Selasa, 21 Februari 2017

Makkiyah dan Madaniyah (P-IPS C Semester Genap 2016/2017)




Makkiyah dan Madaniyah

Maya Eka Pertiwi dan Nafiatul Hidayah
Mahasiswa Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Kelas C Angkatan 2015
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Abstract
This article discuss abaut verse Makkiyah dan Madaniyah in Al-Qur’an. The Qur’an is the word of Allah SWT revealed to become human guidelines in daily life.so great was role of the Qur’an so that we should be able to learn and understand to apply it in life. In terms of the revelation of the Qur’an in for over two classes of the verse that including verse Makkiyah and Madaniyah which have differences. Verse Makkiyah is the verses down before swithching and revelation in the Makh and the versesddressed to the Makah. While the verse madaniyah is verses down after the move to Madinah and a pullback in the city of Madinah and the verses addressed to the people of Madinah. Learn verse makkiyah and madaniyah has the benefit of one of them raise our faith against the greatness, purity, and the authenticity of the Qur’an.
Keywords : Al-Qur’an, Makkiyah, Madaniyah
Abstrak
Artikel ini membahas tentang ayat Makkiyah dan Madaniyah dalam Al-Qur’an.Al- Qur’an merupakan kalam Allah SWT yang diturukan untuk menjadi pedoman manusia dalam kehidupan sehari-hari.Begitu besarnya peran Al-Qur’an sehingga kita harus bisa mempelajarinya dan memahami serta mengaplikasikannya dalam kehidupan.Ditinjau dari segi masa turunnya, Al-Qur’an dibagi atas dua golongan yaitu ayat yang termasuk ayat Makkiyah dan Madaniyah yang memiliki perbedaan.Ayat Makkiyah adalah ayat-ayat yang turun sebelum hijrah dan turunnya di Mekah serta ayat-ayat yang khithab-nya ditujukkan kepada Mekah.Sedangkan ayat Madaniyah adalah ayat-ayat yang turun sesuah hijrah dan turuunya di Madinah serta ayat-ayat yang khitab-nya ditunjukkan kepada penduduk Madinah.Mempelajari ayat Makkiyah dan Madaniyah memiliki faedah salah satunya yaitu meningkatkan keyakinan kita terhadap kebesaran, kesucian dan keaslian Al- Qur’an.
Keywords :Al-Qur’an, Makkiyah, Madaniyah
A.    Pendahuluan
Al- Qur’an adalah kalam Allah SWT yang merupakan mukjizat yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw dan membacanya adalah ibadah. Kalam Allah yang diturunkan kepada nabi-nabi selain Nabi Muhammad SAW tidak dinamakan Al-Qur’an, seperti Taurat yang diturunkan kepada nabi Musa AS atau Injil yang diturunkan kepada nabi Isa As. Begitu juga kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang membacanya tidak dianggap sebagai ibadah, seperti hadis Qudsi, tidak dinamakan Al-Qur’an.
Kitab suci umat Islam adalah Al-Qur’an, yang dijadikan pedoman dalam berbagai hal untuk kehidupan umat islam. Sejak zaman dulu Al-Qur’an sangat dijaga keasliannya, dengan berbagai cara seperti dihafalkan, ditulis didaun dan tulang, dan lain sebagainya. Al-Qur’an juga memiliki peran sebagai sumber dari segala sumber, jadi berbagai informasi bisa kita dapatkan ketika mempelajari dan memahami ayat yang ada pada Al-qur’an.
Ditinjau dari segi masa turunnya, Al-Qur’an dibagi atas dua golongan.Ayat-ayat yang diturunkan di Makkah atau sebelum Nabi Muhammad hijrah ke Madinah dinamakan Ayat-ayat Makkiyah, sedangkan ayat-ayat yang diturunkan di Madinah atau sesudah Nabi Muhammad Saw hijrah ke Madinah dinamakan ayat-ayat Madaniyah. Ayat Makkiyah terdiri dari 86 surat sedangkan surat Madaniyah terdiri dari 28 surat di Al-Quran.
Banyak hal yang dapat kita ambil hikmahnya dari ayat Makkiyah dan Madanidah di Al-Qur’an.Oleh karena itu, penulis berusaha menjelaskan tentang definisi ayat Makkiyah dan Madaniyah dalam Al-Qur’an.Ayat Makkiyah dan Madaniyah memiliki perbedaan yang sangat signifikan atau memiliki ciri khusus.Asababul Nuzul dari ayat Makkiyah dan Madaniyah juga memiliki latar belakang yang berbeda. Dalam hal tersebut pastinya memiliki faedah positif yang dapat kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, gunamenjadi pedoman umat muslim.
B.     Pengertian dan Contoh Makkiyah dan Madaiyah
1. Pengertian Makkiyah dan Madaniyah
Pembahasan tentang ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyah sesungguhnya adalah memahami pengelompokan ayat-ayat Al- Qur’an berdasarkan waktu dan tempat turunnya. Dalam persoalan ini, setidaknya ada tiga definisi atau ta’rif yang sering dikemukakan para ulama yang ahli di bidang ini, yaitu :
Makkiyah adalah ayat-ayat Al- Qur’an yang turun sebelum hijrah dan Madaniyah adalah ayat-ayat Al- Qur’an yang turun sesudah hijrah. Ta’rif ini menetapkan, ayat-ayat yang turun setelah hijrah, sekalipun terjadi di sekitar Mekah tetap diklasifikasikan sebagai ayat Madaniyah.
Makkiyah adalah ayat yang turun di Mekah sekalipun turunnya ayat itu setelah hijrah, dan Madniyah adalah ayat yang turun di Madinah.Bila definisi ini diterima, ada kesulitan untuk mengklasifikasi ayat-ayat yang diterima Rasullullah SAW ketika beliau dalam perjalanan.Misalnya, ayat yang turun ketika Rasulullah SAW di Tabuk.Makkiyah adalah ayat-ayat yang khitab-nya ditunjukan kepada penduduk Mekah, dan Madaniyah adalah ayat-ayat yang khitab-nya ditunjukan kepada penduduk Madinah.[1]
Menurut Ali Sodiqin dalam bukunya yang berjudul Antropologi Al-Qur’an, antara ayat Makkiyah dan Madaniyah memiliki karakteristik yang berbeda.Karakteristik tersebu terlihat dari corak pesan-pesan Al-Qur’an yang turun pada kedua fase tersebut.Corak tersebut menandakan sasaran reformasi yang diinginkan Al-Qur’an berdasarkan siuasi dan kondisi tempat turunnya.[2]
Ibnu An- Naqib dalam Muqaddimah kitab Tafsirnya berkata: wahyu-wahyu yang diturunkan dalam Al- Qur’an ada empat macam: Pertama: Makkiyah. Kedua: Madaniyah. Ketiga: Sebagian Makkiyah dan sebagiannya Madaniyah. Keempat: bukan termasuk dalam Makkiyah maupun Madaniyah.
Dan perlu untuk diketahui, bahwa di kalangan para ulama terdpat tiga istilah dalam pembagian Makkiyah dan Madaniyah:
Yang pertama (ini yang paling mashur): Sesungguhnya yang disebut dengan Makkiyah adalah wahyu yang diturunkan sebelum Hijrah dan yang disebut dengan Madaniyah yaitu wahyu yang turun setelah hijrah, meskipun turunnya itu di Makkah maupun di Madinah, apakah itu pada tahun penaklukan kota Makkah (Fathu Makkah) atau pada tahun-tahun terakhir Rasulullah saw di saat haji wada’, atau ketika beliau sedang dalam salah satu perjalanan dari sekian banyak perjalanan beliau, ataukah sedang tidak dalam perjalanan.
Yang kedua bahwa yang dinamakan dengan Makkiyah adalah wahyu yang turun di Makkah meskipun turunnya itu setelah hijrah, dan yang disebut Madaniyah adalah yang turun di Madinah, maka atas dasar inilah terdapat suatu keputusan dan ketetapan yang seimbang dan bijaksana bahwasannya: wahyu yang turun ketika Nabi saw sedang dalam perjalanan atau berpergian, tidak termasuk dalam kategori Makkiyah atau pun Madaniyah, berdasarkan riwayat yang dikemukakan oleh Ath- Thabrani dalam kitabnya Al-Kabir dari jalan Al- Walid bin Muslim, dari Ufair bin Ma’dan dari Ibnu Amir dari Abu Umamah ia berkata: Rasulullah saw bersabda: “Al- Qur’an itu diturunkan pada tiga tempat: Makkah, Madinah, dan Syam. Sedangkan Madaniyah, adalah ayat-ayat yang diturunkan di pelosok atau sudut-sudut kota Madinah, seperti yang diturunkan di Badar, Uhud dan lainnya.
Yang ketiga bahwa yang disebut dengan Makkiyah itu adalah wahyu yang khusus diturunkan untuk penduduk Madinah. Definisi di atas merupakan suatu pemikiran yang muncul dari  benak beberapa ulama sebagai pemahaman dari ucapan Abdullah bin Mas’ud ra yang akan disebutkan:
Al-Qadhi Abu Bakar ra dalam salah satu kitab karangannya yang berjudul  “Al-Intishar” berkata: Sesungguhnya pengertian atau pemahaman tentang Makkiyah dan Madaniyah itu kembali kepada hafalan para sahabat dan tabiin (orang yang hidup satu masa dengan sahabat  atau mengetahui para pembesar sahabat), dan sama sekali bukan merupakan sabda Nabi saw, karena beliau semasa hidupnya tidak pernah memerintahkan mencatat atau membukukan perbedaan antara Makkiyah dan Madaniyah, apalagi Allah SWT tidak menganggap dan menjadikan ilmu tersebut sebagai suatu ilmu yang fardhu atau kewajiban bagi setiap hamba–Nya untuk mengetahuinya. Meskipun ilmu ini juga menjadi kewajiaban bagi sebagian ulama untuk mengetahui dan memahami secara detail tentang tarikh atau sejarah nasikh dan mansukh.[3]
Menurut Ali Sodiqin dalam bukunya yang berjudul Antropologi Al-Qur’an, antara ayat Makkiyah dan Madaniyah memiliki karakteristik yang berbeda.Karakteristik tersebu terlihat dari corak pesan-pesan Al-Qur’an yang turun pada kedua fase tersebut.Corak tersebut menandakan sasaran reformasi yang diinginkan Al-Qur’an berdasarkan siuasi dan kondisi tempat turunnya.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa ayat Makkiyah adalah wahyu yang turun kepada Nabi Muhammad sebelum hijrah, meskipun surat tersebut tidak turun di mekah. Sedangkan ayat Madaniyah adalah wahyu turun kepada Nabi Muhammad setelah hijrah walaupun surat atau ayat tersebut turun di mekah.
2. Ciri- Ciri dalam mengetahui Makkiyah dan Madaniyah
Ciri-ciri Surah Makkiyah
1.      Terdapat kata (كل) di sebagian besar atau sseluruh ayatnya.
2.      Terdapat sujud tilawah di sebagian atau seluruh ayat-ayatnya.
3.      Diawali huruf tahjji seperti qaf (ق), nun (ن), dan ha mim (هم) .
4.      Memuat kisah Adam dan iblis (kecuali surah Al- Baqarah).
5.      Memuat kisah para nabi dan umat-umat terdahulu.
6.      Di dalamnya terdapat khitab (seruan) kepada semua manusia (wahai semua manusi يَأَيُهَااْلناَسُ”).
7.      Menyeru dengan kalimat “ Anak Adam” .
8.      Isinya memberi penekanan pada masalah akidah.
9.      Ayatnya pendek-pendek.
Ciri-ciri Surah Madaniyah
1.      Terdapat kalimat “orang-orang yang beriman” pada ayat-ayatnya.
2.      Terdapat hukum-hukum Faraidh, hudud, qishash dan jihad di dalamnya
3.      Menyebut “orang-orang munafik” (kecuali Al- Ankabut).
4.      Memuat bantahan terhadap Ahlu Al- Kitab (Yahudi dan Nasrani).
5.      Memuat hokum syara’, seperti ibadah, mu’amalah dan Al- ahwal Al- syakhshiyah.
6.      Ayatnya panjang-panjang.
Ada satu hal yang perlu diingat bahwa surah Makkiyah maupun surah Madaniyah tidak selalu bermuatan ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyah.Bisa jadi di dalam surah yang diklasifikasikan Makkiyah terdapat ayat-ayat Madaniya.Demikian pula sebaliknya.Misalnya surah Al- Baqarah. Surah ini diklasifikasikan sebagai surah Madaniyah, tetapi pada surah tersebut terdapat kalimat "يَأَيُهَااْلناَسُ... ” (hai sekalian manusia…) yang menjadi dhawabith ayat-ayat Makkiyah. Demikian pula pada surah yang klasifikasikn Makkiyah.Misalnya surah Al- Hajj. Di sana terdapat kalimat yang menjadi ciri surah Madaniyah, yaitu kalmia يَا أيُهَاالَذِيْنَآ آمَنُوا (hai orang-orang yang beriman).

Isyarat-isyarat atau ciri-ciri yang lazim disebut dhawbith, baik itu pada Madaniyah maupun Makkiyah, bukanlah sesuatu yang pasti.Ketetapan itu diambil berdasarkan taghlib, yakni kebanyakan atau kebiaaan.(Dirasat fi ‘Ulum Al- Qur’a, hlm. 62).Dengan demikian, selanjutnya bisa disusun semacam pengelompokan surah-surah Al-Qur’an sebagai berikut.
a.       Surah Makkiyah yang keseluruhan ayat-ayatnya Makkiyah. Misalnya surah Al- Muddatsir. Juga surah Madaniyah yang keseluruhann ayatnya Madaniyah pula. Misalnya Ali ‘Imran.
b.      Surah Makkiyah yang sebagian besar ayat-ayatnya Makkiyah, kecuali beberapa ayat lainnya yang Madaniyah. Misalnya surah Al- A’raf hampir keseluruhan ayat dalam surah ini adalah Makkiyah, kecuali ayat 163 sampai dengan ayat 171.
c.       Surah Madaniyah yang hampir keseluruhan ayatnya Madaniyah kecuali beberapa ayat. Misalnya, surah Al- Hajj yang keseluruhan ayatnya Madaniyah kecuali empat ayatnya yang Makkiyah, yaitu ayat 52 sampai dengan ayat 55.[4]
اِنَّ الَّذِيْنَكَفَرُوْاوَيَصُدُّنَ عَنْ سَبِيْلِ اللّهِ واْلمَسْجِدِاْلحَرام الَّذِيْ جَعَلْنَهُ لِلناَّسِ سَوَآءًالْعاَكِفُ فِيْهِ وَاْلباَدِقلوَمَنْ يُّرِدْفِيْهِ بِالْحاَدٍبِظُلْمٍ نُّذِعَذَابٍ اَلِيْمٍ.
sesungguhnya orang-orang yang kafir dan menghalangi manusia dari jalan Allah dan masjidilharam yang telah kami jadikan untuk semua manusia, baik yang bermukim disitu maupun dipadang pasirdan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara zalim, nniscaya akan kammi rasakan kepadanya sebagian siksa yang pedih.”
Di dalam buku Sejarah dan Pengntar Ilmu Al-Qur’an/Tafsir yah di tulis oleh M. Hasbi Ash Shiddiqiey bahwa bila kita periksa Al-Mushaf dan kita perhatikan keterangan-keterangan yang terdapat dipermukaan tiap-tiap surat, nyatalah bahwa surat yang turun di Makkah sejumlah 86, dan yang turun di Madinah sejumlah 28.
(a)    Surat-surat Makkiyah menurut tertib turunnya. Dibawah ini kami paparkan surat-surat Makkiyah menurut tertib turunnya berdasar keterangan sebahagian ‘ulama.

1.      Al ‘Alaq
2.      Al Qalam
3.      Al Muzammil
4.      Al Muddatsir
5.      Al Fatihah
6.      Al Masad (Al Lahab)
7.      At Takwir
8.      Al A’la
9.      Al Lail
10.  Al Fajr
11.  Ad Dhuha
12.  Asy-Syarah(Al Insyiroh)
13.  Al ‘Ashr
14.  Al ‘Adiyat
15.  Al Kautsar
16.  At Takasur
17.  Al Ma’un
18.  Al Kafirun
19.  Al Fil
20.  Al Falaq
21.  An Nas
22.  Al Ikhlas
23.  An Najm
24.  ‘Abasa
25.  Al Qadr
26.  Asy syamsu
27.  Al Buruj
28.  At Tin
29.  Al Quraisy
30.  Al Qari’ah
31.  Al Qiyamah
32.  Al Humazah
33.   Al Mursalat
34.  Qaf
35.  Al Balad
36.  Ath Thariq
37.  Al Qamar
38.  Shad
39.  Al A’raf
40.  Al Jin
41.  Yasin
42.  Al Furqan
43.  Fathir
44.  Maryam
45.  Thaha
46.  Al Waqi’ah
47.  Asy Syu’ara
48.  An Naml
49.  Al Qhasash
50.  Al Isra’
51.  Yunus
52.  Hud
53.  Yusuf
54.  Al Hijr
55.  Al An’am
56.  Ash Shaffat
57.  Luqman
58.  Saba
59.  Az Zumar
60.  Ghafir
61.  Fushilat
62.  Asy Syura
63.  Az Zukhruf
64.  Ad Dukhan
65.  Al Jaatsiah
66.  Al Ahqaf
67.  Adz Dzariyat
68.  Al Ghasyiah
69.  Al Kahf
70.  An Nahl
71.  Nuh
72.  Ibrahim
73.  Al Anbiya
74.  Al Mu’minun
75.  As Sajadah
76.  Ath Thur
77.  Al Mulk
78.  Al Haqqah
79.  Al Ma’arij
80.  An Naba
81.  An Nazi’at
82.  Al Infitar
83.  Al Insyiqaq
84.  Ar Rum
85.  Al ‘Ankabut
86.  Al-Muthaffifin (Thatfif)








Sebagian ahli tafsir Sebahgian ahli tafsir berkata: surat Thafif itulah surat yang paling penghabisan turun di Makkah. Menurut Al Khudlary, selain dari surat-surat yang telah tersebut termasuk juga dalam golongan surat-surat yang telah tersebut masuk juga dalam golongan surat-surat Makkiyah. Surat-surat yang tersebut di bawah ini :


1.      Az Zalzalah
2.      Ar-Ra’d
3.      Ar Rahman
4.      Al Insan
5.      Al Bayinah

Surat-surat yang lima buah ini setengah ‘ulama memasukkannya ke dalam bahagian Madaniyah.
(b)   Surat- surat Madaniyah, menurut tertib turunnya ialah :
1.      Al Baqarah
2.      Al Anfal
3.      Ali Imran
4.      Al Ahzab
5.      Al Mumtahah
6.      An Nisa
7.      Al Hadid
8.      Al Qital (Muhammad)
9.      Ath Thalaq 
10.  Al Hasyr
11.  An Nur
12.  Al Haj
13.  Al Munafiqun
14.  Al Mujadalah
15.  Al Hujurat
16.  At Tahrim
17.  At Taghabun
18.  Ash Shaf
19.  Al Jumua’ah
20.  Al Fathu
21.  Al Maidah
22.  At Thaubah
23.  An Nashr
Jika kita turuti pendapat sebahagian ahli tafsir yang menetapkan bahwa surat-surat  yang turun di Madinah sejumlah dua puluh delapan, tambahan atas dua puluh tiga ini, lima surat lagi, yaitu :
1.      Az Zalzalah
2.      Ar-Ra’d
3.      Ar Rahman
4.      Al Insan
5.      Al Bayinah. [5]
3. Perhatian Para Ulama Terhadap Ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyah
Para ulama begitu tertarik untuk menyelidiki surah-surah Makki dan Madani.Para ulama meneliti Al-Qur’an ayat demi ayat dan surah demi surah untuk diterbitkan sesuai nuzulnya, dengan memperhatikan waktu, tempat dan pola kalimat.[6] Ulama-ulama melakukan penelitian yang begitu serius terhadap surat Makki dan Madani. Mereka mencurahkan kesungguhan yang cukup besar.Mereka berturut-turut mengadakan pembahasan mengenai tempat-tempat turunnya wahyu pada semua tahap.Setelah diteliti ayat-ayat Al-Quranulkarim itu baru dijelaskan waktu turunnya dan membatasi tempatnya. Digabungkan kepada yang demikian itu pembetulan-pembetulan secara kias bagi metode pengucapan kata-kata. Apakah dia dari golongan Makki atau golongan Madani untuk menjelaskan judul surat dan ayat.[7]
Dalam mengetahui surat atau ayat tersebut Makkiyah dan Madaniyah maka ulama-ulama berpedoman kepada dua metode yang menjadi asa. Yaitu metode sami’i naqli (mendengar saja apa yang dikatakan oleh Rasululah SAW. Kedua, metode Al-Qiasi Al-Ijtima’I (kias dan Ijtihad). Metode sami’i naqli itu dikaitkan kepada riwayat yang sah dari sahabat-sahabat yang hidup dimasa turunnya wahyu itu.Mereka menyaksikan diri turunnya wahyu.Atau dari Tabi’in yang mendapatkannya dari sahabat. Mereka itu mendengar dari sahabat bagaimana cara turunnya, tempat-tempat turunnya dan peristiwa yang terjadi pada waktu itu.[8]
a.       Ayat-ayat Makkiyah dalam surat-surat Madaniyah
Tidak semua ayat dalam suatu surat seluruh ayat-ayatnya adalah Makkiyah atau Madaniyah. Sebab, didalam surat Makkiyah terkadang terdapat ayat-ayat Madaniyah, dan didalam surat Madaniyah pun terkadang terdapat ayat-ayat Makkiyah. Dengan demikian, penamaan surat itu Makkiyah atau Madaniyah adalah menurut sebagian besar ayat-ayat yang terkandung di dalamnya. [9]
Diantara sekian contoh ayat-ayat Makkiyah dalam surat Madaniyah, ialah surat Al-Anfal. Surat Al-Anfal adalah Madaniyah, tetapi banyak ulama mengecualikan salah satu ayat:
وَإذْيَمْكُرُبِكَالَّذِيْنَ كَفَرُوْالِيُثْبِتُوْكَ أَوْيَقْتُلُوْكَ أَوْيُخْرِجُوْكَوَيَمْكُرُوْنَ وَيَمْكُرُللّهُ خَيْرُالْماَكِرِيْنَ-الأنفال:30-
dan ingatlah ketika orang kafir (quraisy) membuat makar terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu atau mengusirmu. Mereka membuat makar, tetapi Allah menggagalkan makar mereka.Dan Allah adalah sebaik-baik pembalas makar.”(al-Anfal[8]:30).[10]
b.      Ayat-ayat Madaniyah dalam surat Makkiyah
Misalnya surat al-An’am. Ibn abas berkata:“surah ini diturunkan sekaligus di Mekah, maka ia Makkiah, kecuali tiga ayat di turunkan di Madinah, yaitu ayat 151-153.
c.       Yang diturunkan di Makkah namun hukumannya Madaniyah, Mereka memberi contoh dengan firman Allah:
wahai manusia, Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan menjadikan kamu berbansa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling muliadiantara kamudi sisi Allah adalah yang paling bertakwa.Sesungguhnya Allahn Maha Mengetahui dan Maha Mengenal.”(al-hujurat [49]:13)[11]
Ayat ini diturunkan di Makkah pada hari penaklukan kota Makkah, tetapi sebenarnya Madaniyah karena dilakukan selepas hijrah. Disamping itu, seruannya pu bersifat umum. Ayat seperti ini oleh para ulama tidak dinamakan Makkiyah dan juga tidak dinamakan Madaniyah secara pasti.Tetapi mereka mengatakan; ayat yang diturunkan di Makkah namun hukumnya Madaniyah.[12]
d.      Ayat yang diturunkan di Madinah tetapi hukumnya Makkiyah
Mereka memberi contoh dengan surat Al-Mumtahanah. Surat ini diturunkan di Madinah dilihat dari segi tempat turunnya, tetapi seruannya ditunjukkan kepada orang musyrik penduduk Makkah. Juga seperti permulaan surat Bara’ah (At-Taubah) yang diturunkan di Madinah, tetapi seruannya ditujukan kepada orang-orang musyrik penduduk Makkah.
e.       Yang serupa dengan yang diturunkan di Makkah dalam Kelompok Madaniyah
Yang dimaksud oleh para ulama disini, ialah ayat-ayat yang terdapat dalam surat Madaniyah tetapi mempunyai gaya bahasa dan ciri-ciri umum seperti surat Makkiyah. Contohnya, adalah firman Allah dalam surat Al-Anfal yang Madaniyah,
      dan (ingatlah)ketika mereka –golongan musyrik-berkata, Ya Allah, jika benar Al-Quran ini dari Engkau, hujanilah kami dengan batu dari langgit, atau datangkanlah kepada kamiadzab yang pedih.”(Al-Anfal :32)
f.        Yang serupa dengan yang diturunkan di Madinah dalam kelompok Makkiyah
Yang dimaksud oleh para ulama, ialah kebalikan dari yang sebelumnya. Mereka memberi contoh dengan firman Allah dalam surat An-Najm.
      “(Yaitu) mereka yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji selain dari kesalahan-kesalahan kecil.”(An-Najm:32)
Menurut As-Suyuthi, perbuatan keji ialah setiap dosa yang ada sanksinya. Dosa-dosa besar ialah setiap dosa yang mengakibatkan siksa neraka. Dan kesalahan-kesalahan kecil ialah apa yang terdapat di antara kedua batas dosa-dosa di atas. Sementara itu, di Makkah belum ada sanksi dan yang serupa dengannya.[13]
g.      Ayat-ayat yang dibawa dari Makkah ke Madinah
Contohnya ialah surah al-A’la. Diriwayatkan oleh Bukhari dari al-Barra bin ‘Azib yang mengatakan: “orang yang pertama kali datang kepada kami dari para sahabat Nabi adalah Mus’ab bin ‘umair dan Ibn Ummi Maktum. Keduannya membacakan Qur’an kepada kami. Sesudah itu datanglah ‘Amar, Bilal dan Sa’d. Kemudian datang pula Umar bin Khattab sebagai orang yang ke dua puluh.Baru setelah itu datanglah Nabi.Aku melihat penduduk Madinah bergembira setelah aku membacakan sabihisma rabbikal a’la dari antara surah yang semisal dengannya.”Pengertian ini cocok dengan Qur’an yang dibawa oleh golongan Muhajirin, lalu mereka ajarkan kepada kaum ansar.
h.      Ayat-ayat yang dibawa dari madinah ke Makkah.
Contohnya ialah awal surah al-Bara’ah, yaitu ketika Rasulullah memerintahkan kepada Abu Bakar untuk berhaji pada tahun kesembilan. Ketika awal surah al-Bara’ah turun, Rasul memerintahkan Ali bin Abu Talib untuk membawa ayat tersebut kepada Abu Bakar, agar ia sampaikan kepada kaum musyrikin. Maka Abu Bakar membacakannya kepada mereka dan mengumumkan bahwa setelah tahun ini tidak seorang musyrik pun diperbolehkan berhaji.
i.        Ayat-ayat yang turun pada malam hari dan pada siang hari.
Kebanyakan ayat Qur’an itu turun pada siang hari. Mengenai yang diturunkan pada malam hari Abul Qasim al-Hasan bin Muhammad bin Habib an-Naisaburi telah menelitinya.dia memberikan beberapa contoh, diantaranya: baian-bagian akhir surah Ali ‘Imran. Ibn Habban dalam kitab Sahih-nya, Ibnul Munzir, Ibn Mardawaih dan Ibn Abud Dunya, meriwayatkan dari Aisyah r.a.
Bilal datang kepada Nabi untuk memberitahukan waktu salat subuh; tetapi ia melihat Nabi sedang menangis. Ia bertanya: “rasulullah, apakan yang menyebabkan engkau menangis?” Nabi menjawab: “bagaimana saya tidak menangis padahal tadi malam diturunkan kepadaku, “sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi serta pergantian malam dan siang, terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang berakal.” (Ali ‘Imran [3]:190)kemudian katanya: “celakalah orang yang membacanya, tetapi tidak memikirkannya.”
Contoh lainnya ialah awal surah al-Fath. Terdapat dalam Sahih Bukhari, dari hadis Umar:
telah diturunkan kepadaku pada malam ini sebuah surah yang lebih aku sukai daripada apa yang disinari matahari.” Kemudian beliau membacakan: “sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata.”[14]
j.        Ayat-ayat yang turun di musim panas dan dingin
Para ulama memberi contoh ayat yang turun di musim panas dengan ayat tentang kalalah yang terdapat di akhir surah an-Nisa’. Dalam sahih Muslim, dari Umar, dikemukakan:
      tidak ada yang sering kutanyakan kepada Rasulullah tentang sesuatu seperti pertanyaanku mengenai kalalah. Dan ia pun tidak pernah bersikap kasar tentang sesuatu urusan seperti sikapnya kepadaku mengenai soal kalalah ini; sampai-sampai ia menekan dadaku dengan jarinya sambil berkata:”Umar, belum cukupkah bagimu satu ayat yang diturunkan pada musim panas yang terdapat di akhir Surah an-Nisa’?”
Sedangkan ayat yang diturunkan dimusim dingin mereka contohkan dengan ayat-ayat mengenai “tuduhan bohong” yang terdapat dalam surah an-Nur: “sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohongitu adalah dari golongan kamu juga….”Sampai dengan “bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia.” (an-Nur [24]:11-26)[15]

C.     Kegunaan mempelajari Makkiyah dan Madaniyah
Kegunaan (faedah) ilmu Makky dan Madany adalah banyak sekali. Dalam hal ini , al Zarqani di dalam kitabnya, Manhilul ‘Irfan menerangkan sebagian dari pada kegunaan ilmu ini, yaitu :
a.       Kita dapat membedakan dan mengetahui ayat yang mansukh dan nasikh. Yakni apabila terdapat dua ayat atau lebih mengenai suatu masalah, sedang hokum yang terkandung di dalam ayat-ayat itu bertentangan. Kemudian dapat diketahui, bahwa ayat yang satu Makkiyah sedang ayat lainnya Madaniyah; maka sudah tentu ayat yang Makkiyah itu dinasakh oleh ayat yang Madaniyah, karena ayat yang Madaniyah adalah yang terakhir turunnya.
b.      Kita dapat mengetahui sejarah hukum Islam dan perkembangannya yang bijak secara umum. Dengan demikian, kita dapat meningkatkan keyakinan kita terhadap ketinggian kebijaksanaan Islam di dalam mendidik manusia, baik secara perorangan maupun masyarakat.
c.       Dapat meningkatkan keyakinan kita terhadap kebesaran, kesucian dan keaslian Al-Qur’an, karena melihat besarnya perhatian umat Islam sejak turunnya, terhadap hal-hal yang berhubungan dengan Al- Qur’an, sampai hal-hal yang sedetail-detailnya, sehingga mengetahui mana ayat-ayat yang turun sebelum hijrah dan sesudah nya, ayat-ayat yang diturunkan pada waktu Nabi berada di kota tempat tinggalnya (domisilinya) dan ayat yang turun pada waktu Nabi sedang dalam berpergian (perjalanan); ayat-ayat yang turun pada waktu malam hari dan siang hari; dan ayat-ayat yang turun pada musim panas dan musim dingin dan sebagainya.
Dengan demikian, maka siapa pun yang ingin berusaha merusak kesucian dan keaslian Al-Qur’an, pastilah segera diketahui oleh umat Islam. Dr. Subhi al-Shalih dalam bukunya, Mabaahits fii Uluumil Qur’ann menyatakan, bahwa dengan Ilmu Makky dan Madany, kita dapat mengetahui fase-fase (marhalah) dari dakwah Islamiyah yang ditempuh Al-Qur’an secara berangsur-angsur dan yang sangat bijaksana itu, dan dapat pula mengetahui keadaan lingkungan atau situasi dan kondisi masyarakat pada waktu ayat-ayat Al-Qur’an, khususnya masyarakat Mekah dan Madinah. Demikian pula, dengan ilmu ini kita dapat mengetahui uslub-uslub (style-style) bahasanya yang berbeda-beda, yakni orang-orang mukmin, orang-orang musyrik dan orang-orang ahlul kitab.Demikian pula orang-orang munafik.[16]
Dalam buku Kaedah Menafsirkan Al-Qur’an Karya As Syaikh Muhammad menjelaskan bahwa, Mengetahui perbedaaan ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyah merupakan salah satu bagian terpenting dari ilmu-ilmu Al-Qur’an. Karena hal itu mengandung beberapa faedah, di antaranya:
1.      Menunjukkan balaghah (kefasihan) Al-Qur’an pada tingkat yang paling tinggi. Di mana setiap kaum diajak bicara sesuai dengan keadaan mereka, baik keras atau lembutnya, maupun berat atau ringannya
2.      Menunjukkan hikmah pensyariatan pada pucaknya yang tertinggi, di mana pensyariatan itu bertahap sedikit demi sedikit sesuai urgensinya, sesuai dengan keadaan mukhathab serta kesiapan mereka untuk menerima dan melaksanakan hokum-hukum tersebut.
3.      Pendidikan dan pengarahan bagi para dai kepada jalan Allah SWT agar mereka mengikuti metode yang ditempuh Al-Qur’an dalam dakwah mereka, dari sisi uslub (cara) ataupun materi pembahasan, sesuai keadaan mukhatahab. Yaitu dengan memulai dari hal yang paling penting kemudian yang terpenting berikutnya. Sehingga keras dan lembut dalam berdakwah akan ditempatkan pada tempatnya. [17]
Mempelajari Makkiyah dan Madaniyah memiliki faedah yang baik.Bila tidak menguasainya, banyak faedah yang tidak dapat dipetik, dan banyak mengalami kesulitan dalam mendalami Al-Qur’an. Bahkan seseorang yang hendak mengetahui Al-Qur’an tanpa memahami ayat-ayat Makkiyah dan apa itu ayat-ayat Madaniyah bisa-bisa terjebak ke dalam kesalahan yang fatal. [18]



D.    Penutup
Dari pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan, bahwa Makkiyah adalah ayat-ayat Al- Qur’an yang turun sebelum hijrah dan Madaniyah adalah ayat-ayat Al- Qur’an yang turun sesudah hijrah. Ta’rif ini menetapkan, ayat-ayat yang turun setelah hijrah, sekalipun terjadi di sekitar Mekah tetap diklasifikasikan sebagai ayat Madaniyah.Dalam pembedaan ayat Makkiyah dan Madaniyah bisa dilihat dari karakteristik ayat-ayatnya.
Dalam mempelajari ayat Makkiyah dan Madaniyah memiliki tujuan atau faedah yaitu mengetahui ayat nasikh dan mansukh, mengetahui sejarah hokum islam dan perkembangannya serta meningkatkan keyakinan kita terhadap kebesaran, kesucian dan keaslian Al-Qur’an.

































Daftar Pustaka
Zuhdi Masjfuk, 1997. Pengantar Ulumul Qur-an. Surabaya: Karya Abditama
Hermwan Acep, 2013. ‘Ulumul Quran. Bandung: Remaja Rosdakarya
Sumbulah Umi, dkk. Studi Al- Qur’an dan Hadis. 2014. Malang : UIN MALIKI PRESS
AS Mudzakir. 2013. Studi Ilmu Qur’an. Jakarta: Pustaka Litera Antar Nusa
El- Mazni Anur Rafiq. 2013. Studi ilmu Al –Qur’an. Jakarta: Pustaka Al- Kautsar
Jalaludin Imam. 2006. Samudera Ulumul Qur’an.Surabaya : Bina Ilmu
Quthan Mana’ul.1992 Pembahasan Ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Rineka Ilmu
Ash Shiddieqy M. Hasbi. 1992. Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an/Tafsir.  Jakarta:  Bulan Bintang
Sodiqin Ali. 2008. Antropologi Al-Qur’an. Jogjakarta: Ar Ruzz Media
Muhammad Asy-Syaikh. 2008. Kaedah Menafsirkan Al-Qur’an. Solo: Pustaka Ar Rayyan


Catatan:
1.Cara perujukan masih sangat minimalis. Setiap keterangan yang diambil dari buku/artikel harus diberikan rujukan. Oleh karenanya, setiap paragraf yang ada harus memakai footnote bila itu diambil dari buku.
2. Menulis harus jeli. Tidak boleh ada penumpukan/pengulangan data. Lihat keterangan mengenai Makkiyah-Makkiyah menurut Ali Shodiqin dalam pembahasan definisi Makkiyah-Madaniyah.
3.Tolong diteliti menmgenai penulisan footnote. Ada banyak yang masih salah. Format penulisan footnote berbeda dengan menulis daftar pustaka.









[1]Umi Sumbulah dan dkk .Studi Al-Qur’an dan Hadis. (Malang: UIN MALIKI PRESS, 2014) Hlm 136
[2]Ali Sodiqin. Antropologi Al-Qur’an. (Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2008) hlm 83
[3]Imam Jalaludin, Samudera Ulumul Qur’an. (Surabaya: Bina Ilmu, 2006) hlm. 3-4
[4] Acep Hermawan. ‘Ulumul Quran. (Bandung: PT. REMAJA ROSDAKARYA, 2013) hlm. 53-54
[5]M. Hasbi Ash Shiddieqy.Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an/Tafsir. (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1992) hlm 53-55
[6]Mudzakir AS. Studi Ilmu Qur’an,(Jakarta:PT. Pustaka Litera AntarNusa,2013) hlm. 72
[7]Mana’ul Quthan.Pembahasan Ilmu Al-Qur’an.(Jakarta: Rineka Cipta) hlm.54
[8]Ibid. hlm 62
[9]Mudzakir AS. Op.cit hlm 74
[10]Al-Qur’an dan terjemahannya
[11]Ibid.
[12]Anur Rafiq El-Mazni.Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an,(Jakarta: Pustaka Al-Kutsar,2013) hlm 66
[13]Ibid. hal.67
[14]Op.citMudzakir AS.hlm 77
[15]Ibid. hlm 79
[16]Masjfuk Zuhdi. 1997. Pengantar Ulumul Qur’an Edisi Revisi. Surabaya: CV. Karya Abditama. Hlm 68-69
[17]Asy-Syaikh Muhammad.2008.Kaedah Menafsirkan Al-Qur’an.Solo :Pustaka Ar- Rayyan. Hlm 42
[18]Umi Sumbulah, Akhmad Kholil dan dkk. 2014. Studi Al-Qur’an dan Hadis. Malang: UIN MALIKI PRESS. Hlm 135

Tidak ada komentar:

Posting Komentar