Minggu, 12 November 2017

Fiqih Mazhab Empat (PAI E Semester Ganjil 2017/2018)





Mela Mariana dan Ulum Wahyu Febrianggraini
Mahasiswa UIN Malang jurusan PAI kelas E tahun 2016

Abstrak:
Artikel ini berbicara mengenai fiqih imam yang empat,sebagaimana kita ketahui dalam hukum fiqih muncul berbagai mazhab-mazhab. Hal ini dilatar belakangi oleh perbedaan penafsiran dalam menginstinbatkan hukum Islam berdasarkan Al-Qur’an. Selain itu juga disebabkan oleh pengalaman, pola pikir serta contoh implikasi dari pemikirannya dalam menanggapi persoalan-persoalan yang muncul ditengah-tengah kehidupan masyarakat. Imam hanafi dikenal sebagai ulama Ahl al-Ra’yu sebab beliau lebih mengedepankan nalar dalam menetapkan hukum. Imam malik adalah seorang tokoh yang dikenal oleh para ulama alim besar dalam ilmu hadis atau ahl hadits. Imam syafi’I  juga  dikenal dengan ahlu al-Hadits,  beliau dikenal sebagai yang mampu memformulasikan hukum antara imam hanafi dan imam maliki. Begitupun dengan Imam Hanbal ia juga dikenal sebagai ahlu al-Hadits, ia sangat kuat berpegang dengan hadits.
Kata kunci: fiqih, mazhab imam empat, dan problematika
Abstrak:
This article talks about the Fiqh of the four priests who, as we know in Fiqh law appear various sects. This event will be based by the differences of interpretation in the menginstinbatkan Islamic law based on the Quran. It also caused by experience, mindsets as well as examples of the implications of his thoughts in response to problems that arose in the midst of the life of the community. Hanafi scholars known as Ahl al-Ra'yu because he put forward the reason in determining the law. Malik is a character known by the scholars of Hadith sciences major alim or ahl Hadith. Imam Al-shaafa'i is also known by the people of al-Hadith, he is known as the able to formulate the law between the hanafi and maliki. Likewise with Imam Hanbal, he is also known as the people of al-Hadith, he very strongly adhered to by the Hadith

Keyword : fiqih, imam of the four, and problematics







A.      Pendahuluan
Mazhab ialah sebuah paham atau aliran dalam pemikiran atau metode yang ditempuh oleh Imam Mujtahid dalam menetapkan hukum suatu peristiwa berdasarkan Alquran dan hadits serta mazhab juga diartikan sebagai fatwa atau pendapat yang seorang imam mujtahid tentang hukum suatu peristiwa yang diambil dari al-quran. Didalam hal ini akan dibahas beberapa mazhab dalam islam yang cukup terkenal dan dijadikan pedoman dalam menjalakan kehidupan, adapun perincian dari empat imam mazhab disini ialah imam syafi’i, imam abu hanifah, imam maliki, dan imam hambali.
Mereka adalah pendiri sekaligus pencetus bagi ulama’ fiqih yang sampai saat ini masih dipakai oleh orang muslim di berbagai negara. Imam hanifah merupakan tokoh pencetus dari mazhab hanafi, imam maliki pencetus dari mazhab maliki, imam syafi’i pencetus mazhab syafi’i dan imam hambali pencetus mazhab hambali. Sedangkan jika kita tinjau dari segi ilmu yang menjadi tekunan mereka maka terdapat perbedaan, yaitu imam hanafi terkenal sebagai ahli al-quran, imam maliki terkenal sebagai ahli hadits, imam syafi’i terkenal sebagai ahli hadits dan alquran dan imam hambali lebih kepada imam yang menolak adanya hal-hal bid’ah yang meraja rela pada zamannya. Oleh karena itu pada artikel ini penulis membahas tentang biografi dan segala pemikiranya dari empat mazhab tersebut.
B.       Biografi Fiqih Imam Empat
1.      Abu Hanifah, An-Nu’am Bin Tsabit (80-150H) Sebagai Pendiri Mazhab Hanafi
Al- imam al-A’zham Abu Hanifah, atau dikenal dengan an-nu’man bin tsabit bin Zuwatha al-kufi. Beliau adalah keturunan Persia serta bukan keturunan hamba sahaya dan lahir pada tahun 80 H/ 699 M.[1] dan meninggal pada tahun 150 H/767 M. Menurut riwayat beliau dipanggil dengan sebutan Abu Hanifah, dikarenakan memiliki putra yang bernama Hanifah. Dalam adat atau kebiasaan yang berkembang di masyarakat Arab, nama anak menjadi nama panggilan bagi ayahnya dengan diberi tambahan kata Abu yang berarti ayah atau Bapak, oleh karena itu ia dikenal dengan sebutan Abu Hanifah. Didalam hidupnya Abu Hanifah hidup di dua lingkungan sosial-politik, yakni tepat di akhir masa dinasti Umayyah dan pada awal dinasti Abbasiyah.
Abu Hanifah dikenal dengan sebagai seorang ulama’ yang sangat rajin, belajar sungguh-sungguh dalam mengerjakan kewajiban agama, taat ibadah. Kata hanif dalam bahasa Arab berarti condong atau cenderung kepada yang benar. Al- Zutha adalah kakek dari abu hanifah merupakan penduduk asli kabul. Ia pernah ditawan dalam sebuah peperangan lalu dilarikan ke kuffah sebagai budak setelah itu beliau dibebaskan dan menganut islam sebagai Agamanya, ayahnya bernama tsabit, beliau seorang pedagang sutra disebuah kota kuffah dan abu hanifah sering mengikuti ayahnya berdagang. Pada mulanya abu hanifah sangat menyukai dan mempelajari ilmu qiraa’at, hadits dan sastra,  nahwu, syi’ir, teologi dan ilmu-ilmu lainnya yang berkembang pada masa itu. Diantara beberapa ilmu yang berkembang ia sangat diminatinya ialah ilmu teologi, sehingga ia dikenal sebagai seorang tokoh yang termasyhur didalam ilmu tersebut. Abu hanifa memiliki ketejaman pemikiran , hal tersbut dapat digunakan untuk menangkis serangan dari golonga khawarij yang doktrin dari ajarannya sangat ekstrim.
Abu hanifah juga menekuni ilmu fiqih di kuffah, dan kuffah merupakan salah satu tempat pusat pertemuan ulama’fiqih yang rasional. Terdapat madrasah kuffah yang brtempat di Irak yang dirintis oleh Abdullah ibnu Mas’ud (wafat 63H/ 682 M). Adapun kepemimpinan madrasah kuffah selanjutnya biturunkan kepada Ibrahim Al- Nakhaa’i setelah itu Hammad Ibnu Abi Sulaiman Al- Asyari (wafat pada tahun 120 H) Hammad Ibnu Sulaiman adalah salah seorang yang terkemuka ketika itu , ia juga termasuk muriid dari Al- Qomah Ibn Qais dan Al- qadi Syuriah, kedua tokoh tersebut merupakan ulama’pakar fikih yang cukup masyhur di kuffah dan merupakan golongan tabi’in, dari Hammad ibn Abi Sulaiman itulah Abu Hanifah belajar Fiqh dan Hadits.[2]
Imam Abu Hanifah adalah salah satu imam ahlu ra’yu dan ahli fiqih Iraq. Abu Hanifah pernah menjadi pernah menuntut ilmu hadits dan ilmu fiqih(18 tahun) dari ulama-ulama yang terkenal.  Dalam menuntut ilmu imam abu hanifah selalu berhati-hati dalam menerima hadits dan dalam penulisannya, imam abu hanifah menggunakan qiyas dan istihsan secara meluas. Adapun dasar madzabnya ialah al-Quran, hadits , ijma’, qiyas, dan istihsan[3]
2.      Imam Malik Bin Anas ( Tahun 93-179 H ) Sebagai Pendiri Mazhab Maliki
Imam Malik adalah imam yang kedua setelah Imam Abu Hanifah, beliau dilahirkan pada tahun 93 H. / 12 M. Tepanya di kota Madinah suatu daerah dekat dengan kota Hijaz. Imam Malik wafat Imam Malik bin Anas ‘bin Abu Amir al- Asbahi ialah tokoh dalam bidang hadits serta ilmu fiqih disebuah kota di mandinah yang bernama darul Hijrah. Imam Malik lahir pada zaman al-walidbin Abdul Malik serta meninggal di kota Madinah pada zaman al- Rasyid. Imam Maliki hidup dalam dua zaman pemerintahan, yaitu pada zaman pemerintahan Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah, namun lebih banyak mengabiskan waktu pada zaman Bani Abbasiyah.
Imam Malik menuntut ilmu kepada beberapa  ulama’ di Madinah, salah satu dari mereka ialah Abdul Rahman bin Hurmuz, selain itu dia juga menerima hadits yaitu Nafi’Maula Ibnu Umar dan Ibnu Syihab az-Zuhri serta Rabi’ah bin Abdul Rahman (Rabi’ah Ar-Ra’yi) sebagai guru nya dalam bidang fiqih. Kitab al-Muwatha’ adalah salah satu kitab yang ditulis oleh Imam Mali dan merupakan kitab besar dalam ilmu hadits dan Fiqih .[4]
Imam Malik adalah guru dari imam As-Syafi’i. Imam Malik membangun Madzhabnya dengan dua puluh pondasi dasar keilmuan yaitu Al-Quran yang terdiri dari lima dasar, As-Sunnah juga lima dasar yang terdiri dari An- Nash Al kitab, mafhum al-mukhalafah, mafhumnya yakni mafhum al-muwaaqah, serta tanbihnya berupa peringatan Al-qur’an terhadap illah seperti firman Allah, “...karena semua itu kotor atau fisq.”(al- An’aam: 145). Yang lain berupa ijma’, qiyas, amal ahli Madinah, Qaul as- Sahabi, Al-Istihsan, saad adz-dzara’i, menjaga khilaf , istishab, al-mashalih al-mursalah serta syar’ man qablana.

3.      Biografi Muhammad Bin Idris Asy-Syafi’i (Tahun 150-204) Sebagai Pencetus Mazhab Syafi’i
Al- Imam Abu Abdullah, Muhammad bin Idris al-Qurasyi al- Muthalibi ibnul Abbas bin Utsman bin Syafi’i (Rahimahullah) yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Imam Syafi’i. Imam Syafi’i memiliki silsilah nasab yang bertemu dengan datuk Rasulullah saw. ialah Abdu Manaf. Imam Syafi’i lahir di Ghazza (Palestina) pada tahun 150 H, yang bertepatan pada tahun wafatnya Imam Abu Hanifah,serta wafat pada tahun 204 H di Mesir. Imam Asfi’i dibesarkan dalam keadaan yatim namun dia telah mampu menghafalkan Al-Quran saat masih kecil selain itu dia juga dikenal sebagai tokoh bahasa dan sastra Arab kemahirannya tersebut dilatarbelakangi karena dia pernah tinggal bersama kabilah Hudzail di al-Badiyah (salah satu kabilah yang terkenal dengan kefasihannya berbahasa Arab )
Muslim bin khalid al- Zanji adalah seorang mufti sekalus sebagai guru dari Imam Syafi’i ketika menuntut ilmu di Mekkah. Ketika Imam syafi’i kira-kira berumur 15 tahun , dia telah mendapat izin untuk memberikan fatwa. Setelah dari Mekkah Imam Syafi’i belajar kepada Imam Malik bin Anas  ke Madinah untuk belajar dan menghafal kitab Muwatha’ dan telah mampu menguasainya hanya dalam jangka aktu sembilan malam saja. Selain itu Imam Syafi’i juga mampu meriwayatkan hadits dari Sufyan Bin Uyainah, Fudhail bin Iyadh,serta kepada pamannya yang bernama Muhammad bin Syafi’i dan yang lainnya.
Imam Syafi’i pernah bertemu dengan Imam Ahmad bin Hambal ketika masih berada di Mekkah sekitar tahun 187 H. Dan di Baghdad pada tahun 195 H. Disana imam Ahmad bin Hambal belajar beberapa ilmu yakni:  ilmu Ushul fiqih, fiqih, ilmu nasikh dan mansukh Al-Quran dari Imam as Syafi’i. Ketika berada di Baghdad Imam Syafi’i berhasil mengarang kitab (al- Hujjah ) yang didalamnya berisi madzhabnya yang qodim. Setelah itu pada tahun 200 H dia pergi ke Mesir dan disanalah lahir madzhab jadid-nya.[5]
Imam Syafi’i memiliki sumber madzhab yang berupa Al-Quran, As –Sunnah, ijma’dan Qiyas serta tidak mengambil qaul sahabi karena hal tersebut berupa ijtihad yang ada kemungkinan salahnya.
4.      BIOGRAFI AHMAD BIN HAMBAL ASY-SYAIBANI (TAHUN 164-241 H) SEKALIGUS SEBAGAI PENCETUS MADZHAB HAMBALI
            Imam ahmad ibnu bin hanbal lahir di baghdad pada bulan rabiul awal tahun 164 H/ 780M. ibunya bernama Syarifah Maimunah binti Abdul Al Malik Ibn Sawaddah Ibn Hindun Al Syaibani. Dari pihak ayah maupun ibu Imam Ahmad bin Hnabal berasal dari suku bani syaiban yaitu sebuah kabilah yang berdomisili di semenanjung arabia. Imam Ahmad lahir di sebuah keluarga yang sangat terhormat. Dimana keluarga tersebut memiliki kebesaran jiwa ketuatan kemauan, ketegaran dalam menghadapi masalah, serta senantiasa sabar dalam menghadapi cobaan.[6]
Imam Abu Abdullah, Ahamd bin Hambal bin Hilal bin Asad AL- Zuhalli Asy-Syaibani. Lahir, dibesarkan sekaligus wafat di Baghdad. Imam Hambali menuntut ilmu dibeberapa kota, misalnya di Kuffah, Basrah, Mekkah, Madinah, Yaman, Syam, dan Jazirah. [7]
Mazhab hambali kuat bermula dari setelah al-Mutawakkil diangkat menjadi seorang khalifah pada masa bani abbasiyah. Ketika itu al- mutawakkil tidak akan mau mengangkat seorangpun mmenjadi qadli kecuali atas persetujuan ahmad bin hambal.[8]
C.      Pola Pikir Fiqih Imam  Empat
1.      Abu Hanifah An-Nu’man (Imam Hanafi)
            Pada masa dimana abu hanifah hidup terjadi  gejala logis yang dilatar belakangi oleh perbedaan pendapat yang ekstrem dan bertolakbelakang dengan beliau. Orang-orang pada masa itu menilai bahwa beliau kontroversial berdasarkan perjuangan, perilaku, pemikiran, dan keberanian beliau. Yakni dengan mengajarkan menggunakan akal secara maksimal tanpa peduli terhadap pandangan orang lain.Abu hanifah adalah seseorang yang menguasai mengenai ihwal kehidupan, banyak mengetahui tentang tokoh-tokoh, pemikiran orang-prang pada masa tu maupun pada masa sebelumnya. Beliau orang yang keras terhadap orang-orang munafik, dan sangat sulit untuk dipengaruhi. [9]
            Beliau membagi waktunya antara bisnis dan ilmu. Dengan bisnis inilah pengaruhnya sangat besar terhadap bidang fiqih, ia meletakkan prinsip-prinsip bisnis berdasarkan landasan agama yang kuat. Suatu hari beliau berangkat ke pesantren untuk pengkajian ilmu dan meninggalkan teman serikatnya ditoko. Sebelum pergi, beliau berpesan kepada temannya bahwa pada kain itu ada cacatnya yang begitubtidak kelihatan, jadi jika ada yang beli bilang kepada orang yang akan membelinya, tetapi teman serikatnya itu menjual dan tidak menunjukkan cacatnya. Namun abu hanifah mencari pembeli tersebut dan menunujukkan cacat kain tersebut kepadanya, tetapi Abu Hanifah tidak berhasil menemui pembeli tersebut. Sehingga beliau akhirnya menyedekahkan sekuruh uang dari pembelian tersebut dan memutuskan untuk berpisah dengan teman serikatnya itu. Demikianlah sikap Abu Hanifah alam berdagang ia memahami dalil-dalil teks serta menggali kaidah hukum.[10]
            Disamping itu beliau seorang yang wara’ dan bertakwa, beliau adalah orang yang sangat lembut kepada siapa saja yang melakukan kesalahan. Dan Abu Hanifah juga mengajak jamaahnya memperhatikan dalam hal penampilan. Misalnya, dalam hal shalat beliau mengenakan pakaian yang dibanggakan dan memakai wangi-wangian karena berhadapan dengan Allah Swt.[11]
            Abu Hanifah adalah seorang penegak keadilan dan pejuang kebebasan, beliau sangat rendah hati banyak diam, bicara seperlunya saja, dan tidak berkata bila tidak ada orang bertanya kepadanya. Dan tetap sabar bila ada orang ynag bersikap kasar dalam hal berdebat dengannya. Beliau berkeinginan tinggiuntuk mendapatkan ridha ibunya, walaupun ibunya kadang-kadang tidak menerima fatwa dari beliau. Meskipun demikian Abu Hanifah tetap sangat mengharapkan ridha dari ibunya, sehingga beliau tidak pernah menolak permintaan-permintaan dari ibunya. Sering sekali neliau mendapatkan cercaan dan caci maki dari orang-orang yang berbeda pendapat, lalu menghasut orang lain untuk menuduh beliau orang kafir dan sebagai seorang pemberontak. Namun,Abu Hanifah tetap menyambut mereka dengan rasa ynag nyaman, tanpa menanggapi cacuan yang datang dari orang-orang yang berbeda pendapat dengannya.[12]
            Abu Hanifah adalah seseorang yang tidak hanya terpaku pada dalil-dalil tekstual,melainkan beliau juga berusaha mencari dan menerapkan suatu hukum sesuai dengan kondisi dalam peristiwa hukum dan kasus yang terjadi.[13]
Fiqih Abu Hanifah tertuju pada kebebasan dalam berkehendak, sebab bencana besar yang menimpa manusia disebabkan oleh adanya perampasan hak kemerdekaan. Seluruh hukum dan pendapat beliau selalu berpijak kepada pendirian bahwa kemerdekaan dalam pandangan syariat wajib dipelihara.[14]

Dalil-dalil Islam menurut Abu Hanifah:
1)      Al-qur’an, sesungguhnya telah disepakati oleha imam mazahb yang empat bahwa Al-Qu’an adalah suber hukum yang pertama dan paling utama. Namun demikian masih ada perbedaan dalam menafsirkan Al-Qur’an dikalangan mereka. Misalnya: menurut imam hanafi lafaz lamastum, dalam Al-qur’an artinya bersetubuh, maka dari itu tidak batal wudk jika menyentuh perempuan, walaupun  ajnabiah, berbeda pendapat dengan tiga imam yang lainnya.
2)      Hadits , hadits yang diterima oleh imam Hanafi adalah hadits yang masyhur yang diiwayatkan oleh dua, tiga orang. Dan Hanafi menolah hadis ahad yaitu hadis yang diriwayatkan oleh satu orang saja. Beliau lebih mendahulukan Qiyas. Imam Hanafi lebih banyak menggunakan qiyas dari pada menggunakan hadis ahad.
3)      Qias, hanafi lebih mendahulukan qiyas dari pada hadis ahad, setelah beliau menggunakan hadis masyhur.
4)       Istihsan, yaitu meninggalkan qiyas mementingkan kebaikan dan keadilan yang mutlak. Contohnya, perempuan ynag haid tiada diqiyas dengan junub , maka dari iu orang haid dibolehkan membaca la-qur’an tetapi orang junub tidak dibolehkan.
5)      Ijma’ sahabat saja, tetapi pengikut imam Hanafi juga menerima ijtihad dari ulama-ulama.[15]

Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa Imam Abu Hanifah adalah Imam yang luar biasa, memiliki kecerdasan intelektual yang tinggi, pemikiran fiqihnya mampu menembus pemikiran ulama pada zamannya.[16]

2.      Imam Malik bin Anas ( Imam Maliki)
            Malik bin Anas adalah seorang yang cinta berdakwah, tekun mengajar dan membeci ucapan kasar, teriakan dan kata-kata yang tidak bermanfaat. Imam malik menyaring dan menliti sanad-sanad hadis untuk digali hukumnya untuk menjawab peristiwa-peristiwa yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dan dalam pendapatyang lain Imam Malik menentukan hukum berdasarkan perwujudan kemaslahatan dan penghapusan kerusakan. Karena begitu beratnya tanggung jawab beliau terhadap hadis maka beliau sangat berhati-hati dalam berfatwa. Dalam berfatwa pendapat Imam Malik berpegang kepada Al-qur’an, Sunnah, Ijma’, amal penduduk Madinah dan pemeliharaan kemaslahatan.[17]
            Mazhab Maliki merupakan antitetis dari mazhab Hanafi yang cenderung rasionalis. Pemikiran dalam hal hukam Imam Maliki cenderung tradisional dan kurang menggunakan rasional. Beliau dianggap sebgai ahli hadis walupun tetap menggunakan qias, tetapi porsi terbesarnya menggunakan hadits.[18]
Dalil-dalil hukum islam menurut  Maliki:
1)      Al-Qur’an, sama dengan mazhab-,azhab yang lain, terkadang hanya bebrda dalam menfsirkan dan mengistinbatkan hukum.
2)      Hadits ahad dan Atsar (perkataan) sahabat yang sah (sahih), wakupun tidak termasuk masyhur.  Tetapi perbuatan dan ijma’nya ulama Madinah lebih kuat dan lebih di dahulukan dari pada hadis ahad. Dalam hal ini lingkaran ijma lebih besar dari pada lingkaran hadits.
3)      Qias, hanya jadi pegangan jika tidak ada Hadits dan Atsar sahabat yang sah, sebab itu lingkaran qias lebih kecil dari pada lingkaran hadits. Merupakan kebalikan dari Hanafi.
4)      Mashalih murshalah (kemuslihatan mutlak)
Seperti wajibnya bayar pajak pada zaman sekarang dari pada kosong kas negara, sebab tidak ada harta lain untuk mengisi kas negara tersebut.
5)      Ijma’ Ulama Madinah, kemudian ijma ulama-ulama mujtahid.[19]
Imam adalah seorang tookoh yang dikenal oleh para ulama sebagai alim besar dalam ilmu hadits, hal ini nampak dari penyataan para ulama. Diantara ulama tersebut adalah imam syafi’I yang mengatakan : apabila datang padamu hadits dari imam malik, maka pegang teguhlah olehmu, karena ia menjadi hujjah bagimu. Dalam  menetapkan hukum dan ketika memberi fatwa ia sangat berhati-hati, sebagaimana di riwayatkan bahwa beliau pernah berkata: “saya tidakpernah memberikan fatwa dan meriwayatkan suatu hadits, singkat jumhur ulama membenarkan dan mengakui.[20]

3.      Imam As-Syafi’i
            Imam syafi’i adalah orang yang mengungkapkan argumentasi dengan hati-hati dan menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan wawasan yang sangat luas. As-syafi’i merasa  kesulitan mendapatkan kertas untuk menulissehingga ia mengandalkan hafalannya hal itu mebuat  daya hafal jadi kuat.[21]
            Imam syafi’i mengkombinasikan fiqih hijaz ( Mazhab Maliki) dengan fiqih Iraq (Mazhab Hanafi ) dan menciptakan mazhab baru yang ia diktekan kepada murid muridnya yang bebenrtuk dalam buku yang dinamakan al –Hujjah. Salah satu jasa terbesar Imam Syafi’i dalam bidang hukum ialah menciptakan ushul fiqh sebgaimana dimuat dalam kitab Ar-Risalah.[22]
            Dalam hal ini Imam syafi’i tampil sebagai orang yang yang mampu memformulasikan hukum aliran ar-ra’yu versi Maliki yang berlandaskan sunnah, fatwa sahabat, ulama madinah,dengan hukum aliran ar-ra’yu versi Hanafi yang berlandaskan dengan pemikiran bebas dan praktis.[23]
Dalil-dalil hukum islam menurut  As-Syafi’i:
1)      Al-Qur’an, sama juga dengan mazahb-mazhab yang lain, hanya saja tetap berbeda dalam hal penafisran dan pengistinbatkan hukum.
2)      Hadits yang sah atau hasan( baik), meskipun hadis itu tidak masyhur dan hadis tersebut lebih didahulukan dari pada qiyas dan ijma’ ulama Madinah.
3)      Qias, kalau tak ada nash didalam alqur’an dan hadis, maka lingkt=rang qias lebih kecil dari lingkaran al-qur’an dan hadis.
4)      Ijma’,seluruh mujtahid pada suatu masa, karena ijma’ ulama madinah saja tidak boleh dijadikan dalil.[24]
Imam syafi’I termasuk ahli hadits , Imam syafi’I disebut juga sebagai imam Rihalah Fi Tallab al-fiqh, pernah pergi ke hijaz untuk berguru kepada imam Malik. Selain itu pengetahuan Imam Syafi’I  mengenai masalah sosial masyarakat sangat lah luas.
Dalam bidang hadits Syafi’I berbeda dengan Abu Hanifah dan Malik bin Anas. Karenan Imam Syafi’I dikenal memiliki dua pandangan dengan qaul al-qadim dan qau al-jadid. Qaul al-qadimdi cetuskan di Irak di dalam kitab al-Hujjah dan Qaul jadidnya terdapat dalam kitab nya yang bernama al-Umm, yang dicetuskan di Mesir.[25]

4.      Imam Ahmad Bin Hambal
            Ahmad Imam Bin Hambal dikenal sebagai seorang yang pendiam,pemurung dan hampir tidak pernah tersenyum. Imam Hambali sejak kecil sudah hafal al-qur’an dan memahami hukum-hukumnya serta mempelajari ilmu hadis. Imam Hambali tidak pernah menyempit kan orang dan bukan orang yang berkata kasar dan keras hati. Serta beliau juga bukan orang yang fanatik terhadap pendapat yang sampai kepadanya, dan mempunyai wawasan yang sangat luas dan seorang ulama yang mempunyai pemahaman yang sangat dalam tentang ruh syariat, seorang fuqaha yang membenah kejumudan dan membuka kebebasan bermuamalah.[26]
           
Dalil –dalil hukum Islam menurut Hambali:
1)      Al-Qur’an, sama dengan mazhab-mazhab yang lain
2)      Hadits yang sah, hasan atau dhai’f termasuk juga fatwa-fatwa sahabat. Yang demikian itu lebih didahulukan dari pada qiyas.
3)      Qiyas, hanya dipegangi, dipakai jika terpaksa tidak ada lagi nash dari hadits, atsar dan fatwa0fatwa sahabat.
4)      Ijma’ yang diterima adlah ijma’ sahabat  saja. Dan beliau menganggap barang siapa yang menfatwakan ijma sesudah sahabat adalah bohong.[27]

            Imam Ahmad bin Hambal Hidup dalam masa munculnya bid’ah, telah berklai-kali beliau membuka dan menunjukkan ketatapan kaidah-kaidah fiqih, mentapkan hukum-hukum, fatwa-fatwa,hal itu karena beliau melihat sempitnya keg=hidupan yang sangat parah, ia mengenal kons=disi manusia hidup didalam rekayasa. Ahmad bin Hambal belajar hadis pertama kali kepada Abu Yusuf, salah seorang sahabat Abu Hanifah. Ahmad menghadapi banyak kesulitan dan menanggung berbagai kesesangsaraan dalam mencari hadis-hadis sahih untuk menganstisipasi bentuk bid’ah.[28]

D.      PROBLEM NIKAH MUHALLIL
            Istri yang telah di talak tiga tidak boleh dikawini oleh bekas suaminya, kecuali jika bekas istri itu kawin dengan laki-laki yang lain terlebih dahulu. Maka kedua hal tersebut menghalalkan bekas istri untuk dikawini oleh bekas suaminya. Jadi Muhallil adalah jika ada seorang laki-laki yang mengawini bekas istrinya. Sedangkan muhallala-lah (adalah orang yang dihalalkan untuknya)[29]
1.      HUKUM NIKAH MUHALLIL MENURUT MAZHAB SYAFI’I
Menurut madzah Syafi’i, nikah muhallil yang dikutuk oleh Rasulullah ialah semacam nikah mut’ah juga. Karena nikah muhallil itu tidak mutlak, melainkan di syaratkan atau ada batas waktunya yang batas waktu tersebut telah di tentukan oleh wali perempuan. Adapun contohnya : ,, Aku kawinkan engkau kepada anakku... dengan syarat, bila engkau sudah bersetubuh dengannya maka tak ada lagi hubungan perkawinan tersebut dan engkau (pihak laki-laki) haruslah menjatuhkan talak padanya” .  lalu pihak laki-laki tersebut menerima kesepakan dengan syarak tersebut, maka hubungan perkawinan itu tidak sah . demikian juga dengan nikah mut’ah yang konsepnya hampir sama dengan konsep nikah muhallil yaitu terdapat jangka waktu yang menjadi syarat dari akad tersebut misalnya yaitu : satu minggu atau dua minggu lamanya masa perkawinan tersebut
1)      Semisal datang seorang laki-laki ke sebuah negeri lain, kemudian ia berkehendak untuk mengawini salah seorang perempuan di negeri tersebut, namun disyaratkan dengan jangka waktu yakni pernikahannya berlaku hanya pada waktu seorang laki-laki tersebut berada di negeri tersebut. Namun ketika melakukan akad nikah tidak menyampaikan syarat tersebut, namun hanya mengucapkan dengan mutlak saja, selayaknya perkawinan biasa yang berlaku didaerah tersebut maka sah-lah perkawinan tersebut. Dan jika niatnya perkawinan tersebut hanya selama ada di negeri tersebut, maka tiadalah batal perkawinannya, karena hal tersebut merupakan percakapan hati.

Begitu juga, jikalau ada seorang laki-laki yang mengawini seorang wanita dengan niat, sseperti ini : “jika ia sudah bersetubuh dengan dia, ia akan menjatuhkan talak kepada si perempuan itu, hanya sebatas ingin halal dikawini oleh bekas suaminya” maka sah-lah hukum perkawinan tersebut

Dalil imam Syafi’i
1)      Bahwa nikah yang dilarang ialah nikah mut’ah yang berartikawin kontrak yang memiliki batas waktu. Saat melakukan akad tidak menyebutkan masa itu jadi sah hukum perkawinan tersebut.[30]

2.      MENURUT MAZHAB HANAFI
1)      Seorang laki-laki yang mengawini seorang wanita yang telah ditalak 3 oleh suaminya dengan maksud, agar wanita tersebut halal dikawini oleh mantan suaminya, maka perkawinan itu hukumnya sah, bahkan laki-laki tersebut akan mendapat pahala laki-laki tersebut jika dengan maksud atau berniatan ingin mendamaikan antara laki-laki dan wanita yang telah bercerai itu, tetapi jika memiliki niatan hanya ingin melepaskan hawa nafsu(syahwat), maka hukum dari perkawinan tersebut ialah makruh namun perkawinan tersebut tetap sah.
2)      Adapun jika Seorang laki-laki yang yang pekerjaannya sebagai muhallil (cinta buta) sehingga laki-laki tersebut menjadi masyhur (terkenal) namanya sebagai muhallil, pekerjaan tersebut dapat dikatakan sebagai pekerjaan yang makruh (haram).
Begitu juga jika ada seoang laki-laki yang menerima upah maka hukum dari uang tersebut menjadi haram juga. Oleh sebab itu pekerjaan muhalil dilaknat oleh llah dan rasulnya sebagaimna disebutkan di dalam hadits nabi SAW . dari Ibnu Mas’ud ia berkata , yang berarti : Rasulullah melaknat muhallil dan muhallal-ah

Maka muhallil yang dilaknat oleh Allah dan Rasullnya ialah laki-laki yang bekerja sebagai muhallil atau yang bekerja sebagai menerima upah atau gaji atas pekerjaannya sebagai muhallil tersebut, hal ini tidak hanya semata-mata karena pekerjaannya seagai muhallil dan apabila hanya menitik beratkan atau terfokus pada muhallil saja, maka semua laki-laki menikahi semua wanita yang sudah ditalak tiga maka hal tersebut dilaknat oleh Allah.[31]
3.       MAZHAB MALIKI
            Seorang laki-laki yang diminta mengawini wanita yang sudah ditalak tiga oleh seorang laki-laki yang lain yang memiliki maksud untuk menghalalkannya dan diserahkan untuk laki-laki bekas suaminya maka perkawinan tersebut batal (fasid) serta wajib menceraikan anatara keduanya.
Begitupula jika perkawinan tersebut dilandaskan atas niatan hanya untuk menghalalkan perempuan yang diperuntukkan bagi bekas suaminya, baik syarat itu dilkukan sebelum aqad nikah, maka perkawinan itu batal dari dasarnya.
 Dalilnya:
Dari Jazid bin Ijadl, ia mendengar Nafi’ berkata : ada seorang laki-laki bertanya kepada Ibnu Umar tentang nikah Muhallil, maka jawab Ibnu Umar : Aku kalau Umar bin Khatab melihat sesuatu dari ini (nikah Muhallil ) niscahya dirajamnya.[32]

4.       MAZHAB HAMBALI
            Imam Hambali berkesimpulan bahwa nikah muhallilnhukumnya haram serta batal, seperti yang tellah ditetapkan oleh ali perempuan : aku kawinkan engkau dengan anakku... hingga engkau bersetubuh dengan nya, atau dengan syarat jika anakku telah engkau halalkan maka hubungan perkawinan ini adalah telah usai atau bila anakku telah engkau halalkan untuk bekas suaminya maka harus engkau talak akan dia.
Jika di syaratkan muhallil sebelum akad nikah dan tidak disebutkan pula dalam akad perkawinannya, namun hanya dimaksudkan atau diniatkan muhallil itu dalam ikrar akad tanpa adanya styarat terlebih dahulu, maka hukum dari perkawinan tersebut batal juga.
            Ismail bin Sa’id : Aku bertanya kepada Imam Ahmad tentang hukum dari seseorang laki-laki yang mengawini perempuan, sedangkan niatannya hanya untuk menghalalkan perempuan itu untuk mantan suaminya, padahal wanita tersebut tidak mengetahui masalah tersebut. Imam Ahmad menjawab ia adalah muhallil, jika ia berniat hanya untuk menghalalkan untuk orang lain maka dia kena kutuk.[33]































Kesimpulan:
Empat Imam fiqih memiliki pola pikir yang berbeda-beda dalam hal menafsirkan, hal inilah yang memicu munculnya mazhab-mazhab dikalangan ulama fiqih. Walaupun diantara mereka ada yang saling bertolak belakang, namun mereka tetap menjunjung rasa toleransi dan saling mengahargai.
Mazhab ialah sebuah paham atau aliran dalam pemikiran atau metode yang ditempuh oleh Imam Mujtahid dalam menetapkan hukum suatu peristiwa berdasarkan Alquran dan hadits serta mazhab juga diartikan sebagai fatwa atau pendapat yang seorang imam mujtahid tentang hukum suatu peristiwa yang diambil dari al-quran.
Imam hanafi dikenal sebagai ulama Ahl al-Ra’yu sebab beliau lebih mengedepankan nalar dalam menetapkan hukum. Imam malik adalah seorang tokoh yang dikenal oleh para ulama alim besar dalam ilmu hadis atau ahl hadits. Imam syafi’I  juga  dikenal dengan ahlu al-Hadits,  beliau dikenal sebagai yang mampu memformulasikan hukum antara imam hanafi dan imam maliki. Begitupun dengan Imam Hanbal ia juga dikenal sebagai ahlu al-Hadits, ia sangat kuat berpegang dengan hadits.


















DAFTAR PUSTAKA:
Az Zuhlaili Wahbah,2010.Fiqih Islam Wa Adillatuhu JilidD 1,Jakarta: Gema Insani

Yanggo Huzaemah tahido. 1997. pengantar perbandingan mazhab, jakarta:logos wacana ilmu

Jurnal,“keterkukungan intelektual atau kerangka metodologis(dinamika hukum Islam)”,yudsia,vol.6,no.2,desember,2015.hal: 402

Abdurrahman Asy-Syarqawi,1994. 5 Imam Mazhab Terkemuka,Bandung: al-Bayan

Yunus Mahmud,1956. hukum perkawinan dalam islam,Jakarta: Hidakarya Agung

Naim Ngainun,2009. Sejarah Pemikiran Hukum Islam, Yogyakarta: Teras

Asy- Syurbasi Ahmad,Empat Imam Mazhab, Jakarta: Bumi Aksara

Az Zuhlaili Wahbah,2010.Fiqih Islam Wa Adillatuhu JilidD 2,Jakarta: Gema Insani

Jurnal “Pola Pemikiran Imam Syafi’I dalam Menetapkan Hukum Islam”. Jurnal Adabiyah. Vol. XIII.No.2/2013,190.




Catatan:
1.       Makalah ini mempunyai similarity sebanyak 15%, sangat baik.
2.       Penulisan footnote tolong diperbaiki lagi, sebab banyak yang keterangannya dipotong atau tidak lengkap.




[1] Wahbah az Zuhlaili,FIQIH ISLAM WA ADILLATUHU JILID 1,hal: 40
[2]Huzaemah tahido yanggo, pengantar perbandingan mazhab, hal:95-97
[3]Wahbah az Zuhlaili,FIQIH ISLAM WA ADILLATUHU JILID 1,hal: 40-41
[4]Huzaemah tahido yanggo, pengantar perbandingan mazhab, hal:95-97

[5]Wahbah az Zuhlaili,Fiqih Islam Wa Addilatuhu Jilid 1,hal. 45-46
[6] Huzaemah tahido yanggo, pengantar perbandingan mazhab, hal. 137
[7]Ibid, hal: 46
[8]Nafiul Lubab dan Novita Pancaningrum, “keterkukungan intelektual atau kerangka metodologis(dinamika hukum Islam)”,yudsia,vol.6,no.2,desember,2015.hal: 402
[9]Abdurrahman Asy-Syarqawi, 5 Imam Mazhab Terkemuka,hlm.33
[10]Ibid. hlm. 36-37
[11]Ibid. hlm. 37-38
[12]Ibid. hlm. 38-39
[13]Ibid. hlm. 43
[14]Ibid. hlm. 49
[15]Mahmud Yunus,Hukum Perkawinan Dalam Islam,hlm.VII
[16]Ngainun Naim,Sejarah Pemikiran Hukum Islam,hlm.83
[17]Abdurrahman Asy-Syarqawi, 5 Imam Mazhab Terkemuka,hlm.64-81

[18]Ngainun Naim,Sejarah Pemikiran Hukum Islam,hlm.86
[19]Mahmud Yunus,Hukum Perkawinan Dalam Islam,hlm.VIII-IX
[20]Huzaemah tahido Yanggo,pengantar perbandingan mazhab,hlm.105
[21]Abdurrahman Asy-Syarqawi, 5 Imam Mazhab Terkemuka,hlm.85-95
[22]Ngainun Naim,Sejarah Pemikiran Hukum Islam,hlm.89-90
[23]Abdul Karim “Pola Pemikiran Imam Syafi’I dalam Menetapkan Hukum Islam”. Jurnal Adabiyah. Vol. XIII.No.2/2013,190.
[24]Mahmud Yunus,Hukum Perkawinan Dalam Islam,hlm.IX
[25]Huzaemah tahido Yanggo,pengantar perbandingan mazhab,hlm.123-124
[26]Abdurrahman Asy-Syarqawi, 5 Imam Mazhab Terkemuka,hlm.139-141
[27]Mahmud Yunus,Hukum Perkawinan Dalam Islam,hlm.IX-X
[28]Abdurrahman Asy-Syarqawi, 5 Imam Mazhab Terkemuka,hlm.145-147
[29]Mahmud Yunus, hukum perkawinan dalam islam, hal: 41-42
[30]Mahmud Yunus, hukum perkawinan dalam islam, hal: 41-43
[31]Mahmud Yunus, hukum perkawinan dalam islam, hal: 43-44
[32]Mahmud Yunus, hukum perkawinan dalam islam, hal: 44-45
[33]Ibid, 45- 46

Tidak ada komentar:

Posting Komentar