Jumat, 17 Februari 2017

Sejarah Peradaban Islam pada Masa Khulafaur Rasyidin (PBA B Semester Genap 2016/2017)





SEJARAH PERADABAN ISLAM PADA MASA KHULAFA’URASYIDIN

Anis Rahmawati, Nailyyatul Ulumiyyah, Dzurrotun Nafisah , Annisa Rachmadhani
Mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa Arab angkatan 2016 Universitas Islam Negeri
Maulana Malik  Ibrahim

ABSTRACT

This article was written simply to review some of the key events in the period after the death of the Prophet Muhammad. That is about four caliphs government, at the start of the leadership of Sayyidina Abu Bakar, appointment systems, as well as policies important in his reign. In the past Kholifah further Umar bin Khattab, the conquest of the region and the reform of state organizations. Then the third Kholifah namely Utsman bin Affan, ranging conquests in his time as well as the vision and mission of Utsman bin Affan. And last Kholifah namely Sayyidina Ali bin Abi Tholib, discusses the divisions among Muslims and tahkim events in his past. This article is an attempt to remind the Islamic struggle in the past, and will teach the nation's future to take such good ibroh nature nature, kindness, and firmness rashidun in dealing with problems and ways how to solve it and put into practice in their
Keywords : Khulafa’urrasyidin, Abu Bakar Ash-shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Tholib

ABSTRAK
Artikel ini ditulis dengan sederhana yang mengulas  beberapa  peristiwa penting di masa setelah wafatnya Rasulullah SAW. Yakni  tentang pemerintahan Khulafaur Rasyidin, di mulai dari kepemimpinan Sayyidina Abu Bakar, sistem pengangkatannya, serta kebijakan-kebijakan penting dalam masa pemerintahannya. Di lanjut masa Kholifah Umar bin Khattab, penaklukan wilayah serta pembaruan organisasi negara. Kemudian Kholifah yang ketiga yakni Sayyidina Utsman bin Affan, mulai penaklukan-penaklukan pada masanya serta visi misi Utsman bin Affan. Dan  Kholifah yang terakhir  yakni  Sayyidina Ali bin Abi Tholib , membahas tentang  perpecahan di kalangan umat Islam dan peristiwa tahkim di masa beliau. Artikel ini merupakan upaya mengingatkan perjuangan Islam dimasa lampau dan mengajarkan kepada para penerus bangsa untuk mengambil ibroh yang baik seperti sifat sifat, kebaikan,dan ketegasan Khulafaur Rosyidin dalam menghadapi masalah  dan cara bagaimana mengatasinya serta mempraktekkan dalam kehidupan sehari hari.
Kata kunci : Khulafa’urrasyidin, Abu Bakar Ash-shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Tholib


Pengertian Khulafa’ur Rasyidin
Secara harfiah kata khalifah berasal dari kata khalf yang berarti wakil, pengganti, dan penguasa. Selanjutnya muncul istilah khalifah yang dapat diartikan sebagai institusi politik islam, yang bersinonim dengan kata “imamah” yang berarti pemerintahan.
Dalam pada itu Ibn Khaldun berpendapat, bahwa khilafah adalah tanggung jawab umum yang sesuai dengan tujuan syar’ (hukum islam) yang bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan dunia dan akhirat bagi umat. Pada hakikatnya, khalifah merupakan pengganti fungsi pembuat syara’, yakni nabi Muhammad SAW. Dalam urusan agama dan urusan politik keduniaan. Selanjutnya Ibn Khaldun mengatakan bahwa khilafah juga merupakan sinonim istilah imamah, yakni kepemimpinan menyeluruh yang berkaitan dengan urusan agama dan urusan dunia sebagai pengganti fungsi Rasulullah SAW.
Selanjutnya muncul istilah khalifah dan bentuk jamaknya khulafa’ atau khalaif yang berarti orang yang menggantikan kedudukan orang lain; dan seseorang yang mengambil alih tempat orang lain sesudahnya dalam berbagai persoalan. Khalifah bisa juga berarti as-sultan al-‘azam (kekuasaan paling besar atau paling tinggi).
Adapun kata ar-rasyidin secara harfiah berasal dari kata rasyada yang artinya cerdas, jujur, dan amanah. Dari kata rasyada kemudian berubah menjadi kata benda atau kata nama rasyid dan jamaknya rasyidun yang berarti orang-orang yang cerdas, jujur, dan amanah. Dengan demikian, secara sederhana khulafaur rasyidun adalah para pimpinan yang menggantikan kedudukan pimpinan sebelumnya dan menunjukkan sikap yang cerdas, jujur, dan amanah. Selain itu, khalifah dapat pula diartikan pimpinan yang diangkat sesudah Nabi Muhammad SAW. Wafat untuk menggantikan beliau melanjutkan tugas-tugas sebagai pemimpin agama dan kepala pemerintahan.
Di dalam sejarah Khulafaur Rasyidin  digunakan untuk para pimpinan setelah wafatnya Rasulullaah SAW. Mereka itu adalah Abu Bakar yang memerintah selama 2 tahun, Umar bin Khattab yang memerintah selama 10 tahun (13 sampai dengan 23 H/634-644 M), Utsman bin Affan yang memerintah selama 12 tahun (644-655), dan Ali bin Abi Thalib yang memerintah selama 6 tahun.[1]

a.      Abu Bakar As-Shiddiq
Abu Bakar memiliki nama lengkap Abdullah bin Utsman bin Amir bin Umar bin Ka’ab bin Tiim bin Mairah at-Tamimi. Dilahirkan pada tahun 573 M. Abu Bakar kecil bernama Abdul Ka’bah. Dan gelar abu bakar diberikan oleh rasulullah karena ia orang yang paling cepat masuk islam, sedang gelar as-shiddiq yang berarti “amat membenarkan” adalah gelar yang diberikan padanya amat sangat membenarkan rasulullah saw. Dalam berbagai macam peristiwa, terutama isra’ mi’raj. Yaitu ketika banyak orang yang sulit atau bahkan tidak percaya akan kejadian isra’ mi’raj itu, tetapi justru abu bakarlah yang tidak meragukan kebenaran peristiwa itu.
Dari segi usia, Abu Bakar lebih muda dua atau tiga tahun dari Nabi Muhammad SAW. Dia dilahirkan pada tahun kedua atau ketiga dari tahun gajah. Ayahnya yang bernama Utsman dan juga dikenal sebagai Abi Kuhafah dan ibunya bernama Ummu Khair Salma binti Sakar. Kedua orang tua Abu Bakar merupakan keturunan bani talim. Dan merupakan salah satu dari keluarga yang mempunyai status sosial yang cukup tinggi dikalangan suku quraisy. Banyak penulis sejarah yang menyebutkan bahwa abu bakar sejak masa mudanya memiliki sifat dan kebiasaan-kebiasaan yang sangat dekat dengan sifat dan kebiasaan Rasulullah saw.[2]

Dimasa jahiliah Abu Bakar berniaga. Luas juga perniagaan beliau. Sesudah memeluk agama islam ditumpahkannyalah seluruh perhatiannya untuk mengabdi dan menyiarkan agama islam beliau mendapat hasil yang baik. Banyak pahlawan-pahlawan islam menganut agama islam atas usaha dan seruan Abu Bakar, yang nama-nama mereka sudah kita sebutkan terdahulu

Beliau ikut bersama-sama nabi hijrah ke Madinah. Dan bersama-sama pula bersembunyi di gua Tsur pada malam permulaan hijrah sebelum melanjutkan perjalanan kiranya tiadalah jauh dari kebenaran kalau kita katakan, bahwa dari lama eratnya hubungan persahabatan beliau dengan rasulullah, serta kejujuran dan kesucian hatinya, maka beliau dapat mendalami jiwa dan semangat islam lebih dari yang didapat para muslimin yang lain..[3]

b.      Sistem Pengangkatan Abu Bakar

Setelah Rasulullah SAW wafat, kaum muslimin di madinah, berusaha mencari penggantinya. Kaum ansar setelah mendengar berita wafatnya rasulullah itu, mereka berkumpul disuatu tempat di dekat rumah saad bin ubadah, pemimpin al-khazraj, sebagai pengganti nabi nabi untuk memerintah. Kaum al-aus belum memberikan persetujuan atas percalonan itu. Sementara itu, salah seorang diantara mereka (kaum ansar) bertanya, “jika kaum muhajirin quraisy menolak dan berkata kami adalah kaum muhajirin, sahabat rasulullah yang pertama, keluarganya, walinya, dan mereka menentang kita, bagaimana sikap kita?”sebagian diantara mereka menjawab: “kalau demikian halnya, mereka mempunyai pemerintah sendiri, dan kita mempunyai pemerintah sendiri, dan kita tetap pada pendirian ini.”

