PEMBAHARUAN
ISLAM DI TIMUR TENGAH
Muhammad
Syarief Hidayatullah, Ulya Zahrotul Firdaus,
Afip Zainurrizal, Finnadia Yahya
Mahasiswa
Jurusan Pendidikan Bahasa Arab angkatan 2016 Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim
ABSTRAK
Artikel
ini ditulis dengan sederhana yang membahas mengenai pembaharuan islam yang
terjadi di timur tengah. Pembaharuan merupakan suatu perubahan yang datang dari
luar yang ditandai dengan ide-ide modernisasi dan Barat untuk bangkit
mencapai kemajuan yang berorentasi ke masa depan. Pendudukan Mesir oleh
Napoleon Bonaparte pada tahun 1789 dapat dipandang sebagai permulaan ekspansi
barat ke timur tengah di zaman modern. Sehingga
pada abad ke-19 muncul para pemikir-pemikir moderat diantaranya Muhammad Abduh
yang memiliki pandangan mundurnya umat
islam yaiu jumud, Hasan Al Banna melalui ikhwanul muslimun yaitu partai politik
terbesar dan terorganisasi baik di mesir, dan Ali Syariati bahwa dalam melakukan pembaharuan kita perlu kembali
kepada kepribadian sendiri yang masing-masing memiliki gagasan dan usaha untuk
membangkitkan kembali islam dan melawan
imperialisme kultural Barat dengan munculnya berbagai gerakan nasionalisme.
Kata
kunci: Pembaharuan, Napoleon, Tokoh Pemikir Moderat
ABSTRACT
This
article was written with simple discuss the renewal of Islam that occurred in
the middle east. Renewal is a change that comes from the outside which is
marked by the ideas of modernization and the West to rise progress oriented to
the future. The occupation of Egypt by Napoleon Bonaparte in 1789 can be seen
as the beginning of the expansion of the middle east to west in modern times.
So that in the 19th century appeared thinkers moderate among them Muhammad Abduh
had a view of the withdrawal of Muslims yaiu old-fashioned, Hassan al-Banna
through the Brotherhood Muslim Brotherhood is the largest political party and
organized well in Egypt, and Ali Syariati that the reforms, we need to go back
to her own personality, each of which has the ideas and efforts to revive Islam
and against Western cultural imperialism with the emergence of various
nationalist movements.
Keywords:
Renewal, Napoleon, People of Thinkers Moderate
Pengertian
Pembaharuan
Dalam bahasa Indonesia telah dipakai
kata modern, modernisasi, modernisme. Modernisme dalam masyarakat barat
mengandung arti fikiran, aliran, gerakan, dan usaha merubah faham, adat
istiadat lama untuk disesuaikan dengan suasana baru.[1]
Selain di negara barat yang terus melakukan pembaharuan dalam bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi, di negara-negara islam pun juga melakukan
penyesuaian faham-faham keagamaan islam dengan perkembangan ilmu dan
pengetahuan yang ada. Dengan demikian diharapkan umat islam mampu menyikapi perubahan
di masa modern ini.
Ketertinggalan suatu kaum
mengantispasi kemajuan dan perubahan dapat menebabkan masyarakat atau golongan
tersebut akan semakin ketinggalan jauh ke belakang. Pembaruan yang dianjurkan
dalam islam bukanlah suatu pembaruan yang mengarah ke barat-baratan dalam cara
berfikir atau melakukan tindakan yang lain yang bertentangan dengan ajaran
islam, melainkan yang dimaksud pembaruan dalam pemikiran agama yaitu suatu
pembaruan yang dapat menimbulkan reformasi atau perubahan dalam agama.
Modernisasi atau
pembaruan diawali di Eropa dengan industrialisasi dan komersialisasi atau
komodifikasi( menjadikan segala sesuatu sebagai komoditas).[2]
Modernisasi merupakan proses yang mengarah pada modernitas atau
lebih baru, dimana berawal dari masyarakat yang mulai memiliki sikap ingin tahu
mengenai berbagai hal, salah satunya dalam menentukan sebuah pilihan.
Salah satu
keyakinan utama modernisme adalah kemampuan untuk mengendalikan dan mengubah
fenomena sosial. Pada abad ke-19 ada keyakinan di dunia barat yang beredar luas
akan tidak terletaknya lagi kemajuan dan kekuatan akal manusia. Untuk mengejar
ketertinggalan umat islam perlu adanya perubahan pola pikir di kalangan umat
islam dari tradisi berpikir konvensional yang jauh tertinggal dari kemajuan
zaman diubah menjadi pola pikir yang berorentasi pada kemajuan perkembangan
zaman yang dilandasi nilai-nilai islam.
Pemikiran dan Usaha Pembaruan sebelum Periode Modern
Dalam sejarah
islam pemikiran pembaruan telah hadir jauh sebelum masa modern. Gerakan
modernisasi dunia islam dilakukan oleh para pembaru muslim. Gerakan pembaruan
yang dilakukan para tokoh tersebut bergema di seluruh penjuru dunia islam.
Usaha untuk memulihkan kembali kekuatan islam pada umumnya dikenal dengan
gerakan modernisasi atau pembaruan di dorong oleh dua faktor yang saling
mendukung. Yang pertama pemurnian agama islam seperti gerakan wahabiah dan
gerakan sanusiyyah. Kedua, menimba gagasan-gagasan pembaruan dan ilmu
pengetahuan dari barat, tercermin dalam pengiriman para pelajar muslimoleh
penguasa turki utsmani dan mesir ke negara Eropa untuk menimba ilmu.[3]
Masalah utama yang
dihadapi oleh peradaban islam modern adalah mengatasi kepincangan masyarakat
dunia, dimana timur tengah yang merupakan kawasan negara-negara islam menjadi wilayah
yang didominasi
Adapun
langkah-langkah untuk mencapai kemajuan umat islam dengan tetap berpegang teguh
pada nilai-nilai islam[4]:
1.
Umat islam
harus menempa keyakinan, kebenaran, dan kemurnian akidah islam
2.
Umat islam
harus menguasai sains dan teknologi yang merupakan kunci untuk menuju
keunggulan bangsa
3.
Umat islam
harus mencapai kondisi sosial dan ekonomi yang memadai
4.
Uat islam harus
menjaga persatuan dan kesatuan umat islam (ukuwah islamiah)
5.
Menyiapkan generasi
muda islam yang mampu erpikir jauh ke depan sehingga generasi muda islam mampu
menganisipasi perubahan yang ada.
Pendudukan
Napoleon dan Pembaharuan di Mesir
Dalam catatan
sejarah mesir pernah di duduki oleh beberapa kerajaan mulai dari fir’aun hingga
utsmaniah, pendudukan tersebut menyebabkan mesir jatuh dalam kondisi yang tidak
menguntungkan. Kondisi mesir tidak terlepas bahwa mesir pernah menjadi boneka
inggris, hampir semua aturan mesir diadopsi dari hukum inggris.
Sejarah menunjukkan bahwa pendudukan mesir oleh Napoleon Bonaparte
pada tahun 1798 dipandang sebagai permulaan ekspansi barat ke timur tengah di
zaman modern. Tujuan Napoleon datang ke Mesir adalah untuk melakukan serangan
pada kerajaan inggris dengan cara memutus jalur komunikasi dengan wilayah timur
sehingga ia memiliki daya tawar menguasai dunia.[5]Namun
mengalami kekalahan dan menggagalkan ambisi Napoleon di Timur, dan berusaha
mengevakuasi pasukan Perancis dari Mesir. Wilayah yang pada saat waktu itu
hanya memainkan peranan kecil daam peraturan dunia. Di balik hal tersebut ada
tubuh militer Turki berperan dalam pengusiran Napoleon dari Mesir yaitu seorang
pejabat yang bernama Muhammad Ali.
Dalam pertempuran yang terjadi pada
tahun 1801 dengan armada inggis, ekspedisi yang dibawa Napoleon meninggalkan
mesir pada tanggal 31 Agustus 1801. Napoleon datang ke Mesir bukan hanya
membawa tentara namun juga membawa 2 set alat percetakan dengan huruf latin,
Arab, Yunani.Ekspedisi itu di lakukan Napoleon bukan hanya untuk kepentingan
militer, tapi juga untuk kepentingan ilmiah.Untuk hal tersebut di bentuk suatu
lembaga ilmiah yang disebut The Egypte.[6]Disamping
itu ada sebuah majalah yang diterbitkan oleh Marc Auriel, seorang penguasa yang
ikut dengan ekspedisi Napoleon. Sebelum kedatangan ekspedisi ini orang di mesir
tidak kenal pada percetakan dan majalah atau surat kabar.
Diceritakan bahwa
seorang ulama’ dari al azhar bernama Abdul Ar Rahman Al- Jabarti pernah
mengunjungi lembaga Egypte pada tahun
1799. Kesimpulan tentang kunjungan itu ia tulis dengan kata-kata berikut:
“Saya lihat disana
benda-benda dan percobaan-percobaan ganjil yang menghasilkan hal-hal yang besar
untuk dapat ditangkap oleh akal, seperti yang ada pada diri kita”.[7]
Hal tersebut
menunjukkan bahwa betapa mundurnya umat islam ketika itu sehingga Napoleon
melakukan berbagai pembaruan.
Kemudian
Al-Jabarti mencatat bahwa dia tidak memiliki kebanggaan atas dirinya kecuali
keimanannya
Mesir mengalami pembaruan
besar-besaran pada abad ke-19. Pembaruan ini telah memperkenalkan mesir pada
kemajuan barat dan juga sistem ekonominya. Bidang pendidikan mendapat perhatian
utama dengan dikirimnya pelajar Mesir ke Eropa dan diterjemahkannya literature
modern ke dalam bahasa arab. Di samping kemajuan ini, Napoleon juga membawa
ide-ide baru yang dihasilkan seperti:
1.
Sistem
pemerintahan republik yang dalamnya kepala negara dipilih untuk waktu tertentu,
tunduk kepada undang-undang dasar dan bisa dijatuhkan oleh parlemen. Sistem ini
berlainan sekali dengan sistem pemerintahan absolute raja-raja islam yang tetap
menjadi raja selama ia masih hidup dan kemudian digantikan oleh anaknya.
2.
Ide persamaan (egalite)
dalam arti samanya kedudukan dan turut sertanya rakyat dalam soal pemerintahan.
Kalau sebelumnya rakyat mesir tak turut serta dalam pemerintahan negara mereka.
Napoleon mendirikan suatu badan kenegaraan yang terdiri dari ulama-ulama
Al-Azhar dan pemuka-pemuka dalam dunia dagang dari Cairo dan daerah-daerah.
Tugas badan ini ialah membuat undang-undang, memelihara ketertiban umum.
3.
Ide kebangsaan
yang terkandung dalam maklumat Napoleon bahwa orang perancis merupakan suatu
bangsa dan bahwa kaum mamluk adalah orang asing dan asing dan datang ke mesir
dari kaukasus.
Hal-hal diatas merupakan beberapa ide yang di bawa Napoleon ke
Mesir. Ide-ide yang pada waktu itu belum mempunyai pengaruh yang nyata bagi
umatislam di mesir. Namun dalam perkembangan kontak dengan Barat ide-ide
trsebut mulai di praktekkan dan berkembang pada abad ke-19. Apapun ekspedisi
Napoleon telah membuka mata umat islam mesir akan sebuah kelemahan dan
kemunduran sehingga mereka berfikir untuk melakukan perubahan.
Potrret
Pemikiran Pembaharu
Adapun
tokoh-tokoh yang memiliki gagasan mengenai pembaharuan dan juga melakukan
gerakan pembaharuan, diantaranya:
A.
Muhammad
Abduh
Muhammad Abduh lahir pada tahun 1849 Masehi atau 1265 Hijriah di
sebuah desa Agraris di mesir hilir. Bapaknya bernama Abduh Hasan Hairullah
sedangkan ibunya berasal dari Arab. Muhammad Abduh mendapat pendidikan
pertamanya di masjid. Setelah pandai membaca dan menulis Muhammad Abduh ikirim
ayahnya kepada seorang hafidz untuk belajar Al-qur’an. Pada tahun berikutnya ia
melanjutkan pendidikan ke Tanta, di masjid Manawi. Namun, Munhammad Abduh tidak
begitu menyukai metode pengajaran disana karena menggunakan metode hafalan
hingga akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke tanah kelahirannya dan
bersembunyi di rumah pamannya, Muhammad Abduh memutuskan untuk menjadi seorang
petani saja.
Muhammad Abduh berpikir bahwa
belajar tidak akan membuahkan hasil dan ia memilih bersembunyi di rumah
pamannya selama 3 bulan hingga akhirnya pamannya memaksanya kembali ke Tanta,
karena Muhammad Abduh tetap yakin bahwa belajar tidak akan membuahkan hasil
Abduh memilih kembali ke tanah kelahirannya dan berniat menjadi petani saja. Di
tahun 1865 saat berumur 1 tahun iapun kawin. Tapi nasibnya akan mejadi orang
besar akan terealisasikan, Abduh kembali ke Tanta untuk menuntut ilmu kembai
setelah 40 hari menikah. Awalnya
saat Muhammad Abduh mulai menuntut ilmu
kembali di Tanta, Abduh enggan membaca buku hingga akhirnya ia mendapat
dorongan dari Syekh Darwis dan ia mau membaca buku-buku.[8]
Setelah selesai menuntut ilmu di
Tanta ia melanjutkan studi ke Al-Azhar pada tahun 1866. Disana Muhammad Abduh
bertemu dengan Jamaluddin Al-Afghani, dan Muhammad Abduh menjadi muridnya yang
paling setia. Di tahun 1877 Muhammad Abduh menyelesaikan studinya di Al-Azhar
dan mendapat gelar Alim.[9]
Muhammad Abduh mulai melakukan upaya
pembaharuan pemikiran islam dan mendamaikan islam pada akhir abad ke-19. Muhammad
Abduh berpikir ajaran agama Islam perlu di sesuaikan dengan keadaan modern.
Penyesuaian itu menurut Abduh perlu di jalankan. Ia melihat bahwa ajaran yang
terdapat pada Al-Qur’an dan Hadits mengenai Ibadah sudah jelas, tegas, dan
terperinci.
Muhammad Abduh juga percaya tentang pemikiran manusia, bahwa
manusia mempunyai kebebasan dalam kemauan dan perbuatan. Disitu ia menyebutkan
bahwa manusia dapat mewujudkan perbuatannya dengan kemauan dan usahanya sendiri
tanpa melupakan bahwa masih ada kedudukan yang lebih tinggi lagi diatasnya.
Muhammad Abduh juga berpendapat bahwa umat Islam juga harus
mementingkan dan mempelajari ilmu pegetahuan juga mementingkn pendidikan.
Sekolah-sekolah modern perlu dilakukan dimana ilmu pengetahuan modern diajarkan
di samping pengetahuan agama.
Pemikiran Muhammad Abduh tentang
sebab kemundurun Islam adalah keadaan jumud yang ada dalam umat islam itu sendiri.
Jumud ialah keadaan beku, statis, atau tidak ada perubahan sama sekali dalam
kalangan umat islam yang tidak mau menerima perubahan.[10] Untuk menyesuaikan islam dengan masa modern
perlu adanya interpretasi baru , perlu di bukanya pintu ijtihad yang selama ini
dianggap sudah tertutup. Sedangkan masalah muamalah masih umum sifatnya, hanya
merupakan dasar-dasar saja sehingga perlu ijtihad.
Muhammad Abduh mendudukkan akal pada
tingakat yang tinggi, sebagaimana di ajarkan oleh Al-qur’an seperti afala
ta’qilun?”tidaklah engakau fikirkan?”. Muhammad Abduh mempunyai faham
kebebasan dalam kemauan dan perbuatan. Sekolah-sekolah modern perlu di dirikan disamping
ituilmu modern perlu dimasukkan dan diajarkan di Al-Azhar.
Gagasan Muhammad Abduh menimbulkan Pro dan kontra, kalanan yang
kontra dengan Abduh berasal dari kalangan ulama’konservatif dan menuduh Abduh
sebagai orang yang menyesatkan. Sedangkan kalangan yang pro berasal dari
kalangan mahasiswa bahan mereka menjadi penerus pemikiran Abduh.[11]
Pada akhirnya dapat disimpulkan pemikirannya dalam 2 hal penting
bagi umat islam, yakni tekanan umum bahwa akal berperan penting dalam islam dan
mengemukakan ide-ide dasar islam dengan cara yang sederhana sehingga
dimungkinkan diterimanya pengaruh ide-ide baru disamping untuk mencari ilmu
pengetahuan modern.
B.
Hasan
Al-Banna
Hasan Al-Banna pernah menempuh pendidikan di Lembaga Pendidikan
Keguruan, al Banna melanjutkan pendidikannya di Universitas Darul Ulum Kairo.[12]
Dia dikenal sebagai mahasiswa yang sangat taat kepada agama. Dia mengawali
karirnya sebagai pendidik/guru, tak lama kemudian ia mendirikan Ikhwanul
Musimin yang kemudian merupakan salah satu partai politik terbesardan
terorganisasi secara baik di Mesir.
Pada masa al-Banna kebenaran
budaya asing mulai terjadi. Dan juga terdengar suara yang menuntut dimulainya
usaha penyelarasan kehidupan modern dengan prinsip sebagai titik permulaan
Islamisasi.
Dalam usaha memahami gerakan baru yaitu ikhwanul muslimin,
pemerintah-pemerintah mengajukan berbagai macam tafsiran. Kelompok-kelompok
lainnya menyatakan bahwa gerakan iru merupakan rekasi terhadap tekanan-tekanan
politik yang sekarang disadari oleh bangsa-bangsa muslim. Ada baiknya jika
beberapa tahun kemudian lahir gerakan islam yang menyerukan kaum muslimin
supaya kembali kepada islam dan ajaran-ajarannya. Gerakan itu dibawah
organisasi ikhwanul muslimin.
Hasan Al Banna terus
berusaha melakukan perubahan dengan didirikannya Ikhwanul Muslimin. Dia
berharap melalui lembaga aktivisme tanpa henti dapat membawa perubahan yang
baik.
Ikhwanul muslimin dalam anggaran dasarnya menetapkan tujuan
perjuangannya antara lain membentuk genrasi baru yang mempelajari islam secara
benar. Kepada tujuan tersebut hingga terwujud kehidupan bangsa yang bersumber
pada semangat islam dan berdiri diatas pokok-pokok ajarannya,dengan jalan:
a)
Memperkuat budi
pekerti luhur
b)
Memperingatkan
bahaya sikap yang cenderung kepada cara hidup dalam kesenangan dan kemewahan
c)
Menyebarluaskan
pendidikan dan pengajaran serta menjaga baik-baik al-qur’anul karim
d)
Mendirikan
yayasan-yayasan yang menguntungkan segi-segi ekonomi dan spiritual umat islam
e)
Membrantas
penyakit masyarakat seperti narkotika, minuman keras, dan perjudian
f)
Mendorong dan
mengatur amal kebaikan
g)
Memperkokoh
ikatan persaudaraan diantara semua bangsa pemeluk agama islam
h)
Menumbuhkan
semangat saling bantu
i)
Memperkuat jiwa
yang sportif dan sehat di kalangan pemuda
Itulah
ajaran-ajaran dan prinsip terpenting ikhwanul muslimin. Penyebarluasan prinsip
tersebut ternyata berhasil baik karena semuanya itu merupakan kebenaran yang
dikumandangkan dalam suatu zaman dimana banyak pemuda yang sesat dan
membutuhkan pimpinan yang mamp memberikan tuntunan.[13]
Imam Hasan Al-Banna
mengatakan rukun baiat dalam ikhwaul muslimin ada sepuluh yaitu al fahm
(pemahaman), Al-ikhlas(keikhlasan), Al-‘amal (amal), Al-jihad (jihad),
At-tadhiah (pengorbanan), At-tha’ah (ketaatan), Ats-tsabat (kekokohan),
At-tajarrud (pengosongan), al-ukhuwah (persaudaraan), Ats-tsiqah (kepercayaan).[14]
Imam Hasan Al-Banna mendahulukan
rukun al-fahm karena sangat penting bagi kita ketahui jika kita analogikan
dengan berbagai profesi bahwa sebelum melakukan tindakan ad baiknya jika kita
berfikir dan memahami suatu konteks tersebut. Berdasarkan analogi-analogi yang
ada seorang akan lebih mudah menyampaikan apa yang ia yakini sesuai dengan
prinsip untuk memberi suatu pemahaman terhadap orang lain.
C.
Ali
Syari’ati
Ali
Syari’ati adalah salah satu tokoh pembaharu yang begitu dihormati karena
beberapa karyanya dibidang sosiologi Islam. Ali Syari’ati di Kahak, Razavi
Khorasan, 23 November 1933.Ali Syari’ati dikenal dengan julukan Ulul Albab.
Banyak orang mengartikan ulil albab sebaga “orang-orang yang berakal”.
Pada
diri Syari’ati terlihat sifat-sifat Ulil Albab. Ali Syari’ati menjadikan
ayahynya sebagai tokoh ulil albab baginya, ia mendapat banyak pelajaran dari
ayahynya. Ayah Syari’ati mulai mengenalkannya dengan membaca buku dan
mengajarkan bagaimana seni berpikr dan seni memanusia.
Gairah
Ali dalam menuntut ilmu membuatnya tidak hanya belajar di dalam kelas atau di
sekolah saja. Diluar sekolah ia belajar bahasa Arab dan bahasa Perancis. Ali
Syari’ati juga aktif dalam menulis buku-buku filsafat. Sebagai intelektual, Ali
Syari’ati mulai meltih dirinya terjun ke masyarakat. Ia mencoba mengajar di
berbagai madrasah.
Pada
tahun 1960, ia berangkat ke Perancis untuk melakukan studi sosiologi, Syari’ati
melakukan studi di Perancis selama empat tahun dan kembali ke Teheran dengan
gelar doktor bersama dengan seorang istri dan dua orang anaknya. Syari’ati juga
diterima sebagai pengajar di Universitas Masyhad. Metode mengajarnya yang baik
membuat menarik ribuan mahasiswanya.
Syari’ati
banyak melahirkan gagasan-gagasan yang cemerlang bisa kita sebut dengan sebuah
teori. Teori Syari’ati memberikan perpekstif untuk memandang dalam
menyelesaikan masalah dengan cara yang baru[15]
yang dimana teori itu bukanlah teori Universitas. Pihak Universitas menganggap
kuliah-kuliah Syari’ati sebagai hasutan, hingga ia terpaksa memberhenikan
kuliahnya dan kembali ke Teheran. Ia tidak lagi berbicara dengan kaum
intelektual, Syari’ati mendekam dipenjara selama 15 bulan.
Setelah
keluar dari penjara Ali Syari’ati, ia hidup denga kehidupan yang bergejolak. Ia tidak ingin
hanya diam saja, ia berusaha terus melakukan sebuah pembaruan-pembaruan. Ia
mengeluarkan sebuah gagasan tentang “Ideologi Islam”. Bukan Islam sebagai
ajaran aqidah atau sistem kepercayaan masyarakat melainkan Islam sebagai
ideologi atau keyakinan yang menimbulkan kesadaran.
Dalam
kebudayaan dan ideologi Syari’ati mengisahkan orang-orang yang bukan ilmuwan,
bukan filosof, bukan teknolog, tapi mampu menangkap kesadaran “diri manusiawi”,
hikmah yang sanggup membetuk kebudayaan dan peradaban dengan menjadi dirinya
sendiri[16].
Agama
sebagai ideologi bukanlah agama yang mempertahankan, tetapi yang memberikan
arah kepada bangsa untuk mencapai apa yang dicita-citakannya dalam darimana
kita mesti mulai ia ukan saja menegaskan betapa pentingnya aum intelektual
muslim menghubungkan dirinya dengan massa.
Syari’ati
menulis dan berbicara dengan rasio dan emosi sekaligus ia tidak bisa netral
pernataannya tidak selalu informatif tadi jga persuasif banyak orang yang
terilhami/tersadar dari pembicaraannya. Banyak juga orang yang salah mengerti,
mungkin disitulah letak kebesaran Syari’ati.
DAFTAR
PUSTAKA
Aen
Nurul, 2008, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Setia
Amin
Ahmad, 1991, Islam dari Masa ke Masa, Bandung: PT Remaja Rusda Karya
Hitti
Phillip K, 2006, History Of The Arabs, Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta
John
Donohue, John Esposito, 1995, Islam dan Pembaharuan, Jakarta: Raja Gravindo
Persada
Mufrodi
Ali, 1997, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta: Logos
Muhammad
Thahan Mustafa, 2007, Pemikiran Moderat Hasan Al Banna, Bandung: Harakatuna
Nasution
Harun, 1996, Pembaharuan dalam Islam, Jakarta: PT Bulan Bintang
Rahmat
Jalaludin, 1984, Ideologi kaum Intelektual, Bandung: Mizan
Taufiq
Ahmad Huda Dimyati, Maunah Binti, 2005, Sejarah Pemikiran dan Tokoh Modernisme
Islam, Jakarta: PT Gravindo Persada
Tibbi
Bassam, 1994, Krisis Peradaban Islam Modern, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya
Catatan:
1.
Kelompok ini
berjumlah empat orang, tapi makalahnya sangat minimalis.
2.
Penulisan
footnote dan daftar pustaka SALAH.
3.
Perujukan masih
sangat belum maksimal.
4.
Pendahuluan dan
Penutup TIDAK ADA.
5.
Abstrak bahasa
Inggris dulu baru bahasa Indonesia.
[1]Nasution Harun,
1996, Pembaharuan dalam Islam, Jakarta: PT Bulan Bintang. Hlm 11
[2] Cooper John,
Nettler Ronald L, Mahmoud Mohammed, 2002, Pemikiran Islam, Jakarta: Erlangga.
Hlm xii
[3] Amin
Samsul Munir, 2016, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah. Hlm 359,360
[4] Taufiq
Ahmad, Huda M. Dimyati, Maunah Binti, 2005,
Sejarah Pemikiran dan Tokoh Modernisme Islam
[5]Hitti Philip K,
2006, History of the Arabs, Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta. Hlm 924
[6] Nasution
Harun, 1996, Pembaharuan dalam Islam, Jakarta: PT Bulan Bintang, hlm. 30
[8]Taufik Akhmad,
Huda Dimyati, Maunah Binti, 2005, Sejarah Pemikiran dan Tokoh Modernisme Islam,
Jakarta: PT Raja Gravindo Persada, hlm.
94
[9] Nasution
Harun, 1996, Pembaharuan dalam Islam, Jakarta: PT Bulan Bintang, hlm. 61
[10] Mufrodi Ali,
1997, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta: Logos, hlm. 160
[11] Taufik Akhmad,
Huda Dimyati, Maunah Binti, 2005, Sejarah Pemikiran dan Tokoh Modenisme Islam,
Jakarta: PT Raja Gravindo
[12] John J.
Donohue, John L. Esposito, 1995, Islam dan Pembaharuan, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada
[13] Amin
Ahmad, 1991, Islam dari Masa ke Masa, Bandung: Remaja Rusda Karya of Set,
hlm.206-210
[14]Muhammad
Thahan Mustafa, 2007, Pemikiran Moderat Hasan Al Banna, Bandung: Harakatuna
[15]Rahmat
Jalaluddin, 1984, Ideologi Kaum Intelektual, Bandung:Mizan. Hlm 22
[16]Ibid, hlm 24
keren
BalasHapus