Jumat, 17 Februari 2017

Makkiyah dan Madaniyah (P-IPS E Semester Genap 2016/2017)



  
Makkiyah dan Madaniyah

Nuroniatul Khusnia, Nur Lailatul Fitroh
Mahasiswa jurusan Pendidikan Ilmu PengSetahuan Sosial
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Angkatan 2015

Abstract
Qur'an is Kalamullah that was revealed to Prophet Muhammad through the angel Gabriel intermediary addressed to the Followers (ummah) of the Prophet Muhammad as a way of life and the Qur'an has a very long history. One important thing to note in the history of the Qur'an is the descent of each ayah. In the 'Ulumul Qur'an, the process of decline in the Qur'an is divided into two, namely Makkiyah and Madaniyah. Briefly Makkiyah is the Mecca verses, and Madaniyah are the verses of the Medina. However, the scholars' gives a more detailed definition, among others Makkiyah surah is a verse of ayah in the Quran that down before Hijrah (moving) Rasul and Madaniyah is a verse of ayah in the Quran which was revealed after the Hijrah, between them, have a different character. And also learning Makkiyah and Madaniyah has many purposes, as to help interpreted the Al-Qur’an.
Keywords: Al-Qur’an, Makkiyah, Madaniyah.

Abstrak
Al-Qur’an adalah Kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat jibril yang ditujukan kepada ummat Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman hidup dan Al-Qur’an mempunyai sejarah yang sangat panjang. Salah satu hal yang penting untuk diketahui dalam sejarah Al-Qur’an adalah proses turunnya dari masing-masing ayat. Dalam ‘ulumul Qur’an, proses turunnya Al-Qur’an terbagi menjadi dua, yakni Makkiyah dan Madaniyah. Secara singkat Makkiyah adalah ayat-ayat Mekkah, dan Madaniyyah adalah ayat-ayat Madinah. Namun, para ulama’ memberikan definisi yang lebih rinci antara lain Makkiyah merupakan ayat Al-Qur’an yang turun sebelum hijrah Rasul dan Madaniyyah merupakan ayat Al-Qur’an yang diturunkan sesudah hijrah, diantara keduanya mempunyai karakter yang berbeda. Dan belajar makkiyah dan madaniyyah juga mempunyai tujuan, salah satunya adalah membantu dalam menafsirkan Al-qur’an.
Kata kunci: Al-Qur’an, Makkiyah, Madaniyah.

A.    Pendahuluan
Al-Qur’an merupakan kalam Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui atau dengan perantara Ruh Al-Amien (Malaikat Jibril). Yang mana proses diturunkannya tidak serta merta dalam satu waktu, tetapi secara berangsur-angsur, hal ini tentu memiliki alasan salah satunya adalah supaya manusia dapat melaksanakan perintah dan larangan dari al-qur’an secara bertahap. Al-qur’an juga di turunkan dalam Bahasa arab. Panjangnya perjalanan sejarah al-qur’an tidak hanya sampai di situ saja. Al-qur’an juga mempunya pengkhususan dari hal makiyyah dan madaniyyah. Dimana terdapat banyak perselisihan pendapat. Apakah merupakan istiah yang digunakan untuk jenis surat yang turun didaerah tersebut, atau surat yang diperuntukkan bagi warga daerah tersebut atau ayat yang turun sebelum dan setelah hijrah.
Dalam artikel ini dijelaskan jika penafsiran arti dari makkiyah dan madaniyah dapat ditinjau dari beberapa aspek juga dilihat dari suatu teori tertentu. Juga dijelaskan mengenai kaidah lam menentukan ayat makkiyah dan madaniyah. Tidak hanya itu saja tetapi penjelasan mengenai tujuan dari mempelajari Makkiyah dan madaniyah.

B.     Pengertian Makkiyah dan Madaniyah.
Makkiyah adalah istilah yang diberikan kepada ayat Al Qur'an yang diturunkan di Mekkah atau diturunkan sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah. Sebuah surat dapat terdiri atas ayat-ayat yang diturunkan di Mekkah secara keseluruhan namun bisa juga sebagian diturunkan di Madinah (Madaniyah).[1]
Menurut Teori “Mulhaz at Zaman al-Nuzul” (teori histori), yaitu teori yang didasarkan pada sejarah waktu turunnya Al-qur’an. Landasan sejarah teori ini adalah hijrah Nabi Muhammad SAW. Dari mekkah ke Medinah. Menurut teori ini, Makiyyah adalah ayat-ayat Al-qur’an yang diturunkan sebelum hijrah Nabi Muhammad saw ke Madinah. Walaupun ayat-ayat tersebut turun diluar kota mekkah, seperti di Mina, Arafah, Hudaibiyah. Sedangkan Madaniyah adalah ayat-ayat yang diturunkan setelah hijrah Nabi Muhammad saw. Ke medinah, walaupun diturunkan di kota Mekah dan sekitarnya, sepertinya di Badar, Uhud, Arafah dan Mekah.[2]
Lantaran Nabi Muhammad SAW selama menjadi Nabi-pesuruh ALLAH itu bertempat tingga di dua kota, yakni kota mekkah dan di kota madinh, maka turunnya Al-Qur’an itu ada terbagi atas dua bagian, artinya: sebagian diturunkan selama Nabi berada di mekkah, dan sebagian yang lain diturunkan di medinah. Oeh sebab itu, maka ayat-ayat dan surat-surat Al-Qur’an yang diturunkandi Mekkah lalu dinamakan “Makiyyah” (bangsa mekkah), dan yang diturunkan di Madinah lalu dinamakan “Madaniyyah” (Bangsa Madinah).[3]
Studi makkiyah adalah studi sejarah, studi sirah, dan studi tentang kejadian tertentu yang memerlukan penyaksian langsung. Oleh karena itu, tak ada jalan lain yang dapat membantu di dalam memahami ayat-ayat mana saja yang terbilang makkiyah dan ayat-ayat mana saja yang termasuk madaniyyah, kecuali dari para sahabat Rasulullah SAW. Karena merekalah yang mengikuti perjalanan hidup Rasulullah SAW. Baik perjalanan ketika di mekkah maupun ketika di madinah. Sehingga mereka tau mengenai ayat-ayat apa saja yang diturunkan di mekkah ataupun dimadinah beserta dengan bagaimana kondisi ataupun sebab tertentu yang menentukan isi pesan ataupun makna yang terkandung dalam ayat tersebut.[4]
Studi tentang ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyah sesungguhnya tidak lebih dari memahami pengelompokan ayat-ayat Al-Qur’an berdasarkan waktu dan tempat turunnya. Dalam hubungan tersebut, para pakar telah mengemukakan definisi mengenai Makkiyah dan Madaniyyah, yaitu:
1.      Makkiyah merupakan ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan sebelum Rasulullah berhijrah (periode Mekkah). Sedangkan Madaniyyah merupakan ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan setelah Rasulullah berhijrah (periode Madinah). Pendefinisian ini berdasarkan pada masa ayat tersebut diturunkan. Sehingga, jika ayat-ayat Al-Qur’an turun setelah berhijrah meskipun disekitar Mekkah maka ayat tersebut tetap diklasifikasikan sebagai Madaniyyah.
2.      Makkiyah merupakan ayat-ayat Al-Qur’an yang turun di Mekkah dan Madaniyyah merupakan ayat-ayat Al-Qur’an yang turun di Madinah. Definisi mengenai makkiyah ini didasarkan pada tempat dimana ayat itu diturunkan. Sehingga, meskipun ada ayat turun di mekkah setelah Rasulullah berhijrah maka ayat-ayat Al-Qur’an tersebut tetap disebut sebagai makkiyah.
3.      Makkiyah merupakan ayat-ayat Al-Qur’an yang khitab-nya ditujukan kepada orang-orang mekkah, sedangkan madaniyyah yaitu ayat-ayat Al-Qur’an yang khitab-nya ditujukan kepada penduduk madinah. Pendefinisian ayat makkiyah dan madaniyyah ini berdasarkan objek pewahyuan atau objek seruan.[5]

Masa turunnya Al-Qur’an terbagi menjadi dua, yaitu: sebelum hijrah nabi dan sesudahnya.
a)      Pertama: masa Rasul SAW tinggal di Makkah, selama 12 tahun 5 bulan 12 hari, terhitung sejak tanggal 17 Ramadhan tahun ke-41 dari kelahirannya, sampai Rabiul-Awal tahun ke-54 sejak kelahirannya. Semua ayat yang diturunkan di Makkah dan sekitarnya, sebelum hijrah, disebut ayat Makkiyah.
b)      Kedua: ayat-ayat yang turunnya sesudah Nabi SAW hijrah  ke Madinah, sekalipun tidak persis turun di Madinah, disebut ayat Madaniyyah. Ayat yang tergolong kategori Madaniyyah berjumlah sekitar 11/30 (dari keseluruhan Al-Qur’an).[6]

Sama halnya dalam buku Antropologi Al-Qur’an karangan Dr. Ali Sodikin yang menjelaskan reformasi masyarakat arab yang terjadi selama masa pewahyuan Al-Qur’an dapat dibagi dalam dua fase, yakni fase Makkah dan fase Madinah. Pembagian ini didasarkan pada beberapa pertimbangan.
Pertama, dalam ulum al-Qur’an, ayat-ayat Al-Qur’an dibedakan menurut tempat atau kapan turunnya. Konsep ini dikenal dnegan istilah Makkiyah dan Madaniyyah. Makkiyah adalah sebutan untuk ayat-ayat Al-Qur’an yang turun sebelum Nabi hijrah ke Madinah, sedangkan ayat Madaniyyah adalah ayat yang turun pasca hijrah.
Kedua, antara ayat Makkiyah dan Madaniyyah memiliki karakteristik yng berbeda. Karakteristik tersebut terlihat dari corak pesan-pesan Al-Qur’an yang turun pada kedua fase tersebut. Corak tersebut menandakan sebuah reformasi yang diinginkan Al-Qur’an berdasarkan situasi dan kondisi tempat turunnya.
Ketiga, kondisi umat islam pada masa sebelum dan sesudah hijrah memiliki perbedaan pada karakter, heterogenitas, dan struktur masyarakatnya. Beberapa perbedaan tersebut memungkinkan untuk menjelaskannya secara terpisah, agar dapat ditemukan ciri khas reformasi yang terjadi dalam setiap fasenya.[7]

C.    Tanda-tanda (ciri-ciri) dalam mengetahui makkiyah dan madaniyyah
Ayat-ayat yang diturunkan di Makkah (yang dinamai Makiyyah) mempunyai beberapa tanda.
1.      Ayat-ayat makiyyah itu pendek-pendek dan dinamai ayat-ayat Qishar. Sedang ayat-ayat Madaniyyah panjang-panjang dan dinamai ayat-ayat Thiwal. Buktinya, surat-surat yang di turunkan di Madinah hanya 11/30 Al-qur’an. Bilangan ayatnya 1456 (seribu empat ratus lima puluh enam).
Lihatlah juz Qad Sami’na yang diturunkan di Madinah. Ayatnya hanya serratus tiga puluh tujuh (137). Dan juz Tabaraka yang diturunkan di Makkah bilangan ayatnya empa ratus tiga puluh satu (431). Ini menurut kebanyakannya.
2.      Kebanyakan firman Allah dalam surat Madaniyyah dimulai dengan perkataan:
wahai segala mereka yang telah beriman”.
يَأَيُهَا اَلَّذِيْنَ امَنُوْا
Cuma ada tujuh ayat saja dari madaniyyah yang dimulai dengan:
wahai segala manusia”
يَأ يُهَاالَناَّسُ
a.       Ya aiyuhannasu u’budu rabbakum- (ayat 21. S. 2: Al-Baqarah).
b.      Ya ayuhannasu kulu mimma fil ardli- (ayat 168. S. 4: An Nisa).
c.       In yasya’ yudzhibkum aiyuhannas- (ayat 1. S. 4: An Nisa)
d.      Ya aiyuhannasu qad ja-a kum burhanun- (ayat 132. S. 4: An Nisa)
e.       Ya aiyuhannasu qad ja-a kumur Rasulu- (ayat 169  S. 4: An Nisa)
f.       Ya aiyuhannasu qad ja-a kum burhanun- (ayat 137 S. 4: An Nisa)
g.      Ya aiyuhannasi inna Khalaqnakum min dzakarin- (ayat 3 S. 49: Al Hujurat).
3.      Ayat-ayat Makiyyah kebanyakannya mengandung soal tauhid, soal keeprcayaan, adanya Allah, hal ihwal ‘adzab dan nikmat dihari kemudian serta urusan-urusan kebaikan.
Ayat-ayat hukum yang jelas tegas kandungannya, kebanyakannya turun di Madinah.[[8]][[9]]
Dalam buku Ulumul Qur’an karangan Dr. Rosihon Anwar dijelaskan bahwa Para sarjana muslim berpegang teguh pada dua pendekatan  dalam menetapkan mana ayat Al-Qur’an yang termasuk dalam kategori makkiyah maupun madaniyyah. Pendekatan yang digunakan antara lain:
1.      Pendekatan transmisi (periwayatan)
dengan menggunakan perangkat pendekatan ini, para sarjana muslim mengklasifikasikan atau menetapkan ayat mana yang termasuk makiyyah atau madaniyyah merujuk kepada riwayat-riwayat yang berasal dari para sahabat atau para generasi tabi’in. Riwayat yang berasal dari para sahabat atau generasi tabi’in merupakan riwayat yang valid. Karena para sahabat yaitu orang-orang yang kemingkinan besar menyaksikan bagaimana turunnya wahyu dan paa generasi tabi’in yang saling bertemu  dan dan mendengar langsung dari sahabat mengenai aspek-aspek yang berkaitan dengan proses kewahyuan Al-Qur’an yang didalamnya juga terdapat informasi kronologis Al-Qur’an.
Para sarjana muslim telah menyimpan atau merekam beberapa informasi yang diperoleh dari para sahabat mengenai makkiyah dan madaniyyah dalam beberapa tulisan. Antara lain yaitu dalam kitab-kitab tafsir bi Al-matsur, tulisan-tulisan tentang asbab An-Nuzul, pembahasan ilmu-ilmu Al-Qur’an, dan beberapa jenis tulisan-tulisan yang lainnya.
2.      Pendekatan analogi (Qiyas)
Ketika melakukan kategorisasi makkiyah dan madaniyyah, para sarjana muslim penganut analogi bertolak dari ciri-ciri spesifik dari kedua klasifikasi itu. Dengan demikian, bila dalam surat makkiyah terdapat sebuah ayat khusus yang memiliki ciri-ciri khusus madaniyyah, ayat ini termasuk kategori ayat madaniyyah.[10] Begitupun sebaliknya, ketika dalam surat madaniyyah terdapat ayat khusus yang memiliki ciri-ciri khusus makkiyah maka juga dikategorikan sebagai ayat makkiyah.
      Para sarjana muslim merumuskan beberapa ciri-ciri spesifik mengenai makkiyah dan madaniyyah. Mereka menggunakan dua titik tekan yaitu titik tekan analogi dan titik tekan tematis.
      Berdasarkan titik tekan yang pertama yaitu titik tekan anlogi, maka ciri-ciri khususnya yaitu sebagai berikut:
1.      Makkiyah
a.       Didalamnya terdapat sujud tilawah di sebagian atau seluruh ayat-ayatnya (ayat sajdah)
b.      Ayat-ayatnya dimulai dengan kata kalla;
c.       Dimulai dengan ungkapan “ya ayyuha an-nas” dan tidak ada ayat yang dimulai dengan “ya ayyuha Al-ladzina”, kecuali dalam surat Al-Hajj (22), karena di penghujung surat itu terdapat sebuah ayat yang dimulai dnegan ungkapan “ya ayyuha Al-ladzina”;
d.      mengandung tema kisah para nabi dan umat-umat terdahulu;
e.       Ayat-ayatnya memuat tentang kisah Nabi Adam dan Iblis (kecuali surat Al-Baqarah);
f.       Ayat-ayatnya dimulai dengan huruf-huruf terpotong-potong (huruf at-tahajji seperti qaf,  nun, dan ha mim) seperti alif lam mim dan sebagainya (kecuali surat Al-Baqarah).

2.      Madaniyyah
a.       Mengandung ketentuan-ketentuan atau mengenai hukum-hukum faraidh, hudud, qishash, dan jihad;
b.      Menyebut sindiran-sindiran terhadap orang munafik (kecuali surat Al-Ankabut);
c.       Mengandung uraian mengenai perdebatan dengan Ahli Kitabin yaitu yahudi dan nasrani.
Sedangkan menurut titik tekan yang kedua yaitu titik tekan tematis bahwa ciri-ciri spesifik  makkiyah dan madaniyyah adalah sebagai berikut.

Makiyyah
a.       Menjelaskan ajakan monotheisme, ibadah kepada Allah semata, penetapan risalah kenabian, penetapan hari kebangkitan dan pembalasan, uraian tentang kiamat dan perihalnya, neraka dan siksanya, surga dan kenikmatannya, dan mendebat kelompok musyrikin dengan argumentasi-argumentasi rasional da naqli;
b.      Menetapkan fondasi-fondasi umum bagi pembentukan hukum syara’ dan keutamaan-keutamaan akhlak yang harus dimiliki anggota masyarakat. Juga berisi celaan-celaan terhadap kriminalitas-kriminalitas yang dilakukan kelmpok musyrikin, mengonsumsi harta anak yatim secara zalim serta uraian tentang hak-hak;
c.       Menuturkan kisah para nabi dan umat-umat terdahulu serta perjuangan Muhammad dalam menghadapi tantangan-tantangan kelompok musyrikin;
d.      Ayat dan suratnya pendek-pendek dan nada serta perkataannya agak keras dan,
e.       Banyak mengandung kata-kata sumpah.
Madaniyyah
a.       Menjelaskan permasalahan ibadah, muamalah, hudud, bangunan rumah tangga, warisan, keutamaan jihad, kehidupan sosial, aturan-aturan pemerintah menangani perdamaian dan peperangan, serta persoalan-persoalan pembentukan hukum syara’;
b.      Mengkhitabi Ahli Kitab Yahudi dan Nasrani dan mengajaknya masuk Islam, juga menguraikan perbuatan mereka yang telah menyimpangkan kitab Allah dan menjauhi kebenaran serta perselisihannya setelah datang kebenaran;
c.       Mengungkap langkah-langkah orang-orang munafik;
d.      Surat dan sebagian ayat-ayatnya panjang-panjang serta menjelaskan hukum dengan terang dan menggunkan ushlub yang terang pula[11]
Laporan-laporan sejarah telah membuktikan adanya sistem sosio-kultural yang berbeda antara mekkah dan madinah. Mekah dihuni komunitas atheis yang keras kepala dengan aksinya yang selalu menghalangi dakwah Nabi dan para sahabatnya, sedangkan di madinah setelah Nabi hijrah kesana terdapat tiga komunitas: kmunitas muslim yang terdiri dari kelompok Muhajirin dan Anshar, komunitas munafik, dan komunitas yahudi. Al-Qur’an menyadari benar perbedaan sosio-kultural antara kedua tempat itu. Oleh karena itu, alur pembicaraan ayat yang diturunkan bagi penghuni Mekkah sangat berbeda dengan alur yang diturunkan bagi penduduk Madinah.[12]
Ulama menyadari bahwa pemisahan antara makki dan madani tidak selalu pasti. Sebab, di antara teks-teks madaniyyah terdapat teks-teks yang memuat karakteristik teks makkiyyah. Demikian pula sebaliknya, di antara teks-teks makkiyah terdapat karakteristik teks madaniyyah.[13]. Misalnya yaitu surat Al-Baqarah yang diklasifikasikan sebagai surat madaniyyah, namun didalam surat tersebut terdapat kalimat yaa ayyunnaas yang menjadi dhawabith ayat-ayat Makkiyah.
Pengklasifikasian antara surat makkiyah dan madaniyyah masih terdapat sebuah kemiripan-kemiripan yang sulit untuk ditangkap dengan beberapa syarat. Imam Al-Suyuthiy memberikan sebuah contoh, yaitu
الذينيجتنبونكباءرالاءثمؤالفواحش اءلامللمم
mereka yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain kesalahan-kesalahan kecil” (QS. Al-Najm [53]:52)
Ulama’ menanggap bahwa الفواحش (perbuatan-perbuatan yang keji) merupakan sebuah pelanggaran hukum yang mengakibatkan had, sedangkan كباءر (dosa-dosa yang besar)  merupakan semua dosa yang bisa mengakibatkan para pelakunya masuk ke dalam neraka. اللمم yang diterjemahkan menjadi kesalahan-kesalahan kecil yang menurut Al-Suyuthiy merupakan kesalahan yang berbobot di antara kaba’ir dan Al-Fawahisy. padahal saat itu masih belum dikenal adanya had, sedaangkan surat tersebut tergolong ke dalam surat makkiyah. Sehingga, Al-Suyuthiy lebih menyukai untuk menerjemahkan fawahisy dengan kaba’ir atau dosa besar. Dan kata kaba’ir ia definisikan sebagai pelanggaran yang mengakibatkan mendapat siksaan yang berat (keras).
Namun menurut Suyuthiy, sebagian ulama mengecualikan ayat tersebut yaitu sebagai ayat madaniyah yang terdapat pada surat yang tergolong makkiyah. Pengecualian ini disesuaikan dengan kata fawahisy yang didefinisikan sebagai dosa yang bisa mengakibatkan had. Sehingga ayat tersebut tergolong ke dalam ayat Madaniyyah. Suyuthiy juga menjelaskan bahwa ada sebagian ulama yang menggunakan pendekatan ijtihad dalam menetapkan pengecualian suatu ayat, baik ayat makkiyah maupun ayat madaniyyah.[14]
Sebelumnya perlu dijelaskan bahwa ayat-ayat Mekkah atau Madinah dapat diketahui dengan dua cara:
1.  Naqly: yaitu melalui informasi riwayat yang menjelaskan secara gamblang tentang pernurunan ayat-ayat itu (cara ini masuk dalam bahasan Asbab an-Nuzul di atas);
2.  Qiyasi: yaitu melalui proses-proses analogis, sesuai dengan karakter-karakter khusus yang ada pada ayat Mekkah atau Madinah.[15] 

D.    Klasifikasi Surat Makkiyah dan Madaniyah

Nama Surat Makkiyah[16]

Angka tertib turunnya
Nama surat
Angka surat
Jumlah ayat
1
Al Fatihah
1
7
2
Al ‘Alaq
96
19
3
Al Qalam
68
52
4
Al Muzzamil
73
20
5
Al Muddatsir
74
56
6
Al Lahab
111
5
7
At Takwir
81
29
8
Al A’la
87
19
9
Al Lail
92
21
10
Al Fajr
89
30
11
Ad Dhuha
93
11
12
Al Insyirah
94
8
13
Al ‘Ashr
103
3
14
Al’Adiyat
100
11
15
Al Kautsar
108
3
16
At Takatsur
102
8
17
Al Ma’uun
107
7
18
Al Kafirun
109
6
19
Al Fiil
105
5
20
Al Falaq
113
5
21
An Nas
114
6
22
Al Ikhlas
112
4
23
An Najm
53
62
24
‘Abasa
80
42
25
Al Qadar
97
5
26
As Syams
91
15
27
Al Buruj
85
22
28
At Tiin
95
8
29
Al Quraisy
106
4
30
Al Qari’ah
101
10
31
Al Qiyamah
75
40
32
Al Humazah
104
9
33
Al Mursalat
77
50
34
Qaaf
50
45
35
Al Balad
90
20
36
At-Thariq
86
17
37
Al Qamar
54
55
38
Shaad
38
88
39
Al A’raf
7
206
40
Al Jinn
72
28
41
Yaasin
36
83
42
Al Furqan
25
77
43
Al Fathir
35
45
44
Maryam
19
99
45
Thaaha
20
135
46
Al Waqi’ah
56
96
47
As Syu’ara
26
227
48
An Naml
27
93
48
Al Qashash
28
88
50
Al Israa
17
111
51
Yunus
10
109
52
Hud
11
123
53
Yusuf
12
111
54
Al Hijr
15
99
55
Al An’am
6
165
56
As Shaffat
37
182
57
Luqman
31
34
58
Saba
34
54
59
Az Zumr
39
75
60
Al Mu’min
40
85
61
Haamim Sajdah
41
54
62
As Syura
42
53
63
Az Zukhraf
43
89
64
Ad Dukhan
44
59
65
Al Jatsiyah
45
37
66
Al Ahqaf
46
35
67
Ad Dzariyat
51
60
68
Al Ghasiyah
88
26
69
Al Kahfi
18
110
70
An Nahl
16
128
71
Nuh
71
28
72
Ibrahim
14
52
73
Al Anbiya’
21
112
74
Al Mu’minun
23
118
75
As Sajdah
32
30
76
At Thur
52
49
77
Al Mulk
67
30
78
Al Haqqah
69
52
79
Al Ma’arij
70
44
80
An Naba
78
40
81
An Nzi’at
79
46
82
Al Infithar
82
19
83
Al Insyiqaq
84
25
84
Ar Rum
30
60
85
Al ‘Ankabut
29
69
86
At Tathfif
83
36

Surah-surah madaniyyah

Angka tertib turunnya
Nama surat
Angka surat
Jumlah ayat
1
Al Baqarah
2
286
2
Al Anfal
8
75
3
Al Imran
3
200
4
Al Ahzab
33
73
5
Al Mumtahamah
60
13
6
An Nisaa
4
176
7
Az Zilzal
99
8
8
Al Hadid
57
29
9
Al Qital
47
38
10
Ar Ra’ad
13
43
11
Ar Rahman
55
78
12
Ad Dahr
76
31
13
At Thalaz
65
12
14
Al Bayyinah
98
8
15
Al Hayr
59
24
16
An Nashr
110
3
17
An Nur
24
64
18
Al Haj
22
78
19
Al Munafiqun
63
11
20
Al Mujadalah
58
22
21
Al Hujurat
49
18
22
At Tahrim
66
12
23
As Shaf
61
14
24
Al Jumuah
62
11
25
At Tghabun
64
18
26
Al Fath
48
29
27
Al Ma’idah
5
120
28
At Taubah
9
130

E.     Kegunaan mempelajari makkiyah dan madaniyah
Belajar mengenai makkiyah dan madaniyah berarti kita telah belajar mengenai bagaimana penglasifikasian ayat-ayat Al-Qur’an. Pengklasifikasian ini bisa berdasarkan waktu maupun tempat ayat tersebut diturunkan. Sehingga cara penafsiran ayat-ayat tersebut juga harus memperhatikan bagaimana kondisi kronologis kejadian yang terjadi ketika Al-Qur’an itu diturunkan. seseorang yang menguasai mekkiyah madaniyah akan mendapatkan beberapa manfaat dan memudahkan seseorang dalam mendalami Al-Qur’an. Bahkan seseorang yang hendak mengetahui Al-Qur’an tanpa memahami ayat-ayat makkiyah dan apa itu ayt-ayat madaniyah bisa-bisa terjebak kedalam kesalahan yang fatal.[17]
Berdasarkan beberapa referensi lain, ada beberapa manfaat yang kita peroleh setelah mengetahui kategorisasi surat maupun ayat yang tergolong dalam makkiyyah maupun madaniyyah, antara lain :

1.      Membantu seseorang dalam menafsirkan Al-Qur’an
Hingga saat ini, banyak sekali bentuk-bentuk penafsiran mengenai ayat-ayat Al-Qur’an. Namun, kita terkadang tidak mengetahui bagaimana penafsiran sebenarnya yang benar dan bisa dijadikan sebagai pedoman. Penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an sangat berpengaruh terhadap pemahaman seseorang terhadap Al-Qur’an dan berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari terutama jika ayat-ayat Al-Qur’an yang berhubungan dengan pegaturan mengenai hukum-hukum tertentu. Penafsiran yang salah akan mengakibatkan banyak masalah dalam kehidupan misalnya akan menimbulkan berbagai perdebatan sehingga rentan untuk terjadi perpecahan bahkan retaknya tali persatuan. Maka sangat diperlukan penafsiran yang tepat terhadap ayat-ayat Al-Qur’an.
Dengan mengetahui bagaimana pengklasifikasian ayat-ayat Al-Qur’an maka akan memudahkan kita dalam melakukan penafsiran maupun pemahaman ayat. Hal ini karena didalam pengklasifikasian ayat-ayat Al-Qur’an kita bisa mengetahui peristiwa-peristiwa yang terjadi ketika ayat tersebut diturunkan. Sehingga kita bisa memahami ataupun menafsirkan suatu ayat juga berdasarkan kronologi tersebut.
Dengan mengetahui kronologi Al-Qur’an pula, seorang mufassir dapat memecahkan masalah kontradiktif dalam dua ayat yang berbeda, yaitu dengan pemecahan konsep nasikh-mansukh yang hanya bisa diketahui malalui kronologi Al-Qur’an.[18] Nasikh atau ayat yang datang kemudian akan menjadi mansukh yaitu menghapus ayat yang datang sebelumnya.

2.      Pedoman langkah-langkah dalam berdakwah
Berdakwah merupakan hal penting yang dilakukan oleh muslim. Namun, berdakwah terkadang bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. kita harus mengetahui bagaimana cara dakwah yang baik dan efektif sehingga bisa membuka hati maupun fikiran orang lain dan apa yang kita dakwahkan bisa mengena atau masuk dalam bathinnya.
Dalam berdakwah harus memperhatikan bagaimana situasi dan kondisi saat itu. Karena setiap kondisi pasti membutuhkan ungkapan-ungkapan yang sesuai atau relevan. Intonansi yang digunakan dalam ayat-ayat makiyyah dan ayat-ayat madaniyyah memberikan informasi metodologi bagi cara-cara menyampaikan dakwah agar relevan dengan orang yang diserunya.[19] Sehingga jika dalam berdakwah menggunakan metode yang tepat dan sesuai maka informasi akan bisa diterima dan bisa masuk kepada bathin orang-orang yang diserunya. Hal ini akn memudahkan langkah seseorang dalam berdakwah dan menyampaikan suatu kebenaran.
Penggunaan metode-metode yang tepat juga sangat diperlukan karena setiap masyarakat mempunyai perbedaan kondisi tertentu dalam hal sosio-kultural manusia. Sehingga setiap kondisi akan membutuhkan metode tertentu dalam proses berdakwah. Selain itu, setiap langkah dakwah juga memiliki objek-objek kajian masing-masing. Dan periodisasi makkiyah dan madaniyah memberikan kita contoh dalam hal tersebut.
3.      Memberi informasi mengenai sirah kenabian.
Al-Qur’an merupakan rujukan bagi perjalanan dakwah nabi. Al-Qur’an menyimpan berbagai informasi yang sudah tentu benar yaitu mengenai penahapan mengenai turunnya wahyu yang sejalan dengan perjalanan dakwah Rasulullah. Baik perjalanan di mekkah maupun di madinah dan dimulai dari turunnya wahyu pertama hingga diturunkannya wahyu yang terakhir.
4.      Memahami tahapan-tahapan mengenai sejarah pensyari’atan (Tarikh at-Tasyri’). Hal ini sebagaimana Allah SWT yang mendahulukan ajaran-ajaran yang berupa akidah pada periode mekkah dan kemudian mengajarkan hukum-hukum dan syari’at-syari’at praksis pada periode madinah.

F.     Kesimpulan

Maka dapat di simpulkan dari pembahasan sebelumnya, bahwa Makkiyah adalah ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan sebelum Rasulullah berhijrah (periode Mekkah). Sedangkan Madaniyyah merupakan ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan setelah Rasulullah berhijrah (periode Madinah). Pendefinisian ini berdasarkan pada masa ayat tersebut diturunkan. Sehingga, jika ayat-ayat Al-Qur’an turun setelah berhijrah meskipun disekitar Mekkah maka ayat tersebut tetap diklasifikasikan sebagai Madaniyyah.
Ciri atau karakteristik Makkiyah adalah Didalamnya terdapat sujud tilawah di sebagian atau seluruh ayat-ayatnya (ayat sajdah), Ayat-ayatnya dimulai dengan kata kalla;, Dimulai dengan ungkapan “ya ayyuha an-nas” dan tidak ada ayat yang dimulai dengan “ya ayyuha Al-ladzina”, kecuali dalam surat Al-Hajj (22), karena di penghujung surat itu terdapat sebuah ayat yang dimulai dnegan ungkapan “ya ayyuha Al-ladzina”, mengandung tema kisah para nabi dan umat-umat terdahulu, Ayat-ayatnya memuat tentang kisah Nabi Adam dan Iblis (kecuali surat Al-Baqarah), Ayat-ayatnya dimulai dengan huruf-huruf terpotong-potong (huruf at-tahajji seperti qaf,  nun, dan ha mim) seperti alif lam mim dan sebagainya (kecuali surat Al-Baqarah).
Karakteristik ayat Madaniyyah adalah Mengandung ketentuan-ketentuan atau mengenai hukum-hukum faraidh, hudud, qishash, dan jihad, Menyebut sindiran-sindiran terhadap orang munafik (kecuali surat Al-Ankabut), Mengandung uraian mengenai perdebatan dengan Ahli Kitabin yaitu yahudi dan nasrani.
Juga tujuan dari kajian Makkiyah dan madaniyah adalah Membantu seseorang dalam menafsirkan Al-Qur’an, Pedoman langkah-langkah dalam berdakwah, Memberi informasi mengenai sirah kenabian, dan Memahami tahapan-tahapan mengenai sejarah pensyari’atan (Tarikh at-Tasyri’).
















Daftar Pustaka

Chalil Munawar. 1952. Al-Qur’an dari Masa ke Masa. Semarang: Ramadhani.
Ash Shiddieqy Hasbi. 1992. Sejarah dan Penganatar Ilmu Al-Qur’an/Tafsir. Jakara: Bulan Bintang.
Moh Ali. 2010.  “KONTEKSTUALISASI AL-QUR’AN: Studi atas Ayat-ayat Makiyah dan Madaniyah melalui Pendekatan Historis dan Fenomenologis”. Palu: Jurnal Hunafa. vol: 7. No.1:61-68.
Tarmizi Ninoersy. 2015. “Integritas  Pendidik Profesional dalam tinjauan Al-qur’an”.  Banda Aceh: Jurnal Edukasi. Vol: 1. No: 2: 113-136.
Anwar Rosihon. 2008. Ulum Al-Qur’an. Bandung: Penerbit Pustaka Setia.
Hermawan Acep. 2011. ‘Ulumul Quran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nasr Hamid Abu Zaid. 2005. Tekstualitas Al-Qur’an. Yogyakarta: PT LkiS Pelangi Aksara.
Abu Abdillah az-zanjani. 1993. Wawasan baru tarikh al-qur’an. Bandung: mizan.
Hermawan Acep. 2011. ‘Ulumul Qur’an. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sodiqin Ali. 2008. Antropologi Al-Qur’an: Model Dialektika Wahyu dan Budaya. Jogjakarta: Ar-ruzz media.

Catatan:
1.      Pendahuluan masih belum enak dibaca, tolong diperbaiki lagi.
2.      Menulis bukan hanya memindah data, tetapi membuat pembaca mengerti dan tidak bingung terhadap tulisan kita. Tolong pada pembahasan pengertian Makkiyah dan Madaniyah dibuat sistematis agar orang membaca tidak bingung.
3.      Footnote 8 dan 9 kok gandeng?
4.      Mengapa penjelasan naqly (periwayatan) dan qiyasi diulang?
5.      Mengenai manfaat mempelajari Makkiyah dan Madaniyah, tolong dicantumkan referensinya, sebab ada beberapa keterangan yang belum ada referensinya. Jika itu hasil pikiran Anda, berikan kata-kata yang memberikan indikasi bahwa tulisan itu adalah hasil pemikiran Anda.


[1] Tarmizi Ninoersy, “Integritas  Pendidik Profesional dalam tinjauan Al-qur’an”, Jurnal Edukasi, Vol: 1, No: 2 (Banda Aceh, Juli 2015) 113-136.
[2] Moh Ali, “KONTEKSTUALISASI AL-QUR’AN: Studi atas Ayat-ayat Makiyah dan Madaniyah melalui Pendekatan Historis dan Fenomenologis”,  Jurnal Hunafa, vol: 7, No.1 (Palu, April 2010), 61-68.
[3]Munawar Chalil. Al-Qur’an dari Masa ke Masa. (Semarang: Ramadhani, 1952) Hlm: 14.
[4] Acep Hermawan. ‘Ulumul Qur’an. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, Desember 2011) hal. 53
[5]Ibid, hlm. 52.
[6]Abu Abdillah az-zanjani. Wawasan baru tarikh al-qur’an. (Bandung: mizan, Februari 1993) Hlm. 52-53.
[7] Ali Sodiqin. Antropologi Al-Qur’an: Model Dialektika Wahyu dan Budaya. (Jogjakarta: Ar-ruzz media, April 2008) Hlm. 83-84.
[8] Ash Shiddieqy Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an/Tafsir (Jakara: Bulan Bintang, 1992). Hlm: 56-57.
[9] Munawar Chalil. Op.Cit., Hlm: 17.
[10] Rosihon anwar. Ulum Al-Qur’an. (Bandung: Penerbit Pustaka Setia,Desember 2011) hal. 106
[11] Rosihon anwar, Ulum Al-Qur’an. (Bandung: Penerbit Pustaka Setia, Maret 2008) hal. 107
[12] Ibid, hlm. 108.
[13]Nasr Hamid Abu Zaid. Tekstualitas Al-Qur’an. (Yogyakarta: PT LkiS Pelangi Aksara, Mei 2005) hlm. 114
[14] Acep Hermawan. Op.Cit., hlm. 55
[15] Ahmad sham Madyan. Peta Pembelajaran Al-Qur’an. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Mei 2008) Hlm. 190.
[16]Munawar Chalil. Op. Cit.,Hlm. 19-22
[17]Acep Hermawan. Op.Cit., hal. 52
[18] Rosihon anwar. Op.Cit., hal 116
[19] Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar