Senin, 15 Oktober 2018

METODE-METODE TAFSIR (PAI D Semester Ganjil 2018/2019)



                             METODE-METODE TAFSIR
                                    Siti Masruro               (17110018)
                                    Muis Romansah        (17110108)



Abstract
This article discusses the method of interpretation. The method is one very important way to achieve the stated goals. While Tafsir is the title as well as an explanation of the Qur’anic verses so that the meaning is easier to understand. The function of interpreter is the interpretation of the Arabic word, usually from the Qur’an. An interpreter is a commentator. Interpretation methods, fourth into four methods, namely Tahlili, Ijmali, Muqaran, andMaudhu’i.
The Tahlili method is an analysis method, the Ijmali method is the Global method, the Muqaran method is a comparative or comparative method, and the Maudhu’i method is a thematic method. Each method of interpretation has advantages and disadvantages of each. And the commentators have the option to use any method.
Keywoards : Tahlili, Ijmali, Muqaran, Maudhu’i

Abstrak
Artikel ini membahas tentang metode tafsir. Metode adalah salah satu cara yang dianggap sangat penting guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan Tafsir adalah keterangan sekaligus penjelasan tentang ayat-ayat Alquran agar maksudnya lebih mudah dipahami. Fungsi tafsir adalah interpretasi kata Arab, biasanya dari Alquran. Seorang penulis tafsir adalah mufasir. Metode-metode tafsir, diklasifikasikan menjadi empat metode yaitu Tahlili, Ijmali, Muqaran, dan Maudhu’i. Metode Tahlili adalah metode Analisis, metode Ijmali adalah metode Global, metode Muqaran adalah metode Komparatif atau perbandingan, dan metode Maudhu’i adalah metode Tematik. Setiap metode tafsir memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dan para mufasir mempunyai pilihan untuk menggunakan metode manapun.
Kata kunci :Tahlili, Ijmali, Muqaran, Maudhu’i


A. PENDAHULUAN
            Alquran merupakan pedoman hidup yang harus dipahami oleh setiap muslim. Hanya dengan Alquran lah hidup ini akan terarah dan sesuai dengan tujuan penghidupan kita di dunia ini. Apa-apa yang kita lakukan harus senantiasa berlandaskan pada tuntunan Alquran. Sehingga sudah menjadi sebuah kewajaran bagi kita sebagai orang muslim mempelajari isi kandungan dari Alquran agar apa-apa yang kita lakukan senantiasa sesuai dengan ketentuan agama. Mempelajari tafsir Alquran adalah salah satu cara yang bisa ditempuh untuk dapat memahami apa-apa yang menjadi kandungan dari Alquran.
            Sebagai kitab yang sakral dan teruji keotentikannya, sangat wajar apabila Alquran harus diterima secara total sebagai doktrin yang bersifat dogmatis-ideologis. Namun alangkah lebih baik dan memuaskan akal pikiran jikalau Alquran dapat dipahami dengan pendekatan metodologi-rasionalis. Oleh karena itu beberapa ayat Alquran yang dinilai memiliki makna yang sukar atau ambigu perlu adanya pemaknaan yang lebih, semisal dengan ta’wil atau tafsir yang nantinya diharapkan dapat melahirkan sebuah makna yang jelas dan sesuai dengan konteks yang ada.
            Adapun salah satu cara yang dapat ditempuh untuk dapat sampai pada pemaknaan dan pemahaman yang tepat salah satunya adalah dengan pendekatan metode tafsir. Dengan memahami metode-metode tersebut akan sangat membantu kita dalam upaya mencari pemahaman dan pemaknaan suatu ayat secara tepat. Di dalam ilmu tafsir, dikenal beberapa metode penafsiran yang dapat digunakan untuk menafsirkan suatu ayat. Setidaknya ada empat metode yang dapat digunakan, yaitu metode Tahlili (analisis), metode Ijmali (global), metode Muqaran (komparatif), dan metode Maudhu’i (tematik)
            Metode Tahlili ialah metode penafsiran dengan menupas seluruh ayat termasuk seluruh aspek yang berkaitan dengan ayat tersebut. Metode Ijmali merupakan metode dalam penafsiran dimana dalam menafsirkan ayat hanya berdasarkan pada gambaran secara umum. Adapun metode Muqaran adalah penafsiran Alquran dengan membandingkan dengan ayat lain ataupun pendapat mufasir terdahulu. Dan untuk metode Maudhu’i yakni menafsirkan ayat-ayat Alquran berdasarkan tema pembahasan yang sama.
            Di dalam karya ini akan dibahas sedikit berkaitan dengan keempat metode tersebut, termasuk aspek-aspek apa yang berkaitan dengan metode tersebut seperti ciri-ciri, kelebihan yang dimiliki, kekurangan yang dimiliki dan juga contoh-contoh penafsiran dengan metode-metode tersebut.


B. Macam-macam Metode Tafsir
1. Tafsir Tahlili (Metode Analisis)
a. Pengertian
            Tafsir ini berangkat dari kata hallala-yuhallilu-tahiilan yang berarti menganalisis, mengurai, melepas dan keluar. Ditinjau dari segi istilah, tafsir Tahlili berarti menafsirkan kandungan Alquran disertai disertai dengan pemaparan segala aspek yang berhubungan dengan ayat serta memaparkan makna yang terkandung sesuai dengan kemampuan seorang mufasir.
Metode ini mengupas makna seluruh ayat di dalam Alquran dari berbagai sisi sesuai dengan urutan surah dalam mushaf dengan mengutamakan kandungan kosakata, hubungan antar surah, hubungan antar ayat (munasabah), sebab-sebab turunnya ayat (asbabun nuzul), hadis-hadis yang berkaitan dengan ayat, beberapa pendapat ulama salaf serta pendapat dari mufasir sendiri.[1]

b. Ciri-ciri
Untuk mengetahui metode ini alangkah baiknya kita mengetahui ciri-ciri yang dimiliki oleh tafsir Tahlili. Adapun ciri-ciri yang dimiliki adalah sebagai berikut :
1) Keseluruhan ayat ditafsirkan sesuai dengan urutan yang ada dalam mushaf.
2) Penjelasan dilakukan sedikit demi sedikit karena segala segi diteliti dan dicermati secara mendalam, baik kosakata, hubungan (munasabah), tata bahasa serta asbabun nuzul.
3) Alat bantu yang digunakan sangat efektif, yakni keahlian suatu disiplin ilmu yang dimiliki oleh masing-masing mufasir.
4) Acuan awal yang digunakan adalah penekanan pada pengertian filologi.
5) Hadis-hadis atau ayat lain yang mempunyai kosakata serupa digunakan sebagai batu loncatan.
6) Pemahaman ayat didapatkan melalui pengamatan konteks nas dalam Alquran.[2]

c. Contoh Karya yang Menggunakan Metode Tahlili (Analisis)
1) Berbentuk Tafsir bi Al-Ma’tsur
Tafsir at-Tahlili yang berbentuk tafsir bi al-Ma’tsur biasanya dipakai oleh ulama-ulama klasik. Tafsir ini diperoleh dari kutipan tafsir sahabat, tabiin dan tabiin. Beberapa kitab tafsir yang menggunakan metode ini, yaitu Tafsir Ath-Thobari karya Ibn Jarir Ath-Thobari (w. 310 H), Ma’alim At-Tanzil karya Al-Baghawi (w. 516 H), Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim karya Ibnu Katsir (w. 774 H), Ad-Durr Al-Mansyur Fi Tafsir Bi Al-Ma’tsur karya As-Suyuti (w. 911 H).

2. Berbentuk Tafsir bi Ar-Ra’yi
Tafsir semacam ini sangat banyak dijumpai, diantaranya Tafsir Al-Khazin karya Al-Khazin (w. 741 H), Anwar At-tanzil wa Asror At-Ta’wil karya karya Al-Baidhawi (w. 691 H), Al-Kasysyaf karya Az-Zamakhsyari (w. 538 H), Arais Al-Bayan Fi Haqa’iq Al-Qur’an karya Asy-Syairazi (w. 606 H) dan Tafsir Al-Manar karya Muhammad Rasyid Ridho (w. 1935 H).[3]

2. Tafsir Ijmali (Metode Global)
a. Pengertian
           
Tafsir Ijmaliialah salah satu metode yang digunakan dalam menafsirkan Alquran dimana di dalam penafsirannya menggunakan pembahasan yang global dan sangat singkat. Sehingga hasil dalam penafsirannya tidak terlalu dalam. Metode ini adalah salah satu metode yang banyak digunakan oleh kalangan mufasirin. Bahasa yang digunakan dalam metode ini tergolong bahasa yang umum dan sangat mudah dipahami oleh pembaca. Adapun sistematika dalam penulisannya biasanya selalu mengikuti urutan di dalam mushaf dan gaya bahasa yang digunakan tidak jauh berbeda dari bahasa Alquran. Metode ini hanya mengungkapkan makna yang terkandung di dalam Alquran secara umum tanpa membahas perangkat pendukungnya secara terperinci, seperti balaghah,pengi’roban dan sebagainya. [4]

b. Ciri-ciri
Setiap metode penafsiran selalu memiliki karakteristiknya masing-masing, begitu pula dengan metode Ijmali. Adapun ciri-ciri yang dimiliki oleh metode ini adalah sebagai berikut :
1) Penafsiran dilakukan sesuai dengan urutan ayat yang tertulis di dalam mushaf.
2) Hasil penafsiran terkesan mirip dengan terjemah maknawi karena tidak berpegang pada makna kosakata.
3) Penafsiran hanya ditekankan pada penjelasan makna secara umum.
4) Pengungkapan Asbabun Nuzul hanya digunakan sebagai alat bantu jika dirasa diperlukan dalam menafsirkan suatu ayat.
5) Bentuk kosakata dan penjelasan penafsiran tidak jauh dari siyaq Alquran.[5]

c. Contoh Karya yang Menggunakan Metode Ijmali (Global)
           
Hal yang menjadi kekhasan dari tafsir ini adalah kelugasan dan keumuman bahasa yang digunakan serta uraian yang sangat singkat sehingga tidak terlalu membutuhkan halaman yang banyak. Beberapa kitab tafsir yang menggunakan metode ini, diantaranya Tafsir al-Jalalain karangan imam Jalaluddin Mahalli dan imam Jalaluddin Suyuti, Tafsir Tanwir al-Miqbas yang disandarkan kepada sahabat Abdullah bin Abbas (w. 68 H) dan dikumpulkan oleh Majduddi Abu Thahir Muhammad bin Yaqub (w. 817 H), Tafsir Kalam al-Mannan karya Abdurrahman as-Sa’di, Al-Ma’na al-Ijmali karya Abu Bakar al-Jazairi dan At-Tafsir Fi Hadits at-Tafsir karya Muhammad al-Makki an-Nashiri.[6]

3. Tafsir Muqaran (Metode Komparatif)
a. Pengertian
            Secara bahasa al-muqaran berangkat dari kata qaarana-yuqaarinu-muqaaranatan yang mempunyai pengertian menggandeng, membandingkan, dan menyatukan. Secara istilah, tafsir Muqaran yaitu menafsirkan ayat-ayat Alquran dengan membandingkan antara ayat dan ayat atau ayat dengan hadis, baik dari segi isi ataupun redaksinya. Atau juga dapat didefinisikan dengan suatu metode tafsir dimana dalam penafsirannya dilakukan dengan membandingkan hasil penafsiran mufasir yang satu dengan mufasir yang lainnya sehingga dihasilkan pemahaman yang baru dari kedua mufasir yang di[7]bandingkan.

b. Ciri-ciri
            Membandingkan adalah ciri utama yang dimiliki metode ini. Para mufasir membandingkan ayat dengan ayat lain, ayat dengan hadis ataupun pendapat mufasir yang satu dengan mufasir yang lainnya. Berikut adalah ciri-ciri metode muqaran atau komparatif.
1) Cakupan bahasanya sangat luas, sebab membandingkan tiga hal, yakni : ayat, hadis dan pendapat mufasir yang lainnya.
2) Masing-masing aspek mempunyai ruang lingkup yang berbeda-beda.
3) Ada yang mengaitkan pembahasan dengan konotasi kata atau kalimat (kata yang sama belum tentu bermakna sama, namun menyesuaikan dengan konteks yang ada).
4) Membandingkan antara ayat-ayat beredaksi sama, hadis yang memiliki keserupaan dan pendapat para mufasir mengenai suatu a[8]yat.

c. Contoh Karya yang Menggunakan Metode Muqaran (Komparatif)
            Ibn Jarir Ath-Thobari adalah mufasir pertama yang menggunakan metode ini dalam menafsirkan Alquran, yakni dalam kitabnya yang berjudul Jami’ Al-Bayan fi Ta’wil Al-Qur’an. Kemudian diikuti oleh mufasir-mufasir lainnya seperti Tafsir Al-Qur’an Al-Adzim karya Ibnu Katsir, Adhwa’ Al-Bayan fi Idhah Al-Qur’an bi Al-Qur’an karya Asy-Syanqithi dan Tafsir At-Tafaasir karya Abu Abdirahman Ibnu Uqail Az-Zahiri.[9]

4. Tafsir Maudhu’i (Metode Tematik)
a. Pengertian
           
Maudhu’i terbentuk dari kata wadha’a-yadhi’u-wadhi’un-maudhuu’un yang diartikan menjadikan, meletakkan atau menetapkan sesuatu pada tempatnya. Secara istilah, tafsir Maudhu’i berarti menafsirkan ayat-ayat Alquran sesuai dengan tema-tema yang terkandung di dalam Alquran atau menafsirkan dengan mengelompokkan ayat-ayat yang memiliki topik atau tema yang sama. Metode ini dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut :
1) Mengelompokkan atau mengumpulkan seluruh ayat yang mempunyai kesamaan topik atau tema.
2) Mendalami kosakata dan asbabun nuzul secara tuntas dan terperinci.
3) Mencari dalil-dalil yang dijadikan sebagai pendukung, baik berasal dari Alquran, hadis, maupun ij[10]tihad

b. Ciri-ciri
            Kesamaan topik atau tema menjadi ciri khas dari metode ini. Adapun ciri-ciri dari metode Maudhu’i adalah sebagai berikut :
1) Ayat-ayat tidak ditafsirkan sesuai dengan urutannya dalam mushaf.
2) Keseluruhan ayat dikumpulkan sesuai dengan topik atau tema yang sama.
3) Hal yang sangat menonjol adalah pemilihan tema tertentu.
4) Petunjuk yang ada di dalam suatu ayat dijadikan sebagai bahan kajian.
5) Permasalahan yang terdapat pada suatu tema dikaji secara me[11]nyeluruh.

c. Bentuk Tafsir Maudhu’i
1) Tafsir Alquran dengan Alquran, yakni menafsirkan ayat-ayat yang memiliki tema sama dimana mufasir mengumpulkan ayat-ayat yang bertema sama kemudian menafsirkannya dengan ayat lain yang memiliki kemiripan redaksi. Cara ini dipandang sebagai cara yang paling efektif karena tidak banyak dipengaruhi oleh mufasir, sehingga menunjukkan keutuhan Alquran.
2) Tafsir ayat-ayat hukum, tafsir semacam ini dilakukan oleh mufasir dengan cara mufasir mengumpulkan ayat-ayat yang berkaitan dengan hukum-hukum fikih, kemudian mufasir mengkaji secara mendalam ayat-ayat tersebut tanpa membahas ayat-ayat yang lain secara mendetail.
3. Tafsir ayat-ayat yang memiliki keserupaan, metode ini dilakukan mufasir dengan mengumpulkan kosakata yang ada pada ayat-ayat yang bertema sama.. Selanjutnya ayat-ayat tersebut dipelajari dan diteliti dengan membandingkan dengan ayat-ayat lain yang berkosakata serupa agar dapat ditemukan makna yang sesuai dengan ayat tersebut.
4. Studi interpretatif,hal ini dilakukan mufasir dengan mengumpulkan ayat-ayat yang bertema sama selanjutnya dilakukan penelitian. Dimana kesamaan tema tersebut bisa tentang sumpah, metafora, dan nasikh-mansukhnya.[12]

d. Contoh Karya yang Menggunakan Metode Maudhu’i (Tematik)
            Banyak karya yang menggunakan metode ini, seperti Tafsir Al-Qurtubi, Tafsir Al-Asybah wa An-Nadza’ir karya Muqatil bin Sulaiman, An-Nasikh wa Al-Mansukh karya Abu Ubaidah Al-Qosim bin Salam, Ta’wil al-Musykil al-Qur’an karya Ibnu Qutaibah, Amtsal Al-Qur’an karya Mawardi dan masih banyak lagi.[13]


C. Contoh masing-masing Metode Tafsir
1. Metode Tahlili
Contoh Metode Tahlili dalam bentuk al-Ma’tsur :

وَلِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ ۚ فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

Artinya : “Dan milik Allah timur dan barat. Kemanapun kamu menghadap, di sanalah wajah Allah. Sungguh, Allah Maha Luas, Maha Mengetahui.” (QS.Al-Baqarah:115)
Atau dapat diambil kesimpulan, maksud dari ayat tersebut adalah “Timur dan Barat milik Allah, maka kea rah mana saja wajahmu menghadap, di sana ada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Lapang (memberikan toleransi bagi siapa saja untuk menghadap kepada-Nya dimana saja) Allah Maha Tahu.”
          Yang dimaksud oleh Allah dengan firman-Nya (
وَلِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ) yakni, Allah berwenang penuh atas pemilikan dan pengaturan keduanya seperti halnya dikatakan : “rumah ini kepunyaan si fulan.” Artinya, dia berwenang penuh atas kepemilikan rumah itu. Dengan demikian, firman-Nya tersebut bermakna bahwasannya keduanya adalah milik dan makhluk-Nya.

Contoh Metode Tahlili dalam bentuk al-Ra’y
وَلِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ ۚ فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

antaseluruh permukaan bumi telah Kujadikan masjid tempat sembahyang bagimu. Maka dari itu, kamu boleh sembahyang di tempat mana saja di muka bumi ini, dan silahkan menghadap ke arah mana saja yang dapat kamu lakukan di tempat itu, tidak terikat pada suatu masjid tertentu dan tidak pula yang lain.

2. Metode Ijmali

3. Metode Muqaran
Contoh ayat Alquran metode Muqaran

لَا تُدْرِكُهُ الْأَبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الْأَبْصَارَ ۖ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ

Artinya : “Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala penglihatan itu dan Dialah Yang Maha Halus, Maha Teliti.”

Penafsiran para ulama
a. al-Suyuthi

            Yang menjadikan ada sejumlah pendapat yang dikemukakan oleh para ulama salaf ialah mengenai ayat (
لَا تُدْرِكُهُ الْأَبْصَارُ) antara lain :
al-Suyuthi mengartikan ayat di atas bahwa mata tidak dapat melihat-Nya. Ayat ini khusus berbicara mengenai konteks orang-orang mukmin melihat Allah di akhirat, sesuai dengan firman-Nya “Pada hari itu wajah orang-orang beriman berseri-seri memandang Tuhan mereka.”
Hadis riwayat dari al-Syaikhani (Bukhari Muslim) menyebutkan : “Sesungguhnya kamu akan melihat Tuhanmu sebagaimana kamu melihat bulan di malam purnama.” Ada pula yang berpendapat bahwa yang dimaksud dalam ayat itu ialah Allah tidak dapat diketahui secara menyeluruh.
وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُartinya, Dia melihat penglihatan, tapi penglihatan itu tidak dapat melihat-Nya. Tidak mungkin makhluk bisa mengamati penglihatannya. Sebaliknya, Dia bisa mengamati penglihatan atau mengetahuinya secara komprehensif.
b. Ibn Taimiyah

            Menurut Ibn Taimiyah, para sahabat, tabiin, tokoh-tokoh ulama yang terkenal sebagai Imam dalam agama seperti Malik. Al-Tsauri, Al-Auzu’i, al-Laits ibn Sa’ad, al-Syafi’i, Ahmad, Ishak, Abu Hanifa, abu Yusuf, dll. Yang setingkat dengan mereka. Serta semua ahlussunnah dan ahli hadis, para kelompok yang tergabung dalam sekte ahlussunnah wal jamaah seperti halnya kullabiyah, kurramiyah, asy’ariyah, salamiyah, dan lain-lain yang semuanya sepakat menetapkan bahwasannya dapat melihat Allah ta’alaa. Hadis-hadis tentang itu mutawatir dari Nabi SAW sesuai dengan penilaian para ahli hadis sendiri.

4. Metode Maudhu’i
Contoh ayat Alquran metode Maudhu’i
Ayat Alquran ini berbicara tentang penciptaan manusia

فَاسْتَفْتِهِمْ أَهُمْ أَشَدُّ خَلْقًا أَمْ مَنْ خَلَقْنَا ۚ إِنَّا خَلَقْنَاهُمْ مِنْ طِينٍ لَازِبٍ

Artinya : “Maka tanyakan kepada mereka (musyrik Mekah), apakah penciptaan mereka yang lebih sukar ataukah apa (malaikat, bumi, langit, dan lain-lain) yang telah kami ciptakan? Sesungguhnya kami telah menciptakan mereka (manusia termasuk kaum musyrik Mekah) dari tanah liat.” (QS. As-Saffat:11)

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِنَ الْبَعْثِ فَإِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِنْ مُضْغَةٍ مُخَلَّقَةٍ وَغَيْرِ مُخَلَّقَةٍ لِنُبَيِّنَ لَكُمْ ۚ وَنُقِرُّ فِي الْأَرْحَامِ مَا نَشَاءُ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى ثُمَّ نُخْرِجُكُمْ طِفْلًا

Artinya : “Hai manusia! Jika kalian masih ragu tentang kebangkitan (kelak di akhirat), maka sesungguhknya kami telah menciptakan kalian (berasal) dari tanah. (Prof. A Baiquni mengartikannya dengan ‘zat renik’). Kemudian berkembang menjadi nuthfah terus menjadi segumpal daging yang sempurna kejadiannya, dan ada pula yang tidak sempurna. Supaya kami menjelaskan bagi kalian (tentang penciptaan tersebut) dan kami tetapkan di dalam rahim apa yang kami kehendaki sampai waktu yang ditentukan. Setelah itu kalian kami keluarkan (kami lahirkan) ke dunia sebagai bayi.” (QS. Al-Hajj:5)
            Dalam syatpayat di atas tadi, sudah jelas bahwa Allah SWT menciptakan manusia tidak langsung sekaligus melainkan secara berevolusi (bertahap), mulai dari sari pati tanah, nuthfah, darah, daging, akhirnya menjadi manusia utuh secara fisik. Allah menciptakan manusia dengan bertahap dan sempurna memerlukan proses yang cukup panjang, dan semua hal tersebut sudah ada di dalam Alquran.


D. Kelebihan dan Kekurangan Keempat Metode Tafsir
1. Tafsir Tahlili(Metode Analisis)
Kelebihan :
1) Ruang lingkup yang sangat luas, dalam hal ini seorang mufasir dapat melakukan dengan bentuk bi al-ma’tsur dan bi ar-ra’yi.
2) Memuat berbagai ide, metode ini memberikan kesempatan yang begitu luas bagi seorang mufasir untuk menuangkan ide-ide ataupun gagasannya dalam menafsirkan Alquran.

Kekurangan :

1) Ayat-ayat Alquran seolah-olah menjadi bertentangan, hal ini dikarenakan analisis yang dilakukan oleh seorang mufasir yang biasanya tanpa memerhatikan ayat-ayat lain yang memiliki kemiripan.
2) Melahirkan penafsiran yang subjektif, biasanya dalam metode ini menimbulkan corak penafsiran yang cenderung bersifat subjektif. Hal ini bisa saja terjadi akibat fanatisme mazhab yang terjadi pada diri seorang mufasir. Sehingga kebanyakan tafsirnya seolah-olah dibuat untuk mendukung mazhabnya.
3) Masuknya cerita isro’iliyat, hal ini terjadi karena seorang mufasir bebas dalam mengemukakan pendangannya termasuk yang berkaitan dengan cerita isro’iliyat untuk masuk dalam penafsirannya.

2. Tafsir Ijmali(Metode Global)
Kelebihan :

1) Praktis dan mudah dipahami, hal ini dikarenakan pada metode ini bahasa yang digunakan cukup umum dan tidak berbelit-belit. Tafsirnya semacam ini baik digunakan untuk kalangan pemula.
2) Terbebas dari riwayat isro’iliyat, tafsir ini sangat bebas dari cerita-cerita isro’iliyat, wajar saja hal ini disebabkan karena penafsiran pada metode ini hanya secara umum dan tidak terlalu dalam.
3) Seperti bahasa Alquran, metode ini membuat pembaca tidak sadar kalau ia sedang membaca tafsir, karena memang sekilas mirip dengan terjemahan Alquran.

Kekurangan :
1) Alquran seolah-olah menjadi parsial, metode ini hanya menjelaskan secara umum gambaran kandungan yang ada, padahal Alquran adalah satu-kesatuan yang utuh dimana ketika ditemukan ayat-ayat yang belum memahamkan akan dijelaskan pada ayat yang lainnya sehingga makna yang terkandung menjadi utuh dan saling melengkapi. Oleh karenanya, tafsir semacam ini kurang cocok digunakan untuk memahami Alquran secara utuh.
2) Tidak ada ruang untuk analisis, metode ini tidak bisa digunakan untuk menganalisis Alquran secara mendalam.

3. Tafsir Muqaran (Metode Komparatif)
Kelebihan :
1) Memberikan wawasan yang luas, bagi para pembaca akan sangat diuntungkan karena dalam metode ini setiap ayat yang dikaji dilihat dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan sehingga pemahaman yang dihasilkan sangat luas.
2) Menghargai pendapat orang lain, hal ini dikarenakan dalam metode ini seorang mufasir mengombinasikan dari berbagai pandangan mufasir lain.
3) Pintu pengetahuan semakin terbuka, hal ini disebabkan karena penafsiran pada metode ini menggunakan perbandingan dari pendapat mufasir yang lainnya.
4) Menuntut kehati-hatian mufasir, dengan metode ini seorang penafsir akan lebih berhati-hati karena komponen yang digunakan dalam menafsirkan cukup banyak.

Kekurangan :
1) Tidak cocok untuk kalangan pemula, banyaknya pendapat yang masuk dalam tafsir ini bukan tidak mungkin justru akan membuat pembaca tidak memahami secara baik.
2) Kurang bisa menjawab masalah sosial, hal ini karena di dalam metode tafsir ini cenderung lebih banyak menampilkan perbandingan beberapa pendapat dan tidak mengkaji permasalahan.
3) Lebih banyak menelusuri riwayat penafsiran terdahulu, karena memang tafsir dengan metode ini lebih banyak menelusuri pemikiran mufasir-mufasir yang telah ada. Sehingga kurang adanya pembaruan dalam penafsiran.

4. Tafsir Maudhu’i (Metode Tematik)
Kelebihan :

1) Dapat menjawab tantangan zaman, karena pada metode ini seluruh tema dibahas secara menyeluruh sehingga pemahaman yang dihasilkan sangat luas.
2) Praktis dan sistematis, karena tema-tema yang dikaji sudah dikelompokkan secara sistematis.
3) Dinamis, dengan metode ini Alquran memberikan kesan actual dan tidak ketinggalan zaman.
4) Membuat pemahaman menjadi utuh, pemahaman melalui tema-tema yang tersaji akan membuat pemahaman menjadi utuh.

Kekurangan :
1) Memenggal ayat Alquran, pengelompokan pembahasan berdasarkan tema-tema tertentu mengharuskan mufasir untuk memenggal ayat-ayat yang memuat beberapa tema dalam satu ayat. Hal ini mungkin dipandang kurang sopan dikalangan kaum tekstualisme.
2) Membatasi pemahaman ayat pada satu tema, dengan pemenggalan yang dilakukan, hal ini memaksa pemahaman hanya tertuju pada satu tema. Padahal bukan tidak mungkin pemahaman suatu ayat dapat dilihat dari berbagai aspek bahkan ayat lain.


E. Penutup
            Secara mendasar didalam upaya menyingkap makna-makna ataupun maksud dan tujuan yang termuat didalam ayat-ayat al-Quran terdapat empat metode penafsiran yang dipergunakan oleh para mufasir dalam mengkritisi maksud-maksud yang terkandunng didalam al-Quran. Keempat metode tersebut yakni yang pertama, metode Tahlili, kedua, metode Ijmali, ketiga, metode Muqaran, keempat, metode Maudhu’i.
            Metode tafsir Tahlili dipahami sebagai sebuah metode dalam penfsiran ayat-ayat al-Quran yang dilakukan oleh seorang mufasir dengan menganalisis keseluruhan ayat yang ada dengan berbagai sisi dan aspek yang berhubungan dengan ayat-ayat yang ditafsirkan tersebut.

            Adapun metode Ijmali diartikan sebagai metode penafsiran ayat-ayat al-Quran yang dilakukan secara umum, global dan tidak terdalu dalam bahkan terkesan mirip dengan terjemahan al-Quran. Tafsir yang semacam ini dirasa lebih cocok dan sesuai untuk kalangan pemula.
            Untuk metode Muqaran yakni sebuah metode yang sangat kompleks dimana seorang mufasir didalam menafsirkan suatu ayat agar dapat menemukan makna yang lebih relevan haruslah melakukan pembandingan dengan ayat-ayat lain ataupun dengan hadits yang  berhubungan dengan masalah tersebut bahkan dengan pendapat para mufasir yang lain sehingga nantinya akan ditemukan sebuah makna baru dari seluruh pendapat yang ada.
            Metode yang terakhir adalah yakni metode Maudhu’i yang dipahami sebagai suatu metode dalam menafsirkan atau menemukan makna yang terkandung dalam ayat-yt al-Quran yang dilakukan oleh mufasir berdasar tema-tema atau topik tertentu dimana keseluruhan ayat-ayat terlebih dahulu dikelompokkkan dalam tema-tema tersendiri yang kemudian dari tema tersebut digali suatu pemahaman yang dalam.
            Hal yang perlu diperhatikan dari kesemua metode tersebut adalah bahwasannya setiap metode memiliki cara kerja dan langkahnya masing-masing. Dimana dari metode tersebut akan menghasilkan pemahaman-pemahaman yang berbeda pula dikarenakan setiap metode dari metode-metode yang ada pastilah memiliki kelebiha dan kekurangannya masing-masing.



                                                            DAFTAR PUSTAKA
al-Qattan, Manna Khalil. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an. terj. Mudzakir AS. Bogor: Litera AntarNusa, 2016
Baidan, Nashruddin. Metodologi Penafsiran Al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012
Anshori, Anshori. Tafsir bil Ra’yi. Jakarta: Gaung Persada Press, 2010
Usman, Usman. Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Teras, 2009
al-Farmawi, Abd, Al-Hayy. Metode Tafsir Mawdhu’iy. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1994
Ilmillah, Fadlilatul dan Violita Syntiya Silwi. Metode-metode Tafsir. Dalam buku Studi al-Qur’an dan al-Hadits. Malang: D’Family
Arroisi, Muhammad Arafat dan Nurun Nadzifah. Metode-metode Tafsir. Dalam buku Studi al-Qur’an dan al-Hadits. Malang: B’Family
Samsurrohman, Samsurrohman. Pengantar Ilmu Tafsir. Jakarta: Cahaya Prima Sentosa, 2014
ash-Shiddieqy, M. Hasbi. Al-Qur’an/Tafsir. Jakarta: Bulan Bintang, 1980
Zuailan, Zuailan. Metode Tafsir Tahlili. Vol. 4, No. 01, Juni 2016

Catatab:
1.      Similarity 9%.
2.      Kok tidak ada e-mailnya?
3.      Pendahuluan tidak berisi pembahasan.
4.      Buku terjemahan, harus dicantumkan siapa penerjemahnya.
5.      Penulisan footnote tolong diperbaiki.
6.      Coba dilihat footnote dan daftar pustakanya, sinkron???
Makalah ini cukup kacau, footnotenya minim dan tiba-tiba ada banyak daftar pustakanya.


[1]Samsurrohman, “Pengantar Ilmu Tafsir” (Jakarta: Cahaya Prima Sentosa, 2014), hlm, 120
[2]Samsurrohman, “Pengantar Ilmu Tafsir” (Jakarta: Cahaya Prima Sentosa, 2014), hlm, 120
[3]Samsurrohman, “Pengantar Ilmu Tafsir” (Jakarta: Cahaya Prima Sentosa, 2014), hlm, 121
[4]Samsurrohman, “Pengantar Ilmu Tafsir” (Jakarta: Cahaya Prima Sentosa, 2014), hlm, 119
[5]Samsurrohman, “Pengantar Ilmu Tafsir” (Jakarta: Cahaya Prima Sentosa, 2014), hlm, 119
[6]Samsurrohman, “Pengantar Ilmu Tafsir” (Jakarta: Cahaya Prima Sentosa, 2014), hlm, 120
[7]Samsurrohman, “Pengantar Ilmu Tafsir” (Jakarta: Cahaya Prima Sentosa, 2014), hlm, 122
[8]Samsurrohman, “Pengantar Ilmu Tafsir” (Jakarta: Cahaya Prima Sentosa, 2014), hlm, 122
[9]Samsurrohman, “Pengantar Ilmu Tafsir” (Jakarta: Cahaya Prima Sentosa, 2014), hlm, 123
[10]Samsurrohman, “Pengantar Ilmu Tafsir” (Jakarta: Cahaya Prima Sentosa, 2014), hlm, 123
[11]Samsurrohman, “Pengantar Ilmu Tafsir” (Jakarta: Cahaya Prima Sentosa, 2014), hlm, 124
[12]Samsurrohman, “Pengantar Ilmu Tafsir” (Jakarta: Cahaya Prima Sentosa, 2014), hlm, 124
[13]Samsurrohman, “Pengantar Ilmu Tafsir” (Jakarta: Cahaya Prima Sentosa, 2014), hlm, 124

Tidak ada komentar:

Posting Komentar