Islam
di Indonesia
Atiqur Rahman, Imam Zainudin, Mar’atus
Sholihah, Nihayatus Sa’adah
Mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab Kelas A Angkatan 2016
semester 2
Universitas Islam Mulana Malik Ibrahim Malang
e-mail : zainudinimam9@gmail.com
Abstract
Artikel ini
membahas tentang Islam yang berkembang di Indonesia; (1) Dimulai dari
kedatangan islam di Indonesia melalui perdagangan. (2) Hadirnya kerajaan islam
yang juga berkontribusi pada islamisasi di Indonesia melalui jalan ;
pendidikan, wewenang, dan peraturan raja yang mengadopsi peraturan Islam. (3)
gerakan modern islam; asal-usul dan perkembangan yang ada di Indonesia. Islam
mulai dikenal semenjak Rosuulullah. Namun, proses islamisasi baru diawali oleh
Khulafaur Rosyidin dan proyeksi ekspansi besar pada dinasti Mu’awiyah,
Abbasiyah, serta dinasti lain setelahnya. Islam Indonesia diajarkan secara
damai tanpa pertumpahan darah. Fakta yang paling diyakini adalah keberadaan
Walisongo yang memiliki strategi tarbiyatul ummah yang mengajarkan Islam dengan
cara mendidik. Selain itu keaguangan Islam dapat juga ditengok pada masa
kerajaan. Apabila ada masalah yang berkembang di kerajaan maka Islam bertugas
sebagai alat untuk menyelesaikannya. Selalin itu masuknya Islam di Indonesi
disinyalir melalui enam jalan; perdagangan, perkawinan, tasawuf, pendidikan,
kesenian dan politik.
Kata
Kunci : Islam, Kerajaan, Gerakan Modern
This article
contains the development of Islam in Indonesia; 1) starting from the first
period of Islam in Indonesia through commercial approach. 2) The existence of
Islamic kingdom, contributing in islamization process on the ways of education,
authority, the roles which is adopted by Islam. 3) the movement of Islamic
modern; historiography of Islamic genesis, and how it develops in Indonesia.
Islam starts from Rosulullah era. Starting on islamization in Khulafaur
Rosyidin era, and comes to great Islamization project in dynasty of Mu’awiyah, Abbasiyah, and others dynasty
after. Islam Indonesia constructed with peace. The facts believed are the
existences of Walisongo who are conducted tarbiyatul ummah strategy. Beside,
Islam Indonesia seeable in kingdom eras. However, Islam transformed to be an
instrument in problem solving. Furthermore, Indonesia overspread in six ways;
merchandising, marriage, asawwuf, education, arts, and politics.
Keyword
: Islam, Kingdom, the movement of Islamic modern
Pendahuluan
Islam adalah agama
yang universal sehingga dinamakan agama rahmatan lil “alamin,
sekalipun pada awalnya diturunkan pada lingkungan masyarakat di Jazirah Arab.
Pada masa selanjutnya setelah Islam tersebar ke seluruh penjuru jazirah Arab
kemudian merambah ke luar jazirah Arab sampai ke wilayah yang sangat jauh dari
pusat sumber datangnya Islam seperti ke Benua Eropa, Cina, hingga Asia
Tenggara.
Asia
Tenggara, khusus Negara pesisir, menjadi wilayah yang cepat penyebaran Islam
jika dibandingkan dengan daerah-daerah di pedalaman. Pasalnya, Asia Tenggara
merupakan jalur lintas perdagangan dan pelayaran
antarbenua, khususnya Asia-Eropa sejak awal masehi. Oleh karena itu, kawasan
ini ramai dengan hadirnya para pedagang dan pelaut yang melintasi wilayah
tersebut. Dengan begitu, para pedagang yang juga sebagai penyebar agama Islam
dapat berinteraksi dengan masyarakat saat berlabuh dan berdagang. Namun, sampai
pada tahap Islam menjadi kekuasaan politik yang mapan, berbentuk
kerajaan-kerajaan Islam diperlukan waktu yang terbilang lama dalam melalui
beberapa tahap penyebaran. Hingga sampai pada tahap Islam menjadi sebuah
gerakan baru dalam sebuah Negara.
Kedatangan Islam
di Indonesia : Cara-Cara Islamisasi
Penyebaran
Islam di nusantara berawal dari kota-kota pelabuhan. Pada waktu itu,
berdatangan para pedagang Muslim yang berasal dari Arab, Persia, dan India
melalui jalur pelayaran. Musafir-musafir sufi pun datang bersamaan. Melalui
jalur inilah para pedagang Muslim dapat berhubungan dengan penduduk pribumi.
Mereka dapat saling berinteraksi yang memungkinkan terjadinya hubungan timbal
balik, sehingga terbentuklah perkampungan Muslim. Dari sinilah pemaparan
bagaimana Islam masuk, bahkan mampu menjadi agama yang paling banyak dianut di
Indonesia dimulai.
Suatu
kenyataan bahwa kedatangan Islam ke Indonesia dilakukan secara damai. Apabila
situasi politik suatu kerajaan mengalami kekacauan dan kelemahan disebabkan
perebutan kekuasaan di kalangan keluarga istana, maka Islam dijadikan alat
politik bagi golongan bangsawan atau pihak-pihak yang menghendaki kekuasaan
itu. Mereka berhubungan dengan pedagang-pedagang Muslim yang posisi ekonominya
kuat karena menguasai pelayaran dan perdagangan. Apabila kerajaan Islam sudah
berdiri, penguasanya melancarkan perang terhadap kerajaan non-Islam. Hal itu
bukanlah karena persoalan agama tetapi karena dorongan politis untuk menguasai
kerajaan-kerajaan di sekitarnya. [1]
Menurut
Uka Tjandrasasmita, saluran-saluran islamisasi yang berkembang ada enam,[2]
yaitu :
1. Saluran
Perdagangan
Sedikit
membahas tentang masuknya agama Islam ke Indonesia erat kaitannya dengan
beberapa teori masuknya Islam ke Indonesia, yaitu teori Gujarat, teori Mekkah,
dan teori Persia. Bahkan beberapa buku literatur menambahkan teori Cina. Semua
teori-teori tersebut memiliki kesamaan dalam satu hal, bahwa Islam pertama kali
masuk ke Indonesia dibawa oleh para pedagang.
Ramainya
jalur perdagangan pada abad ke-7 sampai abad ke-16 M itu membuat para pedagang
yang singgah turut ambil bagian dalam proses penyebaran Islam secara tidak
langsung. Bahwa penyebaran Islam melalui jalur perniagaan. Dalam penyebaran ini
Islam tidak mengenal adanya organisasi missi ataupun zending. J.C van Leur
dalam hal ini menjelaskan bahwa setiap pedagang Islam merangkap sebagai da'i.[3]
Uka
Tjandrasasmita menyebutkan bahwa para pedagang Muslim banyak yang bermukim di
pesisir Pulau Jawa yang penduduknya ketika itu masih kafir. Mereka berhasil
mendirikan masjd-masjid dan mendatangkan mullah-mullah dari luar sehingga
jumlah mereka menjadi banyak dan karenanya anak-anak Muslim itu menjadi orang
dan kaya-kaya. Di beberapa tempat di pesisir Pulau Jawa, para penguasa yang
menjabat sebagai Bupati Majapahit berangsur-angsur masuk Islam. Bukan hanya
karena faktor politik dalam negeri yang sedang goyah tetapi terutama karena
faktor hubungan ekonomi dengan pedagang-pedagang Muslim. [4]
2. Saluran
Perkawinan
Jika
dilihat dari segi perekonomian, para pedagang Muslim memiliki status sosial
yang lebih baik dari kaum pribumi. Hal ini menarik perhatian putri-putri
bangsawan untuk menjadi istri-istri pedagang Muslim itu. Sebelum perkawinan
dilangsungkan, tentu mereka akan diislamkan terlebih dahulu. Setelah perkawinan
dilangsungkan dan mereka telah memiliki keturunan, pada akhirnya keturunan
merekalah yang akan melanjutkan penyebaran Islam. Dan Islam akan semakin luas
membentuk perkampungan, daerah-daerah, hingga kerajaan-kerajaan Islam.
Perkawinan
antara pedagang Muslim dengan anak seorang bangsawan secara tidak langsung
meningkatkan status sosial muslimin dengan sifat kharisma kebangsawanan yang
dimiliki pasangan. Lebih-lebih, apabila perkawinan terjadi antara pedagang
besar dengan putri raja, maka keturunannya akan menjadi pejabat birokrasi,
pitra mahkota kerajaan, syahbandar, dan lain-lain. Hal ini akan mempercepat
proses Islamisasi.[5]
Demikianlah yang terjadi antara Brawijaya dengan Putri Campa yang menurunkan
Raden Patah, seorang Raja Demak yang pertama.
3. Saluran Tasawuf
Pengajar-pengajar tasawuf atau
para sufi, mengajarkan teosofi yang bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal
luas oleh masyarakat Indonesia. Mereka mahir dalam soal-soal magis dan
mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhkan.[6] Walisongo dinilai sebagai sosok para ulama sufi
yang sekaligus psikolog karena mampu membaca fenomena masyarakat yang ketika
itu telah menganut kepercayaan Hindu dan Kejawen.[7] Walisanga dalam menyebarkan Islam di tanah Jawa
telah menggunakan beberapa strategi dan metode dakwah. Diantaranya adalah
dengan memobilisasi semua alat ta'tsir psikologis yang berupa sensasi, conciliare,
sugesti, hipnotis sampai de cere. Karena sensasi inilah masyarakat awam
dipaksa secara halus untuk menaruh perhatian kepada para wali dan
mengesampingkan yang lainnya. Karena conciliare, publik akhirnya
mengganggap penting apa saja yang datang dari para wali. Karena sugesti, rakyat
didorong berbuat sesuatu sehingga bergerak tanpa banyak tanya. Karena hipnotis,
rakyat terpukau akan segala sesuatu yang bermerk para wali tanpa banyak selidik
dan kritik. Selanjutnya karena de cere, para wali dapat mengendalikan
dan mengarahkan awam sebagai obyek dakwahnya ke mana saja yang mereka
kehendaki.
Dengan
tasawuf, Islam lebih mudah diterima dan dimengerti. Karena ajaran-ajaran Islam
memiliki kesamaan dengan alam pikiran masyarakat pribumi yang sebelumnya
menganut agaman Hindu dan Budha. Seperti dakwah Sunan Kudus dengan lembunya
yang dihias secara unik dan nyentrik.
4. Saluran
Pendidikan
Islam
dikembangkan di Indonesia salah satunya melalui proses pendidikan. Baik
pendidikan formal, maupun informal. Proses pendidikan formal dilakukan dengan
pendirian lembaga pendidikan, seperti pesantren, oleh guru-guru agama atau para
ulama. Kemudian, masyarakat sebagai peserta didik akan mendapatkan pendidikan
agama Islam secara mendalam. Setelah mereka keluar dari pesantren, mereka
pulang ke kampung masing-masing dan berdakwah mengajarkan pengetahuan agamanya.
Di
Kerajaan Perlak, misalnya, telah berdiri sebuah lembaga pendidikan tinggi yang
didirikan oleh Sultan Mahmud Alauddin
Muhammad Amin. Itu berarti proses pendidikan di Kerajaan Perlak tersebut telah
berjalan dengan baik. “Di Perlak pun terdapat suatu lembaga pendidikan lainnya
berupa majelis taklim tinggi, yang dihadiri khusus oleh para murid yang alim
dan mendalam ilmunya. Pada majelis taklim ini diajarkan kitab-kitab agama yang
berbobot dan berpengetahuan tinggi, seperti kitab Al-Um karangan Imam Syafi’i. [8]
Adapun
Walisanga memiliki strategi tarbiyatul ummah, terutama sebagai upaya
pembentukan dan penanaman kader, serta strategi penyebaran juru dakwah ke
berbagai daerah. Sunan Kalijaga misalnya mengkader Kiai Gede Adipati
Pandanarang (Sunan Tembayat) dan mendidik Ki Cakrajaya dari Purworejo kemudian
mengirimnya ke Lowanu untuk mengislamkan masyarakat di sana. Sunan Ampel
mengkader Raden Patah kemudian menyuruhnya berhijrah ke hutan Bintara, membuat
perkampungan dan kota baru dan mengimami masyarakat yang baru terbentuk itu.
Maulana Hasanuddin yang diasuh ayahnya, Sunan Gunung Jati, yang kelak menjadi
Sultan Banten yang pertama. [9]
5. Saluran
Kesenian
Dalam
sejarah penyebaran Islam oleh Walisanga, mereka memiliki strategi yang disebut
Pendekatan al-Hikmah. Yaitu penyebaran Islam dengan jalan kebijaksanaan
yang diselenggarakan secara populer, atraktif dan sensasional. Pendekatan ini
digunakan oleh walisanga terutama dalam menghadapi masyarakat awam. Dalam
rangkaian ini kita dapati kisah Sunan Kalijaga dengan gamelan Sekatennya. Atas
usul Sunan Kalijaga, maka dibuatlah keramaian Sekaten atau Syahadatain yang
diadakan di Masjid Agung dengan memukul gamelan yang sangat unik dalam hal
langgam dan lagu maupun komposisi instrumental yang telah lazim selama ini.
Selain Sunan Kalijaga, adapun Sunan Ampel yang terkenal karena kemampuannya berdakwah
dengan mengrang sya’ir dengan menggunakan ide-ide dan budaya lokal.[10]
Kemudian Sunan Bonang, yang terkenal dengan dakwah beliau melalui wayang,
seperti Sunan Kalijaga. Beliau menyempurnakan instrumen gamelan dan tembang Bonang,
Kenong, Tembang Macapat, dan Suluk Wujil.[11]
Sunan Kudus terkenal karena banyak mengarang sastra Jawa-Islam yang digunakan
sebagai media dakwah.[12]
Selanjutnya, Sunan Muria, salah seorang putra Sunan Kalijaga. Karya-karya
penting beliau adalah lagu-lagu Jawa-Islam Tembang Sinom dan Tembang
Kinanthi.[13]
Saat itu para wali
mengakui bahwa wayang sebagai media komunikasi yang mempunyai pengaruh besar
terhadap pola pikir masyarakat. [14]Oleh
karena itu, para wali memodifikasi wayang, baik dalam hal bentuk, maupun isi
cerita pewayangan diislamkan. Instrumen
pengiring pementasan wayang juga diubah dalam segi filosifinya. Sehingga
masyarakat akan lebih mudah untuk menerima kehadiran ajaran-ajaran Islam. Kesenian-kesenian
lain turut dijadikan media islamisasi, diantaraya sastra, seni arsitektur, seni
ukir.
Arsitektur
masjid dapat dipandang sebagai bentuk adopsi dari konsep masjid yang ada di
Timur Tengah dengan vihara, pura, dan candi. Setidaknya, ada tiga entitas
arsitektur masjid yang perlu dielaborasi, yakni atap masjid bersusun tiga,
bentuk mustaka, dan bentuk menara. Model arsitektur masjid yang demikian itu
tidak ditemukan di negara asal Islam, yakni Saudi Arabia khususnya dan Timur
Tengah pada umumnya.[15]
Arsitektur
masjid yang terdiri dari tiga atap juga dapat diangap sebagai adopsi dari konsep
arsitektur candi agama Budha. Dalam filsafat Budha, candi yang terdiri dari
tiga lantai merepresentasikan filsafat perjalanan ruh manusia. Hanya saja,
Islam memberikan penjelasan teologi yang berbeda dari agama Budha. Dalam Islam,
proses perjalanan ruh manusia dari alam arwah ke alam dunia ke alam kubur, dan
selanjutnya ke alam akhirat hanya berlangsung sekali. Hal ini menunjukkan bahwa
para Walisongo menyadari frame pemikiran masyarakat tentang arsitektur tempat
ibadah. Jadi, mereka mendekatkan ajaran teologi Islam dengan menggunakan
instrument budaya yang telah ada, dan mengisinya dengan ajaran Islam.[16]
6. Saluran
Politik
Seperti
yang telah dikutip sebelumnya, “Apabila situasi politik suatu kerajaan
mengalami kekacauan dan kelemahan disebabkan perebutan kekuasaan di kalangan
keluarga istana, maka Islam dijadikan alat politik bagi golongan bangsawan atau
pihak-pihak yang menghendaki kekuasaan itu. Mereka berhubungan dengan
pedagang-pedagang Muslim yang posisi ekonominya kuat karena menguasai pelayaran
dan perdagangan. Apabila kerajaan Islam sudah berdiri, penguasanya melancarkan
perang terhadap kerajaan non-Islam.” [17]
Islam terkadang dijadikan alat untuk berpolitik dan ekspansi wilayah. Namun,
dengan begitu Islam pun mampu mengubahnya menjadi sebuah keuntungan untuk turut
meperkuat eksistensinya. Dalam catatan sejarah mengatakan, ketika terjadi
perebutan kekuasaan untuk menguasai Kerajaan Banjar, Raden Samudra meminta
bantuan Kerajaan Demak. Beliau berkeinginan untuk menghancurkan Pangeran
Tumenggung dan merebut tahta kerajaan. Kemudian, Kerajaan Demak mengutus
seorang Ulama Penghulu Demak untuk mengislakam Kalimantan Selatan terlebih
dahulu. Alhasil, Raden Samudra masuk Islam dan bergelar Sultan Suryanullah. Dan
memerintah Kerajaan Banjar sejak 1550. [18]
Proses
islamisasi melalui jalur ini memang terbilang efektif. pasalnya, Islam dapat
tersebar dengan cepat dan menyeluruh ke penjuru wilayah kerajaan. Peran seorang
raja dan kekuasaannya sangat diandalkan dalam hal ini. “Menurut cerita rakyat
setempat, Raja Gowa dan Tallo mendatangkan tiga ulama dari Minangkabau untuk
menjalankan dakwah di kerajaannya, yakni Khatib Tunggal atau Dato ri Bandang,
Khatib Sulung atau Dato ri Patimang, dan Khatib Bungsu atau Dato ri Tiro.”[19]
Di
samping itu, baik di Jawa dan Sumatra maupun di Indonesia bagian timur, demi
kepentingan politik, kerajaan-kerajaan Islam memerangi kerajaan-kerajaan
non-Islam. Kemenangan kerajaan Islam secara politis banyak menarik penduduk
kerjaan bukan Islam itu untuk masuk Islam.[20]
Pertumbuhan
Lembaga Sosial dan Politik : Kerajaan-Kerajaan.
Setelah
agama Islam tersebar di suatu daerah, ternyata di sana lalu timbul negara,
masyarakat atau setidak-tidaknya suatu komuniti. Kerajaan yang tumbuh dan
berkembang diantara nya Kerajaan Samudera Pasai, Kerajaan Aceh Darussalam,
Kerajaan Demak, Kerajaan Pajang, Kerajaan Mataram, Kerajaan Cirebon, Kerajaan
Banten, Kerajaan Banjar, Kerajaan Kutai, Kerajaan Maluku, Kerajaan Gowa-Tallo,
Kerajaan Bone, Kerajaan Wajo, Kerajaan Soppeng,
dan Kerajaan Lawu.
1.
Kerajaan Samudra
Pasai
Kerajaan
Islam pertama di Indonesia adalah kerajaaan Samudera Pasai yang merupakan
kerajaan kembar. Kerajaan ini terletak di Pesisir Timur Laut Aceh.
Kemunculannya sebagai kerajaan Islam diperkirakan mulai awal pertengahan abad
ke 13 M.[21]
Bukti berdirinya kerajaan Samudera Pasai pada abad ke-13 M itu di dukung oleh
adanya nisan kubur terbuat dari gramik asal Samudera Pasai. Dari insan itu,
dapat diketahui bahwa raja pertama kerajaan itu menginggal pada bulan Ramadhan
tahun 696H, yang diperkirakan bertepatan dengan tahun 1297 M.
Dari
segi politik munculnya kerajaan Samudera Pasai abad ke-13 M itu sejalan dengan
suramnya peranan maritim kerajaan Sriwijaya, yang sebelumnya memegang peranan
penting di kawasan Sumatra dan sekelilingnya.[22]
Gelar Malik Al-Saleh sebelum menjadi raja adalah Merah Selu. Ia utusan Syarief
Makkah, yang kemudian memberinya gelar Sultan Malik Al-Saleh. Nisan kubur itu
didapatkan di Gampong Samudera bekas kerajaan Samudera Pasai tersebut.
Pendapat
bahwa Islam sudah berkembang disana sejak awal abad ke-13 M, di dukung oleh
berita Cina dan pendapat Ibn Batutah, seorang pengembara terkenal asal Marokko,
yang pada pertengahan abad ke-14 M (tahun 746 H/ 1345 M) mengunjungi Samudera
Pasai dalam perjalanannya dari Delhi ke Cina.
Dalam
kehidupan perekonomiannya, kerajaan maritim ini, ridak mempunyai basis agraris.
Basis perekonomiannya adalah perdagang dan pelayaran. Pengawasan terhadap
perdagangan dan pelayaran itu merupakan sendi-sendi kekuasaan yang memungkinkan
kerajaan memperoleh pengahasilan dan pajak yang besar. Tome Pires menceritakan,
di Pasai ada mata uang dirham. Dikatakannya bahwa setiap kapal yang membawa
barang-barang dari Barat dikenakan pajak 6%. Samudera Pasai pada waktu itu
ditinjau dari segi geografis dan sosial ekonomi, memang merupakan suatu daerah
yang penting sebagai penghubung antara pusat-pusat perdagangan yang terdapat di
kepulauan Indonesia, India, Cina, dan Arab. Ia merupakan pusat perdangan yang
sangat penting. Adanya mata uang itu membuktikan bahwa kerajaan ini pada saat
ini merupakan kerajaan yang makmur.
Mata
uang dirham dari Samudera Pasai tersebut pernah diteliti oleh H.K.J. Cowan
untuk menunjukkan bukti-bukti sejarah raja-raja Pasai. Mata uang tersebut menggunakan
nama-nama Sultan Alauddin, Sultan Manshur Malik Al-Zahir, Sultan Abu Zaid, dan
Abdullah. Pada tahun 1973 M, ditemukan lagi 11 mata uang dirham di antarannya
bertuliskan nama Sultan Muhammad Malik Al-Zahir, Sultan Ahmad, dan Sultan
Abdullah, semuannya adalah raja-raja Samudera Pasai pada abad ke 14 M dan 15 M.
Kerajaan
Samudera Pasai berlangsung sampai tahun 1524 M. Pada tahun 1521 M, kerajaan ini
ditaklikkan oleh Portugis yang mendudukinya selama tiga tahun, kamudian tahun
1524 M dianeksasi oleh raja Aceh. Ali Mughayatsyah. Selanjutnya, kerajaan
Samudera Pasai berada di bawah pengaruh kesultanan Aceh yang berpusat di Bandar
Aceh Darussalam. [23]
2.
Kerajaan Aceh
Darussalam
Kerajaan
Aceh terletak di daerah yang sekarang dikenal dengan nama Kabupaten Aceh Besar.
Disini pula terletak ibu kotanya. Kuramg diketahui kapan kerajaan ini
sebenarnya berdiri. Menurut Anas Machmud, Kerajaan Aceh berdiri pada abad ke-15
M, di atas puing-puing kerajaan Lamuri, oleh Muzaffar Syah (1465-1497 M).
Dialah yang membangun kota Aceh Darussalam.[24] Menurutnya,
pada masa pemerintahannya Aceh Darussalam mulai mengalami kemajuan dalam bidang
perdagangan, karena saudagar-saudagar Muslim yang sebelumnya berdagang dengan
Malaka memindahkan kegiatan mereka ke Aceh, setelah Malaka dikuasai Portugis
(1511 M). Sebagai akibat penaklukan Malaka oleh Portugis (1511 M). Sebagai
akibat penaklukan Malaka oleh Portugis itu, jalan dagang yang sebelumnya dari
laut Jawa ke utara melalui Selat Kalimantan terus ke Malaka, pindah melalui
Selat Sunda dan menyusur pantai Barat Sumatera, terus ke Aceh. Dengan denikian,
Aceh menjadi ramai dikunjung oleh para saudagar dari berbagai negeri.
Perletak dasar kebesaran kerajaan Aceh adalah
Sultan Alauddin Riayat Syah yang bergelar Al-Qahar. Dalam menghadaou bala
tentara Portugis, ia menjalin hubungan persahabatan dengan kerajaan Usmani di
Turki dan negara-negara Islam yang lain di Indonesia. Dengan bantuan Turki
Usmani tersebut, Aceh dapat membangun angkatan perangnya dengan baik. Aceh
ketika itu tampaknya mengakui kerajaan Turki Usmani sebagai pemegang kedaulatan
tertinggi dan kekhilafan dalam Islam.
Puncak
kekuasaan kerajaan Aceh terletak pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda
(1608-1637). Pada masanya Aceh menguasai seluruh pelabuhan di pesisir Timur dan
Barat Sumatera. Dari Aceh, Tanah Gayoyang berbatasan diislmkan, juga
Minagkabau. Hanya orang-orang kafir Batak yang berusaha menangkis
kekuatan-kekuatan Islam yang datang, bahkan mereka melangkah begitu jauh smapi
minta bantuan Portugis.[25] Sultan Iskandar
tidak terlalu bergantung kepada bantuan Turki Usmani yang jaraknya jauh. Untuk
mengalahkan Portugis, sultan kemudian bekerjasama dengan musuh Portugis, yaitu
Belanda dan Inggris. Pada masanya, Aceh terus berkembang untuk masa beberapa
tahun. Pengetahuan agama maju dengan pesat. Akan tetapi, kematiannya diikuti
oleh masa-masa bencana. Tatkala beberapa sultan perempuan menduduki singgasana
pada tahun 1641-1699, beberapa wilayah tatkalanya lepas dan kesultanan menjadi
terpecah belah. Selain itu, pemulihan kembali kesultanan tidak banyak
bermanfaat, sehingga menjelang abad ke-18 M kesultanan Aceh merupakan bayangan
belaka dari masa silam dirinya, tanpa kepemimpinan dan kacau balau.[26]
Pada
masa kerajaan ini, perkembangan ilmu pengetahuan semakin maju. Pada masa ini muncul
tokoh-tokoh ulama seperti :
1.
Syaikh Abdullah Arif (dari Arab),
2.
Hamzah Al-Fanshuri (tokoh
tasawuf),
3.
Syamsuddin As-Sumatrani (1630 M),
dan
4.
Abdurrauf Singkel (1693 M )
B.
Tumbuh dan Berkembangnya Kerajaan-Kerajaan Islam
di Jawa
1.
Kerajaan Demak
Sebagaimana telah disebutkan dalam bab
terdahulu, perkembangan Islam di Jawa bersamaan waktunya dengan melemahnya
posisi Raja Majapahit. Hal itu memberi peluang kepada penguasa-penguasa Islam
di pesisir untuk membangun pusat-pusat kekuasaan yang independen. Di bawah pimpinan
Suan Ampel Denta, Wali Songo bersepakat mengangkat Raden Patah menjadi raja
pertama kerajann Demak, kerajaan Islam pertama di Jawa, dengan gelar Senopati
Jimbun Ngamdurahman Penembahan Palembang Sayidin Panatagama.[27] Raden patah
dalam menjalankan pemerintahannya, terutama dalam persoalan-persoalan agama,
dibantu oleh para ulama, Wali Songo. Sebelumnya, Demak yang masih bernama
Bintoro merupakan daerah asal Majapahit yang diberikan raja Majapahit kepada
raden Patah. Daerah ini lambat laun menjadi pusat perkembangan agama Islam yang
diselenggarakan oleh para wali.
Pemerintahan
Raden Patas berlangsung kira-kira di akhir abad ke-15 hingga awal abad ke-16.
Dikatakan, ia adalah seorang anak Raja Majapahit dari eorang ibu Muslim
keturunan Campa. Ia digantikan oleh anaknya, Sambrang Lor, dikenal dengan nama
Pati Unus. Menurut Tome Pires, Pati Unus baru berumur 17 tahun ketika
menggantikan ayahnya sekitar tahun 1507. Menurutnya, tidak lama setelah naik
tahta, ia merencanakan suatu serangan terhadap Malaka. Semangat perangnya
semakin memuncak ketika Malaka ditaklukkan ole Portugis pada tahun 1511-1513,
terntaranya mengalami kekalahan besar.[28]
Pati Unus digantikan oleh Trenggono yang
dilantik sebagai sultan oleh Sunan Gunung Jati dengan gelar Sultan Ahmad Abdul ‘Arifin.
Ia memerintah pada tahun 1524-1546. Pada masa Sultan Demak yang ketiga inilah
Islam dikembangkan ke seluruh tanah Jawa, bahkan sampai ke Kalimantan Selatan.
Penaklukan Sunda Kelapa berakhir tahun 1527 yang dilakukan oleh pasukan
gabungan Demak dan Cirebon di bawah pimpinan Fadhilah Kahn. Majapahit dan Tuban
jatuh ke bawah kekuasaan kerajaan Demak diperkirakan pada tahun 1527 itu juga. [29] Selanjutnya,
pada tahun 1529, demak berhasil menundukkan Madiun, Blora (1530), Surabaya
(1531), dan antara tahun 1541-1542 Lamongan, Blitar, Wirasaba, dan Kediri
(1544). Palembang dan Banjarmasin mengakui kekuasaan Demak. Sementara daerah
Jawa Tengan bagian Selatan sekitar Gunung Merapi, Penging, dan pajang berhasil
dikuasai berkat pemuka Islam, Syaikh Siti Jenar dan Sunan Tambayat.[30] Pada tahun
1546, dalam penyerbuan ke Blambangan, sultan Trenggono terbunuh. Ia digantikan
adiknya, Prawoto. Masa pemerintahannya tidak berlangsung lama karena, terjadi
pemberontakan oleh adipati-adipati sekitar kerajaan Demak. Sunan Prawoto
sendiri kemudian dibunuh oleh Aria Penangsang dari Jipang pada tahun 1549.
Dengan demikian, kerajaan Demak berakhir dan di lNJUTKn oleh kerajaan Pajang di
bawah jaka Tingkir yang berhasil membunuharia Penangsang.
Adapun para sultan Kerajaan Demak :
a.
Raden Fatah (Sultan Fatah)
(1478-1518 M)
b.
Adipati Unus (1518-1521 M)
c.
Sultan Trenggono (1521-1546 M)
d.
Sunan Prawoto (1546-1546 M)
2.
Kerajaan Pajang
Kesultanan
Pajang adalah prlanjut da dipandang sebagai pewaris Kerajaan Islam Demak.
Kesultanan yang terletak di daerah Kartasura sekarang itu merupakan kerajaan
Islam pertama yang terletak didaerah pedalaman pulau Jawa. Usia kesultanan ini
tidak panjang. Kekuasaan dan kebesarannya kemudian diambil alih oleh kerajaan
Maratam.
Sultan atau raja pertama kesultanan ini adalah
Jaka Tingkir yang berasal dari Pengging, di lereng Gunung Merapi. Oleh Raja
Demak ketiga, Sultan Trenggono, Jaka Tingkir diangkat menjadi penguasa di
Pajang, setelah sebelumnya dikawinkan dengan anak perempuannya. Kediaman
penguasa Pajang itu, menurut Bahad, dibangun dengan mencontoh kraton Demak.
Pada tahun 1546, Sultan Demak meninggal
dunia. Setelah itu, muncul kekacauan di ibu kota. Konon, Jaka tingkir yang
telah menjadi penguasa Pajang itu dengan segera mengambil alih kekuasaan[31] karena anak
Sulung Sultan Trenggono yang menjadi pewaris tahta kesultanan, susuhan Prawoto,
dibunuh oleh kemenakannya, Aria Penangsang yang waktu itu menjadi penguasa di
Jipang ( Bojpnegoro sekarang).
Setelah
itu, ia memerintahkan agar semua benda pusaka Demak dipindahkan ke Pajang.
Setelah menjadi raja yang paling berpengaruh di Pulau Jawa ia bergelar Sultan
Adiwijaya. Pada masanya sejarah Islam di Jawa mulai dalam bentuk baru, titik
politik pindah dari pesisir (Demak) ke pedalaman. Peralihan pusat politik itu
membawa akibat yang sangat besar dalam perkembangan peradaban Islam di Jawa.
Sultan
Adiwijaya memperluas kekuasaannya di tanah pedalaman ke arah Timur sampai di
daerah Madiun, dialiran anak sungan Bengawan Solo yang terbesar. Setelah itu,
secara berturut-turut ia dapat mendudukkan Blora (1554) dan Kediri (1577). Pada
tahun 1581, ia berhasik mendapatkan pengakuan sebagai Sultan Islam dari
raja-raja terpenting di Jawa Timur. Pada umumnya hubungan antara keraton Pajang
dan raja-raja Jawa Timur memang bersahabat.
Selama
pemerintahan Sultan Adiwijaya, kesusastraan dan kesenian keraton yang sudah
maju di Demak dan Jepara lambat laun dikenal dipedalaman Jawa. Pengaruh agama
Islam yang kuat dipesisir menjalar dan tersebar ke daerah pedalaman.
Sultan
Pajang meninggal dua tahun 1587 da dimakamkan di Butuh, suatu daerah di sebelah
barat taman kerajaan Pajang. Dia diagntikan oleh menantunnya, Aria Pangiri,
anak susuhannya Prawoto tersebut diatas. Waktu itu, Aria Pangiri menjadi
pengusaha di Demak. Setelah menetap di kraton pajang. Aria Pangiri di kelilingi
oleh pejabat-pejabat yang dibawanya dariDemak. Sementara itu, anak Sultan
Adiwijaya, Pangeran Benawa, dijadikan penguasa di Jipang.
Pangeran muda ini, karena tidak puas dengan
nasibnya di tengah-tengah lingkungan yang masih asing baginya, meminta bantuan
kepada Senopati, penguasa Mataram, untuk mengusir raja Pajang yang baruitu.
Pada tahun 1588 usahanya berhasil. Sebagai rasa terima kasih, Pangeran Benawa mneyerahkan hak atas warisan ayahnya kepada
Senopati. Akan tetapi Senopati menyerahkan keinginannya untuk tinggal di
Mataram. Ia hanya meminta “pustaka kerajaan” Pajang. Mataram ketikaitu memang
sedang dalam proses menjadi sebuah kerajaan yang besar. Pangeran Benawa
kemudian dikukuhkan sebagai raja Pajang, akan
tetapi berda di bawah perlindungan kerajaan Mataram. Sejak itu, Pajang
sepenuhnya menjadi berada di bawah kekuasaan Maratam.
Riwayat kerajaan pajang berakhir pada tahun
1618. Kerajaan Pajang waktu itu memberontak terhadap Mataram yang ketika itu di
bawah Sultan Agung. Pajang dihancurkan, rajanya melarikan diri ke Giri dan
Surabaya.
3.
Kerajaan Mataram
Awal
dari kerajaan Maratam adalah ketika Sultan Adiwijaya dari Pajang meminta
bantuan kepada Ki Pamanahan yang berasal dari daerah pedalaman untuk menghadapi
dan menumpas pemberontakan Aria Penangsang tersebut. Sebagai hadiah atasnya,
sultan kemudian menhadiahkan daerah Mataram kepada Ki Pamanahan yang menueunkan
raja-raj aMataram Islam kemudian.
Pada
tahun 1577 M, Ki Gede Pamanahan menempati istana barunya di Mataram. Dia
digantikan oleh anaknya, Senopati tahun 1584 dan dilakukan oleh sultan Pajang.
Senopatilah yang dipandang sebagai Sulatn Mataram pertama, setelah Pangeran
Benawa, anak Sultan Adiwijaya, menawarkan kekuasaan atas Pajang kepada
Senopati. Meskipun Senopati menolak dan hanya meminta “pusaka kerajaan”, di
atas Gong Kiai Skar Dlima, Kendali Kiai Macan Guguh, dan Pelana Kiai Jatayu,[32] namundalam
tradisi Jawa, pemyerahan benda-benda pusaka itu sma artinya dengan penyerahan
kekuasaan.
Senopati kemudian berkeinginan
menguasai juga semua raja bawahan Pajang, tetapi ia tidak mendapat pengakuan
dari para penguasa Jawa Timur sebagai pengganti Raja Demak dan kemudian Pajang.
Melalui perjuangan berat, peperangan demi peperangan, barulah ia berhasil
menguasai sebagian.
Senopati meninggal dunia tahun 1601
M, dan digantikan oleh putranya Seda Ing Krapyak yang memerintah sampai tahun
1613 M. Seda Ing Krapyak digantikan oleh pputranya, Sultan Agung, yang
melanjutkan usaha ayahnya. Pada tahun 1619, seluruh Jawa Timur praktis sudah di
bawah kekuasaannya. Di masa pemerintahan Sultan Agung inilah kontak-kontak
bersenjata antara kerajaan Mataram dengan VOC mulai terjadi. Pada tahun 1630 M,
Sultan Agung menetapkan Amangkurat I sebagai putra Mahkota. Sultan Agung wafat
pada tahun 1646 M dan di makamkan di Imogiri. Ia digantikan oleh putra mahkota.
Masa pemerintahannya Amangkurat I hampir tidak pernah reda dari konflik. Dalam
setiap konflik, yang tampil senagai lawan adalah mereka yang didukung oleh para
ulama yang bertolak dari keprihatinan agama.[33] Tindakan
pertama pemerintahannya adalah menumoas pendukung Pangeran Alit dengan membunuh
banyak ulama yang dicurigai. Ia yakin ulama dan santri adalah bahaya bagi
tahtanya. Sekitar 5000-6000 ulama beserta keluarganya dibunuh (1647 M).
Amangkurat I bahkan merasa tidak memerluka titel “Sultan”.[34] Pada tahun 1677
M dan 1678 M, pemberontakan oara ulama muncul kembali dengan tokoh spiritual
Raden Kajoran. Pemberontakan-pemberontakan seperti itulah yang mengakibatkan
runtuhnya Kraton Maratam.[35]
4.
Kerajaan Cirebon
Kesultanan
Cirebon adalah kerajaan islam pertama di Jawa Barat. Kerajaan ini didirikan
oleh Sunan Gunung Jati. Diawal abad ke-16, Cirebon masih merupakan sebuah
daerah kecil dibawah kekuasaan Pakuan Pajajaran. Raja Pajajaran hanya
menempatkan seorang juru labuhan disana, bernama Pangeran Walangsungsang,
seorang tokoh yang memepunyai hubungan darah dengan Raja Pajajaran. Ketika
berhasil memeajukan Cirebon, ia sudah menganut agama Islam. Disebutkan oleh
Tome Pires, Islam sudah ada di Cirebon sekitar 1470-1475 M. Akan tetapi, orang
yang berhasil meningkatkan status Cirebon menjadi sebuah kerjaan adalah Syarif
Hidayat yang terkenal dengan gelar Sunan Gunung Jati, pengganti dan keponakan
dari Pangeran Walangsunfsang. Dialah pendiri dinasti raja-raja Cirebon dan
kemudian juga Banten.
Sebagai
keponakan dari Pangeran Walangsungsang, Sunan Gunung Jati juga mempunyai
hubungan darah dengan Raja Pajajaran. Raja dimaksud adalah Prabu Siliwangi,
Raja Sunda yang berkedudukan di Pangkuan Pajajaran, yang nikah dengan Nyao
Subang Larang tahun 1422. Dari perkawinannya itu lahirlah tiga orang putra,
masing-masing Raden Walangsungsang, Nayi Lara Santang, dan Raja Sengsara. Sunan
Gunung Jati adalah Putra Nyai Lara Santang dengan perkawinannya dengan Maulana
Sultan Mahmud alias Syarif Abdullah dari Bani Hasyim, ketika Nyai itu naik
haji.
Disebutkan,
Sunan Gunung Jati lahir tahun 1448 M dan wafat pada 1568 M dalam usia 120
tahun. Karena kedudukannya sebagai salah seorang Wali Songo, ia mendapat
penghormatan dari raja-raja lain di Jawa, seperti Demak dan Pajang. Setelah
Cirebon resmi berdiri sebagai sebuah Kerajaan Islam yang bebas dari kekuasaan
Pajajaran, Sunan Gunung Jati berusaha meruntuhkan Kerajaan Pajajaran yang masih
belum menganut Islam.
Dari
Cirebon, Sunan Gunung Jati mengembangkan Islam ke daerah-daerah lain di Jawa
Barat seperti Majalengka, Kuningan, Kawali (Galuh), Sunda Kelapa, Banten. Dasar
bagi pengembangan Islam dan perdagangan kaum Muslimin di Banten diletak oleh
Sunan Gunung Jati tahun 1524 atau 1525 M. Ketika ia kembali ke Cirebon, Banten
diserahkan kepada anaknya, Sultan Hassanuddin. Sultan inilah yang menurunkan
raja-raja Banten tersebut, akhirnya, Kerajaan Pajajaran dikalahkan. Atas
prakarsa Sunan Gunung Jati juga penyerangan ke-Sunda Kelapa dilakukan (1527 M).
Penyerangan ini dipimpin oleh Falatehan dengan bantuan tentara Demak.
Setelah
Sunan Gunung Jati wafat, ia diganti oleh cicitnya yang terkenal dengan gelar
Pangeran Ratu atau Panembahan Ratu. Panembahan Ratu wafat tahun 1650 dan
digantikan oleh putranya yang bergelar Panembahan Giriliya.
Keutuhan
Cirebon sebagai satu kerajaan hanya sampai Pangeran Giriliya itu.
Sepeninggalannya, sesuai dengan kehendaknya sendiri, Cirebon diperintah oleh
dua putranya, Martawijaya atau Penembahan sepuh dan Kartawijaya atau Panembahan
Anom. Panembahan Sepuh memimpin Kesultanan Kasepuhan senagai rajanya yang
pertama dengan gelar Samsuddin, sementara Panembahan anom memimpin Kesultanan
Kanoman dengan gelar Badruddin.
5.
Kerajaan Banten
Sejak
sebelum zaman Islam, ketika masih berada di bawah kekuasaan raja-raja Sunda
(dari Pajajaran, atau mungkin sebelumnya), Banten sudah menjadi kota yang
berart. Dalam tulisan Sunda Kuni, cerita Parahyangan, disebut-sebut nama
Wahanten Girang. Nama ini dapat dihubungkan dengan banten, sebuah kota pelabuhan
di ujung barat pantai utara Jawa. Pada tahun 1524 atau 1525, Sunan Gunung Jati
dari Cirebon, meletakkan dasar bagi pengembangan agama dan Kerajaan Islam serta
bagi perdangan orang-orang Islam disana.[36]
Menurut sumber tradisional, penguasa
Pajajaran di Banten menerima Sunan Gunung Jati dengan ramah tamah dan tertarik
masuk Islam. Ia mertakan jalan bagi kegiatan pengislaman di sana. Dengan segera
ia menjadi orang yang berkuasa atas lota itu dengan bantuan tentara Jawa yang
memeang dimintanya. Namun, menurut berita Barros, penyebaran Islam di Jawa
Barat tidak melalui jalan damai, sebgaimana disebut oleh sumber tradisional.
Beberapa pengislaman mungkin terjadi secra sukarela, tetapi kekuasaan tidak
diperoleh kecuali dengan menggunakan kekerasan. Banten dikatakan justru
diserang dengan tiba-tiba.[37]
Untuk menyebarkan Islam di Jawa Barat,
langkah Sunan Gunung Jati berikutnya adalah mendduduki pelabuhan Sunda yang
sudah tua kira-kira tahun 1527. Ia memperluas kekuasaannnya atas kota-kota
pelabuhan Jawa Barat lain yang semula termasuk Pajajaran.
Setelah iankembali ke Cirebon,
kekuasaannya atas Banten diserahkan kepada putranya, Hassanuddin. Hassanuddin
sendiri kawin dengan puteri Demak dan diresmikan menjadi Panembahan Banten
tahun 1552. Ia meneruskan usaha-usaha ayahnya dalam meluaskan daerah Islam,
yaitu ke Lampung dan sekitarnya di Sumatera Selatan.
Pada tahun 1568, disaaat kekuasaan
Demak beralih ke Pajang, Hassanuddin memerdekakan Banten. Itulah sebabnya oleh
tradisi ia dianggap sebagai raja Islam yng pertama di Banten. Banten sejak
semula memang merupakan vassal dari Demak. Hassanuddin mangkat kira-kira tahun
1570 dan diganti oleh anaknya, yusuf.[38]
Setelah sembilan tahun memagang tampuk kekuasaan, tahun 1579, Yusuf menaklukkan
Pakuwan yang belum Islam yang waktu itu masih menguasai sebagian besar daerah
pedalaman Jawa Barat.[39]
Sesudah ibu kota kerajaan itu jatuh dan raja beserta keluarganya menghilang,
golongan bangsawan Sunda masuk Islam. Mereka diperbolehkan tetap menyangdang
pangkat dan gelarnya.
Setelah Yusuf meniggal dunia tahun
1580 M, ia digantikan oleh putranya Muhammad, yang masih muda beliau. Selama
Sultan Muhammad masih di bawah umur, kekuasann pemerintahan dipegang oleh kali(
Arab: qadhi, jaksa agung) bersama empat pembesar lainnya. Raja Banten yang
saleh ini, melanjutkan serangan terhadap Raja Palembang dan gugur dalam usia 25
tahun pada 1596. Ia meninggalkam seorang anak yang berusia 5 bulan, Sultan
Agung Mafakhir Mahmud Abdulkadir.
Sebelum memegang pemerintahan secara
langsung, sultan berturut-turut di bawah orang 4 laki-laki dan seorang wali
wanita. Ia baru aktif memegang kekuasaan tahun 1626, dan pada tahun 1638
mendapat gelar Sulatn adri Makkah. Dialah Raja Banten pertama dengan gelar
Sultan yang sebenarnya.[40]
Ia meninggal tahun 1651 dan digantikan oleh cucunya Sultan Abulfath.
Pada masa Sultan Abulfath ini terjadi
beberapa kali peperangan antara Banten dan VPC yang berakhir dengan
disetujuinnya perjanjian perdamaian tahun 1659 M.
C.
Tumbuh dan
Berkembangnya Kerajaan-Kerajaan Islam di Kalimantan, Muluku, dan Sulawesi
1.
Kerajaan Kalimantan
Kalimantan
terlalu luas untuk berada di bawah satu kekuasaan pada waktu nya datangnya
Islam. Daerah Barat laut Cina menerima Islam dari Malaya, daerah timur dari
Makassar dan wilayah Selatan dari Jawa.
Berdirinya
Kerajaan Bandar di Kalimantan Selatan
Tulisan-tulisan yang membicarakan
tentang masuknya Islam di Kalimantan Selatan selalu mengindentikkan dengan
berdirinya Kerajaan Banjarmasin. Kerajaan Bandar merupakan kelanjutan dari
Kerajaan Daha yang beragama Hindu. Peristiwanya dimulai ketika terjadi
pertentangan dalam keluarga istana, antara pangeran Samudera sebagai pewaris
sah Kerajaan Daha, dengan pamannya Pangeran Tumenggung. Seperti dikisahkan
dalam Hikayat Banjar,[41] ketika Raja
Sukarama merasa sudah hampir tiba ajalnya, ia berwasiat, agar yang
menggantikannya nanti adalah cucunya Raden Samudera.[42] Tentu saja
keempat orang putranya tidak menerima sikap ayahnya itu, lebih-lebih Pangeran
Tumanggung yang sangat berambisi. Setelah Sukarama wafat, jabatan raja dipegang
oleh anak tertua, Pangeran Mangkubumi. Waktu itu, Pangeran Samudera baru
berumur 7 tahun. Pangeran Mangkubumi tidak terlalu lama berkuasa. Ia terbunuh
olh seorang pegawai istana yang berhasil dihasut Pangeran Tumanggung. Dengan
meninggalnya Pangeran Mangkubumi, maka Pangeran Tumanggunglah yang tampil
menjadi Raja Daha.
Dalam pada itu, Pangeran Samudera
berkelana ke wilayah muara. Ia kemudian diasuh oleh seorang patih, bernama
Patih Masih. Atas bantuannya, Pangeran Samudera dapat menghimpun kekuatan
perlawanan. Dalam serangan pertamannya, Pangeran Samudera berhasil menguasai
Muara Bahan, sebuah pelabuhan strategis yang sering dikunjungi para pedagang
luar, seperti dari pesisir utara Jawa, Gujarat, dan Malaka.[43]
Peperangan
terus berlangsung secara seimbang. Patih Masih mengusulkan kepada Kerajaan
Samudera untuk meminta bantuan kepada Keraajaan Demak. Sultan Demak bersedia
membantu asal Pangeran Samudera nanti masuk Islam. Sultan Demak kemudian
mengirim bantuan seribu orang tentara beserta seorang penghulu bernama Khatib
Dayan untuk mengislamkan orang Banjar.
Dalam peperangan itu, Pangeran Samudera
memperoleh kemenangan dan sesuai dengan janjinya, ia beserta seluruh kerabat
kraton dan penduduk Banjar menyatakan diri masuk Islam. Pangeran Samudera
sendiri, setelah masuk Islam, di beru nama Sultan Suryanullah ata Suriansyah,
yang dinobatkan sebagai raja pertama dalam kerajaan Islam Banjar.
Peristiwa
itu terjadi sekitar tahun 1526 M dan yang menjadi Sultan Demak ketika itu
adalah Trenggono, sultan ketiga yang berkuasa pada tahun 1521-1546. Ketika
Suryanullah naik tahta, beberapa daerah sekitarnya sudah mengakui kekuasaannya,
yakni daerah Sambas, Batanglawau, Sukadana, Kotawaribgin, Sampit, Medawi, dan
Sambangan.[44]
Sultan
Suryanullah diganti oleh putranya tertuamya yang bergelar Sultan Rahmatullah.
Raja-raja Banjar berikutnya adalah Sultan Hidayatullah (putra Sultan
Rahmatullah) dab Marhum Panambahan yang dikenal dengan Sultan Musta'inullah.
Pada masa Marhum Panambahan, ibu kota
kerajaan dipindahkan beberapa kali. Pertama ke Amuntai, kemudian ke Tambangan
dan Batang Banju, dan akhirnya ke Amuntai kembali. Perpindahan ibu kota
kerajaan itu terjadi akibat datangnya pihak Belanda ke Banjar dan menimbulkan
hura-hara. [45]
Kerajaan
Kutai di Kalimantan Timur
Menurut risalah Kutai, dua orang
penyebar Islam tiba di Kutai pada masa pemenrintahan Raja Mahkota. Salah
seorang diantaranya adalah Tuan di Bandang, yang dikenal dengan Dato' Ri
Bandang dari Makassar, yang lainnya adalah Tuan Tunggang Parangan.[46] Setelah pengislaman
itu, Dato' Ti Bandang kembali ke Makassar, sementara Tuan Tunggang Parangan
tetap di Kutai. Melalui yang terakhir inilah Raja Mahkota tunduk kepada
keimanan Islam. Setelah itu, segera d bangun sebuah masjid dan pengajaran agama
dapat dimulai. Yang pertama sekali mengikuti pengajaran itu adalah Raja Mahkota
sendiri, kemudian pangeran, para mentri, panglima dab hululabang dan akhirnya
rakyat biasa.
Sejak
itu, Mahkota berusaha keras menyebarkan Islam dengan pedang. Proses Islamisasi
di Kutai dan daerah sekitanya di perkirakan terjadi pada tahun 1575. Penyebaran
lebih jauh ke darah-daerah pedalaman dilakukan terutama pada waktu puteranya,
Aji di Langgar dan pengganti-penggantinya meneruskan perang ke daerah Muara
Kaman.[47]
2.
Kerajaan Maluku
Islam mencapai kepualaun rempah-rempah
yang sekarang dikenal dengan Maluku ini pada pertengahan terakhir abad ke-15,
sekitar tahun 1460, Raja Ternate memeluk agama Islam. Nama taja itu adalah
Vongi Tidore. Ia mengambil seorang istri keturunan ningrat dari Jawa.[48] Namun H.J.de
Graaf berpendapat, taj pertama yang benar-benar Muslim adalah Zayn Al-A'bidin
(1486-1500 M). Dimasa itu, gelombang perdagangan Muslim terus menigkat,
sehingga raja menyerah kepada tekanan para pedangan Muslim itu dan memutuskan
belajar tentng Islam pada Madrasah Giri. Di giri ia dikenal denga nama Raja
Bulawa atau Raja Cengkeh, mungkin karena ia membawa cengkeh kesana sebagai
hadiah. Ketika kembali ke Jawa, ia mengajak Tuhubahahul ke daerahnya. Yang
terakhir ini kemudian dikenal sebagai penyebar utama Islam di Kepulaun Maluku.[49]
Karena usia Islam masih muda di Ternate,
Portugis yang tiba disana tahun 1522 M, berharap dapat menggantikanya dengan
agama Kristen. Harapan itu tidak terwujud. Usaha mereka hanya mendatangkan
hasil yang sedikit.
Berkenaan dengan Ambon, sejarawan Ambon
satu-satunya, Rijali, menceritakan Perdana Jamilu dari Hitu(salah satu
semenanjyng Ambon) menemani penguasa Ternate, Zayn Al-'Abidin, dalam
perjalanannya ke Giri. Menurut de Graaf, pernyataan ini haya menunjukkan bahwa
hubungan antara Hitu dengan Ternate memang sangat dekat. Menurutnya,
tersebarnya Islam di Hitu lebih di karenakan datangnya seorang qadi, Ibrahim
yang menjadi qadi di Ambon, dan memberikan pengajaran kepada seluruh guru agama
Islam di pulau ini. Ambon bahkan mendirikan sebuah masjid bergonjong tujuh yang
mengingatkan orang kepada Giri, bangunan yang didirikan dalam bentuk yang sama.[50] Riwayat
setempat menguatkan pendapat ini, yang menyebutkan bahwa sumber Islam di ambon
adalah jawa, meskipun Pasai dan Makkah juga disebut-sebut. Dalam riwayat itu
disebutkan, pendiri sebuah kampung di Kailolo adalah Usman yang memperoleh
Islam dari seorang guru agama dari Jawa, yang mengadakan perjalanan dari Makkah
ke Gresik. Komunikasi antara Maluku dan Giri memang masih bertahan sampai abad
ke-17. Bahkan, Demak dan Jepara merupakan sekutu-sekutu Hitu dalam peperangan
melawan Portugis yang menempatkan diri di Leitimor, semenanjung Ambon yang
penduduknya masih menyembah berhala. Di daerah inilah Portugis berhasil
memperkenalkan Kristen kepada penganut agama berhala itu.
3.
Sulawesi
(Gowa-Tallo, Bone, Wajo, Soppeng, dan Lawu)
Kerajaan Gowa-Tallo, kerajaan kembar
yang saling berbatasan, biasannya disebut Kerajaan Makassar. Kerajaan ini
terletak di semenanjung Barat Daya Pulau Sulawesi, yang merupakan transito
sangat strategis.
Sejak Gowa Tallo tampil sebagai pusat
perdagangan laut, kerajaan ini menjalin hubungan baik dengan Ternate yang telah
menerima Islam dari Gresik/Giri. Di bawah pemerintahan Sultan Babullah, Ternate
mengadakan perjanjian persahabatan dengan Gowa-Tallo. Ketika itulah, raja
Ternate berusaha mengajak penguasa Gowa-Tallo untuk menganut agama Islam,
tetapi gagal. Baru pada waktu Datu’ Ri Bandang datang ke Kerajaan Gowa-Tallo,
agama Islam mulai masuk kerajan ini. Alauddin (1591-1636) adalah sultan pertama
yang menganut Islam tahun 1605.[51]
Penyebaran Islam setelah itu berlangsung
sesuai dengan tradisi yang telah lama diterima oleh para raja, keturunan To
Manurung Tradisi itu mengharuskan seorang raja untuk memberitahukan “hal baik”
kepada yang lain. Karena itu, kerajaan kembar Gowa-Tallo menyampaikan “Pesa
Islam” kepada kerajaan-kerajaan lain seperti Luwu, yang lebih tua, Wajo,
Soppeng, dan Bone. Raja Luwu segera menerima “Pesan Islam” itu. Sementara itu,
tiga kerajaan : Wajo, Soppeng, dan Bone yang terikat dalam aliansi Tallumpoeco
(tiga kerajaan) dalam perebutan hegemoni dengan Gowa-Talo, islam kemudian
melalui peperangan. Wajo menerima Islam tanggal 10 Mei 1610 dan Bone saingan
politik Gowa sejak pertengahan abad ke-16, tanggal 23 November 1611.[52] Raja Bone
pertama yang masuk Islam dikenal dengan gelar Sultan Adam. Namun, meski sudah
islam, peperangan-peperangan antara dua kerajaan yang bersaing itu pada
masa-masa selanjutnya masih sering terjadi dan bahkan, melinatkan Belanda untuk
mengambil keuntungan politik daripadanya.
D.
Hubungan Politik
dengan Keagamaan antara Kerajaan-Kerajaan Islam
Hubungan antara satu kerajaan Islam
dengan kerajaan lainnya pertama-tama memang terjalin karena persamaan agama.
Hubungan itu pada mulanya, mengambil bentuk kegiatan dakwah,kemudian berlanjut
setelah kerajaan-kerajaan Islam berdiri. Demikianlah misalnya antara Giri
dengan daerah-daerah Islam di Indonesia bagian Timur, terutama Maluku. Adalah
dalam rangka penyenaran Islam itu pula, Fadhilah Khan dari Pasai datang ke
Demak, untuk memperluas wilayah kekuasaan ke Sunda Kelapa.
Dalam bidang politik, agama pada mulanya
dipergunakan untuk memperkuat diri dalam menghadapi pihak-pihak atau
kerajaan-kerajaan yang bukan Islam, terutama yang mengancam kehidupan politik
maupun ekonomi. Persekutuan antara Demak dengan Cirebon dalam menaklukkkan
Banten dan Sunda Kelapa dapat diambil sebagai contoh. Contoh lainnya adalah
persekutuan kerajaan-kerajaan Islam dalam menghadapi Portugis dan Kompeni
Belanda yang berusaha memonopoli pelayaran atau perdagangan.
Meskipun demikian, kalau kepentingan
politik dan ekonomi antar kerajaan-kerajaan Islam itu sendiri terancam,
persamaan agam tidak menjamin bahwa permusuhan tidak ada. Peperangan dikalangan
kerajaan-kerajaan Islam sendiri sering terjadi. Misalnya antara Pajang dan
Demak, Ternate dan Tidore, Gowa-Tallo dan Bone. Oleh akarena kepentingan yang
berberda diantara kerajaan-kerajaan itu pula, sering satu kerajaan Islam
meminta bantuan kepada pihak lain, terutama Kompeni Belanda, untuk mengalahkan
Kerajaan Islam yang lain.
Hubungan
antar kerajaan-kerajaan Islam lebih banyak terletak dalam bidang budaya dan
keagamaan. Samudera Pasai dan kemudian Aceh yang dikenal sebagai Serambi
Makkah menjadi pusat pendidikan dan
pengajaran Islam. Dari sini ajaran-ajaran Islam tersebar ke seluruh pelosok
Nusantara melalui karya-karya ulama dan murid-muridnya yang menuntut ilmu
kesana. Demikian pula halnya dengan Giri di Jawa Timur terhadap daerah-daerah
di Indonesia bagian timur. Karya-karta sastra dan keagamaan dengan segera
berkembang di kerajaan-kerajaan Islam. Tema dan isi karya-karya itu sering
sekali mirip antara satu dengan yang lain. Kerajaan Islam itu telah merintis
terwujudnya idiom kultural yang sama, yaitu Islam. Hal ini menjadi pendorong
terjadinya interaksi budaya yang makin erat.
Gerakan Modern Islam : Asal Usul dan Perkembangannya
Pembaharuan dalam islam atau
gerakan dalam modern islam merupakan jawaban yang ditujukan terhadap krisis
yang dihadapi umat islam pada masanya. Kemunduran progresif Kerajaan usmani
yang merupakan pemangku khalifah islam, setelah abad ke-17, telah melahirkan
kebangkitan islam dikalangan warga arab di pinggiran imperium itu. Yang
terpenting diantaranya adalah gerakan Wahabi, sebuah gerakan reformis puritanis
(salafiyyah). Pembaharuan islam pada abad ke-20 yang lebih bersifat
intelektual.[53]
Katalisator terkenal gerakan
pembaharuan ini adalah Jamaluddin Al-Afgani (1897). Ia mengajarkan solidaritas
PAN Islam dan pertahanan terhadap imperialisme Eropa, dengan kembali pada islam
dalam suasana yang secara ilmiah di modernisasi.[54]
Gerakan yang lahir di Timur
Tengah itu telah memberikan pengaruh besar kepada gerakan kenangkitan islam di
Indonesia. Bermula dari pembaharuan pemikiran dan pendidikan islam di Minangkabau,
yang disusul oleh pembaharuan pendidikan yang dilakukan oleh masyarakat Arab di
Indonesia, kebangkitan islam semakin berkembang membentuk organisasi-organisasi
sosial keagamaan, seperi Sarekat Dagang Islam (SDI) di Bogor (1909) dan Solo
(1911), Persyarikatan Ulama di Majalengka, Jawa Barat (1911), Muhammadiyah di
Yogyakarta (1912), Persatuan Islam (persis) di Bandung (1920-an), Nahdlatul
Ulama (NU) di Surabaya (1926), dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) di
Candung, Bukittinggi (1930); dan partai-partai politik, seperti Sarekat Islam
(SI) yang merupakan kelanjutan dari SDI, Persatuan Muslimin Indonesia (Permi)
di Padang Panjang (1932) yang merupakan kelanjutan, dan perluasan dari
organisasi pendidikan Thawalib, dan Partai Islam Indonesia (PII) pada tahun
1938.[55]
Di antara
organisasi-organisasi islam yang berkembang di Indonesia adalah :
1.
Jam’iyatul Khair
Jam’iyatul Khair
berdiri 17 Juli 1905 di Jakarta. Dengan tokoh-tokohnya seperti Sayyid Shihab
dan kawan-kawan. Organisasi ini pada awal berdirinya memiliki aktivitas
dibidang pembinaan pendidikan dasar dan pengiriman pelajar ke Turki. Walaupun
organisasi ini bersifat independen, tetapi mayoritas anggotanya orang arab.[56]
Jam’iyatul Khair
pada awal berdirinya merupakan satu-satunya organisasi pendidikan yang
menerapkan system pendidikan modern di Indonesia. Dalam hal pembaharuan
pendidikan, para guru didatangkan dari Tunisia, Sudan, Maroko, Mesir dan Arab.[57]
2.
Syarikat Islam (SI)
Syarikat Islam
(SI), mula-mula awalnya adalah Serikat Dagang Islam (SDI) yang didirikan oleh
KH. Samanhudin pada tahun 1905 M di Solo. Ada yang mengatakan bahwa SDI
mula-mula didirikan pada tahun 1911 M.[58]
Kemudian
pada tahun 1912 M, SDI berubah menjadi Syarikat Islam (SI) yang diprakarsai
oleh HOS. Cokroaminoto, Abdul Muis, H. Agus Salim dan lain-lain. awalanya Si
merupakan organisasi yang bergerak dibidang keagamaan, tetatpi kemudian menjadi
gerakan politik. Dan pada saat ini, SI juga banyak bergeraka dibidang dakwah
islam dan sosial. Tokoh-tokoh SI antara lain ; H. Samanhudin, HOS.Cokroaminoto,
Abdul Muis dan H. Agus Salim.[59]
3.
Muhammadiyah
Muhammadiyah adalah organisasi islam yang didirikan
oleh KH. Ahmad Dahlan dan kawan-kawan di Yogyakarta pada 18 November 1912 M,
bertepatan pada 8 Dzulhijjah 1330 H.[60]
Tujuan
organisasi Muhammadiyah yaitu menegakkan dakwah islamiyah dalam arti
seluas-luasnya, bidang usahanya banyak sekali yang mencakup bidang-bidang
ekonomi, sosial, kesehatan, pendidikan, dan dakwah. Muhammadiyah memiliki
banyak sekolah formal, madrasah, rumah sakit, balai pengobatan, rumah yatim
piatu, dan panti asuhan. Universitas Muhammadiyah cukup banyak yang menyebar
diberbagai kota.[61]
Gerakan
Muhammadiyah memiliki badan otonom yang membidangi bagian khusus dalam
organisasi itu, antara lain ; Majlis Tarjih, Majlis Tabligh, Majlis Pendidikan,
dan lain-lain. dalam bidang pendidikan, Muhammadiyah memiliki beberapa lembaga
pendidikan dari SD, SMP, SMA, hingga universitas yang menyebar di berbagai
kota.[62]
Muhammadiyah
sebagai organisasi sosial keagamaan telah banyak berjasa dalam perjuangan
negara Indonesia. Diantara tokoh pemerintah yang diakui pemerintah sebagai
pahlawan nasional adalah KH. Ahamad Dahlan, KH. Mansur, Ny.H. Walidah Ahmad
Dahlan, K.H. Fakhruddin.[63]
4.
Nahdatul Ulama (NU)
Nahdlatul Ulama
(NU) artinya Kebangkitan Ulama adalah
organisasi masa islam yang didirikan oleh para ulama pesantren dibawah pimpinan
KH. Asy’ari, disurabaya pada tanggal 31
Januari 1926. Diantara tokoh yang ikut
mendirikan NU adalah KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Hasbullah, KH. Bisri
Syamsuri, KH. Ma’shum Lashem dan beberapa kiai lainnya.[64]
Lapangan usaha
NU meliputi bidang- bidang pendidikan, dakwah dan sosial. NU memiliki pondok
pesantren di Indonesia, seperti pesantren Tebu Ireng Jombang, Pesantren
Petorongan Jombang, Pesantren Tambak Beras Jombang, Pesantren Lirboyo Kediri,
Pesantren Asembagus Situbondo, Pesantren Kajin Pati, Pesantren Lasem Rembang,
Pesantren Kalibeber Wonosobo, Pesantren Buntet Cirebon, Pesantren Cipasung
Tasikmalaya dan lain-lain. disamping pendidikan yang dikelola NU adalah sekolah-sekolah
formal sejak MI,MTs,MA juga SD, SMP, SMA sampai perguruan tinggi.[65]
5.
Jam’iyatul Washilah
Jam’iyatul
Washilah adalah organisasi islam yang diresmikan pendiriannya pada 30 November
1930 M di Medan yang dipeloporin oleh para ulama terkemuka di Medan. Para ulama
yang ikut mendirikan Jam’iyatul Washilah antara lain ; Ismail Banda,
Abdurrahman Syihab, M. Arsyad Thahir Lubis, Adnan Nur, H. Syamsuddin, H. Yusuf
Ahmad Lubis, H.A. Malik dan A. Aziz Efendi. [66]
Jam’iyatul
Washilah banyak memiliki sekolah dan madrasah yang telah mengeluarkan
lulusannya sebagai tokoh terkemuka di masyarakat. Al-Wasliyah banyak berjasa
dalam proses dakwah islam di daerah Tanah Karo, Tapanuli dan Simalungun Sumatra
Utara.[67]
6.
Al-Irsyad Al-Islamiyyah
Al-Irsyad adalah
sebuah organisasi islam yang didirikan pada tahun 1913 oleh orang-orang
keturunan Arab, dibawah pimpinan Syaikh Ahamd Syurkati, seorang Ulama asal
Sudan.[68]
Al-Irsyad bergerak terutama
dibidang pendidikan dan dakwah. Tujuan Utama dari sekolah atau madrasah
Al-Irsyad untuk mempermahir bahasa Arab sebagai bahasa Al-Quran. Banyak alumni
sekolah-sekolah dan madrasah-madrasah Al-Irsyad yang pandai berbahasa arab dan
memiliki pengetahuan luas dalam berbagai ilmu-ilmu islam.[69]
7.
Persatuan Islam Tarbiyah (PERTI)
Persatuan Islam
Tarbiyah (PERTI) didirikan pada 20 Mei 1930 di Bukittinggi Sumatra Barat oleh
sejumlah ulama terkemuka di Minangkabau , dibawah pimpinan syaikh Sulaiman
Ar-Rasuli. Diantara ulama lain yang ikut dalam pendirian PERTI adalah Syaikh
Muhammad Jamil Jaho, Syaikh Abbas Ladanglawas, Syaikh Abdul Wahid Sahili dan
Syaikh Arifin Arsyadi.[70]
PERTI memiliki
bidang Usaha dalam bidang pendidikan dan dakwah. PERTI pernah terjun dibidang
politik praktis sebagai partai politik. PERTI juga memiliki banyak sekolahan
dan pondok pesantren di Sumatra yang cukup berjasa dalam bidang pendidikan
islam.[71]
8.
Persatuan Umat Islam (PUI)
Persatuan Umat Islam
(PUI) didirikan oleh KH. Abdul Halim, seorang ulama pengasuh Pondok
pesantren di Majalengka Jawa Barat pada
tahun 1911 M.
Dalam perkembangan berikutnya PUI memiliki banyak
sekolah dan pondok pesantren yang menyebar di wilayah Jawa Barat. PUI merupakan
dua gabungan organisasi Islam di Jawa Barat, yaitu perserikatan Umat Islam yang
didirikan oleh KH. Abdul Halim dan Organisasi Al-Ittihad AQl-Islamiyah yang
didirikan oleh KH. Ahmad Sanusi di Sukabumi Jawa Barat[72].
9.
Mathlaul Anwar (MA)
Mathlaul Anwar
(MA) adalah organisasi islam yang didirikan di Menes Banten, pada 19 Agustus
1916. Didirikan oleh para tokoh islama di daerah Banten yang dimotori oleh KH. Mas
Abdurrahman. Organisasi ini bersifat keagamaan, bertujuan mewujudkan kelurga
dan masyarakat Indonesia yang takwa kepada Allah SWT, sehat jasmani dan rohani,
berilmu pengetahuan, cakap dan terampil serta berkepribadian Indonesia.[73]
10. Persatua Islam (PERSIS)
Persatua Islam (PERSIS) adalah organisasi massa islam
yang didirikan oleh para ulama yang beraliran pembaharu di Bandung pada 12 September 1923. Para ulama
pendiri PERSIS antara lain KH. Zamzan dan A. Hassan. Persis merupakan
organisasi yang bergerak dibidang pembaharuan. Usahanya terutama membasmi
bid’ah khurafat,takhayul, taqlid dan syirik dikalangan umat islam, memperluas
tabligh dan dakwah islam.bidang usahanya meliputi bidang dakwah,pendidikan dan
penerbitan. Bidang pendidikan, organisasi PERSIS memiliki beberapa lembaga
pendidikan modern dan juga pesantren yang sangat berjasa dalam bidang
pemberdayaan manusia. Demikian pula dalam bidang dakwah islam. [74]
11. Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DEWAN DAKWAH)
Dewan Dakwah
Islam Indonesia. Didirikan oleh M. Natsir dan beberapa tokoh islam pemebharuan
pembaru di Jakaeta. Dewan organisasi Indonesia merupakan organisasi dewan
dakwah yang banyak berjasa dalam bidang dakwah di perkotaan, baik melalui
dakwah pengajian-pengajian maupun berbagai aktivitas dakwah yang lain seperti
penerbitan, baik buku atau majalah. Berbagai tokoh lainnya, yaitu Dr. Anwar
Harjono. S.H., H. Buchari Tamam, dan lain-lain.[75]
12. Majlis Dakwah Islamiyah (MDI)
Majlis Dakwah
Islamiyah (MDI) didirikan oleh para tokoh islam yang tergabung dalam golongan
karya pada masa pemerintahan Orde Baru dibawah pemerintahan Suharto.[76]
MDI merupaka
organisasi dakwah yang cuku berjasa dalam bidang dakwah pembangunan melalui
pengiriman tenaga dakwah dilokasi transmigrasi, khususnya diluar Jawa.
Disamping iti, MDI juga berjasa dalam bidang dakwah terutama dikalangan
birokrasi. Tokoh MDI antara lain H. Chalid Mawardi.[77]
13. Majlis Ulama Indonesia (MUI)
Majlis Ulama
Indonesia (MUI) didirikan pada 26 Juli 1975. Lembaga ini bertugas memberikan
fatwa dan nasihat seputar masalah keagamaan dan kemasyarakatan sebagai
pertimbangan pemerintah dalam menjalankan pembangunan. Pengurusnya terdiri dari
beberapa tokoh islam dari berbagai organisasi yang ada.[78]
Tokoh-tokoh
islam yang pernah menjadi pengurus MUI
antara lain ; Prof. DR. Hamka (1975-1981), KH.M Syukri Ghozali, KH.
Hasan Bari, Prof. KH Ali Yafie dan DR. KH. MA. Sahal Mahfud.[79]
14. Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI)
Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) adalah
organisasi para cendikiawan muslim di Indonesia yang didirikan oleh para
cendekiawan atas dukungan birokrasi, pada tahun 1990. Penggagasnya antara lain
; Prof. DR. Ing. BJ. Habibi yang waktu itu m,enjabat sebagai menteri riset dan
Tekhnologi pada era Orde Baru. ICMI banyak berjasa dalam bidang penegakan
dakwah islam melalui jalur strukturalb dan biokrasi negara. Tokoh-tokoh ICMI
merupakan gabungan dari berbagai organisasi islam di Indonesia yang ada.[80]
Diantara para tokoh ICMI antaralain ; Prof. DR. Ing.
BJ. Habibi, Prof. DR. Amien Rais, Prof, KH. Ali Yafie, Dr. Adi Sasano, DR. H.
Tuti Alawiyah dan lain-lain[81].
Sementara itu, hampir pada
waktu yang bersamaan, pemerintahan penjajahan menjalankan pemerintahan etis,
politik balas budi. Balanda mendirikan sekolah-sekolah formal bagi bumi putra,
terutama dikalangan priyayi dan kaum bangsawan. Pendidikan kaum terpelajar
tersebut membuka mata kaum terpelajar akan kondisi masyarakat Indonesia.
Pengetahuan mereka akan kemiskinan, kebodohan dan ketertindasan masyarakat
Indonesia, pada saatnya mendorong lahirnya organisasi-organisasi sosial,
seperti Budi Utomo, Taman Siswa, Jong Java, Jong Sumantranen Bond, Jong Ambong,
Jong Selebes, dan lain sebagainya.[82]
Organisasi-organisasi sosial
keagamaan islam dan organisasi-organisasi yang didirikan kaum terpelajar baru
diatas, menandakan tumbuhya benih-benih nasionalisme dalam pengertian modern.
Namun, kebanyakan anggota masing-masing saling berhadapan sebagai dua belah
pihak yang- walaupun banyak hal dapat bekerja sama-seringkali
bertentangan. [83]
DAFTAR
PUSTAKA
Yatim,
Dr. Badri, M.A. 2014. Sejarah Peradaban
Islam. Jakarta : Rajawali Pers.
Mansur Suryanegara, Ahmad. 1995. Menemukan Sejarah Wacana Pergerakan Islam di Indonesia. Bandung
: Penerbit Mizan.
Sunanto, Prof. Dr. Musrifah. 2005. Sejarah Peradaban Islam
Indonesia. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Tajuddin,
Yuliyatun. 2014. Walisongo dalam Strategi Komunikasi Dakwah. Kudus :
STAIN Kudus. (Jurnal)
Rukiati, Dra.
Hj.Enung K., dkk. 2006. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Bandung :
CV Pustaka Setia.
Suparjo. 2008. Islam
dan Budaya: Strategi Kultural Walisongo dalam Membangun Masyarakat Muslim
Indonesia. Purwokerto : STAIN Purwokerto. (Jurnal)
Abdullah,
Taufik. 1992. Sejarah Umat Islam Indonesia. Jakarta: MUI.
Dr.
Saifullah, SA. MA., Sejarah & Kebudayaan Islam di Asia Tenggara,
(Celeban Timur : Pustaka Pelajar, 2010), halaman 22.
H.J.
Graaf dan Th.G.Pigeud. 1985. Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa. Jakarta:
Grafiti pers.
H.J.de
Graaf. 1987. Awal Kebangitan
Mataram, Masa Pemerintahan Senopati. Jakarta: Grafiti pers.
Abdullah,
Taufik. 1987. Islam dan Masyarakat, Pantulan Sejarah Indonesia. Jakarta:
LP3ES.
H.J.de
Graaf, Disintegrasi Mataram di Bawah Amangkurat I, (Jakarta: Garfiti
pers, 1987),
Sartono,
Kartodirjo, 1987. Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900, jilid I. Jakarta:
Gramedia.
M.
Idwar Saleh, dkk., 1978. Sejarah Daerah Kalimantan Selatan. Jakarta: Departemen P&K
Drs. Samsul Munir Amin, M.A., 2016. Sejarah
Pradaban Islam. Jakarta: Amzah.
Catatan:
- Pendahuluan tolong diperbaiki, masih belum sesuai.
- Penutup tidak ada?
- Dalam tulisan ilmiah, gelar (Prof. Dr, Ustadz dll dihilangkan), termasuk dalam footnote dan daftar pustaka.
[1] Dr. Badri Yatim,
M.A., Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, (Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada, 2013), 201.
[2] Badri, Loc.Cit.
[3] Ahmad Mansur
Suryanegara, Menemukan Sejarah Wacana Pergerakan Islam di Indonesia,
(Bandung : Penerbit Mizan, 1995), halaman 97.
[4] Badri, Op.Cit., halaman
198.
[5] Prof. Dr. Musyrifah
Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, (Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 2005), halaman 10.
[6] Badri, Op.Cit.,
halaman 202.
[7] Yuliyatun Tajuddin, Walisongo
dalam Strategi Komunikasi Dakwah, (Kudus
: STAIN
Kudus, 2014) halaman 19.
[8] Dra. Hj.Enung K.
Rukiati, dkk, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Bandung : CV
Pustaka Setia, 2006), halaman 31.
[9] Musyrifah, Op.Cit.,
halaman 11.
[10] Dr.
Saifullah, SA. MA., Sejarah & Kebudayaan Islam di Asia Tenggara,
(Celeban Timur : Pustaka Pelajar, 2010), halaman 22.
[13] Saifullah, Loc.Cit.
[14] Ahmad, Op.Cit.,
halaman 105.
[15] Suparjo, Islam dan
Budaya: Strategi Kultural Walisongo dalam Membangun Masyarakat Muslim
Indonesia, (Purwokerto : STAIN Purwokerto, 2008), halaman 2.
[16] Ibid., halaman
3.
[17] Badri, Op.Cit.,
halaman 201.
[18] Saifullah, Op.Cit.,
halaman 21.
[19] Ibid., halaman
20.
[21] Uka Tjancrasasmita (Ed.), Sejarah Nasional Indonesia III,
(Jakarta: PN Balai Pustaka, 1984), hlm.3.
[22] Uka Tjancrasasmita, Proses Kedatangan Islam dan Munculnya
Kerajaan-kerajaan Islam di Aceh, dalam A. Hasymy, ibid., hlm.362.
[23] Taufik Abdullah (ed.), Sejarah Umat Islam Indonesia, (
Jakarta: MUI, 1992), hlm. 55.
[24] Anas Machmud, “Turun Naiknya Peranan Kerajaan Aceh Darussalam di
Pesisir Timur Pulau Sumatera”, dalam A. Hasymy,op. Cit., hlm. 286.
[25] H. J . de Graaf, op.cit., hlm.6.
[26] Ibid., hlm.7.
[27] Taufik Abdullah (Ed.), op.cit., hlm.69
[28] H.J. Graaf dan Th.G.Pigeud,Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa,(Jakarta:
Grafiti pers,1985), hlm.49.
[29] Ibid., hlm.62.
[30] Taufik Abdullah (Ed.), op.cit., hlm.70.
[31] Ibid., hlm.265.
[32] H.J.de Graaf, Awal
Kebangitan Mataram, Masa Pemerintahan Senopati, (Jakarta: Grafiti
pers,1987), hlm.95.
[33] Taufik Abdullah, Islam dan Masyarakat, Pantulan Sejarah
Indonesia, (Jakarta: LP3ES, 1987), hlm.142.
[34] Ibid., hlm.108.
[35] H.J.de Graaf, Disintegrasi Mataram di Bawah Amangkurat I,
(Jakarta: Garfiti pers, 1987), hlm.xi.
[36] H.J.de Graaf dan Th.G.Th.Pigeud.,op.cit, hlm.147.
[37] Ibid., hlm.108.
[38] Ibid., hlm.214.
[39] Ibid., hlm.154.
[40] Sartono, Kartodirjo, Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900,
jilid I, (Jakarta: Gramedia, 1987), hlm.114.
[41] J.J.Ras, Hikayat Banjar: A. Study in Mlay Historiography, (The
Hague Martinus Nijhoff-KTLV, 1968), hlm 376-398.
[42] ibid., hlm. 376-377.
[43]M. Idwar Saleh, dkk., Sejarah Daerah Kalimantan Selatan, (Jakarta:
Departemen P&K, 1978), hlm.20-21.
[44] Taufik Abdullah (Ed.), Sejarah..., op.cit., hlm. 87.
[45] Ibid., hlm.88.
[46] H.J.de Graaf, “Islam...”, op.cit.,hlm.18.
[47] Uka Tjandrasasmita, Sejarah...., op.cit., hlm. 25.
[48] Taufik abdullah, Sejarah....., op.cit., hlm.94.
[49] H.J.de Graaf, “Islam...”op.cit., hlm.14
[50] Ibid., hlm.15.
[51] Taufik Abdullah (Ed.), Sejarah..., op.cit., hlm. 89.
[52] Uka Tjandrasasmita, Sejarah...., op.cit., hlm. 26.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar