Selasa, 30 Agustus 2016

al-Qur'an dan Historisitasnya (PAI B Semester III)




AL–QUR’AN DAN HISTORISITASNYA

Ansisca,  Rizal Prasetya
Kelas PAI B  Semester III
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan keguruan, Jurusan Pendidikan Agama Islam
akuansisca@gmail.com

Abstract: This article talks about Al-Qur’an and his history and as a source of islamic law, Al-Qur’an is great Kitabullah requiring nations Islam maintain and memorize wholly or partially and implement in their lives theoretically and practical. As Al-Hudan, Al-Qur’an contains instructions who supranational and comprehensive related matters human life, whether it is human affairs with god, peoples with their self, man to each other, and people by the environment. Al-Qur’an reflect the existence of god and not disputed it, Al-Qur’an also taught a teaching about prophetic, spiritual beings, court the hereafter, regulations for social life. With the doctrines can be useful for human life. In this journal will be explained about the history of the Al-Qur’an, and Al-Qur’an have the preparation of stages, in order the messenger and the khailifah also have a role important in the preparation of the Qur’an.
Keywords: Meaning Al-Qur’an, the content of Qur’an, history maintenance of Qur’an, the teachings of Al-Qur’an, and miracle Al-Qur’an.

Pendahuluan
Al-qur’an merupakan salah-satu kelangkaan (kitab) yang telah memberikan pengaruh begitu luas dan mendalam terhadap jiwa manusia. Bagi kaum muslimin sendiri, Al-qur’an adalah wahyu dari Tuhan. Kitab ini digunakan dalam peribadatan baik sendiri maupun bersama, serta dibaca bersama pada hari-hari penting atau hajat keluarga. Al-qur’an merupakan dasar keyakinan keagamaan, keibadatan dan hukum; pembimbing tingkah laku bermasyarakat dan individual. Al-qur’an yang agung juga mengandung ayat-ayat yang menunjukkan atas Ilmu Allah yang meliputi segala sesuatu yang ada di alam berupa makhluk-makhluk, kosmos-kosmos, sistem-sistem, undang-undang, dan aturan-aturan yang diciptakan oleh Allah SWT sebagai ketentuan terhadap iradat(kehendak) dan perintah-Nya.
Al-qur’an adalah Kitabullah agung yang mengharuskan ummat Islam menjaga dan menghafalkan sebagian atau seluruhnya serta melaksanakan di dalam kehidupan mereka secara teoritis maupun praktis. Hal ini karena Al-qur’an adalah kitab yang mengumpulkan gudang-gudang ilmu yang bermanfaat selain sebagai undang-undang dasar yang menunjukkan jalan yang lurus dan mengikuti al-qur’an secara tekstual dan spiritual adalah sarana praktis yang menghantarkan kepada dunia akhirat.
Kitabullah ini diturunkan berangsur-angsur berupa beberapa ayat dari sebuah surat atau berupa sebuah surat pendek secara lengkap. Adapun penyampaian Al-qur’an secara keseluruhan memakan waktu lebih kurang 23 tahun, yakni 13 tahun ketika Nabi masih tinggal di Mekkah sebelum hijrah dan sepuluh tahun lagi adalah ketika setelah Nabi hijrah ke Madinah. Al-qur’an adalah firman atau wahyu yang diturunkan Allah melalui Malaikat Jibril pada Nabi Muhammad SAW untuk dijadikan pedoman dan petunjuk hidup seluruh ummat manusia hingga akhir zaman. Kitab suci ini merupakan kitab terakhir dan terbesar yang diturunkan Allah SWT kepada manusia setelah Taurat, Zabur, dan Injil yang diturunkan kepada para Rasul sebelum Nabi Muhammad SAW. Al-qur’an merupakan kitab suci yang istimewa karena tidak hanya mempelajari dan mengamalkan isinya saja yang menjadi keutamaan, tetapi membacanya saja sudah bernilai ibadah.
Suhuf Al-Quran yang disimpan di rumah Nabi dan diperkuat dengan naskah-naskah Al-Quran yang dibuat oleh para penulis wahyu untuk pribadi masing-masing serta ditunjang oleh hafalan Al-Quran, yang tidak sedikit jumlahnya, maka semua itu dapat menjamin al-quran tetap terpelihara secara lengkap dan murni (orisinil), sesuai dengan janji Allah swt. Dalam surat Al-Hijr: 9 yang artinya: “sesungguhnya Aku telah menurunkan peringatan Al-Quran dan sesungguhnya aku telah memeliharanya (mengamankannya)[1]
Dalam riwayat pengumpulan Al-quran ada suatu riwayat yang disebut secara luas, karena itu muncul dalam berbagai versi yang mengisahkan pengumpulan Al-quran pada masa ke khalifahan Abu Bakr (623-634). Menurut riwayat ini, Umar bin Khattab (Khalifah ke dua setelah Abu Bakr) merasa khawatir bahwa dalam pertempuran Yamāna-selama peperangan ridda baanyak penghafal Al-Quran yang telah tewas. Karena orang-orang ini merupakan penghafal bagian-bagian Al-Quran. Umar cemas jika bertambah lagi angka kematian itu, maka beberapa  bagian lagi dari Al-Quran akan musnah.

MAKNA AL-QUR’AN
            Secera bahasa, Al-Qur’an berasal dari kata kerja qara’a yang berarti “mengumpulkan atau menghimpun”, dan qira’ah yang berarti “menghimpun huruf-huruf dan kata-kata satu dengan yang lain dalam suatu ucapan yang tersusun rapi”.
Al-qur’an adalah firman atau wahyu yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara Malaikat Jibril untuk dijadikan pedoman dan petunjuk hidup seluruh umat manusia hingga akhir zaman. Al-Qur’an merupakan kitab suci terakhir dan terbesar yang diturunkan Allah SWT kepada manusia setelah Taurat, Zabur, dan Injil yang diturunkan kepada para Rasul sebelum Nabi Muhammad SAW. Al-Qur’an merupakan kitab suci yang istimewa karena tidak hanya mempelajari dan mengamalkan isinya saja yang menjadi keutamaan, tetapi membacanya saja sudah bernilai ibadah.
            Hal ini sesuai dengan beberapa definisi Al-Qur’an yang diungkapkan para ulama’, diantaranya Dr. Subhi Ash-Shalih. Ia mendefinisikan Al-Qur’an sebagai “kalam Allah AWT berupa mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan ditulis di mushaf serta diriwayatkan secara mutawatir di mana membacanya termasuk ibadah[2].
            Definisi senada diungkapkan oleh Ustadz Muhammad Ali Ash Shabuni. Menurutnya, Al-Qur’an adalah firman Allah SWT yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW penutup para Nabi dan Rasul, dengan perantaranya, dengan perantaraan Malaikat Jibril dan ditulis pada mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta membaca dan mempelajarinya merupakan ibadah, dimulai dengan Surah Al-Fatihah [1] dan ditutup dengan suara An-Nas [114].
Secera bahasa, Al-Qur’an berasal dari kata kerja qara’a yang berarti “mengumpulkan atau menghimpun”, dan qira’ah yang berarti “menghimpun huruf-huruf dan kata-kata satu dengan yang lain dalam suatu ucapan yang tersusun rapi”.
Oleh karena itu, istilah qur’an paling umum diterjemahkan sebagai “bacaan” atau “tilawah” (bacaan yang dilantunkan), dan telah dihubungkan secara etimologis dengan qeryana (bacaan Kitab Suci, bagian dari Kitab Suci yang dibacakan dalam ritual keagamaan) dalam bahasa Suriah, dan Miqra’ dalam bahasa Ibrani (pembacaan suatu kisah, Kitab Suci). Sebagian mufassir juga berpendapat bahwa kata tersebut berasal dari bentuk fu’lan, qur’an membawa kontonasi “bacaan sinambung” atau “bacaan abadi”, yang dibaca dan dibaca berulang-ulang.
Al-Qur’an dikhususkan sebagai nama bagi kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga Al-Qur’an menjadi nama khas kitab tersebut, yaitu sebagai nama diri, termasuk juga untuk penamaan ayat-ayatnya. Sebagai sebuah nama, Al-Qur’an merujuk pada wahyu (tanzil) yang “diturunkan” (unzila) oleh AllahSWT kepada Nabi Muhammad SAW dalam rentang hampir 23 tahun. Dalam konotasi yang lebih universal, ia adalah ekspresi diri Ummul Kitab sebagai paradigma komunikasi Ilahiah (QS, Al-Ra’d [13]: 39). (ada indikasi copy paste dari https://halaqohdakwah.wordpress.com/2009/06/10/makna-al-quran/)

KANDUNGAN AL-QUR’AN     
“Dan kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qurr’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagiorang-orang yang berserah diri”(QS. An-Nahl [16]:89).
Tidaklah Allah SWT menciptakan manusia dengan sia-sia. Ada misi yang harus dan tujuan-tujuan mulia yang menuntut dirinya berjuang mendapatkannya. Dengan kasih sayang-Nya yang tiada terbatas, Allah SWT memberikan petunjuk dan bimbingan kepada manusia bagaimana menjalankan visi dan misi hidupnya tersebut, serta setrategi bagaimana mencapai tujuan penciptanya. Petunjuk yang Allah berikan itu bersifat kauniyah, artinya petunjuk itu terbesar di alam semesta dan berbentuk hukum-hukum kehidupan. Allah pun memberikan petunjuk-petunjuk yang bersifat qauliyah yang tercantum dalam Al-Qur’an.
            Dengan demikian, Al-Qur’an adalah tanda kasih sayang Allah yang utama kepada manusia, khususnya pada hamba-hambanya yang beriman. Allah SWT menyebut Al-Qur’an sebagai “hudan” petunjuk dan rahmat (kasih sayang). Dia berfirman, “Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (QS. An-Nahl [16]:89).
            Sebagai Al-Hudan, Al-Qur’an berisi petunjuk-petunjuk yang bersifat global dan komprehensif terkait persoalan-persoalan hidup manusia, baik itu urusan manusia dengan Allah, manusia dengan dirinya sendri, menusia dengan sesamanya, dan manusia dengan lingkungan sekitarnya.
            Secara garis besar, Al-Qur’an mengandung tiga hal.
Pertama, petunjuk akidah dan kepercayaan yang harus dianut oleh manusia yang tersimpul dalam dalam keimanan akan keesaan tuhan dan kepercayaan akan kepastian adanya hari pembalasan.
Kedua, petunjuk tentang akhlak yang murni dengan jalan menerangkan norma-norma keagamaan dan susila yang harus diikuti oleh manusia baik secara individual maupun secara kolektif.
 Ketiga, petunjuk tentang syariat dan hukum dengan jalan menerangkan dasar-dasar hukum yang harus diikuti oleh manusia dalam hubungannya dengan Tuhan dan sesamanya. Dengan kata lain, “Al-Qur’an adalah petunjuk bagi seluruh umat manusia ke jalan yang harus ditempuh demi kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.    (ada sedikit indikasi copy-paste dari https://hbis.files.wordpress.com/2009/11/makalah-mahasiswa-bani-saleh.docx)
Apabila kita perinci lagi. Al-Qur’an mengandung tema-tema khusus yang akan mengungkap banyak hal dari kehidupan manusia, yaitu[3]:
1.     Sejarah atau Kisah
Al-Qur’an penuh dengan bahan-bahan sejarah, mulai dari sejarah kejadian bumi dan kejadian langit, alam seluruhnya, sejarah kehidupan para nabi dan rasul sejak Nabi Adam as sampai dengan Nabi Muhammad SAW. Al-Qur’an juga menceritakan tentang kemunculan nabi-nabi palsu yang akan dan sudah lahir, sejarah kerajaan besar, seperti Babylonia, Mesir, Romawi, sejarah bangsa-bangsa Arab jahiliyah, Nasrani dan Yahudi, dan sebagainya. Tidak saja fakta-fakta sejarah, tetapi juga pelajaran yang dapat diambil dari kejadian-kejadian dalam sejarah itu.
1.     Etika Pergaulan
Al-Qur’anpun mengandung pelajaran-pelajaran yang sangat baik untuk dijadikan penuntun dalam pergaulan antara satu kekuasaan dengan kekuasaan yang lain, antara anggota keluarga, murid dan guru, antara manusia dengan Tuhan dan sebagainya. Tuntunan yang baik antara sesama umat manusia, tuntunan pergaulan hidup yang dapat membawa perdamaian dan kemajuan, ketentraman dan kesejahteraan dari semua pihak. Ilmu kemasyarakatan dan ilmu pergaulan hidupyang dikemukakan Al-Qur’an tidak saja bersifat pengetahuan, tetapi juga mengandung aspek-aspek pendidikan dan tuntutan hidup yang murni. Tuntunan menjalani kehidupan sehari-sehari diungkapkan pula oleh Al-Qur’an, termasuk pula ayat-ayat yang berkenaan dengan ekonomi, industri, perdagangan, perhubungan darat dan laut, dan sebagainya.
2.     Akidah atau Keyakinan.
Soal Ketuhanan, Al-Qur’an memberi jawaban yang putus, puas dan tegas. Tidak satu pun kitab suci yang mampu menerangkanpelajaran tauhid demikian sempurna, seperti yang termuat dalam Al-Qur’an yang telah dapat membawa manusia kepada tauhid dalam arti kata yang sesungguhnya. Islam membasmi semua kemusyrikan menghilangkan semua takhayul, yang mengikat kemerdekaan berpikir bagi umat manusia.
3.     Politik
Politik yang dikemukakan Al-Qur’an adalah politik yang berdasarkan hak sama rata yang sehat, hak berkehidupan secara adil, yang mampu membawa keamanan dan kebaikan bagi seluruh manusia. Oleh karena itu, pemerintahan tidak berpegang semata-mata oleh seorang pemimpin, tetapi juga harus memperhatikan anggota masyarakat yang tidak turut pemerintahan dalam kerangka aturan Ilahi.
4.     Qital
Untuk mengatur peraturan negara yang kuat, Al-Qur’an memberikan petunjuk atau cara-cara yang sangat manusiawi. Peperangan untuk menjajah, untuk memperbudak sesama manusia tidak diperkenankan. Peperangan untuk membela diri, membela harta dan jiwa, terutama untuk membela agama Allah, menjamin kemerdekaan beragama dan berfikir, melenyapkan kezaliman adalah peperangan yang dianggap suci oleh Al-Qur’an, peperangan jihad di jalan Allah SWT. Kedisiplinan pasukan diaturnya, strategi perang diaturnya, kalah menang diaturnya, perjanjian dan perdamaian diaturnya, sampai urusan harta rampasan dan kelakuan para prajurit diberinya tuntunan yang baik, untuk menjauhi segala apa yang bersifat zalim, sekaligus demi menjaga kehormatan Islam dan umanya.
                                                                                                                                                                               
Ajaran-ajaran Al-Qur’an
1.     Ajaran tentang Tuhan
Al-Qur’an mencerminkan keberadaan Tuhan dan tidak memperdebatkannya. Dalam bagian-bagian wahyu awal pokok-pokok yang diberi penekanan tegas adalah bahwa Tuhan mahapengasih dan mahakuasa. Pokok ini didukung dengan seruan untuk memperhatikan “Tanda-tanda” dalam alam. Segala jenis fenomena kealaman telaah ditata dalam suatu cara sehingga fenomena tersebut memberi andil kepada terpeliharanya kehidupan manusia serta kenikmatan dan kemudahan yang diperoleh para individunya. Selaras dengan penekanan terhadap kepengasihan Tuhan-lah, seluruh surat Al-qur’an diawali dengan rumusan “Dengan nama Allah yang mahapengasih lagi maha penyayang”.
Sebagian besar Al-Quran menekan bahwa Tuhan merupakaan satu-satunya yang di sembah dan bahwa Dia tidak memiliki bandingan atau sekutu-sekutu. Kontrol mutlak Tuhan terhadap segala peristiwa juga terjelma melalui berbagai konsepsi bawahan seperti petunjuk, rahmat, atau pertolongan-Nya. Secara keseluruhan, ajaran Al-Qur’an pada waktu yang sama juga menegaskan tanggung jawab manusia seperti penekannanya terhadap kemahakuasaan Tuhan. Hal ini secara nyata terkandung dalam ajaran pengadilan Akhirat dan teolog-teolog muslim yang belakangan mendesak bahwa keadilan tuhan (yang ditegaskan Al-Quran) tidak akan mengizinkan-Nya menghukum seseorang untuk suatu perbuatan yang bukan merupakan tanggung jawabnya.
Nama-nama diri tuhan cenderung memainkan peran yang lebih besar dalam pemikiran islam yang belakangan, mengikuti ayat-ayat di dalam Al-Quran yang menyatakan bahwa Tuhan memiliki nama-nama terindah (al-asmā al-husna) (QS. 07: 180 ) sembilan puluh sembilan nama Tuhan disusun, dan daftar ini digunakan sebagai pijakan meditasi. Nama-nama ini terdapat dalam Al-Quran meski beberapa diantaranya tidak persis seperti bentuk kata yang diberikan dalam daftar tersebut, dan juga terdapat nama lainnya di dalam Al-Quran yang biasanya tidak dimasukan ke dalam daftar itu, tentang ini terdapat berbagai versi yang berbeda.[4] Suatu karakteristik gaya Al-Quran adalah ia memiliki suatu ayat yang berujung dengan dua nama Tuhan , seperti “Engkaulah yang maha mengetahui, maha bijaksana” (QS. 02:32).
      Salah-satu nama Tuhan lainnya, al-rahmān (yang maha pengasih), dijumpai pada berbagai kesempatan di dalam Al-quran seagai nama diri.juga diketahui dari prasasti-prasasti bahwa namma diri Tuhan demikian telah digunakan di Arab sebelum masa Nabi Muhammad, dan tampaknya telah digunakan setidak-tidaknya oleh beberapa “nabi” yang muncul menjelang kelahiran Nabi Muhammad. Jadi pada akhirnya Al-Quran secara sederhana berpegang teguh kepada kebenaran-kebenaran pelengkap (komplementer) kemahakuasaan Tuhan dan tanggung jawab manusia tanpa mendamaikan secara intellektual.
2.     Ajaran tentang Kenabian
konsepsi Al-Quran tentang utusan (rasul) dan nabi telah dikemukakan pada ayat-ayat dalam Al-Quran. Bagian terpenting dalam konsepsi itu ialah bahwa pesan Ilahi yang disapaikan kepada nabi Muhammad pada dasarnya sama dengan pesan-pesan Ilahi yang disampaikan kepada para nabi lainya. Dalam beberapa bagian Al-Quran, dikemukakan kesan bahwa pasra rosul itu diutus kepada berbagai masyarakat, dan apabila suatu masyarakat menolak pesan Ilahi yang dibawanya, maka komunitas tersebut musnah. Kesan ini juga dikemukakan dalam kasus nabi-nabi Arab, “Kaum Lut” dan lainya. Di sisi lain, diakui bahwa setidak-tidaknya dalam kasusu beberapa nabi terdapat kesinambungan. “Tuhan memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga Imran di atas segala-galanya dan saling turun-temurun...” (QS 3:33)
Ketika Nabi  hijrah ke Madinah, pada mulanya beliau menyerukan pesan Ilahi tersebut kepada para “ ahli kitab” (terutama orang Yahudi), seperti yang terdapat dalam QS. 5:15,19. Ketika orang-orang Yahudi jelas tidak mengakui kenabianya , beliau di ingatkan bahwa kaum iniah yang telah menolak dan membunuh para rosul yang diutus kepadamereka ( QS. 3:181-184; 5:70), dan kenyataan bahwa orang-orang Yahudi dan kristen selalu menempatkan diri mereka pada posisi yang keliru dengan saling mengingkari eksistensi masing-masing, walau eduanya membaca kitab (QS 2:113).
3.     Ajaran tentang Makhluk Spiritual Lainya
Secara tersamar mereka ditakuti, tapi tidak selalu berhati dengki. Meskipun diciptakan dari api, bukan dari lempung seperti manusia (QS. 55:14. 15:26), namunn tujuan hidup mereka  sama dengan manusia yaitu mengabdi atau menyembah kepada Tuhan (QS. 6:130), dan mereka bisa saja beriman atau kafir. Dijelaskan bahwa saat kelompook jin mendengar Nabi membaca Al-Quran, diantara mereka langsung menjadi muslim. Jinn yang tidak beriman akan masuk neraka, tetapi yang tidak dinyatakan secara eksplisit bahwa yang beriman akan masuk surga.[5]
Malaikat sering disebut dalam Al-Quran, meski tidak pada bagian-bagian wahyu awal. Kata Arab mal’ak, dan lebih khusus lagi bentuk jamaknya malā’ika, dipandang terambil dari bahasa Etiopia. Malaikat adalah makhluk-makhluk bawah atau diciptakan, mereka merupakan utusan tuhan dan secara khusus bertindak sebagai pembawa Wahyu, suatu tugas yang kadang dnyatakan dijalankan secara kolektif dan terkadang hanya oleh Jibril. Malaikat juga merupakan pengawas manusia serta mencataat segala perbuatanya, dan malaikat pula lah yang  mencabut nyawa manusia disaat kematianya kelak. Disamping Jibril satu-satunya malaikat yang disebut adalah malaikat Mikail dalam QS 2:98. Namun ada pula jenis makhluk lainya yang diberi nama “Ruh” , atau ruh yang terpercaya (hanya dalam QS. 26:193) ketika ruh di identikkan dengan malaikat, maka cara demikian dipandang beralasan untuk menganggapnya sebagai salah satu dari para malaikat.
Timbangan untuk malaikat adalah iblis atau setan. Kalau orang beriman dirahmati oleh malaikat sebagai oenjaga dan penolongnya, maka iblis menyertai mereka yang kafir dan selalu membisikanya kepada kejahatan.   

4.     Ajaran tentang Pengadilan Akhirat
Setelah ajaran tentang keesaan Tuhan, doktrin tentang Pengadilan Akhirat dapat disebut sebagai ajaran terpenting ke dua di dalam Al-Quran. Pada hakikatnya, ajaran merupakan doktrin bahwa pada hari kemudian manusia akan dibangkitkan dan akn dihadapkan kepada Tuhan untuk diadili serta aka diputusi akan masuk surga atau neraka selaras dengan perbuatan baik atau buruk mereka. Dalam hal teretntu pengadilan akhirat ini seperti memengaruhi dunia sevara menyeluruh berhubungan dengan bencana yang menimpa masyarakat kafir tertentu dala kisa pengazaban. Penunjukan Nabi Muhammad sebagai seorang “Pemberi Peringataan” dapat merujuk kepada bencana duniawi ataupun kepada Pengadilan Akhirat, tetapi penekanan berbeda dari waktu ke waktu.
Tempat kediaman orang-orangyang dipersalahkan di pengadilan akhirat adalah  jahannam, neraka jahanam. Nama-nama lain yang digunakan uuntuk tempat kediaman ini adalah al-jahim “tempat yang teramat panas”, saqar (tidak diketahui maknanya), sa’ir, “lautan api”. Lazā, mungkin juga bermakna “lautan api” (QS 70:15). Tetapi yang paling lazim digunakan diantara nama-nama ini adalah al-nār. “api”.  Terdapat pengartian lain bahwa penghuni neraka diberi air panas untuk minum dan diberi pohon zaqqum (pohon yang tumbuh di hijaz  dan terasa sangat pahit).
Sebaliknya kediaman orang-orang yang bertaqwa adalah al-jannah “taman”, yang sering dilukiskan sebagai taman yang dibawahnya mengalir sungai-sungai. Kediaman ini juga disebut jannat ‘adn “taman eden”, atau jannat al-na’im, “taman yang menyenangkan”.
5.     Peraturan-Peraturan bagi Kehidupan Masyarakat
Sebagai tambahan untuk ajaran Al-Quran berisi tentang peribadatan dan hukum atau sosial untuk kehidupann masyarakat muslim yang kemudian dikenal sebagai “hukum islam” atau “syari’ah”. Empat bagian yang akan dikemukakan dibawah ini merupakan kewajiban-kewajiban keagamaan yang mendaasar, yang disebut rukun Islam. Dalm rukun ini terdapat 5 rukun yang diawali dengan syahadat, sholat, zakat, puasa, haji(bagi yang mampu). Ada juga peraturan yang di tullis dalam Al-quran agar tidak dilanggar oleh umat islam yaitu seperti minum khamer, riba. Dalam Al-quran sebagai  kitab orang muslim sangat komplek mengajarkan kehidupan yang membawa kebahagiaan dunia dan akhirat sesuai denan ridho Nya contohnya afalah aturan pernikahan dan perceraian, jual beli dan lain lain.

Sejarah Pemeliharaan Al-Qur’an
1.     Pemeliharaan padaMasa Rasulullah
Proses penulisan Al-Quran sudah dilakukan para sahabat ketika Rasulullah saw masih hidup. Ada banyak kisah terkait hal ini yang diabadikan para ahli hadist. Setiap kali turun wahyu Allah Swt, Rasulullah sering memanggil para sahabat untuk menuliskan wahyu yang beliau terima. Rasulullah menyampaikan wahyu itu kepada sahabatnya, yanng merupakan orang-orang Arab asli, sehingga  mereka dapat memahaminya berdasarkan naluri mereka.
Pengumpulan Al-quran pada Masa Rosulullah saw ditempuh dengan dua cara, yaitu :
Pertama, al-jam’u fis sudur. Para sahabat langsung menghafalkan sertiap kali Raasulullah saw menerima wahyu. Hal ini bisa mereka laukukan karena budaya orang Arab dalam menjaga turast (peninggalan nenek moyang mereka melalui syair atau cerita) dengan media hafalan. Mereka sangat masyur  dengan kekuatan daya ingatnya.
Kedua, al-jam’u fis Suthur. Setiap kali turun Wahyu, Rasulullah saw selalu membacakan secara lagsung kepada para sahabat, kemudian menyuruh mereka untuk menuliskannya sambil melarang para sahabat untuk menulis perkataan-perkataan beliau karena khawatir akan bercampur dengan Al-quran.
2.     Pemeliharaan pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq
Setelah melakukan serangkaian musyawarah, ditimbang baik buruknya, maslahat dan mafsadat-nya, usulan untuk mengumpulkan Al-Quran pun diterima. Khalifah Abu Bakar segera membentuk tim pengumpulan Al-Quran yang diketuai oleh Zaid bin Tsabit.
Langkah-langkah partisipatif para sahabat di gambarkan sebagai berikut:
Pertama, Khalifah Abu Bakar mengeluarkan undangan umum (sekarang dianggap sebagai dekrit) guna memberi peluang pada setiap orang yang mampu ikut berpartisipasi.
Kedua, Proyek tersebut dilakukan di dalam Masjid Nabawi, sebagai pusat berkumpul.
Ketiga, Dalam memberi respon terhadap instruksi seorang khalifah, Umar berdiri di depan pintu gerbang masjid dan mengumumkan kepada setiap orang yang memiliki tulisan Al-Quran yang dibacakan oleh Rasulullah saw agar membawanya ke masjid. Bilal pun mengumumkan hal yang sama ke seluruh lorong jalan-jalan di Kota Madinah.
Setelah Abu Bakar wafat, suhuf ini kemudian di simpan di rumah Hafsah, istri Rasulullah saw yang juga anak Umar bin Khatab, sampai pengumpulan dan penyusunan Al-Quran [6]pada masa Khalifah Utsman bin Affan.
Perbedaan pendapat tentang susunan semua surah dalam Al-Quran:
1.      Susunan semua surah seperti yang ada, selalu merujuk kepada Nabi Muhammad sendiri. Pendapat lain mengatakan terdapat perbedaan susunan dalam mushaf yang dimiliki beberapa sahabat seperti Ibnu Mas’ud dan Ubay bin Ka’ab yang lain dari mushaf yang ada di tangan umat islam
2.      Ada yang berpendapat bahwa seluruh Al-quran susunannya diatur oleh Nabi Muhammad kecuali surah nomer sembilan, yang dilakukan oeh ‘Utsman.
3.      Pendapat lain menggap sususnan semua surah dibuat oleh Zait bin Tsabit, “Utsman dan sahabat lainya.
4.      Ibnu ‘Athiyya mendukung pendapat bahwa Rasulullah saw menyusun beberapa surah dan lainya diserahkan kepada para sahabat beliau.


3.     Pemeliharaan pada Masa Umar bin Khaththab
Pada masa Umar bin Khaththab, terjadi penyebaran Al-Quran kewilayah-wilayah yang sudah menerima Islam. Penyebaran ini bukan sekedar mengirimkan lembaran-lembaran mushaf, tetapi disertai pula dengan pengajaranya.
Dalam penyebaran Al-quran Umar juga menyebarkan para Sahabat terpilih untuk mengajarkkan Al-quran pada tempat tempat yang dituju.
4.     Pemeliharaan pada Masa Utsman bin Affan

Dalam sebuah ceramahnya, Utsman memberikan instruksi, “orang-orang telah berada dalam bacaan mereka, dan aku mengajurkan kepada siapa saja yang memiliki ayat-ayat yang dituliskan di hadapan Rasulullah saw hendaklah diserahkan kepadaku”
Utsman bin Affan melakukan mengeuarkan kebijakan untuk melakukan kodifikasi  (pembukuan) Al-Quran. Ada dua teori mengenai metode kodifikasi yang dilakukan Utsman ini.
Pertama,  Utsman menyalin suhuf yang berada di tangan Hafsah. Pada saaat itu ia memerintahkan Zaid bin Tsabit dan lainya untuk melaakukan penyalinan catatan Al-quran hasil pengumpulan thap pertama dan disimpan oleh Utsman sendiri, yang kemudian disebut Mashaful imam.
Kedua, Utsman membuat mushaf tersendiri. Kemudian dibandingkan dengan suhuf yang di tangan Hafsah, untuk merealisasikan hal itu, beliau membentuk tim oengumpulan naskah yang beirisi duabelas Sahabat nabi.
Arti penting koodifikasi Al-Quran masa Utsman bin Affan adalah
1.      Menyatukan kaum muslim pada satu macam mushaf yang seragam ejaan dan tulisanya
2.      Menyatukan bacaan, meskipun pada kenyataanya masih ada perbedaan cara membacannya. Akan tetapi hal tersebut tidak berlawanan dengan ejaan-ejaan mushaf utsmani. Bacaan yang tidak sesuai dengan itu tidak diperbolehkan lagi
3.      Menyatukan tatatertib susunan surah-surah, menurut tata tertib urut sebagaimana yang terlihat pada mushaf-mushaf masa sekarang.[7]


Bukti-bukti Kemukjizatan Al-Qur’an
1.      Sastranya yang unik dalam susunan, kata-kata, gaya bahasa dan dalam menyalahi aturan-aturan orang Arab dalam fashohah dan sastra mereka yang mereka banggakan keunggulannya, karena al-qur’an bukanlah syair, prosa maupun sajak tetapi karena ia adalah metode yang berdiri sendiri dalam keindahan ungkapan-ungkapannya yang segar menawan, konteks-konteks pengertian-pengertiannya yang tinggi yang orang Arab sebelumnya belum pernah menjumpai yang sepadan sehingga para sastrawan mereka selalu tidak mengetahui dari aspek apakah al-Qur’an menguasai perasaan mereka serta menguasai akal mereka.

2.      Al-Qur’an mengandung banyak kisah-kisah Para Nabi, para Rasul dan berita-berita tentang ummat-ummat terdahulu dengan segala keadaan mereka melalui ungkapan yang sesuai dengan hal-hal yang benar dan dikonfirmasikan yang ditegaskan dalam kitab-kitab orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai ahli kitab, padahal Nabi SAW tumbuh sebagai orang yang ummi yang tidak bisa membaca serta tidak bisa menulis dan kaumnya tahu bahwa ia tidak belajar dan berguru ilmu apapun kepada seseorang, sehingga dari manakah semuanya itu? Sesungguhnya tidak ada lain kecuali wahyu yang diwahyukan kepadanya dari Allah SWT.

3.      Al-Qur’an tidak hanya menyebutkan informasi tentang keadaan –keadaan bangsa-bangsa purba, nabi-nabi, rasul-rasul mereka serta kejadian-kejadian yang telah terjadi yang sudah lama sekali tetapi ia juga manegaskan tentang persoalan-persoalan yang terjadi pada yang akan datang dan kejadiannya secara praktis sudah benar-benar terjadi diantaranya ialah apa yang ditegaskan oleh al-Qur’an tentang Negara Romawi yang menganut agama masehi yang dikalahkan oleh Negara Persia yang menganut agama Watsani (menyembah api) pertama, Negara Romawi yang dikalahkan itu akan meraih kemenangan setelah melalui beberapa tahun sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum ayat 1-4.

4.      Keagamaan yang dikandung oleh Al-Qur’an yang bangsa Arab sama sekali belum mengetahuinya seperti akidah tauhid, beriman pada Allah, hari Kiamat, hari perhitungan dan pembalasan perbuatan manusia, surge, neraka dan malaikat serta masalah-masalah yang lain yang khusus berkenaan dengan perundang-undangan, mengetahui halal dan haram, hak-hak dan kewajiban-kewajiban terhadap keluarga dan tanah air kemudian menjelaskan akhlak yang mulia, jiwa persaudaraan, tolong-menolong, kebaikan dan ketakwaan sebagai hal-hal yang bisa menghantarkan kepada kebahagiaan dunia akhirat yang harus dilakukan oleh manusia.


5.      Allah mengumpulkan dalam ayat-ayat banyak penjelasan yang mengandung realitas ilmiah yang mempunyai tujuan akhir didalam akar dan tipikal mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kosmos, langit-langit, bumi, planet, bintang-bintang, pergantian malam dan siang , penciptaan manusia , binatang, tumbuhan , hujan, awan, topan, gunung, pohon, sungai, lautan ,alam-alam serta makhluk dari yang besar maupun kecil [8]dan teori-teori yang melaluinya manusia mulai bisa mengetahui apa yang dibawa oleh Al-Qur’an tentang semua itu padahal itu ada cukup lama sebelum manusia bangkit dalam bidang sains modern.

6.      Bahwasannya Al-Qur’an, padahal sejak ia diturunkan sampai hari ini telah melewati masa 14 abad, tidak nampak dalam nash-nash (teks-teks), pengertain-pengertian atau dalam rumusan-rumusannya suatu noda, kontradiksi ataupun kekacauan mengenai kehidupan dunia segala seluk-beluknya yang diungkapnya mengenai realitas , prinsip, pengundangan, hukum, dan peraturan-peraturan yang dibawanya padahal musuh-musuh islam berupaya menghabiskan abad-abad ini tetapi setelah mereka membaca, menyelidiki dan menyaring al-Qur’an secara berulang kali agar di dalamnya mereka bisa menemukan lobang kesalahan,kekurangan atau kelemahan dalam hal apapun tetapi didalamnya mereka bisa menemukan lobang kesalahan, kekurang atau kelemahan dalam hal apapun tetapi didalamnya mereka tidak bisa menemukan selain kebenaran yang nyata, akidah-akidah yang lurus dan petunjuk yang universal dalam dhoohir dan batinnya yang paling indah. [9]


Catatan Revisi:
1.      Tolong diamati secara seksama mengenai format artikel jurnal yang menjadi acuan. Format makalah ini tidak sama seperti artikel acuan.
2.      Keywords tolong diperbaiki, semuanya tidak usah memakai kata al-Qur’an.
3.      Pembahasan tolong diurutkan dengan definisi, bukti-bukti kewahyuan, dan sejarah penulisan/kodifikasi al-Qur’an.
4.      Cara penulisan footnote tolong dipelajari lagi, misalnya judul buku harus dicetak miring.
5.      Makalah ini kurang referensial. Seharusnya tiap keterangan yang diambil dari buku harus diberikan rujukan bukunya.
6.      Pendahuluan tidak berisi pembahasan. Pendahuluan mempunyai konten pengantar untuk menuju materi pembahasan.
7.      Dalam bagian definisi al-Qur’an, tolong berikan pengertian al-Qur’an secara kebahasaan oleh para ulama lengkap dengan tulisan Arabnya, dan juga satu definisi al-Qur’an dengan bahasa Arab.
8.      Pembahasan mengenai sejarah al-Qur’an tidak mengena pada materi. Penyebab adanya pengumpulan al-Qur’an masa Abu Bakar dan kodifikasi al-Qur’an pada masa Usman bin Affan pun tidak dijelaskan dengan rigit.
9.      Pembahasan tentang bukti-bukti memukjizatan al-Qur’an harus ditulis lengkap dengan ayatnya.
10.  Tolong buat makalah Anda enak dibaca oleh pembaca.
11.  Kesimpulan dan daftar rujukan tidak ada.

Dalam penulisan makalah, tolong dipahami SAP yang telah dijelaskan sebelumnya agar makalah yang dibuat dapat ditulis dengan baik. Semoga hasil revisi nanti mendapatkan nilai yang memuaskan, semangat!!!!!






[1] Masjfuk zuhudi, pengantar ulumul Qur’an, Karya Abditama, Surabaya, 1997, hlm15.
[2] Muhammad Ismail Ibrahim, Sisi Mulia Al-Quran, Rajawali, Jakarta hlm 107
[3] Emsoe Abdurrahman, the amazing stories of Al-Quran, slamadani, bandung, hlm 1-15
[4] W. montgomery watt, pengantar study  Al-Qur’an, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta Utara, 1995, hlm 241
[5] Muhammad ismail Ibrahim, Sisi Mulia Al-Quran, rajawali, Jakarta Hlm 20
[6] Priyanto Ranoedarsono, The Amazing stories of Al-Quran, salamadani, Bandung, hlm 39
[7] Priyanto Ranoedarsono, The Amazing stories of Al-Quran, salamadani, Bandung, hlm 40
[8] Priyanto Ranoedarsono, The Amazing stories of Al-Quran, salamadani, Bandung, hlm 90
[9] Sisi mulia Al-Qur’an agama dan ilmu, hal 20-25.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar