Makky dan Madany.[20]
Dalam kitab Abul Qasim al-Naisaburi yaitu al-Tanbih ‘ala Fadhli ‘Ulumil Qur’an menerangkan sebagi berikut: Di antara ilmu-ilmu  yang paling utama, yaitu imu tentang:
1.        Turunnya  dan tempat-tempat turunnya
2.        Urutan ayat-ayat yang diturunkan di Mekah pada beberapa masa, yaitu masa permulaan, pertengahan, dan masa penghabisannya. Begitu juga, ayat-ayat yang diturunkan di Madinah pada masa permulaan, pertengahan, dan penghabisannya.
3.        Ayat-ayat yang diturunkan di Mekah, sedang hukumnya termasuk Madaniyah.
4.        Ayat-ayat yang diturunkan di Madinah, sedang hukumnya termasuk Makkiyah.
5.        Ayat-ayat yang diturunkan di Mekah mengenai penduduk Madinah.
6.        Ayat-ayat yang diturunkan di Madinah mengenai penduduk Mekah.
7.        Ayat-ayat yang menyerupai Makkiyah, yang terdapat dalam surat Madaniyah.
8.        Ayat-ayat yang menyerupai Madaniyah, yang terdapat dalam surata Makkiyah.
9.        Ayat-ayat yang diturunkan di Juhfah-sebuah desa tidak jauah dari Mekah-dalam perjalanan menuju Madinah.
10.    Ayat-ayat yang diturunkan di Baitul Maqdis
11.    Ayat-ayat yang diturunkan di Thaif
12.    Ayat-ayat yang diturunkan di Hudaibiyah
13.    Ayat-ayat yang diturunkan pada malam hari
14.    Ayat-ayat yang diturunkan pada siang hari
15.    Ayat-ayat yang diturunkan secara kelompok
16.    Ayat-ayat yang diturunkan tersendiri
17.    Ayat-ayat Madaniyah yang terdapat pada surat-surat Makkiyah.
18.    Ayat-ayat Makkiyah yang terdapat pada surat-surat Madaniyah.
19.    Ayat-ayat yang dibawa dari Mekah ke Madinah.
20.    Ayat-ayat yang dibawa dari Madinah ke Mekah.
21.    Ayat-ayat yang dibawa dari Madinah ke Abbessynia (Hubasyah).
22.    Ayat-ayat yang diturunkan secara Mujmal (global).
23.    Ayat-ayat yang diturunkan secara Mufassar (disertai keterangan).
24.    Ayat-ayat yang diturunkan secara Rumuz (dengan isyarat).
25.    Ayat ayat yang diturunkan dipersoalkan oleh ulama. Sebagian ulama menganggap Makkiyah, sedang sebagian lagi menganggap Madaniyah.[21]

Dari 25 macam ilmu merupakan cabang ilmu dari Ilmu Makky dan Madany. Seorang mufassir harus mengetahui semua dari 25 macam ilmu itu, seorang yang tidak mengetahui dan tidak bisa membedakan dari ke 25 cabang ilmu tersebut, maka seorang tersebut tidak boleh berbicara (menafsirkan) tentang . (bisa membaca al-Burhan karangan al- Zarkasyi halaman 192, dan Al-Itqan karangan al-Suyuti juz I, halaman 8). [22]

E.     DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Hafidz. 2003. Ulumul Quran Praktis. Bogor: Pustaka Utama.
Al-Qattan,Manna Khalil. 2015. Studi Ilmu-Ilmu Quran. Jakarta: PT Pustaka Litera AntarNusa.
As-Shalih, Subhi. 1990.Membahas Ilmu-ilmu . Jakarta: Pustaka Firdaus.
Ilyas, Yunahar. 2013. Kuliah Ulumul Quran, Yogyakarta: Itqan Publishing.
Nizar, Muhammad. 2016. Ulumul Quran. Malang: Kurnia Advertising.
Zuhdi, Masjfuk. 1997. Pengantar Ulumul Quran. Surabaya: Karya Abditama.


Catatan:
1.      Similarity 40%. Wow!!!!
2.      Referensi cuma 6? Padahal terdiri atas tiga orang.
3.      Makalah ini tidak terstruktur, pembahasan tidak jelas antara satu bab dengan bab lain, banyak yang tertukar pembahasannya.
4.      Dalam karya ilmiah, penulisan gelar (Prof. Dr. Ustadz, dll) ditiadakan.
5.      Pendahuluan masih kurang greget.





[1] Subhi as-Shalih, Membahas Ilmu-ilmu , (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1990), hlm. 208.
[2]Ibid. hlm. 226-229.
[3]Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Quran (Jakarta: PT Pustaka Litera AntarNusa, 2015), hlm. 70.
[4]Ibid.
[5]Ibid, hlm. 71.
[6]Ibid, hlm. 71.
[7]Ibid, hlm. 71
[8]Masjfuk Zuhdi, Pengantar Ulumul Quran, (Surabaya: Karya Abditama, 1997), hlm. 68.
[9]Ibid.
[10] Hafidz Abdurrahman, Ulumul Quran Praktis, (Bogor: Pustaka Utama, 2003), hlm. 57.
[11] Manna Khalil al-Qattan, op. cit, hlm. 79.
[12] Masjfuk Zuhdi, loc. cit.
[13]  Masjfuk Zuhdi, loc. cit.
[14] Manna Khalil al-Qattan , op. cit, . hlm. 71.
[15] Muhammad Nizar, Ulumul Quran, (Malang: Kurnia Advertising, 2016),  hlm. 27.
[16] Manna Khalil al-Qattan , op. cit,  hlm. 79-80.
[17] Manna Khalil al-Qattan , op. cit,  hlm. 80.
[18] Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Quran, (Yogyakarta: Itqan Publishing, 2013). hlm. 62-63.
[19] Masjful Zuhdi, op. cit, hlm. 69.
[20] Masjful Zuhdi, op. cit, hlm. 69.
[21] Masjful Zuhdi, op. cit, hlm. 69-70.
[22] Masjful Zuhdi, op. cit, hlm. 70.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar