Kamis, 18 Oktober 2018

Metode-Metode Tafsir (PAI I ICP Semester Ganjil 2018/2019)



METODE-METODE TAFSIR ALQURAN
(TAHLILY, IJMALY,  MUQARAN DAN MAUDHU’I)

Tsania Utsma Tausih (17110103)
Aulia Maziatul Hikmah (17110105)
Mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang



Abstract
This paper discusses the interpretation methods commonly used by commentators. Tafsir itself is an elaboration of the purpose and purpose of Allah to bring down a verse or surah in the Qur’an according to human abilities. This method of interpretation is universal and widespread. Some of these methods are the Tahlily or Analysis method, the Ijmaly or Global method, the Muqaran or Comparison method, and the Maudhu'i or Thematic method. There is no human being who is able to understand the Qur'anic intentions with certainty but, these four methods of interpretation are used in order to facilitate the efforts of interpreting scholars to understand the content of the Koran, given the urgency of Muslims who need to adapt to accept the development and progress of the present age. With this interpretation method, humans are able to avoid mistakes in understanding and implementing verses in the Qur'an.

Abstrak
Makalah ini membahas tentang metode-metode tafsir yang biasa digunakan oleh para ulama tafsir.Tafsir sendiri merupakan penjabaran mengenai maksud dan tujuan Allah menurunkan sebuah ayat atau surah yang ada didalam Alquran sesuai dengan kemampuan manusia.Metode penafsiran ini bersifat universal dan meluas.Beberapa metode tersebut adalah metode Tahlily atau Analisis, metode Ijmaly atau Global, metode Muqaran atau Perbandingan, dan metode Maudhu’i atau Tematik. Tidak ada manusia yang mampu memahami maksud Alquran secara pasti namun, keempat metode penafsiran ini digunakan dalam rangka mempermudah upaya ulama tafsir dalam memahami kandungan Alquran, mengingat urgensi umat Islam yang perlu beradaptasi dalam menerima perkembangan dan kemajuan zaman dewasa ini. Dengan metode tafsir tersebut manusia mampu terhindar dari kesalahan-kesalahan memahami dan mengimplementasikan ayat-ayat didalam Alquran.

Keywords : Tahlily, Ijmaly, Muqaran, Maudhu’i

A.    Pendahuluan
Alquran merupakan kalam Allah yang dijadikan sebagai kitab suci umat Islam yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dengan malaikat Jibril sebagai perantara yang diturunkan selama kurun waktu 23 tahun dengan periwayatan secara mutawatir. Yang didalamnya menjadi pedoman serta petunjuk kehidupan bagi umat manusia di dunia yang menunjukkan suatu jalan kebenaran. Karena menjadi pedoman sehingga umat muslim harus dapat memahami apa yang dimaksud dalam isi kandungan Alquran melalui penafsiran agar dapat memahami dengan benar apa makna yang terkandung dalam Alquran dan dapat menjalankan segala perintah Allah sesuai dengan apa yang telah digariskan. Makalah ini akan membahas mengenai apa itu tafsir yang merupakan cara untuk menginterpertasikan makna yang ada dalam Alquran serta metode-metode yang digunakan dalam menafsirkan Alquran diantaranya Tahlily, Ijmali, Muqaran dan Maudu’i
Istilah tafsir dalam Alquran dapat dilihat pada surat al-Furqan (25): 33 yang berbunyi:
Ÿwury7tRqè?ù'tƒ@@sVyJÎ/žwÎ)y7»oY÷¥Å_Èd,ysø9$$Î/z`|¡ômr&ur#·ŽÅ¡øÿs?ÇÌÌÈ
33. tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya.
Tafsir secara bahasa berarti penjelasan, keterangan. Menurut Az-Zarkasyi, seperti dikutip as-Suyuthi tafsir ialah ilmu yang digunakan untuk mengerti kitab Allah yang dijadikan mukjizat kepada Nabi Muhammad SAW, mengeluarkan hukum serta hikmahnyadan menjelaskan makna-maknanya.[1]Tafsir sendiri merupakan ilmu yang membahas maksud dan tujuan ayat-ayat Alquran serta memberikan penjelasan di dalamnya dalam kapasitas kemampuan manusia.

B.     Metode Tahlily (Analisis)
Metode ini dikenal sebagai metode analisis.Salah satu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat Alquranyang meliputi seluruh aspeknya dikenal sebagai metode Tahlily[2]. Pada metode ini para mufasir dalam menafsirkan ayat ayat Alquran runtut sesuai dengan urutan ayat dan surat dalam mushaf serta melibatkan banyak aspek dalam menafsirkan suatu ayat seperti menonjolkan pengertian dan kandungan makna lafadznya, hubungan ayat satu dengan ayat lainnya, sebab Asbab Al-Nuzul nya, dan biasanya merujuk pada riwayat-riwayat hadis Nabi, sahabat, serta tabi’ien. Metode ini dapat diidentifikasi menurut ciri-cirinya diantaranya adalah[3]:
1.    Fokus membahas semua halmengenai satu ayat tersebut.
2.    Sesuai dengan bahasan yang ditonjolkannya merupakan pembagian dari tafsir tahlily, seperti riwayat, hukum, dan sebagainya.
Urutan ayat harus sesuai dengan pembahasan . Yakni menurut urutan ayat dan surat seperti dalam mushaf
3.    Titik beratnya adalah lafadznya. Yakni menganalisis kosa kata dan lafadzhnya
4.    Mencantumkankaitan  atau munasabah ayat, sekaligus berfungsi menunjukkan wihdahAlquran
5.    Menggunakan Asbab Al-Nuzul
6.    Setelah ayat itu dianggap selesai meskipun masalahnya belum selesai mufasir baru boleh beranjak ke ayat yang lain, untuk melanjutkan penafsiram karena masalah tersebut akan  diselesaikan oleh ayat lain. Sehingga dalam penafsirannya mempunyai hubungan satu sama lain dengan ayat lainnya
7.    Persoalan yang dibahas belum tentu tuntas
Berdasarkan beragam pendekatan dan segi kecenderungan yang ditempuh oleh seorang mufasir, Dr. Abdul Hay Al-Farmawi membagi tafsir ini pada 7 jenis corak penafsiran, yaitu:
1.    Tafsir bi Al-Ma’tsur
Tafsir ini dikenal dengan tafsir riwayat. Secara istilah merupakan penafsiran ayat Alquran dengan ayat Alquran yang lain, penafsiran hadis Rasulullah dengan ayat Alquran.Yang didalamnya menjelaskan arti sebagian ayat yang sulit dimengerti oleh para sahabat atau ayat yang ditafsir dengan hasil ijtihad para sahabat atau ayat yang ditafsir dengan hasil ijtihad para tabi’in.Artinya, semakin jauh rentang zaman dari masa Nabi dan sahabat, maka pemahaman dan penafsiran umat tentang makna-makna ayat Alquran semakin bervariasi dan berkembang[4]
Namun, metode ini memiliki beberapa kelemahan diantaranya adalah[5]
a.    Terdapat riwayat dhaif, mungkar dan maudhuberdasarkan riwayat dari Rasul, para sahabat, dan para tabi’in;
b.    Adanya pertentangan riwayat satu sama lain;
c.    Diantara riwayat adalah pendapat seseorang yang tidak terjaga dari kesalahan. Artinya, diantara para sahabat dan tabi’ien kadangkala kita pasti menemukan perbedaan dan perselisihan diantara mereka sehingga ini menunjukkan dalam menafsirkan mereka berpedoman pada rasio mereka masing-masing sehingga besar kemungkinan adanya kesalahan;
d.   Tafsir ini seperti diriwayatkan pada kita bukan tafsir metodologis yang mengkaji Alquransurat per surat, dan dalam satu surat mengkaji ayat per ayat, dan dalam satu ayat dikaji kalimat per kalimat.
Contoh kitab-kitab tafsir yang bercorak pada metode ini diantaranya adalah Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Quran karya Ibn Jarir al-Thabari, Tafsir Al Quran al-Azhim karya Ibn Katsir, Durarul-Mantsur fit-Tafsir bil-Ma’tsur karya al-Hafizh as-Suyuthi.
2.    Tafsir bi Ar-Ra’yi
Metode ini juga dikenal dengan metode rasio yang menggunakan akal dalam menafsirkan ayat ayat Alquran. Makna ar-ra’yi sendiri adalah memahami Alquran dalam batas pengetahuan tentang bahasa Arab, dan dalam kerangka kewajiban yang harus dipenuhi oleh penafsir Alquran melalui ijtihad dan olah pikir serta penelitian:dari perangkat syarat dan keilmuan.[6] Dalam menggunakan Tafsir bi Ar-Ra’yi ini tidak mudah untuk seorang mufasir menafsirkan Alquran karena ada persyaratan yang harus mereka penuhi seperti mereka harus menguasai keilmuan tentang bahasa Arab dari mulai nahwu, sharaf, lughah, ushuuddin, asbabun nuzul, dll. Serta diisyaratkan pada kebersihan hati dari penyakit sombong, hawa nafsu, bid’ah, cinta dunia dan senang melakukan dosa. Serta banyak hal lainnya yang akan menghalangi hati untuk mencapai suatu kebenaran akan pengetahuan yang hakiki.
Al-Farmawi memberikan pengertian tentang tafsir ini dan membaginya pada dua bagian. Yakni[7]:
a.    Tafsir bi ar-ra’yi yaitu apabila mufasirnya telah memenuhi syarat-syarat yang telah disepakati bagi seorang musafir serta meninggalkan hal-hal yang terlarang baginya, maka dapat diterima dan dikatakan terpuji.
b.    Tafsir bi ar-ra’yi yaitu apabila mufasirnya tidak memenuhi syarat-syarat bagi seorang mufasir serta tidak terlepas dari hal-hal yang terlarang baginya maka, tidak dapat diterima dan yang tidak terpuji
Ketika seorang mufasir menggunakan metode ini maka sumber yang digunakan antara lain Alquran, Hadis Rasulullah, Qaul al-sahabi, kaidah yang telah ditetapkan berbahasa arab, dan ijtihadsebagai penafsirannyatak boleh menyimpang dari makna yang dimaksud oleh susunan kata dalam ayat tersebut. Beberapa kitab yang bercorak pada metode ini diantaranya adalah Mafatih al-Ghaib karya Fakhruddin al-Razi, Anwar al-Tanzil wa Asrar al-Ta’wil karya Al-Baidhawi,
3.    Tafsir Sufi
Metode tafsir ini adalah corak penafsiran Alquran yang beraliran tasawuf sehigga aliran ini turut ikut andil dalam mempengaruhi kecenderungan para mufasir untuk menafsirkan ayat-ayat Alquran. Corak tafsir ini dibagi dalam dua bagian. Yakni:
a.    Tashawuf Teoritis (al-Shufiy al-Nazhary)
Adalah cabang dari tafsir sufi yang disusun oleh ulama-ulama yang dalam menafsirkan ayat-ayat Alquran  berpegang pada teori-teori tasawuf yang mereka anut dan yang mereka kembangkan[8]
          Contoh dari penafsiran mereka dapat dilihat ketika menafsirkan Q.S al-Fajr (89): 29-30 berikut ini:
Í?ä{÷Š$$sùÎûÏ»t6ÏãÇËÒÈÍ?ä{÷Š$#urÓÉL¨Zy_ÇÌÉÈ
“ Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku”
          Contoh penafsiran ayat menggunakan tafsir ini dapat kita lihat seperti ketika Ibn al’ Arabiy menafsirkan ayat ini. Yang dimaksud dengan surga (jannah) dalam ayat tersebut, menurut Ibn al’-‘Arabiy adalah “diri sendiri”. Karena dengan memasuki “dirinya sendiri” seorang akan mengenal dirinya, dan dengan mengenal dirinya, manusia akan mengenal Tuhannya. Inilah sesungguhnya puncak kebahagiaan dari manusia. Sehingga kebahagiaan itu sendiri adalah bersumber dari Allah.
b.    Tashawuf Praktis (al-Shufy al-Isyariy)
Adalah cabang dari tafsir sufi yang berusaha menakwilkan ayat-ayat Alquran berdasarkan isyarat-isyarat (simbol) tersembunyi, yang menurut para sufi hanya diketahui oleh mereka (orang sufi) ketika mereka melakukan suluk.[9]Suluk merupakan bagaimana cara mereka menempuh jalan spiritual untuk menuju Allah.
Dalam memandang corak tafsir ini para ulama’ mengemukakan pendapat bahwa tafsir ini dapat diterima apabila memenuhi syarat-syaratnya tafsir sufi yang dapat diterima[10] (a) tidak menafikan arti zhahir ayat. Artinya tidak menolak, menyangkal, atau mengingkari arti ayat yang jelas pada suatu ayat. (b) Didukung oleh dalil syara’ tertentu artinya, dalam menafsirkan ayat ini harus didukung oleh dalil-dalil yang dapat dijadikan alasan atau argumentasi (c) Tidak bertentangan dengan syara’ dan akal. Yakni penafsiranyya masih berlandaskan logikan dan sejalan dengan hukum syara’ (d) Penafsir tidak diperbolehkan mengklaim bahwa itulah satu-satunya tafsir yang dimaksud dan menolak sepenuhnya arti dhahir suatu ayat
Diantara kitab tafsir yang bercorak tafsir ini adalah Tafsir al-Qur’an al-Azhim karya Abdullah al-Tustariy, Haqaiq al-tafsir karya al-‘Alamah al-Sulamiy, Ara’is al-Bayan fi Haqaiq al-Qur’an karya Imam al-Syiraziy
4.    Tafsir Fiqhi
Tafsir ini juga disebut tafsir al-hakam. Metode tafsir ini merupakan salah satu corak tafsir yang berorientasi kepada hukum islam(fiqh) didalamnya[11]. Penafsiran yang dilakukan oleh ahli tafsirdalam menafsirkan ayat-ayat Alquran hanya terbatas pada ayat yang berhubungan dengan masalah hukum fiqih saja. Selain ayat-ayat yang tidak mengandung hukum fiqih maka tidak dijadikan target utama dalam penafsirannya bahkan cenderung tidak dimuat atau ditafsirkan sama sekali. Yang aspek didalamanya meliputi ibadah, muamalah, jinayah, siyasah dan lain sebagainya.
Namun dalam perkembangannya metode tafsir fiqih ini cenderung ditafsirkan menurut madzhab mereka masing-masing sehingga menggiring suatu ayat Alquran lebih condong dan mencoba mengait-ngaitkan suatu ayat Alquran kepada aliran fiqih mazhab mereka. Kitab tafsir yang bercorak tafsir Fiqih antara lain:
a.    Kalangan Mu’tazilah lahir kitab al-kasysaf karya al-Zamakh-syariy
b.    Kalangan Hanafiyah lahir kitab Ruh al-Ma’aniy karya Syihabuddin al-Alusiy
c.    Kalangan Malikiyah lahir tafsir al-jami’li Ahkam al-Quran karya al-Qurtubiy
d.   Kalangan Syafi;iyah lahir tafsir Mafatih al-Ghaib atau tafsir al-Kabir karya Fakhruddin al-Raziy


5.    Tafsir Falsafi
Tafsir ini mulai muncul setelah ilmu pengetahuan mulai berkembang pesat dan diikuti pula oleh perkembangan filsafat yang pesat.Sehingga dalam penafsirannya terpengaruh pada filsafat sehingga banyak tokoh yang mulai tertarik untuk membaca buku falsafat.[12] Tafsir ini juga dapat dikatakan corak tafsir yang dalam menafsirkannya mufasir menggunakan pengaruh filsafat di dalamanya namun filsafat ini masih mendapatkan tanggapan pro dan kontra dari berbagai pihak sehingga dibagai menjadi dua golongan dalam hal ini.
Pertama adalah golongan yang menolak filsafat dan sama sekali tidak menerima filsafat, mereka secara terang-terangan menolakdikarenakan mereka menemukan adanya pertentangan antara filsafat dan agama.Kelompok ini secara terang-terangan menolak dan menentang filsafat.Tokoh yang mempeloporinya adalah Imam al-Ghazali dan al-Fakr al-Razi. Kemudian kitab yang ditulis berdasarkan tafsir ini dan golongan ini slaah satunya adalah kitab tafsir Mafatih al-Ghaib, oleh al-Fakhr al-Razi
Kedua adalah golongan yang meskipun di dalamnya terdapat ide yang bertentangan dengan nash-nash syara’ mereka masih menerima dan mentolerir filsafat karena mereka mengagumi dan menerima filsafat.Namun kelompok ini berupaya untuk menggabungkan dan mencoba mencari titik temu antara falsafat dan agama.Dari golongan ini tampaknya tidak ada kitab yang benar-benar menggabungkan antara filsafat dan agama secara jelas.
Salah satu penafsiran  ini seperti yang dilakukan Al-Farabi terhadap Q.S al-Hadid (57): 3 yaitu
uuqèdãA¨rF{$#ãÅzFy$#urãÎg»©à9$#urß`ÏÛ$t7ø9$#ur(uqèdurÈe@ä3Î/>äóÓx«îLìÎ=tæÇÌÈ
3. Dialah yang Awal dan yang akhir yang Zhahir dan yang Bathin dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.

Menurutnya, alam itu pertama (awwal) yaitu zat pertama yang diciptakan Allah dari segala sesuatu yang diciptakan atau yang bersumber dari Allah sendiri.Dalam pemikiran filsafatnya yang terpengaruh dari Plotinus ia berpendapat bahwa alam adalah tujuan akhir dari suatu kehidupan karena merupakan tujuan terakhir yang kekal yakni kebahagiaan. Sehingga dalam mengarungi hidup tujuan manusia adalah alam itu sendiri karena di dalamnya terhadap kebahagiaan
6.    Tafsir Ilmi
Tafsir Ilmi juga disebut dengan tafsir ilmu pengetahuan. Teori ini adalah salah satu tafsir yang berdasarkan pendekatan ilmiah atau menggali kandungan ayat Alquran berdasarkan teori ilmu pengetahuan[13] Contoh penafsiran ayat menggunakan metode ini adalah penafsiran Thanthawi Jawhari terhadap Q.S al-Baqarah (2):61.
øŒÎ)uróOçFù=è%4ÓyqßJ»tƒ`s9uŽÉ9óÁ¯R4n?tã5Q$yèsÛ7Ïnºuräí÷Š$$sù$oYs9š­/uól̍øƒä$uZs9$®ÿÊEàMÎ6.^è?ÞÚöF{$#.`ÏB$ygÎ=ø)t/$ygͬ!$¨VÏ%ur$ygÏBqèùur$pkŝytãur$ygÎ=|Át/ur(tA$s%šcqä9Ïö7tGó¡n@r&Ï%©!$#uqèd4oT÷Šr&Ï%©!$$Î/uqèdîŽöyz4(#qäÜÎ7÷d$##\óÁÏB¨bÎ*sùNà6s9$¨BóOçFø9r'y3ôMt/ÎŽàÑurÞOÎgøŠn=tæä'©!Éj9$#èpuZx6ó¡yJø9$#urrâä!$t/ur5=ŸÒtóÎ/šÆÏiB«!$#3y7Ï9ºsŒóOßg¯Rr'Î/(#qçR%x.šcrãàÿõ3tƒÏM»tƒ$t«Î/«!$#šcqè=çGø)tƒurz`¿ÍhŠÎ;¨Y9$#ÎŽötóÎ/Èd,yÛø9$#3y7Ï9ºsŒ$oÿÏ3(#q|Átã(#qçR$Ÿ2¨ršcrßtF÷ètƒÇÏÊÈ

Pada ayat tersebut ditafsirkan bahwa kehidupan orang-orang yang terdapatdi pedalaman (Badui) dengan mereka memakan makanan satu macam akan lebih sehat dibandingkan dengan mereka makan makanan yang bermacam-macam. Cara menafsirakan ayat ini sangat dikaitkan dengan ilmu pengetahuan yakni biologi
Kitab tafsir yang mengikuti corak ini misalnya, al-Islam Yatahadda karya Wahiduddin Khan, al-Islam fi Ashr al-‘Ilmiyoleh Muhammad Ahmad al-Gharmawi, al-Ghidza wa al-Dawa’ karya Jamaluddin al-Fandi

7.    Tafsir Adabi Ijtima’i
Berasal dari dua kata yakni adabi dan ijtim’I istilah ‘adabi’dapat diartikan sebagai sastra budaya sedangkan ‘ijtima’i ‘ berarti banyak bergaul dengan masyarakat atau dapat juga diartikan kemasyarakatan. Dan secara bahasa, memiliki pengertian bahwa tafsir ini adalah jenis tafsir yang berorientasi pada sastra budaya dan kemasyarakatan.[14] Kemudian menurut Al-Farmawi sendiri jenis tafsir ini menitikberatkan pada penjelasan ayat Alquran pada aspek ketelitian setiap redaksinya. Dan tafsir ini dalam penyusunannya mengutamakan keindahan kebahasaan dan aspek yang diutamakan atau ditonjolkan adalah aspek petunjuk Alquran bagi kehidupan manusia kemudian menghubungkannya dengan hukum alam yang berlaku di dalam masyarakat.
Di dalamnya lebih menekankan dan mengutamakan keindahan gaya bahasa seperti menggunakan gaya bahasa yang indah dan menarik sehingga pembaca tertarik untuk membacanya serta dalam penafsirannya dihubungkan dengan persoalan sosial dan kemasyarakatan yang sedang berkembang. Metode ini dapat diketahui dari memperhatikan karakteristik yang dimiliki diantaranya adalah[15],
1.        Memerhatikan ketelitian redaksi ayat-ayat Alquran. Artinya dalam menafsirakn suatu ayat mengedepankan ketelitian dari aspek yang ditafsirkan
2.        Kandungan dan makna ayat diuraikan dengan susunan kata yang menarik dan indah.
3.        Aksentuasi yang ditonjolkan pada tujuan utama turunnya Alquran.
4.        Penghubungan antara ayat yang ditafsirkan dengan hukum-hukum alam (sunnatulllah) yang berlaku di dalam masyarakat. Sehingga penafsiran ini dihubungkan oleh masalah sosial masyarakat sehingga masyarakat dapat memahami makna Alquran sebagai pedoman mereka dalam mencari solusi kemasyarakatan menurut pedoman Alquran
Tafsir ini memiliki kelebihan dan kekurangan di dalamnya. Kelebihan tafsir ini dengan orientasi kemasyarakatan, ajaran islam betul-betul dapat dipahami sehingga tujuan Alquran sebagai rahmat dan hidayah benar-benar terwujud dalam kenyataan. Dan kelemahan dari tafsir ini adalah kemungkinan besar adanya justifikasi terhadap masalah-masalah kemasyarakatan yang berkembang.Karena dengan adanya keinginan yang penuh antusias untuk menerapkan ajaran Alquran terhadap masalah kemasyarakatan. Ada beberapa kitab tafsir yang dapat digolongkan dalam metode ini diantaranya adalah:
1.      Tafsir al-Manar karya monumental oleh Muhammad ‘Abduh dan Rasyid Ridha
2.      Ihya’ Ulum ad-Din dan Jawahir al Quran oleh Imam al-Ghazali
3.      Mafatih al-Ghaib karya al-Imam al-Fakhr al-Razi
4.      Al-Itqan karya al-Imam al-Suyuthy

C.    Metode Ijmaly (Global)
Ijmaly, secara etimologi memiliki artian global sehingga tafsir ini disebut dengan tafsir global.Sedangkan secara terminologi, seperti yang dikemukakan oleh al-Farmawi adalah Penafsiran Alquran dengan suatu uraian yang ringkas dan dengan bahasa yang sederhana, sehingga bahasa penafsirannya dapat difahamidan dimengerti oleh semua golongan masyarakatdengan menggunakan dasar urutan ayat yang berurutan ayat demi ayat.[16]
Sehingga dapat dikatakan bahwa metode ijmali ini adalah metode penafsiran Alquran dengan menggunakan uraian yang ringkas, sederhana, tidak bertele-tele, bersifat global serta menggunakan bahasa yang sederhana dan tidak perlu membutuhkan pemikiran eksra untuk dapat memahaminya. Untuk membedakan antara metode ini dengan metode yang lainnya, metode ijmali memiliki ciri khas antara lain[17]:
1.      Setiap ayat langsung ditafsirkan oleh ulama tafsir dari awal sampai akhir, dengan tidak melibatkan upaya komparisasi dan tidak judul tidak diteapkan artinya dalam menafsirkan mufasir menguraikan ayat demi ayat dan surat demi surat secara teratur dan berurutan seperti yang ada dalam Alquran dan konteksnya bersifat umum.
2.      Penafsiran yang sangat ringkas dan bersifat umum. Penafsiran dilakukan dengan mengambil inti dari suatu ayat tanpa bertele-tele dan tanpa analisis serta dilakukan dengan ringkas tetapi sangat rinci, sehingga mempermudah pembaca karena  mengesankan cara membacanya persis sama dengan membaca Alquran
3.      Tafsir tersebut semua ayat tidak ditafsirkan dengan pemahaman yang sederhana, terdapat beberapa ayat (sangat sedikit) yang menggunakan penafsiran yang agak luas, tetapi tidak sampai menuju ke arah penafsiran yang lebih melebar dan bersifat analitis. Artinya meskipun terdapat beberapa ayat yang ditafsirkan agak panjang namun tidak sampai meluas dan spesifik dalam penjabarannya dan tetap dalam konteksnya yakni ringkas dan rinci
Salah satu contoh dari metode Ijmaly ini seperti dekemukakan oleh Imam Jalalain dalam menafsirkan Q.S al-Baqarah (2): 1-5. Imam Jalalain memberi penafsiran alif lam mim dengan hanya menjelaskan Allah ‘a’lamu bi muradihi bidzalik “Allah Maha Tahu maksudnya”. Kata al-kitab diartikan; “yang dibacakan oleh Muhammad” dan seterusnya.[18]Sehingga dalam menafsirkan suatu ayat ditafsirkan secara global bahkan mneyerupai seperti membaca ayat Alquran itu sendiri.
Namun, kendati demikian metode penafsiran merupakan suatu usaha dan produk manusia untuk menginterpertasikan makna Alquran yang terkandung didalamnya sehingga dapat dipastikan adanya kelebihan dan kekurangan dalam metode tafsir ini. Kelebihan metode ini diantaranya adalah:
1.    Metode ini dapat dipahami dengan mudah
2.    Memiliki bentuk serta proses yang sangat ringkas, bersifat umum dan mudah dibaca, sehingga mengindarkan mufasir dari upaya penafsiran yang bersifat isra’iliyat. Isra’iliyat sendiri merupakan pengaruh kebudayaan Yahudi dan Nasrani terhadap penafsiran Alquran yang bentuknya dapat berupa kisah kisah, dongeng atau cerita yang masuk ke dalam islam. Dikarenakan pada metode ini bersifat ringkas sehingga kecil kemungkinan masuknya hal-hal tersebut.
Selain memiliki kelebihan, metode ini juga memiliki kekurangan diantaranya adalah menjadikan petunjuk Alquran bersifat parsial atau tidak keseluruhan dikarenakanterbatasi oleh penafsiran global tanpa analisis.artinya menjadikan petunjuk Alquran ini bersifat sebagian atau tidak keseluruhan karena tidak menerangkan secara keseluruhan dan tidak adanya penjabaran yang detail dari dari suatu ayat yang diterangkan. 
Dalam beberapa kitab tafsir yang ditulis dengan metode ijmaly ini diantaranya adalah[19]:
1.    Kitab Tafsir Jalalain oleh Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin As-Suyuti
2.    Kitab Tafsir Tafsir Al-Quran al-‘Azhim karya Muhammad Farid Wajid
3.    Kitab Shafwat al-Bayan li Ma’an al Quran karya syeikh Muhammad Mahluf
4.    Tafsir al-Muyassar karya Syekh ‘Abdul jalil ‘Isa

D.    Metode Muqaran (Perbandingan)
Dilihat dari arti kata Muqaran saja sudah jelas bahwa metode tafsir ini adalah terkait membandingkan satu ayat dengan ayat yang lain.Membandingkan sendiri bisa diidentifikasi dari segi persamaan atau perbedaan dalam redaksi dan kandungan sebuah ayat dalam Alquran.Namun, objek penafsiran dengan metode ini tidak hanya melulu tentang penafsiran ayat yang terkandung dalam Alquran. Metode perbandingan ini dalam objeknya, yaitu  :[20]
1.      membandingkan ayat dengan ayat yang tampak dalam permukaannya berbeda;
2.      membandingakan ayat dengan hadis, dalam rangka mencari makna yang akan ditafsirkan;
3.      membandingkan pendapat diantara ulama.
Luasnya ruang lingkup objek yang dibahas dalam metode tafsir muqaran tersebut memunculkan banyak pendapat mengenai pengertian tafsir muqaran secara terminologi.Al-tafsir al-muqaran ialah tafsir yang dilakukan dengan caramengkomparasikan ayat-ayat Alquran dengan isi kandungannya sama padahal redaksi berbeda, atau antara ayat-ayat dalam Alquran yang isi kandungannya berlainanpadahalredaksinya berbeda.[21]Pada pengertian tersebut hanya dijelaskan bahwa penafsiran ayat dalam metode muqaran hanya meliputi ayat-ayat yang terkandung dalam Alquran.
Pengertian lain menjelaskan bahwa metode muqaran yaitu mengkomparasikan ayat-ayat Alquran yang berbicara tentang tema tertentu, atau membandingkan ayat-ayat Alquran dengan hadis-hadis Nabi, termasuk hadis-hadis yang maknanya tekstualnya tampak kontradiktif dengan Alquran atau membandingkan Alquran dengan kajian-kajian lainnya.[22]
Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa memaknai arti dengan jalan perbandingan antara ayat-ayat Alquran, atau ayat Alquran dengan hadis Nabi, atau perbedaan kajian dan pendapat ulama terhadap satu ayat Alquran untuk kemudian mendapatkan perspektif paling benar mengenai suatu hal yang temuat dalam Alquran menurut Islam disebut metode muqaran.
Dalam melaksanakan penafsiran dengan metode ini menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :
1.      mengumpulkan ayat-ayat Alquran dengan karakteristik redaksi hampir sama tetapi kandungannya berbeda atau redaksi berbeda tetapi kandungannya sama;
2.      menampilkan pendapat para mufasir baik menggunakan tafsir bercorak bi al-ma’tsur yang artinya berdasarkan riwayat Rasulullah SAW, sahabat, tabi’in, dan tabiit tabiin. Atau menggunakan tafsir bercorak bi ar-ra’yi yang merupakan ijtihad yang dilakukan oleh para mufassir. Kemudian, membandingkan pola keberpihakan dan kecenderungan mereka masing-masing;
3.      menyeleksi para penafsir yang menafsirkan secara subjektif karena dipengaruhi oleh keberpihakan mereka pada golongan atau madzhab tertentu, atau pada bidang ilmu yang dikuasai, atau pada argumentasi yang tidak rasional dan  tidak punya dasar yang kuat, atau pada tafsir yang terpengaruh paham-paham filsafat dan tasawuf.
Untuk memperjelas pemahaman mengenai tafsir al-muqaran ,berikut merupakan contoh bentuk-bentuk penafsiran dalam metode muqaran:
1.                  Perbandingan ayat Alquran yang memiliki redaksi berbeda tetapi memiliki kandungan maksud yang sama, terdapat dalam Q.S Al An’am : 151 dengan Q.S Al Isra’ : 31.
Berikut merupakan Q.S Al Anam : 151
*ö@è%(#öqs9$yès?ã@ø?r&$tBtP§ymöNà6š/uöNà6øŠn=tæ(žwr&(#qä.ÎŽô³è@¾ÏmÎ/$\«øx©(Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur$YZ»|¡ômÎ)(Ÿwur(#þqè=çFø)s?Nà2y»s9÷rr&ïÆÏiB9,»n=øBÎ)(ß`ós¯RöNà6è%ãötRöNèd$­ƒÎ)ur(Ÿwur(#qç/tø)s?|·Ïmºuqxÿø9$#$tBtygsß$yg÷YÏB$tBuršÆsÜt/(Ÿwur(#qè=çGø)s?š[øÿ¨Z9$#ÓÉL©9$#tP§ymª!$#žwÎ)Èd,ysø9$$Î/4ö/ä3Ï9ºsŒNä38¢¹ur¾ÏmÎ/÷/ä3ª=yès9tbqè=É)÷ès?ÇÊÎÊÈ
151. Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu Yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar. demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya).

Berikut merupakan Q.S Al Isra’ :31
Ÿwur(#þqè=çGø)s?öNä.y»s9÷rr&spuô±yz9,»n=øBÎ)(ß`øtªUöNßgè%ãötRö/ä.$­ƒÎ)ur4¨bÎ)öNßgn=÷Fs%tb%Ÿ2$\«ôÜÅz#ZŽÎ6x.ÇÌÊÈ
31. dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.

Meskipun memiliki redaksi yang berbeda kandungan isi yang termuat dalam kedua ayat tersebut sama yaitu sama-sama mengharamkan pembunuhan anak. Selain pada redaksi, perbedaan kedua ayat tersebut adalah aksentuasi atau sasaran yang dituju oleh masing-masing ayat.Pada Q.S. Al An’am :151 sasaran dari arah pembicaraan ayat tersebut ditujukan kepada fuqara’ atau orang-orang miskin. Sedangkan dalam Q.S. Al Isra’: 31 dijelaskan bahwa arah pembicaraannya ditujukan kepada aghniya’ atau orang-orang kaya.
Hal ini diiidentifikasi dari  redaksiï9,»n=øBÎ)ÆÏiBmenunjukkan kelaparan yang telah terjadi dan ßööNèd$­ƒÎ)urNà6è%ãötR`ós¯Ryang dijelaskan  bahwa Allah menjamin setiap rezeki mereka sebagai orang orang tua tidak peduli mereka miskin dan sekaligus rezeki anak-anak mereka. Pada surah Al An’am : 151 yang dalam redaksi ini juga menunjukkan bahwa haram hukumnya bagi orang miskin, sekalipun dalam keadaan yang kelaparan untuk membunuh anak-anaknya.
Sedangkan, dalam surah Al Isra’ : 31 redaksi yang digunakan adalah ß9,»n=øBÎ)puô±yz yang artinya menjelaskan bahwa kelaparan tersebut belum terjadidan kalimat ö/ä.$­ƒÎ)urßNßgè%ãötR`øtªUmenjelaskan alasan kenapa kata ßßNßgè%ãötRdiletakkan lebih dulu dibandingkan kata /ä.$­ƒÎ) hal ini merupakan jaminan Allah atas rezeki anak-anak mereka (orang kaya). Karena pada ayat tersebut orang-orang kaya merasa khawatir akan keberadaan anak-anaknya yang mungkin akan menjadikan mereka miskin.
Sehingga Allah mengharamkan bagi mereka (orang kaya) untuk membunuh anak mereka dengan menegaskan bahwa orang-orang kaya tidak perlu merasa takut miskin atau kelaparan meskipun memiliki banyak anak karena Allah lah Dzat yang menjamin segala kehidupan mereka
Rahasia dari perbedaan redaksi pada kedua ayat diatas yakni mendahulukan (penyebutan) rizki anak-anak daripada rizki oang tua pada surah Al Isra’ yang berarti kebalikan daripada sural Al An’am yang mendahulukan rizki orang tua daripada rizki anak, ialah bahwa disana (surah Al Isra’) kefakiran dihubungkan dengan masa depan yakni ketika anak-anak besar dan mampu berusaha.[23]
Kemudian hal tersebut dijadikan alasan Allah membedakan illat diantara kedua ayat tersebut.Pada hakikatnya Allah sudah memberikan jaminan pasti atas keduanya mengenai rizki mereka. Allah sekaligus menekankan bahwa rizki tersebut akan datang bersamaan atas usaha apa yang telah mereka lakukan.

2.      Perbandingan ayat yang memiliki redaksi hampir sama tapi maksud kandungannya berbeda, terdapat dalam Q.S. Al Qashash :20 dengan Q.S. Yasin : 20.
Q.S Al Qashash : 20
uä!%y`ur×@ã_uô`ÏiB$|Áø%r&ÏpuZƒÏyJø9$#4Ótëó¡otA$s%#ÓyqßJ»tƒžcÎ)V|yJø9$#tbrãÏJs?ù'tƒy7Î/x8qè=çFø)uÏ9ólã÷z$$sùÎoTÎ)y7s9z`ÏBšúüÏÛÅÁ»¨Y9$#ÇËÉÈ
20. dan datanglah seorang laki-laki dari ujung kota bergegas-gegas seraya berkata: "Hai Musa, Sesungguhnya pembesar negeri sedang berunding tentang kamu untuk membunuhmu, sebab itu keluarlah (dari kota ini) Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang memberi nasehat kepadamu".


Q.S. Yasin : 20
uä!%y`urô`ÏB$|Áø%r&ÏpuZƒÏyJø9$#×@ã_u4Ótëó¡otA$s%ÉQöqs)»tƒ(#qãèÎ7®?$#šúüÎ=yößJø9$#ÇËÉÈ
20. dan datanglah dari ujung kota, seorang laki-laki dengan bergegas-gegas ia berkata: "Hai kaumku, ikutilah utusan-utusan itu".

Secara sekilas kedua ayat terebut memiliki redaksi yang sama dan mengisahkan peristiwa yang sama, padahal hakikatnya memiliki kandungan yang berbeda. Dalam surah Al Qashash : 20 kata ×@ã_u terletak lebih dulu dan diikuti kata  ÏpuZƒÏyJø9$#$|Áø%r&`ÏiB; sedangkan pada ayat 20 surah Yasin kataÏpuZƒÏyJø9$#$|Áø%r&`ÏiBdidahulukan dari pada kata ×@ã_u.
Kandungan pada surah Al Qashash ayat 20 adalah mengenai  peristiwa yang terjadi di Mesir dan dialami oleh Nabi Musa; sedangkan yang tercantum dalam ayat 20 surah Yasin adalah mengenai penduduk sebuah kampong (ashhab al-qaryah) yang terletak di sebuah kota di utara Siria yang disebut kota Inthaqiyah (Antochie),  ditambah lagi peristiwa tersebut tidak terjadi pada masa Nabi Musa As.
Selain itu, ayat yang memiliki kemiripan redaksi namun berbeda kandungan didalamnya juga terdapat dalam Q.S Ali  Imron : 126 dan Q.S. Al Anfal : 10.
Q.S. Ali Imron : 126
$tBurã&s#yèy_ª!$#žwÎ)3uŽô³ç0öNä3s9¨ûÈõyJôÜtGÏ9urNä3ç/qè=è%¾ÏmÎ/3$tBurçŽóǨZ9$#žwÎ)ô`ÏBÏYÏã«!$#̓Íyèø9$#ÉOÅ3ptø:$#ÇÊËÏÈ

126. dan Allah tidak menjadikan pemberian bala bantuan itu melainkan sebagai khabar gembira bagi (kemenangan)mu, dan agar tenteram hatimu karenanya. dan kemenanganmu itu hanyalah dari Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Q.S. Al Anfal : 10
$tBurã&s#yèy_ª!$#žwÎ)3tô±ç/¨ûÈõyJôÜtFÏ9ur¾ÏmÎ/öNä3ç/qè=è%4$tBurçŽóǨZ9$#žwÎ)ô`ÏBÏYÏã«!$#4žcÎ)©!$#îƒÍtãíOŠÅ3ymÇÊÉÈ

10. dan Allah tidak menjadikannya (mengirim bala bantuan itu), melainkan sebagai kabar gembira dan agar hatimu menjadi tenteram karenanya. dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Jika kata ÏmÎ/ yang terletak setelah kata Nä3ç/qè=è% dalam ayat 126 surah Ali Imron, hal ini berbeda dengan yang termuat dalam surah Al Anfal ayat 10. Ayat 10 surah Al Anfal kata ÏmÎ/terdapat sebelum kata Nä3ç/qè=è%.Ditambah lagi dalam surah Al Anfal pada bagian akhir ayat juga diberikan Harf Taukid(žcÎ)) sedangkan pada ayat 126 surah Ali Imron tidak dicantumkan.Padahal secara universal kedua ayat tersebut sama-sama membicarakan mengenai dukungan malaikat untuk orang-orang Islam.
Berdasarkan tafsir al-Mishbah yang membahas kedua ayat Alquran diatas, penulis menyatakan bahwa kandungan ayat Ali Imron membahas tentang peperangan Uhud, sedangkan kandungan ayat Al-Anfal mengenai peperangan Badar.[24]
Dijelaskan bahwa kaum muslimin sangat lemah dan khawatir ketika akan menghadapi kaum kafir dalam perang Badar, mengingat hal ini merupakan perang pertama bagi kaum Islam. Sedangkan, dalam perang Uhud kaum muslimin sudah cukup tenang dan memiliki keyakinan akan kemenangan pada perang tersebut. Meskipun pada akhirnya pasukan Islam harus kalah dan duka kekalahan ini menjadi duka umat muslim hingga kini serta menjadi pengingat bahwa kegembiraan mengenai janji turunnya malaikat hanya bersifat sementara.
3.            Contoh perbandingan ayat dengan hadis tedapat dalam surah Al A’raf : 17 mengenai godaan setan yang menyerang manusia melalui empat penjuru .
§NèOOßg¨YuÏ?Uy.`ÏiBÈû÷üt/öNÍkÉ÷ƒr&ô`ÏBuröNÎgÏÿù=yzô`tãuröNÍkÈ]»yJ÷ƒr&`tãuröNÎgÎ=ͬ!$oÿw¬(ŸwurßÅgrBöNèdtsVø.r&šúï̍Å3»x©ÇÊÐÈ

17. kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).
Sedangkan, dalam sebuah hadis dikatakan bahwa setan datang merayu manusia melalui enam arah. Memaknai hal tersebut ulama hadis menyatakan bahwa hadis tersebut  salah, meskipun sanadnya benar, Hal ini mempertimbangkan bahwa hadis sahih tidak boleh bertentangan dengan Alquran. Namun, menurut ulama ushul fiqih pertentangan ini bisa dikompromikan dan dikombinasikan menjadi ajaran yang saling memahami.

4.             Perbandingan pendapat para ulama tercantum juga dalam kasus perbedaan jumlah arah setan datang merayu manusia. Langkah muqaran seperti ini penting dilakukan, mengingat bahwa khazanah tafsir Alquran itu banyak sekali, terutama dari segi coraknya.[25]
Kelebihan dari metode muqaran adalah bersifat obyektif, kritis dan berwawasan luas Sedangkan, kelemahan dari penggunaan metode muqaran ialah tidak mungkin digunakan untuk penafsiran semua ayat dalam Alqur’an seperti halnya pada tafsir tahlily dan tafsir ijmaly.
E.     Metode Maudhu’i (Tematik)
Metode tafsir maudhu’i membahas mengenai tema-tema khusus yang terdapat dalam Alquran, itulah mengapa metode ini juga disebut dengan dengan metode tematik.[26] Mencari jawaban atas ayat-ayat Alquran mengenai masalah tertentumerupakan  tujuandari metode ini. Ayat-ayat Alquran yang membahas permasalahan serupa dihimpun dan dipahami menggunakan suatu ilmu yang sesuai dengan konteks ayat tersebut sehingga menemukan jawaban atas permasalahan tersebut.
Prosedur metode maudhu’i (tematik)adalah sebagai berikut :[27]
1.      Topik masalah yang akan dibahas ditetapkan terlebih dahulu;
2.      Ayat yang berhubungan dengan masalah tersebut dihimpun;
3.      Runtutan ayat disusun sesuai dengan tempat turunnya, disertai pemahaman tentang asbabun nuzul;
4.      Tahu benar mengenai korelasi ayat-ayat tersebut dalam suratnya masing-masing;
5.      Pembahasan disusun dalam kerangka yang sempurna (out line);
6.      Memperlengkap topik yang dibahas dengan hadis-hadis yang relevan;
7.      Menguasai ayat-ayat tersebut secara keseluruhan dengan cara mengumpulkan ayat yang mempunyai kesamaan pengertian, atau mengompromikan antara ayat yang am (umum) dan yang khash (khusus), mutlak dan muqayyad (terikat), atau yang pada lahirnya bertentangan, sehingga kesemuanya bertemu dalam suatu muara, tanpa pemaksaan atau perbedaan.
Contoh dari penggunaan metode maudhu’i dilakukan oleh Farmawi dengan judul Ri’ayat Al Yatim fi Alquran Al Karim menggunakan langkah-lagkah sebagai berikut :
1.      Dikumpulkan ayat-ayat mengenai anak yatim dan digolongkan kategori Makiyah atau Madaniyah. (Makiyah : 5 ayat dan Madaniyah : 17 ayat)
2.      Ditetapkan subbahasan bahwa ayat Makiyah membahas dua tema yaitu pemeliharan fisik dan pemeliharaan harta anak yatim. Sedangkan ayat Madinah membahas tiga tema yakni pentingnya pembinaan pendidikan dan akhlak anak yatim, pemeliharaan terhadap anak yatim, dan tuntunan berinfak pada anak yatim.
3.      Selanjutnya Farmawi mengidentifikasi masa turun dan urutan turunnya surah. Serta mencari korelasi ayat tersebut dengan kajian rasional. Sebagai contoh mengenai hubungan tiga ayat Makiyah pada ayat 6 surah Ad Dhuha
öNs9r&x8ôÉgs$VJŠÏKtƒ3ur$t«sùÇÏÈ
6. Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu?

Ayat ini merupakan pertanyaan kepada Nabi yang berhubungan dengan latar belakang Nabi sebagai seorang yatim. Kemudian disusul ayat 9 surah Ad Dhuha  yang menjelaskan bahwa kaum muslim harus menyayangi , menjaga, dan memperlakukan anak yatim dengan baik.
$¨Br'sùzOŠÏKuŠø9$#Ÿxsùöygø)s?ÇÒÈ
9. sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kamu Berlaku sewenang-wenang.

Kemudian dihubungkan lagi dengan ayat 17 surah Al Fajr yang berbunyi
žxx.(@t/žwtbqãB̍õ3è?zOÏKuø9$#ÇÊÐÈ
17. sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim

Yang berupa ancaman bagi orang kaya yang tidak memperhatikan anak yatim.Ketiga ayat diatas mempertegas kewajiban setiap orang untuk merawat dan menjaga anak yatim.Kemudian, sahabat bertanya pada Nabi mengenai kewajiban pembelaan terhadap anak yatim. Dan Rasulullah menjawabnya melalui Q.S. Al Baqarah : 220
……y7tRqè=t«ó¡ourÇ`tã4yJ»tGuŠø9$#(ö@è%ÓyŸxô¹Î)öNçl°;׎öyz(bÎ)uröNèdqäÜÏ9$sƒéBöNä3çRºuq÷zÎ*sù4…….
220. dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakalah: "Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kamu bergaul dengan mereka, Maka mereka adalah saudaramu…….
Dapat disimpulkan metode tematik yang digunakan dalam rangkaian pembahasan ini merupakan usaha atas jawaban mengenai ayat-ayat yang membahas mengenai anak yatim.
Selanjutnya, kelebihan dari penggunaan metode maudhu’i adalah penafsiraanya bersifat luas, mendalam, tuntas, dan sekaligus dinamis.[28]Sedangkan, kelemahan dari metode ini adalah tidak mampu menafsirkan seluruh ayat dalam Alquran.
F.     Penutup
Melalui hasil kajian pemabahasan diatas dapat disimpulkan bahwa metode penafsiran yang biasa digunakan oleh para ulama tafsir adalah metode tahlily, metode iijmaly, metode muqaran, dan metode maudhu’i. keempat metode ini memiliki caranya masing-maisng dalam menafsirkan sebuah ayat dalam surah di Alquran.
Metode analisis. Tahlily adalah salah satu metode tafsir yang bertujuan menjelaskan kandungan ayat-ayat Alquran dari seluruh aspek yang dikandung ayat  tersebut. Pada metode ini para mufasir dalam menafsirkan ayat ayat Alquran runtut sesuai dengan urutan ayat dan surat dalam mushaf serta melibatkan banyak aspek dalam menafsirkan suatu ayat seperti menonjolkan pengertian dan kandungan makna lafadznya, hubungan ayat satu dengan ayat lainnya, sebab Asbab Al-Nuzul nya, dan biasanya merujuk pada riwayat-riwayat hadis Nabi, sahabat, serta tabi’ien.
Metode ijmalyini adalah metode penafsiran Alquran dengan menggunakan uraian yang ringkas, sederhana, tidak bertele-tele, bersifat global serta menggunakan bahasa yang sederhana dan tidak perlu membutuhkan pemikiran eksra untuk dapat memahaminya.
Memaknai arti dengan jalan perbandingan antara ayat-ayat Alquran, atau ayat Alquran dengan hadis Nabi, atau perbedaan kajian dan pendapat ulama terhadap satu ayat Alquran untuk kemudian mendapatkan perspektif paling benar mengenai suatu hal yang temuat dalam Alquran menurut Islam disebut metode muqaran.
Dan yang terakhir, metode maudhu’i adalah mencari jawaban atas ayat-ayat Alquran mengenai masalah tertentu merupakan  tujuan dari metode ini. Ayat-ayat Alquran yang membahas permasalahan serupa atau tema tertentu dihimpun dan dipahami menggunakan suatu ilmu yang sesuai dengan konteks ayat tersebut sehingga menemukan jawaban atas permasalahan tersebut







DAFTAR PUSTAKA

Usman. 2009.  Ilmu Tafsir. Yogyakarta: TERAS
Salim Muin dkk. 2017.  Metodolodi Penelitian Tafsir Maudu’i. Makassar: Al-Zikra
Metode Tafsir MAWDHU’IY Suatu Pengantar Abd Al-Hayy Al-Farmawi
Salim Muin. 2005. Metodologi Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Teras
Syafe’i Rachmat 2006. Pengantar Ilmu Tafsir. Bandung: PUSTAKA SETIA
Qardhawi Yusuf. 1999. Berinteraksi dengan Al Quran. Jakarta: Gema Insani Press
Chirzin Muhammad. 2003. Permata Al-Qur’an. Yogyakarta: QIRTAS
Khaerumman Badri. 2004. Sejarah Perkembangan Tafsir  Alquran. Bandung: CV Pustaka Setia
Suma Muhammad Amin. 2001. Studi llmu-ilmu Alquran 2. Jakarta: Pustaka Firdaus
Anwar Rosihon. 2000. Ilmu Tafsir. Bandung: Pustaka Setia
Shihab Quraish. 2013. Kaidah Tafsir. Tangerang: Lentera Hati
Suryadilaga Alfatih dkk. 2005. Metodologi Ilmu Tafsir. Yogyakarta : Teras

Catatan:
1. Similarity 97%, apakah Anda pernah menscan artikel ini ke turnitin melalui tangan yang tidak profesional?
2. Dalam karya tulis ilmiah, penulisan geral (Prof., Dr., Ustadz, dll) hendaknya dihilangkan.
3. Kekurangan dan kelebihan masing-masing metode perlu ditulis.











[1]  Muhammad Chirzin, Permata Al-Qur’an, (Yogyakarta: QIRTAS. 2003) hlm. 73.
[2]  Muin Salim, Metodologi Ilmu Tafsir,  (Yogyakarta: Teras. 2005) hlm. 42
[3]  Rachmat Syafe’I, Pengantar Ilmu Tafsir, (Bandung: PUSTAKA SETIA. 2006) hlm. 241
[4]  Metode Tafsir MAWDHU’IY Suatu Pengantar Abd Al-Hayy Al-Farmawi ,hlm. 13
[5]  Yusuf Qardhawi,Berinteraksi dengan Al Quran,(Jakarta: Gema Insani Press. 1999) hlm. 296
[6]Ibid hlm 297
[7]Rachmat Syafe’I, Pengantar Ilmu Tafsir, …..hlm. 244.
[8]  Usman, Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: TERAS, 2009). hlm.288
[9]Ibid 289
[10]Metode Tafsir MAWDHU’IY Suatu Pengantar Abd Al-Hayy Al-Farmawi, hlm. 18
[11]  Usman, Ilmu Tafsir …..hlm.286.
[12]  Metode Tafsir MAWDHU’IY Suatu Pengantar Abd Al-Hayy Al-Farmawi,  hlm. 21
[13]Usman, Ilmu Tafsir……hlm.295.
[14]Usman, Ilmu Tafsir…..hlm.305
[15] Rachmat Syafe’i. Pengantar Ilmu Tafsir……hlm.255
[16]Usman, Ilmu Tafsir…..hlm.305
[17]Muin Salim dkk, Metodolodi Penelitian Tafsir Maudu’I, (Makassar: Al-Zikra. 2017),hlm 42
[18]  Usman, Ilmu Tafsir…..hlm.305
[19]  Ibid
[20] Badri Khaerumman,  Sejarah Perkembangan Tafsir  Alquran, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2004), hlm. 99.
[21] Muhammad Amin Suma,  Studi llmu-ilmu Alquran 2, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001), hlm. 115-116.
[22] Rosihon Anwar, Ilmu Tafsir, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), hlm. 160.


[23]Muhammad Amin Suma, Studi llmu-ilmu Alquran 2,…..hlm. 119.

[24]Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, (Tangerang: Lentera Hati, 2013), hlm. 383.
[25] Badri Khaerumman, Sejarah Perkembangan Tafsir  Alquran,….hlm. 102.
[26]Alfatih Suryadilaga dkk., Metodologi Ilmu Tafsir, (Yogyakarta : Teras, 2005), hlm. 47.
[27]Rosihon Anwar, Ilmu Tafsir…..hlm. 161.
[28]Muhammad Amin Suma, Studi llmu-ilmu Alquran 2,…..hlm. 131.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar