Minggu, 09 April 2017

Islam di Indonesia (PBA A Semester Genap 2016/2017)



Islam di Indonesia

Atiqur Rahman, Imam Zainudin, Mar’atus Sholihah, Nihayatus Sa’adah

Mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab Kelas A Angkatan 2016 semester 2
Universitas Islam Mulana Malik Ibrahim Malang

e-mail : zainudinimam9@gmail.com


Abstract
Artikel ini membahas tentang Islam yang berkembang di Indonesia; (1) Dimulai dari kedatangan islam di Indonesia melalui perdagangan. (2) Hadirnya kerajaan islam yang juga berkontribusi pada islamisasi di Indonesia melalui jalan ; pendidikan, wewenang, dan peraturan raja yang mengadopsi peraturan Islam. (3) gerakan modern islam; asal-usul dan perkembangan yang ada di Indonesia. Islam mulai dikenal semenjak Rosuulullah. Namun, proses islamisasi baru diawali oleh Khulafaur Rosyidin dan proyeksi ekspansi besar pada dinasti Mu’awiyah, Abbasiyah, serta dinasti lain setelahnya. Islam Indonesia diajarkan secara damai tanpa pertumpahan darah. Fakta yang paling diyakini adalah keberadaan Walisongo yang memiliki strategi tarbiyatul ummah yang mengajarkan Islam dengan cara mendidik. Selain itu keaguangan Islam dapat juga ditengok pada masa kerajaan. Apabila ada masalah yang berkembang di kerajaan maka Islam bertugas sebagai alat untuk menyelesaikannya. Selalin itu masuknya Islam di Indonesi disinyalir melalui enam jalan; perdagangan, perkawinan, tasawuf, pendidikan, kesenian dan politik.
Kata Kunci : Islam, Kerajaan, Gerakan Modern

This article contains the development of Islam in Indonesia; 1) starting from the first period of Islam in Indonesia through commercial approach. 2) The existence of Islamic kingdom, contributing in islamization process on the ways of education, authority, the roles which is adopted by Islam. 3) the movement of Islamic modern; historiography of Islamic genesis, and how it develops in Indonesia. Islam starts from Rosulullah era. Starting on islamization in Khulafaur Rosyidin era, and comes to great Islamization project in dynasty of  Mu’awiyah, Abbasiyah, and others dynasty after. Islam Indonesia constructed with peace. The facts believed are the existences of Walisongo who are conducted tarbiyatul ummah strategy. Beside, Islam Indonesia seeable in kingdom eras. However, Islam transformed to be an instrument in problem solving. Furthermore, Indonesia overspread in six ways; merchandising, marriage, asawwuf, education, arts, and politics.   
Keyword : Islam, Kingdom, the movement of Islamic modern

Pendahuluan
Islam adalah agama yang universal sehingga dinamakan agama rahmatan lil “alamin, sekalipun pada awalnya diturunkan pada lingkungan masyarakat di Jazirah Arab. Pada masa selanjutnya setelah Islam tersebar ke seluruh penjuru jazirah Arab kemudian merambah ke luar jazirah Arab sampai ke wilayah yang sangat jauh dari pusat sumber datangnya Islam seperti ke Benua Eropa, Cina, hingga Asia Tenggara.
                Asia Tenggara, khusus Negara pesisir, menjadi wilayah yang cepat penyebaran Islam jika dibandingkan dengan daerah-daerah di pedalaman. Pasalnya, Asia Tenggara merupakan jalur lintas perdagangan dan pelayaran antarbenua, khususnya Asia-Eropa sejak awal masehi. Oleh karena itu, kawasan ini ramai dengan hadirnya para pedagang dan pelaut yang melintasi wilayah tersebut. Dengan begitu, para pedagang yang juga sebagai penyebar agama Islam dapat berinteraksi dengan masyarakat saat berlabuh dan berdagang. Namun, sampai pada tahap Islam menjadi kekuasaan politik yang mapan, berbentuk kerajaan-kerajaan Islam diperlukan waktu yang terbilang lama dalam melalui beberapa tahap penyebaran. Hingga sampai pada tahap Islam menjadi sebuah gerakan baru dalam sebuah Negara.

Kedatangan Islam di Indonesia : Cara-Cara Islamisasi
Penyebaran Islam di nusantara berawal dari kota-kota pelabuhan. Pada waktu itu, berdatangan para pedagang Muslim yang berasal dari Arab, Persia, dan India melalui jalur pelayaran. Musafir-musafir sufi pun datang bersamaan. Melalui jalur inilah para pedagang Muslim dapat berhubungan dengan penduduk pribumi. Mereka dapat saling berinteraksi yang memungkinkan terjadinya hubungan timbal balik, sehingga terbentuklah perkampungan Muslim. Dari sinilah pemaparan bagaimana Islam masuk, bahkan mampu menjadi agama yang paling banyak dianut di Indonesia dimulai.
Suatu kenyataan bahwa kedatangan Islam ke Indonesia dilakukan secara damai. Apabila situasi politik suatu kerajaan mengalami kekacauan dan kelemahan disebabkan perebutan kekuasaan di kalangan keluarga istana, maka Islam dijadikan alat politik bagi golongan bangsawan atau pihak-pihak yang menghendaki kekuasaan itu. Mereka berhubungan dengan pedagang-pedagang Muslim yang posisi ekonominya kuat karena menguasai pelayaran dan perdagangan. Apabila kerajaan Islam sudah berdiri, penguasanya melancarkan perang terhadap kerajaan non-Islam. Hal itu bukanlah karena persoalan agama tetapi karena dorongan politis untuk menguasai kerajaan-kerajaan di sekitarnya. [1]

Menurut Uka Tjandrasasmita, saluran-saluran islamisasi yang berkembang ada enam,[2] yaitu :

1. Saluran Perdagangan
Sedikit membahas tentang masuknya agama Islam ke Indonesia erat kaitannya dengan beberapa teori masuknya Islam ke Indonesia, yaitu teori Gujarat, teori Mekkah, dan teori Persia. Bahkan beberapa buku literatur menambahkan teori Cina. Semua teori-teori tersebut memiliki kesamaan dalam satu hal, bahwa Islam pertama kali masuk ke Indonesia dibawa oleh para pedagang.
Ramainya jalur perdagangan pada abad ke-7 sampai abad ke-16 M itu membuat para pedagang yang singgah turut ambil bagian dalam proses penyebaran Islam secara tidak langsung. Bahwa penyebaran Islam melalui jalur perniagaan. Dalam penyebaran ini Islam tidak mengenal adanya organisasi missi ataupun zending. J.C van Leur dalam hal ini menjelaskan bahwa setiap pedagang Islam merangkap sebagai da'i.[3]
Uka Tjandrasasmita menyebutkan bahwa para pedagang Muslim banyak yang bermukim di pesisir Pulau Jawa yang penduduknya ketika itu masih kafir. Mereka berhasil mendirikan masjd-masjid dan mendatangkan mullah-mullah dari luar sehingga jumlah mereka menjadi banyak dan karenanya anak-anak Muslim itu menjadi orang dan kaya-kaya. Di beberapa tempat di pesisir Pulau Jawa, para penguasa yang menjabat sebagai Bupati Majapahit berangsur-angsur masuk Islam. Bukan hanya karena faktor politik dalam negeri yang sedang goyah tetapi terutama karena faktor hubungan ekonomi dengan pedagang-pedagang Muslim. [4]

2. Saluran Perkawinan
Jika dilihat dari segi perekonomian, para pedagang Muslim memiliki status sosial yang lebih baik dari kaum pribumi. Hal ini menarik perhatian putri-putri bangsawan untuk menjadi istri-istri pedagang Muslim itu. Sebelum perkawinan dilangsungkan, tentu mereka akan diislamkan terlebih dahulu. Setelah perkawinan dilangsungkan dan mereka telah memiliki keturunan, pada akhirnya keturunan merekalah yang akan melanjutkan penyebaran Islam. Dan Islam akan semakin luas membentuk perkampungan, daerah-daerah, hingga kerajaan-kerajaan Islam.
Perkawinan antara pedagang Muslim dengan anak seorang bangsawan secara tidak langsung meningkatkan status sosial muslimin dengan sifat kharisma kebangsawanan yang dimiliki pasangan. Lebih-lebih, apabila perkawinan terjadi antara pedagang besar dengan putri raja, maka keturunannya akan menjadi pejabat birokrasi, pitra mahkota kerajaan, syahbandar, dan lain-lain. Hal ini akan mempercepat proses Islamisasi.[5] Demikianlah yang terjadi antara Brawijaya dengan Putri Campa yang menurunkan Raden Patah, seorang Raja Demak yang pertama.

3. Saluran Tasawuf
Pengajar-pengajar tasawuf atau para sufi, mengajarkan teosofi yang bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Mereka mahir dalam soal-soal magis dan mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhkan.[6] Walisongo dinilai sebagai sosok para ulama sufi yang sekaligus psikolog karena mampu membaca fenomena masyarakat yang ketika itu telah menganut kepercayaan Hindu dan Kejawen.[7] Walisanga dalam menyebarkan Islam di tanah Jawa telah menggunakan beberapa strategi dan metode dakwah. Diantaranya adalah dengan memobilisasi semua alat ta'tsir psikologis yang berupa sensasi, conciliare, sugesti, hipnotis sampai de cere. Karena sensasi inilah masyarakat awam dipaksa secara halus untuk menaruh perhatian kepada para wali dan mengesampingkan yang lainnya. Karena conciliare, publik akhirnya mengganggap penting apa saja yang datang dari para wali. Karena sugesti, rakyat didorong berbuat sesuatu sehingga bergerak tanpa banyak tanya. Karena hipnotis, rakyat terpukau akan segala sesuatu yang bermerk para wali tanpa banyak selidik dan kritik. Selanjutnya karena de cere, para wali dapat mengendalikan dan mengarahkan awam sebagai obyek dakwahnya ke mana saja yang mereka kehendaki.
Dengan tasawuf, Islam lebih mudah diterima dan dimengerti. Karena ajaran-ajaran Islam memiliki kesamaan dengan alam pikiran masyarakat pribumi yang sebelumnya menganut agaman Hindu dan Budha. Seperti dakwah Sunan Kudus dengan lembunya yang dihias secara unik dan nyentrik.

4. Saluran Pendidikan
Islam dikembangkan di Indonesia salah satunya melalui proses pendidikan. Baik pendidikan formal, maupun informal. Proses pendidikan formal dilakukan dengan pendirian lembaga pendidikan, seperti pesantren, oleh guru-guru agama atau para ulama. Kemudian, masyarakat sebagai peserta didik akan mendapatkan pendidikan agama Islam secara mendalam. Setelah mereka keluar dari pesantren, mereka pulang ke kampung masing-masing dan berdakwah mengajarkan pengetahuan agamanya.
Di Kerajaan Perlak, misalnya, telah berdiri sebuah lembaga pendidikan tinggi yang didirikan oleh  Sultan Mahmud Alauddin Muhammad Amin. Itu berarti proses pendidikan di Kerajaan Perlak tersebut telah berjalan dengan baik. “Di Perlak pun terdapat suatu lembaga pendidikan lainnya berupa majelis taklim tinggi, yang dihadiri khusus oleh para murid yang alim dan mendalam ilmunya. Pada majelis taklim ini diajarkan kitab-kitab agama yang berbobot dan berpengetahuan tinggi, seperti kitab Al-Um karangan Imam Syafi’i. [8]
Adapun Walisanga memiliki strategi tarbiyatul ummah, terutama sebagai upaya pembentukan dan penanaman kader, serta strategi penyebaran juru dakwah ke berbagai daerah. Sunan Kalijaga misalnya mengkader Kiai Gede Adipati Pandanarang (Sunan Tembayat) dan mendidik Ki Cakrajaya dari Purworejo kemudian mengirimnya ke Lowanu untuk mengislamkan masyarakat di sana. Sunan Ampel mengkader Raden Patah kemudian menyuruhnya berhijrah ke hutan Bintara, membuat perkampungan dan kota baru dan mengimami masyarakat yang baru terbentuk itu. Maulana Hasanuddin yang diasuh ayahnya, Sunan Gunung Jati, yang kelak menjadi Sultan Banten yang pertama. [9]

5. Saluran Kesenian
Dalam sejarah penyebaran Islam oleh Walisanga, mereka memiliki strategi yang disebut Pendekatan al-Hikmah. Yaitu penyebaran Islam dengan jalan kebijaksanaan yang diselenggarakan secara populer, atraktif dan sensasional. Pendekatan ini digunakan oleh walisanga terutama dalam menghadapi masyarakat awam. Dalam rangkaian ini kita dapati kisah Sunan Kalijaga dengan gamelan Sekatennya. Atas usul Sunan Kalijaga, maka dibuatlah keramaian Sekaten atau Syahadatain yang diadakan di Masjid Agung dengan memukul gamelan yang sangat unik dalam hal langgam dan lagu maupun komposisi instrumental yang telah lazim selama ini. Selain Sunan Kalijaga, adapun Sunan Ampel yang terkenal karena kemampuannya berdakwah dengan mengrang sya’ir dengan menggunakan ide-ide dan budaya lokal.[10] Kemudian Sunan Bonang, yang terkenal dengan dakwah beliau melalui wayang, seperti Sunan Kalijaga. Beliau menyempurnakan instrumen gamelan dan tembang Bonang, Kenong, Tembang Macapat, dan Suluk Wujil.[11] Sunan Kudus terkenal karena banyak mengarang sastra Jawa-Islam yang digunakan sebagai media dakwah.[12] Selanjutnya, Sunan Muria, salah seorang putra Sunan Kalijaga. Karya-karya penting beliau adalah lagu-lagu Jawa-Islam Tembang Sinom dan Tembang Kinanthi.[13]
Saat itu para wali mengakui bahwa wayang sebagai media komunikasi yang mempunyai pengaruh besar terhadap pola pikir masyarakat. [14]Oleh karena itu, para wali memodifikasi wayang, baik dalam hal bentuk, maupun isi cerita pewayangan diislamkan.  Instrumen pengiring pementasan wayang juga diubah dalam segi filosifinya. Sehingga masyarakat akan lebih mudah untuk menerima kehadiran ajaran-ajaran Islam. Kesenian-kesenian lain turut dijadikan media islamisasi, diantaraya sastra, seni arsitektur, seni ukir.
Arsitektur masjid dapat dipandang sebagai bentuk adopsi dari konsep masjid yang ada di Timur Tengah dengan vihara, pura, dan candi. Setidaknya, ada tiga entitas arsitektur masjid yang perlu dielaborasi, yakni atap masjid bersusun tiga, bentuk mustaka, dan bentuk menara. Model arsitektur masjid yang demikian itu tidak ditemukan di negara asal Islam, yakni Saudi Arabia khususnya dan Timur Tengah pada umumnya.[15]
Arsitektur masjid yang terdiri dari tiga atap juga dapat diangap sebagai adopsi dari konsep arsitektur candi agama Budha. Dalam filsafat Budha, candi yang terdiri dari tiga lantai merepresentasikan filsafat perjalanan ruh manusia. Hanya saja, Islam memberikan penjelasan teologi yang berbeda dari agama Budha. Dalam Islam, proses perjalanan ruh manusia dari alam arwah ke alam dunia ke alam kubur, dan selanjutnya ke alam akhirat hanya berlangsung sekali. Hal ini menunjukkan bahwa para Walisongo menyadari frame pemikiran masyarakat tentang arsitektur tempat ibadah. Jadi, mereka mendekatkan ajaran teologi Islam dengan menggunakan instrument budaya yang telah ada, dan mengisinya dengan ajaran Islam.[16]

6. Saluran Politik
Seperti yang telah dikutip sebelumnya, “Apabila situasi politik suatu kerajaan mengalami kekacauan dan kelemahan disebabkan perebutan kekuasaan di kalangan keluarga istana, maka Islam dijadikan alat politik bagi golongan bangsawan atau pihak-pihak yang menghendaki kekuasaan itu. Mereka berhubungan dengan pedagang-pedagang Muslim yang posisi ekonominya kuat karena menguasai pelayaran dan perdagangan. Apabila kerajaan Islam sudah berdiri, penguasanya melancarkan perang terhadap kerajaan non-Islam.” [17] Islam terkadang dijadikan alat untuk berpolitik dan ekspansi wilayah. Namun, dengan begitu Islam pun mampu mengubahnya menjadi sebuah keuntungan untuk turut meperkuat eksistensinya. Dalam catatan sejarah mengatakan, ketika terjadi perebutan kekuasaan untuk menguasai Kerajaan Banjar, Raden Samudra meminta bantuan Kerajaan Demak. Beliau berkeinginan untuk menghancurkan Pangeran Tumenggung dan merebut tahta kerajaan. Kemudian, Kerajaan Demak mengutus seorang Ulama Penghulu Demak untuk mengislakam Kalimantan Selatan terlebih dahulu. Alhasil, Raden Samudra masuk Islam dan bergelar Sultan Suryanullah. Dan memerintah Kerajaan Banjar sejak 1550. [18]
Proses islamisasi melalui jalur ini memang terbilang efektif. pasalnya, Islam dapat tersebar dengan cepat dan menyeluruh ke penjuru wilayah kerajaan. Peran seorang raja dan kekuasaannya sangat diandalkan dalam hal ini. “Menurut cerita rakyat setempat, Raja Gowa dan Tallo mendatangkan tiga ulama dari Minangkabau untuk menjalankan dakwah di kerajaannya, yakni Khatib Tunggal atau Dato ri Bandang, Khatib Sulung atau Dato ri Patimang, dan Khatib Bungsu atau Dato ri Tiro.”[19]
Di samping itu, baik di Jawa dan Sumatra maupun di Indonesia bagian timur, demi kepentingan politik, kerajaan-kerajaan Islam memerangi kerajaan-kerajaan non-Islam. Kemenangan kerajaan Islam secara politis banyak menarik penduduk kerjaan bukan Islam itu untuk masuk Islam.[20]



















Pertumbuhan Lembaga Sosial dan Politik : Kerajaan-Kerajaan.
Setelah agama Islam tersebar di suatu daerah, ternyata di sana lalu timbul negara, masyarakat atau setidak-tidaknya suatu komuniti. Kerajaan yang tumbuh dan berkembang diantara nya Kerajaan Samudera Pasai, Kerajaan Aceh Darussalam, Kerajaan Demak, Kerajaan Pajang, Kerajaan Mataram, Kerajaan Cirebon, Kerajaan Banten, Kerajaan Banjar, Kerajaan Kutai, Kerajaan Maluku, Kerajaan Gowa-Tallo, Kerajaan Bone, Kerajaan Wajo, Kerajaan Soppeng,  dan Kerajaan Lawu.

A.      Kerajaan-Kerajaan Islam Pertama di Sumatra
1.    Kerajaan Samudra Pasai
Kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah kerajaaan Samudera Pasai yang merupakan kerajaan kembar. Kerajaan ini terletak di Pesisir Timur Laut Aceh. Kemunculannya sebagai kerajaan Islam diperkirakan mulai awal pertengahan abad ke 13 M.[21] Bukti berdirinya kerajaan Samudera Pasai pada abad ke-13 M itu di dukung oleh adanya nisan kubur terbuat dari gramik asal Samudera Pasai. Dari insan itu, dapat diketahui bahwa raja pertama kerajaan itu menginggal pada bulan Ramadhan tahun 696H, yang diperkirakan bertepatan dengan tahun 1297 M.
Dari segi politik munculnya kerajaan Samudera Pasai abad ke-13 M itu sejalan dengan suramnya peranan maritim kerajaan Sriwijaya, yang sebelumnya memegang peranan penting di kawasan Sumatra dan sekelilingnya.[22] Gelar Malik Al-Saleh sebelum menjadi raja adalah Merah Selu. Ia utusan Syarief Makkah, yang kemudian memberinya gelar Sultan Malik Al-Saleh. Nisan kubur itu didapatkan di Gampong Samudera bekas kerajaan Samudera Pasai tersebut.
Pendapat bahwa Islam sudah berkembang disana sejak awal abad ke-13 M, di dukung oleh berita Cina dan pendapat Ibn Batutah, seorang pengembara terkenal asal Marokko, yang pada pertengahan abad ke-14 M (tahun 746 H/ 1345 M) mengunjungi Samudera Pasai dalam perjalanannya dari Delhi ke Cina.
Dalam kehidupan perekonomiannya, kerajaan maritim ini, ridak mempunyai basis agraris. Basis perekonomiannya adalah perdagang dan pelayaran. Pengawasan terhadap perdagangan dan pelayaran itu merupakan sendi-sendi kekuasaan yang memungkinkan kerajaan memperoleh pengahasilan dan pajak yang besar. Tome Pires menceritakan, di Pasai ada mata uang dirham. Dikatakannya bahwa setiap kapal yang membawa barang-barang dari Barat dikenakan pajak 6%. Samudera Pasai pada waktu itu ditinjau dari segi geografis dan sosial ekonomi, memang merupakan suatu daerah yang penting sebagai penghubung antara pusat-pusat perdagangan yang terdapat di kepulauan Indonesia, India, Cina, dan Arab. Ia merupakan pusat perdangan yang sangat penting. Adanya mata uang itu membuktikan bahwa kerajaan ini pada saat ini merupakan kerajaan yang makmur.
Mata uang dirham dari Samudera Pasai tersebut pernah diteliti oleh H.K.J. Cowan untuk menunjukkan bukti-bukti sejarah raja-raja Pasai. Mata uang tersebut menggunakan nama-nama Sultan Alauddin, Sultan Manshur Malik Al-Zahir, Sultan Abu Zaid, dan Abdullah. Pada tahun 1973 M, ditemukan lagi 11 mata uang dirham di antarannya bertuliskan nama Sultan Muhammad Malik Al-Zahir, Sultan Ahmad, dan Sultan Abdullah, semuannya adalah raja-raja Samudera Pasai pada abad ke 14 M dan 15 M.
Kerajaan Samudera Pasai berlangsung sampai tahun 1524 M. Pada tahun 1521 M, kerajaan ini ditaklikkan oleh Portugis yang mendudukinya selama tiga tahun, kamudian tahun 1524 M dianeksasi oleh raja Aceh. Ali Mughayatsyah. Selanjutnya, kerajaan Samudera Pasai berada di bawah pengaruh kesultanan Aceh yang berpusat di Bandar Aceh Darussalam. [23]

2.             Kerajaan Aceh Darussalam
Kerajaan Aceh terletak di daerah yang sekarang dikenal dengan nama Kabupaten Aceh Besar. Disini pula terletak ibu kotanya. Kuramg diketahui kapan kerajaan ini sebenarnya berdiri. Menurut Anas Machmud, Kerajaan Aceh berdiri pada abad ke-15 M, di atas puing-puing kerajaan Lamuri, oleh Muzaffar Syah (1465-1497 M). Dialah yang membangun kota Aceh Darussalam.[24] Menurutnya, pada masa pemerintahannya Aceh Darussalam mulai mengalami kemajuan dalam bidang perdagangan, karena saudagar-saudagar Muslim yang sebelumnya berdagang dengan Malaka memindahkan kegiatan mereka ke Aceh, setelah Malaka dikuasai Portugis (1511 M). Sebagai akibat penaklukan Malaka oleh Portugis (1511 M). Sebagai akibat penaklukan Malaka oleh Portugis itu, jalan dagang yang sebelumnya dari laut Jawa ke utara melalui Selat Kalimantan terus ke Malaka, pindah melalui Selat Sunda dan menyusur pantai Barat Sumatera, terus ke Aceh. Dengan denikian, Aceh menjadi ramai dikunjung oleh para saudagar dari berbagai negeri.
   Perletak dasar kebesaran kerajaan Aceh adalah Sultan Alauddin Riayat Syah yang bergelar Al-Qahar. Dalam menghadaou bala tentara Portugis, ia menjalin hubungan persahabatan dengan kerajaan Usmani di Turki dan negara-negara Islam yang lain di Indonesia. Dengan bantuan Turki Usmani tersebut, Aceh dapat membangun angkatan perangnya dengan baik. Aceh ketika itu tampaknya mengakui kerajaan Turki Usmani sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dan kekhilafan dalam Islam.
Puncak kekuasaan kerajaan Aceh terletak pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1608-1637). Pada masanya Aceh menguasai seluruh pelabuhan di pesisir Timur dan Barat Sumatera. Dari Aceh, Tanah Gayoyang berbatasan diislmkan, juga Minagkabau. Hanya orang-orang kafir Batak yang berusaha menangkis kekuatan-kekuatan Islam yang datang, bahkan mereka melangkah begitu jauh smapi minta bantuan Portugis.[25] Sultan Iskandar tidak terlalu bergantung kepada bantuan Turki Usmani yang jaraknya jauh. Untuk mengalahkan Portugis, sultan kemudian bekerjasama dengan musuh Portugis, yaitu Belanda dan Inggris. Pada masanya, Aceh terus berkembang untuk masa beberapa tahun. Pengetahuan agama maju dengan pesat. Akan tetapi, kematiannya diikuti oleh masa-masa bencana. Tatkala beberapa sultan perempuan menduduki singgasana pada tahun 1641-1699, beberapa wilayah tatkalanya lepas dan kesultanan menjadi terpecah belah. Selain itu, pemulihan kembali kesultanan tidak banyak bermanfaat, sehingga menjelang abad ke-18 M kesultanan Aceh merupakan bayangan belaka dari masa silam dirinya, tanpa kepemimpinan dan kacau balau.[26]
Pada masa kerajaan ini, perkembangan ilmu pengetahuan semakin maju. Pada masa ini muncul tokoh-tokoh ulama seperti :
1.    Syaikh Abdullah Arif (dari Arab),
2.    Hamzah Al-Fanshuri (tokoh tasawuf),
3.    Syamsuddin As-Sumatrani (1630 M), dan
4.    Abdurrauf Singkel (1693 M )

B.       Tumbuh dan Berkembangnya Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa
1.    Kerajaan Demak
          Sebagaimana telah disebutkan dalam bab terdahulu, perkembangan Islam di Jawa bersamaan waktunya dengan melemahnya posisi Raja Majapahit. Hal itu memberi peluang kepada penguasa-penguasa Islam di pesisir untuk membangun pusat-pusat kekuasaan yang independen. Di bawah pimpinan Suan Ampel Denta, Wali Songo bersepakat mengangkat Raden Patah menjadi raja pertama kerajann Demak, kerajaan Islam pertama di Jawa, dengan gelar Senopati Jimbun Ngamdurahman Penembahan Palembang Sayidin Panatagama.[27] Raden patah dalam menjalankan pemerintahannya, terutama dalam persoalan-persoalan agama, dibantu oleh para ulama, Wali Songo. Sebelumnya, Demak yang masih bernama Bintoro merupakan daerah asal Majapahit yang diberikan raja Majapahit kepada raden Patah. Daerah ini lambat laun menjadi pusat perkembangan agama Islam yang diselenggarakan oleh para wali.
       Pemerintahan Raden Patas berlangsung kira-kira di akhir abad ke-15 hingga awal abad ke-16. Dikatakan, ia adalah seorang anak Raja Majapahit dari eorang ibu Muslim keturunan Campa. Ia digantikan oleh anaknya, Sambrang Lor, dikenal dengan nama Pati Unus. Menurut Tome Pires, Pati Unus baru berumur 17 tahun ketika menggantikan ayahnya sekitar tahun 1507. Menurutnya, tidak lama setelah naik tahta, ia merencanakan suatu serangan terhadap Malaka. Semangat perangnya semakin memuncak ketika Malaka ditaklukkan ole Portugis pada tahun 1511-1513, terntaranya mengalami kekalahan besar.[28]
Pati Unus digantikan oleh Trenggono yang dilantik sebagai sultan oleh Sunan Gunung Jati dengan gelar Sultan Ahmad Abdul ‘Arifin. Ia memerintah pada tahun 1524-1546. Pada masa Sultan Demak yang ketiga inilah Islam dikembangkan ke seluruh tanah Jawa, bahkan sampai ke Kalimantan Selatan. Penaklukan Sunda Kelapa berakhir tahun 1527 yang dilakukan oleh pasukan gabungan Demak dan Cirebon di bawah pimpinan Fadhilah Kahn. Majapahit dan Tuban jatuh ke bawah kekuasaan kerajaan Demak diperkirakan pada tahun 1527 itu juga. [29] Selanjutnya, pada tahun 1529, demak berhasil menundukkan Madiun, Blora (1530), Surabaya (1531), dan antara tahun 1541-1542 Lamongan, Blitar, Wirasaba, dan Kediri (1544). Palembang dan Banjarmasin mengakui kekuasaan Demak. Sementara daerah Jawa Tengan bagian Selatan sekitar Gunung Merapi, Penging, dan pajang berhasil dikuasai berkat pemuka Islam, Syaikh Siti Jenar dan Sunan Tambayat.[30] Pada tahun 1546, dalam penyerbuan ke Blambangan, sultan Trenggono terbunuh. Ia digantikan adiknya, Prawoto. Masa pemerintahannya tidak berlangsung lama karena, terjadi pemberontakan oleh adipati-adipati sekitar kerajaan Demak. Sunan Prawoto sendiri kemudian dibunuh oleh Aria Penangsang dari Jipang pada tahun 1549. Dengan demikian, kerajaan Demak berakhir dan di lNJUTKn oleh kerajaan Pajang di bawah jaka Tingkir yang berhasil membunuharia Penangsang.
Adapun para sultan Kerajaan Demak :
a.    Raden Fatah (Sultan Fatah) (1478-1518 M)
b.    Adipati Unus (1518-1521 M)
c.    Sultan Trenggono (1521-1546 M)
d.   Sunan Prawoto (1546-1546 M)

2.                  Kerajaan Pajang
Kesultanan Pajang adalah prlanjut da dipandang sebagai pewaris Kerajaan Islam Demak. Kesultanan yang terletak di daerah Kartasura sekarang itu merupakan kerajaan Islam pertama yang terletak didaerah pedalaman pulau Jawa. Usia kesultanan ini tidak panjang. Kekuasaan dan kebesarannya kemudian diambil alih oleh kerajaan Maratam.
   Sultan atau raja pertama kesultanan ini adalah Jaka Tingkir yang berasal dari Pengging, di lereng Gunung Merapi. Oleh Raja Demak ketiga, Sultan Trenggono, Jaka Tingkir diangkat menjadi penguasa di Pajang, setelah sebelumnya dikawinkan dengan anak perempuannya. Kediaman penguasa Pajang itu, menurut Bahad, dibangun dengan mencontoh kraton Demak.
   Pada tahun 1546, Sultan Demak meninggal dunia. Setelah itu, muncul kekacauan di ibu kota. Konon, Jaka tingkir yang telah menjadi penguasa Pajang itu dengan segera mengambil alih kekuasaan[31] karena anak Sulung Sultan Trenggono yang menjadi pewaris tahta kesultanan, susuhan Prawoto, dibunuh oleh kemenakannya, Aria Penangsang yang waktu itu menjadi penguasa di Jipang ( Bojpnegoro sekarang).
Setelah itu, ia memerintahkan agar semua benda pusaka Demak dipindahkan ke Pajang. Setelah menjadi raja yang paling berpengaruh di Pulau Jawa ia bergelar Sultan Adiwijaya. Pada masanya sejarah Islam di Jawa mulai dalam bentuk baru, titik politik pindah dari pesisir (Demak) ke pedalaman. Peralihan pusat politik itu membawa akibat yang sangat besar dalam perkembangan peradaban Islam di Jawa.
Sultan Adiwijaya memperluas kekuasaannya di tanah pedalaman ke arah Timur sampai di daerah Madiun, dialiran anak sungan Bengawan Solo yang terbesar. Setelah itu, secara berturut-turut ia dapat mendudukkan Blora (1554) dan Kediri (1577). Pada tahun 1581, ia berhasik mendapatkan pengakuan sebagai Sultan Islam dari raja-raja terpenting di Jawa Timur. Pada umumnya hubungan antara keraton Pajang dan raja-raja Jawa Timur memang bersahabat.
Selama pemerintahan Sultan Adiwijaya, kesusastraan dan kesenian keraton yang sudah maju di Demak dan Jepara lambat laun dikenal dipedalaman Jawa. Pengaruh agama Islam yang kuat dipesisir menjalar dan tersebar ke daerah pedalaman.
Sultan Pajang meninggal dua tahun 1587 da dimakamkan di Butuh, suatu daerah di sebelah barat taman kerajaan Pajang. Dia diagntikan oleh menantunnya, Aria Pangiri, anak susuhannya Prawoto tersebut diatas. Waktu itu, Aria Pangiri menjadi pengusaha di Demak. Setelah menetap di kraton pajang. Aria Pangiri di kelilingi oleh pejabat-pejabat yang dibawanya dariDemak. Sementara itu, anak Sultan Adiwijaya, Pangeran Benawa, dijadikan penguasa di Jipang.
   Pangeran muda ini, karena tidak puas dengan nasibnya di tengah-tengah lingkungan yang masih asing baginya, meminta bantuan kepada Senopati, penguasa Mataram, untuk mengusir raja Pajang yang baruitu. Pada tahun 1588 usahanya berhasil. Sebagai rasa terima kasih, Pangeran  Benawa mneyerahkan hak atas warisan ayahnya kepada Senopati. Akan tetapi Senopati menyerahkan keinginannya untuk tinggal di Mataram. Ia hanya meminta “pustaka kerajaan” Pajang. Mataram ketikaitu memang sedang dalam proses menjadi sebuah kerajaan yang besar. Pangeran Benawa kemudian dikukuhkan sebagai raja Pajang, akan  tetapi berda di bawah perlindungan kerajaan Mataram. Sejak itu, Pajang sepenuhnya menjadi berada di bawah kekuasaan Maratam.
   Riwayat kerajaan pajang berakhir pada tahun 1618. Kerajaan Pajang waktu itu memberontak terhadap Mataram yang ketika itu di bawah Sultan Agung. Pajang dihancurkan, rajanya melarikan diri ke Giri dan Surabaya.

3.    Kerajaan Mataram
Awal dari kerajaan Maratam adalah ketika Sultan Adiwijaya dari Pajang meminta bantuan kepada Ki Pamanahan yang berasal dari daerah pedalaman untuk menghadapi dan menumpas pemberontakan Aria Penangsang tersebut. Sebagai hadiah atasnya, sultan kemudian menhadiahkan daerah Mataram kepada Ki Pamanahan yang menueunkan raja-raj aMataram Islam kemudian.
Pada tahun 1577 M, Ki Gede Pamanahan menempati istana barunya di Mataram. Dia digantikan oleh anaknya, Senopati tahun 1584 dan dilakukan oleh sultan Pajang. Senopatilah yang dipandang sebagai Sulatn Mataram pertama, setelah Pangeran Benawa, anak Sultan Adiwijaya, menawarkan kekuasaan atas Pajang kepada Senopati. Meskipun Senopati menolak dan hanya meminta “pusaka kerajaan”, di atas Gong Kiai Skar Dlima, Kendali Kiai Macan Guguh, dan Pelana Kiai Jatayu,[32] namundalam tradisi Jawa, pemyerahan benda-benda pusaka itu sma artinya dengan penyerahan kekuasaan.
            Senopati kemudian berkeinginan menguasai juga semua raja bawahan Pajang, tetapi ia tidak mendapat pengakuan dari para penguasa Jawa Timur sebagai pengganti Raja Demak dan kemudian Pajang. Melalui perjuangan berat, peperangan demi peperangan, barulah ia berhasil menguasai sebagian.
            Senopati meninggal dunia tahun 1601 M, dan digantikan oleh putranya Seda Ing Krapyak yang memerintah sampai tahun 1613 M. Seda Ing Krapyak digantikan oleh pputranya, Sultan Agung, yang melanjutkan usaha ayahnya. Pada tahun 1619, seluruh Jawa Timur praktis sudah di bawah kekuasaannya. Di masa pemerintahan Sultan Agung inilah kontak-kontak bersenjata antara kerajaan Mataram dengan VOC mulai terjadi. Pada tahun 1630 M, Sultan Agung menetapkan Amangkurat I sebagai putra Mahkota. Sultan Agung wafat pada tahun 1646 M dan di makamkan di Imogiri. Ia digantikan oleh putra mahkota. Masa pemerintahannya Amangkurat I hampir tidak pernah reda dari konflik. Dalam setiap konflik, yang tampil senagai lawan adalah mereka yang didukung oleh para ulama yang bertolak dari keprihatinan agama.[33] Tindakan pertama pemerintahannya adalah menumoas pendukung Pangeran Alit dengan membunuh banyak ulama yang dicurigai. Ia yakin ulama dan santri adalah bahaya bagi tahtanya. Sekitar 5000-6000 ulama beserta keluarganya dibunuh (1647 M). Amangkurat I bahkan merasa tidak memerluka titel “Sultan”.[34] Pada tahun 1677 M dan 1678 M, pemberontakan oara ulama muncul kembali dengan tokoh spiritual Raden Kajoran. Pemberontakan-pemberontakan seperti itulah yang mengakibatkan runtuhnya Kraton Maratam.[35]

4.    Kerajaan Cirebon
Kesultanan Cirebon adalah kerajaan islam pertama di Jawa Barat. Kerajaan ini didirikan oleh Sunan Gunung Jati. Diawal abad ke-16, Cirebon masih merupakan sebuah daerah kecil dibawah kekuasaan Pakuan Pajajaran. Raja Pajajaran hanya menempatkan seorang juru labuhan disana, bernama Pangeran Walangsungsang, seorang tokoh yang memepunyai hubungan darah dengan Raja Pajajaran. Ketika berhasil memeajukan Cirebon, ia sudah menganut agama Islam. Disebutkan oleh Tome Pires, Islam sudah ada di Cirebon sekitar 1470-1475 M. Akan tetapi, orang yang berhasil meningkatkan status Cirebon menjadi sebuah kerjaan adalah Syarif Hidayat yang terkenal dengan gelar Sunan Gunung Jati, pengganti dan keponakan dari Pangeran Walangsunfsang. Dialah pendiri dinasti raja-raja Cirebon dan kemudian juga Banten.
Sebagai keponakan dari Pangeran Walangsungsang, Sunan Gunung Jati juga mempunyai hubungan darah dengan Raja Pajajaran. Raja dimaksud adalah Prabu Siliwangi, Raja Sunda yang berkedudukan di Pangkuan Pajajaran, yang nikah dengan Nyao Subang Larang tahun 1422. Dari perkawinannya itu lahirlah tiga orang putra, masing-masing Raden Walangsungsang, Nayi Lara Santang, dan Raja Sengsara. Sunan Gunung Jati adalah Putra Nyai Lara Santang dengan perkawinannya dengan Maulana Sultan Mahmud alias Syarif Abdullah dari Bani Hasyim, ketika Nyai itu naik haji.
Disebutkan, Sunan Gunung Jati lahir tahun 1448 M dan wafat pada 1568 M dalam usia 120 tahun. Karena kedudukannya sebagai salah seorang Wali Songo, ia mendapat penghormatan dari raja-raja lain di Jawa, seperti Demak dan Pajang. Setelah Cirebon resmi berdiri sebagai sebuah Kerajaan Islam yang bebas dari kekuasaan Pajajaran, Sunan Gunung Jati berusaha meruntuhkan Kerajaan Pajajaran yang masih belum menganut Islam.
Dari Cirebon, Sunan Gunung Jati mengembangkan Islam ke daerah-daerah lain di Jawa Barat seperti Majalengka, Kuningan, Kawali (Galuh), Sunda Kelapa, Banten. Dasar bagi pengembangan Islam dan perdagangan kaum Muslimin di Banten diletak oleh Sunan Gunung Jati tahun 1524 atau 1525 M. Ketika ia kembali ke Cirebon, Banten diserahkan kepada anaknya, Sultan Hassanuddin. Sultan inilah yang menurunkan raja-raja Banten tersebut, akhirnya, Kerajaan Pajajaran dikalahkan. Atas prakarsa Sunan Gunung Jati juga penyerangan ke-Sunda Kelapa dilakukan (1527 M). Penyerangan ini dipimpin oleh Falatehan dengan bantuan tentara Demak.
Setelah Sunan Gunung Jati wafat, ia diganti oleh cicitnya yang terkenal dengan gelar Pangeran Ratu atau Panembahan Ratu. Panembahan Ratu wafat tahun 1650 dan digantikan oleh putranya yang bergelar Panembahan Giriliya.
Keutuhan Cirebon sebagai satu kerajaan hanya sampai Pangeran Giriliya itu. Sepeninggalannya, sesuai dengan kehendaknya sendiri, Cirebon diperintah oleh dua putranya, Martawijaya atau Penembahan sepuh dan Kartawijaya atau Panembahan Anom. Panembahan Sepuh memimpin Kesultanan Kasepuhan senagai rajanya yang pertama dengan gelar Samsuddin, sementara Panembahan anom memimpin Kesultanan Kanoman dengan gelar Badruddin.



5.        Kerajaan Banten
Sejak sebelum zaman Islam, ketika masih berada di bawah kekuasaan raja-raja Sunda (dari Pajajaran, atau mungkin sebelumnya), Banten sudah menjadi kota yang berart. Dalam tulisan Sunda Kuni, cerita Parahyangan, disebut-sebut nama Wahanten Girang. Nama ini dapat dihubungkan dengan banten, sebuah kota pelabuhan di ujung barat pantai utara Jawa. Pada tahun 1524 atau 1525, Sunan Gunung Jati dari Cirebon, meletakkan dasar bagi pengembangan agama dan Kerajaan Islam serta bagi perdangan orang-orang Islam disana.[36]
          Menurut sumber tradisional, penguasa Pajajaran di Banten menerima Sunan Gunung Jati dengan ramah tamah dan tertarik masuk Islam. Ia mertakan jalan bagi kegiatan pengislaman di sana. Dengan segera ia menjadi orang yang berkuasa atas lota itu dengan bantuan tentara Jawa yang memeang dimintanya. Namun, menurut berita Barros, penyebaran Islam di Jawa Barat tidak melalui jalan damai, sebgaimana disebut oleh sumber tradisional. Beberapa pengislaman mungkin terjadi secra sukarela, tetapi kekuasaan tidak diperoleh kecuali dengan menggunakan kekerasan. Banten dikatakan justru diserang dengan tiba-tiba.[37]
          Untuk menyebarkan Islam di Jawa Barat, langkah Sunan Gunung Jati berikutnya adalah mendduduki pelabuhan Sunda yang sudah tua kira-kira tahun 1527. Ia memperluas kekuasaannnya atas kota-kota pelabuhan Jawa Barat lain yang semula termasuk Pajajaran.
          Setelah iankembali ke Cirebon, kekuasaannya atas Banten diserahkan kepada putranya, Hassanuddin. Hassanuddin sendiri kawin dengan puteri Demak dan diresmikan menjadi Panembahan Banten tahun 1552. Ia meneruskan usaha-usaha ayahnya dalam meluaskan daerah Islam, yaitu ke Lampung dan sekitarnya di Sumatera Selatan.
          Pada tahun 1568, disaaat kekuasaan Demak beralih ke Pajang, Hassanuddin memerdekakan Banten. Itulah sebabnya oleh tradisi ia dianggap sebagai raja Islam yng pertama di Banten. Banten sejak semula memang merupakan vassal dari Demak. Hassanuddin mangkat kira-kira tahun 1570 dan diganti oleh anaknya, yusuf.[38] Setelah sembilan tahun memagang tampuk kekuasaan, tahun 1579, Yusuf menaklukkan Pakuwan yang belum Islam yang waktu itu masih menguasai sebagian besar daerah pedalaman Jawa Barat.[39] Sesudah ibu kota kerajaan itu jatuh dan raja beserta keluarganya menghilang, golongan bangsawan Sunda masuk Islam. Mereka diperbolehkan tetap menyangdang pangkat dan gelarnya.
          Setelah Yusuf meniggal dunia tahun 1580 M, ia digantikan oleh putranya Muhammad, yang masih muda beliau. Selama Sultan Muhammad masih di bawah umur, kekuasann pemerintahan dipegang oleh kali( Arab: qadhi, jaksa agung) bersama empat pembesar lainnya. Raja Banten yang saleh ini, melanjutkan serangan terhadap Raja Palembang dan gugur dalam usia 25 tahun pada 1596. Ia meninggalkam seorang anak yang berusia 5 bulan, Sultan Agung Mafakhir Mahmud Abdulkadir.
            Sebelum memegang pemerintahan secara langsung, sultan berturut-turut di bawah orang 4 laki-laki dan seorang wali wanita. Ia baru aktif memegang kekuasaan tahun 1626, dan pada tahun 1638 mendapat gelar Sulatn adri Makkah. Dialah Raja Banten pertama dengan gelar Sultan yang sebenarnya.[40] Ia meninggal tahun 1651 dan digantikan oleh cucunya Sultan Abulfath.
          Pada masa Sultan Abulfath ini terjadi beberapa kali peperangan antara Banten dan VPC yang berakhir dengan disetujuinnya perjanjian perdamaian tahun 1659 M.

C.      Tumbuh dan Berkembangnya Kerajaan-Kerajaan Islam di Kalimantan, Muluku, dan Sulawesi
1. Kerajaan Kalimantan
          Kalimantan terlalu luas untuk berada di bawah satu kekuasaan pada waktu nya datangnya Islam. Daerah Barat laut Cina menerima Islam dari Malaya, daerah timur dari Makassar dan wilayah Selatan dari Jawa.

Berdirinya Kerajaan Bandar di Kalimantan Selatan
          Tulisan-tulisan yang membicarakan tentang masuknya Islam di Kalimantan Selatan selalu mengindentikkan dengan berdirinya Kerajaan Banjarmasin. Kerajaan Bandar merupakan kelanjutan dari Kerajaan Daha yang beragama Hindu. Peristiwanya dimulai ketika terjadi pertentangan dalam keluarga istana, antara pangeran Samudera sebagai pewaris sah Kerajaan Daha, dengan pamannya Pangeran Tumenggung. Seperti dikisahkan dalam Hikayat Banjar,[41] ketika Raja Sukarama merasa sudah hampir tiba ajalnya, ia berwasiat, agar yang menggantikannya nanti adalah cucunya Raden Samudera.[42] Tentu saja keempat orang putranya tidak menerima sikap ayahnya itu, lebih-lebih Pangeran Tumanggung yang sangat berambisi. Setelah Sukarama wafat, jabatan raja dipegang oleh anak tertua, Pangeran Mangkubumi. Waktu itu, Pangeran Samudera baru berumur 7 tahun. Pangeran Mangkubumi tidak terlalu lama berkuasa. Ia terbunuh olh seorang pegawai istana yang berhasil dihasut Pangeran Tumanggung. Dengan meninggalnya Pangeran Mangkubumi, maka Pangeran Tumanggunglah yang tampil menjadi Raja Daha.
          Dalam pada itu, Pangeran Samudera berkelana ke wilayah muara. Ia kemudian diasuh oleh seorang patih, bernama Patih Masih. Atas bantuannya, Pangeran Samudera dapat menghimpun kekuatan perlawanan. Dalam serangan pertamannya, Pangeran Samudera berhasil menguasai Muara Bahan, sebuah pelabuhan strategis yang sering dikunjungi para pedagang luar, seperti dari pesisir utara Jawa, Gujarat, dan Malaka.[43]
Peperangan terus berlangsung secara seimbang. Patih Masih mengusulkan kepada Kerajaan Samudera untuk meminta bantuan kepada Keraajaan Demak. Sultan Demak bersedia membantu asal Pangeran Samudera nanti masuk Islam. Sultan Demak kemudian mengirim bantuan seribu orang tentara beserta seorang penghulu bernama Khatib Dayan untuk mengislamkan orang Banjar.
Dalam peperangan itu, Pangeran Samudera memperoleh kemenangan dan sesuai dengan janjinya, ia beserta seluruh kerabat kraton dan penduduk Banjar menyatakan diri masuk Islam. Pangeran Samudera sendiri, setelah masuk Islam, di beru nama Sultan Suryanullah ata Suriansyah, yang dinobatkan sebagai raja pertama dalam kerajaan Islam Banjar.
Peristiwa itu terjadi sekitar tahun 1526 M dan yang menjadi Sultan Demak ketika itu adalah Trenggono, sultan ketiga yang berkuasa pada tahun 1521-1546. Ketika Suryanullah naik tahta, beberapa daerah sekitarnya sudah mengakui kekuasaannya, yakni daerah Sambas, Batanglawau, Sukadana, Kotawaribgin, Sampit, Medawi, dan Sambangan.[44]
Sultan Suryanullah diganti oleh putranya tertuamya yang bergelar Sultan Rahmatullah. Raja-raja Banjar berikutnya adalah Sultan Hidayatullah (putra Sultan Rahmatullah) dab Marhum Panambahan yang dikenal dengan Sultan Musta'inullah. Pada masa Marhum Panambahan,  ibu kota kerajaan dipindahkan beberapa kali. Pertama ke Amuntai, kemudian ke Tambangan dan Batang Banju, dan akhirnya ke Amuntai kembali. Perpindahan ibu kota kerajaan itu terjadi akibat datangnya pihak Belanda ke Banjar dan menimbulkan hura-hara. [45]

Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur
Menurut risalah Kutai, dua orang penyebar Islam tiba di Kutai pada masa pemenrintahan Raja Mahkota. Salah seorang diantaranya adalah Tuan di Bandang, yang dikenal dengan Dato' Ri Bandang dari Makassar, yang lainnya adalah Tuan Tunggang Parangan.[46] Setelah pengislaman itu, Dato' Ti Bandang kembali ke Makassar, sementara Tuan Tunggang Parangan tetap di Kutai. Melalui yang terakhir inilah Raja Mahkota tunduk kepada keimanan Islam. Setelah itu, segera d bangun sebuah masjid dan pengajaran agama dapat dimulai. Yang pertama sekali mengikuti pengajaran itu adalah Raja Mahkota sendiri, kemudian pangeran, para mentri, panglima dab hululabang dan akhirnya rakyat biasa.
Sejak itu, Mahkota berusaha keras menyebarkan Islam dengan pedang. Proses Islamisasi di Kutai dan daerah sekitanya di perkirakan terjadi pada tahun 1575. Penyebaran lebih jauh ke darah-daerah pedalaman dilakukan terutama pada waktu puteranya, Aji di Langgar dan pengganti-penggantinya meneruskan perang ke daerah Muara Kaman.[47]

2. Kerajaan Maluku
Islam mencapai kepualaun rempah-rempah yang sekarang dikenal dengan Maluku ini pada pertengahan terakhir abad ke-15, sekitar tahun 1460, Raja Ternate memeluk agama Islam. Nama taja itu adalah Vongi Tidore. Ia mengambil seorang istri keturunan ningrat dari Jawa.[48] Namun H.J.de Graaf berpendapat, taj pertama yang benar-benar Muslim adalah Zayn Al-A'bidin (1486-1500 M). Dimasa itu, gelombang perdagangan Muslim terus menigkat, sehingga raja menyerah kepada tekanan para pedangan Muslim itu dan memutuskan belajar tentng Islam pada Madrasah Giri. Di giri ia dikenal denga nama Raja Bulawa atau Raja Cengkeh, mungkin karena ia membawa cengkeh kesana sebagai hadiah. Ketika kembali ke Jawa, ia mengajak Tuhubahahul ke daerahnya. Yang terakhir ini kemudian dikenal sebagai penyebar utama Islam di Kepulaun Maluku.[49]
Karena usia Islam masih muda di Ternate, Portugis yang tiba disana tahun 1522 M, berharap dapat menggantikanya dengan agama Kristen. Harapan itu tidak terwujud. Usaha mereka hanya mendatangkan hasil yang sedikit.
Berkenaan dengan Ambon, sejarawan Ambon satu-satunya, Rijali, menceritakan Perdana Jamilu dari Hitu(salah satu semenanjyng Ambon) menemani penguasa Ternate, Zayn Al-'Abidin, dalam perjalanannya ke Giri. Menurut de Graaf, pernyataan ini haya menunjukkan bahwa hubungan antara Hitu dengan Ternate memang sangat dekat. Menurutnya, tersebarnya Islam di Hitu lebih di karenakan datangnya seorang qadi, Ibrahim yang menjadi qadi di Ambon, dan memberikan pengajaran kepada seluruh guru agama Islam di pulau ini. Ambon bahkan mendirikan sebuah masjid bergonjong tujuh yang mengingatkan orang kepada Giri, bangunan yang didirikan dalam bentuk yang sama.[50] Riwayat setempat menguatkan pendapat ini, yang menyebutkan bahwa sumber Islam di ambon adalah jawa, meskipun Pasai dan Makkah juga disebut-sebut. Dalam riwayat itu disebutkan, pendiri sebuah kampung di Kailolo adalah Usman yang memperoleh Islam dari seorang guru agama dari Jawa, yang mengadakan perjalanan dari Makkah ke Gresik. Komunikasi antara Maluku dan Giri memang masih bertahan sampai abad ke-17. Bahkan, Demak dan Jepara merupakan sekutu-sekutu Hitu dalam peperangan melawan Portugis yang menempatkan diri di Leitimor, semenanjung Ambon yang penduduknya masih menyembah berhala. Di daerah inilah Portugis berhasil memperkenalkan Kristen kepada penganut agama berhala itu.

3.        Sulawesi (Gowa-Tallo, Bone, Wajo, Soppeng, dan Lawu)
Kerajaan Gowa-Tallo, kerajaan kembar yang saling berbatasan, biasannya disebut Kerajaan Makassar. Kerajaan ini terletak di semenanjung Barat Daya Pulau Sulawesi, yang merupakan transito sangat strategis.
Sejak Gowa Tallo tampil sebagai pusat perdagangan laut, kerajaan ini menjalin hubungan baik dengan Ternate yang telah menerima Islam dari Gresik/Giri. Di bawah pemerintahan Sultan Babullah, Ternate mengadakan perjanjian persahabatan dengan Gowa-Tallo. Ketika itulah, raja Ternate berusaha mengajak penguasa Gowa-Tallo untuk menganut agama Islam, tetapi gagal. Baru pada waktu Datu’ Ri Bandang datang ke Kerajaan Gowa-Tallo, agama Islam mulai masuk kerajan ini. Alauddin (1591-1636) adalah sultan pertama yang menganut Islam tahun 1605.[51]
Penyebaran Islam setelah itu berlangsung sesuai dengan tradisi yang telah lama diterima oleh para raja, keturunan To Manurung Tradisi itu mengharuskan seorang raja untuk memberitahukan “hal baik” kepada yang lain. Karena itu, kerajaan kembar Gowa-Tallo menyampaikan “Pesa Islam” kepada kerajaan-kerajaan lain seperti Luwu, yang lebih tua, Wajo, Soppeng, dan Bone. Raja Luwu segera menerima “Pesan Islam” itu. Sementara itu, tiga kerajaan : Wajo, Soppeng, dan Bone yang terikat dalam aliansi Tallumpoeco (tiga kerajaan) dalam perebutan hegemoni dengan Gowa-Talo, islam kemudian melalui peperangan. Wajo menerima Islam tanggal 10 Mei 1610 dan Bone saingan politik Gowa sejak pertengahan abad ke-16, tanggal 23 November 1611.[52] Raja Bone pertama yang masuk Islam dikenal dengan gelar Sultan Adam. Namun, meski sudah islam, peperangan-peperangan antara dua kerajaan yang bersaing itu pada masa-masa selanjutnya masih sering terjadi dan bahkan, melinatkan Belanda untuk mengambil keuntungan politik daripadanya.

D.      Hubungan Politik dengan Keagamaan antara Kerajaan-Kerajaan Islam
Hubungan antara satu kerajaan Islam dengan kerajaan lainnya pertama-tama memang terjalin karena persamaan agama. Hubungan itu pada mulanya, mengambil bentuk kegiatan dakwah,kemudian berlanjut setelah kerajaan-kerajaan Islam berdiri. Demikianlah misalnya antara Giri dengan daerah-daerah Islam di Indonesia bagian Timur, terutama Maluku. Adalah dalam rangka penyenaran Islam itu pula, Fadhilah Khan dari Pasai datang ke Demak, untuk memperluas wilayah kekuasaan ke Sunda Kelapa.
Dalam bidang politik, agama pada mulanya dipergunakan untuk memperkuat diri dalam menghadapi pihak-pihak atau kerajaan-kerajaan yang bukan Islam, terutama yang mengancam kehidupan politik maupun ekonomi. Persekutuan antara Demak dengan Cirebon dalam menaklukkkan Banten dan Sunda Kelapa dapat diambil sebagai contoh. Contoh lainnya adalah persekutuan kerajaan-kerajaan Islam dalam menghadapi Portugis dan Kompeni Belanda yang berusaha memonopoli pelayaran atau perdagangan.
Meskipun demikian, kalau kepentingan politik dan ekonomi antar kerajaan-kerajaan Islam itu sendiri terancam, persamaan agam tidak menjamin bahwa permusuhan tidak ada. Peperangan dikalangan kerajaan-kerajaan Islam sendiri sering terjadi. Misalnya antara Pajang dan Demak, Ternate dan Tidore, Gowa-Tallo dan Bone. Oleh akarena kepentingan yang berberda diantara kerajaan-kerajaan itu pula, sering satu kerajaan Islam meminta bantuan kepada pihak lain, terutama Kompeni Belanda, untuk mengalahkan Kerajaan Islam yang lain.
Hubungan antar kerajaan-kerajaan Islam lebih banyak terletak dalam bidang budaya dan keagamaan. Samudera Pasai dan kemudian Aceh yang dikenal sebagai Serambi Makkah  menjadi pusat pendidikan dan pengajaran Islam. Dari sini ajaran-ajaran Islam tersebar ke seluruh pelosok Nusantara melalui karya-karya ulama dan murid-muridnya yang menuntut ilmu kesana. Demikian pula halnya dengan Giri di Jawa Timur terhadap daerah-daerah di Indonesia bagian timur. Karya-karta sastra dan keagamaan dengan segera berkembang di kerajaan-kerajaan Islam. Tema dan isi karya-karya itu sering sekali mirip antara satu dengan yang lain. Kerajaan Islam itu telah merintis terwujudnya idiom kultural yang sama, yaitu Islam. Hal ini menjadi pendorong terjadinya interaksi budaya yang makin erat.











Gerakan Modern Islam : Asal Usul dan Perkembangannya
Pembaharuan dalam islam atau gerakan dalam modern islam merupakan jawaban yang ditujukan terhadap krisis yang dihadapi umat islam pada masanya. Kemunduran progresif Kerajaan usmani yang merupakan pemangku khalifah islam, setelah abad ke-17, telah melahirkan kebangkitan islam dikalangan warga arab di pinggiran imperium itu. Yang terpenting diantaranya adalah gerakan Wahabi, sebuah gerakan reformis puritanis (salafiyyah). Pembaharuan islam pada abad ke-20 yang lebih bersifat intelektual.[53]
Katalisator terkenal gerakan pembaharuan ini adalah Jamaluddin Al-Afgani (1897). Ia mengajarkan solidaritas PAN Islam dan pertahanan terhadap imperialisme Eropa, dengan kembali pada islam dalam suasana yang secara ilmiah di modernisasi.[54]
Gerakan yang lahir di Timur Tengah itu telah memberikan pengaruh besar kepada gerakan kenangkitan islam di Indonesia. Bermula dari pembaharuan pemikiran dan pendidikan islam di Minangkabau, yang disusul oleh pembaharuan pendidikan yang dilakukan oleh masyarakat Arab di Indonesia, kebangkitan islam semakin berkembang membentuk organisasi-organisasi sosial keagamaan, seperi Sarekat Dagang Islam (SDI) di Bogor (1909) dan Solo (1911), Persyarikatan Ulama di Majalengka, Jawa Barat (1911), Muhammadiyah di Yogyakarta (1912), Persatuan Islam (persis) di Bandung (1920-an), Nahdlatul Ulama (NU) di Surabaya (1926), dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) di Candung, Bukittinggi (1930); dan partai-partai politik, seperti Sarekat Islam (SI) yang merupakan kelanjutan dari SDI, Persatuan Muslimin Indonesia (Permi) di Padang Panjang (1932) yang merupakan kelanjutan, dan perluasan dari organisasi pendidikan Thawalib, dan Partai Islam Indonesia (PII) pada tahun 1938.[55]
Di antara organisasi-organisasi islam yang berkembang di Indonesia adalah :
1.      Jam’iyatul Khair
Jam’iyatul Khair berdiri 17 Juli 1905 di Jakarta. Dengan tokoh-tokohnya seperti Sayyid Shihab dan kawan-kawan. Organisasi ini pada awal berdirinya memiliki aktivitas dibidang pembinaan pendidikan dasar dan pengiriman pelajar ke Turki. Walaupun organisasi ini bersifat independen, tetapi mayoritas anggotanya orang arab.[56]
Jam’iyatul Khair pada awal berdirinya merupakan satu-satunya organisasi pendidikan yang menerapkan system pendidikan modern di Indonesia. Dalam hal pembaharuan pendidikan, para guru didatangkan dari Tunisia, Sudan, Maroko, Mesir dan Arab.[57]
2.      Syarikat Islam (SI)
Syarikat Islam (SI), mula-mula awalnya adalah Serikat Dagang Islam (SDI) yang didirikan oleh KH. Samanhudin pada tahun 1905 M di Solo. Ada yang mengatakan bahwa SDI mula-mula didirikan pada tahun 1911 M.[58]
            Kemudian pada tahun 1912 M, SDI berubah menjadi Syarikat Islam (SI) yang diprakarsai oleh HOS. Cokroaminoto, Abdul Muis, H. Agus Salim dan lain-lain. awalanya Si merupakan organisasi yang bergerak dibidang keagamaan, tetatpi kemudian menjadi gerakan politik. Dan pada saat ini, SI juga banyak bergeraka dibidang dakwah islam dan sosial. Tokoh-tokoh SI antara lain ; H. Samanhudin, HOS.Cokroaminoto, Abdul Muis dan H. Agus Salim.[59]
3.      Muhammadiyah
Muhammadiyah adalah organisasi islam yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan dan kawan-kawan di Yogyakarta pada 18 November 1912 M, bertepatan pada 8 Dzulhijjah 1330 H.[60]
            Tujuan organisasi Muhammadiyah yaitu menegakkan dakwah islamiyah dalam arti seluas-luasnya, bidang usahanya banyak sekali yang mencakup bidang-bidang ekonomi, sosial, kesehatan, pendidikan, dan dakwah. Muhammadiyah memiliki banyak sekolah formal, madrasah, rumah sakit, balai pengobatan, rumah yatim piatu, dan panti asuhan. Universitas Muhammadiyah cukup banyak yang menyebar diberbagai kota.[61]
Gerakan Muhammadiyah memiliki badan otonom yang membidangi bagian khusus dalam organisasi itu, antara lain ; Majlis Tarjih, Majlis Tabligh, Majlis Pendidikan, dan lain-lain. dalam bidang pendidikan, Muhammadiyah memiliki beberapa lembaga pendidikan dari SD, SMP, SMA, hingga universitas yang menyebar di berbagai kota.[62]
Muhammadiyah sebagai organisasi sosial keagamaan telah banyak berjasa dalam perjuangan negara Indonesia. Diantara tokoh pemerintah yang diakui pemerintah sebagai pahlawan nasional adalah KH. Ahamad Dahlan, KH. Mansur, Ny.H. Walidah Ahmad Dahlan, K.H. Fakhruddin.[63]
4.      Nahdatul Ulama (NU)
Nahdlatul Ulama (NU) artinya  Kebangkitan Ulama adalah organisasi masa islam yang didirikan oleh para ulama pesantren dibawah pimpinan KH. Asy’ari, disurabaya pada tanggal  31 Januari 1926. Diantara tokoh yang ikut  mendirikan NU adalah KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Hasbullah, KH. Bisri Syamsuri, KH. Ma’shum Lashem dan beberapa kiai lainnya.[64]
Lapangan usaha NU meliputi bidang- bidang pendidikan, dakwah dan sosial. NU memiliki pondok pesantren di Indonesia, seperti pesantren Tebu Ireng Jombang, Pesantren Petorongan Jombang, Pesantren Tambak Beras Jombang, Pesantren Lirboyo Kediri, Pesantren Asembagus Situbondo, Pesantren Kajin Pati, Pesantren Lasem Rembang, Pesantren Kalibeber Wonosobo, Pesantren Buntet Cirebon, Pesantren Cipasung Tasikmalaya dan lain-lain. disamping pendidikan yang dikelola NU adalah sekolah-sekolah formal sejak MI,MTs,MA juga SD, SMP, SMA sampai perguruan tinggi.[65]
5.      Jam’iyatul Washilah
Jam’iyatul Washilah adalah organisasi islam yang diresmikan pendiriannya pada 30 November 1930 M di Medan yang dipeloporin oleh para ulama terkemuka di Medan. Para ulama yang ikut mendirikan Jam’iyatul Washilah antara lain ; Ismail Banda, Abdurrahman Syihab, M. Arsyad Thahir Lubis, Adnan Nur, H. Syamsuddin, H. Yusuf Ahmad Lubis, H.A. Malik dan A. Aziz Efendi. [66]
Jam’iyatul Washilah banyak memiliki sekolah dan madrasah yang telah mengeluarkan lulusannya sebagai tokoh terkemuka di masyarakat. Al-Wasliyah banyak berjasa dalam proses dakwah islam di daerah Tanah Karo, Tapanuli dan Simalungun Sumatra Utara.[67]
6.      Al-Irsyad Al-Islamiyyah
Al-Irsyad adalah sebuah organisasi islam yang didirikan pada tahun 1913 oleh orang-orang keturunan Arab, dibawah pimpinan Syaikh Ahamd Syurkati, seorang Ulama asal Sudan.[68]
     Al-Irsyad bergerak terutama dibidang pendidikan dan dakwah. Tujuan Utama dari sekolah atau madrasah Al-Irsyad untuk mempermahir bahasa Arab sebagai bahasa Al-Quran. Banyak alumni sekolah-sekolah dan madrasah-madrasah Al-Irsyad yang pandai berbahasa arab dan memiliki pengetahuan luas dalam berbagai ilmu-ilmu islam.[69]
7.      Persatuan Islam Tarbiyah (PERTI)
Persatuan Islam Tarbiyah (PERTI) didirikan pada 20 Mei 1930 di Bukittinggi Sumatra Barat oleh sejumlah ulama terkemuka di Minangkabau , dibawah pimpinan syaikh Sulaiman Ar-Rasuli. Diantara ulama lain yang ikut dalam pendirian PERTI adalah Syaikh Muhammad Jamil Jaho, Syaikh Abbas Ladanglawas, Syaikh Abdul Wahid Sahili dan Syaikh Arifin Arsyadi.[70]
PERTI memiliki bidang Usaha dalam bidang pendidikan dan dakwah. PERTI pernah terjun dibidang politik praktis sebagai partai politik. PERTI juga memiliki banyak sekolahan dan pondok pesantren di Sumatra yang cukup berjasa dalam bidang pendidikan islam.[71]
8.      Persatuan Umat Islam  (PUI)
Persatuan Umat Islam  (PUI) didirikan oleh KH. Abdul Halim, seorang ulama pengasuh Pondok pesantren  di Majalengka Jawa Barat pada tahun 1911 M.
Dalam perkembangan berikutnya PUI memiliki banyak sekolah dan pondok pesantren yang menyebar di wilayah Jawa Barat. PUI merupakan dua gabungan organisasi Islam di Jawa Barat, yaitu perserikatan Umat Islam yang didirikan oleh KH. Abdul Halim dan Organisasi Al-Ittihad AQl-Islamiyah yang didirikan oleh KH. Ahmad Sanusi di Sukabumi Jawa Barat[72].
9.      Mathlaul Anwar (MA)
Mathlaul Anwar (MA) adalah organisasi islam yang didirikan di Menes Banten, pada 19 Agustus 1916. Didirikan oleh para tokoh islama di daerah Banten yang dimotori oleh KH. Mas Abdurrahman. Organisasi ini bersifat keagamaan, bertujuan mewujudkan kelurga dan masyarakat Indonesia yang takwa kepada Allah SWT, sehat jasmani dan rohani, berilmu pengetahuan, cakap dan terampil serta berkepribadian Indonesia.[73]
10.  Persatua Islam (PERSIS)
Persatua Islam (PERSIS) adalah organisasi massa islam yang didirikan oleh para ulama yang beraliran pembaharu  di Bandung pada 12 September 1923. Para ulama pendiri PERSIS antara lain KH. Zamzan dan A. Hassan. Persis merupakan organisasi yang bergerak dibidang pembaharuan. Usahanya terutama membasmi bid’ah khurafat,takhayul, taqlid dan syirik dikalangan umat islam, memperluas tabligh dan dakwah islam.bidang usahanya meliputi bidang dakwah,pendidikan dan penerbitan. Bidang pendidikan, organisasi PERSIS memiliki beberapa lembaga pendidikan modern dan juga pesantren yang sangat berjasa dalam bidang pemberdayaan manusia. Demikian pula dalam bidang dakwah islam. [74]
11.  Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DEWAN DAKWAH)
Dewan Dakwah Islam Indonesia. Didirikan oleh M. Natsir dan beberapa tokoh islam pemebharuan pembaru di Jakaeta. Dewan organisasi Indonesia merupakan organisasi dewan dakwah yang banyak berjasa dalam bidang dakwah di perkotaan, baik melalui dakwah pengajian-pengajian maupun berbagai aktivitas dakwah yang lain seperti penerbitan, baik buku atau majalah. Berbagai tokoh lainnya, yaitu Dr. Anwar Harjono. S.H., H. Buchari Tamam, dan lain-lain.[75]
12.  Majlis Dakwah Islamiyah (MDI)
Majlis Dakwah Islamiyah (MDI) didirikan oleh para tokoh islam yang tergabung dalam golongan karya pada masa pemerintahan Orde Baru dibawah pemerintahan Suharto.[76]
MDI merupaka organisasi dakwah yang cuku berjasa dalam bidang dakwah pembangunan melalui pengiriman tenaga dakwah dilokasi transmigrasi, khususnya diluar Jawa. Disamping iti, MDI juga berjasa dalam bidang dakwah terutama dikalangan birokrasi. Tokoh MDI antara lain H. Chalid Mawardi.[77]
13.  Majlis Ulama Indonesia (MUI)
Majlis Ulama Indonesia (MUI) didirikan pada 26 Juli 1975. Lembaga ini bertugas memberikan fatwa dan nasihat seputar masalah keagamaan dan kemasyarakatan sebagai pertimbangan pemerintah dalam menjalankan pembangunan. Pengurusnya terdiri dari beberapa tokoh islam dari berbagai organisasi yang ada.[78]
Tokoh-tokoh islam yang pernah menjadi pengurus MUI  antara lain ; Prof. DR. Hamka (1975-1981), KH.M Syukri Ghozali, KH. Hasan Bari, Prof. KH Ali Yafie dan DR. KH. MA. Sahal Mahfud.[79]
14.  Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI)
Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) adalah organisasi para cendikiawan muslim di Indonesia yang didirikan oleh para cendekiawan atas dukungan birokrasi, pada tahun 1990. Penggagasnya antara lain ; Prof. DR. Ing. BJ. Habibi yang waktu itu m,enjabat sebagai menteri riset dan Tekhnologi pada era Orde Baru. ICMI banyak berjasa dalam bidang penegakan dakwah islam melalui jalur strukturalb dan biokrasi negara. Tokoh-tokoh ICMI merupakan gabungan dari berbagai organisasi islam di Indonesia yang ada.[80]
Diantara para tokoh ICMI antaralain ; Prof. DR. Ing. BJ. Habibi, Prof. DR. Amien Rais, Prof, KH. Ali Yafie, Dr. Adi Sasano, DR. H. Tuti Alawiyah dan lain-lain[81].
Sementara itu, hampir pada waktu yang bersamaan, pemerintahan penjajahan menjalankan pemerintahan etis, politik balas budi. Balanda mendirikan sekolah-sekolah formal bagi bumi putra, terutama dikalangan priyayi dan kaum bangsawan. Pendidikan kaum terpelajar tersebut membuka mata kaum terpelajar akan kondisi masyarakat Indonesia. Pengetahuan mereka akan kemiskinan, kebodohan dan ketertindasan masyarakat Indonesia, pada saatnya mendorong lahirnya organisasi-organisasi sosial, seperti Budi Utomo, Taman Siswa, Jong Java, Jong Sumantranen Bond, Jong Ambong, Jong Selebes, dan lain sebagainya.[82]
Organisasi-organisasi sosial keagamaan islam dan organisasi-organisasi yang didirikan kaum terpelajar baru diatas, menandakan tumbuhya benih-benih nasionalisme dalam pengertian modern. Namun, kebanyakan anggota masing-masing saling berhadapan sebagai dua belah pihak yang- walaupun banyak hal dapat bekerja sama-seringkali bertentangan.  [83]



DAFTAR PUSTAKA

Yatim, Dr. Badri, M.A. 2014. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : Rajawali Pers.
Mansur Suryanegara, Ahmad. 1995. Menemukan Sejarah Wacana Pergerakan Islam di Indonesia. Bandung : Penerbit Mizan.
Sunanto, Prof. Dr. Musrifah. 2005. Sejarah Peradaban Islam Indonesia. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Tajuddin, Yuliyatun. 2014. Walisongo dalam Strategi Komunikasi Dakwah. Kudus : STAIN Kudus. (Jurnal)
Rukiati, Dra. Hj.Enung K., dkk. 2006. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Bandung : CV Pustaka Setia.
Suparjo. 2008. Islam dan Budaya: Strategi Kultural Walisongo dalam Membangun Masyarakat Muslim Indonesia. Purwokerto : STAIN Purwokerto. (Jurnal)
Abdullah, Taufik. 1992. Sejarah Umat Islam Indonesia. Jakarta: MUI.
Dr. Saifullah, SA. MA., Sejarah & Kebudayaan Islam di Asia Tenggara, (Celeban Timur : Pustaka Pelajar, 2010), halaman 22.
H.J. Graaf dan Th.G.Pigeud. 1985. Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa. Jakarta: Grafiti pers.
H.J.de Graaf.  1987. Awal Kebangitan Mataram, Masa Pemerintahan Senopati. Jakarta: Grafiti pers.
Abdullah, Taufik. 1987. Islam dan Masyarakat, Pantulan Sejarah Indonesia. Jakarta: LP3ES.
H.J.de Graaf, Disintegrasi Mataram di Bawah Amangkurat I, (Jakarta: Garfiti pers, 1987),
Sartono, Kartodirjo, 1987. Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900, jilid I. Jakarta: Gramedia.
M. Idwar Saleh, dkk., 1978. Sejarah Daerah Kalimantan Selatan.  Jakarta: Departemen P&K
Drs. Samsul Munir Amin, M.A., 2016. Sejarah Pradaban Islam. Jakarta: Amzah.

Catatan:
  1. Pendahuluan tolong diperbaiki, masih belum sesuai.
  2. Penutup tidak ada?
  3. Dalam tulisan ilmiah, gelar (Prof. Dr, Ustadz dll dihilangkan), termasuk dalam footnote dan daftar pustaka.


[1] Dr. Badri Yatim, M.A., Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2013), 201.
[2] Badri, Loc.Cit.
[3] Ahmad Mansur Suryanegara, Menemukan Sejarah Wacana Pergerakan Islam di Indonesia, (Bandung : Penerbit Mizan, 1995), halaman 97.
[4] Badri, Op.Cit., halaman 198.
[5] Prof. Dr. Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2005), halaman 10.
[6] Badri, Op.Cit., halaman 202.
[7] Yuliyatun Tajuddin, Walisongo dalam Strategi Komunikasi Dakwah, (Kudus : STAIN Kudus, 2014) halaman 19.
[8] Dra. Hj.Enung K. Rukiati, dkk, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Bandung : CV Pustaka Setia, 2006), halaman 31.
[9] Musyrifah, Op.Cit., halaman 11.
[10] Dr. Saifullah, SA. MA., Sejarah & Kebudayaan Islam di Asia Tenggara, (Celeban Timur : Pustaka Pelajar, 2010), halaman 22.
[11] Ibid., halaman 23.
[12] Ibid., halaman 24.
[13] Saifullah, Loc.Cit.
[14] Ahmad, Op.Cit., halaman 105.
[15] Suparjo, Islam dan Budaya: Strategi Kultural Walisongo dalam Membangun Masyarakat Muslim Indonesia, (Purwokerto : STAIN Purwokerto, 2008), halaman 2.
[16] Ibid., halaman 3.
[17] Badri, Op.Cit., halaman 201.
[18] Saifullah, Op.Cit., halaman 21.
[19] Ibid., halaman 20.
[20] Badri, Op.Cit., halaman 204.
[21] Uka Tjancrasasmita (Ed.), Sejarah Nasional Indonesia III, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1984), hlm.3.
[22] Uka Tjancrasasmita, Proses Kedatangan Islam dan Munculnya Kerajaan-kerajaan Islam di Aceh, dalam A. Hasymy, ibid., hlm.362.
[23] Taufik Abdullah (ed.), Sejarah Umat Islam Indonesia, ( Jakarta: MUI, 1992), hlm. 55.
[24] Anas Machmud, “Turun Naiknya Peranan Kerajaan Aceh Darussalam di Pesisir Timur Pulau Sumatera”, dalam A. Hasymy,op. Cit., hlm. 286.
[25] H. J . de Graaf, op.cit., hlm.6.
[26] Ibid., hlm.7.
[27] Taufik Abdullah (Ed.), op.cit., hlm.69
[28] H.J. Graaf dan Th.G.Pigeud,Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa,(Jakarta: Grafiti pers,1985), hlm.49.
[29] Ibid., hlm.62.
[30] Taufik Abdullah (Ed.), op.cit., hlm.70.
[31] Ibid., hlm.265.
[32] H.J.de Graaf,  Awal Kebangitan Mataram, Masa Pemerintahan Senopati, (Jakarta: Grafiti pers,1987), hlm.95.
[33] Taufik Abdullah, Islam dan Masyarakat, Pantulan Sejarah Indonesia, (Jakarta: LP3ES, 1987), hlm.142.
[34] Ibid., hlm.108.
[35] H.J.de Graaf, Disintegrasi Mataram di Bawah Amangkurat I, (Jakarta: Garfiti pers, 1987), hlm.xi.
[36] H.J.de Graaf dan Th.G.Th.Pigeud.,op.cit, hlm.147.
[37] Ibid., hlm.108.
[38] Ibid., hlm.214.
[39] Ibid., hlm.154.
[40] Sartono, Kartodirjo, Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900, jilid I, (Jakarta: Gramedia, 1987), hlm.114.
[41] J.J.Ras, Hikayat Banjar: A. Study in Mlay Historiography, (The Hague Martinus Nijhoff-KTLV, 1968), hlm 376-398.
[42] ibid., hlm. 376-377.
[43]M. Idwar Saleh, dkk., Sejarah Daerah Kalimantan Selatan, (Jakarta: Departemen P&K, 1978), hlm.20-21.
[44] Taufik Abdullah (Ed.), Sejarah..., op.cit., hlm. 87.
[45] Ibid., hlm.88.
[46] H.J.de Graaf, “Islam...”, op.cit.,hlm.18.
[47] Uka Tjandrasasmita, Sejarah...., op.cit., hlm. 25.
[48] Taufik abdullah, Sejarah....., op.cit., hlm.94.
[49] H.J.de Graaf, “Islam...”op.cit., hlm.14
[50] Ibid., hlm.15.
[51] Taufik Abdullah (Ed.), Sejarah..., op.cit., hlm. 89.
[52] Uka Tjandrasasmita, Sejarah...., op.cit., hlm. 26.
[53] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Rajawali Pers,2014), hlm.257.
[54] Ibid,. hlm.257
[55] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Rajawali Pers,2014), hlm.257-258.
                                                                                               
[56] Drs. Samsul Munir Amin, M.A., Sejarah Pradaban Islam, (Jakarta: Amzah,2016), hlm.423
[57] Ibid,. hlm.423
[58] Ibid,. hlm.423
[59] Ibid,. hlm.423
[60] Ibid,. hlm.423
[61] Ibid,. hlm.423
[62] Ibid,. hlm.424
[63] Ibid,. hlm.424
[64] Ibid,. hlm.424
[65] Ibid,. hlm.424-425
[66] Ibid,. hlm.425
[67] Ibid,. hlm.425
[68] Ibid,. hlm.425
[69] Ibid,. hlm.425-426
[70] Ibid,. hlm.426
[71] Ibid,. hlm.426
[72] Ibid,. hlm.426
[73] Ibid,. hlm.426
[74] Ibid,. hlm.427
[75] Ibid,. hlm.427
[76] Ibid,. hlm.428
[77] Ibid,. hlm.428
[78] Ibid,. hlm.428
[79] Ibid,. hlm.428
[80] Ibid,. hlm.428
[81] Ibid,. hlm.428
[82] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Rajawali Pers,2014), hlm.258.
[83] Ibid,. hlm.258

Tidak ada komentar:

Posting Komentar