Pemimpin-pemimpin kaum muhajirin yaitu Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan Abu Ubaidah bin Jarrah segera menuju tempat pertemuan kaum anshar. Setiba di tempat itu, abu bakar berpidato. Menyampaikan pendirian kaum muhajirin. Inti pidatonya adalah, menyampaikan keutamaan kaum muhajirin, sebagai orang-orang yang mula-mula percaya kepada Allah dan membenarkan rasul-Nya, membelanya, menderita bersamanya, karena itu mereka lebih berhak memimpin umat ini, sesudah wafatnya rasul. Tidak dapat diingkari bahwa kaum ansar itu memiliki kemuliaan dalam agama. Tidak ada yang dapat menandingi keutamaan mereka dalam islam. Allah meridhai kaum ansar karena membela agama dan rasul-Nya serta sahabat-sahabatnya. Karena itu kami orang-orang muhajirin menjadi pemimpin dan kaum-kaum ansar menjadi pembantu-pembantu.

Kaum Anshar tidak puas dengan pidato Abu Bakar, karena itu Al Habbab bin Munzir bangkit lalu mengemukakan pendiriannya seraya berkata:”Wahai kaum Anshar tetaplah kamu pada pendirianmu, karena sesungguhnya manusia, berada dalam lindungan dan naunganmu. Jangan kamu berselisih. Tidak ada jalan lain kecuali mengikuti pendapatmu. Kamu adalah orang-orang yang memiliki kemuliaaan dan kehormatan, manusia akan melihat apa yang kamu usahakan, maka janganlah kamu berbeda pendapat, sehingga merusak pendapatmu. Bagi kita seorang pemimpin dan bagi mereka (muhajirin) seorang pemimpin.

Masing-masing pihak mempertahankan pendirianna. Keadaan demikian tentu saja dapat mengancam keutuhan umat. Abu ubaidah bin jarrah menghimbau kaum ansar agar bersikap toleran dan tidak memperuncing keadaan. Kemudian Basyir bin Saad, salah seorang pemimpin al-khazraj, menyampaikan isi hatinya yang ditujukan kepada kaum ansar. Ia menegaskan bahwa orang-orang ansar itu adalah kaum yang paling utama dalam memerangi kaum musyrikin dan membela agama. Semuanya itu dilakukan atas dasar keridhaan Allah dan ketaatan kepada nabi-Nya. Tidak tepat kalau kita perpanjang masalah ini. Ketahuilah bahwa Nabi Muhammad Saw. Dari kaum quraisy dan kaumnya lebih berhak dan lebih utama atas masalah ini. Taqwalah kepada Allah, dan janganlah kamu berselisih dan bertentangan dengan orang-orang muhajirin itu. Dengan penjelasan basyir itu keaadaan menjadi tenang.

Dalam suasana yang demikian Umar bin Khattab dan Abu Ubaidah bin Jarrah, langsung membaiat Abu Bakar, kemudian Basyir bin Saad tampil kedepan dan membaiatnya pula. Selanjutnya diikuti oleh kelompok al-Aus, kemudian oleh pemimpin-pemimpin kabilah lainnya.

Baiat pertama ini disebut “baiat saqifah”. Karena pada baiat pertama ini, hanya dilakukan oleh tokoh-tokoh tertentu saja, maka pada hari berikutnya di masjid nabawi diadakan baiat untuk kedua kalinya, yang disebut “al-baiat al-ammah”. Pada baiat kedua di masjid nabawi inilah abu bakar menyampaikan pidato penerimaan jabatannya sekaligus menggambarkan jalan politik yang ditempuhnya. inti pidatonya itu sebagai berikut: “wahai sekalian manusia! Sekarang aku telah memangku jabatan yang telah kalian percayakan kepadaku, padahal aku bukanlah orang yang terbaik diantara kalian, maka jika aku menjalankan tugasku denagn baik, ikutilah aku, akan tetapi bila berbuat salah betulkanlah. Orang yang kalian anggap kuat, sebenarnya aku anggap orang lemah. Sedang yang kalian anggap lemahadalah orang yang aku anggap kuat di sisiku. Sebab itu akan kuambilkan dari pada sikuat akan haknya, insyaAllah. Hendaklah kalian taat kepedaku, selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya, tetapi bila aku tidak menaati Allah dan Rasul-Nya, maka janganlah kalian taatkepadaku. Marilah menunaikan salat dan semoga Allah merahmati kalian”.[4]

c.       Beberapa Kebijakan Penting
Sebagai seorang kepala negara, abu bakar telah melakukan beberapa kebijakan yang dinilai cukup penting. Kebijakan-kebijakan tersebut secara umum dapat digolongkan ke dalam dua bagian, yaitu bidang keagamaan dan bidang non keagamaan yang akan dijelaskan sebagai berikut.

1.      Keagamaan
Hampir dibanyak buku sejarah islam, umumnya mengabdikan jasa abu bakar dibidang keagamaan ini. Yang paling umum kebijakan abu bakar dibidang kagamaan ini adalah kebijakan mengumpulkan Al-Quran, yang semula merupakan usulan Umar bin Khattab. Kebijakan lainnya adalah melakukan penyelewengan terhadap ajaran nabi Muhammad. Upaya penyadaran ini terutama dilakukan terhadap kalangan yang mengingkari kewajiban zakat, murtad dan mengaku dirinya nabi.

Penyebab utama kemunculan ketiga kelompok ini bersumber dari kesalahpahaman dan kekurang mengertian mereka terhadap islam yang sesungguhnya. Dalam hal ini, Abu Bakar melakukan upaya penyadaran secara persuasif, tetapi ketika upaya ini mengalami kegagalan, dia tidak segan-segan memerangi mereka. Bagi Abu Bakar, sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, ketiga perbuatan tersebut merupakan penyelewengan yang nyata dari ajaran Nabi Muhammad, terutama setelah meninggalnya Rasulullah.

Adanya golongan yang tidak membayar zakat, sejumlah orang yang mengaku sebagai Nabi, dan orang-orang yang murtad adalah sebuah ujian nyata bagi Abu Bakar yang memimpin umat islam hanya dalam waktu dua tahun. Lewat usahanya melakukan penyadaran dan dalam kondisi tertentu kemudian memerangi, sesungguhnya juga dimaknai sebagai upaya dakwah dari Abu Bakar. Pada sisi lain, Abu Bakar juga ingin menunjukkan kepada dunia bahwa ada aspek-aspek tertentu dari ajaran islam yang tidak dapat ditawar lagi. Karenanya melakukan peyelewengan terhadapnya, sama artinya dengan merusak agama itu sendiri. Namun demikian upaya Abu Bakar dalam memerangi ketiga kelompok di atas lebih banyak dikarenakan mereka tidak mau membayar zakat, lebih dari itu mereka memprovokasi yang lain untuk tidak mau membayar zakat pula. Sedangkan eksistensi zakat dalam posisi ini sangat penting dan merupakan kewajiban nyata dalam ajaran islam, yang berefek kepada kehidupan negara.[5]

2.      Non keagamaan
Selain kebijakan nyata di bidang agama, Abu Bakar juga melakukan kebijakan non-agama. Di antara kebijakan itu adalah kebijakan bidang ekonomi. Abu Bakar membuat semacam lembaga keuangan. Tentu lembaga ini masih sederhana, tetapi untuk ukuran waktu itu adalah kemajuan. Pengorganisasian dan pengoperasiannya masih bersifat sangat sederhana. Muhammad Ali bahkan menyebut pembentukan lembaga tersebut sebagai salah satu pencapaian yang paling penting dari Khalifah Abu Bakar, disamping kebijakan yang lain.

Sebagai sebuah lembaga keuangan negara tadalah bagian tertentu lembaga ini memiliki beberapa sumber. Di antara sumber dana lembaga ini berasal dari pengumpulan zakat, sadaqah, infaq umat, termasuk sumber lainnya adalah bagian seperlima dari harta rampasan perang yang masuk ke kas negara. Sedang pengalokasiannya  adalah untuk membiayai peperangan, menggaji prajurit yang dikirim ke medan pertempuran dan kebutuhan-kebutuhan sosial lainnya. Di sampin itu, gaji khalifah dan petugas lembaga ini pun di ambil dari kas negara ini. Sehingga bisa dikatakan bahwa pengaturan keuangan di zama Abu Bakar sudah tertata rapi. Dan oleh karena zakat merupakan slah satu sumber utama lembaga ini, cukup beralasan kalau Abu Bakar memberikan perhatian lebih untuk membina dan bahkan memerangi mereka yang enggan membayar zakat, termasuk mereka yang melakukan provokasi untuk tidak membayar zakat.

Kebijakan lain yang bersifat non agama di zaman Abu Bakar adalah kebijakan politik. Kebijakan Abu Bakar di bidang ini juga dianggap sebagai capaian yang bagus karena secara prinsipil ia bersesuaian dengan semangat modern. Abu Bakar juga mengembangkan prinsip-prinsip demokrasi dalam pengambilan sebuah keputusan dengan membentuk semacam dewan perwakilan. Pengambilan keputusan itu sendiri didasarkan pada suara mayoritas, dengan melalui prosedur-prosedur tertentu dalam prosedur pengambilan keputusan, terutama untuk kepentingan bersama.

Abu bakar juga membuat aturan-aturan tertentu dalam hal peperangan yang disampaikan kepada para tentaranya di antara etika peperangan yang dicoba dikembangkannya antara lain adalah orang-orang tua, anak-anak, dan wanita adalah mereka tidak boleh disakiti, ahli ibadah, berikut tempat peribadatan tidak boleh dirusak, mereka yang tidak menyerahkan diri tidak boleh disakiti, lahan-lahan produktif dan habitat lainnya tidak boleh dirusak atau dibakar, pejanjian yang telah dibuat dengan kalangan non-islam bagaimanapun harus dipatuhi, dan mereka yang menyerah dan kemudian masuk ke dalam komunitas muslim akan diberi hak-hak yang sama dengan muslim lainnya.[6]

d.      Wafatnya Abu Bakar
Dalam masa singkat ini Abu Bakar telah menggadapi saat-saat yang amat genting. Dapat kita katakan bahwa pada permulaan saat-saat yang amat genting itu Abu Bakar adalah berdiri sendiri, keudian berkat iman dan keyakinannya yang kuat, maka kaum muslimin lekas juga menyokong dan mendukung pendapat dan buah fikirannya. Dalam keadaan yang demikian beliau dapat mengerahkan kaum muslimin menghancurkan syirik dan memberantas keragu-raguan. Malah beliau dapat pula mengerahkan mereka menggulingkan singgasana kisra (raja Persia) dan Kaisar (raja Romawi). Kalau di suatu peristiwa besar yang terjadi di masa permulaan islam, maka nama Abu Bakar selalu kelihatan dengan jelas di dalamnya. Semoga Allah yang maha kuasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada arwah beliau. Beliau telah mencerminkan seluruh nilai-nilai dan norma-norma keislaman yang tinggi da murni.[7]

Ketika Abu Bakar sedang dalam keaadaan sakit dan merasakan ajalnya telah dekat, maka beliau menunjuk Umar bin Khattab sebagai calon penggantinya. Mungkin sekali penunjukan calon itu didasarkan atas peengalaman pahit kaum muslimin ketika Nabi wafat, dan timbul perdebatan tentang siapa yang berhak menggantikannya. Untuk menghindari calon yang pada gilirannya akan menimbulkan perdebatan dan perpecahan, maka Abu Bakar menujuk calon tunggal, Umr bin Khattab. Selain itu, Abu Bakar telah mengenal pribadi Umar dan menganggapnya lebih layak untuk menjadi penggantinya.

Sebelum Abu Bakar memutuskan untuk menetapkan Umar bin Khattab sebagai penggantinya, terlebih dahulu beliau berkonsultasi dengan tokoh-tokoh masyarakat yang menjenguknya. Mereka itu terdiri dari antara lain:Abdur Rahman bin Auf, Usman bin Affan, Usaid bin Hudlair al-Anshari, Said bin Zaid dan lain-lainnya dari kaum muhajirin dan anshar. Ternyata mereka tidak keberatan atas maksud Khalifah untuk mencalonkan Umar bin Khattab sebagai penggantinya.  Abu Bakar lalu memanggil Usna bin Affan untuk menulis perjanjiannyaa kepada Umar. Isi perjanjian itu adalah sebagai berikut: “dengan nama Allah yang maha pengasih dan maha penyayang. Inilah yang telah diputusakn Abu Bakar, khalifah Muhammad Rasulullah saw., menjelang akhir hayatnay di dunia ini, dan akan memulai kehidupannya di akhirat, dalam suasana yang dimaklumi oleh orang-orang kafir dan ditakuti oleh orang-orang berdosa. Sesungguhnya aku mencalonkan Umar sebagai pemimpinmu. Jika ia berlaku baik dan adil, maka itulah yang saya ketahui tentang dirinya. Akan tetapi ia berbuat salah dan menyeleweng, maka itu di luar pengetahuanku. Aku senantiasa menghendaki yang baik, dan bagi seseorang itu apa yang diusahakannya (dan orang-orang yang dhalim kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembai, Al-Quran surah 26 ayat 227)”.[8]

Abu Bakar wafat pada tanggal 21 jumadil akhir 13 H. (22 Agustus 634 M.). beliau dimakamkan di samping makam Rasulullah saw. di kota Madinah. Sekarang makam tersebut telah termasuk dalam masjid nabawi.[9]





KHALIFAH UMAR BIN KHATTAB  13-23 H (634 – 644 M)
Siapakah Umar bin Khattab?
Dia adalah Umar bin Al-Khattab bin Nufail bin Abdil ’Uzza bin Rabbah bin Abdillah bin Qurt bin Rabbah bin Rozah bin Ady bin Ka’ab bin Luayyi bin Gholib bin Fihr Al-Adawy Al-Quraisy. Nasab beliau bertemu dengan Nasab Muhammad SAW. Pada Ka’ab bi Luayyi.
Nama panggilan Uamar adalah Abu Hafesh, sedangkan gelarnya adalah Al-Faruq[10]. Beliau termasuk salah seorang bangsawan Quraisy. Di jaman jahiliah beliaulah yang senantiasa diutus ke luar negeriuntuk urusan diplomasi. Beliau lahir dari tiga blas tahun sesudah tahun Gajah. Beliau adalah sahabat Nabi saw. Yang paling teguh kepribadiannya dan kemauannya.[11]
Umar adalah pribadi yang lengkap untuk menjadi pemimpin yang cemerlang . Dan itu ia dibuktikan selama kepemimpinannya selam 10 tahun. Ia adalah pemimpin yang gemilang yang sukses membawa negeri Islam menjadi negeri yang disegani bangsa lain. Terpilihnya Umar bin Khattab sebagai Khalifah beda dengan pendahulunya , Abu Bakar. Ia mendapatkan kepercayaan sebagai khalifah kedua tidak melaui pemilhan dalam suatu forum musyawarah yang terbuka, tetapi melalui  penunujukan atau wasiat oleh pendahulunya.Untuk memilih Umar bin Khattab sebagai penggantinya Abu Bakar melakukan sidang tertutup dengan beberapa sahabat diantara mereka adalah Utsman bin Affan dari kelompok Muhajirin serta As’ad bin Khudair dari kelompok Anshor.Pada saat Abu Bakar sakit dan merasa ajalnya sudah dekat ia bermusyawarah dengan para pemuka sahabat kemudian mengangkat Umar  sebagai penggantinya dengan maksud untuk mencegah kemungkinan terjadinya persilisihan dan perpecahan dikalangan umat islam. Kebijakan Abu Bakar tersebut ternyata diterima masyarakat yang segera secara ramai-ramai membaiat Umar pada hari selasa tanggal 22 Jumadil Akhir 13 H / 634 M di Masjid Nabawi.[12]
  Masa pemerintahan Umar yang relatif agak lama, yakni 10 tahun digunakan untuk memperluas wilayah daulah  daulah Islamiah dan melakukan berbagai program pembangunan. Pada masa Khalifah Umar bin Khattab ini wilayah kekuasaan islam meliputi jazirah Arabia, Palestina, Syiria, Persia,  dan Mesir. Pada masa Khalifah Umar bin Khattab juga dilakukan usaha pembenahan administrasi negara dengan mencontoh model Persia yaitu, dengan membagi wilayah kedalam bentuk provinsi yang mencakup provinsi Mekkah, Madinah, Syiria, Jazirah, Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Selain itu, dibentuk pula beberapa departemen, pengaturan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah pemisahan kekuasaan yudikatif dengan eksekutif dengan mendirikan lembaga pengadilan, membentuk jawatan pekerjaan umum, mendirikan Bait al Mal, mencetak mata uang, dan menetapkan tahun hijrah dan pengembangan ilmu.[13]

Kebijakan-Kebijakan Khalifah Umar bin Khattab
A.    Perluasan Wilayah
Umar melanjutkan perluasan wilayah ( futuhat) ke tiga arah: ke utara menuju wialayah Syiria dibawah pimpinan Abu Ubaidah ibn Jarrah. Setelah syiria jatuh perluasan wilayah dialnjutkan ke arah barat menuju Measir di bawah pimpinan Amr ibn Al-‘Ash; dan menuju ke Timur ke arak Irakdi bawah pimpinan pimpinan Surahbil bin Hasanah. Yang ke arah Timur selanjutnya disempurnakan oleh Sa’ad bi Waqash. Iskandariyah pelabuhan besar Mesir Al-Qadisiyah sebuah kota di Irak, Al-Madain ibukota Persia, serta Mosul dapat dikuasai. Sehingga pada zaman, pemerintahan Umar sampai tahun 641 M, wilayah kekuasaan Islam telah meliputi jazirah Arab, Syiria, Palestina, Irak, Mesir dan sebagian wialayah Persia Jazirah arab yang berbangsa dan berbahasa Arab beragama Islam, Syiria yang  berbahasa Suryani beragama Nasrani, Palestina yang berbangsa Ibrani beragama Yahudi, Mesir yang berbangsa Qibti beragama Mesir Kuno dan Nasrani, serta Irak dan sebagian wilayah Pesi yang beragama Majusi disatukan dibawah kekuasaan Islam dengan ibukotanya Majusi disatukan di bawah kekuasaan Islam dengan Ibukotanya Madinah. Terjadilah Asimilasi antarlima wilayah, lima bangsa, lima negara. Asimilasi dalam bidang darah, bahasa, adat istiadat, alam pemikiran politik, paham keagamaan dan bidang-bidang lain. Bangsa Arab mempunyai keunggulan bidang agama dan bahasa masing-masing. Terjadi saling pengaruh , namun yang jelas peradaban Islam tidak lokal Arab lagi, telah meliputi wilayah regional Timur Tengah.dalam proses pengaruh, mempengaruhi ini ada sisi positifdan negatifny. Dalam bidang darah, karena terjadi perkawinan campuran akan lahir generasi campuran Arab ‘Ajam, demikian juga dalam adat istiadat ada Arab Badui ada Arab yang berbudaya kota.[14]  

   B. Memperbarui Organisai Negara
1.      Organisai Politik terdiri :
a)      Al- Khilafat, Kepala Negara. Dalam memilih kepala negara berlaku sistem “ bai’ah “. Pada masa sekarang sama dengan sistem demokrasi. Hanya waktu itu sesuai dengan al-amru syuro bainahum sebagaimana yang digariskan Allah dalam Al-Qur’an.
b)      Al-Waziraat, sama dengan menteri pada zaman sekarang. Khalifah Umar menetapkan Usman sebagai pembantunya untuk mengurus pemerintahan umum dan kesejahteraan, sedangkan Ali untuk mengurus kehakiman, surat menyurat dan tawanan perang.
c)      Al-Kitabat Sekretaris Negara. Umar bin Khattab mengangkat Zaid bin Tsabit dan Abdullah bin Arqom menjadi sekretaris untuk menjelaskan urusan-urusan penting. Usman bin Affan juga mengangkat Marwan bin Hakam.
2.      Administrasi Negara
a.       Diwan-diwan (departemen-departemen)
1)      Diwan Al-jundiy ( Diwan al-Harby )
Badan Pertahanan Keamanan. Orang Muslim pada masa Rasul dan Abu Bakar semuanya adalah prajurit. Ketika Rasul atau Abu Bakar menyeru untuk berperang siaplah semua mengikuti para Nabi.kemudian ketika perang telah selesai dan ghanimah telah dibagikan, mereka kembali menjadi penduduk sipil. Masa Umar keadaan telah berubah, disusunlah satu badan yang mengurusi tentara. Disusunlah angkatan bersenjata khusus, asrama latihan militer, kepangkatan, gaji, persenjataan dan lain-lain. Mulai juga membangun angkatan laut oleh Muawiyah Gubernur Syam dan oleh Ala bin Hadhramy Gubernur Bahrain.
2)      Diwan Al-kharaj
Al-Maal yang mengurusi keuangan negara, pemasukan dan pengeluaran anggaran anggaran belanja negara Sumber pemasukan negara islam adalah:
-          Al- Kharaj = Pajak hasil bumi
-          Al-Usyur yaitu 10% dari perdagangan dan kapal kapal orang asing yang datang ke negara islam : bea cukai.
-          Al- Zakah zakat harta 2,5 % dari harta yang sampai nisab.
-          Al- Jizyah pajak ahli dzimmah, yaitu orang bukan Islam yang bertempat tinggal di negara Islam
-          Al-Fai dan Ghanimmah = uang tebusan dari orang  musyrik yang kalah perang.
3)      Diwan al-Qadhat : Departemen Kehakiman Umar mengangkat hakim hakim khusus untuk tiap wilayah dan menetapkan persyaratannya.
b.      Al-Imarah ‘ala al-buldan : Administrasi pemerintahan dalam negeri.
1)      Negara dibagi menjadi beberapa provinsi yang dipimpin oleh seorang gubernur (amil), yaitu:
-          Ahwaz dan Bahrain
-          Sijistan, Makran dan Karaman, Iraq
-          Syam, Palestina, Mesir Padang Sahara Libia.
2)      Al Barid : perhubungan, kuda pos memaki kuda pos .
3)      Al-Syurthah : polisi penjaga keamanan negara.
c.       Mengembangkan Ilmu.
Kelanjutan dari  meluasnya kekuasaan Islam ada dua gerakan perpindahan manusia orang Arab Muslim keluar jazirah Arab, orang Ajam datang ke Jazirah Arab. Dua gerakan perpindahan ini membawa dampak tersendiri baik positif maupun negatif. Orang Ajam yang berasal dari luar Jazirah Arab adalah bangsa yang pernah mewarisi kebudayaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan bangsa Arab. Walaupun nyala api ilmu pengetahuan mereka hampirpadam, namun bekasnya masih nyata. Hal ini terlihat pada adanya kota-kota  perkembangan kebudayaan Yunani seperti Iskandariyah, Antiokia, Harran dan Yunde Sahpur. Kedatangan mereka ke Jazirah Arab, dimana kemudian mereka masuk islam dan berbahasa dengan bahasa Islam (Arab) serta berkeyakinan dengan keimanan Islam, mendorong penguasa waktu itu yaitu khalifah Umar bin Khattab, memerintahkan untuk membuat tata bahasa Arab agar mereka terhindar dalam membaca Al-Qur’an dan Hadits Nabi. Ali bin Abi Thaliblah pembangun pertama dasar-dasar ilmu nahwu yang selanjutnya disempurnakan oleh Abu Al-Aswad al-Duwaly. Selain selain itu perlu menafsirkan ayat Al-Qur’an seperti yang didengar dari Nabi dan pemahamanmereka sendiri sebagai ahli bahasa. Mereka adalah Ali bin Abi Thalib, Abdullah Ibnu Abbas Abdullah bin Mas’ud Ubay bin Ka’ab. Mereka ini kemudian dianggap sebagai musafir pertama dalam Islam.
            Untuk kepentingan pengajaran mereka di luar Jazirah arab, dikirim guru-guru yang terdiri dari sahabat-sahabat ahli ilmu, yaitu Abdullah bin Mas’ud pergi ke Kuffah, Abu Musa Al-Asy’ari dan Anas bin Malik pergi ke Basrah, Muadz, Ubadah, Abu Darda dikrim ke Syam, Abdullah bin Amr bin Ash dikirim ke Mesir. Melalui tangan- tangan mereka berkembang lmu keislaman di negeri negeri itu dan menghasilkan ulama ( ahli ilmu ) dalam jumlah yang lebih besar. Selanjutnya umat islam lebih tergerak untuk mempelajari adat istiadat mereka, kaidah kaidah orang Yahudi dan Nasrani, ilmu-ilmu yang berkembang dikalangan mereka. Namun usaha mulia khalifah Umar tidak berlangsung lama karena Umar terbunuh oleh orang yang sakit hati kepadanya. Namun Umar diakui oleh para sarjana muslim dan bukan muslim bahwa ia adalah orang kedua sesudah Nabi yang paling menentukan jalannya kebudayaan Islam.[15]
            Sebagaimana diberitakan oleh berbagia sumber riwayat, Khalifah Umar beberapa hari sebelum beliau wafat telah menunujuk enam orang sahabat Nabiterkemuka untuk memilih sendiri diantara mereka seorang yang akan ditetapkan sebagai Khalifah peneerusnya. Mereka itu adalah dua menantu Rasulullah saw. ‘Utsman bin ‘Affan dan Ali bin Abi Thalib r.a., Zubair bin Al-‘Awwam, Sa’ad bin Abi Waqqash, ‘Abdur-rahman bin ‘Auf dan thalhah bin ‘Ubaidillah.Mereka diminta supaya memilih orang yang dipandang mampu. Seumpama ketika itu yang terpilih ‘Ali bin Abi Thalib atau Zubair bin Al ‘Awwam tentu wajah  sejarah akan menjadi lain. Namun ternyata yag mereka pilih ialah orang yang paling lunak diantar mereka dasarkan pada pertimbangan karena orang-orang Arab sudah merasa jemu menghadapi kekuasaan ‘Umar bin Khattab yang keras ketat dan tak kenal kompromi.[16]

      KHALIFAH UTSMAN BIN AFFAN
                 Nama lengkap beliau adalah Utsman bin Affan bin Abi Al-ash bin Umayyah bin Abdi Manaf dari suku Quraisy. Beliau lahir pada tahun 576 M, 6 tahun setelah penyerangan ka’bah oleh pasukan bergajah  dan 5 tahun setelah kelahiran rasulullah SAW. Ibu Utsman  adalah Urwy  bin Kuraiz bin Rabi’ah bin Habib bin Abdi  Asy Syams bin Abd Manaf. Utsman masuk islam saat berumur 30 tahun atas ajakan Abu bakar. Sabar, pemurah dan lembut adalah sifat yang banyak dimiliki  Utsman. Utsman adalah salah satu kerabat yang paling dicintai Rasulullah SAW. Karena sebab itu Rasulullah SAW menikahkan beliau dengan putinya yang bernama Ruqoyyah. Setelah Ruqoyyah meninggal beliau dinikahkan oleh Rasullah dengan putrinya yang lain,yang bernama Ummu Kultsum. Karena itu beliau mendapat julukan  Dzu al-Nurain [yang mempunyai dua cahaya]. Sebelum dinikahkan dengan Ummu  kultsum Utsman sempat djodohkan oleh umar dengan anaknya yang bernama Hafsah yang berumur 18,namu Umar menolak dengan halus karena Utsman masih belum ingin menikah.
       Abu Tholhah Al Anshori dan Miqdad bin Aswad  mengumpulkan  orang anggota dewan  permusyawaratan  yang juga calon kalifah yang dibentuk oleh umar dengan jumlah  orang  yakni: Ali, Utsman, Saad bin Abi Waqqosh, Abdur Rahman bin Auf, Zubair bin Awwam dan Tholhah bin Ubaidillah.
Mekanisme pemilihan khalifah ditentukan dengan mekanisme:
1. Yang berhak menjadi khalifah adalah yang dipilih oleh anggota permusyawaratan dengan suara ter banyak.
2. Apabila suara terbagi menjadi seimbang maka abdullah bin umar berhak menentukannya.
3. Apabila campur tangan Abdullah bin umyang dipilih oleh tidak dterima, calon yang dipilih oleh abd Ar-Rahman bin Auf harus diangkat menjadi khalifah.
4. Kalau masih ada yang menentang maka penentang hendaknya dibunuh.[17]
     Langkah yang ditempuh  Abdur Rahman. Setelah Umar wafat adalah meminta pendapat kepada anggaota permusyawaratan secara terpisah untuk membicarakan  calon yang tepat untuk diangkat menjadi khalifah. Hasilnya muncul kandidat khalifah, yaitu Ustman dan Ali.
     Menurut suatu riwayat dikatakan, bahwa Abdur Rahman  bin Auf telah keluar pada malam hari unyuk menjumpai orang orang dimadinah, dengan palaian menyamar, sehingga tak seorang pun  mengenali nya. Setiap kali dia minta pertimbangan kepada orang yang ditemuinya tentang siapa yang pantas menjadi khalifah,orang orang menjawab Utsman. Abdurrahman juga menanyai Utsman dan Ali,seandainya diantara salah satu diantara mereka terpilih menjadi khlifah, sanggupkah mereka melaksanakan tugasnya berdasarkan Al-quran, sunnah Rasul, dan kebijaksanaan  khalifah sebelum mereka. Ali menjawab bahwa dirinya berbuat sejauh pengetahuan dan kemampuannya.Utsman menjawab Dengan tegas nya  “ya! saya sanggup.berdasarkan itu pula Abdurrahman memilih Utsman   sebagai khalifah ketiga. Dan segera dilaksanakan baiat saat itu usia utsman 70.
Visi misi khalifah utsman dalam menjalankan kekhalifahan  dapat diketahui melalui pidato beliau.saat dilantik atau dibai’at menjadi khalifah ketiga negara madinah. Dalam pidatonya utsman mengingatkan hal penting:
1. Agar umat islam selalu berbuat baik sesuai kemampuan sebagai bekal menghadapi hari kematian dan akhirat sebagai tempat yang lebih baik yang sediakan oleh Allah.
2. Agar umat islam, jangan terperdaya kemewahaan  hidup didunia yang penuh kepalsuan sehingga membuat mereka lupa kepada Allah.
3. Agar umat islam  mau mengambil iktibar pelajaran dari masa  lalu,mengambil yang baik dan  menjauhkan yang buruk.
4. Sebagai khalifah beliau akan melaksanakan perintah Al quran dan sunah Rasul.
5. Disamping beliau akan meneruskan apa yangg telah dilakukan pendahulunya, juga akan membuat hal hal baru yang membawa pada kebajikan .
6. Umat islam boleh mengkritiknya bila beliau menyimpang dari ketentuan hukum.
             Pada awal Utsman menjadi khalifah beliau tetap menetapkan semua gurbernur yang telah diangkat oleh umar diberbagai daerah,antara lain mu’awiyah bin abi sufyan,sebagai gubenur syam [syiria]. Beliau membebaskan tugas mughirih bin syu’bah dari jabatan gebenur kufah  berdasarka wasiat umar dan mengankat sa’ad bin abi waqqosh sebagai gubebur kufah. Namun beberapa hari kemudian  khalifah Utsman bin Affan memberhentikan sebagian besar gubernur yang telah diangkat oleh umar  dan menggantikannya dengan sanak kerabatnya .
·           Abu Musa Al Asy’ari diganti dengan Abdullah bin Amir.
·           Amer bin Ash diganti dengan Abdillah bin sa’ad
·           Sa’ad bin Abi Waqqash diganti dengan Walid bin uqbah
      Adapun gubernur lama yang masih ada hubungan kerabat dengan misalnya mu’awiyah tidak diganti.[18]
                 Karya besar monumental Khalifah Utsman adalah pembukuan Al Quran.pembukuan Al Quran didasarkan atas alasan dan pertimbangan untuk mengakhiri perbedaan bacaan dikalangan umat islam yang pada saat skspedisi militer ke Armenia dan Azerbaijan.pembukuan dilaksanakan oleh kepanitiaan yang diketahui oleh Zaid bin Tsabit.
     Kegiatan pembangunan diwilayah islam yang luas itu meliputi:
·         Pembangunan daerah daerah pemukiman,jembatan,jalan,masjid,wisma
·         Pembanguna kota-kota baru yang kemudian tumbuh pesat
·         Pembangunan jalan yang menuju ke madinah dilengkapi dengan khafilah dan fasilitas bagi para pendatang
·         Memperluas masjid nabi dimadinah
·         Tempat persediaan air dibangun di Madinah, di kota–kota padang pasir dan diladang- ladang peternakan unta dan kuda 
          Pembangunan berbagai sarana umum ini menunjukkan bahwa utsman sebagai khalifah sangat memperhatiakan  kemaslahatan publik sebagai bentuk dari manifestasi kebudayaan  sebuah  masyarakat.[19]
Penakhlukan penakhlukan yang yang dilakukan kaum muslimin saat dipimpin khalifah Utsman adalah:
·         Penakhlukan pada Armenia
·         penakhlukan pada Afrika Utara
·         Penakhlukan pada kota Andalus.
Beberapa penduduk madinah yang melakukan sempat pembelotan adalah:
·         PendududukArmenia
·         Penduduk Alexander
             Pemberontakan yang pertama terjadi pada islam  karena  khalifah  Utsman bin Affann banyak mengangkat keluarganya menjadi pejabat pejabat tinggi,dan karena sikap mereka yang curang dan zalim kepada rakyat. Karena itu, mereka menuntut pemecatan  sebagian  pejabat yang telah beliau angkat.Tokoh yang mempengaruhi dan  memprovokasi orang orang yang mengikuti kemana angin bertiup tentang fitnah adalah Abdullah bin Saba’.dan mereka menuntut dilaksanakan pemecatan para gubernur. Mereka menuntut agar memecat Abdullah bin Abi Sarah, dan mengangkat Muhammad bin Abu Bakar sebagai penggantinya.akhirnya khalifah Utsman pun menurutinya  dan mereka pun  kembali ke negeri mereka yaitu Mesir. Tetapi ditengah perjalanan pulang, mereka  bertemu dengan  seorang laki laki sedang mengendarai unta milik khalifah Utsman. Kemudian mereka memeriksa  dan berhasil menemukan surat yang berstempel khalifah. Isi surat itu memerintahkan Abdullah bin Abi Sarah, Agar membunuh Muhammad bin Abi Bakar dan kelompoknya.para pemberontak mesir itu akhirnya memutuskan kembali ke madinah bersama  Muhammad bin Abi Bakar.
              Ketika pemberontak kembali ke Madinah, Khalifah Utsman bin Affan r.a bersumpah seraya mengatakan, bahwa dirinya tidak mengetahui sama sekali tentang surat tersebut, karena yang  menjadi juru tulisnya selama itu adalah Marwan bin Hakim, salah seorang peengikutnya.
             Penduduk Madinah terkejut, ketika pemberontak tiba tiba sudah mengepung rumah kediaman Khalifah Utsman.dan mereka mengepung rumah khalifah Utsman sampai 40 hari lamanyamereka tidak memberinya air, kecuali beliau menyerahkan Marwan bin Hakam [sekretaris pemegang stempel khalifah].tetapi beliau tidak mau dan beliau tak ingin meninggalkan jabatan khilafah. Akhirnya para pemberontak masuk kedalam  rumah dan menyerang khalifah Utsman  yang sedang membaca Al quran.
Khalifah Utsman bin Affan r.a adalah khalifah yang  pertama kali terbunuh karena suatu pemberontakan dalam sejarah  islam.peristiwa itu terjadi pada akhir tahun 35 H.beliau ketika wafat berumur 82 tahun. Jasad beliau dimakamkan disebuah tempat yang bernama Hasy kaukab. Masa Utsman bin Affan termasuk yang paling lama apabila dibanding dengan khalifah lainnya selama 12 tahun;24-36H./644-656 M.[20]


Khalifah Ali bin Abi Thalib
Siapakah Ali bin Abi Thalib itu?
Ali adalah putra Abi Thalib ibn Abdul Mutholib bin Hasyim bin Quraisy. Beliau adalah saudara sepupu Nabi Muhammad SAW. Yang kemudian menjadi menantunya karena menikahi putri Nabi Muhammad SAW, Fathimah. Beliau masuk Islam ketika usianya sangat muda dan termasuk orang yang pertama masuk Islam dari golongan pria. Pada saat Nabi menerima wahyu pertama ,Ali berumur 13 tahun, menurut A.M Saban, sedangkan menurut Mahmudunnasir, Ali berumur 9 tahun. [21]
Sejak kecil, Ali bin Abi Thalib telah terdidik dengan akhlak Islam. Pengetahuannya tentang agama sangat luas Ali termasuk salah seorang yang baik dalam memainkan pedang dan pena, bahkan Beliau di kenal sebagai seorang orator,Beliaau juga seorang yang pandai dan bijaksana sehingga memnjadi penasehat pada zaman kholifah Abu Bakar, Umar dan Utsman. Beliau mengikuti hampir semua peperangan pada zaman Nabi Muhammad SAW. Ia tidak sempat membaiat Abu Bakar karena sibuk mengurus jenazah Nabi Muhammad dan keturunan Nabi Muhammad saw. Ali bin Abi Tholib juga terkenal sangat teliti, berhati hati, disiplin dan adil. Karena itu beliau sangat terkenal pandai menghakimi. Abu ishaq mengataakan , bahwa Abdullah berkata: “Sesungguhnya penduduk Madinah yang paling pandai menghakimi adalah Ali bin Abi Tholib “. Abu Hurairoh meriwayatkan , bahwa Umar bin Al Khattab berkata: “Ali bin Abi Tholib adalah orang yang paling arif dalam masalah hukum, dan paling pandai menentukan hukum di antara kita semua.”
Pembaiatan Ali bin Abi Tholib
Ketika Kholifah Utsman bin Affan r.a terbunuh, maka mayoritas sahabat Muhajirin dan Anshar, terutama kaum pemberontaak, sepakat mendatangi beliau untuk membaiatnya menjadi kholifah, tetapi beliau pada waktu itu menolaknya . Namun mereka terus mendesaknya sehingga akhirnya beliau meenerimanya, lalu beliau keluar meenuju masjid. Dan akhirnya kaum muslimin membaiatnya menjadi kholifah. Di antara orang banyak yang membaiat Ali bin Abi Thalib terdapat Tholhah dan Zubair. Mereka berdua bermula mula enggan, tetapi akhirnya ikut membaiatnya juga karena di paksa orang banyak .
Menurut sebagian riwayat di sebutkan, bahwa mereka berdua bersedia membaiat Ali dengan catatan Ali harus segera melaksanakan hukum haad terhadap kaum pemberontak yang teelah meemberontak kepada Khalifah Utsman bin Affan. [22] Riwayat lain juga menyatakan mereka bersedia membaiat jika nanti mereka di angkat menjadi gubernur di Kufah dan Bashroh.
Peristiwa terbunuhnya Utssman bin Affan menyebabkan perpecahaan di kalangan umat Islam menjadi 4 golongan:
1.      Pengikut Utsman yaitu yang menuntut balas atas kematian Utsman dan mengajukan Muawiyah sebagai kholifah.
2.      Pengikut Ali yang mengajukan Ali sebagai kholifah.
3.      Kaum moderat, tidak mengajakan calon,menyerahkan urusannya pada Allah SWT.
4.      Golongan yang berpegang pada prinsip jamaah diantaranya Saad bin Abi waqqosh,Abu Ayyub Al-Anshori, Usamah bin Zaid, dan Muhammad bin Maslamah yang diikuti oleh 10.000 orang sahabat dan tabi’in  yang memandang bahwa Ustman dan Ali sama-sama sebagai pemimpin. Ali adalah acuan tercepat karena banyak didukung oleh para sahabat senior bahkan para pemberontak pun pada kholifah usaman mendukungnya termasuk Abdul ustman kepada kaum kerabatnya kepada kepemilikan negara dan mengganti semua gubernur yang tidak disenangi rakyat.

            Pemerintahan Kholifah Ali dapat dikatakan sebagai pemerintah yang tidak stabil karena adanya pemberontakan kaum muslimin  sendiri. Pemberontakan pertama dari Tholhah dan Zubair diikuti oleh Siti Aisyah yang kemudian perang jamal.pemberontakan yang kedua datang dari Muawiyah yang menolak meletakkan jabatan bahkan menempatakan drinya setingkat dengan khalifah walawpun dia hanya sebagai gubernur suria yang berakhir dengan perang shiffin. Pemberontakan pertama diawali oleh penerikan baiat oleh tholhah dan zubair karena alasan meraka kepada ali tidak memenuhi tuntukan mereka untuk menghukum khalifah ustman. Adapun penolakan khalifah ini disampaikan kepada Siti aisyah yang termasuk kerabatnya pada perjalanan pulang dari Mekkah. Siti Aisyah bergabung dengan Tholhah dan Zubair menentang khalifah Ali karena alasan penolakan Ali menghukum pembunuh ustman atau bisa juga karena hasutan dari Abdullah bin Zubair.
Khalifah Ali telah berusaha untuk menghindari pertumpahan darah dengan mengajukan kompromi, tetapi beliau tidak berhasil sampai akhirnya terjadi pertempuran antara kholifah Ali bersama pasukannya dengan Tholhah, Zubair dan Siti Aisyah bersama pasukannya. Perang ini terjadi pada tahun 36 H. Tholhah dan Zubair terbunuh ketika hendak melarikan diri dan Aisyah di kembalikan ke Madinah. Dan puluhan ribu pasukan Islam gugur dalam perang ini.
Setelah kholifah menyelesaikan pemberontakan Tholhah dan Zubair, pusat kekuasaan Islam di pindahkan ke Kufah sehingga Madinah tidak lagi menjadi ibu kota kedaulatan Islam dan tidak ada seorang kholifah pun setelahnnya yang menjadikan madinah sebagai pusat kekuatan Islam.
Peperangan antara umat Islam terjadi lagi, yaitu antara kholifah Ali bersama pasukannya Muawiyah sebagai gubernur Suriah bersama pasukannya. Perang ini terjadi karena kholifaah Ali ingin menyelesaikan pemberontakan Muawiyah yang menolak peletakan jabatan dan secara terbuka menentang kholifah dan tidak mengakui.Peperangan ini terjadi di kota Shiffin pada tahun 37 H yang hampir saja di menangkan oleh kholifah Ali, namun atas kecerdikan Muawiyah yang di motori oleh panglima perangnya Amr bin Ash yang mengacungkan Al Qur’an dengan tombaknya, yang mempunyi arti bahwa mereka mengajak berdamai dengan menggunakan Al Qur’an, namun karena di desak oleh pasukannya kholifah menrima tawaran tersebut. Akhirnya terjdi peristiwa tahkim yang secara politis kholifah Ali mengalami kekalahan karena Abu Musa Al Asy’ari sebagi wakil kholifah menurunkan Ali sebagai kholifah, sementara Amr bin Ash tidak menurunkan Muawiyah sebagai gubernur suriiah bahkan menjadikan  kedudukannya setingkat dengan kholifah.
Peristiwa Tahkim Pada Masa Ali bin Abi Tholib
Konflik politik antara Ali bin Abi Tholib dengan Muawiyah bin Abi Sufyan di akhiri dengan tahkim. Dari pihak Ali di utus seorang ulama’ yang terkenal dan sangat jujur dan tidak cerdik dalam politik yaitu Abu Musa Al Asy’ari, sebalikny dari pihak Muawiyah bin Abi Sufyan di utus seorang yang terkenal sangat cerdik dalam berpolitik yaitu Amr bin Ash.[23]Dalam tahkim tersebut, pihak Ali di rugikan oleh pihak Muawiyah karena kecerdikan Amr bin Ash yang dapat mengalahkan Abu Musa Al Asy’ary sehingga kemudian pendukung Ali bin Abi Tholib terbgi menjadi dua, yaitu kelompok pertama adalah mreka yang secara menghadapi  hasil tahkim dan mereka tetap setia kepada beliau, sedangkan kelompok kedua adalah kelompok yang menolak hasil tahkim dan kecewa terhadap kepemimpinan Ali bin Abi Tholib.
            Akhirnya kelompok yang keluar dari barisan Ali pun menjaadikan Nahrawan sebagai markasnya serta terus menerus merongrong pemerintahan Ali.Golongan yang keluar dari barisan Ali di sebut kelompok Khawarij. Kerepotan kholifah dalam meneyelesaikan kaum Klhaawarij di manfaatkan Muawiyah untuk merebut mesir. Padahaal Mesir dapat di katkaan sebagai sumber kemakmuran dan ekonomi Ali.
            Dengan terjadinya berbagai pemberontakan dan keluarnya sebaagian pendukung Ali, Banyak pengikut Ali yang gugur dan juga berkurang serta hilangnya sumber ekonomi dari Mesir karena di kuassai oleh Muawiyah. Selain itu hal teersebut mengakibtjakan khrissma khalifah Beliau pun menurun, sementara Muawiyah semakin jaya. Hal tersebut memaksa Khalifah Ali untuk menyetujui perdamaian dengan Muawiyah.
            Penyelesaian kompromis Ali dengan Muawiyah itu sebenarntya merupakan kegagalan bagi Ali. Berbagai kerusuhan yang harus di hadapi Ali sejak penobatannyaa menjadi Kholifah, terutama di sebabkan oleh kegagalannya menindas pembrontakan Muawiyah. Pemberontakan yang hebat dari Thalhah dan Zubair memperlemah kedudukan Ali dan memperkuat kedudukan Muawiyah. Pemberontakan-pemberontakan juga terjadi pula di Bashrah, Mesir, dan Persia untuk mendapatkan kemerdekaan.
Jumlah manusia, keuangan dan sumber-sumber kekayaan Muawiyah jauh lebih kuat di bandingkan dengan Kholifah Ali. Ali tidak memiliki sumber kekayaan yang memadai dan memimpin suatu kaum yang kesetiaanya berubah –ubah dan meragukan. Sebaliknya Muawiyah memiliki sumber-sumber kekyaan dari Siria dan memiliki dukungan tangguh dari keluarganya. Bani Umayyah dan Siria berdiri tangguh di belakngnya. Ali hanyalah seorang jenderal dan prajurit yang gagah berani, sedangkan Muawiyah adalah seprang diplomat licik dan politikus yang yang pintar. Dia memainkan kelicikan apabila keberaniaanya bertarung tidak berhasil. dengan cerdik, dia memanfatkan pembunuhan kholifah Utsman untuk menjatuhkan nama Ali dan membantu rencananya. Karena dia sendiri adalah orang yang paling licik pada waktu itu, Muawiyah menjalin persahabatan dan persekutuan dengan Amar, yang juga paling cerdik dan banyak akal pada saat itu. Karena gagal dalam menggunakan pedang, Muawiyah dan sekutunya menipu dan mengalahkan Kholifah Ali dengan permainaan kecerdikan dan kelicikan di dalam Perang Siffin.  Penyelesaian kompromis Ali dan Muawiyah tidak di sukai oleh kaum perusuh karena hal itu membebaskan kholifah untuk memusatkan perhatiannya pada tugas menghukum mereka. Kaum Khawarij merencanakan untuk membunuh Ali, Muawiyah dan Amar memilih seorang kholifah yang sehalauan dengan mereka, yang dengan bebas di pilih dari seluruh umat Islam. Karena itu, Abdurrahman, pengikut setia kaum Khawarij memberikan pukulan hebat kepada Sayyidina Ali sewaktu beliau akan adzan di masjid. Pukulan itu menyebabkan Khalifah Ali wafat pada tanggal 17 Ramadhan 40 H/ 660 M.[24]

KESIMPULAN
Khulafaur rasyidin adalah para pemimpin penerus setelah Nabi Muhammad SAW wafat . Mereka adalah Abu Bakar As-Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Yang mana mereka telah menjalankan tugas-tugas mereka dengan baik, memimpin dengan bijaksana, tegas, dan adil. Meskipun pada masa mereka memimpin ada banyak kesulitan yang mereka hadapi. Meskipun begitu, mereka tetap menjalankan tugas mereka sesuai dengan apa yang ingin mereka raih saat mereka menjabat sebagai seorang pemimpin. Selain itu, kesulitan-kesulitan tersebut juga tidak menyurutkan niat dan tujuan mereka untuk memperjuangkan agama Allah yaitu agama Islam. Karena mereka telah memegang janji pada diri mereka sendiri bahwasannya sebagai seorang pemimpin itu harus tetap teguh pada pendirian masing-masing dan tidak akan tergoyahkan maupun berubah sedikitpun.




















DAFTAR PUSTAKA
Sunanto, Musyrifah.2003. Sejarah Islam Klasik. Jakarta: Kencana Perdana Group
Supriyadi, Dedi..2008. Sejarah Peradaban islam. Bandung: Pustaka Setia
Nata, Abuddin. 2011. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta : Kencana Prenada Media Group
Fuadi, Imam.2001.Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta: Penerbit Teras
Syalabi, Ahmad.2003. Sejarah dan Kebudayaan Islam.Jakarta :  PT. Pustaka Al-Husna baru
Amin, Ahmad.1987.  Islam Masa ke Masa.Bandung: PT Remaja Rosdakarya
 Muhyiddin Al Khoyyat, Syeih.1999.Sejarah Kebangkitan dan Situasi Dunia Arab. Surabaya: Al Hidayah
Susmihara dan rahmat.2013.Sejarah Islam Klasik.Yogyakarta : Penerbit Ombak
Abu Bakar, Istianah. 2008.  Sejarah Peradaban Islam. Malang : Uin Press
Muhyiddin Al-Khoyyat, Syeih. 1993. Sejarah Kebangkitan Islam dan Situasi Dunia Arab. Gresik: Bani Sa’ad Bungah

Catatan:
1.      Perujukan dalam makalah ini masih belum maksimal.
2.      Pendahuluan masih belum ada.
3.      Makalah ini tidak sesuai dengan point-point dalam SAP.
4.      Penulisan footnote banyak yang masih salah.

Struktur makalah ini belum sesuai dengan point-point dalam SAP. Jadi tolong disesuaikan. Semangat!!!!



[1] Abuddin nata, sejarah pendidikan islam (jakarta : kencana prenada media grup, 2011) hlm. 111-113.
[2]Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam (yogyakarta :penerbit teras, 2001) hlm. 19-20.
[3]A. Syalabi, sejarah dan kebudayaan islam (jakarta : penerbit PT. Pustaka al-husna baru, 2003) hlm. 195.
[4]Susmihara dan rahmad, sejarah islam klasik (yogyakarta : penerbit ombak,2013) hlm. 90-93.
[5]Imam fuadi, sejarah peradaban islam(yogyakarta : penerbit teras, 2011) hlm. 26-28.
[6]Imam fuadi sejarah peradaban islam (yogyakarta : penerbit teras, 2011) hlm. 28-30.
[7]A. Syalabi sejarah dan kebudayaan islam(jakarta : penerbit PT. Pustaka Al-Husna Baru, 2003) hlm. 202.
[8]Susmihara dan rahmat sejarah islam klasik (yogyakarta : penerbit ombak, 2013) hlm. 95-96.
[9]Susmihara dan rahmat sejarah islam klasik (yogyakarta : penerbit ombak, 2013) hlm. 94.
[10] Gelar ini diberikan kepada Umar oleh Rasulullah saw. Yang artinya : Pemisah antara hak dan batil
[11] Syeh Muhyiddin Alkhoyyat, Sejarah Kebangkitan Islam dan Situasi Dunia Arab (Surabaya: Al-Hidayah1994), hlm 35.
[12]  Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam (Yogyakarta: Teras 2011 ), hlm. 30.
[13] Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta:Kencana, 2011 ), hlm. 114-115.  
[14] Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik (Jakarta: Kencana,2003) hlm. 23-24.
[15] Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik (Jakarta: Kencana,2003) hlm. 26-31.
[16] Ahmad Amin,  Islam Masa ke Masa (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1987), hlm. 86-87.
[17] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam (Bandung:Pustaka Setia,2008), hlm. 86-87.
[18] Syeiikh Muhyiddin Al Khoyyat, Sejarah Kebangkitan dan Situasi Dunia Arab(Surabaya:Al Hidayah,1999),hlm 79-80.
[19] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam (Bandung:Pustaka Setia,2008), hlm.

[20] Syeiikh Muhyiddin Al Khoyyat, Sejarah Kebangkitan dan Situasi Dunia Arab(Surabaya:Al Hidayah,1999),hlm 80-91.

[21] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam (Bandung:Pustaka Setia,2008), hlm 95
[22] Syeiikh Muhyiddin Al Khoyyat, Sejarah Kebangkitan dan Situasi Dunia Arab(Surabaya:Al Hidayah,1999),hlmn 94-95

[24] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam (Bandung:Pustaka Setia,2008), hlm. 98-101.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar