Senin, 05 September 2016

al-Qur'an dan Historisitasnya (PBA D Semester III)




AL QUR’AN DAN HISTORISITASNYA

Ahmadyani, Rifadatul Khoirot, dan Risa Rada Robiyah
Pendidikan Bahasa Arab Kelas D, UIN Maulana Malik Ibrahim, Malang

Abstract:This article discusses a bit about al-Qur'an and historicity. Al-Qur'an is God's revelation STW revealed to the Prophet Muhammad in Arabic that read is worship, susunana word and it is Miracle, and contained in the manuscripts. Proof that the Qur'an is the revelation of Allah and not the prophet essay is that in the Qur'an there are verses that even the prophet himself has not understood, and there were also some verses that bias is understood after the fall of the other verses or interrelated,Another proof is in the quran provide historical information about past and future, and it's all been proven true, and therein also contained information or a new science bias evidenced after the development of information technology and science in the modern age,After the process of delivering a revelation from Allah through the angel Gabriel to the Prophet Muhammad, then the Qur'an directly conveyed to the companions of the Prophet. At this time began the writing of divine kalam or so-called katibul al-wahyi (the author of revelation). In the history of Islam, there are some in the writing of the Qur'an and the codification of the Qur'an is very well known, during the time of Prophet Muhammad, at the time of Abu Bakr and Uthman period.

Keywords:Qur’an, Revelation, Prophed, History, Text.

Pendahuluan
Pada dasarnya al-qur’an merupakan sumber hukum bagi umat islam, salah satu sumber yang selalu menjadi rujukan pertama bagi umat Nabi Muhammad SAW sebelum hadist. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan jika selama ini umat muslim tidak hanya mempelajari bacaan dan kandungan isi al-qur’an, tetapi juga berusaha untuk menjaga semaksimal mungkin autensitisnya. Upaya ini sudah mulai dilaksanakan sejak zaman Nabi Muhammad SAW hingga saat ini. Sudah selayaknya sebagai umat islam untuk mengetahui apa sebenarnya al-qur’an, dan bagai mana sejarah dari al-qur’an itu sendiri. Dan salah satu upaya untuk dapat melaksanakan hal tersebut, sudah menjadi keharusan bagi umat muslim untuk faham tentang al-qur’an, baik dari segi sejarah maupun segi-segi yang lain.
Walaupun demikian, terdapat dua penilaian tentang ke-autensitisan al-qur’an itu sendiri. Penilaian pertama datang dari luar, yaitu kalangan non-muslim, dan penilaian kedua datang dari dalam yaitu dari kalangan kaum muslim itu sendiri. Penilaian dari luar umumnya bersifat negatif, mereka berpendapat bahwasana al-qur’an merupakan hasil karya dari Nabi Muhammad SAW yang sumbernya diambil dari berbagai pihak, yang salah satunya didapatkan dari orang-orang yahudi dan nasrani.[1]Penilaian dari golongan pertama tersebut pastinya ditolak oleh umat muslm, karena menurut mereka, al-qur’an adalah kitab suci yang berasal dari Allah dan yang paling autentik.[2] Oleh karena itu, kami disini berupaya untuk mengkaji tentang al-qur’an dan historisitasnya yang didalamnya nantinya akan sedikit dibahas mengenai pengertian al-qur’an itu sendiri sampai sejarah kodifikasi al-qur’an yang pada akhirnya nanti kita dapat melihat seperti apa al-qur’an itu?, apakah seperti pendapat dari golongan pertama ataukah seperti penilaian dari golongan kedua.

DEFINISI AL-QUR,AN
Sudah merupakan suatu kelaziman dalam setiap penulisan atau pembahasan ilmiah diawali dengan penjelasan tentang pengertian suatu objek yang akan dibahas. Oleh sebab itu, maka pembahasan tentang al-qur’an dan historisitasnya ini juga akan diawali dengan pengertian al-qur’an.
Menurut kalangan para ulama dan pakar bahasa arab, tidak ada kesepakatan dalam pengambilan dan arti dalam kata al-qur’an. Diantara mereka berpendapat bahwa dalam kata al-qur’an harus di ucapkan tanpa huruf hamzah[3], mereka yang berpendapat seperti ini adalah as-syafi’i[4], al-farra[5], dan al-asy’ari[6].As-syafi’I berpendapat, lafadz al-qur’an tersebut bukanlah musytaq (bukan pecahan dari akar apapun) dan bukan pula ber-hamzah (tanpa tambahan huruf hamzah di tengahnya, jadi dibaca al-quran).Lafadz tersebut sudah lazim menjadi sebutan untuk kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.jadi menurut as-syafi’i kata alqur’an tidak berasal dari kata qo-ro-a (membaca), sebab, jika al-qur’an berasal dari kata qo-ro-a, maka tentunya setiap sesuatu yang dapat dibaca dapat dikatakan sebagai al-qur’an. Nama tersebut memang sudah menjadi nama khusus dari al-qur’an. berbeda dengan as-syafi’i, al-farra berpendapat, lafadz al-qur’an merupakan pecahan (mustaq) dari kata qara’in (kata jama’ dari qarinah) yang berarti kaitan, karena didalam al-qur’an ayat-ayatnya saling berkaitan satu sama lain. Sama halnya dengan al-farra, al-asy’ari berpendapat bahwasanya lafadz alqur’an adalah musytaq (pecahan) dari kata qorn.Ia mengemukakan contoh kalimat qarnusy-syai bisysyai (menggabungkan sesuatu dengan sesuatu). Jadi kata qorn dalam hal ini bermakna gabungan atau ikatan.Karena surat-surat dan ayatnya saling berikatan satu sama lain[7].
Sebagian para ulama berpendapat bahwasanya dalam kata al-qur’an tersebut harus diucapkan menggunakan hamzah.Mereka yang berpendapat demikian adalah az-zajjaj[8], dan al-lihyani[9].Disamping itu, mereka juga masih berbeda pendapat tentang asal dan arti dari kata al-qur’an.[10]Dalam hal ini az-zajjaj berpendapat, lafadz al-qur’an ditulis dengan hamzah ditengah lafadz berdasarkan pola kata (wazn) fu’lan. Lafadz tersebut merupakan pecahan (musytaq) dari kata qar’un yang bermakna jam’un yang dalam bahasa Indonesia berarti “kumpul”. Alasannya alqur’an “mengumpulkan” atau menghimpun intisari kitab-kitab suci terdahulu.Sementara al-lihyani berpendapat bahwasanya dalam lafadz al-qur’an ditulis dengan huruf hamzah ditengahnya berdasarkan pola kata gufran dan merupakan pecahan (musytaq) dari akar kata qo-ro-a yang bermakna “membaca”.Lafadz al-qur’an digunakan untuk menamaisesuatu yang dibaca, yakni objek, dalam bentuk masdar[11].
Dalam bahasa arab, lafadz al-qur’an adalah bentuk mashdar yang maknanya sinonim dengan qiro’ah, yaitu “bacaan”. Pendapat ini dinilai lebih kuat dan lebih tepat daripada beberapa pendapat-pendapat diatas. Alasannya dapat dilihat dari beberapa contoh berikut, yaitu firman Allah SWT dalam Q.S. al-qiyamah (75): 17-18.
إنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ قُرْءَانَهُ (17) فَإِذَا قَرَأْنَهَ فَاتًبِعْ قُرْءَانَهُ(18)
Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.Apabila kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaan itu. (Q.S. Al- Qiyamah (75): 17-18)
Secara termologis para ulama mengemukakan berbagai definisi sebagai berikut:
Safi’ Hasan Abu Thalif menyebutkan:
Al-qur’an adalah wahyu yang diturunkan dengan lafal bahasa arab yang makna nya dari Allah SWT melalui wahyu yang disampaikan kepada nabi Muhammad SAW, ia merupakan dasar dan sumber utama bagi syariat.
Dalam hubungan ini Allah sendiri Menegaskan dalam firmanNya Q.S. Yusuf (12):2 yang artinya:
Sesungguhnya kami menurunkannya berupa Al-quran dengan bahasa Arab agar kamu memahaminya (Q.S. Yusuf (12):2)
Zakariya Al-Birri, berpendapat:
Al-kitab yang disebut Al-qur’an adalah Kalam Allah SWT yang diturunkan kepada RosulNya Muhammad SAW dengan Lafal bahasa Arab dan di Nukil secara mutawatir dan tertulis pada lembaran-lembaran mushaf.
Al-ghazali dalam kitabnya al-mustasfa menjelaskan bahwa yang dimaksud al-qur’an adalah merupakan firman Allah SWT[12].
Dari ketiga devinisi di atas dapat di simpulkan bahwasanya Al-qur’an adalah wahyu Allah STW yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan menggunakan bahasa Arab yang membacanya adalah ibadah, susunana kata dan isinya merupakan Mu’jizat, termaktub di dalam mushaf dan di nukil secara Mutawatir.

BUKTI - BUKTI AL-QUR’AN SEBAGAI WAHYU
Wahyu adalah isyarat yang cepat, yang terjadi melalui pembicaraan yang berupa rumus dan lambang, dan terkadang melalui suara semata dan terkadang melalui isyarat dengan sebagian anggota badan.
Al-wahyi atau wahyu adalah kata masdar atau (infinitif) dan materi dua kata tersebut menunjukkan dua pengertian dasar, yaitu: tersembunyi dan cepat[13]. Oleh sebab itu, maka dikatakan bahwa wahyu ialah pemberitahuan secara tersembunyi dan cepat yang khusus ditujukan kepada orang yang diberitahu tanpa diketahui orang lain.
Pengertian wahyu secara bahasa meliputi[14]:
1.      Ilham, sebagai bawaan dasar manusia, seperti wahyu yang diturunkan terhadap ibu Nabi Musa. Sebagaimana Firman Allah SWT.

وَأوحَيْنَآ إلَى أُمِّ مُسَى أنْ أرْضِعِيْهِ فَإذَ خِفْتِ عَلَيْهِ فَألْقِيْهِ فِى الْيَمِّ وَلاَ تَخَافِى وَلاَ تَحْزَنِى إنَّا رَآدُّوهُ إلَيْكِ وَجَاعِلُوهُ مِنَ الْمُرْسَلِيْنَ{7}
Artinya: Dan kami ilhamkan kepada ibu Musa;“susuilah Dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya Maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul.”(QS.al-Qashash:ayat-7)
2.      Ilham berupa naluri pada binatang-binatang seperti contohnya wahyu yang diturunkan pada seekor lebah. Sebagaimana Firman Allah SWT.

وَأوْحَى رَبُّكَ إلَى النَّحْلِ أنِ اتَّخِذِى مِنَ الجِبَالِ بُيُتًا وَمِنَ الشَّجَرِ وَمِمَّا يَعْرِشُوْنَ{68}
Artinya: Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah; “Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia”. (QS.an-Nahl:ayat-68)
3.      Isyarat, pengertian ini dapat kita simak dalam al-Qur’an yang mengisahkan tentang nabi Zakariya memberi wahyu kepada kaumnya. Sebagaimana Firman Allah SWT.

فَخَرَجَ عَلَى قَوْمِهِ مِنَ الْمِحْرَابِ فَأَوْحَى إليْهِمْ أَنْ سَبِّحُوْا بُكْرَةً وَعَشِيًّا{11}
Artinya; “Maka ia (Zakariya) keluar dari mihrab menuju kaumnya lalu ia memberi isyarat kepada mereka, hendaklah kalian bertasbih di waktu pagi dan petang”. (QS.Maryam:ayat-11)
4.      Bisikan, pengertian ini bisa kita lihat pada al-Qur’an surat al-An’am. Sebagaimana Firman Allah SWT.

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِيْنِ الْإنْسِ وَالْجِنِّ يُحِى بَعْضُهُمْ إلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُوْرًا وَلَوْشَآءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوْهُ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُوْنَ{112}
Artinya: “Demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabiitu musuh, yaiyu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dari jenis jin), sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jika Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, Maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan”. (QS.al-An’am;ayat-112)
Al-Qur’an adalah kalam Allah.

Beberapa fakta yang membuktikan al-Qur’an adalah dari Allah bukan dari siapapun baik nabi, rasul ataupun malaikat. Fakta-fakta tersebut yaitu[15]:
a.       Pada awalnya Nabi Muhammad saw selalu terburu-buru dalam melafalkan ayat al-Qur’an yang sedang dibacakan oleh malaikat jibril. Dan beliau baru berhenti dari sikap terburu-burunya setelah mendapat jaminan dari Allah. Jaminan itu telah disebutkan dalam firman Allah SWT[16].

لاَتُحَرِّكْ بِهِ لِسَانَكَ لِتَعْجَلَ بِهِ {16} إنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْءَانَهُ {17} فَإذَا قَرَأْنَهُ فَاتَّبَعْ قُرْءَانَهُ {18} ثُمَّ إنَّ عَلَيْنَا بَيَانَهُ {19}
Artinya:”Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) al-Qur’an, karena ingin cepat (menguasainya). Sesungguhnya atas tanggungan Kami mengumpulkannya (didadamu) dan (membuatmu) pandai membacanya. Apabila telah Kami selesai membacakannya, ikulah bacaanya itu, kemudian sesungguhnya atas tanggungan Kami menjelaskannya”.
            Menurut riwayat dari Abi ‘Aisyah, setelah ayat tersebut turun, maka setiap kali malaikat jibril datang membacakan wahyu kepada Nabi Muhammad saw, beliau diam dan tenang mendengarkannya.Ketika Jibril sudah pergi, beliau langsung dapat membaca dan menghafalkannya seperti yang telah dijanjikan Allah[17].
b.      Dalam al-Qur’an terdapat banyak ayat-ayat yang menjelaskan tentang kritikan dan teguran. Seperti contohnya pada jaman Rosulullah saw dulu dimana beliau melaksanakan sholat jenazah seorang pemimpin kaum munafik yang meninggal dunianamun umar telah berdiri diantara Rosulullah dan arah kiblat dengan tujuan agar Nabi saw tidak dapat melaksanakan sholat jenazah. Sebagaimana Firman Allah SWT[18].

وَلاَ تُصَلِّ عَلَى أحَدٍ مِنْهُمْ مَّاتَ أَبَدًا وَلاَ تَقُمْ عَلَى قَبْرِهِ إنَّهُمْ كَفَرُوْا بِاللّهِ وَرَسُوْلِهِ وَمَاتُوْا وَهُمْ فَسِقُوْنَ{84}
Artinya: “Dan janganlah kamu melaksanakan shalat (jenazah) seseorang yang telah mati di antara mereka dan janganlah (pula) kamu berdiri di atas kuburannya. Sesungguhnya mereka telah kufur terhadap Allah dan Rasul-Nya dan mereka telah (pula) mati dalam keadaan fasik”.
c.       Di dalam al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang tidak dapat dipahami oleh Rosulullah saw. Beliau mengetahui maksudnya atau memahaminya setelah turun ayat lain. Sebagaimana Firman Allah SWT[19].

لِلّهِ مَا فِى السَّمَوَاتِ وَمَا فِى الْأرْضِ وَإنْ تُبْدُوْا فِى أنْفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوْهُ يُحَسِبْكُمْ بِهِ اللَّهُ فَيَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ{284}
Artinya: “Segala apa saja yang ada di langit dan bumi adalah milik Allah; dan jika kamu menyatakan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Karena itu, Allah mengampuni siapa saja yang di kehendaki-Nya dan menyiksa siapa saja yang menghendaki-Nya; Allah maha Kuasa atas segala sesuatu”.
            Setelah turunnya ayat tersebut para sahabat merasa terbebani untuk mengamalkannya dan mereka datang kepada Nabi saw untuk menyampaikan keluhannya, di mana mereka berkata kepada Nabi bahwa Allah telah membebankan mereka dengan hal-hal yang dapat mereka laksanakan seperti shalat, puasa, jihad dan zakat. Dan sekarang Allah telah menurunkan ayat lagi sedangkan mereka tidak sanggup untuk melaksanakannya. Kemudian turunlah ayat selanjutnya surat al-Baqarah;ayat286
لاَيُكَلِّفُ اللّهُ نَفْسًا إلَّا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِدْنَآ إنْ نَّسِنَآ أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَآ إصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَآ أنْتَ مَوْتلَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَفِرِيْنَ {286}

Artinya: “Allah tidak membebani seseorang kecuali yang sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebaikan) yang telah diusahakannya dan mendapat siksa (dari kejahatannya) yang telah dikerjakannya. (mereka berdoa) “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau bersalah.Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami.Ya Tuhan kami, janganlah bebankan kepada kami sesuatu yang tidak sanggup kami memikulnya.Maafkanlah dan ampunilah kami dan kasihilah kami.Engkaulah penolong kami. Karena itu, tolonglah kami terhadap orang-orang kafir”.(Q.S. al-Baqarah;ayat 286)
            Maksud dari penjelasan di atas juga salah satu bukti bahwa al-Qur’an adalah kalam Allah bukan berupa hasil karya Nabi Muhammad saw, karena jika al-Qur’an adalah hasil karya Beliau mengapa Beliau tidak dapat memahami maksud dari surat al-Baqarah ayat 284 tadi.
d.      Dalam al-Qur’an terdapat banyak ayat-ayat yang memberikan informasi historis tentang peristiwa-peristiwa di masa lampau ataupun di masa yang akan datang, dan informasi-informasi tersebut telah terbukti kebenarannya. Sebagaimana Firman Allah SWT[20].

وَجَوَزْنَا بِبَنِى إسْرَاءِيْلَ الْبَحْرِ فَأَتْبَعَهُمْ فِرْعَوْنُ وَجُنُوْدُهُ بَغْيًا وَعَدْوًا حَتَّى إذَآ أدْرَكَهُ الْغَرَقُ قَالَ ءَامَنْتُ أَنَّهُ لَآ إلَهَ إِلَّا الَّذِى ءَامَنَتْ بِهِ بَنُوَا إسْرَائِيْلَ وَأَنَاْ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ {90} ءَآلْئَنَ وَقَدْ عَصَيْتَ قَبْلُ وَكُنْتَ مِنَ الْمُفْسِدِيْنَ {91} فَالْيَوْمَ نُنَجِّيْكَ بِبَدَانِكَ لِتَكُوْنَ لِمَنْ خَلْفَكَ ءَايَةً وَإنَّ كَثِيْرًا مِنَ النَّاسِ عَنْ ءَايَتِنَا لَغَفِلُوْنَ {92}

Artinya: “Dan Kami telah menyelamatkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka diikuti Fir’aun dan bala tentaranya, karena ia telah menganiaya dan menindas (mereka) sehingga ketika ia telah hamper tenggelam, ia pun berkata “ Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan, kecuali  Tuhan yang diimani Bani Israil dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada-Nya). Sekarang (baru kamu beriman), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.Karena itu, pada hari ini kami selamatkan badanmu agar kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.”

e.       Di dalam al-qur’an terdapat informasi-informasi yang selaras dengan hasil penelitian-penelitian di abad modern, baik tentang manusia, flora, fauna maupun alam semesta walaupun masih ditemukan dengan sifat gobal. Ayat-ayat yang sesuai dengan hasil peneltian-penelitian tersebut dapat diklarifikasikan menjadi dua, yang pertama ayat-ayat yang sudah diketahui maksudnya sejak awal ayat-ayat tersebut diturunkan, dan kedua ayat-ayat yang baru diketahui maksudnya setelah lahirnya ilmu pengetahua dan teknologi di abad modern ini melalui penemuan-penemuan ilmiah.[21]
Sebagai contoh dalam surat al-ahqaf, tentang lamanya masa mnimal seorang wanita untuk mengandung adalah enam bulan.

وَوَصّيناَ الإِنْسَنَ بِوَلِدَيْهِ إحْسَناً حَمَلَتْهُ اُمُّهُ كُرْهًا وَحَمْلُه ُوَفِصَلُهُ ثَلَثُوْنَ شَهْرًا
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada ibu bapaknya, ibunya telah mengandungnya dengan susah payah. Dan mengandungnya sampai menyapihnya selama 30 bulan”(Q.S. Al-ahqof: 15)

Kemudian firman Allah dalam surat al-baqarah: 233

وَالْوَالِدَاتُيُرْضِعْنَأَوْلاَدَهُنَّحَوْلَيْنِكَامِلَيْنِلِمَنْأَرَادَأَنيُتِمَّالرَّضَاعَةَوَعلَىالْمَوْلُودِلَهُرِزْقُهُنَّوَكِسْوَتُهُنَّبِالْمَعْرُوفِلاَتُكَلَّفُنَفْسٌإِلاَّوُسْعَهَالاَتُضَآرَّوَالِدَةٌبِوَلَدِهَاوَلاَمَوْلُودٌلَّهُبِوَلَدِهِوَعَلَىالْوَارِثِمِثْلُذَلِكَفَإِنْأَرَادَافِصَالاًعَنتَرَاضٍمِّنْهُمَاوَتَشَاوُرٍفَلاَجُنَاحَعَلَيْهِمَاوَإِنْأَرَدتُّمْأَنتَسْتَرْضِعُواْأَوْلاَدَكُمْفَلاَجُنَاحَعَلَيْكُمْإِذَاسَلَّمْتُممَّاآتَيْتُمبِالْمَعْرُوفِوَاتَّقُواْاللّهَوَاعْلَمُواْأَنَّاللّهَبِمَاتَعْمَلُونَبَصِيرٌ -٢٣٣
“Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna.Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka.Seseorang tidak dibebani lebih dari kesanggupannya.Janganlah seorang ibu menderita karena anaknya dan jangan pula seorang ayah (menderita) karena anaknya. Ahli waris pun (berkewajiban) seperti itu pula. Apabila keduanya ingin menyapih dengan persetujuan dan permusyawaratan antara keduanya, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin menyusukan anakmu kepada orang lain, maka tidak ada dosa bagimu memberikan pembayaran dengan cara yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan “ (Q.S. Al-baqoroh: 233)
Firman Allah lagi dalam surat luqman: 14

وَوَصَّيْنَاالْإِنسَانَبِوَالِدَيْهِحَمَلَتْهُأُمُّهُوَهْناًعَلَىوَهْنٍوَفِصَالُهُفِيعَامَيْنِأَنِاشْكُرْلِيوَلِوَالِدَيْكَإِلَيَّالْمَصِيرُ -١٤

“Dan Kami Perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tua-nya.lbunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku  kamu kembali.”(Q.S. Luqman:14)
                                    
Dari ketiga ayat tersebut dapat di lihat bahwasanya apabila masa mengandung sampai menyapih adalah 30 bulan seperti yang disebutkan pada ayat pertama, dikurangi dengan masa menyusui selama 2 tahun atau 24 bulan seperti yang disebutkan pada ayat kedua dan ayat ketiga, sisanya adalah enam bulan untuk masa mengandung bagi seorang wanita. Yakni masa mengandung yang paling singkat. Anak yang lahir prematur dari kandungan enam bulan dapat tumbuh kembang sama layaknya anak yang lahir saat usia Sembilan bulan di kandungan. Pengertian itulah yang diperpegangi para sahabat dan para pakar tafsir sejak zaman dahulu hingga saat ini.[22]

SEJARAH  SINGKAT PENULISAN DAN KODIFIKASI AL-QUR’AN
Al-hakim dalam Al-mustadrak berkata: al-qur’an dikumpulkan dalam tiga fase, yang pertama, dikumpulkan dihadapn rasulullah, atau biasa disebut pengumpulan al-qur’an pada masa nabi. Kemudian Al-hakim meriwayatkan sebuah hadist dengan sanad yang sesuai dengan syarat asy-syaikhain dari zaid bin tsabit ra ia berkata: “adalah kami dahulu ketika berada dihadapan Nabi SAW, sedang mengumpulkan al-qur’an dari keadaan berserak…”(al-hadist).
Al-baihaqi berkata: maksud dari perkataan diatas adalah hampir sama mengumpulkan ayat-ayat yang bercerai berai dari surat-suratnya dan dengan isyarat dari Rasulullah SAW.[23]Yang kedua, pengumpulan al-qur’an di era khalifah Abu Bakar ra[24]. Dan yang ketiga adalah pengurutan surat-surat, pada masa Utsman bin Affan ra.[25]
Setiap kali ayat-ayat Al-Qur’an turun kepada Rosulullah SAW, beliau segera menyampaikan kepada para sahabat tanpa ada pengurangan, perubahan ataupun penambahan sedikitpun[26].Berbagai riwayat telah menyimpulkan bahwa Rosululloh SAW sangat memperhatikan penulisan Al-Qur’an, hingga Rosulullah memiliki penulis yang mencatat wahyu dengan tulisan yang telah di tetap kan. Yaitu tulisan naskhi. Lebih kurang dari 34 orang sahabat yang ditugaskan oleh Rosulullah bertindak sebagai penulis wahyu mereka yang terkenal adalah khalifah yang empat, Abu Sufyan dan kedua puteranya, Muawiyah dan Yazid, said bin Al ash dan kedua puteranya, Aban dan Khalid, Zaid  bin Tsabit, Zubair bin Awwam, Thalhah bin Ubaidillah, Saad bin Abi Waqqash, Amir bin Fuhairah, Abdullah bin Al-Arqam, Abdullah bin Rawahah, Abdullah bin Said bon Abi as-Sarh, Ubai bin Kaab, Tsabit bin Qais, Handzalah bin ar-Rabi’, Syurahbil bin Hasanah, ‘Ala bin Alhadrami, Khalid bin Walid, ‘Amr bin Ash, Mughirah bin Syu’bah, Mu’aqib bin Abi Fathimah ad-Dusi, Khuzaifah bin al-Yaman dan Huaithib bin Abdil ‘Uzza al-Amiri.  Namun yang sering bersama Rosulullah dan paling banyak menulis Al-qur’an adalah Zaid bin Tsabit dan Ali bin Abi Thalib.Mereka itu semuanya disebut katibul al-wahyi (para penulis wahyu).[27]
Pelepah, Batu, Sobekan Kain sutera, dan potongan kulit ataupun tulang menjadi sejarah tersendiri dalam sejarah penulisan Al-Qur’an. Tempat dan benda yang mereka tulis, Semua itu mereka beri namasuhuf. Suhuf-suhuf itu ditulis dan disimpan dirumah Rosulullah SAW.[28]Hingga dalam praktik penulisan Al-Qur’an ini menyebabkan Rosulullah SAW melarang orang-orang menulis sesuatu darinya kecuali Al-Qur’an, “dan barang siapa yang menulis sesuatu dariku selain Al-Qur’an, maka ia harus menghapusnya.” Beliau ingin agar Al-Qur’an dan Hadis tidak di tulis dalam kertas yang sama agar tidak terjadi campur aduk serta kekeliruan.[29]
a.       Pengumpulan Al-Qur’an pada Masa Rosulullah
Dalam sebuah hadis diriwayat kan bahwa Rosulullah adalah orang paling pemurah, dan puncak kemurahan nya pada bulan Ramadhan ketika ia ditemui oleh malaikat Jibril, Rosulullah ditemui malaikat Jibril setiap pada bulan Ramadhan, malaikat Jibril membacakan Qur’an kepadanya, dan ketika Rosulullah ditemui oleh Jibril ia itu sangat pemurah sekali.[30] Disamping itu, setelah rosulullah mendapati bacaan Al-qur’an melalui malaikat jibril Rosulullah menyampaikan nya kepada para sahabat tanpa perubahan,pengurangan, dan penambahan sedikit pun, lalu Rosulullah menganjurkan kepada para sahabatyang telah menerimanya untuk menyampaikan nya lagikepada para sahabat lain yang belum pernah mendengarnya secara langsung dari beliau. Terutama kepada saudara, keluarga, hadai taulan dan orang yang baru masuk islam. Seperti yang telah diriwayat kan :
بلفواعنى ولوآية
sampaikanlah apa saja yang telah kalian peroleh dari saya, walaupun hanya satu ayat”[31]
Salah satu sahabat nabi yang senantiasa menjadi penulis wahyu yang setia adalah Zaid bin Sabit yang juga merupakan orang terakhir kali membaca Al-qur’an di hadapan Rosulullah sebelum Rosulullah wafat. Ketika rosulullah berpulang ke rahmatullah disaat Qur’an telah dihafal dan tertulis dalam mushaf dengan susunan ayat dan surah-surah terpisahkan, dan setiap surah tersebut berada dalam satu lembaran secara terpisah dalam tujuh huruf.Susunan atau tertib penulisan Al-Qur’an tidak menurut tertib nuzulnya, melainkan setiap ayat yang turun dituliskan dan ditempatkan sesuai dengan petunjuk Rosulullah, Rosulullah menjelaskan bahwa ayat ini harus di letakkan pada surah ini. Andaikata pada masa Rosulullah Qur’an itu seluruhnya dikumpulkan diantara dua sampul dalam satu mushaf, hal demikian akan membawa perubahan ketika wahyu turun lagi. Karena di samping itu terkadang terdapat pula ayat yang me-Nasikh (menghapuskan).Oleh karena itulah Az-Zarkasyi berkata “Qur’an tidak dituliskan dalam satu mushaf pada zaman nabi agar ia tidak berubah pada setiap waktu.” oleh sebab itu, penulisannya dilakukan kemudian sesudah Qur’an selesai turun semua, yaitu dengan wafatnya Rosulullah.
Ketika rosulullah wafat, Al-Qur’an belum dikumpulkan sama sekali, maksudnya ayat-ayat dan surah-surahnya belum dikumpulkan secara tertib dalam satu mushaf. “Rosulullah tidak mengumpulkan Qur’an dalam satu mushaf itu karena Rosulullah menunggu ayat yang Nasikh, dalam hukum-hukum dan bacaannya, dan ketika Rosulullah wafat berakhir pula masa turun nya Al-qur’an, maka disinilah peran Khulafaur Rasyidin dalam penulisan mushaf secara lengkap sesuai dengan janji Allah yang benar kepada umat ini tentang jaminan pemeliharaannya. “sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Qur’an, dan Kami pula yang akan menjaganya.” [32]
b.      Pengumpulan Al-Qur’an pada masa Abu Bakar
            Ketika Rosulullah wafat, Abu bakar lah yang menjalankan urusan islam, dia dihadap kan oleh masalah-masalah besar salah satunya marak nya kemurtad an yang dilakukan sebagaian warga Arab dan harus menyelesaikan pengumpulan Al-Qur’an.Pada masa Khalifah I ini, upaya untuk memelihara autentisitas teks Al-Qur’an maju selangkah lagi, yaitu dengan terlaksanaya kompilasi (pengumpulan) ayat-ayat al-Qur’an kedalam sebuah mushaf.[33] Disisi lain nya peran abu bakar menyiapkan pasukan perang untuk memerangi kaum murtad yang dipimpin oleh Musailamah Al-kayyab, dan pasukan muslim yang dipimpin oleh khalid ibn al-walid yang pasukan perangnya rata-rata adalah para qurra’ dan huffadz. Perang yamamah yang terjadi pada tahun 12 hijriyah melibat kan sejumlah besar sahabat yang hafal al-Qur’an, sekitar 70 qori yang gugur. Hal ini membuat khawatir Umar bin Khattab yang akhirnya memberikan usulan kepada sahabat Abu bakar agar mengumpulkan dan membukukan Al-Qur’an karena dikhawatirkan akan musnah, sebab peperangan Yamamah telah banyak membunuh para qari.[34]Usulan pertama dari Umar,  abu bakar menolaknya setelah itu Allah membuka kan hati abu bakar untuk menerima usulan umar tersebut, kemudian abu bakar memerintahkan Zaid bin Sabit untuk mengumpulkan Al-Qur’an. Menurut riwayat dari Ubaid ibn Sabbaq yang diceritakan kembali oleh Bukhari dalam Kitabnya, jami’ al-Shahih bahwa :
            Zaid bin Tsabit berkata “seusai peperangan yamamah, aku dipanggil oleh Abu Bakar ra dan kulihat Umar ra berada di sampingnya”, Abu bakar berkata kepadaku, “Hai Zaid, Umar telah berkata kepadaku bahwa peperangan yamamah telah menewaskan sejumlah besar qari dan aku khawatir jika qari-qari yang lain tewas pula dalam peperangan-peperangan yang lain sehingga nantinya akan banyak ayat al-qur’an yang hilang. Hai Zaid “anda adalah seorang pemuda yang cerdas yang tidak pernah kami ragukan, kamu juga seorang yang telah menuliskan wahyu untuk Rosululah,, karena itu Telitilah Al-Qur’an lalu kumpulkan”. Zaid menjawab “Demi Allah sekiranya aku diberi tugas untuk memindahkan sebuah gunung, maka tugas itu tidak seberat mengumpulkan Al-Qur’an yang telah diperintah kan kepadaku”.Abu bakar terus menerus mengulangi permintaanya kepada zaid, sampai akhirnya Allah membukakan hati Zaid sebagaimana Allah membukakan hati Abu Bakar.Setelah itu Zaid meneliti Al-Qur’an dengan seksama, kemudian mengumpulkannya dari pelepah-pelepah kurma, kepingan-kepingan batu dan hafalan para sahabat.[35]Pengumpulan ini dinamakan pengumpulan kedua.
c.       Pengumpulan Al-Qur’an pada masa Usman
            Selama pemerintahan utsman yang dipilih oleh masyarakat melalui bai’ah yang amat  terkenal sebagai khalifah ketiga, umat islam sibuk melibatkan diri di medan jihad yang membawa islam ke utara Azerbeijan dan Armenia. Disinilah terjadinya sebuah perbedaan dialeg dan sebagai akibat adanya perbedaan dalam menyebutkan huruf Al-Qur’an mulai menampakkan kerancuan dan perselisihan dalam masyarakat.Dan disinilah sikap utsman terhadap perselisihan bacaan.[36] Karena sebelumnya kalau pengumpulan Al-Qur’an pada masaAbu Bakar adalah pengumpulan berupa catatan-catatan al-Qur’an yang asli dan yang telah ditulis dihadapan Rosulullah langsung kedalam satu mushaf resmi, sedangkan pengumpulan al-Qur’an pada masa Ustman adalah mengumpulkan al-Qur’an dalam bentuk bacaan menstandardisasikan (menyeragamkan) bacaan kaum muslim kepada satu bacaan al-Qur’an yang resmi.[37]
            Penyebaran islam bertambah luas dan para qurra pun tersebar di berbagai wilayah,dan setiap wilayah penduduknya mempelajari qira’at (bacaan) dari qari’ yang dikirim kepada mereka, sebagian mereka merasa heran akan adanya qiraat ini, namun sebagian mereka juga ada yang merasa puas karena mengetahui perbedaan-perbedaan itu semuanya di sandar kan kepada Rosulullah. Dan terjadilah pembicaraan tentang bacaan mana yang baku dan mana yang lebih baku yang pada gilirannya akan menimbulkan pertentangan bila terus tersiar bahkan akan menimbulkan permusuhan dan perbuatan dosa, ketika terjadi perang Armenia dan Azarbaijan dengan penduduk irak, Huzaifah bin al-Yaman salah satu orang yang menyerbu kedua tempat itu, banyak sekali perbedaan dalam membaca al-Qur’an, sebagian dibaca dengan kesalahan tetapi masing-masing dari mereka ada yang mempertahan kan dan terus berpegangteguh pada bacaannya, serta menentang setiap orang yang menyalahi bacaannya dan bahkan mereka saling mengkafirkan. Dengan melihat kejadian itu Huzaifah melaporkan kepada usman apa yang telah dia lihat.[38]Kemudian ustman berpidato “kalian yang berada didekatku saja berbeda pendapat tentang bacaan Al-Qur’an, kemudian saling menyalahkan, apalagi orang yang berada di negeri-negeri yang jauh dari aku (ustman).Tentunya lebih keras dan lebih keliru lagi.Karena itu wahai sahabat-sahabat Muhammad bersepakatlah dan tulislah mushaf al-Qur’an untuk menjadi imam (standar) bagi umat manusia.
            Ada sebuah riwayat yang menyimpulkan bahwa motivasi pengumpulan al-Qur’an pada masa Utsman adalah untuk menghilangkan perselisihan dan untuk menyeragamkan pembacaan al-Qur’an dikalangan kaum muslimin pada satu harf.[39]
d.      Perbedaan antara pengumpulan Abu bakar dengan Usman
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa pengumpilan (mushaf) oleh Abu bakar berbeda dengan pengumpulan yang dilakukan Usman dalam motif dan caranya. Motif Abu bakar adalah kekhawatirannya akan hilangnya al-Qur’an karena banyaknya para huffaz yang gugur dalam peperangan, kemudian memindahkan tulisan atau catatan al-Qur’an  yang semula bertebaran di pelepah kurma, kulit binatang, tulang belulang dikumpulkan menjadi satu mushaf, sedangkan motif usman untuk mengumpulkan qur’an adalah karena banyaknya perbedaan dalam cara-cara membaca Qur’an yang disaksikannya sendiri di daerah-daerah dan saling menyalahkan satu sama lain, kemudian pengumpulannya dilakukan untuk menyalinnya dalam satu huruf  diantara ketujuh hurif itu, untuk mempersatukan kaum muslimin dalam satu mushaf dan satu huruf yang mereka baca tanpa keenam huruf lainnya.
Usman hanyalah menyatukan umat pada satu macam (wajah) qiraat.Dengan usahanya usman telah berhasil menghindarkan timbulnya fitnah dan mengikis sumber perselisihan serta menjaga Qur’an dari penambahan dan penyimpangan sepanjang zaman. Mushaf mushaf yang ditulis oleh usman itu sekarang hampir tidak ditemukan sebuah pun juga, keterangan yang diriwayatkan oleh ibn katsir dalam kitabnya fadhailul Qur’an menyatakan bahwa ia menemukan satu buah diantaranya di masjid Damasyik di Syam, mushaf itu ada yang bilang bahwa telah dibakar dalam masjid Damsyik pada tahun 1310 H.
Pengumpulan Qur’an oleh usman ini disebut dengan pengumpulan ketiga yang dilaksanakan pada 25 H.[40]

Kesimpulan
Al-qur’an adalah wahyu Allah STW yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan menggunakan bahasa Arab yang membacanya adalah ibadah, susunana kata dan isinya merupakan Mu’jizat, dan termaktub di dalam mushaf. Bukti bahwasanya al-qur’an adalah wahyu Allah SWT dan bukan karangan nabi adalah bahwasanya didalam al-qur’an terdapat ayat-ayat yang bahkan nabi sendiri belum memahaminya, dan adapula beberapa ayat yang bias dipahami setelah turunnya ayat-ayat lain atau saling berkaitan. Bukti lain adalah didalam al-qur’an memberikan informasi historis mengenai masa lampau dan yang akan datang dan itu semua sudah terbukti kebenarannya, dan didalamnya pula terdapat informasi-informasi ataupun ilmu pengetahuan yang baru bias dibuktikan setelah berkembangnya teknologi informasi dan ilmu pengetahuan pada abad modern.
Setelah proses penyampaian wahyu dari Allah SWT melalui malaikat jibril kepada Nabi SAW, maka al-qur’an langsung disampaikan kepada para sahabat-sahabat Nabi. Pada saat inilah mulai adanya penulisan kalam ilahi atau yang biasa disebut katibul al-wahyi (para penulis wahyu). Dalam sejarah islam, ada beberapa masa penulisan al-qur’an dan kodifikasi al-qur’an yang cukup terkenal, yaitu pada masa Nabi Muhammad SAW, pada masa Abu bakar, dan masa utsman.

Daftar Rujukan
As-suyuthi, Imam Jalaludin,  Samudera Ulumul Qur’an (Al-Itqan fi Ulumil Qur’an). Surabaya: PT Bina Ilmu Surabaya, 2006.
Al-a’zami, M.M, The History The Qur’aic Text, from Relefation to Compilation. Jakarta: Gema Insani, 2005.
Athaillah.H.A, Sejarah Al-quran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.
Al-Qattan, Manna’ Khalil, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2013.
Az-Zanjani, Abu Abdullah, Wawasan baru Tarikh Al-Quran, ()
Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, jilid IV, Beirut: Dár ál-Fikr, t.th.
Kholis,Nur, Pengantar Studi Al-qur’an dan Al-hadits, Yogyakarta: Teras, 2008.
Al-Qattan, Manna’ Khalil, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, Bogor; Pustaka Litera AntarNusa, 2013.

Catatan Revisi:
1.      Tidak ada indikasi melakukan copy-paste. Selamat!!!
2.      Abstrak tolong diedit.
3.      Sub-judul tidak dikapital semua, tolong benarkan seperti kata “Pendahuluan”, “Kesimpulan”, dan “Daftar Rujukan” yang sudah benar.
4.      Penulisan footnote tolong dipelajari lagi, misalnya untuk penulis tidak usah menggunakan gelar dan penggunaan ibid serta pengulangan referensi yang sama hanya diulangi sampai judul sebanyak tiga kata dan langsung halaman (penulis, judul 3 kata., halaman).
5.      Nama orang dengan “al”, kata setelahnya harus besar, contoh as-Syafi’i.
6.      Berikan sebuah definisi al-Qur’an dengan menggunakan bahasa Arab.
7.      Penulisan footnote diakhiri dengan titik.
8.      Kesimpulan mengenai sejarah al-Qur’an masa Nabi, Abu Bakar, dan Usman tolong lebih perjelas.
9.      Tulisan tolong diedit lagi, karena banyak kesalahan tulis.

Makalah sudah cukup baik, tetapi ada beberapa penulisan yang salah ketik. Jadi tolong lebih diperbaiki lagi. Selamat merevisi!!!!


[1] Dr. H.A. Athaillah, M.AG, Sejarah Al-quran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal 1-2
[2] Ibid, hal 3
[3] Prof. Dr. H.A. Athaillah, M.AG, Sejarah Al-quran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal 11
[4]As-syafi’I adalah seorang pakar fiqh dan Ushulul Al-Fiqh, Hadist, Tafsir, Dan Bahasa Arab, dan pendiri mazhab as-syafi’i.beliau wafat pada 204 H.
[5] Al-farra adalah seorang pakar tafsir dan pakar bahasa arab yang wafat pada tahun 207 H.
[6]Al-asy’ari adalah seorang pakar ilmu kalam dan pendiri aliran asy’ariyah yang wafat pada tahun 224 H.
[7] Nur Kholis, M.Ag, Pengantar Studi Al-qur’an dan Al-hadits (Yogyakarta: Teras, 2008), hal 22-23.
[8]Az-zajjaj adalah seorang pakar Bahasa Arab yang wafat pada 311 H.
[9] Al-lihyani adalah seorang ahli bahasa arab yang wafat pada 215 H.
[10] Prof. Dr. H.A. Athaillah, M.AG, Sejarah Al-quran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal 12.
[11] Nur Kholis, M.Ag, Pengantar Studi Al-qur’an dan Al-hadits (Yogyakarta: Teras, 2008), hal 23.
[12] Nur Kholis, M.Ag, Pengantar Studi Al-qur’an dan Al-hadits (Yogyakarta: Teras, 2008), hal 25
[13] Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an (Bogor, Pustaka Litera AntarNusa, 2013), hal 36
[14] Nur Kholis, M.Ag, Pengantar Studi Al-qur’an dan Al-hadits (Yogyakarta: Teras, 2008), hal 2-4
[15] Prof. Dr. H.A. Athaillah, M.AG, Sejarah Al-quran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal 43-59
[16] QS.al-Qiyamah;ayat-16-19
[17] Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, jilid IV, Dár ál-Fikr, Beirut, t.th., hlm 449
[18] QS.at-Taubah;ayat-84
[19]QS.al-Baqarah;ayat-284
[20]QS.Yunus;ayat-90-92
[21] Dr. H.A. Athaillah, M.AG, Sejarah Al-quran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal 58.
[22]Ibid, hal 59-61
[23] Imam Jalaludin As suyuti, Samudera Ulumul Qur’an (Al-itqan fi Ulumil Qur’an), Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2006, hal 299 - 300
[24] Ibid, hal 300
[25] Ibid, hal 305
[26]Prof. Dr. H.A. Athaillah, M.AG, Sejarah Al-quran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal 180
[27] Prof. Dr. H.A. Athaillah, M.AG, Sejarah Al-quran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal 187
[28] Abu Abdullah Az-Zanjani, Wawasan baru Tarikh Al-Quran () hal 63 - 65
[29] Prof. Dr. M.M Al-A’zami, The History The Qur’anic Text (Jakarta:Gema Insani, 2005) hal 73
[30] Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an (Bogor, Pustaka Litera AntarNusa, 2013), hal 186
[31] Prof. Dr. H.A. Athaillah, M.AG, Sejarah Al-quran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal 180
[32] Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an (Bogor, Pustaka Litera AntarNusa, 2013), hal 185-188
[33] Prof. Dr. H.A. Athaillah, M.AG, Sejarah Al-quran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal 213
[34]  Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an (Bogor, Pustaka Litera AntarNusa, 2013), hal 188
[35]  Dr. H.A. Athaillah, M.AG, Sejarah Al-quran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal 216
[36] Prof. Dr. M.M Al-A’zami, The History The Qur’anic Text (Jakarta:Gema Insani, 2005) hal 97
[37] Dr. H.A. Athaillah, M.AG, Sejarah Al-quran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal 236
[38] Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an (Bogor, Pustaka Litera AntarNusa, 2013), hal 192
[39] Dr. H.A. Athaillah, M.AG, Sejarah Al-quran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal 241
[40] Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an (Bogor, Pustaka Litera AntarNusa, 2013), hal 198 - 200

Tidak ada komentar:

Posting Komentar