Minggu, 09 April 2017

Pembaharuan di Timur Tengah (PBA A Semester Genap 2016/2017)




PEMBARUAN ISLAM DI TIMUR TENGAH

M. Daud Abdul Jabar, M. Fachruddin Fadhli Dzikri, Fitria Rahmani, M. Fajrul Izzi.
MahasiswaPendidikanBahasaArab UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
m.fachruddindzikri@gmail.com


Abstract
            This article discusses the renewal of Islam in the Middle East. That is a movement that aims to restore the glory of Islam at that time. Impurities again the religion of Islam which some applied the wrong group to Qada 'and Qadar and the emergence of heresy-heresy and false hadiths. Start the splitting of Muslims at that time because the concerned schools or certain groups. In the 18th century, Islamic countries began to be subject to the Europeans and always obeyed without the slightest effort to free themselves from the invaders.
Of all the causes for this decline finally figures reformers who does have the correct commitment to Islam also appear. With the aim of overcoming the backwardness of Muslims in almost all aspects of life and encouraged by the progress of the west and its impact.
Abstrak
            Artikelinimembahastentangpembaruanislam di timurtengah. Yaknisebuahgerakan yang bertujuanuntukmengembalikankejayaanislampadamasaitu. Ketidakmurnianlagi agama islam yang olehsebagiangolongansalahmengaplikasianterhadapQada’danQadarsertatimbulnyabid’ah-bid’ahdanhadits-haditspalsu. Mulaiterpecahnyaumatislampadasaatitukarenamementingkanmadzhabataugolongantertentu. Padaabad 18, Negara-negaraislammulaitundukpadabangsaEropadanselalumenurutinyatanpausahasedikitpununtukmembebaskandiridaripenjajah.
            Dari semuasebabkemundurantersebutakhirnya para tokohpembaru yang memangmemilikikomitmen yang benarterhadapislam pun tampil. Dengantujuanmengatasiketerbelakanganumatislamdalamhampirseluruhaspekkehidupandanterdorongolehkemajuanbaratdandampaknya.

Keywords       : Pembaruan, Islam, Timur Tengah
A.    Pendahuluan

Kemajuanilmupengetahuandanteknologi modern memasukiduniaislam, terutamasesudahpembukaanabadkesembilanbelas, yang dalamsejarahislamdipandangsebagaipermulaanperiode modern. Kontakdenganduniabaratselanjutnyamembawa ide-ide barukeduniaislamsepertirasionalisme, nasionalisme, demokrasi, dansebagainya. Semuainimenimbulkanpersoalan-persoalanbaru, danpemimpin-pemimpinislam pun mulaimemikirkancaramengatasipersoalan-persoalanbaruitu.

            Meskipunkehadiran Barat telahmemicutimbulnyarespondikalanganterpelajarmuslim, kontakdengan Barat bukanlahsatu-satunyafaktor yang menyebabkanmunculnyagerakanpembaruandalamislam. Disampingdalambatangtubuhdoktrin-doktrinislampembaruanmerupakansesuatu yang intern, kondisiobjektifumatislamsendiri yang secaraumumditandaiolehsemakinmemudarnyasemangatkeilmuan, kebekuan di bidangintelektual, danberkembangpesatnyatradisi yang mendekatisyirik, merupakanfaktor yang tidak bias diabaikanbegitusaja. Faktor-faktoritusekaligusjugamerupakantantangankaummuslim, tidakhanyadalamtataranintelektuantetapijugapadatataranempiris. 

B.     PengertianPembaruan

Pembaruan, dalamkamusbesarbahasa Indonesia bermakna proses, cara, perbuatanmembaruiatau proses mengembangkan.

Dalambahasa Indonesia telahselaludipakai kata modern, modernisasi, danmodernisme, seperti yang terdapatumpamanyadalam “Aliran-aliran modern dalamislam” dan “Islam danmodernisasi”. Modernismedalammasyarakatbaratmengandungartifikiran, aliran, gerakandanusahauntukmerubahfaham-faham, adatistiadat, institusi-institusi lama, dansebagainya, untukdisesuaikandengansuasanabaru yang ditimbulkanolehkemajuanilmupengetahuandanteknologi modern.

Pikirandanaliraninisegeramemasukilapangan agama danmodernismedalamhidupkeagamaandi baratmempunyaitujuanuntukmenyesuaikanajaran-ajaran yang terdapatdalam agama KatholikdanProtestandenganilmupengetahuandanfilsafat modern. Aliraniniakhirnyamembawakepadatimbulnyasekularisme di masyarakatbarat.

Sebagaihalnya di barat, di duniaislamjugatimbulpikirandangerakanuntukmenyesuaikanfaham-fahamkeagamaanislamdenganperkembanganbaru yang ditimbulkankemajuanilmupengetahuandanteknologimodern itu. Denganjalandemikianpemimpin-pemimpinislam modern mengharapakandapatmelepaskanumatislamdarisuasanakemunduranuntukselanjutnyadibawakepadakemajuan.

HasilpenyelidikankaumOrientalisbaratinisegeramelimpahkeduniaislam. Kaumterpelajarislammulailah pula memusatkanperhatianpadaperkembangan modern dalamislamdan kata modernisme pun mulai pula diterjemahkankedalambahasa-bahasa yang dipakaidalamislamsepertial-tajdiddalambahasa Arab danpembaruandalambahasa Indonesia. 

Kata modernismedianggapmengandungarti-arti negative disampingarti-artipositif, makauntukmenjauhiarti-arti negative itu, lebihbaikkiranyadipakaiterjemahanIndonesianyayaitupembaharuan.[1]

Pembaruanislamadalahupayauntukmenyesuaikanpahamkeagamaanislamdenganperkembanganzamandan yang ditimbulkankemajuanilmupengetahuandanteknologi modern. Dengandemikianpembaruandalamislambukanberartimengubah, mengurangiataumenambahteks Al-Qur’an maupunHadits, melainkanhanyamenyesuaikanpahamataskeduanya. Sesuaidenganberkembangnyazaman, halinidilakukankarenabetapapunhebatnyapaham-paham yang dihasilkan para ulama’ ataupakar di zamandahuluitutetapadakekurangannyadanselaludipengaruhiolehkecenderungan, pengetahuan, dansebagainya. Paham-pahamtersebutuntuk di masasekarangmngkinmasihbanyak yang relevandanmasihdapatdigunakan, tetapimungkinsudahbanyak yang tidaksesuailagi.

C.    Pemikirandan Usaha PembaruansebelumPeriode Modern
Mulai abad pertengahan islam berjaya dan merupakan abad gemilang bagi umat islam. Di abad inilah daerah-daerah islam menyebar di Barat melalui Afrika utara sampai ke Spanyol (dulu Andalus), di timur melalui Persia sampai ke India.[2]
Puncak kemegahan dunia Islam itupun akhirnya menurun, islam mengalami kemunduran pada abad ke-10 kemudian tenggelam berabad-abad lamanya.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kemunduran umat islam pada masa itu, antara lain:
Pertama, isu pintu ijtihad tertutup telah meluas di kalangan umat islam, berpalingnya pikiran menggali secara lansung pada sumber pertama dan utama (Al-Qur’an dan Hadits) apabila menemukan masalah baru, pikiran hanya dipusatkan untuk kepentingan madzhab.
Kedua, keutuhan umat islam mulai pecah dalam bidang politik mulai pecah, kekuasaan kholifh telah menurun, pemikiran akan adanya masyarakat islam yang berbentuk persatuan dan kesatuan seiman telah berpindah, tidak ada satu ikatan di dalamnya kecuali nama dan tatanan, umat islam terpecah belah dan saling bermusuhan.[3]
Ketiga, adanya perang salib di bawah arahan gereja khatolik Roma, dan serbuan tentara Barbar di bawah kepimpinan Hulaqo Khan dari tatrar. Kota Baghdad dirampas dan dihancurkan pada tahun 1258 M.
Dari ketiga faktor di atas, faktor utama yang menjadi penyebab runtuhnya islam, karena umat islam tidak lagi menggunakan pikirannya sebagai mana para pemikir-pemikir sebelumnya melakukan ijtihad untuk menggali sumber yang asli kepada al-qur’an dan hadits nabi.[4]
            Pada masa ini islam mengalami masa kemunduran dan selanjutnya mengalami masa kebangkitan. Dunia islam kalah dan tersingkirkan oleh penjajah Eropa yang membawa semangat gold. Semangat itu muncul sebagai ujung tombak gereja untuk mengulangi masa kejayan ketika menaklukkan islam melaui Perang Salib.[5]
            Pada tahun 1683, Turki Usmani mengadakan penyerangan ke benteng Wina, tetapi mereka mengalami kegagalan. Hal ini meyakinkan Bangsa Barat dan Eropa bahwa Turki telah lemah, untuk itu mereka mengadakan banyak serangan ke wilayah Turki
            Sejak saat Sultan Turki gagal merebut kekuasaan Mina pada tahun 1683, peranan Usmaniah di medan perangpun berubah. Sejak pada saat itu tentara Turki kebanyakan hanya sekedar menangkis pukulan-pukulan musuh dan tidak berdaya untuk melancarkan serangan-serangan.
            Pada masa senjutnya, wilayah Turki yang luas itu sedikit demi sedikit terlepas dari kekuasaannya, direbut oleh Negara-negara Eropa yang sedang bangkit.[6]
            Periode ini dimulai saat terjadinya perjanjian Carltouiz, 26 Januari 1699M antara Turki Usmani dengan Austria, Rusia, Polandia, Venesia, Dan Inggris. Isi perjanjian itu diantaranya adalah Turki dan Austria terkait perjanjian Selama 25 tahun, yang menyatakan; seluruh Hongaria (yang merupakan wilayah Turki) kecuali Transvonia dan Kota Banat, diserahkan sepenuhnya kepada Austria. Sementara wilayah Camanik dan Podolia diserahkan kepada Polondia. Rusia memperoleh wilayah-wilayah di sekitar Laur Azov. Sementara itu, Venesia dengan diserahkannya Athena kepada Turki menjadi penguasa di seluruh Varmartia dan Maria. Dengan demikian, Turki menjadi negara yang kecil akibat perjanjian Carltouiz. Perjanjian  itu terlaksana setahun setelah perjanjian (6 januari 1700 M). Sejak itulah Abad modern dimulai.[7]
            Perubahan politik ini membawa dunia islam menjadi lumpuh. Oleh karena itu di sinilah dimulainya babak baru priode islam pasca runtuhnya kekhalifahan abbasiah.[8] Di sini Mesir, ialah yang memulai masa modern ketika terjadi persinggungan antara barat (Perancis) dan Mesir dengan ekspedisi Napoleon tahun 1798. Ketika Prancis angkat kaki dari Mesir pemerintahan diganti oleh Muhammad Aly pasya sebagai Gubernur Turki yang mendapat otonomi atas wilayah tersebut. Ia mulai memodernisir Mesir, terutama di bidang militer, dan berkuasa hingga tahun 1848, yang kemudian digantikan anaknya, Ibrahim Pasya.[9]
            Namun, priodesasi tersebut merupakan priodesasi yang berdasarkan pada pemikiran Islam. Dalam abad ke-19 dan awal abad ke-20, didorong oleh kebutuhan ekonomi industri terhadap bahan- bahan baku dan pemasarannya, dan juga oleh kompetisi politik dan ekonomi satu sama lain, negar-negara Eropa menegakkan kerajaan tutorial-dunia. Belanda menjajah Indonesia, sementara Rusia di Asia Tengah (1500-1700 M), Inggris mengonsolidasi Negara mereka di India dan Afrika, dan Mengaontrol sebagian timur Tengah, Afrika Timur, Nigeria dan sebagian Afrika Barat.
Permulaan abad Ke-20 kekuatan Eropa hampir menguasi seluruh dunia Islam. Dengan didukung oleh pertumbuhan produksi pabrik daalam skala dan perubahan ang besar, serta dengan metode komunikasi ditandai dengan ditemukannya kapal uap, kereta api, telegrap, Eropa siap untuk melakukan ekspansi perdagangan.
Masa kemunduran ini berlangsung berabad-abad lamanya, hingga muncul gerakan pemikiran yang dikumandangkan oleh plopor-plopor pembaharuan, seperti Ibnu Taimyah dan muridnya Ibnu Qayaim, Muhammad ibn Abdul Wahab, Muhammad ibn Ali Sanusi Al-Kabir dan lain-lainnya.[10]
Di sisi lain, agama dan kebudayaan hukum islam terus dipertahankan, pemikiran-pemikiran baru mulai bermunculan dan mencoba untuk menjelaskan sebab-sebab kekuatan eropa dan mengusulkan negeri-negeri islam untuk mengadopsi ide-ide eropa tanpa kehilangan identitas dan kepercayaan diri.[11]
Dari sinilah muncul berbagai pemikiran dan upaya-upaya pembaharuan di negeri-negeri islam. Pembaharuan dalam islam berbeda dengan renaisans barat. Kalau renaisans barat muncul dengan menyingkirkan agama, maka sebaliknya untuk pembaharuan islam, yaitu untuk menyatukan umat islam dalam memperkuat prinsip-prinsip dan ajaran-ajaran islam kepada pemeluknya.[12]

D.    PendudukanNepoleondanPembaruan di Mesir

Setelah selesainya Revolusi 1789 Perancis mulai menjadi negara besar yang mendapat saingan dan tantangan dari Inggris. Inggris diwaktu itu telah meningkatk kepentingan-kepentingannya di india dan untuk memutuskan komunikasi antara Inggris di Barat dan India di Timur, Napoleon melihat bahwa Mesir perlu diletakkan di bawah kekuasaan Perancis. Disamping itu Perancis perlu pada pasaran baru untuk hasil perindustriannya. Napoleon sendiri kelihatannya mempunyai tujuan sampingan lain. Alexander Macedonia pernah menguasai Eropa dan Asia sampai ke India, dan Napoleon ingin mengikuti jejak Alexander ini. Tempat strategis untuk menguasai kerajaan besar seperti yang dicita-citakanya itu, adalah Cairo dan bukan Roma atau Paris. Inilah beberapa hal yang mendorong Perancis dan Napoleon untuk menduduki Mesir.[13]
Mesir pada waktu itu berada di bawah kekuasaan kaum Mamluk, sesungguhnya sejak ditaklukkan oleh Sultan Salim di tahun 1517, daerah ini pada hakekatnya merupakan bahagian dari kerajaan Usmani. Tetapi setelah bertambah lemahnya kekuasaan Sultan-sultan di abad ketujuh belas, Mesir mulai melepaskan diri dari kekuasaan Istambul dan akhirnya menjadi daerah otonom.

Sultan-sultan Usmani tetap mengirim seorang Pasya Turki ke Cairo untuk bertindak sebagai wakil mereka dalam memerintah daerah ini. Tetapi karena kekuasaan sebenarnya terletak di tangan kaum Mamluk, kedudukannya di Cairo tidak lebih dari kedudukan seorang Duta Besar.

Kaum Maluk berasal dari budak-budak yang dibeli di Kaukasus, suatu daerah pegunungan yang terletak di daerah perbatasan antara Rusia dan Turki. Mereka dibawa ke Istambul atau Cairo untuk diberi didikan militer, dan dalam dinas kemiliteran kedudukan mereka meningkat dan di antaranya ada yang dapat mencapai jabatan militer tertinggi.[14]

Setelah jatuhnya prestise Sultan-sultan Usmani, mereka tidak mau lagi tunduk kepada Istambul bahkan menolak pengiriman hasil pajak yang mereka pungut dengan secara kekerasan dari rakyat Mesir ke Istambul. Kepala mereka disebut Syeikh Al-Balad dan Syeikh inilah yang sebenarya menjadi Raja di Mesir pada waktu itu. Karena mereka bertabiat kasar dan biasanya hanya tahu bahasa Turki dan tak pandai berbahasa Arab, hubungan mereka dengan rakyat Mesir tidak begitu baik.

Bagaimana lemahnya pertahanan Kerajaan Usmani dan kaum Mamluk di ketika itu, dapat digambarkan dari perjalanan perang di Mesir. Napoleon mendarat di Alexandria pada tanggal 2 juni 1798 dan keesokan harinya kota pelabuhan yang penting ini jatuh. Sembilan hari kemudian, Rasyid, suatu kota yang terletak di sebelah Timur Alexandria, jatuh pula. Pada tanggal 21 Juli tentara Napoleon sampai di daerah Piramid  di dekat Cairo. Pertempuran terjadi di tempat itu dan kaum Mamluk karena tak sanggup melawan senjata-senjata meriam Napoleon, lari ke Cairo. Tetapi di sini mereka tidak mendapat simpati dan sokongan dari rakyat Mesir. Akhirnya mereka terpaksa lari lagi ke daerah Mesir sebelah Selatan. Pada tanggal 22 Juli, tidak sampai tiga minggu setalah mendarat di Alexandria, Napoelon telah dapat menguasai Mesir.

Usaha Napoleon untuk menguasai daerah-daerah lainnya di Timur  tidak berhasil dan sementara itu perkembangan politik di Perancis menghendaki kehadirannya di Paris. Pada tanggal 18 Agustus 1799, ia meninggalkan Mesir kembali ke tanah airnya. Ekspedisi yang dibawahnya ia tinggalkan di bawah pimpinan Jendral Kleber. Dalam pertempuran yang terjadi di tahun 1801 dengan armada Inggris, kekuatan Perancis di Mesir mengalami kekalahan. Ekspedisi yang dibawa Napoleon itu meninggalkan Mesir pada tanggal 31 Agustus 1801.[15]

Napoleon datang ke Mesir bukan hanya membawa tentara dalam rombongannya terdapat 500 kaum sipil dan 500 wanita. Di antara kaum sipil itu terdapat 167 ahli dalam berbagai cabang ilmu-pengetahuan. Napoleon juga membawa dua set alat percatakan dengan huruf Latin, Arab dan Yunani. Ekspedisi itu datang bukan hanya untuk kepentingan militer, tetapi juga untuk kepentingan ilmiah. Untuk hal tersebut akhir ini dibentuk suatu lembaga ilmiah bernama Institut d ‘Egypte, yang mempunyai empat bahagian: Bahagian ilmu Pasti, Bahagian ilmu Alam, Bahagian Ekonomi-Politik dan Bahagian Sastra-Seni. Publikasi yang diterbitkan lembaga ini bersama La Courrier d ‘Egypte, yang diterbitkan oleh oleh Marc Auriel, seorang pengusaha yang ikut dengan ekspedisi Napoleon. Sebelum kedatangan ekspedisi ini orang di Mesir tidak kenal pada percetakan dan majalaj atau surat kabar.

Institut d’Egypte boleh dikunjungi orang Mesir, terutama para ulamanya, yang diharapkan oleh ilmuwan-ilmuwan Perancis yang bekerja di Lembaga itu, akan menambah pengetahuan meraka tentang Mesir, adat istiadat-istiadatnya, bahasa dan agamanya. Di sinilah orang-orang Mesir dan umat islam buat pertama kali mempunyai kontak langsung dengan peradapan Eropa yang baru lagi asing bagi mereka itu.

Abd Al-Rahman Al-Jabarti, seorang ulama dari Al-Azhar dan penulis sejarah, pernah mengunjungi lembaga itu di tahun yang mengandung buku-buku, bukan hanya dalam bahasa-bahasa Eropa, tetapi juga buku-buku agama dalam bahasa Arab, Persia dan Turki. Di antara ahli-ahli yang dibawa Napoloen memang terdapat kaum Orientalis yang pandai dan mahir berbahasa Arab. Merekalah yang menterjemahkan perintah dan maklumat-maklumat Napeleon ke dalam bahasa Arab.[16]

Alat-alat ilmiah, seperti teleskop, mikroskop, alat-alat untuk percobaan kimiawi, dan sebagainya, eksperimen-eksperimen yang dilakukan di lembaga itu, kesungguhan orang Perancis bekerja dan kegemaran mereka pada ilmu-ilmu pengetahuan, semua itu ganjil dan menakjubkan bagi Al-Jabarti.

Kesimpulan tentang kunjungan itu ia tulis dengan kata-kata berikut:
“saya lihat di sana benda-benda dan percobaan-percobaan ganjil yang menghasilkan hal-hal yang besar ditangkap oleh akal seperti yang ada pada diri kita.”[17]

Demikianlah kesan seorang cendikiawan Islam waktu itu terhadap kebudayaan Barat. Ini menggambarkan betapa mundurnya umat Islam di ketika itu. Keadaan menjadi berbalik seratus delapan puluh derajat. Kalau di Periode Klasik orang Barat yang kagum melihat kebudayaan dan peradaban Islam, di Periode Modern kaum Islam yang heran melihat kebudayaan dan kemajuan Barat.

Di samping kemajuan materi ini, Napoleon juga membawa ide-ide baru yang dihasilkan revolusi Perancis, seperti:

1.             Sistem pemerintahan republik yang dalamnya kepala negara dipilih untuk waktu tertentu, tunduk kepada Undang-undang Dasar dan bisa dijatuhkan oleh parlemen. Sistem ini berlainan sekali dengan sistem pemerintahan absolut Raja-raja Islam, yang tetap menjadi raja selama ia masih hidup dan kemudian digantikan oleh anaknya, tidak tunduk kepada konstitusi atau parlemen, karena konstitusi dan parlemen memang tidak ada dalam sistem kerajaan itu. Ide yang terkandung dalam kata republik masih sulit untuk ditangkap, dan dengan demikian mencari terjemahannya ke dalam bahasa Arab sulit pula. Dalam maklumat-malumat Napoleon, Republik Perancis diterjemahkan menjadi A-Jamhur Al-Faransawi ( الجمهورالفرنساوي) Jumhur sebenarnya berarti orang banyak. Jadi yang tertangkap dari kata Republik ialah publik, orang banyak. Di permulaan abad kedua puluh inilah kelihatannya baru muncul terjemahan yang lebih tepat, yaitu jamhuriah (الجمهوريّة).

2.             Ide persamaan (egalite) dalam arti samanya kedudukan dan turut sertanya rakyat dalam soal pemerintahan. Kalau sebelum ini, rakyat Mesir tak turut serta dalam pemerintahan negara mereka, Napoleon mendirikan suatu badan kenegaraan yang terdiri dari ulama-ulama Al-Azhar dan pemuka-pemuka dalam dunia dagang Cairo dan daerah-daerah. Tugas badan ini ialah membuat undang-undang, memelihara ketertiban umum dan menjadi pengantara antara penguasa-penguasa Perancis dan rakyat Mesir. Di samping itu didirikan pula satu badan lain bernama Diwan Al-Ummah yang dalam waktu-waktu tertentu mengadakan sidang untuk membicarakan hal-hal yang bersangkutan dengan kepentingan nasional. Tiap-tiap daerah mengirimkan sembilan wakil ke sidang Diwan itu, tiga dari golongan ulama tiga dari golongan pedagang, dan satu dari masing-masing golongan petani, kepala desa dan kepala suku bangsa Arab. Diwan ini mempunyai seratus delapan puluh anggota dan sidang pertama diadakan dari tanggal 5 sampai 20 Oktober 1798. Putusan yang diambil ialah menganjurkan perobahan peraturan pajak yang ditetapkan Kerajaan Usmani.


Sistem pemilihan ketua lembaga juga merupakan hal baru bagi rakyat Mesir. Ketika dari para anggota Diwan diminta memilih ketua, anggota-anggota menunjuk dan menyebut nama ulama yang mereka hormati, yaitu Syeikh Al-Syarqawi. Penunjukan serupa ini ditolak oleh penguasa Perancis sambil menjelaskan cara pengadaan pemilihan.[18]

3.             Ide kebangsaan yang terkandung dalam maklumat Napoleon bahwa orang Perancis merupakan suatu bangsa (nation) dan bahwa kaum Mamluk adalah orang asing dan datang ke Mesir dari Kaukasus, jadi sungguhpunn orang Islam tetapi berlainan bangsa dengan orang Mesir. Juga maklumat itu mengandung kata-kata umat Mesir, (الامة المصريّة). Bagi orang Islam di waktu itu yang ada hanyalah umat Islam (الامة الاسلاميّة), dan tiap orang Islam adalah saudaranya dan ia tidak begitu sadar akan perbedaan bangsa dan suku-bangsa. Yang disadarinya ialah perbedaan agama. Oleh karena itu untuk menterjemahkan kata nation ke dalam bahasa Arab juga sulit. Kata Arab yang dipakai ialah al-millah (الملّة) umpamanya dalam Al-millah Al-Faransiah untuk Ia nation Francaise. Millah berarti agama. Kata Arab yang kemudian dipakai untuk nation ialah qaum, sya’b dan ummah.

Inilah beberapa dari ide-ide yang dibawa ekspedisi Napoleon ke Mesir, ide-ide yang pada waktu itu belum mempunyai pengaruh yang nyata bagi ummat Islam di Mesir. Tetapi dalam perkembangan kontak dengan Barat di abad kesembilan belas ide-ide itu makin jelas dan kemudian diterima dan dipraktekkan.

Bagaimanapun, ekspedisi Napoleon telah membuka mata umat Islam Mesir akan kelemahan dan kemunduran mereka.[19]

A.    Pembaharuan Islam di Mesir

Dalam catatan sejarah, Mesir pernah diduduki oleh beberapa kerajaan, yaitu dimulai dari masa Firaun, Yunani, dan Romawi, Khulafa Ar-Rasyidin, Umayyah, Abbasiyyah, Mamlukiyah, dan Utsmaniyah. Menurut A.J. Butler, pendudukan negara atau kerajaan tersebut telah menyebabkan Mesir jatuh dalam situasi yang tidak menguntungkan bahkan seluruh organisasi pemerintahan di Mesir diarahkan dengan tujuan memeras keuntungan bangsa terjajah untuk kepentingan penguasanya.

Di satu sisi, banyaknya negara yang menguasai Mesir membawa nilai-nilai positif, tetapi di pihak lain, mau tidak mau di situ telah terjadi asimilasi budaya dan politik. Lebih dasyat lagi, asimilasi itu terjadi dalam aspek perundang-undangannya. Seperti yang dituturkan oleh Thaha Husain, mereka yang berada dalam roda pemerintahan Mesir Modern lebih cenderung mengikuti pola Abdul Hamid di Turki. Mereka membentuk pengadilan-pengadilan negeri dan memberlakukan hukum barat daripada hukum islam.[20]

Orang-orang Arab pada waktu itu tampat paradoks: di satu sisi menentang kemajuan Eropa, sementara di sisi lain menerima, dan mengadopsi ide-ide serta teknik-teknik Eropa. Kecakapam baru yang didapatkan dari Eropa digunakan untuk melawan Eropa. Dari sekian banyak gagasan baru yang diimpor dari Barat, nasionalisme dan demokrasi politik tak pelak lagi merupakan gagasan yang paling kuat menanamkan pengaruh. Dorongan nasionalisme membangkitkan semangat penentuan nasib sendiri lalu keduanya mengiring bangkitnya perjuangan kemerdekaan dari penguasa asing.[21]

Kondisi Mesir, tidak terlepas dari faktor sejarah bahwa Mesir adalah boneka Inggris. Konsekuensinya, hampir semua aturan Mesir diadopsi dari hukum Inggris.
Fakta sejarah menunjukkan bahwa pendudukan Mesir oleh Napoleon Bonaparte pada tahun 1798 dapat dipandang sebagai permulaan ekspansi barat ke Timur Tengah di zaman modern. Memang, Napoleon sendiri hanya kurang dari dua bulan berada di Kairo dan tiga tahun kemudian tentara yang ditinggalkan di Mesir terpaksa mengundurkan diri. Sejak itu, Mesir secara perlahan diperitah, sepenuhnya atau hanya secara formal, oleh Muhammad Ali (w. 1848) dan keturunannya sampai 1952.[22]

Mesir mengalami pembaruan besar-besaran pada abad ke-19. Pembaruan ini telah memperkenalkan Mesir pada kemajuan barat dan juga sistem ekonominya. Bidang pendidikan mendapat perhatian utama dengan dikirimkannya pelajar Mesir ke Eropa dan diterjemahkannya literatur modern ke dalam bahasa arab. Ekonomi Mesir juga menjadi semakin terkait dengan sistem ekonomi Eropa karena orientasi ekspor dan pembiayaan pembangunan. Dibukanya Terusan Suez pada pada tahun 1869 lebih memperjelas lagi keterkaitan ini. Namun, Mesir harus menanggung beban keuangan berat, sehingga pada tahun 1875 ia terpaksa menerima nasihat otoritas moneter asing dalam pengelolahan ekonomi demi memenuhi kewajibannya membayar utang luar negeri yang membengkak.

Campur tangan asing dalam ekonomi Mesir dan bidang-bidang lain akhirnya menimbulkan keresahan luas. Sebagai bukti dengan timbulnya unjuk rasa besar-besaran pada tahun 1879 dan pemberontakan tahun 1881 yang dilakukan oleh para perwira tentara di bawah pimpinan Ahmad Urabi. Akibatnya, Mesir justru diduduki Inggris sejak tahun 1882, dan secara resmi Mesir dijadikan protektorat Inggris pada tahun 1914. Sebenarnya pengaruh Inggris dan Perancis sampai batas tertentu, telah begitu terasa sejak pertengahan abad ke-19. Kemudian, pada Februari 1922 Mesir telah dinyatakan merdeka, walau Inggris masih tetap memainkan peranan penting dalam beberapa bidang, terutama pertahanan sampai dengan keberhasilan “kelompok perwira” pada Proklamasi tahun 1952 yang mengubah Mesir menjadi sebuah Republik. Negara yang sangat erat hubungannya dengan Mesir adalah sudan. Saat Muhammad Ali berkuasa di Mesir, Sudan telah dijadikan bagian dari wilayah kekuaasaannya.[23]

Secara sekilas sejarah Mesir sampai periode modern dapat diuraikan sebagai berikut:
-          1879:    Demontrasi besar di Kairo.
-          1881:    Ahmad Urabi merebut Kantor Kementrian Peperangan.
-          1882:    Inggris de facto menguasai Mesir, walau institusi khidiwi tetap.
-          1899:    Mesir disatukan dengan Sudan.
-          1906:    Masyarakat Mesir bersatu mengutuk tentara Inggris.
-          1907:    Mustafa Kamil membentuk Hizrj Al-Watan.
-          1914:    Mesir menjadi protektorat Inggris tahun
-          1918:Sa’d Zaghlul mendirikan Partai wafd
-          1920:   Nasionalis Mesir menuntut otonomi.
-          1922:    Mesir merdeka.
-          1923:    Konstitusi diumumkan.
-          1928:    Hasan Al-Banna mendirikan Ikhwanul Muslimin.[24]

Pembaharuan yang dilakukan Muahammad Ali menjadikan Mesir sebagai pengekspor kapas dan menjadikan negeri ini menggantungkan penghasilannya dari pasaran internasional. Sebaliknya Mesir jadi pengimpor pakaian Inggris. Hutang Mesir yang sangat besar untuk mendatangkan barang-barang mewah, perlengkapan persenjataan, mesin industri, perlengkapan berat bagi pembangunan jaringan kereta api dan penggalian Terusan Suez menjadikan Mesir berhutang kepada sejumlah perbankan dan pemerintahan Eropa. Ketergantungan perekonomian seperti ini mengantarkan Mesir pada kepailitan, dan pada ketidakberdayaan dari bantuan administrasi manajemen asing di bawah kontrol Anglo-French (1875).[25]

A.    Penduduk Napoleon

Perubahan Panggung: Pengaruh Barat

Kedatangan Napoleon ke Mesir menjadi satu peristiwa penting yang menandai terbitnya zaman baru dalam berbaigai bidang, yang sepenuhnya berbeda dengan masa lalu. Sambil membawa perlengkapan yang lain, penyerbu Prancis ini membawa mesin cetak berbahasa Arab yang ia rampas dari Vatikan ke Kairo. Mesin cetak itu merupakan mesin pertama yang dikenal yang dikenal di lembah sungai Nil. Berawal dari mesin itu, dunia percetakan Mesir berkembang lebih jauh hingga muncul Matba’ah Bulaq (Percetakan Bulak) masih menjadi perusahaan percetakan milik pemerintah. Penakluk Prancis menggunakannya untuk mencetak lembar-lembar propraganda dalam bahasa Arab. Napoleon melangkah lebih jauh dengan meresmikan semacam academie literaire (akademi sastra), yang dilengkapi dengan sebuah perpustakaan. Sampai pada waktu itu, orang Arab pada umumnya menjalani kehidupan yang mandiri, tradisional, dan konvensional, serta tidak menghiraukan kemajuan dunia luar. Perubahan tidak menarik perhatian mereka. Persentuhan yang terjadi tiba-tiba dengan dunia Barat ini menyetak perhatian mereka, dan membantu mereka untuk bangun dari tidur panjangnya. Fenomenan ini mengobarkan api intelektual yang membakar semangat umat islam.

Menyadari berbagai hal yang mungkin terjadi dari persentuhan budaya ini, Muhammad ‘Ali mulai mengundang beberapa perwira Prancis, dan perwira-perwira negara Eropa lainnya untuk melatih angkatan militernya. Ia melangkah lebih jauh dengan mengirimkan sejumlah mahasiswa untuk dilatih di Eropa. Dalam hal ini, ia mengikuti cara-cara terdahulu yang telah dikembangkan oleh Turki Utsmani. Dalam kedua kasus itu, pengiriman pelajar semata-mata untuk kepentingan militer. Tetapi bahasa, yang menjadi prasyarat dalam pelatihan militer, ketika telah dikuasai, menjadi kunci utama yang dapat membuka seluruh khazanah pemikiran yang berharga dalam kasus ini adalah gagasan pemikiran Barat, seperti nasionalisme, demokrasi, ilmu pengetahuan, sekulerisme, dan ide-ide besar lainnya. Pendiri Mesir modern itu terus membangun negeri itu dengan mendirikan beberapa sekolah, tidak terbatas untuk tujuan militer, tetapi juga sekolah kedokteran, farmasi, teknik, dan pertanian.[26]


B.     PotretPemikiranPembaruan: M. Abduh, Hasan al-Bana, dan Ali Syariati

1. Muhammad Abduh
Muhammad Abduh lahir pada tahun 1849 M dan tidak diketahui pasti dimana ia dilahirkan, diperkirakan disalah satu desa di Mesir hilir. Karena orang tuanya adalah orang desa yang tidak mementingkan tanggal dan tempat lahir anak-anaknya. Bapak Muhammad Abduh bernama Abduh Hasan Khoirullah yang berasal dari Turki dan telah lama tinggal di Mesir. Menurut riwayat, ibunya berasal dari bangsa Arab yang silsilahnya meningkat sampai ke suku bangsa Umar Ibn Khattab.
Muhammad Abduh belajar menulis dan membaca kepada orang tuanya, agar kemudian ia dapat membaca dan menghafal al-Qur’an. Setelah mahir membaca dan menulis iapun diserahkan ke satu guru untuk dilatih menghafal al-Qur’an. Dan ia berhasil menghafal al-Quran dalam waktu dua tahun. Setelah itu pada tahun 1862 M ia dikirim ke daerah Tanta untuk belajar agama di Masjid Syekh Ahmad. Satu setengah tahun ia lewati belajar disana dan merasa tidak menerima apapun karena metode mengajar yang salah. Karena ia diperintah untuk menghafal diluar kepala tanpa mengetahui atri-arti istilah didalam fiqh atau nahwu.
Karena tidak puas dengan metode pembelajaran diluar kepala ini, akhirnya Muhammad Abduh memutuskan untuk meninggalkan pembelajaran di Tanta dan lari ke rumah pamanya. Setelah tiga bulan disana ia diperintah untuk kembali belajar di Tanta. Ia berfikir jika kembali kesana tidak akan mendapatkan apa-apa dan memutuskan untuk bekerja sebagai petani dirumahnya pada tahun 1865 M dan menikah pada umur 16 tahun.
Tapi nasibnya rupanya ia akan menjadi orang besar. Ia diperintah oleh orang tuanya untuk kembali belajar ke daerah Tanta. Tetapi ia tidak kesana dan memutuskan untuk pergi belajar ke salah satu rumah pamanya yaitu Syekh Darwisy Khadr yang catatanya ia telah pergi merantau dan belajar agama islam dan tasawwuf (Tarikat Syadli) di Libia dan Tripoli. Disana ia diajak untuk membaca buku bersama-sama, harapan pamanya agar ia gemar membaca dan sedikit demi sedikit pamanya menjelaskan apa yang dibaca oleh Muhammad Abduh. Ia sekarang mulai mengerti apa yang dibacanya dan ingin mengerti lebih banyak. Akhirnya ia pergi ke Tanta untuk meneruskan pembelajaran.
Kemudian ia melanjutkan studinya di Al-Azhar di tahun 1866 M dan mulai berguru kepada Jamaluddin Al Afghani pada tahun 1877 M. Ia mulai belajar falsafat kepada beliau dan menjadi murid yang paling setia. Hingga ia menyelesaikan studinya di Al Azhar pada tahun 1877 M dengan mendapat gelar Alim. Dan meninggal dunia di Mesir tahun 1905.
Pemikiran-pemikiran Muhammad Abduh diantaranya:
·         Sebab yang membawa kepada kemunduran adalah faham jumud yang terdapat dikalangan umat islam. Karena faham ini mempengaruhi umat islam untuk tidak merubah dan tidak mau menerima perubahan umat islam yang berpegang teguh pada tradisi.[27]
·         Pujaan yang berlebihan pada syekh dan wali, kepatuhan membuta pada ulama, taklid kepada ulama-ulama terdahulu, dan penyerahan bulat dalam segala-galanya pada qodo dan qodar akan membuat rakyat menjadi statis (tidak berkembang)[28]
·         Pembukaan pintu ijtihad dan pemberantasan taklid, berdasar atas kepercayaannya pada kekuatan akal. Bagi Muhammad Abduh akal mempunyai kedudukan yang tinggi. Wahyu tak dapat membawa hal-hal yang bertentangan dengan akal.[29]
·         Ilmu pengetahuan modern perlu diajarkan disamping ilmu agama, agar ulama-ulama islam mengerti kebudayaan modern dan dengan demikian dapat mencari penyelesaian yang baik dari persoalan-persoalan yang timbul dalam zaman modern ini.[30]


2. Hasan Al Banna
            Hasan Al Banna lahir pada tahun 1906 M, ia belajar di Universitas Darul Ulum di Kairo dan dikenal sebagai mahasiswa yang sangat taat kepada agamannya. Ia mendirikan Ikhwanul Musimin pada tahun 1928 M, yang kemudian menjadi salah satu partai politik terbesar dan terorganisir baik di Mesir. Dai mengajak rakyat Mesir untuk kembali kepada sumber-sumber islam yang murni. Pada saat Hasan Al Banna dan para militernya membasmi tokoh-tokoh politik iapun juga terbunuh pada tahun 1949 M.
Pemikiran-pemikiran Hasan Al Banna diantaranya:
·         Pandangan hidup barat memang cepat mendatangkan hasil dalam mengembangkan pengetahuan yang bersifat praktis dan tekhnis, tetapi tidak mampu memberikan kepada manusia cahaya kebenaran, harapan, keyakinan ataupun jalan keluar bagi orang-orang yang mengalami kesulitan untuk memperoleh ketenangan atau ketentraman.[31]
·         Sepakat kepada para pemikir muslim akan adanya prinsip-prinsip dan aturan-aturan yang luhur, terhormat, manusiawi, dan sempurna dari agama (islam) ini yang jauh lebih praktis, lebih suci, lebih luhur, lebih lengkap, dan lebih bagus dari prinsip dan aturan manapun yang hingga sekarang banyak dikemukakan oleh para penemu teori dan perintis pembaharuan sosial.[32]
·         Perang dunia kedua itu banyak mrenggut jiwa masyarakat sehingga memotivasi untuk menolarkan seperangkat pembaharuan dan pengorganisasian masyarakat sebagai pemegang-pemegang untuk memerintah.[33]
3. Ali Syariati
            Ali Syariati adalah seorang alim besar, salah seorang pendiri gerakan intelektual islam di Iran, guru besar, mujahid, dan pendiri “pusat penyebaran kebenaran islam” di Masyhad. Selama empat tahun ayahnya berjuang untuk mengembalikan pemuda yang terdidik barat ke pangkuan islam, melepaskan ereka pada materealisme, pemujaan barat, dan permusuhan pada agama.
            Pemikiran-pemikiran Ali Syariati:
·         Islam bukanlah ideologi manusia yang terbatas pada masa dan persada tertentu, tapi merupakan arus yang mengalir sepanjang perjalanan sejarah, berasal dari mata air gunung yang jauh dan mengalir melintasi jalan berbatu sebelum sampai kelaut.[34]
·         Rausyanfikr atau kaum intelektual adalah sekelompok orang yang terpanggil untuk memperbaiki masyarakatnya, menangkap aspirasi mereka, merumuskanya dalam bahasa yang mudah difaham oleh setiap orang, menawarkan setrategi atau alternatif pemecahan masalah. Dan harus menguasai ajaran Islam secara islamologis.[35]




Catatan:
1.      Pendahuluan tolong diperbaiki.
2.      Penutup tidak ada?
3.      Daftar pustaka tidak ada?
4.      Tolong makalah ini dirapikan.
5.      Abstrak cukup satu paragraf.
6.      Dalam tulisan ilmiah, gelar ditiadakan termasuk dalam footnote dan daftar pustaka.


[1]Prof.Dr.HarunNasution, PembaharuanDalam Islam, SejarahPemikirandanGerakan(Jakarta:PTbulanbintang, 1975 ), hlm. 11.
[2] H.M. YusranAsmuni,Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan Dalam Dunia Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 2001), hlm. 4.
[3]Ibid., hlm. 5
[4] Ibid., hlm. 6
[5] M.Abdul Karim,Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam (Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007), hlm. 343.
[6] DediSupriyadi, Sejarah Peradaban Islam(Bandung: Pustaka Setia, 2016), hlm.250.
[7] M.AbdulKarim,Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam(Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007), hlm. 343.
[8] Ibid., hlm. 344
[9] AliMufrodi,Islam Di Kawasan Kebudayaan Arab (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm. 141-142.
[10] H.M. YusranAsmuni,Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan Dalam Dunia Islam(Jakarta: Rajawali Pers, 2001), hlm. 6.
[11]M.AbdulKarim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam(Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007), hlm. 344-345
[12] Ibid., hal. 7
[13]Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta: PT Bulan Bintang, 1992, hlm. 28
[14]Ibid, hlm. 29
[15]Ibid, hlm. 30
[16]Ibid, hlm. 31
[17]M.Q. Al-Baqil, ed,. Al-Mukhtar Min Tarikh Al-Jabari, Cairo, Matabi ‘Al-Sya’b, 1958, hlm. 287
[18]Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta: PT Bulan Bintang, 1992, hlm. 31-32
[19]Ibid, hlm. 33
[20]Dedi Supriyadi, Sejarah Peradapan Islam, Bandung: CV Pustaka Setia, 2016, hlm. 270-271
[21]Philip K. Hitti, History of the Arabs, Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2002, hlm. 965
[22]Dedi Supriyadi, Sejarah Peradapan Islam, Bandung: CV Pustaka Setia, 2016, hlm. 274
[23]Ibid, hlm. 275
[24]Ibid, hlm. 276
[25]Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999, hlm. 107
[26]Philip K. Hitti, History of the Arabs, Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2002, hlm. 723-724
[27]Nasution, harun. Pembaharuan dalam islam sejarah pemikiran dan gerakan. Jakarta: bulan bintang, 1975., hal. 62
[28]Ibid,63
[29]Ibid,65
[30]Ibid,67
[31]Jhon j Donohue dan jhon L expodio. Islam dan Pembaharuan Ensiklopedia Masalah-Masalah. Jakarta: PT. Raja grafindo persada., hal. 130
[32]Ibid,131
[33]Ibid,132
[34]Syariati, ali. Ideologi kaum intelektual. Bandung: Mizan. 1984., hal. 14
[35]Ibid,15

Tidak ada komentar:

Posting Komentar