Hadis dan Historisitasnya
(PAI ICP Arabic
Semester Ganjil 2018/2019)
Oleh :
Muhammad RohmatHidayat1
Yuli Yanti Fatimah2
PAI H Angkatan
2017
UniversitasIslam
Negri Maulanamalik Ibrahim Malang
التجريد
تبحث هذه المقالة عن الحديث والتاريخ.
يناقش فيه عن وجود الأحاديث المتعلقة برأي علماء المحدثين التي فيها تعريف الحديث لغة
واصطلاحًا ، وأنواع الحديث في أقوال الرسول أو أفعاله أو تقريراته، ، واختلاف بين
الحديث ومرادفه (السنة والخبر وأثر).
وتاريخ الإجاز عن الحديث من زمان لآخر ، بما في ذلك البداية (زمان النبي) ، وزمان
الأصحاب ، حتي زمان التابعين. في الإسلام مقام الحديث هو المصدر الثاني بعد القرآن
، وهو واجب على كل مسلم أن يتعلم ويمارس التعاليم التي تحتوي عليه. وقال صلى الله
عليه وسلم : (تركت فيكم شيئين لن تضلوا كتاب الله و سنتي)، فليفهم وتعليم
القرأن يجب أن يكون الحديث. لأن مقام الحديث مهم جدا. ومعرفةمختلفه وأشكاله هوأيضامهم
جدا. لمعرفة أنواعالأشياء التي تعلم في القرآن والحديث.
الكلمات المفتاحية : الحديث والسنة والخبر والأثر والتارخ
Abstrak
Artikel ini membahas tentang Hadis dan Historisasinya. Didalamnya membahas eksistensi hadis yang berkaitan dengan pendapat para ulama
muhaddisin yang mana didalamnya memuat definisi hadis baik secara etimologi dan
terminologi, macam-macam hadis baik berupa perkataan, perbuatan, ataupun ketetapan
Nabi, perbedaan antara hadis dan sinonim hadis (sunnah, khabar, atsar). Sejarah singkat tentang hadis dari masa
kemasa, meliputi masa permulaan (Masa Nabi), masa sahabat, hingga masa para
tabi’in. Dalam sumber ajaran islam hadis merupakan sumber yang kedua setelah
Alquran, dan diwajibkan untuk setiap muslim mempelajari dan mengamalkan
mengenai ajaran-ajaran yang memuat didalamnya. Rosulullah SAW bersabda: “Akutinggalkan
dua pusaka kepada kalian yang tidak akan membuat kalian tersesat yakni Al-quran
dan Hadis”.Maka, untuk memahami dan mempelajari Al-quranharus membutuhkan hadis,
karena kedudukan hadis sangat penting. Mengetahui macam-macam hadis dan bentuk
hadis itu juga sangat penting untuk mengetahui berbagai macam hal yang
diajarkan didalam Al-quran dan Hadis.
Kata kunci : Hadis, Sunnah, Atsar, Khabar
dan Historisnya
A.
Pendahuluan
Pada dasarnya semua umat Islam telah sepakat bahwa
Hadis Rasul adalah sumber hukum Islam kedua setelah Al-quran, dan umat Islam
diwajibkan mengikuti Hadis dan mengamalkan apa yang terkandung didalamnya
seperti yang ada dalam Al-quran. Hadis adalah sumber hukum Islam yang tetatp karena
tanpa Hadis tidak bisa memahami Al-quran.
Al-quran adalah mu’jizatNabi
Muhammad SAW sebagai Nabi akhir zaman. Namun
penjelasan didalam Alquran ada yang
masih global, membingungkan dan untuk orang awam sulit bisa
memahami secara mandiri.
Hadis itu sendiri secara istilah peristiwa yang disandarkan kepada Rasulullah SAW baik dari perkataan,
perbuatan, perilaku dan segala keadaannya. Hadis juga merupakan
sumber kedua setelah Al-quran
dalam Islam. Oleh karena itu, kami
akan menjelaskan pengertian Hadis, Sunnah, Khabar, dan Asar. Baik dari persamaan maupun perbedaanya dan segi historisnya kami akan merangkumnya dalam artikel ini.
B.
Pengertian
Hadis
Hadis menurut etimologi berarti “baru’’sebagaimana lawan dari kata ‘’
lama’’[1]
begitupun tinjauan abdul baqa’ adalah “isim’’ (kata benda) dari tahdits
yang berarti pembicaraan[2].
Al-jadid yang artinya baru lawan dari qodim (lama) artinya menunjukkan
kepada sesuatu yang dekat atau singkat seperti
حَيْثُ العَهْدِ فِي الإسلامِ ( orang yang baru
memeluk agama Islam).
Begitupula dalam terminologi ahli hadis,sebagaimana ditujukan pada :
khabaran yang berisi ucapan, perbuatan, kelakuan, sifat atau kebenaran yang
orang katakan dari Nabi SAW, maupun sah khabaran dikatakan dari nabi atau
tidak. Hadis disebut juga Sunnah, Khabar, dan Asar. Tetapi sering kali yang
mengandung sabda Rasulullah SAW juga yang bisa dikatakan hadis. Adapun ilmu
hadis menurut terminologi, para ulama berbeda-beda dalam merumuskanya, terdapat
pula perbedaan dari kalangan muhaddisin, terdapat pendapat yang berbeda-beda,
berikut uraiannya.
Hadis dalam
pengertian ahli hadis[3]
كل ما اثرعلى النبي من قول او فعل او تقرير او وصفة خلقية او خلقية او
سيرة سوء كان قبل البعثة او بعدها
“semua
yang diwariskan dari nabi berupa perkataan, perbuatan, dan taqrir (pengakuan),
atau sifat baik sifat fisikal maupun moral, ataupun sirah, baik sebelum menjadi
nabi atau sesudahnya”.
Menurut
ahli hadis, definisi hadis adalah[4]
اقوال النبي صل الله عليه وسلم وافعالُه و احواله
“Segala perkataan Nabi SAW, perbuatan, dan hal Ihwalnya”.
Yang dimaksud hal ihwalnya segala yang diriwayatkan oleh Nabi yang
berkaitan dengan himmah, karakteristik, sejarah kelahiran, dan
kebiasaan-kebiasaannya
3. Sementara
menurut pendapat para ulama ushul adalah[5]
اقواله وأفعاله وتقريرته التي تثبتُ الاحكام وتقررها
“Segala
perkataan Nabi SAW, perbuatan dan taqrirnya yang berkaitan dengan hukum syara’ dan ketetapannya”
Menurut pendapat dari ulama ushul ini jelas bahwa hadis adalah
bersumber kepada Nabi SAW, baik ucapan, perbuatan dan ketetapan yang
berhubungan dengan hukum atau ketentuan-ketentuan Allah swt, yang disyariatkan
kepada manusia. Yang dikatakan hadis adalah sesuatu yang berhubungan dengan
misi dan ajaran Allah swt, yang dibawa oleh Nabi muhammad SAW.
C.
macam-macam Hadis
Dalam klasifikasinya,macam-macam hadis terbagi menjadi beberapa bagian diantaranya :
Hadis Qouli
Yang disebut dengan hadis qouli adalah segala sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi SAW yang dimuat berupa perkataan atau ucapan yang didalamnya
membahas berbagai maksud syara’, atau keadaan, dan peristiwa baik yang
berkaitan dengan aqidah, akhlaq, syariah atau pun yang lain.[6]
Contoh
hadis qouli adalah tentang bacaan al-Fatihah dalam shalat, berbunyi :
لا صلاة لمن لم يقرأ بفاتحة الكتاب
Artinya
“Tidak sah shalat seseorang tanpa membaca surat al-Fatihah”
Hadis Fi’li
Disebut dengan hadis fi’li adalah segala sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi SAW berupa perbuatan yang dicontohkan oleh Nabi yang sampai pada
kita. Seperti Haji dan shalat. Contoh hadis fi’li tentang shalat adalah :
صلوا كما رأيتموني أصلي (رواه البخرى)[7]
“Shalatlah
kalian sebagaimana kalian melihatku shalat”.
Hadis Taqriri
Hadis persetujuan atau biasa disebut hadis taqriri, yakni suatu
perbuatan atau perkataan diantara para sahabat yang disetujui oleh nabi, misalnya
ketika melihat bahwa bibi ibnu abbas menyuguhi beliau dalam satu nampan
berisikan minyak samin, mentega dan daging binatang dhabb (semacam
biawak tetapi bukan biawak) kemudian nabi diam. Beliau makan sebagian dari mentega
dan minyak samin itu dan tidak mengambil daging binatang dhabb karena
jijik. Seandainya jika haram, tentunya daging tersebut tidak disuguhkan kepada
beliau. (HR. Al-Bukhari)[8]
Hadis Ahwali
Berkenaan dengan hadis yang dimaksud dengan hadis ahwali adalah
hadis yang berhubungan dengan ihwal/hal Nabi SAW yang berkenaan dengan keadaan
fisik dan sifat-sifat kepribadiannya. Mengenai keadaan fisik nabi yang
dijelaskan dalam hadis, tentang fisik nabi yang tidak terlalu tinggi dan tidak
terlalu pendek Sebagaimana yang telah dikatakan oleh Barra’dalam sebuah hadis
yang diriwayat oleh Bukhari, sebagai berikut :[9]
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم أحسَن الناس وجْها وأحسنَه خلقا ليس
بالطويل البائِنِ ولا بالقصير (رواه البخاري)
“Nabi SAW adalah sebaik-sebaik manusia, wajah, dan tubuh.
Keadaan fisiknya tidak tinggi dan tidak pendek. (HR. Bukhari)”.
قال أنسٌ رضي الله عنه ما مسستُ حريرا ولا ديباجا ألين من كفِّ النبي
ص ولا شممتُ ريحا قط أو عرفا قطُّ أطيب مِن ريح
أو عرف النبي ص (رواه البخاري)[10]
“Berkata
Anas bin Malik: aku belum pernah memegang sutra murni dan sutra berwarna (yang
halus) sehalus telapak tangan Rasul SAW juga belum pernah mencium wewangian
seharum Rasul SAW. (HR. Bukhari)”
D. Perbedaan antara hadis, sunnah, khabar dan
atsar
Didalam hadis terdapat beberapa isilah yang berkenaan yaitu
mempunyai hubungan erat atau sinonim dengan pekataan,perbuatan dan taqrir
(ketetapan) Rasulullah SAW. Yaitu hadis, sunnah khabar dan atsar.namun
macam-macam istilah ulama muhaddisin yang dalam kesempatan ini akan dibahas.
Hadis
Berangkat dari segi lughothadis
mempunyai beberapa arti “baru’’sebagaimana lawan dari kata ‘’ lama’’[11],“isim
(kata benda) dari tahdits yang berarti pembicaraan.[12]
Dan dinukil dari bahasa arab yaitu ‘’ilmu al-Hadith’’ yang terdiri dari
dua kata’’ilmu’’ dan ‘’al-hadith’’[13]
Sedangkan
dari segi istilah adalah :
Hadis
dalam pengertian ahli hadis
كل ما اثرعلى النبي من قول او فعل او تقرير او وصفة خلقية او خلقية او
سيرة سوء كان قبل البعثة او بعدها
“semua
yang diwariskan dari nabi berupa perkataan, perbuatan, dan taqrir (pengakuan),
atau sifat baik sifat fisikal maupun moral, ataupun sirah, baik sebelum menjadi
nabi atau sesudahnya”
Sunnah
Sunnah jika dilihat dari segi bahasa yakni suatu cara yang dapat
ditempuh (insiatif), baik ataupun buruk[14]ada
yang berpendapat juga sebagai uswatun hasanah atau qudwah (contoh atau teladan yang
paling sempurna), bukan merupakan sumber hukum.[15]
Ada juga yang memaknainya,
الطريقة محمودةً كانت او مذمونة
“Jalan yang terpuji atau yang tercela”.
Bila lafadz sunnah disebutkan dalam masalah yang berhubungan
dengan hukum syara’, maka yang dimaksudkan adalah segala sesuatu yang
diperintahkan,dianjurkan atau dilarang
oleh Rasulullah SAW,baik berupa perkataan, perbuatan, atau ketetapannya. Dan
apabila dalam dalil hukum syara’ disebutkan
al-sunnah, berarti yang dimaksudkan adalah al-Quran dan hadis.
Berangkat dari pengertian sunnah menurut terminologi ada beberapa perbedaan
dikalangan para ulama. Hal ini disebabkan karena perbedaan latar belakang ,
persepsi, dan sudut pandang terhadap Rasulullah SAW, secara garis besar
perbedaan itu terkelompokkan menjadi
tiga golongan: ahli hadis, ahli fiqih, ahli ushul.
Definisi
sunnah menurut golongan ahli hadis :
ما أثر عن النبي ص من قول أو فعل او تقرير أو صفة خلقية أو سيرة، سواء
كان قبل البعثة أو بعدها
Artinya
: segala yang bersumber dari Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan,
ketetapan, sifat, budi pekerti, perjalanan hidup, baik sebelum diangkat menjadi
Rasul maupun sesudahnya.
Jadi, dengan definisi tersebut dapat diambi kesimpulan bahwa para
ahli hadis menyamakan antara sunnah dan hadis. Para ahli hadis ini membawa
sunnah kepada seluruh kebiasaan Nabi SAW, baik yang melahirkan hukum syara’
ataupun tidak hal ini terlihat dari definisi yang dikeluarkan mencakup tradisi
Nabi sebelum masa terutusnya sebagai Rasul.
Definisi sunnah menurut ahli ushul:
Ahli ushul mendefinisikan, sunnah adalah segala perbuatan yang
disandarkan kepada Nabi SAW yang berhubungan dengan hukum syara’. Baik berupa
perkataan, perbuatan, maupun ketetapan Nabi.
Mereka mendefinisikan sebagai berikut :
كل ما صدر عن النبي ص غير القرآن الكريم من قول أو فعل أو تقرير مما
يصلح أن يكون دليلا لحكم شرعيٍ
Segala
sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW selain al-Quranul-Karim, berupa perkataan,
perbuatan, maupun ketetapannya yang pantas untuk dijadikan dalil bagi hukum
syara’.
Definisi
ini ahli ushul membatasi pengertian sunnah hanya pada semua yang bersumber dari
Nabi, baik perkataan, perbuatan, maupun ketetapannya yang berkaitan dengan
hukum syara’.
Sedangkan defini sunnah menurut Ahli Fiqih :
ما ثَبَتَ عن النبي ص من غير افتراض ولاوجوب، وتقابل الواجب وغيره مِن
الاحكام الخمسة.[16]
Segala
ketetapan yang beraal dari Nabi SAW selain yang di fardhukandan diwajibkan dan
termasuk hukum Islam yang lima.
Ulama
ahli fiqih memberi pengertian seperti ini karena mereka memusatkan pembahasan
tentang pribadi dan prilaku Rasulullah SAW. Pada semua perbuatan yang melandasi
hukum syara’, utuk diterapkan pada perbuatan manusia pada umumnya, baik yang
wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram.
Khabar
Dibanding dengan sunnah, khabar menurut bahasa sama dengan hadis, yakni segala berita yang disampaikan oleh seseorang
kepada orang lain. Sedangkan pengertian khabar menurut terminologi, antara satu
ulama dengan ulama lainnya berbeda pendapat. Menurut ulama ahli hadis khabar
itu sama dengan hadis, keduanya dapat dipakai untuk sesuatu marfu’, mauquf,
dan maqthu’, mencakup segala yang datang dari Rasulullah, sahabat, tabi’in,
baik perkataan, perbuatan, maupun taqrirnya.[17]
Ulama
lain ada yang mengatakan bahwa khabar adalah sesuatu yang datang dari selain
Nabi SAW, sedangkan yang datang dari Nabi SAW disebut hadis.
Sebagian
ulama mendefinisikan sebagai berikut:
ماجاء عن لنبي صلى الله عليه وسلم وغيره من اصحابه او التابعين او
تابع التابعين او من دونهم
Sesuatu
yang datang dari nabi SAW dan dari yang lain seperti para sahabat, tabi’in dan
pengikut tabi’in atau orang-orang setelahnya.[18]
Mayoritas
ulama menilai hadis yang khusus datangnya dari nabi, berangkat dari khabar
yaitu sesuatu yang dari nabi atau selain nabi, termasuk didalamnya mengenai
berita umat terdahulu, para nabi dan lain-lain. Seperti misal, Nabi isa
berkata...,Nabi ibrahim berkata..., dan lainya, termasuk dalam khabar
bukan hadis jika ambil kesimpulan bahwa khabar lebih umum dari pada
hadis dan dapat dikatakan bahwa setiap hadis adalah khabar dan khabar
tidak mesti hadis.
Atsar
Didefinisikan dari segi bahasa, atsar berarti البقية او بقية الشي (peninggalan atau bekas
sesuatu), maksudnya disini ialah peninggalan atau bekas nabi karena hadis
adalah peninggalan beliau, atau dalam istilah lain المنقول ( yang dipindahkan dari Nabi),
seperti kalimat الدعاء الماثور dari akar kata atsar
, doa yang sisumberkan dari nabi.[19]
Beralih definisi menurut istilah memiliki dua pendapat mengenai atsar;
Pertama,atsar sinonim hadis , kedua, atsar ialah sesuatu
yang disandarkan oleh para sahabat (mauquf) dan tabi’in (maqthu’),
baik dalam perkataan maupun perbuatan.
Sebagian
ulama mendefinisikan:
ماجاء عن لنبي صلى الله عليه وسلم وغيره من اصحابه او التابعين او
تابع التابعين او من دونهم
Sesuatu
yang datang dari nabi SAW dan dari yang lain seperti para sahabat, tabi’in dan
pengikut tabi’in atau orang-orang setelahnya.[20]
Sesuatu yang disandarkan pada sahabat disebut dengan berita atau mauquf
dan sesuatu yang datang dari tabi’in
disebut berita maqthu’. Menurut ahli hadis, atsar merupakan
sesuatu yang disandarkan kepada nabi (marfu’), para sahabat (mauquf)
juga ulama salaf. Sementara fuqoha’ Khurrasan membedakanya; atsar
ialah berita mauquf,sedangkan khabar adalah berita mafru’ dapat disimpulkan bahwa atsar lebih umum dari
pada khabar karena adakalanya atsar
berita yang datang dari Nabi dan yang lain, sedangkan khabar adalah berita yang
datang dari Nabi dan sahabat.
Rangkuman
perbedaan hadis dan sinonimnya
Hadis
dan sinonim nya
|
Sandaran
|
Aspek
dan spesifikasinya
|
Sifatnya
|
Hadis
|
Nabi
|
Perkataan
(qouli) perbuatan (fi’li) persetujuan/ketetapan (taqriri)
|
Lebih
khusus dan sekalipun dilakukan sekali
|
Sunnah
|
Nabi
dan para sahabat
|
Perbuatan
(fi’li)
|
Menjadi
tradisi
|
Khabar
|
Nabi
dan selainya
|
Perkataan
(qouli) perbuatan (fi’li)
|
Lebih
umum
|
Atsar
|
Sahabat
dan tabi’in
|
Perkataan
(qouli) perbuatan (fi’li)
|
Umum
|
E. Sejarah Hadis dari masa ke masa
Dalam ruang lingkup sejarah pertumbuhan dan perkembangan hadis
dapat di klasifikasikan menjadi beberapa bagian yaitu hadis pada masa nabi
(masa kelahiran), hadis pada masa sahabat dan juga hadis pada masa tabi’in.
1.
Masa
kelahiran
Masa kelahiran pada bagian ini yang dimaksud adalah dilahirkan atau
disabdakanya hadis oleh Rasulullah
SAW. Sejak awal masa kenabian ,
masa sahabat hingga penghujung abad pertama hijriah, pembahasan ini mengenai
masa kelahiran hadis sebagai masa yang dimaksud yakni terkait langsung dengan
pribadi Nabi SAW. Sebagai sumber dari hadis sebagaimana beliau telah membina
umatnya selama kurang lebih 23 tahun masa tersebut merupakan kurun waktu turun dan
berbarengan pula dengan keluarnya hadis.[21]
Faktor
pendukung pemeliharaan hadis
Beberapa
diantara faktor pendukung pemeliharaan Hadis yang terpenting adalah sebagai
berikut.[22]
A) Kejernihan hati dan kuatnya daya hafal
Pada zaman dahulu bangsa arab adalah umat yang ummi, yaitu tidak
bisa membaca dan menulis, dan yang mereka andalkan adalah daya ingat dan
ingatan tersebut akan berkembang menjadi semakin kuat apabila dipergunakan
setiap diperlukan , kehidupan yang teramat sederhana tanpa adanya hiruk juga
pikuk peradaban kota dengan berbagai problematkanya menjadikan mereka berhati
jernih, terkait hal tersebut bahwa bangsa arab adalah sebagai bagsa yang kuat
daya hafalnya yang sulit dicari tandingannya karena memiliki kecerdasan yang
amat mengangumkan , mereka dapat menghafalkan nasab-nasab mereka yang panjang
dan berantai kebeberapa geerasi , hanya dengan sekali dengar mereka dapat
menghafal berbagai syair yang panjang , khotbah dan
lainya, sebagaimana tercatat dalam sejarah. Dan merupakan suatukebanggaan yang
tidak dimiliki oleh umat lain.
B) Minat
yang kuat terhadap agama
Bangsa arab meyakini bahwa tidak ada kebahagiaan didunia pula
keberuntungan di akhirat , dan tidak ada jalan menuju kemuliaan dan kedudukan
terhormat diantara seluruh umay kecuali dengan agama islam. Hingga mereka
begitu perhatian terhadap hadis nabi dalam mempelajari seluruhnya. Juga karena danya imbauan Rasulullah kepada
mereka agar menghafal hadis danmenyampaikanya kepada setiap orangdan diulang
berkali-kali dalam hadis dengan demikian hal ini menunjukan betapa besarnya
perhatian beliau terhadap penghafalan dan penyampaian hadis.
C) Kedudukan
hadis dalam agama islam
Hadis merupakan sendi asasi para sahabat dalam sikap perbuatan dan
etika sebab mereka senantiasa tunduk pada Rasululah dalam segala hal ketika
mendapat kalimat dari nabi pun itu akan mendarah daging kepada perilaku mereka
dan hal tersebut tidak diragukan lagi akan menyebabkan mereka hafal dan
menutupkemungkinan untuk lupa dan dalam hal itu mereka dapat membebaskan diri
dari tuntunan kewajiban sekaligus sebagai manifestasi ketaatan mereka.
Nabi tahu bahwa para sahabat nantinya akan menjadi pengganti beliau
dalam mengemban amanah menyampaikan risalah. Ada beberapa metode yang beliau
sampaikan kepada para sahabat dan menempuh jalan hikmah agar sahabat
benar-benar mampu mengemban tanggung jawab. Diantara metode deliau berbicara
adalah sebagai berikut:
Beliau
dalam menyampaikan hadis itu tidak secara beruntun, melainkan sedikit demi sedikit,
agar bisa meresap dalam hati.
Beliau
berbicara tidak dengan panjang lebar, namun dengan sederhana seperti dijelaskan
dalam hadis, oleh Aisyah r.a sebagai berikut:
كل يحدث حديثا لوعداللعادلاحصاه
Nabi
Saw. Berbicara begitu rupa hingga seandainya seseorang ingin menghitungnya
niscaya ia tidak dapat menghitungnya. (muttafaq’alaih).
Nabi
sering kali mengulangi pembicaraanya agar dapat ditangkap oleh hari orang yang
mendengarnya , sebagaimana shahih Al-bukhori dijelaskan dan yang lainya
dari anas,
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يعيد الكلمة ثلاثا لتعقل عنه
Rasulullah
Saw. Mengulang-ulang satu kata sampai tiga kali agar dapat dihafal.
Cara
Rasulullah menyampaikan hadis
Rasulullah
telah diangrahi kemampuan yang jarang dimiliki oang lain dalam menjelaskan
suatu masalah berkenaan dengan hal itu Alquran menyebut hadis sebagai al-hikmah.
Tidak
dapat diragukan lagi bahwa penjelasan yang baligh akan dapat menguasai
setiap hati orang yang mendengarnya, sebagaimana dapat mengaliri dan membasahi
rasio juga emosi. Lalu bagaimana dengan orang yang mendengarnya dalah orang
yang faham dan mnguasai balaghah, cerdas dan sangat besar cintanya
kepada pembicaraanya.
Penerimaan
hadis oleh para sahabat
Cara
sahabat menerima hadis dari rasul bermacam-macam .[23]
Berhadapan
secara langsung dengan Rasulullah (musyafahah)
Menyaksikan
(Musyahadah) perbuatan atau taqrir Rasul
Mendengar
dari sahabat lain yang mengetahui secara langung dari Rasul karena tidak semua
sahabat dapat menghadiri majis Rasul karena kesibukanya masing-masing.
Berangkat
dari hal itu, Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib menyatakan bahwa para sahabat
memperoleh hadis dari Rasul sekurang-kurangnya dengan empat macam cara, yaitu
sebagai berikut:
Dari
majlis-majlis Rasul, seluruh majlis Rasul adalah majlis ilmu dan beliau selalu
menentukan waktunya terlebih dahulu untuk mengajar para sahabatnyadan sahabat menanggapi
dengan antusias yang tinggi, namun ada dari sahabt yang tidak bisa
mengikutinya, lantaran kesibukanya.
Kejadian-kejadian sebagaimana yang dialami oleh Rasul sendiri,
kemudian dijelaskan oleh beliau itu (hadis) kemudian diketahui oleh para
sahabat dan kemudian menyebar keseluruh orang muslim. Kejadian-kejadian yang
dialami oleh para sahabat , kemudian sahabat bertanya mengenai hukum kepada
Rasul, sehingga Rasul memberikan penjelasan tentang hukum yang ditanyakan, dan
hal ini kerap terjadi dan sahabat, dan para sahabat tidak segan menanyakan
suatu hukum atas kejadian yang dialami kepda Rasul.
Perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh Rasul kemudian diketahui
oleh para sahabat hal ini banyak sekali seperti tata cara sholat, ibadah puasa,
haji ketika dalam perjalanan dan sebagainya dan sahabat menyebarkan riwayat
kepada para tabi’in.
2.
Hadis
pada masa sahabat
Masa ini merupakan masa setelah Rasulullah wafat, pada masa ini
sahabat tidak lagi mendengar sabda Nabi Muhammad SAW yang pada dasarnya
bermuatan ajaran ilahi, sedangkan untuk informasi mengenai hadis hanya dapat
diketahui melalui informasi sahabat. Untuk itu sahabat pada masa ini mulai
sadar mengenai periwayatan ataupun pengembangan hadis, bahkan sahabat rela jika
harus mengorbankan jiwa dan raganya untuk menegakan agama dan menyebaruaskan
islam.[24]
Hingga memasuki periode ke empat, dimana masa ini tergolong pada
masa sahabat Khulafaur Rasyidin, perkembangan pada masa ini mengenai
hadis masih terbatas, karena ketika itu sahabat masih sibuk untuk penyebaran
ajaran Alquran, masa ini juga disebut sebagai al-tatsabut wa al-iqlal min
riwayah meski pada masa ini perhatian sahabat masih terfokus pada
penyebaran Alquran, namun para sahabat juga tetap memperketat dalam penerimaan
hadis, hal ini juga karena sahabatsangat berhati-hati , agar tidak adanya
kekeliruan peiwayatan hadis dengan Alquran, hal tersebut merupakan perhatian
langsung yang dilakukan Khalifah Abu Bakar As-sidiq,hingga kemudian dilanjutkan
Khalifah Umar bin Khattab, Utsman bin Affan hingga Khalifah Ali bin Abi Thalib.
Pada masa pasca Kulafaur Rasyidin
hadis juag sudah berkembang ke beberapa wilayah kekuasaan islam, seperti
Madinah, Mekkah, Kufah, Basrah, Syam hingga Mesir. Kemudian para tabi’in sudah
mulai gencar untuk memperluas hadis dibeberapa tempat sehingga kemudian
penyebaran hadis pada masa ini sudah signifikan, bahkan kemudian dalam catatan
sejarah tercatat pada masa Umar bin Abdul Aziz (99-110 H) tepatnya pada masa
dinasti Abbasiyah, dimana masa ini juga merupakan masa pengkodifisian hadis,
latar belakang mengapa khalifah Umar bin Abdul Aziz dalam mengkodifikasi hadis
disebabkan rasa kekhawatiran beliau akan hilang nya hadis, karena pada masa itu
keadaan para generasi penerus tidak menaruh perhatian besar terhadap hadis.
Selain itu pada masa ini juga banyak nya berita yang diada-adakan
oleh pelaku bid’ah (al- Mubtadi’) seperti Khawarij, Rafidhah, Syi’ah dan
bahkan pada saat itu sudah mulai bermunculan hadis-hadis palsu sehingga Umar
bin Abdul Aziz akan pengkodifikasian hadis mendapatkan berbagai respon dan
antusias umat islam dan juga dari para ulama hadis, sehingga pada maa itu hadis
berhasil dikodifikasikan.
3.
Hadis pada masa Tabi’in
Berkiblat sebagaimana yang dilakukan
para sahabat, berhati-hati dalam periwayatan hadis,para Tabi’in demikian, hanya saja beban yang
dihadapi para tabi’in tidak seperti pada masa sahabat.[25]
Pada masa ini Alquran sudah dikumpulkan dalam bentuk mushaf, sehingga
tidak menimbulkan kekhawatiran mereka.selain itu, pada masa periode akhir khulafaur
Rasyidin (pada masa Utsman bin Affan) para sahabat ahli hadis sudah
menyebar dibeberapa wilayah kekuasaan islam. Dan dari sini adanya kemudahan
bagi para tabi’in untuk mempelajari hadis-hadis dari mereka.
Ketika pemerintahan dibawah
kepemimpinan bani Umayyah, wilayah islam sudah meliputi Makkah, Madinah,
Bashrah, Syam, Khurassan, Mesir, Persia,Irak, Afrika Selatan,Samarkand dan
Spanyol. Sejalan dengan pesatnya
perluasan wilayah kekuasaan islam itu, kemudian penyebaran para sahabat
kedaerah daerah itu semakin meningkat, yang berarti juga meningkatnya perluasan
hadis. Oleh karena nya, masa ini dikenal dengan masa menyebarnya periwayatan
hadis.
Hadis-hadis yang diterima oleh para
tabi’in ini seperti ada yang dalam bentuk catatan-catatan juga tulisan-tulisan
kemudian juga da yang harus dihafal, disamping dalam bentuk yang sudah
terpolakan dalam ibadah dan amaliyah yang dilakukan oleh para sahabat yang
mereka saksikan kemudian mereka ikuti. Kedua bentuk tadi saling melengkapi,
sehingga dari sini tidak ada hadis yang tercecer atau terlupakan satu hadis pun.
Sebagaimana para sahabat dikalangan
tabi’in juga melakukan dua hal, yaitu menghafal dan menulis hadis, banyak yang
dijelaskan dalam riwayat bahwa betapa mereka memperhatikan dalam kedua hal ini.
Tentang menghafal hadis, para ulama tabi’in seperti , Ibn Abi Laila, Abu
Al-Aliyah, Ibn Syihab Az-Zuhri, Urwah Ibn Az-Zubair, Dan Al-Qalamah adalah tokoh-tokoh
terkemuka yang sangat menekankan pentingnya menghafal hadis-hadis secara terus
menerus, kata az-zuhri sebagaimana dikatakan al- auza’i: “ hilangnya ilmu itu
karena tidak mau mengingat-ingat atau menghafalnya.’’ Kata alaqah sebagaiman
dikatakan ibrahim, bahwa dengan menghafalhadis, maka hadis-hadis akan
terpelihara.
Tentang penulisan hadis, disamping
dengan melakukan hafalan secara teratur, diantara mereka juga menulis sebagian
hadis -hadis yang telah diterimanya. Selain itu juga mereka memiliki catatan-catatan
atau surat-surat yang mereka terima langsung dari para sahabat sebagai gurunya.
F. Penutup
Dari uraian yang telah di paparkan dimuka dapat disimpulkan bahwa
banyak sekali mengenai pengertian-pengertian hadis seperti yang telah kamijelaskan
diatas seperti Hadis menurut ahli hadis
adalah ‘’semua yang diwariskan
dari nabi berupa perkataan, perbuatan, dan taqrir (pengakuan), atau sifat baik
sifat fisikal maupun moral, ataupun sirah, baik sebelum menjadi nabi atau
sesudahnya’’.
Sedangkan
menurut pendapat ulama ushul hadis adalah :
اقواله وأفعاله وتقريراته التي تثبُتُ الاحكامُ وتقَرِّرُها
“Segala
perkataan Nabi SAW, perbuatan dan taqrirnya yang berkaitan dengan hukum syara’ dan ketetapannya.
Dalam macam-macam hadis pun dijelaskan mengenai hadis fi’li,qauli,taqriri
dan ahwaliyang masing-masing mempunyai pengertian ada yang sebagai
perbuatan Nabi, perkataan dan ketetapan Nabi.
Adapun mengenai hadis dan sinonimnya
atau sunnah khabar dan atsar secara prinsip atau hal yang
mendasar mengenai istilah hadis mempunyai makna yang sama yaitu segala sesuatu
yang disandarkan kepada nabi Muhammad SAW, baik perkataan, perbuatan maupun
ketetapan.
Adapun mengenai sejarah hadis dari
masa ke masa yaitu dari masa kelahiran hadis yaitu masa Rasulullah, kemudian
masa sahabat atau masa Khulafaur Rasyidin dan masa berkembangnya hadis atau
masa Tabi’in.
DaftarPustaka
Al-Tirmizi,
Muhammad Mahfudz ibn Abdillah. 1974. Manhaj
Dzawi Al-Nazha. Jeddah Al-Haramain.
Arifin, Zainul. 2014. Ilmu
Hadis (Historis & Metodologis). Surabaya :
Pustaka al-muna.
Ash-Shalih,
Subhi. 2000. Membahas ilmu-ilmu Hadi ( Ulum al-Hadits wa Mustalahuh). Jakarta : Pustaka
Firdaus
Itr, Nurrudin. 2012 . ‘Ulumul Hadis
(Manhaj An-Naqd Fii ‘Uluum Al-Hadits.) Bandung : Remaja
Rosdakarya
Juned,
Daniel. 2010. Ilmu Hadis. Jakarta : Aksara Pratama
Khon,
Abdul Majid. 2015. Ulumul Hadis. Jakarta : Amzah
Maulana,
Lutfi. Periodesasi Perkembangan Studi Hadits. Vol 17,No. 1, April 2016
Mudasir.2008.IlmuHadis. Cet. II.
Bandung :PustakaSetia,
Suparta,
Munzier. 1993.Ilmu
Hadis. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
Qohar, Adnan. 2006.Ilmu Ushul Hadis(Terjemah Kitab Al-Manhalu Al-Lathiifu fi Ushuuli Al-Hadisi Al-Syarifi-Prof. Dr.
Muhammad Alawi Al-Maliki). Yogyakarta :PustakaPelajar.
Zain, Lukman. Sejarah Hadis Pada Masa Permulaan dan
Penghimpunanya. Vol 2 No. 01 Juni 2014.
Catatan:
1.
Similarity
tinggi, 40%.
2.
Penulisan
Alquran, bulan Al-quran.
3.
Dalam tulisan ilmiah,
gelar (Prof., Dr., Ustadz, dll) dihilangkan.
4.
Makalah ini
perlu dirapikan.
5.
Penutupnya tidak
seperti penutup.
6.
Mengutip jurnal
harus ditulis juga mengenai nama jurnal dan halamannya.
[1] Adnan Qohar, IlmuUshulHadis(TerjemahKitab
Al-Manhalu Al-Lathiifu fi Ushuuli Al-Hadisi Al-Syarifi-Prof. Dr. Muhammad Alawi
Al-Maliki), Yogyakarta : PustakaPelajar, 2006, hlm. 37
[2]Subhi As-Shalih, membahas
ilmu-ilmu hadis( Terjemah Ulum al-hadits wa Mustalahuhu), Jakarta :
Pustaka Firdaus, 2000, hlm. 15
[3]Daniel Djuned, ilmu hadis, (Jakarta :
Erlangga, 2010), hlm. 75
[4]Muhammad Mahfudz ibn Abdillah Al-Tirmisi, Manhaj
Dzawi Al-Nazha, (Jeddah : Al-Haramain, 19974), hlm. 8
[5]Munzier Suparta, Ilmu Hadis, (Jakarta : PT
Raja Grafindo Persada, 1993), hlm. 3
[7]Hadis Bukhori,Juz 1. hlm. 125-126
[8]Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta :
Bumi Aksara, 2015), hlm. 3-4
[13]Zainul Arifin, Ilmu Hadis (Historis &
Metodologis), (Surabaya : Pustaka al-muna, 2014), hlm. 1-2
[16] Musthafa al-Siba’i, Op. Cit., Hlm. 58
[17]Ajjaj al-Khattib, Op. Cit. Hlm. 28.
[20]Ibid,
[22]Nurrudin’itr, ‘ulumul Hadis (Manhaj An-Naqd Fii
‘Uluum Al-Hadits) Bandung : Remaja Rosdakarya 2012, hlm. 25-29
[23]Lukman Zain, Sejarah Hadis pada Masa Permulaan
dan penghimpunanya, (Cirebon : IAIN syekh Nurjati, 2014), hlm. 6-7
[24]Luthfi Maulana,Periodesasi Perkembangan Studi
Hadits, (Pekalongan:IAIN Pekalongan, 2016) hlm. 113
Tidak ada komentar:
Posting Komentar