Minggu, 14 Oktober 2018

Asbab al-Nuzul (PAI H ICP Semester Ganjil 2018/2019)



ASBABUN NUZUL
Oleh: Yusroh El Yasmin dan Syamsiyatul Fathun ni’mah
Mahasiswa jurusan PAI, FITK, UIN maulana Malik Ibrahim malang

التجريد
القران هو كلام الله الذي نزل النبي محمد صلى الله عليه وسلم بملك الجبريل وأنه أعظم المعجزة في العالم. الحقيقة المطلقة يجعل ان يكون القرأن أفضل و أهمالمصدر في الإسلام . محتويات القرأن عامة فنحتاج التفسير لفهمه, لأنه صفة عامة فمهمة نفهم أسباب النزول ليفهم التفسير القرأن . كما رأيون العلماء أنّ نفهم اسباب النزول قبل نفسر الاية مهمة الاية الصعبة لفهمه خاصة. فلذالك نواجب أن نفهم أهم اسباب النزول .
الكليمة المفتاحية: اسباب النزول, القرأن, الطبيعة الدقيقة و الكلية.


A.    Pendahuluan
Al-quran merupakan sumber utama dalam islam. Kebenaran yang mutlaq membuat semua  orang islam  wajib untuk beriman  sebagai dan memulyakannya. Tujuan allah menurunkan alquran kepada makhluqnya tak lain karena sebagai petunjuk dalam kehidupan yang didasarkan pada keimanan dan jalan yang benar. Al-qur’an juga membahas cerita-cerita ummat masa lalu, hal tersebut tak lain karena allah menyuruh kita untuk mempelajari kesalahan-kesalahan ummat masa lalu agar tidak diulangi lagi. Alqur’an menjadi pedoman hidup seluruh manusia maka kita sebagai orang islam yang meyakini dengan sepenuh hati bahwa seluruh isi kandungan alquran pasti benar adanya maka kita wajib untuk mempelajari dan mengamalkannya.
Untuk memahami alquran kita juga harus mempelajari sebab turunnya ayat alqur’an, Allah menurunkan alquran ada sebab musababnya yang menjadikan ayat itu turun sesuai dengan konteks yang terjadi pada masyarakat arab waktu itu. Oleh sebab itu asbabun nuszul dalam alquran merupakan kajian yang sangat penting terlebih untuk menafsirkan suatu ayat dalam alqur’an karena menurut para ulama’ al qur’an di turunkan dengan dua bagian. Satu bagian diturunkan secara langsung dan ada beberapa ayat alqur’an yang diturunkan setelah ada suatu kejadian. seseorang tidak bisa menafsirkan ayat alqur’an jika tidak mengetahui riwayat turunnya ayat tersebut, Jika tidak mamahami turunnya suatu ayat maka tak jarang akan menghasilkan tafsiran yang salah dan mengesampingkan tafsiran lain.
B.     Pembahasan

1.      Definisi Asbabun Nuzul

Secara etimologi Asbab an-Nuzul terdiri dari kata asbab dan an-nuzul. Kata Asbab berarti"كل شيئ يتوصل الى غيره" (sesuatu yang menyampaikan kepada sesuatu yang lain), "الحبل " (tali ,tambang), dan "كل حبل حدرة من فوق" (tiap tali yang kamu turunkan dari atas)[1] sedangkan an-nuzul merupakan kalimat masdar dari kata nazala, kata nazala didalam bahasa arab berarti  " الهبوط من علو إلى سفلى" yakni meluncur dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah.[2]Pengertian tersebut dapat dijumpai kalimatnya didalam alqur’an yaitu:
وَقُلْ رَبِّ أَنْزِلْنىِ مُنْزَلاً مُباَرَكاً وَأَنْتَ خَيْرُ المُنْزِلِيْنَ (المؤمنون: 29)
“Yang artinya: dan berdoalah: ya tuhanku, tempatkanlah aku pada tempat yang diberkati, dan engkau adalah sebaik-baik yang memberi tempat” (almu’minun: 29)”
Selain itu kata an-nuzul juga dapat diartikan sebagai tempat singgah atau tiba di tempat tertentu, bahkan Al-Zamakhsyari menganggap bahwa ma’na ini adalah ma’na hakiki, karena orang arab sering mengucapkan kalimat "نزل فلان بمدينة كذا" yang artinya “ fulan singgah/ tiba di kota….”
Selain dari Al-Zamakhsyari, ada juga pendapat dari Dr. Ahmad Al-Sayyid Al-Kumiy dan Dr. Muhammad Ahmad Yusuf Al-Qosim, dalam buku yang mereka tulis, mereka mendata terdapatlima buah makna nuzul, dua diantaranya telah disebtkan diatas dan makna lainnya yaitu :  "الترتيب"yang berarti tertib, teratur dan lafadz " الإجتماع" yang berarti pertemuan.
Syekh Abd Al-Wahab Abd Al-Majid Ghazian, juga berpendapat tentang apa yang dimaksud dengan makna nuzul. Menurut beliau yang dimaksud nuzul adalah turun nya sesuatu dan tempat yang tinggi ke tempat yng lebih rendah dan sesuatu itu tidak lain dalah al-qur’an, lalu syekh ghazian berkomentar “oleh karena yang turun itu bukan beerbentuk fisik, maka pengertian nuzul disini bisa mengandung pengertian kiasan (majazi), dan apabila yang dimaksud turun adalah lafadz, maka nuzul berarti ishal (penyampaian) dan dan al-I’lam (penginformasian)”[3]
Menurut Ibnu Taimiyah yang diberi gelar syaikh Al-Islam ini menyatakan pendapatnya, menurut beliau di dalam Alqur’an dan sunnah, kata nuzul tidak ada kecuali dalam pengertiannya yang lazim. Alasan beliau berpendapat demikian karena allah menurunkan alqur’an dalam bahasa arab, dan bahasa arab tidak mengenal kata nuzul kecuali dengan makna ini. Ibnu Taimiyah tidak ingin berpanjang kata dalam membahas arti secara lughawi dari kata nuzul ini, begitu juga dengan Al-Zarkahsyi. Mereka lebih tertarik untuk mendenifisikan nuzulul qur’an, namun ketika mereka mendenifisikan apa itu nuzulul qur’an pendapat mereka berbenturan karena penuntasan makna dari kata nuzul. Al-zarkahsyi menyebutkan bahwa ahlusunnah telah bersepakat bahwa kalam allah itu diturunkan. Tetapi mereka bersilnag pendapat tentang pendenifisian dari kata nuzul. Ada yang mengatakan bahwa Nuzul alqur’an berarti menampakkan Alqur’an., sementara ada pula yang mengatakan bahwa Allah SWT memeberikan pemahaman mengenai kalamnya kepada jibril di langit. [4]
Definisi tersebut merupakan definisi secara etimologi menurut para ahli, sedangkan secara terminologi menurut Az-Zarqani dalambukunya Manahil al ‘Urfan fi ‘Ulum Al-Qur’an, pengertian asbabu an-nuzul adalah sesuatu yang menyebabkan suatu ayat atau beberapa ayat yang diturunkan untuk membicarakan sebab atau menjelaskan hukum sebab tersebut pada masa terjadinya sebab itu.[5]
Sedangkan menurut Hasbi As-Siddiqie asbubun nuzul merupakan kejadian yang karenanya diturunkan al qur’an untuk menerangkan hukumnya di hari timbul kejadian-kejadian itu dan suasana yang didalam suasana itu alqur’an diturunkan
Sertamembicarakan sebab yang tersebut itu, baik diturunkan langsungsesudah terjadi sebab itu, ataupun kemudian lantaran sesuatu hikmat.[6]
Menurut kitab manna’ Khalil alqattan asbabun nuzul di definiskan sebagai sesuatu hal yang yangkarenanya qur’an diturunkan untuk menerangkan status hukumnya, pada masa hal itu terjadi, baik berupa peristiwa maupun pertanyaan. [7]
Subhi as-Shalih juga senada berpendapat :
ماَنَزَلَتَ الاَياَتُ اَوِ الْاَياَتُ بِسَبَبِبِهِ مُتَضَمِّنَةٌ لَهُ اَوْ مُجِيبةً عَنْهُ اَوْ مُبَيّنَةٍ لِحُكْمِهِ زَمَنَ وُقُعِهِ
Artinya:
“ Asbab an-nuzul ialah sesuatu yang karena sesuatu itu menyebabkan satu beberapa ayat al qur’an diturunkan (dalam rangka) mengcover, menjawab atau menjelaskan hukumnya di saat sesuatu itu terjadi.” [8]
Menurut kitab qowa’idul asasiyyah fi ‘ulumil qur’an yang dikarang oleh sayyid Muhammad bin alawi almaliki alhasani pengertian dari asbabun nuzul yaitu:
هُوَ ماَنُزِلَ الْقُرْأنَ لِأَجْلِهِ, كَسُؤاَلِ سَائِلق, أَوْ حُدُوْثِ حَادِثَةٌ.[9]
Yang artinya: Alqur’an itu diturunkan sesuai dengan keadaan yang ada, seperti persoalan-persoalan yang ditanyakan, atau cerita-cerita yang baru.
Berbagai penjelasan asbabun nuzul telah dijelaskan baik secara etimologi maupun termologi nya. Dan hasilnya Nampak tak jauh berbeda, maksudnya secara sustansial, mereka sepakat bahwa yang dimaksud denga asbabun nuzul adalah seseuatu yang melatar belakangi turun nya ayat, baik berupa peristiwa ataupun berupa pertanyaan kepada nabi Muhammad SAW.
            Tetapi dalam hal ini tidak semua ayat terdapat asbabun nuzulnya, karena tidak semua ayat diturunkan karena adanya suatu kejadian dan peristiwa atau karena adanya pertanyaan. Tetapi ada diantara ayat al qur’anyang diturunkan sebagai permulaan, tanpa sebab, mengenai akidah iman, kewajiban islam, dan syariat allah dalam kehidupan pribadi dan sosial.[10]
Al-Ja’bari menyebutkan bahwa alqur’an diturunkan dalam dua katagori, yani alqur’an urun tanpa sebab dan alqur’an turun karena suatu peristiwa atau kejadian. Sayyid Muhammad bin alwi almaliki alhasani juga berpendapat mengenai katageri asbabun nuzul dalam kitabnya:
 أَنَّ نُزُلَ الْقُرْأن عَلىَ قِسْمَيْنِ:  قِسْمُ نزل إبتداءً  وَ قِسْمُ نُزِلَ عقب وَاقِعَةٍ أو سُؤالٍ[11]
Yang artinya: “sesungguhnya turunnya al qur’an itu atas dua pembagian: yaitu turun begitu saja (tanpa sebab) dan turun setelah kejadian atau pertanyaan”
adapun ayat yang diturunkan pada nabi karena suatu kejadian atau peristiwamenurut Az-Zarqani di bagi menjadi tiga bentuk[12]:
Pertama , peristiwa khuzumah (pertengkaran) yang sedang berlangsung, misalanya terjadinya pertengkaran,semisal pertengkaran antar golongan Aus dan khazraj, akibat rekayasa dari kaum yahudi sampai mereka berteriak “as-silah, as-silah” yang artinya “senjata, senjata” dari kejadian ini turunlah surah ali-imron
ياَأيُّها الذينَأمنوا إنْ تُطِيْعُوا فَرِيْقًا مِنَ الَّذِيْنَ الْكِتَابَ يَرُدُّوكُمْ بَعْدَ إيْمَانِكُمْ كَفِرِيِنَ
Artinya: hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebahagian dari orang-orang yang diberi al-kitab, niscaya mereka akan mengembalikkan kemu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman (QS: Ali-imron 100)
Kedua, kesalahan seseorang yang tidak dapat diterima oleh akal sehat, seperti contoh orang yang masih dalam keadaan mabuk mengimani salat sehingga orang tersebut salah,kemudian turunlah  surat an-nas.
Ketiga, peristiwa mengenai cita-cita dan harapan, mislanya seperti muwafaqat yang artinya persetujuan, kecocokan, peda waktu itu umar RA ada persesuaian dengan tuhan ku ada tiga perkara, Aku usul kepada nabi agarmaqam nabi Ibrahim dijadikan tempat solat, maka turunlah surat al baqoroh ayat 125 " وَاتَّحِذُوا مِنْ مَقَامٍ إِبْرَاهِمَ مُصَلىَّ"yang artinya dan jadikan lah sebagian maqam Ibrahim tempat shalat.
Sedangkan, ayat yang diturunkan sebab ada pertanyaan yang ditujukan kepada nabi SAW, juga mempunyai 3 bentuk:
Pertama, pertanyaan tentang kejadian dimasa lalu, seperti dalam surah al-kahfi ayat 83:
وَيَسْئَلونَكَ عن ذِى الْقَرْنَيْنِ قُلْ سَأَتْلوا عَلَيْكُمْ مِنْهُ ذِكْراً
yang artinya: mereka akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang zulkarnain, katakanlah: “ aku akan bacakan kepadamu cerit tentangnya”.
kedua, pertanyaan tentang peristiwa yang sedang berlangsung, seperti dalam surah al isra’ ayat 85:
وَيَسْئَلُوْنَكَ عَنِ الرُوحِ قُلِ الرُّوْحُ من أَمْرِ رَبّي وما أُوتيْتُمْ من الْعِلْمِ إلاَّ قَليلاً
Yang artinya :“dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah : “ roh itu termasuk urusan tuhanku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”
Ketiga, pertanyaan tentang suatu kejadian atau peristawa yang akan datang, seperti dala surah an naziat ayat 42:
يَسْئَلُوْنَكَ عن الساعةِ أَيَّانَ مُرْسَهاَ kebangkitan, kapankah terjadinya.
Dari pembagian tersebut, Az-Zarqani berpendapat bahwa tidak semua ayat mempunyai asbabun nuzul, seperti ayat yang menjelaskan tentang kejadian di masa lampau dan dimasa yang akan datang, seperti kisah para nabi terdahulu dan menjelaskan hari akhir (kiamat) untuk masa yang akan datang. 
            Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa asbabun nuzul merupakan latar belakang yang menyebabkan turunnya ayat, bukan berarti tanpa asbabun nuzul ayat al-qur’an tidak akan turun, karena ayat al-qur’an bukanlah akibat dari sebab yang melatarbelakanginya.
            Sebagian besar dari ayat al-qur’an diturunkan tanpa asbabun nuzulnya, ini dapat diartikan bahwa banyak ayat al-qur’an yang tidak dapat dipahami karena tidak adanya asbabun nuzul yang  membantu dalam  memahami ayat al-qur’an. Fadzlurahman menyatakan bahwa pengertian diatas hanyalah asbabun nuzul mikro, yang menurutnya harus dibantu dengan asbabun nuzul makro, yakni latar belakang historis masyarakat arab ketika al-qur’an diturunkan (Fadzlurahman, 1984:384).[13] Dengan demikian asbabun nuzul memiliki dua sifat, yaitu mikro dan makro.
1.      Mikro
Asbabun nuzul mikro sering dijumpai dalam khazanah ilmu tafsir tradisional yang mulai berkembang pada abad 2M[14], yang mana dapat kita jumpai dalam ilmu tafsir tradisional. Ulama-ulama tradisional memberikan batasan peristiwa dan pertanyaan kasuistik yang melatarbelakangi turunnya ayat sebagai asbabun nuzul, yang kemudian dikenal dengan asbabun nuzul mikro.[15] Hal ini dapat dilihat dari pendapat Al-Zarkasyi, beliau mendesinisikan asbabun nuzul sebagai pertanyaan atau peristiwa yang mengakibatkan turunnya ayat Al-qur’an.
Pedoman dasar para ulama’ mengetahui asbabun nuzul melalui riwayat sahih yang berasal dari Rasulullah dan sahabat. Al-wahidi mengatakan “tidak boleh berbicara tentang sebab turunnya ayat-ayat Alqur’an, kecuali dengan periwayatan yang dinuqil dari mereka yang menyaksikan turunnya ayat, mengetahui sebab-sebab turunnya, dan meneliti ilmunya. [16]Dapat disimpulkan bahwa asbabu nuzul mikro adalah sebab-sebab khusus yang melatarbelakangi turunnya ayat. Cara mengetahui asbabun nuzul mikro dengan mengetahui periwayatan-pewirayatan yang sharih dan sahih yang menjelaskan sebab turunnya ayat al-qur’an.
Contoh kitab tafsir yang mendasari penafsiran al-qur’an dengan riwayat adalah جميع البيان في التفسير القرانkarya Ibnu Jarir A-t-Tabari, sumber penafsirannya bersumber pada pendapat-pendapat para [17]sahabat, tabi’in dan tabi’in at-tabi’in melalui hadis yang mereka riwayatkan, meski disisi lain ia juga  kadangkala menggunakan Ra’yu.
Fazlul Razi mengkritik model penafsiran tradisional sebagai model penafsiran yang kurang merhatikan sejarah dan terlalu menekan pada teks harfiyah. Kritik tersebut adalah:
a.       Kurang memperhatikan sejarah secara makro.
b.      Terlalu tekstual dalam menafsiri ayat-ayat al-qur’an.
c.       Adanya pemahaman yang terpotong-potong terhadap pemahaman al-qur’an, padahal ayat al-qur’an secara umum(general) merupakan satu kesatuan yang utuh(holistik).
Kritik Fazlul Razi menunjukan beberapa kekurangan dan kelemahan penafsiran ayat al-qur’an dengan periwayatan. Seperti contoh dalam mengetahui ayat pertama kali diturunkan kepada Nabi, ada riwayat menyatakan bahwa ayat yang turun pertama kali adalah surat Al-Alaq 1-5, ada juga yang meriwayatkan bahwa wahyu pertama surat Al-Mudastir 1-5 atau surat Al-Fatihah 1-7. Karena itulah penafsiran ayat perlu memperhatikan asbabun nuzul yang bersifat makro.
2.      Makro 
Pada abad 8M pengertian asbabun nuzul mengalami perkembangan yang akan menjadi asbabun nuzul bersifat makro. Periode ini juga awal kaum muslimin menafsirkan al-Qur’an secara bebas. Asbabun nuzul diartikan bukan hanya peristiwa dan pertanyaan yang melatarbelakangi turunnya ayat tetapi juga menyangkut kondisi sosio-historis yang melatarbelakangi tuerunnya ayat.
Asbabun nuzul makro diperkenalkan oleh As-Syatibi (w.1388). ia menyatakan “Maksud mengetahui asbbun nuzul adalah mengetahui situasi dan kondisi yang melingkupi orang-orang yang mengajak berbicara, orang-orang yang diajakbicara dan pembicara itu sendiri”.[18] Al-Qasimi menambahkan bahwa mengetahui asbabun nuzul itu tidak bisa di dipahami esensinya kecuali juga harus mengetahui situasi dan kondisi ketika ayat itu turun.
Pendapat ini diikuti oleh Fazlu Rahman dengan definisi yang dikemukaan yaitu bahwa asbabun nuzul mencakup situasi dan kondisi historis yang riil terjadi (social, politik, iptek, psikologi Nabi, ekonomi dan sebagainya).[19] Pemikran ini memebuat Quraisy Shihab berfikir bahawa asbabun nuzul perlu diperluas konotasinya yang mencakup sosio-kultural pada masa turunnya ayat al-qur’an. Dengan demikian Al-Qasimi maupun Qurausy Shihab mengembangkan paradigm baru tentang memahami asbabun nuzul, yang mana tidak hanya perlu mengetahui sebatas informasi konvensioal dan redaksional tetapi harus juga mencakup kondisi sosiologis dan kultural masyarakat pada saat turunnya ayat.
Asbabun nuzul makro dapat disimpulkan sebagai sebab-sebab umum yang menyertai turunnya ayat al-qur’an. Sebab-sebab umum ini mencakup situasi dan kondisi dalam lingkup yang lebih luas, baik dari segi social, geografis, budaya, dan lainnya. Cara untuk mengetahui asbabun nuzul makro adalah dengan rekonstruksi sejarah.
Menurut Fazlul Rahman diburuhkan beberapaperalatan ilmiah untuk mengontrol kemajuan ilmu tafsir[20], antara lain:
Pertama : Diakui prinsip bahwa tidak hanya mengetahui tentang bahasa arab saja yang diperlukan untuk memahami al-qur’an secara tepat, tetapi juga tentang indiom-indiom bahasa arab pada zaman nabi juga.
Kedua : tradisi historis yang berisi laporan-laporan tentang bagaimana orang-orang di lingkungan nabi memahami perintah-perintah al-qur’an juga dianggap penting. Setelah persyaratan-persyaratan ini dipenuhi, barulah penggunaan penalaran manusia diberikan tempat.
Ketiga : latar-belakang turunnya ayat-ayat al-qur’an dimasukan sebagai alat yang oerlu untuk menerapkan makna yang tepat bagi firman Allah SWT.
Ini dimaksudkan agar dapat mengontol kebebasan dalam menafsiri al-Qur’an.
      Contoh kitab tafsir yang menggunakan asbabun nuzul mikro dan makro adalah تفسير المنار karya Muhammad Abduh, penafsirannya tidak hanya menekankan dalam bahasa tapi juga menekankan realitas universal sebagai munasabah dalam asbabun nuzul. Seperti ketika beliau menafsirkan  surat Al-Lail ayat 15 dan 17, dimana inti dari  asbabun nuzul ayat ditunjukan hanya kepada Umayyah dan Abu Bakar as-Siddiq saja, akan tetapi Muhammad Abduh bahkan menafsirkan ayat tersebut secara universalitas tanpa adanya pengkhususan terhadap tokoh sejarah yang dituju oleh teks.[21]
Dengan adanya asbabun nuzul yang besifat mikro dan makro dapat disimpulkan bahwa tidak ada lagi dari ayat-ayat al-qur’an yang tidak memiliki asbabun nuzul, melainkan hanya ada ayat-ayat al-qur’an yang tidak memiliki asbabun nuzul mikro.
2.      Perlunya mengetahui Asbabun Nuzul
Sebagaimana telah kita jelaskan diatas, bahwa mengkaji Asbabun Nuzul merupakan suatu keharusan karena ada sebagian ayat yang turun dengan sebab, baik terjadi peristiwa yang melatar belakangi maupun adanya pertanyaan pada nabi. Akan tetapi ada sebagian orang yang masih menganggap bahwa mempelajari asbabu Nuzul itu tidak penting dikarenakan Asbabun nuzul tidak ada pengaruhnya dalam menafsirkan al qur’an karena pembahasannya hanyalah berkisar tentang  lapangan sejarah dan cerita. Anggapan tersebut sangatlah tidak benar dan tidak perlu untuk didengarkan. Karena sebagian ayat yang turun pada nabi pasti ada hal yang melatar belakanginya dan jika kita tidak mengetahui hal-hal yang melatar belakanginya maka kita tidak bisa menafsirkan alqur’an dengan benar. Uluma’  ulumul qur’an misalnya Al-Zarqani dan Al- suyuthiy telah mensinyalir bagi orang-orang yang menganggap ilmu asababu nuzul tidak penting. Begitu juga ulama’ lain seperti al-Wahidi, beliau berkata:
لا يمكن معرفة تفسير الاية دون الوقوف على قصتها وبيان نزولها[22]
Yang artinya: tidak mungkin mengetahui penafsiran ayat tanpa ada pengenalan cerita dan pernyataan turun nya ayat tersebut.
Begitu pula dengan ibnu taimiyah, beliau berkata:
            معرفة سبب النزول يعين على فهم الاية, فإنّ العلم بالسبب يورث العلم بالمسبب[23]
yang artinya: mengetahui sababun nuzul membantu memahami ayat, dengan mengetahui sebabnya akan mewarisi sebuah pengetahuan yang di sebabkannya.
Penjelasan para ulama’ ulumul qur’an tersebut sudah cukup jelas dan menyadarkan kita sebagai ummat  muslim mempelajari ababun nuzul itu snagat penting bagi orang islam karena  dengan mengetahui asbabun nuzul alqur’an maka kita dapat mengetahui latar belakang turunnya ayat tersebut, jika kita tidak menegetahui latar belakang turunnya ayat tersebut maka kita tidak dapat  memahami ayat tersebut.
3.      Manfaat dan Pengaplikasian Asbabun Nuzul
Berikut merupakan manfaat memepelajari serta pengaplikasian asbabun nuzul, antara lain:
1.      Membantu dalam memhami ayat alqur’an sekaligus mengatasiproblematika dan ketidak pastian untuk memahami ayat-ayat dalam al qur’an.[24] Seperti lafadz:
ولله الْمَشْرقُ وَ المَغْرِبُ فأيْنَماَ تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ الله إنّ الله السمعٌ عَليمٌ
Yang artinya: dan kepunyaan allah lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap disitulah wajah allah. Sesungguhnya allah maha luas (rahmatnya ) lagi maha mengetahui (QS: Albaqoroh 115)
Dalam lafadz ini, secara dhahir, orang yang sholat boleh menghadap kemana saja, sesuai yang diinginkannya, seakan-akan tidak ada kewajiban untuk menghdap ka’bah saat melaksanakan sholat. Setelah memahami asbabun nuzul tentang ayat diatas, maksudnya yaitu orang yang dibenarkan menghadap mana saja ketika shalat hanyalah orang yang tidak tahu arah kiblat dan kemudian dia berijtihad.

2.      Mengatasi keraguan terhadap ayat yang diduga mengandung pengertian umum.[25] Sebagaimana firman allah:

قُلْ لاَ أَجِدُ فِيْ مَا أُوحِيَ إلَيَّ مُحَرَّماً على طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَو دَمًا مَسْفُوْحاً أَولَحْمَ خِنْزيرٍفَإنّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقاً أُهِلَّ لِغَيْرِ اللهِ بِهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَباغٍ وَلا عاَدٍ فإنّ رَبَّكَ غَفورٌ رَحيمٌ
Yang artinya: katakanlah “tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau darah daging babi karena sesungguhnya semua itu kotor atau binatang yang disembelih atas nama selain allah. Barang siapa yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak pula melampaui batas, maka sesungguhnya tuhanmu maha pengampun lagi maha penyayanag (QS. Al-An’am 145)
Menurut imam syafi’i maksud dari ayat ini tidaklah umum (hashr), lalu imam syafi’I menggunakan alat bantu nuzulul ayat untuk mengatasi kemungkinan adanya keraguan dalam memahami ayat diatas. Seperti yang ditulis Al-Zarqaniy, menurut imam syafi’i diturunkan sehubungan dengan orang-orang kafir yang tidak mau memakan sesuatu kecuali yang telah mereka halalkan[26]sebagaimana kita ketahui bersama bahwa orang-orang kafir terutama orang yahudi mengharamkan apa saja yang dihalalkan oleh allah dan menghalalkan apa yang diharamkan oleh allah. Lalu turunlah ayat 145 dalam surah Al an’am tersebut untuk menguatkan dan menetapkan pengharaman dan bukan untuk menetapkan penghalalan makanna yang tidak disebutkan ayat tersebut.
3.      Sebab nuzul dapat menerangkan tentang siapa ayat itu di turunkan sehingga ayat tersebut tidak diterapkan kepada orang lain karena dorongan permusuhan dan perselisihan. [27] Sebagaimana firman allah:

وَالَّذِيْ قاَلَ لِوَلِدَيْهِ أُفٌّ لَكُماَ أُتَعِدَانِنِيْ أنْ أخْرَجَ وَقَدْ خَلَتِ الْقُرُوْنُ مِنْ قَلْبِي وهما يَسْتَغيثانِ اللهَ وَيْلَكَ امن إنّ وَعد الله حقٌّ فَيَقولُ ما هذا إلّا أساطيرُ الأوَّلينَ
Yang artinya: dan orang yang berkata kepada kedua orang tuamu “cis” bagi kamu berdua, apakah kamu berdua memperingatkan aku bahwa aku akan dibangkitkan, padahal, padahal sungguh telah berlalu beberapa ummat sebelumku? Lalu kedua orang tuanya itu memohon pertolongan seraya berkata: celakalah kamu, berimanlah! Sesungguhnya janji allah adalah benar, lalu ia berkata: ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu belaka (QS. Al ahqaf 17)
Menurut riwayat Yusuf bin Abi mahik, ketika itu Marwan berada dikota hijaz. Ia telah diangkat mrnjadi gubernur oleh muawiyah bin abu sufyan, dan berpidatolah dia bahwa yazid bin muawiyah agar di baiat sesudah ayahnya. Dan ketika itu Abdurrohman bin abi bakar  dan mengatakan sesuatu, lalu Marwan pun menyerukan agar menangkap Abdurrohman dan Abdurrohman pun berlari kerumah aisyah sehingga Marwan tidak bisa menangkapnya, lalu Marwan pun berkata: “itulah orang yang yang menjadi kasus sehingga allah menurunkan ayat ( dan orang yang berkata kepada bapak ibunya “cis bagi kamu berdua)”, lalu aisyah pun berkata : “Allah tidak pernah menurunkan sesuatu ayat Qur’an mengenai kasus seseorang diantara kami kecuali ayat yang melepaskan aku dari tuduhan berbuat jahat” [28]
Dalam riwayat lain dikatakan bahwa ketika Marwan meminta agar Yazid dibaiat, ia berkata bahwa pembaiatan ini adalah tradisi tradisi Abu bakardan Umar bin khattab, tetapi abdurrohman berkata pembaiatan ini tradisi Hercules dan kaisar, maka kata Marwan inilah orang yang disampaikan allah dalam Al qur’an “ dan orang yang berkata kepada bapak-ibunya “cis” bagi kamu berdua. Kemudian pendapat dari Marwan tadi sampai kepada aisyah, dan aisyah pun berkata: “ Marwan telah berdusta. Demi allah, maksud ayat itu tidaklah demikian. Sekiranya aku mau menyebutkan mengenai siapa ayat itu turun, tentulah aku sudah menyebutkannya.[29]


















DAFTAR PUSTAKA

Zaini, Ahmad. 2014. Asbab an-Nuzul dan Urgensinya dalam Memahami Makna Al qur’an. Hermeunetik, 8 (1) : 4-7
Sumbulah, Umi, dkk. 2014. “Studi alqur’an dan hadits”. Malang: UIN Maliki Press
Sayyid Maliki. Qowaidul Asasiyah fi Ulumil Qur’an. Surabaya: As Sofwa
As Suyuthi. Al Itqon fi Ulumil Qur’an. Riyadh: Maktabah Alma’arif
Manna’ Khalil al-Qattan.Studi Ilmu-ilmu Qur’an, diterjemahkan oleh: Mudzakir AS. Surabaya: Litera AntarNusa
Ahmad Tajudin. 2015. Asbab An-Nuzul Menurut Nashr Hamid Abu Zayd. Tugas Skripsi. UIN Walisongo. Semarang
HZ, Syarafuddin. 2016. Ilmu Asbab An Nuzul Dalam Studi Ilmu Al Qur’an. Suhuf, 28 (1).: 86-
Susfita, nunung. 2015. Asbabun nuzul al-qur’an Prespektif Mikro dan Makro. 13 (1): 71-
Bakri, syamsul. Dialog Antara Teks dan Realitas Kesejarahan. Syamsbakr@yahoo.com. dosen IAIN Surakarta
As Suyuthi. Sebab turunnya Ayat Al Qur’an. Diterjemahkan oleh: Tim Abdul Hayyie. Jakarta: Gema Insani
Catatan:
1.      Similarity cukup besar, 31%.
2.      Penulisan gelar (Prof., Dr., Ustadz dll) dalam karya tulis ilmiah hendaknya dihilangkan.
3.      Referensu Syamsul Bakri itu maksudnya apa? Keterangannya aneh sekali.
4.      Penjelasan mikro dan makro tolong diperbaiki lagi, supaya pembaca bisa lebih paham.




















[1] Ahmad Zaini, 2014, “Asbab An-Nuzul dan Urgensinya dalam Memahami Makna Alqur’an”, Hermeuntik, vol.8, No.1, Juni, hal. 4
[2] Umi sumbulah,dkk,” studi qur’an dan hadits”, Malang: UIN MALIKI PRESSS, 2014,hal. 155
[3] Umi sumbulah, dkk, Op.Cit, hal. 156
[4] Umi sumbulah, dkk, Op.Cit, hal. 157
[5] Ahmad Zaini, Op.Cit, hal 4
[6]Ibid, hal. 5
[7] Manna’ Khalil  al-Qattan, “Studi-stidi Ilmu Qur’an” , terj. Mudzakir AS, Surabaya: PT. pustaka Litera AntarNusa,2014  hal.110
[8] Ahmad Tajudin, skripsi: “Asbab An-Nuzul Menurut Nasr Hamid Abu Zayd” Semarang: UIN walisongo,2015,hal.34
[9] Sayyid Muhammad bin Alwi Almaliki Alhasani, “Qowaidul Asasiyah fi ulumil qur’an”, Surabaya: As Sofwah, hal.20
[10] Manna’ Khalil al-Qattan, Op.Cit, Hal 109
[11] Sayyid Muhammad bin Alwi Almaliki Alhasani, Op.Cit, Hal. 20
[12] Ahmad Zaini, Op.Cit, hal. 5
[13] Syarafuddin H.Z, “ilmu Asbab An Nuzul Dalam Studi Ilmu Alquran”, Suhuf, vol.28, 1 Mei 2016, hlm.86
[14] Syamsul Bakri, “Dialog Antara Teks dan Realitas Kesejarahan”, Syamsbakr@yahoo.com, Dosen IAIN Surakarta, hlm.3
[15] Ibid.
[16] Jalaluddin Assuyuthi, “Sebab Turunnya ayat  Al-Qur’an”, terj. Tim abdul Hayyie, Jakarta: Gema Insani, 2008, hal.12 

[18] Syafiruddin.H.Z. op.cit. hlm.86
[19] Syamsul Bakri, op.cit. hlm.4
[20] Nunung Susfita, “Asbabun Nuzul Al Qur’an dalam Prespektif Mikro dan Makro” vol. 13, no.1, Desember 2015, hlm.74
[21]Ibid, hlm.74
[22] Jalaluddin Abdur Rohman bin Abi Bakar As Suyithi, “Al-Itqon fi Ulumil Qur’an”, Riyadh: Maktabah Al Ma’arif, 1996, Hal 84
[23]Ibid, hal. 84
[24] Umi Sumbulah,dkk, Op.Cit, hal. 170
[25] Ibid, hal. 172
[26]ibid, hal 173
[27] Manna’ Khalil al-Qattan,Op.cit, hal.114
[28] Manna’ Khalil al-Qattan, Op.Cit, hal. 115
[29]Ibid, hal. 115

Tidak ada komentar:

Posting Komentar