Minggu, 09 April 2017

Pembaharuan Islam di Timur Tengah (PBA B Semester Genap 2016/2017)




PEMBAHARUAN ISLAM DI TIMUR TENGAH

Muhammad Syarief  Hidayatullah, Ulya Zahrotul Firdaus, Afip Zainurrizal, Finnadia Yahya
Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Arab angkatan 2016 Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

ABSTRAK
Artikel ini ditulis dengan sederhana yang membahas mengenai pembaharuan islam yang terjadi di timur tengah. Pembaharuan merupakan suatu perubahan yang datang dari luar yang ditandai dengan ide-ide modernisasi dan Barat  untuk bangkit  mencapai kemajuan yang berorentasi ke masa depan. Pendudukan Mesir oleh Napoleon Bonaparte pada tahun 1789 dapat dipandang sebagai permulaan ekspansi barat ke timur tengah  di zaman modern. Sehingga pada abad ke-19 muncul para pemikir-pemikir moderat diantaranya Muhammad Abduh yang  memiliki pandangan mundurnya umat islam yaiu jumud, Hasan Al Banna melalui ikhwanul muslimun yaitu partai politik terbesar dan terorganisasi baik di mesir, dan Ali Syariati bahwa dalam  melakukan pembaharuan kita perlu kembali kepada kepribadian sendiri yang masing-masing memiliki gagasan dan usaha untuk membangkitkan kembali  islam dan melawan imperialisme kultural Barat dengan munculnya berbagai gerakan nasionalisme.
Kata kunci: Pembaharuan, Napoleon, Tokoh Pemikir Moderat
ABSTRACT
This article was written with simple discuss the renewal of Islam that occurred in the middle east. Renewal is a change that comes from the outside which is marked by the ideas of modernization and the West to rise progress oriented to the future. The occupation of Egypt by Napoleon Bonaparte in 1789 can be seen as the beginning of the expansion of the middle east to west in modern times. So that in the 19th century appeared thinkers moderate among them Muhammad Abduh had a view of the withdrawal of Muslims yaiu old-fashioned, Hassan al-Banna through the Brotherhood Muslim Brotherhood is the largest political party and organized well in Egypt, and Ali Syariati that the reforms, we need to go back to her own personality, each of which has the ideas and efforts to revive Islam and against Western cultural imperialism with the emergence of various nationalist movements.
Keywords: Renewal, Napoleon, People of Thinkers Moderate


Pengertian Pembaharuan
            Dalam bahasa Indonesia telah dipakai kata modern, modernisasi, modernisme. Modernisme dalam masyarakat barat mengandung arti fikiran, aliran, gerakan, dan usaha merubah faham, adat istiadat lama untuk disesuaikan dengan suasana baru.[1] Selain di negara barat yang terus melakukan pembaharuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, di negara-negara islam pun juga melakukan penyesuaian faham-faham keagamaan islam dengan perkembangan ilmu dan pengetahuan yang ada. Dengan demikian diharapkan umat islam mampu menyikapi perubahan di masa modern ini.
            Ketertinggalan suatu kaum mengantispasi kemajuan dan perubahan dapat menebabkan masyarakat atau golongan tersebut akan semakin ketinggalan jauh ke belakang. Pembaruan yang dianjurkan dalam islam bukanlah suatu pembaruan yang mengarah ke barat-baratan dalam cara berfikir atau melakukan tindakan yang lain yang bertentangan dengan ajaran islam, melainkan yang dimaksud pembaruan dalam pemikiran agama yaitu suatu pembaruan yang dapat menimbulkan reformasi atau perubahan dalam agama.
            Modernisasi atau pembaruan diawali di Eropa dengan industrialisasi dan komersialisasi atau komodifikasi( menjadikan segala sesuatu sebagai komoditas).[2]
Modernisasi merupakan proses yang mengarah pada modernitas atau lebih baru, dimana berawal dari masyarakat yang mulai memiliki sikap ingin tahu mengenai berbagai hal, salah satunya dalam menentukan sebuah pilihan.
            Salah satu keyakinan utama modernisme adalah kemampuan untuk mengendalikan dan mengubah fenomena sosial. Pada abad ke-19 ada keyakinan di dunia barat yang beredar luas akan tidak terletaknya lagi kemajuan dan kekuatan akal manusia. Untuk mengejar ketertinggalan umat islam perlu adanya perubahan pola pikir di kalangan umat islam dari tradisi berpikir konvensional yang jauh tertinggal dari kemajuan zaman diubah menjadi pola pikir yang berorentasi pada kemajuan perkembangan zaman yang dilandasi nilai-nilai islam.

Pemikiran dan Usaha Pembaruan sebelum Periode Modern
            Dalam sejarah islam pemikiran pembaruan telah hadir jauh sebelum masa modern. Gerakan modernisasi dunia islam dilakukan oleh para pembaru muslim. Gerakan pembaruan yang dilakukan para tokoh tersebut bergema di seluruh penjuru dunia islam. Usaha untuk memulihkan kembali kekuatan islam pada umumnya dikenal dengan gerakan modernisasi atau pembaruan di dorong oleh dua faktor yang saling mendukung. Yang pertama pemurnian agama islam seperti gerakan wahabiah dan gerakan sanusiyyah. Kedua, menimba gagasan-gagasan pembaruan dan ilmu pengetahuan dari barat, tercermin dalam pengiriman para pelajar muslimoleh penguasa turki utsmani dan mesir ke negara Eropa untuk menimba ilmu.[3]
            Masalah utama yang dihadapi oleh peradaban islam modern adalah mengatasi kepincangan masyarakat dunia, dimana timur tengah yang merupakan kawasan negara-negara islam menjadi wilayah yang didominasi
            Adapun langkah-langkah untuk mencapai kemajuan umat islam dengan tetap berpegang teguh pada nilai-nilai islam[4]:
1.      Umat islam harus menempa keyakinan, kebenaran, dan kemurnian akidah islam
2.      Umat islam harus menguasai sains dan teknologi yang merupakan kunci untuk menuju keunggulan bangsa
3.      Umat islam harus mencapai kondisi sosial dan ekonomi yang memadai
4.      Uat islam harus menjaga persatuan dan kesatuan umat islam (ukuwah islamiah)
5.      Menyiapkan generasi muda islam yang mampu erpikir jauh ke depan sehingga generasi muda islam mampu menganisipasi perubahan yang ada.


Pendudukan Napoleon dan Pembaharuan di Mesir
            Dalam catatan sejarah mesir pernah di duduki oleh beberapa kerajaan mulai dari fir’aun hingga utsmaniah, pendudukan tersebut menyebabkan mesir jatuh dalam kondisi yang tidak menguntungkan. Kondisi mesir tidak terlepas bahwa mesir pernah menjadi boneka inggris, hampir semua aturan mesir diadopsi dari hukum inggris.
Sejarah menunjukkan bahwa pendudukan mesir oleh Napoleon Bonaparte pada tahun 1798 dipandang sebagai permulaan ekspansi barat ke timur tengah di zaman modern. Tujuan Napoleon datang ke Mesir adalah untuk melakukan serangan pada kerajaan inggris dengan cara memutus jalur komunikasi dengan wilayah timur sehingga ia memiliki daya tawar menguasai dunia.[5]Namun mengalami kekalahan dan menggagalkan ambisi Napoleon di Timur, dan berusaha mengevakuasi pasukan Perancis dari Mesir. Wilayah yang pada saat waktu itu hanya memainkan peranan kecil daam peraturan dunia. Di balik hal tersebut ada tubuh militer Turki berperan dalam pengusiran Napoleon dari Mesir yaitu seorang pejabat yang bernama Muhammad Ali.
            Dalam pertempuran yang terjadi pada tahun 1801 dengan armada inggis, ekspedisi yang dibawa Napoleon meninggalkan mesir pada tanggal 31 Agustus 1801. Napoleon datang ke Mesir bukan hanya membawa tentara namun juga membawa 2 set alat percetakan dengan huruf latin, Arab, Yunani.Ekspedisi itu di lakukan Napoleon bukan hanya untuk kepentingan militer, tapi juga untuk kepentingan ilmiah.Untuk hal tersebut di bentuk suatu lembaga ilmiah yang disebut The Egypte.[6]Disamping itu ada sebuah majalah yang diterbitkan oleh Marc Auriel, seorang penguasa yang ikut dengan ekspedisi Napoleon. Sebelum kedatangan ekspedisi ini orang di mesir tidak kenal pada percetakan dan majalah atau surat kabar.
            Diceritakan bahwa seorang ulama’ dari al azhar bernama Abdul Ar Rahman Al- Jabarti pernah mengunjungi lembaga Egypte  pada tahun 1799. Kesimpulan tentang kunjungan itu ia tulis dengan kata-kata berikut:
            “Saya lihat disana benda-benda dan percobaan-percobaan ganjil yang menghasilkan hal-hal yang besar untuk dapat ditangkap oleh akal, seperti yang ada pada diri kita”.[7]
            Hal tersebut menunjukkan bahwa betapa mundurnya umat islam ketika itu sehingga Napoleon melakukan berbagai pembaruan.
            Kemudian Al-Jabarti mencatat bahwa dia tidak memiliki kebanggaan atas dirinya kecuali keimanannya
            Mesir mengalami pembaruan besar-besaran pada abad ke-19. Pembaruan ini telah memperkenalkan mesir pada kemajuan barat dan juga sistem ekonominya. Bidang pendidikan mendapat perhatian utama dengan dikirimnya pelajar Mesir ke Eropa dan diterjemahkannya literature modern ke dalam bahasa arab. Di samping kemajuan ini, Napoleon juga membawa ide-ide baru yang dihasilkan seperti:
1.      Sistem pemerintahan republik yang dalamnya kepala negara dipilih untuk waktu tertentu, tunduk kepada undang-undang dasar dan bisa dijatuhkan oleh parlemen. Sistem ini berlainan sekali dengan sistem pemerintahan absolute raja-raja islam yang tetap menjadi raja selama ia masih hidup dan kemudian digantikan oleh anaknya.
2.      Ide persamaan (egalite) dalam arti samanya kedudukan dan turut sertanya rakyat dalam soal pemerintahan. Kalau sebelumnya rakyat mesir tak turut serta dalam pemerintahan negara mereka. Napoleon mendirikan suatu badan kenegaraan yang terdiri dari ulama-ulama Al-Azhar dan pemuka-pemuka dalam dunia dagang dari Cairo dan daerah-daerah. Tugas badan ini ialah membuat undang-undang, memelihara ketertiban umum.
3.      Ide kebangsaan yang terkandung dalam maklumat Napoleon bahwa orang perancis merupakan suatu bangsa dan bahwa kaum mamluk adalah orang asing dan asing dan datang ke mesir dari kaukasus.
Hal-hal diatas merupakan beberapa ide yang di bawa Napoleon ke Mesir. Ide-ide yang pada waktu itu belum mempunyai pengaruh yang nyata bagi umatislam di mesir. Namun dalam perkembangan kontak dengan Barat ide-ide trsebut mulai di praktekkan dan berkembang pada abad ke-19. Apapun ekspedisi Napoleon telah membuka mata umat islam mesir akan sebuah kelemahan dan kemunduran sehingga mereka berfikir untuk melakukan perubahan.
Potrret Pemikiran Pembaharu
Adapun tokoh-tokoh yang memiliki gagasan mengenai pembaharuan dan juga melakukan gerakan pembaharuan, diantaranya:
A.    Muhammad Abduh
Muhammad Abduh lahir pada tahun 1849 Masehi atau 1265 Hijriah di sebuah desa Agraris di mesir hilir. Bapaknya bernama Abduh Hasan Hairullah sedangkan ibunya berasal dari Arab. Muhammad Abduh mendapat pendidikan pertamanya di masjid. Setelah pandai membaca dan menulis Muhammad Abduh ikirim ayahnya kepada seorang hafidz untuk belajar Al-qur’an. Pada tahun berikutnya ia melanjutkan pendidikan ke Tanta, di masjid Manawi. Namun, Munhammad Abduh tidak begitu menyukai metode pengajaran disana karena menggunakan metode hafalan hingga akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke tanah kelahirannya dan bersembunyi di rumah pamannya, Muhammad Abduh memutuskan untuk menjadi seorang petani saja.
            Muhammad Abduh berpikir bahwa belajar tidak akan membuahkan hasil dan ia memilih bersembunyi di rumah pamannya selama 3 bulan hingga akhirnya pamannya memaksanya kembali ke Tanta, karena Muhammad Abduh tetap yakin bahwa belajar tidak akan membuahkan hasil Abduh memilih kembali ke tanah kelahirannya dan berniat menjadi petani saja. Di tahun 1865 saat berumur 1 tahun iapun kawin. Tapi nasibnya akan mejadi orang besar akan terealisasikan, Abduh kembali ke Tanta untuk menuntut ilmu kembai setelah 40 hari menikah.          Awalnya saat  Muhammad Abduh mulai menuntut ilmu kembali di Tanta, Abduh enggan membaca buku hingga akhirnya ia mendapat dorongan dari Syekh Darwis dan ia mau membaca buku-buku.[8]
            Setelah selesai menuntut ilmu di Tanta ia melanjutkan studi ke Al-Azhar pada tahun 1866. Disana Muhammad Abduh bertemu dengan Jamaluddin Al-Afghani, dan Muhammad Abduh menjadi muridnya yang paling setia. Di tahun 1877 Muhammad Abduh menyelesaikan studinya di Al-Azhar dan mendapat gelar Alim.[9]
            Muhammad Abduh mulai melakukan upaya pembaharuan pemikiran islam dan mendamaikan islam pada akhir abad ke-19. Muhammad Abduh berpikir ajaran agama Islam perlu di sesuaikan dengan keadaan modern. Penyesuaian itu menurut Abduh perlu di jalankan. Ia melihat bahwa ajaran yang terdapat pada Al-Qur’an dan Hadits mengenai Ibadah sudah jelas, tegas, dan terperinci.
Muhammad Abduh juga percaya tentang pemikiran manusia, bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam kemauan dan perbuatan. Disitu ia menyebutkan bahwa manusia dapat mewujudkan perbuatannya dengan kemauan dan usahanya sendiri tanpa melupakan bahwa masih ada kedudukan yang lebih tinggi lagi diatasnya.
Muhammad Abduh juga berpendapat bahwa umat Islam juga harus mementingkan dan mempelajari ilmu pegetahuan juga mementingkn pendidikan. Sekolah-sekolah modern perlu dilakukan dimana ilmu pengetahuan modern diajarkan di samping pengetahuan agama.
            Pemikiran Muhammad Abduh tentang sebab kemundurun Islam adalah keadaan jumud yang ada dalam umat islam itu sendiri. Jumud ialah keadaan beku, statis, atau tidak ada perubahan sama sekali dalam kalangan umat islam yang tidak mau menerima perubahan.[10]  Untuk menyesuaikan islam dengan masa modern perlu adanya interpretasi baru , perlu di bukanya pintu ijtihad yang selama ini dianggap sudah tertutup. Sedangkan masalah muamalah masih umum sifatnya, hanya merupakan dasar-dasar saja sehingga perlu ijtihad.
            Muhammad Abduh mendudukkan akal pada tingakat yang tinggi, sebagaimana di ajarkan oleh Al-qur’an seperti afala ta’qilun?”tidaklah engakau fikirkan?”. Muhammad Abduh mempunyai faham kebebasan dalam kemauan dan perbuatan. Sekolah-sekolah modern perlu di dirikan disamping ituilmu modern perlu dimasukkan dan diajarkan di Al-Azhar.
Gagasan Muhammad Abduh menimbulkan Pro dan kontra, kalanan yang kontra dengan Abduh berasal dari kalangan ulama’konservatif dan menuduh Abduh sebagai orang yang menyesatkan. Sedangkan kalangan yang pro berasal dari kalangan mahasiswa bahan mereka menjadi penerus pemikiran Abduh.[11]
Pada akhirnya dapat disimpulkan pemikirannya dalam 2 hal penting bagi umat islam, yakni tekanan umum bahwa akal berperan penting dalam islam dan mengemukakan ide-ide dasar islam dengan cara yang sederhana sehingga dimungkinkan diterimanya pengaruh ide-ide baru disamping untuk mencari ilmu pengetahuan modern.
B.     Hasan Al-Banna
Hasan Al-Banna pernah menempuh pendidikan di Lembaga Pendidikan Keguruan, al Banna melanjutkan pendidikannya di Universitas Darul Ulum Kairo.[12] Dia dikenal sebagai mahasiswa yang sangat taat kepada agama. Dia mengawali karirnya sebagai pendidik/guru, tak lama kemudian ia mendirikan Ikhwanul Musimin yang kemudian merupakan salah satu partai politik terbesardan terorganisasi secara baik di Mesir.
Pada masa al-Banna  kebenaran budaya asing mulai terjadi. Dan juga terdengar suara yang menuntut dimulainya usaha penyelarasan kehidupan modern dengan prinsip sebagai titik permulaan Islamisasi.
Dalam usaha memahami gerakan baru yaitu ikhwanul muslimin, pemerintah-pemerintah mengajukan berbagai macam tafsiran. Kelompok-kelompok lainnya menyatakan bahwa gerakan iru merupakan rekasi terhadap tekanan-tekanan politik yang sekarang disadari oleh bangsa-bangsa muslim. Ada baiknya jika beberapa tahun kemudian lahir gerakan islam yang menyerukan kaum muslimin supaya kembali kepada islam dan ajaran-ajarannya. Gerakan itu dibawah organisasi ikhwanul  muslimin.
                        Hasan Al Banna terus berusaha melakukan perubahan dengan didirikannya Ikhwanul Muslimin. Dia berharap melalui lembaga aktivisme tanpa henti dapat membawa perubahan yang baik.
Ikhwanul muslimin dalam anggaran dasarnya menetapkan tujuan perjuangannya antara lain membentuk genrasi baru yang mempelajari islam secara benar. Kepada tujuan tersebut hingga terwujud kehidupan bangsa yang bersumber pada semangat islam dan berdiri diatas pokok-pokok ajarannya,dengan jalan:
a)      Memperkuat budi pekerti luhur
b)      Memperingatkan bahaya sikap yang cenderung kepada cara hidup dalam kesenangan dan kemewahan
c)      Menyebarluaskan pendidikan dan pengajaran serta menjaga baik-baik al-qur’anul karim
d)     Mendirikan yayasan-yayasan yang menguntungkan segi-segi ekonomi dan spiritual umat islam
e)      Membrantas penyakit masyarakat seperti narkotika, minuman keras, dan perjudian
f)       Mendorong dan mengatur amal kebaikan
g)      Memperkokoh ikatan persaudaraan diantara semua bangsa pemeluk agama islam
h)      Menumbuhkan semangat saling bantu
i)        Memperkuat jiwa yang sportif dan sehat di kalangan pemuda
Itulah ajaran-ajaran dan prinsip terpenting ikhwanul muslimin. Penyebarluasan prinsip tersebut ternyata berhasil baik karena semuanya itu merupakan kebenaran yang dikumandangkan dalam suatu zaman dimana banyak pemuda yang sesat dan membutuhkan pimpinan yang mamp memberikan tuntunan.[13]
 Imam Hasan Al-Banna mengatakan rukun baiat dalam ikhwaul muslimin ada sepuluh yaitu al fahm (pemahaman), Al-ikhlas(keikhlasan), Al-‘amal (amal), Al-jihad (jihad), At-tadhiah (pengorbanan), At-tha’ah (ketaatan), Ats-tsabat (kekokohan), At-tajarrud (pengosongan), al-ukhuwah (persaudaraan), Ats-tsiqah (kepercayaan).[14]
            Imam Hasan Al-Banna mendahulukan rukun al-fahm karena sangat penting bagi kita ketahui jika kita analogikan dengan berbagai profesi bahwa sebelum melakukan tindakan ad baiknya jika kita berfikir dan memahami suatu konteks tersebut. Berdasarkan analogi-analogi yang ada seorang akan lebih mudah menyampaikan apa yang ia yakini sesuai dengan prinsip untuk memberi suatu pemahaman terhadap orang lain.
C.    Ali Syari’ati
Ali Syari’ati adalah salah satu tokoh pembaharu yang begitu dihormati karena beberapa karyanya dibidang sosiologi Islam. Ali Syari’ati di Kahak, Razavi Khorasan, 23 November 1933.Ali Syari’ati dikenal dengan julukan Ulul Albab. Banyak orang mengartikan ulil albab sebaga “orang-orang yang berakal”.
Pada diri Syari’ati terlihat sifat-sifat Ulil Albab. Ali Syari’ati menjadikan ayahynya sebagai tokoh ulil albab baginya, ia mendapat banyak pelajaran dari ayahynya. Ayah Syari’ati mulai mengenalkannya dengan membaca buku dan mengajarkan bagaimana seni berpikr dan seni memanusia.
Gairah Ali dalam menuntut ilmu membuatnya tidak hanya belajar di dalam kelas atau di sekolah saja. Diluar sekolah ia belajar bahasa Arab dan bahasa Perancis. Ali Syari’ati juga aktif dalam menulis buku-buku filsafat. Sebagai intelektual, Ali Syari’ati mulai meltih dirinya terjun ke masyarakat. Ia mencoba mengajar di berbagai madrasah.
Pada tahun 1960, ia berangkat ke Perancis untuk melakukan studi sosiologi, Syari’ati melakukan studi di Perancis selama empat tahun dan kembali ke Teheran dengan gelar doktor bersama dengan seorang istri dan dua orang anaknya. Syari’ati juga diterima sebagai pengajar di Universitas Masyhad. Metode mengajarnya yang baik membuat menarik ribuan mahasiswanya.
Syari’ati banyak melahirkan gagasan-gagasan yang cemerlang bisa kita sebut dengan sebuah teori. Teori Syari’ati memberikan perpekstif untuk memandang dalam menyelesaikan masalah dengan cara yang baru[15] yang dimana teori itu bukanlah teori Universitas. Pihak Universitas menganggap kuliah-kuliah Syari’ati sebagai hasutan, hingga ia terpaksa memberhenikan kuliahnya dan kembali ke Teheran. Ia tidak lagi berbicara dengan kaum intelektual, Syari’ati mendekam dipenjara selama 15 bulan.
Setelah keluar dari penjara Ali Syari’ati, ia hidup denga  kehidupan yang bergejolak. Ia tidak ingin hanya diam saja, ia berusaha terus melakukan sebuah pembaruan-pembaruan. Ia mengeluarkan sebuah gagasan tentang “Ideologi Islam”. Bukan Islam sebagai ajaran aqidah atau sistem kepercayaan masyarakat melainkan Islam sebagai ideologi atau keyakinan yang menimbulkan kesadaran.
Dalam kebudayaan dan ideologi Syari’ati mengisahkan orang-orang yang bukan ilmuwan, bukan filosof, bukan teknolog, tapi mampu menangkap kesadaran “diri manusiawi”, hikmah yang sanggup membetuk kebudayaan dan peradaban dengan menjadi dirinya sendiri[16].
Agama sebagai ideologi bukanlah agama yang mempertahankan, tetapi yang memberikan arah kepada bangsa untuk mencapai apa yang dicita-citakannya dalam darimana kita mesti mulai ia ukan saja menegaskan betapa pentingnya aum intelektual muslim menghubungkan dirinya dengan massa.
Syari’ati menulis dan berbicara dengan rasio dan emosi sekaligus ia tidak bisa netral pernataannya tidak selalu informatif tadi jga persuasif banyak orang yang terilhami/tersadar dari pembicaraannya. Banyak juga orang yang salah mengerti, mungkin disitulah letak kebesaran Syari’ati.

DAFTAR PUSTAKA
Aen Nurul, 2008, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Setia
Amin Ahmad, 1991, Islam dari Masa ke Masa, Bandung: PT Remaja Rusda Karya
Cooper John , Netler Ronald, Mohmoud Muhammad, 2000, Pemikiran Islam, Jakarta: Erlangga
Hitti Phillip K, 2006, History Of The Arabs, Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta
John Donohue, John Esposito, 1995, Islam dan Pembaharuan, Jakarta: Raja Gravindo Persada
Mufrodi Ali, 1997, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta: Logos
Muhammad Thahan Mustafa, 2007, Pemikiran Moderat Hasan Al Banna, Bandung: Harakatuna
Nasution Harun, 1996, Pembaharuan dalam Islam, Jakarta: PT Bulan Bintang
Rahmat Jalaludin, 1984, Ideologi kaum Intelektual, Bandung: Mizan
Taufiq Ahmad Huda Dimyati, Maunah Binti, 2005, Sejarah Pemikiran dan Tokoh Modernisme Islam, Jakarta: PT Gravindo Persada
Tibbi Bassam, 1994, Krisis Peradaban Islam Modern, Yogyakarta: Tiara  Wacana Yogya
Catatan:
1.      Kelompok ini berjumlah empat orang, tapi makalahnya sangat minimalis.
2.      Penulisan footnote dan daftar pustaka SALAH.
3.      Perujukan masih sangat belum maksimal.
4.      Pendahuluan dan Penutup TIDAK ADA.
5.      Abstrak bahasa Inggris dulu baru bahasa Indonesia.


[1]Nasution Harun, 1996, Pembaharuan dalam Islam, Jakarta: PT Bulan Bintang. Hlm 11
[2] Cooper John, Nettler Ronald L, Mahmoud Mohammed, 2002, Pemikiran Islam, Jakarta: Erlangga. Hlm xii
[3] Amin Samsul Munir, 2016, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah. Hlm 359,360
[4] Taufiq Ahmad, Huda M. Dimyati, Maunah Binti, 2005,  Sejarah Pemikiran dan Tokoh Modernisme Islam
[5]Hitti Philip K, 2006, History of the Arabs, Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta. Hlm  924
[6] Nasution Harun, 1996, Pembaharuan dalam Islam, Jakarta: PT Bulan Bintang, hlm. 30
[7]Ibid, hlm 31
[8]Taufik Akhmad, Huda Dimyati, Maunah Binti, 2005, Sejarah Pemikiran dan Tokoh Modernisme Islam, Jakarta: PT  Raja Gravindo Persada, hlm. 94
[9] Nasution Harun, 1996, Pembaharuan dalam Islam, Jakarta: PT Bulan Bintang, hlm. 61
[10] Mufrodi Ali, 1997, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta: Logos, hlm. 160
[11] Taufik Akhmad, Huda Dimyati, Maunah Binti, 2005, Sejarah Pemikiran dan Tokoh Modenisme Islam, Jakarta: PT Raja Gravindo
[12] John J. Donohue, John L. Esposito, 1995, Islam dan Pembaharuan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
[13] Amin Ahmad, 1991, Islam dari Masa ke Masa, Bandung: Remaja Rusda Karya of Set, hlm.206-210
[14]Muhammad Thahan Mustafa, 2007, Pemikiran Moderat Hasan Al Banna, Bandung: Harakatuna
[15]Rahmat Jalaluddin, 1984, Ideologi Kaum Intelektual, Bandung:Mizan. Hlm 22
[16]Ibid, hlm 24

1 komentar: