PEMBARUAN ISLAM DI TIMUR TENGAH
M. Daud Abdul Jabar, M. Fachruddin Fadhli Dzikri, Fitria Rahmani, M. Fajrul Izzi.
MahasiswaPendidikanBahasaArab UIN Maulana
Malik Ibrahim Malang
m.fachruddindzikri@gmail.com
Abstract
This article discusses the renewal
of Islam in the Middle East. That is a movement that aims to restore the glory
of Islam at that time. Impurities again the religion of Islam which some
applied the wrong group to Qada 'and Qadar and the emergence of heresy-heresy
and false hadiths. Start the splitting of Muslims at that time because the
concerned schools or certain groups. In the 18th century, Islamic countries
began to be subject to the Europeans and always obeyed without the slightest
effort to free themselves from the invaders.
Of all the causes for this decline finally figures reformers who does
have the correct commitment to Islam also appear. With the aim of overcoming
the backwardness of Muslims in almost all aspects of life and encouraged by the
progress of the west and its impact.
Abstrak
Artikelinimembahastentangpembaruanislam di
timurtengah. Yaknisebuahgerakan yang
bertujuanuntukmengembalikankejayaanislampadamasaitu. Ketidakmurnianlagi agama
islam yang olehsebagiangolongansalahmengaplikasianterhadapQada’danQadarsertatimbulnyabid’ah-bid’ahdanhadits-haditspalsu.
Mulaiterpecahnyaumatislampadasaatitukarenamementingkanmadzhabataugolongantertentu.
Padaabad 18,
Negara-negaraislammulaitundukpadabangsaEropadanselalumenurutinyatanpausahasedikitpununtukmembebaskandiridaripenjajah.
Dari
semuasebabkemundurantersebutakhirnya para tokohpembaru yang
memangmemilikikomitmen yang benarterhadapislam pun tampil.
Dengantujuanmengatasiketerbelakanganumatislamdalamhampirseluruhaspekkehidupandanterdorongolehkemajuanbaratdandampaknya.
Keywords :
Pembaruan, Islam, Timur Tengah
A. Pendahuluan
Kemajuanilmupengetahuandanteknologi modern
memasukiduniaislam, terutamasesudahpembukaanabadkesembilanbelas, yang
dalamsejarahislamdipandangsebagaipermulaanperiode modern.
Kontakdenganduniabaratselanjutnyamembawa ide-ide
barukeduniaislamsepertirasionalisme, nasionalisme, demokrasi, dansebagainya.
Semuainimenimbulkanpersoalan-persoalanbaru, danpemimpin-pemimpinislam pun
mulaimemikirkancaramengatasipersoalan-persoalanbaruitu.
Meskipunkehadiran Barat telahmemicutimbulnyarespondikalanganterpelajarmuslim,
kontakdengan Barat bukanlahsatu-satunyafaktor yang
menyebabkanmunculnyagerakanpembaruandalamislam.
Disampingdalambatangtubuhdoktrin-doktrinislampembaruanmerupakansesuatu yang
intern, kondisiobjektifumatislamsendiri yang
secaraumumditandaiolehsemakinmemudarnyasemangatkeilmuan, kebekuan di
bidangintelektual, danberkembangpesatnyatradisi yang mendekatisyirik,
merupakanfaktor yang tidak bias diabaikanbegitusaja.
Faktor-faktoritusekaligusjugamerupakantantangankaummuslim, tidakhanyadalamtataranintelektuantetapijugapadatataranempiris.
B. PengertianPembaruan
Pembaruan, dalamkamusbesarbahasa Indonesia
bermakna proses, cara, perbuatanmembaruiatau proses mengembangkan.
Dalambahasa Indonesia telahselaludipakai
kata modern, modernisasi, danmodernisme, seperti yang terdapatumpamanyadalam “Aliran-aliran
modern dalamislam” dan “Islam danmodernisasi”.
Modernismedalammasyarakatbaratmengandungartifikiran, aliran,
gerakandanusahauntukmerubahfaham-faham, adatistiadat, institusi-institusi lama,
dansebagainya, untukdisesuaikandengansuasanabaru yang
ditimbulkanolehkemajuanilmupengetahuandanteknologi modern.
Pikirandanaliraninisegeramemasukilapangan
agama danmodernismedalamhidupkeagamaandi
baratmempunyaitujuanuntukmenyesuaikanajaran-ajaran yang terdapatdalam agama
KatholikdanProtestandenganilmupengetahuandanfilsafat modern.
Aliraniniakhirnyamembawakepadatimbulnyasekularisme di masyarakatbarat.
Sebagaihalnya di barat, di
duniaislamjugatimbulpikirandangerakanuntukmenyesuaikanfaham-fahamkeagamaanislamdenganperkembanganbaru
yang ditimbulkankemajuanilmupengetahuandanteknologimodern itu.
Denganjalandemikianpemimpin-pemimpinislam modern
mengharapakandapatmelepaskanumatislamdarisuasanakemunduranuntukselanjutnyadibawakepadakemajuan.
HasilpenyelidikankaumOrientalisbaratinisegeramelimpahkeduniaislam.
Kaumterpelajarislammulailah pula memusatkanperhatianpadaperkembangan modern
dalamislamdan kata modernisme pun mulai pula diterjemahkankedalambahasa-bahasa
yang dipakaidalamislamsepertial-tajdiddalambahasa Arab danpembaruandalambahasa
Indonesia.
Kata modernismedianggapmengandungarti-arti
negative disampingarti-artipositif, makauntukmenjauhiarti-arti negative itu,
lebihbaikkiranyadipakaiterjemahanIndonesianyayaitupembaharuan.[1]
Pembaruanislamadalahupayauntukmenyesuaikanpahamkeagamaanislamdenganperkembanganzamandan
yang ditimbulkankemajuanilmupengetahuandanteknologi modern.
Dengandemikianpembaruandalamislambukanberartimengubah,
mengurangiataumenambahteks Al-Qur’an maupunHadits, melainkanhanyamenyesuaikanpahamataskeduanya. Sesuaidenganberkembangnyazaman,
halinidilakukankarenabetapapunhebatnyapaham-paham yang dihasilkan para ulama’
ataupakar di
zamandahuluitutetapadakekurangannyadanselaludipengaruhiolehkecenderungan,
pengetahuan, dansebagainya. Paham-pahamtersebutuntuk di
masasekarangmngkinmasihbanyak yang relevandanmasihdapatdigunakan,
tetapimungkinsudahbanyak yang tidaksesuailagi.
C. Pemikirandan Usaha PembaruansebelumPeriode
Modern
Mulai abad
pertengahan islam berjaya dan merupakan abad gemilang bagi umat islam. Di abad
inilah daerah-daerah islam menyebar di Barat melalui Afrika utara sampai ke
Spanyol (dulu Andalus), di timur melalui Persia sampai ke India.[2]
Puncak
kemegahan dunia Islam itupun akhirnya menurun, islam mengalami kemunduran pada
abad ke-10 kemudian tenggelam berabad-abad lamanya.
Ada beberapa
faktor yang menyebabkan kemunduran umat islam pada masa itu, antara lain:
Pertama, isu
pintu ijtihad tertutup telah meluas di kalangan umat islam, berpalingnya
pikiran menggali secara lansung pada sumber pertama dan utama (Al-Qur’an dan
Hadits) apabila menemukan masalah baru, pikiran hanya dipusatkan untuk
kepentingan madzhab.
Kedua, keutuhan
umat islam mulai pecah dalam bidang politik mulai pecah, kekuasaan kholifh
telah menurun, pemikiran akan adanya masyarakat islam yang berbentuk persatuan
dan kesatuan seiman telah berpindah, tidak ada satu ikatan di dalamnya kecuali
nama dan tatanan, umat islam terpecah belah dan saling bermusuhan.[3]
Ketiga, adanya
perang salib di bawah arahan gereja khatolik Roma, dan serbuan tentara Barbar
di bawah kepimpinan Hulaqo Khan dari tatrar. Kota Baghdad dirampas dan
dihancurkan pada tahun 1258 M.
Dari ketiga
faktor di atas, faktor utama yang menjadi penyebab runtuhnya islam, karena umat
islam tidak lagi menggunakan pikirannya sebagai mana para pemikir-pemikir
sebelumnya melakukan ijtihad untuk menggali sumber yang asli kepada al-qur’an
dan hadits nabi.[4]
Pada masa ini
islam mengalami masa kemunduran dan selanjutnya mengalami masa kebangkitan.
Dunia islam kalah dan tersingkirkan oleh penjajah Eropa yang membawa semangat
gold. Semangat itu muncul sebagai ujung tombak gereja untuk mengulangi masa
kejayan ketika menaklukkan islam melaui Perang Salib.[5]
Pada tahun 1683,
Turki Usmani mengadakan penyerangan ke benteng Wina, tetapi mereka mengalami
kegagalan. Hal ini meyakinkan Bangsa Barat dan Eropa bahwa Turki telah lemah,
untuk itu mereka mengadakan banyak serangan ke wilayah Turki
Sejak saat Sultan
Turki gagal merebut kekuasaan Mina pada tahun 1683, peranan Usmaniah di medan
perangpun berubah. Sejak pada saat itu tentara Turki kebanyakan hanya sekedar
menangkis pukulan-pukulan musuh dan tidak berdaya untuk melancarkan
serangan-serangan.
Pada masa
senjutnya, wilayah Turki yang luas itu sedikit demi sedikit terlepas dari kekuasaannya,
direbut oleh Negara-negara Eropa yang sedang bangkit.[6]
Periode ini
dimulai saat terjadinya perjanjian Carltouiz, 26 Januari 1699M antara Turki
Usmani dengan Austria, Rusia, Polandia, Venesia, Dan Inggris. Isi perjanjian
itu diantaranya adalah Turki dan Austria terkait perjanjian Selama 25 tahun,
yang menyatakan; seluruh Hongaria (yang merupakan wilayah Turki) kecuali
Transvonia dan Kota Banat, diserahkan sepenuhnya kepada Austria. Sementara
wilayah Camanik dan Podolia diserahkan kepada Polondia. Rusia memperoleh
wilayah-wilayah di sekitar Laur Azov. Sementara itu, Venesia dengan
diserahkannya Athena kepada Turki menjadi penguasa di seluruh Varmartia dan
Maria. Dengan demikian, Turki menjadi negara yang kecil akibat perjanjian
Carltouiz. Perjanjian itu terlaksana
setahun setelah perjanjian (6 januari 1700 M). Sejak itulah Abad modern
dimulai.[7]
Perubahan politik
ini membawa dunia islam menjadi lumpuh. Oleh karena itu di sinilah dimulainya
babak baru priode islam pasca runtuhnya kekhalifahan abbasiah.[8]
Di sini Mesir, ialah yang memulai masa modern ketika terjadi persinggungan
antara barat (Perancis) dan Mesir dengan ekspedisi Napoleon tahun 1798. Ketika
Prancis angkat kaki dari Mesir pemerintahan diganti oleh Muhammad Aly pasya
sebagai Gubernur Turki yang mendapat otonomi atas wilayah tersebut. Ia mulai
memodernisir Mesir, terutama di bidang militer, dan berkuasa hingga tahun 1848,
yang kemudian digantikan anaknya, Ibrahim Pasya.[9]
Namun, priodesasi
tersebut merupakan priodesasi yang berdasarkan pada pemikiran Islam. Dalam abad
ke-19 dan awal abad ke-20, didorong oleh kebutuhan ekonomi industri terhadap
bahan- bahan baku dan pemasarannya, dan juga oleh kompetisi politik dan ekonomi
satu sama lain, negar-negara Eropa menegakkan kerajaan tutorial-dunia. Belanda
menjajah Indonesia, sementara Rusia di Asia Tengah (1500-1700 M), Inggris
mengonsolidasi Negara mereka di India dan Afrika, dan Mengaontrol sebagian
timur Tengah, Afrika Timur, Nigeria dan sebagian Afrika Barat.
Permulaan abad
Ke-20 kekuatan Eropa hampir menguasi seluruh dunia Islam. Dengan didukung oleh
pertumbuhan produksi pabrik daalam skala dan perubahan ang besar, serta dengan
metode komunikasi ditandai dengan ditemukannya kapal uap, kereta api, telegrap,
Eropa siap untuk melakukan ekspansi perdagangan.
Masa kemunduran
ini berlangsung berabad-abad lamanya, hingga muncul gerakan pemikiran yang
dikumandangkan oleh plopor-plopor pembaharuan, seperti Ibnu Taimyah dan
muridnya Ibnu Qayaim, Muhammad ibn Abdul Wahab, Muhammad ibn Ali Sanusi
Al-Kabir dan lain-lainnya.[10]
Di sisi lain,
agama dan kebudayaan hukum islam terus dipertahankan, pemikiran-pemikiran baru
mulai bermunculan dan mencoba untuk menjelaskan sebab-sebab kekuatan eropa dan
mengusulkan negeri-negeri islam untuk mengadopsi ide-ide eropa tanpa kehilangan
identitas dan kepercayaan diri.[11]
Dari sinilah
muncul berbagai pemikiran dan upaya-upaya pembaharuan di negeri-negeri islam.
Pembaharuan dalam islam berbeda dengan renaisans barat. Kalau renaisans barat
muncul dengan menyingkirkan agama, maka sebaliknya untuk pembaharuan islam,
yaitu untuk menyatukan umat islam dalam memperkuat prinsip-prinsip dan
ajaran-ajaran islam kepada pemeluknya.[12]
D. PendudukanNepoleondanPembaruan di Mesir
Setelah selesainya Revolusi 1789 Perancis mulai menjadi negara
besar yang mendapat saingan dan tantangan dari Inggris. Inggris diwaktu itu
telah meningkatk kepentingan-kepentingannya di india dan untuk memutuskan
komunikasi antara Inggris di Barat dan India di Timur, Napoleon melihat bahwa
Mesir perlu diletakkan di bawah kekuasaan Perancis. Disamping itu Perancis
perlu pada pasaran baru untuk hasil perindustriannya. Napoleon sendiri
kelihatannya mempunyai tujuan sampingan lain. Alexander Macedonia pernah
menguasai Eropa dan Asia sampai ke India, dan Napoleon ingin mengikuti jejak
Alexander ini. Tempat strategis untuk menguasai kerajaan besar seperti yang
dicita-citakanya itu, adalah Cairo dan bukan Roma atau Paris. Inilah beberapa
hal yang mendorong Perancis dan Napoleon untuk menduduki Mesir.[13]
Mesir pada waktu itu berada di bawah kekuasaan kaum Mamluk,
sesungguhnya sejak ditaklukkan oleh Sultan Salim di tahun 1517, daerah ini pada
hakekatnya merupakan bahagian dari kerajaan Usmani. Tetapi setelah bertambah
lemahnya kekuasaan Sultan-sultan di abad ketujuh belas, Mesir mulai melepaskan
diri dari kekuasaan Istambul dan akhirnya menjadi daerah otonom.
Sultan-sultan Usmani tetap mengirim seorang Pasya Turki ke Cairo
untuk bertindak sebagai wakil mereka dalam memerintah daerah ini. Tetapi karena
kekuasaan sebenarnya terletak di tangan kaum Mamluk, kedudukannya di Cairo
tidak lebih dari kedudukan seorang Duta Besar.
Kaum Maluk berasal dari budak-budak yang dibeli di Kaukasus, suatu
daerah pegunungan yang terletak di daerah perbatasan antara Rusia dan Turki.
Mereka dibawa ke Istambul atau Cairo untuk diberi didikan militer, dan dalam
dinas kemiliteran kedudukan mereka meningkat dan di antaranya ada yang dapat
mencapai jabatan militer tertinggi.[14]
Setelah jatuhnya prestise Sultan-sultan Usmani, mereka tidak mau
lagi tunduk kepada Istambul bahkan menolak pengiriman hasil pajak yang mereka
pungut dengan secara kekerasan dari rakyat Mesir ke Istambul. Kepala mereka
disebut Syeikh Al-Balad dan Syeikh inilah yang sebenarya menjadi Raja di Mesir
pada waktu itu. Karena mereka bertabiat kasar dan biasanya hanya tahu bahasa
Turki dan tak pandai berbahasa Arab, hubungan mereka dengan rakyat Mesir tidak
begitu baik.
Bagaimana lemahnya pertahanan Kerajaan Usmani dan kaum Mamluk di
ketika itu, dapat digambarkan dari perjalanan perang di Mesir. Napoleon
mendarat di Alexandria pada tanggal 2 juni 1798 dan keesokan harinya kota
pelabuhan yang penting ini jatuh. Sembilan hari kemudian, Rasyid, suatu kota
yang terletak di sebelah Timur Alexandria, jatuh pula. Pada tanggal 21 Juli
tentara Napoleon sampai di daerah Piramid
di dekat Cairo. Pertempuran terjadi di tempat itu dan kaum Mamluk karena
tak sanggup melawan senjata-senjata meriam Napoleon, lari ke Cairo. Tetapi di
sini mereka tidak mendapat simpati dan sokongan dari rakyat Mesir. Akhirnya
mereka terpaksa lari lagi ke daerah Mesir sebelah Selatan. Pada tanggal 22
Juli, tidak sampai tiga minggu setalah mendarat di Alexandria, Napoelon telah
dapat menguasai Mesir.
Usaha Napoleon untuk menguasai daerah-daerah lainnya di Timur tidak berhasil dan sementara itu perkembangan
politik di Perancis menghendaki kehadirannya di Paris. Pada tanggal 18 Agustus
1799, ia meninggalkan Mesir kembali ke tanah airnya. Ekspedisi yang dibawahnya
ia tinggalkan di bawah pimpinan Jendral Kleber. Dalam pertempuran yang terjadi
di tahun 1801 dengan armada Inggris, kekuatan Perancis di Mesir mengalami
kekalahan. Ekspedisi yang dibawa Napoleon itu meninggalkan Mesir pada tanggal
31 Agustus 1801.[15]
Napoleon datang ke Mesir bukan hanya membawa tentara dalam
rombongannya terdapat 500 kaum sipil dan 500 wanita. Di antara kaum sipil itu
terdapat 167 ahli dalam berbagai cabang ilmu-pengetahuan. Napoleon juga membawa
dua set alat percatakan dengan huruf Latin, Arab dan Yunani. Ekspedisi itu
datang bukan hanya untuk kepentingan militer, tetapi juga untuk kepentingan
ilmiah. Untuk hal tersebut akhir ini dibentuk suatu lembaga ilmiah bernama
Institut d ‘Egypte, yang mempunyai empat bahagian: Bahagian ilmu Pasti,
Bahagian ilmu Alam, Bahagian Ekonomi-Politik dan Bahagian Sastra-Seni. Publikasi
yang diterbitkan lembaga ini bersama La Courrier d ‘Egypte, yang diterbitkan
oleh oleh Marc Auriel, seorang pengusaha yang ikut dengan ekspedisi Napoleon.
Sebelum kedatangan ekspedisi ini orang di Mesir tidak kenal pada percetakan dan
majalaj atau surat kabar.
Institut d’Egypte boleh dikunjungi orang Mesir, terutama para
ulamanya, yang diharapkan oleh ilmuwan-ilmuwan Perancis yang bekerja di Lembaga
itu, akan menambah pengetahuan meraka tentang Mesir, adat istiadat-istiadatnya,
bahasa dan agamanya. Di sinilah orang-orang Mesir dan umat islam buat pertama
kali mempunyai kontak langsung dengan peradapan Eropa yang baru lagi asing bagi
mereka itu.
Abd Al-Rahman Al-Jabarti, seorang ulama dari Al-Azhar dan penulis
sejarah, pernah mengunjungi lembaga itu di tahun yang mengandung buku-buku,
bukan hanya dalam bahasa-bahasa Eropa, tetapi juga buku-buku agama dalam bahasa
Arab, Persia dan Turki. Di antara ahli-ahli yang dibawa Napoloen memang
terdapat kaum Orientalis yang pandai dan mahir berbahasa Arab. Merekalah yang
menterjemahkan perintah dan maklumat-maklumat Napeleon ke dalam bahasa Arab.[16]
Alat-alat ilmiah, seperti teleskop, mikroskop, alat-alat untuk
percobaan kimiawi, dan sebagainya, eksperimen-eksperimen yang dilakukan di
lembaga itu, kesungguhan orang Perancis bekerja dan kegemaran mereka pada
ilmu-ilmu pengetahuan, semua itu ganjil dan menakjubkan bagi Al-Jabarti.
Kesimpulan tentang kunjungan itu ia tulis dengan kata-kata berikut:
“saya lihat di sana benda-benda dan percobaan-percobaan ganjil yang
menghasilkan hal-hal yang besar ditangkap oleh akal seperti yang ada pada diri
kita.”[17]
Demikianlah kesan seorang cendikiawan Islam waktu itu terhadap
kebudayaan Barat. Ini menggambarkan betapa mundurnya umat Islam di ketika itu.
Keadaan menjadi berbalik seratus delapan puluh derajat. Kalau di Periode Klasik
orang Barat yang kagum melihat kebudayaan dan peradaban Islam, di Periode
Modern kaum Islam yang heran melihat kebudayaan dan kemajuan Barat.
Di samping kemajuan materi ini, Napoleon juga membawa ide-ide baru
yang dihasilkan revolusi Perancis, seperti:
1.
Sistem
pemerintahan republik yang dalamnya kepala negara dipilih untuk waktu tertentu,
tunduk kepada Undang-undang Dasar dan bisa dijatuhkan oleh parlemen. Sistem ini
berlainan sekali dengan sistem pemerintahan absolut Raja-raja Islam, yang tetap
menjadi raja selama ia masih hidup dan kemudian digantikan oleh anaknya, tidak
tunduk kepada konstitusi atau parlemen, karena konstitusi dan parlemen memang
tidak ada dalam sistem kerajaan itu. Ide yang terkandung dalam kata republik
masih sulit untuk ditangkap, dan dengan demikian mencari terjemahannya ke dalam
bahasa Arab sulit pula. Dalam maklumat-malumat Napoleon, Republik Perancis
diterjemahkan menjadi A-Jamhur Al-Faransawi ( الجمهورالفرنساوي) Jumhur sebenarnya berarti orang banyak.
Jadi yang tertangkap dari kata Republik ialah publik, orang banyak. Di
permulaan abad kedua puluh inilah kelihatannya baru muncul terjemahan yang
lebih tepat, yaitu jamhuriah (الجمهوريّة).
2.
Ide persamaan (egalite)
dalam arti samanya kedudukan dan turut sertanya rakyat dalam soal pemerintahan.
Kalau sebelum ini, rakyat Mesir tak turut serta dalam pemerintahan negara
mereka, Napoleon mendirikan suatu badan kenegaraan yang terdiri dari
ulama-ulama Al-Azhar dan pemuka-pemuka dalam dunia dagang Cairo dan
daerah-daerah. Tugas badan ini ialah membuat undang-undang, memelihara
ketertiban umum dan menjadi pengantara antara penguasa-penguasa Perancis dan
rakyat Mesir. Di samping itu didirikan pula satu badan lain bernama Diwan
Al-Ummah yang dalam waktu-waktu tertentu mengadakan sidang untuk
membicarakan hal-hal yang bersangkutan dengan kepentingan nasional. Tiap-tiap
daerah mengirimkan sembilan wakil ke sidang Diwan itu, tiga dari golongan ulama
tiga dari golongan pedagang, dan satu dari masing-masing golongan petani,
kepala desa dan kepala suku bangsa Arab. Diwan ini mempunyai seratus delapan
puluh anggota dan sidang pertama diadakan dari tanggal 5 sampai 20 Oktober
1798. Putusan yang diambil ialah menganjurkan perobahan peraturan pajak yang ditetapkan
Kerajaan Usmani.
Sistem pemilihan ketua lembaga juga merupakan hal baru bagi rakyat
Mesir. Ketika dari para anggota Diwan diminta memilih ketua, anggota-anggota
menunjuk dan menyebut nama ulama yang mereka hormati, yaitu Syeikh Al-Syarqawi.
Penunjukan serupa ini ditolak oleh penguasa Perancis sambil menjelaskan cara
pengadaan pemilihan.[18]
3.
Ide kebangsaan
yang terkandung dalam maklumat Napoleon bahwa orang Perancis merupakan suatu
bangsa (nation) dan bahwa kaum Mamluk adalah orang asing dan datang ke
Mesir dari Kaukasus, jadi sungguhpunn orang Islam tetapi berlainan bangsa
dengan orang Mesir. Juga maklumat itu mengandung kata-kata umat Mesir, (الامة المصريّة).
Bagi orang Islam di waktu itu yang ada hanyalah umat Islam (الامة الاسلاميّة), dan
tiap orang Islam adalah saudaranya dan ia tidak begitu sadar akan perbedaan
bangsa dan suku-bangsa. Yang disadarinya ialah perbedaan agama. Oleh karena itu
untuk menterjemahkan kata nation ke dalam bahasa Arab juga sulit. Kata
Arab yang dipakai ialah al-millah (الملّة) umpamanya dalam Al-millah Al-Faransiah
untuk Ia nation Francaise. Millah berarti agama. Kata Arab yang kemudian
dipakai untuk nation ialah qaum, sya’b dan ummah.
Inilah beberapa dari ide-ide yang dibawa ekspedisi Napoleon ke
Mesir, ide-ide yang pada waktu itu belum mempunyai pengaruh yang nyata bagi
ummat Islam di Mesir. Tetapi dalam perkembangan kontak dengan Barat di abad
kesembilan belas ide-ide itu makin jelas dan kemudian diterima dan
dipraktekkan.
Bagaimanapun, ekspedisi Napoleon telah membuka mata umat Islam
Mesir akan kelemahan dan kemunduran mereka.[19]
A.
Pembaharuan
Islam di Mesir
Dalam catatan sejarah, Mesir pernah diduduki oleh beberapa
kerajaan, yaitu dimulai dari masa Firaun, Yunani, dan Romawi, Khulafa
Ar-Rasyidin, Umayyah, Abbasiyyah, Mamlukiyah, dan Utsmaniyah. Menurut A.J.
Butler, pendudukan negara atau kerajaan tersebut telah menyebabkan Mesir jatuh
dalam situasi yang tidak menguntungkan bahkan seluruh organisasi pemerintahan
di Mesir diarahkan dengan tujuan memeras keuntungan bangsa terjajah untuk
kepentingan penguasanya.
Di satu sisi, banyaknya negara yang menguasai Mesir membawa
nilai-nilai positif, tetapi di pihak lain, mau tidak mau di situ telah terjadi
asimilasi budaya dan politik. Lebih dasyat lagi, asimilasi itu terjadi dalam
aspek perundang-undangannya. Seperti yang dituturkan oleh Thaha Husain, mereka
yang berada dalam roda pemerintahan Mesir Modern lebih cenderung mengikuti pola
Abdul Hamid di Turki. Mereka membentuk pengadilan-pengadilan negeri dan
memberlakukan hukum barat daripada hukum islam.[20]
Orang-orang Arab pada waktu itu tampat paradoks: di satu sisi
menentang kemajuan Eropa, sementara di sisi lain menerima, dan mengadopsi
ide-ide serta teknik-teknik Eropa. Kecakapam baru yang didapatkan dari Eropa
digunakan untuk melawan Eropa. Dari sekian banyak gagasan baru yang diimpor
dari Barat, nasionalisme dan demokrasi politik tak pelak lagi merupakan gagasan
yang paling kuat menanamkan pengaruh. Dorongan nasionalisme membangkitkan
semangat penentuan nasib sendiri lalu keduanya mengiring bangkitnya perjuangan
kemerdekaan dari penguasa asing.[21]
Kondisi Mesir, tidak terlepas dari faktor sejarah bahwa Mesir
adalah boneka Inggris. Konsekuensinya, hampir semua aturan Mesir diadopsi dari
hukum Inggris.
Fakta sejarah menunjukkan bahwa pendudukan Mesir oleh Napoleon
Bonaparte pada tahun 1798 dapat dipandang sebagai permulaan ekspansi barat ke
Timur Tengah di zaman modern. Memang, Napoleon sendiri hanya kurang dari dua
bulan berada di Kairo dan tiga tahun kemudian tentara yang ditinggalkan di
Mesir terpaksa mengundurkan diri. Sejak itu, Mesir secara perlahan diperitah,
sepenuhnya atau hanya secara formal, oleh Muhammad Ali (w. 1848) dan
keturunannya sampai 1952.[22]
Mesir mengalami pembaruan besar-besaran pada abad ke-19. Pembaruan ini
telah memperkenalkan Mesir pada kemajuan barat dan juga sistem ekonominya.
Bidang pendidikan mendapat perhatian utama dengan dikirimkannya pelajar Mesir
ke Eropa dan diterjemahkannya literatur modern ke dalam bahasa arab. Ekonomi
Mesir juga menjadi semakin terkait dengan sistem ekonomi Eropa karena orientasi
ekspor dan pembiayaan pembangunan. Dibukanya Terusan Suez pada pada tahun 1869
lebih memperjelas lagi keterkaitan ini. Namun, Mesir harus menanggung beban
keuangan berat, sehingga pada tahun 1875 ia terpaksa menerima nasihat otoritas
moneter asing dalam pengelolahan ekonomi demi memenuhi kewajibannya membayar
utang luar negeri yang membengkak.
Campur tangan asing dalam ekonomi Mesir dan bidang-bidang lain
akhirnya menimbulkan keresahan luas. Sebagai bukti dengan timbulnya unjuk rasa
besar-besaran pada tahun 1879 dan pemberontakan tahun 1881 yang dilakukan oleh
para perwira tentara di bawah pimpinan Ahmad Urabi. Akibatnya, Mesir justru
diduduki Inggris sejak tahun 1882, dan secara resmi Mesir dijadikan protektorat
Inggris pada tahun 1914. Sebenarnya pengaruh Inggris dan Perancis sampai batas
tertentu, telah begitu terasa sejak pertengahan abad ke-19. Kemudian, pada
Februari 1922 Mesir telah dinyatakan merdeka, walau Inggris masih tetap
memainkan peranan penting dalam beberapa bidang, terutama pertahanan sampai
dengan keberhasilan “kelompok perwira” pada Proklamasi tahun 1952 yang mengubah
Mesir menjadi sebuah Republik. Negara yang sangat erat hubungannya dengan Mesir
adalah sudan. Saat Muhammad Ali berkuasa di Mesir, Sudan telah dijadikan bagian
dari wilayah kekuaasaannya.[23]
Secara sekilas sejarah Mesir sampai periode modern dapat diuraikan
sebagai berikut:
-
1879: Demontrasi besar di Kairo.
-
1881: Ahmad Urabi merebut Kantor Kementrian
Peperangan.
-
1882: Inggris de facto menguasai Mesir,
walau institusi khidiwi tetap.
-
1899: Mesir disatukan dengan Sudan.
-
1906: Masyarakat Mesir bersatu mengutuk tentara
Inggris.
-
1907: Mustafa Kamil membentuk Hizrj Al-Watan.
-
1914: Mesir menjadi protektorat Inggris tahun
-
1918:Sa’d Zaghlul
mendirikan Partai wafd
-
1920: Nasionalis
Mesir menuntut otonomi.
-
1922: Mesir merdeka.
-
1923: Konstitusi diumumkan.
-
1928: Hasan Al-Banna mendirikan Ikhwanul
Muslimin.[24]
Pembaharuan yang dilakukan Muahammad Ali menjadikan Mesir sebagai
pengekspor kapas dan menjadikan negeri ini menggantungkan penghasilannya dari
pasaran internasional. Sebaliknya Mesir jadi pengimpor pakaian Inggris. Hutang
Mesir yang sangat besar untuk mendatangkan barang-barang mewah, perlengkapan
persenjataan, mesin industri, perlengkapan berat bagi pembangunan jaringan
kereta api dan penggalian Terusan Suez menjadikan Mesir berhutang kepada
sejumlah perbankan dan pemerintahan Eropa. Ketergantungan perekonomian seperti
ini mengantarkan Mesir pada kepailitan, dan pada ketidakberdayaan dari bantuan
administrasi manajemen asing di bawah kontrol Anglo-French (1875).[25]
A.
Penduduk
Napoleon
Perubahan
Panggung: Pengaruh Barat
Kedatangan Napoleon ke Mesir menjadi satu peristiwa penting yang
menandai terbitnya zaman baru dalam berbaigai bidang, yang sepenuhnya berbeda
dengan masa lalu. Sambil membawa perlengkapan yang lain, penyerbu Prancis ini
membawa mesin cetak berbahasa Arab yang ia rampas dari Vatikan ke Kairo. Mesin
cetak itu merupakan mesin pertama yang dikenal yang dikenal di lembah sungai
Nil. Berawal dari mesin itu, dunia percetakan Mesir berkembang lebih jauh
hingga muncul Matba’ah Bulaq (Percetakan Bulak) masih menjadi perusahaan
percetakan milik pemerintah. Penakluk Prancis menggunakannya untuk mencetak
lembar-lembar propraganda dalam bahasa Arab. Napoleon melangkah lebih jauh
dengan meresmikan semacam academie literaire (akademi sastra), yang
dilengkapi dengan sebuah perpustakaan. Sampai pada waktu itu, orang Arab pada
umumnya menjalani kehidupan yang mandiri, tradisional, dan konvensional, serta
tidak menghiraukan kemajuan dunia luar. Perubahan tidak menarik perhatian
mereka. Persentuhan yang terjadi tiba-tiba dengan dunia Barat ini menyetak
perhatian mereka, dan membantu mereka untuk bangun dari tidur panjangnya.
Fenomenan ini mengobarkan api intelektual yang membakar semangat umat islam.
Menyadari berbagai hal yang mungkin terjadi dari persentuhan budaya
ini, Muhammad ‘Ali mulai mengundang beberapa perwira Prancis, dan
perwira-perwira negara Eropa lainnya untuk melatih angkatan militernya. Ia
melangkah lebih jauh dengan mengirimkan sejumlah mahasiswa untuk dilatih di
Eropa. Dalam hal ini, ia mengikuti cara-cara terdahulu yang telah dikembangkan
oleh Turki Utsmani. Dalam kedua kasus itu, pengiriman pelajar semata-mata untuk
kepentingan militer. Tetapi bahasa, yang menjadi prasyarat dalam pelatihan
militer, ketika telah dikuasai, menjadi kunci utama yang dapat membuka seluruh
khazanah pemikiran yang berharga dalam kasus ini adalah gagasan pemikiran
Barat, seperti nasionalisme, demokrasi, ilmu pengetahuan, sekulerisme, dan
ide-ide besar lainnya. Pendiri Mesir modern itu terus membangun negeri itu
dengan mendirikan beberapa sekolah, tidak terbatas untuk tujuan militer, tetapi
juga sekolah kedokteran, farmasi, teknik, dan pertanian.[26]
B. PotretPemikiranPembaruan: M. Abduh, Hasan
al-Bana, dan Ali Syariati
1. Muhammad
Abduh
Muhammad Abduh
lahir pada tahun 1849 M dan tidak diketahui pasti dimana ia dilahirkan,
diperkirakan disalah satu desa di Mesir hilir. Karena orang tuanya adalah orang
desa yang tidak mementingkan tanggal dan tempat lahir anak-anaknya. Bapak
Muhammad Abduh bernama Abduh Hasan Khoirullah yang berasal dari Turki dan telah
lama tinggal di Mesir. Menurut riwayat, ibunya berasal dari bangsa Arab yang
silsilahnya meningkat sampai ke suku bangsa Umar Ibn Khattab.
Muhammad Abduh
belajar menulis dan membaca kepada orang tuanya, agar kemudian ia dapat membaca
dan menghafal al-Qur’an. Setelah mahir membaca dan menulis iapun diserahkan ke
satu guru untuk dilatih menghafal al-Qur’an. Dan ia berhasil menghafal al-Quran
dalam waktu dua tahun. Setelah itu pada tahun 1862 M ia dikirim ke daerah Tanta
untuk belajar agama di Masjid Syekh Ahmad. Satu setengah tahun ia lewati
belajar disana dan merasa tidak menerima apapun karena metode mengajar yang
salah. Karena ia diperintah untuk menghafal diluar kepala tanpa mengetahui atri-arti
istilah didalam fiqh atau nahwu.
Karena tidak
puas dengan metode pembelajaran diluar kepala ini, akhirnya Muhammad Abduh
memutuskan untuk meninggalkan pembelajaran di Tanta dan lari ke rumah pamanya.
Setelah tiga bulan disana ia diperintah untuk kembali belajar di Tanta. Ia
berfikir jika kembali kesana tidak akan mendapatkan apa-apa dan memutuskan
untuk bekerja sebagai petani dirumahnya pada tahun 1865 M dan menikah pada umur
16 tahun.
Tapi nasibnya
rupanya ia akan menjadi orang besar. Ia diperintah oleh orang tuanya untuk
kembali belajar ke daerah Tanta. Tetapi ia tidak kesana dan memutuskan untuk
pergi belajar ke salah satu rumah pamanya yaitu Syekh Darwisy Khadr yang
catatanya ia telah pergi merantau dan belajar agama islam dan tasawwuf (Tarikat
Syadli) di Libia dan Tripoli. Disana ia diajak untuk membaca buku bersama-sama,
harapan pamanya agar ia gemar membaca dan sedikit demi sedikit pamanya
menjelaskan apa yang dibaca oleh Muhammad Abduh. Ia sekarang mulai mengerti apa
yang dibacanya dan ingin mengerti lebih banyak. Akhirnya ia pergi ke Tanta
untuk meneruskan pembelajaran.
Kemudian ia
melanjutkan studinya di Al-Azhar di tahun 1866 M dan mulai berguru kepada
Jamaluddin Al Afghani pada tahun 1877 M. Ia mulai belajar falsafat kepada
beliau dan menjadi murid yang paling setia. Hingga ia menyelesaikan studinya di
Al Azhar pada tahun 1877 M dengan mendapat gelar Alim. Dan meninggal dunia di
Mesir tahun 1905.
Pemikiran-pemikiran
Muhammad Abduh diantaranya:
·
Sebab yang
membawa kepada kemunduran adalah faham jumud
yang terdapat dikalangan umat islam. Karena faham ini mempengaruhi umat islam
untuk tidak merubah dan tidak mau menerima perubahan umat islam yang berpegang
teguh pada tradisi.[27]
·
Pujaan yang
berlebihan pada syekh dan wali, kepatuhan membuta pada ulama, taklid kepada
ulama-ulama terdahulu, dan penyerahan bulat dalam segala-galanya pada qodo dan
qodar akan membuat rakyat menjadi statis (tidak berkembang)[28]
·
Pembukaan pintu
ijtihad dan pemberantasan taklid, berdasar atas kepercayaannya pada kekuatan
akal. Bagi Muhammad Abduh akal mempunyai kedudukan yang tinggi. Wahyu tak dapat
membawa hal-hal yang bertentangan dengan akal.[29]
·
Ilmu
pengetahuan modern perlu diajarkan disamping ilmu agama, agar ulama-ulama islam
mengerti kebudayaan modern dan dengan demikian dapat mencari penyelesaian yang
baik dari persoalan-persoalan yang timbul dalam zaman modern ini.[30]
2. Hasan Al Banna
Hasan Al Banna
lahir pada tahun 1906 M, ia belajar di Universitas Darul Ulum di Kairo dan
dikenal sebagai mahasiswa yang sangat taat kepada agamannya. Ia mendirikan
Ikhwanul Musimin pada tahun 1928 M, yang kemudian menjadi salah satu partai
politik terbesar dan terorganisir baik di Mesir. Dai mengajak rakyat Mesir
untuk kembali kepada sumber-sumber islam yang murni. Pada saat Hasan Al Banna
dan para militernya membasmi tokoh-tokoh politik iapun juga terbunuh pada tahun
1949 M.
Pemikiran-pemikiran Hasan Al Banna diantaranya:
·
Pandangan hidup
barat memang cepat mendatangkan hasil dalam mengembangkan pengetahuan yang
bersifat praktis dan tekhnis, tetapi tidak mampu memberikan kepada manusia
cahaya kebenaran, harapan, keyakinan ataupun jalan keluar bagi orang-orang yang
mengalami kesulitan untuk memperoleh ketenangan atau ketentraman.[31]
·
Sepakat kepada
para pemikir muslim akan adanya prinsip-prinsip dan aturan-aturan yang luhur,
terhormat, manusiawi, dan sempurna dari agama (islam) ini yang jauh lebih
praktis, lebih suci, lebih luhur, lebih lengkap, dan lebih bagus dari prinsip
dan aturan manapun yang hingga sekarang banyak dikemukakan oleh para penemu
teori dan perintis pembaharuan sosial.[32]
·
Perang dunia
kedua itu banyak mrenggut jiwa masyarakat sehingga memotivasi untuk menolarkan
seperangkat pembaharuan dan pengorganisasian masyarakat sebagai
pemegang-pemegang untuk memerintah.[33]
3. Ali Syariati
Ali Syariati
adalah seorang alim besar, salah seorang pendiri gerakan intelektual islam di
Iran, guru besar, mujahid, dan pendiri “pusat penyebaran kebenaran islam” di
Masyhad. Selama empat tahun ayahnya berjuang untuk mengembalikan pemuda yang
terdidik barat ke pangkuan islam, melepaskan ereka pada materealisme, pemujaan
barat, dan permusuhan pada agama.
Pemikiran-pemikiran
Ali Syariati:
·
Islam bukanlah
ideologi manusia yang terbatas pada masa dan persada tertentu, tapi merupakan
arus yang mengalir sepanjang perjalanan sejarah, berasal dari mata air gunung
yang jauh dan mengalir melintasi jalan berbatu sebelum sampai kelaut.[34]
·
Rausyanfikr
atau kaum intelektual adalah sekelompok orang yang terpanggil untuk memperbaiki
masyarakatnya, menangkap aspirasi mereka, merumuskanya dalam bahasa yang mudah
difaham oleh setiap orang, menawarkan setrategi atau alternatif pemecahan
masalah. Dan harus menguasai ajaran Islam secara islamologis.[35]
Catatan:
1.
Pendahuluan
tolong diperbaiki.
2.
Penutup tidak
ada?
3.
Daftar pustaka
tidak ada?
4.
Tolong makalah
ini dirapikan.
5.
Abstrak cukup
satu paragraf.
6.
Dalam tulisan
ilmiah, gelar ditiadakan termasuk dalam footnote dan daftar pustaka.
[1]Prof.Dr.HarunNasution,
PembaharuanDalam Islam, SejarahPemikirandanGerakan(Jakarta:PTbulanbintang,
1975 ), hlm. 11.
[2]
H.M. YusranAsmuni,Pengantar
Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan Dalam Dunia Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 2001), hlm. 4.
[5] M.Abdul Karim,Sejarah Pemikiran dan Peradaban
Islam (Yogyakarta:
Pustaka Book Publisher, 2007),
hlm.
343.
[7] M.AbdulKarim,Sejarah
Pemikiran dan Peradaban Islam(Yogyakarta: Pustaka Book
Publisher, 2007),
hlm.
343.
[10]
H.M. YusranAsmuni,Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan Dalam
Dunia Islam(Jakarta:
Rajawali Pers, 2001), hlm. 6.
[11]M.AbdulKarim, Sejarah
Pemikiran dan Peradaban Islam(Yogyakarta: Pustaka Book
Publisher, 2007),
hlm.
344-345
[12]
Ibid., hal. 7
[13]Harun
Nasution, Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta: PT
Bulan Bintang, 1992, hlm. 28
[14]Ibid,
hlm. 29
[15]Ibid,
hlm. 30
[16]Ibid,
hlm. 31
[17]M.Q.
Al-Baqil, ed,. Al-Mukhtar Min Tarikh Al-Jabari, Cairo, Matabi ‘Al-Sya’b, 1958,
hlm. 287
[18]Harun
Nasution, Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta: PT
Bulan Bintang, 1992, hlm. 31-32
[19]Ibid,
hlm. 33
[20]Dedi
Supriyadi, Sejarah Peradapan Islam, Bandung: CV Pustaka Setia, 2016, hlm.
270-271
[21]Philip
K. Hitti, History of the Arabs, Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2002, hlm.
965
[22]Dedi
Supriyadi, Sejarah Peradapan Islam, Bandung: CV Pustaka Setia, 2016, hlm. 274
[23]Ibid,
hlm. 275
[24]Ibid,
hlm. 276
[25]Ira
M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
1999, hlm. 107
[26]Philip
K. Hitti, History of the Arabs, Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2002, hlm.
723-724
[27]Nasution, harun. Pembaharuan dalam islam sejarah pemikiran
dan gerakan. Jakarta: bulan bintang, 1975., hal. 62
[28]Ibid,63
[29]Ibid,65
[30]Ibid,67
[31]Jhon j Donohue dan jhon L
expodio. Islam dan Pembaharuan
Ensiklopedia Masalah-Masalah. Jakarta: PT. Raja grafindo persada., hal. 130
[32]Ibid,131
[33]Ibid,132
[34]Syariati, ali. Ideologi kaum intelektual. Bandung:
Mizan. 1984., hal. 14
[35]Ibid,15
Tidak ada komentar:
Posting Komentar