Kamis, 25 Oktober 2018

Hadis dan Historisitasnya (PAI H ICP Semester Ganjil 2018/2019)



Hadis dan Historisitasnya
(PAI ICP Arabic Semester Ganjil 2018/2019)
Oleh :
Muhammad RohmatHidayat1
Yuli Yanti Fatimah2
PAI H Angkatan 2017
UniversitasIslam Negri Maulanamalik Ibrahim Malang

التجريد
تبحث هذه المقالة عن الحديث والتاريخ. يناقش فيه عن وجود الأحاديث المتعلقة برأي علماء المحدثين التي فيها تعريف الحديث لغة واصطلاحًا ، وأنواع الحديث في أقوال الرسول أو أفعاله أو تقريراته، ، واختلاف بين الحديث ومرادفه (السنة  والخبر وأثر). وتاريخ الإجاز عن الحديث من زمان لآخر ، بما في ذلك البداية (زمان النبي) ، وزمان الأصحاب ، حتي زمان التابعين. في الإسلام مقام الحديث هو المصدر الثاني بعد القرآن ، وهو واجب على كل مسلم أن يتعلم ويمارس التعاليم التي تحتوي عليه. وقال صلى الله عليه وسلم : (تركت فيكم شيئين لن تضلوا كتاب الله و سنتي)، فليفهم وتعليم القرأن يجب أن يكون الحديث. لأن مقام الحديث مهم جدا. ومعرفةمختلفه وأشكاله هوأيضامهم جدا. لمعرفة أنواعالأشياء التي تعلم في القرآن والحديث. 
الكلمات المفتاحية : الحديث والسنة والخبر والأثر والتارخ
Abstrak
Artikel ini membahas tentang Hadis dan Historisasinya. Didalamnya membahas eksistensi hadis yang berkaitan dengan pendapat para ulama muhaddisin yang mana didalamnya memuat definisi hadis baik secara etimologi dan terminologi, macam-macam hadis baik berupa perkataan, perbuatan, ataupun ketetapan Nabi, perbedaan antara hadis dan sinonim hadis (sunnah, khabar, atsar). Sejarah singkat tentang hadis dari masa kemasa, meliputi masa permulaan (Masa Nabi), masa sahabat, hingga masa para tabi’in. Dalam sumber ajaran islam hadis merupakan sumber yang kedua setelah Alquran, dan diwajibkan untuk setiap muslim mempelajari dan mengamalkan mengenai ajaran-ajaran yang memuat didalamnya. Rosulullah SAW bersabda: “Akutinggalkan dua pusaka kepada kalian yang tidak akan membuat kalian tersesat yakni Al-quran dan Hadis”.Maka, untuk memahami dan mempelajari Al-quranharus membutuhkan hadis, karena kedudukan hadis sangat penting. Mengetahui macam-macam hadis dan bentuk hadis itu juga sangat penting untuk mengetahui berbagai macam hal yang diajarkan didalam Al-quran dan Hadis.
Kata kunci : Hadis, Sunnah, Atsar, Khabar dan Historisnya

A.                Pendahuluan

Pada dasarnya semua umat  Islam telah sepakat bahwa Hadis Rasul adalah sumber hukum Islam kedua setelah Al-quran, dan umat Islam diwajibkan mengikuti Hadis dan mengamalkan apa yang terkandung didalamnya seperti yang ada dalam Al-quran. Hadis adalah sumber hukum Islam yang tetatp karena tanpa Hadis tidak bisa memahami Al-quran.
 Al-quran adalah mu’jizatNabi Muhammad SAW sebagai Nabi akhir zaman. Namun penjelasan didalam Alquran ada yang masih global, membingungkan dan untuk orang awam sulit bisa memahami secara mandiri. Hadis itu sendiri secara istilah peristiwa yang disandarkan  kepada Rasulullah SAW baik dari perkataan, perbuatan, perilaku dan segala keadaannya. Hadis juga merupakan sumber kedua setelah Al-quran dalam Islam. Oleh karena itu, kami akan menjelaskan pengertian Hadis, Sunnah, Khabar, dan Asar.  Baik dari persamaan maupun perbedaanya dan segi historisnya kami akan merangkumnya dalam artikel ini.

B.                    Pengertian Hadis
Hadis menurut etimologi berarti “baru’’sebagaimana lawan dari kata ‘’ lama’’[1] begitupun tinjauan abdul baqa’ adalah “isim’’ (kata benda) dari tahdits yang berarti pembicaraan[2]. Al-jadid yang artinya baru lawan dari qodim (lama) artinya menunjukkan kepada sesuatu yang dekat atau singkat seperti  حَيْثُ العَهْدِ فِي الإسلامِ  ( orang yang baru memeluk agama Islam).
Begitupula dalam terminologi ahli hadis,sebagaimana ditujukan pada : khabaran yang berisi ucapan, perbuatan, kelakuan, sifat atau kebenaran yang orang katakan dari Nabi SAW, maupun sah khabaran dikatakan dari nabi atau tidak. Hadis disebut juga Sunnah, Khabar, dan Asar. Tetapi sering kali yang mengandung sabda Rasulullah SAW juga yang bisa dikatakan hadis. Adapun ilmu hadis menurut terminologi, para ulama berbeda-beda dalam merumuskanya, terdapat pula perbedaan dari kalangan muhaddisin, terdapat pendapat yang berbeda-beda, berikut uraiannya.
Hadis dalam pengertian ahli hadis[3]
كل ما اثرعلى النبي من قول او فعل او تقرير او وصفة خلقية او خلقية او سيرة سوء كان قبل البعثة او بعدها

“semua yang diwariskan dari nabi berupa perkataan, perbuatan, dan taqrir (pengakuan), atau sifat baik sifat fisikal maupun moral, ataupun sirah, baik sebelum menjadi nabi atau sesudahnya”.


Menurut ahli hadis, definisi hadis adalah[4]
اقوال النبي صل الله عليه وسلم وافعالُه و احواله
“Segala perkataan Nabi SAW, perbuatan, dan hal Ihwalnya”.
Yang dimaksud hal ihwalnya segala yang diriwayatkan oleh Nabi yang berkaitan dengan himmah, karakteristik, sejarah kelahiran, dan kebiasaan-kebiasaannya
3. Sementara menurut pendapat para ulama ushul adalah[5]
اقواله وأفعاله وتقريرته التي تثبتُ الاحكام وتقررها
“Segala perkataan Nabi SAW, perbuatan dan taqrirnya yang berkaitan dengan   hukum syara’ dan ketetapannya”
Menurut pendapat dari ulama ushul ini jelas bahwa hadis adalah bersumber kepada Nabi SAW, baik ucapan, perbuatan dan ketetapan yang berhubungan dengan hukum atau ketentuan-ketentuan Allah swt, yang disyariatkan kepada manusia. Yang dikatakan hadis adalah sesuatu yang berhubungan dengan misi dan ajaran Allah swt, yang dibawa oleh Nabi muhammad SAW.
C.             macam-macam Hadis
Dalam klasifikasinya,macam-macam hadis terbagi menjadi beberapa bagian diantaranya :
Hadis Qouli
Yang disebut dengan hadis qouli adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW yang dimuat berupa perkataan atau ucapan yang didalamnya membahas berbagai maksud syara’, atau keadaan, dan peristiwa baik yang berkaitan dengan aqidah, akhlaq, syariah atau pun yang lain.[6]
Contoh hadis qouli adalah tentang bacaan al-Fatihah dalam shalat, berbunyi :
لا صلاة لمن لم يقرأ بفاتحة الكتاب
Artinya “Tidak sah shalat seseorang tanpa membaca surat al-Fatihah”
Hadis Fi’li
Disebut dengan hadis fi’li adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW berupa perbuatan yang dicontohkan oleh Nabi yang sampai pada kita. Seperti Haji dan shalat. Contoh hadis fi’li tentang shalat adalah :
صلوا كما رأيتموني أصلي (رواه البخرى)[7]
Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku shalat”.
Hadis Taqriri
Hadis persetujuan atau biasa disebut hadis taqriri, yakni suatu perbuatan atau perkataan diantara para sahabat yang disetujui oleh nabi, misalnya ketika melihat bahwa bibi ibnu abbas menyuguhi beliau dalam satu nampan berisikan minyak samin, mentega dan daging binatang dhabb (semacam biawak tetapi bukan biawak) kemudian nabi diam. Beliau makan sebagian dari mentega dan minyak samin itu dan tidak mengambil daging binatang dhabb karena jijik. Seandainya jika haram, tentunya daging tersebut tidak disuguhkan kepada beliau. (HR. Al-Bukhari)[8]
Hadis Ahwali
Berkenaan dengan hadis yang dimaksud dengan hadis ahwali adalah hadis yang berhubungan dengan ihwal/hal Nabi SAW yang berkenaan dengan keadaan fisik dan sifat-sifat kepribadiannya. Mengenai keadaan fisik nabi yang dijelaskan dalam hadis, tentang fisik nabi yang tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu pendek Sebagaimana yang telah dikatakan oleh Barra’dalam sebuah hadis yang diriwayat oleh Bukhari, sebagai berikut :[9]
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم أحسَن الناس وجْها وأحسنَه خلقا ليس بالطويل البائِنِ ولا بالقصير (رواه البخاري)
“Nabi SAW adalah sebaik-sebaik manusia, wajah, dan tubuh. Keadaan fisiknya tidak tinggi dan tidak pendek. (HR. Bukhari)”.
قال أنسٌ رضي الله عنه ما مسستُ حريرا ولا ديباجا ألين من كفِّ النبي ص ولا شممتُ ريحا قط أو عرفا قطُّ أطيب مِن ريح  أو عرف النبي ص (رواه البخاري)[10]
“Berkata Anas bin Malik: aku belum pernah memegang sutra murni dan sutra berwarna (yang halus) sehalus telapak tangan Rasul SAW juga belum pernah mencium wewangian seharum Rasul SAW. (HR. Bukhari)”
D.       Perbedaan antara hadis, sunnah, khabar dan atsar
Didalam hadis terdapat beberapa isilah yang berkenaan yaitu mempunyai hubungan erat atau sinonim dengan pekataan,perbuatan dan taqrir (ketetapan) Rasulullah SAW. Yaitu hadis, sunnah khabar dan atsar.namun macam-macam istilah ulama muhaddisin yang dalam kesempatan ini akan dibahas.
Hadis
            Berangkat dari segi lughothadis mempunyai beberapa arti “baru’’sebagaimana lawan dari kata ‘’ lama’’[11],“isim (kata benda) dari tahdits yang berarti pembicaraan.[12] Dan dinukil dari bahasa arab yaitu ‘’ilmu al-Hadith’’ yang terdiri dari dua kata’’ilmu’’ dan ‘’al-hadith’’[13]
Sedangkan dari segi istilah adalah :
Hadis dalam pengertian ahli hadis
كل ما اثرعلى النبي من قول او فعل او تقرير او وصفة خلقية او خلقية او سيرة سوء كان قبل البعثة او بعدها
“semua yang diwariskan dari nabi berupa perkataan, perbuatan, dan taqrir (pengakuan), atau sifat baik sifat fisikal maupun moral, ataupun sirah, baik sebelum menjadi nabi atau sesudahnya”
Sunnah
Sunnah jika dilihat dari segi bahasa yakni suatu cara yang dapat ditempuh (insiatif), baik ataupun buruk[14]ada yang berpendapat juga sebagai uswatun hasanah  atau qudwah (contoh atau teladan yang paling sempurna), bukan merupakan sumber hukum.[15] Ada juga yang memaknainya,
الطريقة محمودةً كانت او مذمونة
“Jalan yang terpuji atau yang tercela”.
Bila lafadz sunnah disebutkan dalam masalah yang berhubungan dengan hukum syara’, maka yang dimaksudkan adalah segala sesuatu yang diperintahkan,dianjurkan atau  dilarang oleh Rasulullah SAW,baik berupa perkataan, perbuatan, atau ketetapannya. Dan apabila dalam dalil hukum syara’ disebutkan  al-sunnah, berarti yang dimaksudkan adalah al-Quran dan hadis.
Berangkat dari pengertian  sunnah menurut terminologi ada beberapa perbedaan dikalangan para ulama. Hal ini disebabkan karena perbedaan latar belakang , persepsi, dan sudut pandang terhadap Rasulullah SAW, secara garis besar perbedaan itu  terkelompokkan menjadi tiga golongan: ahli hadis, ahli fiqih, ahli ushul.
Definisi sunnah menurut golongan ahli hadis :
ما أثر عن النبي ص من قول أو فعل او تقرير أو صفة خلقية أو سيرة، سواء كان قبل البعثة أو بعدها
Artinya : segala yang bersumber dari Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan, sifat, budi pekerti, perjalanan hidup, baik sebelum diangkat menjadi Rasul maupun sesudahnya.
Jadi, dengan definisi tersebut dapat diambi kesimpulan bahwa para ahli hadis menyamakan antara sunnah dan hadis. Para ahli hadis ini membawa sunnah kepada seluruh kebiasaan Nabi SAW, baik yang melahirkan hukum syara’ ataupun tidak hal ini terlihat dari definisi yang dikeluarkan mencakup tradisi Nabi sebelum masa terutusnya sebagai Rasul.
Definisi sunnah menurut ahli ushul:
Ahli ushul mendefinisikan, sunnah adalah segala perbuatan yang disandarkan kepada Nabi SAW yang berhubungan dengan hukum syara’. Baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan Nabi.

Mereka mendefinisikan sebagai berikut :
كل ما صدر عن النبي ص غير القرآن الكريم من قول أو فعل أو تقرير مما يصلح أن يكون دليلا لحكم شرعيٍ
Segala sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW selain al-Quranul-Karim, berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapannya yang pantas untuk dijadikan dalil bagi hukum syara’.
Definisi ini ahli ushul membatasi pengertian sunnah hanya pada semua yang bersumber dari Nabi, baik perkataan, perbuatan, maupun ketetapannya yang berkaitan dengan hukum syara’.
Sedangkan defini sunnah menurut Ahli Fiqih :
ما ثَبَتَ عن النبي ص من غير افتراض ولاوجوب، وتقابل الواجب وغيره مِن الاحكام الخمسة.[16]
Segala ketetapan yang beraal dari Nabi SAW selain yang di fardhukandan diwajibkan dan termasuk hukum Islam yang lima.
Ulama ahli fiqih memberi pengertian seperti ini karena mereka memusatkan pembahasan tentang pribadi dan prilaku Rasulullah SAW. Pada semua perbuatan yang melandasi hukum syara’, utuk diterapkan pada perbuatan manusia pada umumnya, baik yang wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram.
Khabar
Dibanding dengan sunnah, khabar menurut bahasa sama dengan hadis, yakni segala berita yang disampaikan oleh seseorang kepada orang lain. Sedangkan pengertian khabar menurut terminologi, antara satu ulama dengan ulama lainnya berbeda pendapat. Menurut ulama ahli hadis khabar itu sama dengan hadis, keduanya dapat dipakai untuk sesuatu marfu’, mauquf, dan maqthu’, mencakup segala yang datang dari Rasulullah, sahabat, tabi’in, baik perkataan, perbuatan, maupun taqrirnya.[17]
Ulama lain ada yang mengatakan bahwa khabar adalah sesuatu yang datang dari selain Nabi SAW, sedangkan yang datang dari Nabi SAW disebut hadis.
Sebagian ulama mendefinisikan sebagai berikut:
ماجاء عن لنبي صلى الله عليه وسلم وغيره من اصحابه او التابعين او تابع التابعين او من دونهم
Sesuatu yang datang dari nabi SAW dan dari yang lain seperti para sahabat, tabi’in dan pengikut tabi’in atau orang-orang setelahnya.[18]
Mayoritas ulama menilai hadis yang khusus datangnya dari nabi, berangkat dari khabar yaitu sesuatu yang dari nabi atau selain nabi, termasuk didalamnya mengenai berita umat terdahulu, para nabi dan lain-lain. Seperti misal, Nabi isa berkata...,Nabi ibrahim berkata..., dan lainya, termasuk dalam khabar bukan hadis jika ambil kesimpulan bahwa khabar lebih umum dari pada hadis dan dapat dikatakan bahwa setiap hadis adalah khabar dan khabar tidak mesti hadis.


Atsar
Didefinisikan dari segi bahasa, atsar berarti البقية او بقية الشي  (peninggalan atau bekas sesuatu), maksudnya disini ialah peninggalan atau bekas nabi karena hadis adalah peninggalan beliau, atau dalam istilah lain المنقول ( yang dipindahkan dari Nabi), seperti kalimat الدعاء الماثور  dari akar kata atsar , doa yang sisumberkan dari nabi.[19]
Beralih definisi menurut istilah memiliki dua pendapat mengenai atsar; Pertama,atsar sinonim hadis , kedua, atsar ialah sesuatu yang disandarkan oleh para sahabat (mauquf) dan tabi’in (maqthu’), baik dalam perkataan maupun perbuatan.
Sebagian ulama mendefinisikan:
ماجاء عن لنبي صلى الله عليه وسلم وغيره من اصحابه او التابعين او تابع التابعين او من دونهم
Sesuatu yang datang dari nabi SAW dan dari yang lain seperti para sahabat, tabi’in dan pengikut tabi’in atau orang-orang setelahnya.[20]
Sesuatu yang disandarkan pada sahabat disebut dengan berita atau mauquf dan sesuatu yang datang dari tabi’in  disebut berita maqthu’. Menurut ahli hadis, atsar merupakan sesuatu yang disandarkan kepada nabi (marfu’), para sahabat (mauquf) juga ulama salaf. Sementara fuqoha’ Khurrasan membedakanya; atsar ialah berita mauquf,sedangkan khabar adalah berita mafru’  dapat disimpulkan bahwa atsar lebih umum dari pada khabar  karena adakalanya atsar berita yang datang dari Nabi dan yang lain, sedangkan khabar adalah berita yang datang dari Nabi dan sahabat.
Rangkuman perbedaan hadis dan sinonimnya

Hadis dan sinonim nya

Sandaran
Aspek dan spesifikasinya

Sifatnya

Hadis

Nabi
Perkataan (qouli) perbuatan (fi’li) persetujuan/ketetapan (taqriri)
Lebih khusus dan sekalipun dilakukan sekali
Sunnah
Nabi dan para sahabat
Perbuatan (fi’li)
Menjadi tradisi
Khabar
Nabi dan selainya
Perkataan (qouli) perbuatan (fi’li)
Lebih umum
Atsar
Sahabat dan tabi’in
Perkataan (qouli) perbuatan (fi’li)
Umum

E.       Sejarah Hadis dari masa ke masa
Dalam ruang lingkup sejarah pertumbuhan dan perkembangan hadis dapat di klasifikasikan menjadi beberapa bagian yaitu hadis pada masa nabi (masa kelahiran), hadis pada masa sahabat dan juga hadis pada masa tabi’in.
1.      Masa kelahiran
Masa kelahiran pada bagian ini yang dimaksud adalah dilahirkan atau disabdakanya hadis oleh Rasulullah  SAW.  Sejak awal masa kenabian , masa sahabat hingga penghujung abad pertama hijriah, pembahasan ini mengenai masa kelahiran hadis sebagai masa yang dimaksud yakni terkait langsung dengan pribadi Nabi SAW. Sebagai sumber dari hadis sebagaimana beliau telah membina umatnya selama kurang lebih 23 tahun masa tersebut merupakan kurun waktu turun dan berbarengan pula dengan keluarnya hadis.[21]
Faktor pendukung pemeliharaan hadis
Beberapa diantara faktor pendukung pemeliharaan Hadis yang terpenting adalah sebagai berikut.[22]
A) Kejernihan hati dan kuatnya daya hafal
Pada zaman dahulu bangsa arab adalah umat yang ummi, yaitu tidak bisa membaca dan menulis, dan yang mereka andalkan adalah daya ingat dan ingatan tersebut akan berkembang menjadi semakin kuat apabila dipergunakan setiap diperlukan , kehidupan yang teramat sederhana tanpa adanya hiruk juga pikuk peradaban kota dengan berbagai problematkanya menjadikan mereka berhati jernih, terkait hal tersebut bahwa bangsa arab adalah sebagai bagsa yang kuat daya hafalnya yang sulit dicari tandingannya karena memiliki kecerdasan yang amat mengangumkan , mereka dapat menghafalkan nasab-nasab mereka yang panjang dan berantai kebeberapa geerasi , hanya dengan sekali dengar mereka dapat menghafal berbagai syair yang panjang , khotbah dan lainya, sebagaimana tercatat dalam sejarah. Dan merupakan suatukebanggaan yang tidak dimiliki oleh umat lain.
B) Minat yang kuat terhadap agama
Bangsa arab meyakini bahwa tidak ada kebahagiaan didunia pula keberuntungan di akhirat , dan tidak ada jalan menuju kemuliaan dan kedudukan terhormat diantara seluruh umay kecuali dengan agama islam. Hingga mereka begitu perhatian terhadap hadis nabi dalam mempelajari seluruhnya.  Juga karena danya imbauan Rasulullah kepada mereka agar menghafal hadis danmenyampaikanya kepada setiap orangdan diulang berkali-kali dalam hadis dengan demikian hal ini menunjukan betapa besarnya perhatian beliau terhadap penghafalan dan penyampaian hadis.
C) Kedudukan hadis dalam agama islam
Hadis merupakan sendi asasi para sahabat dalam sikap perbuatan dan etika sebab mereka senantiasa tunduk pada Rasululah dalam segala hal ketika mendapat kalimat dari nabi pun itu akan mendarah daging kepada perilaku mereka dan hal tersebut tidak diragukan lagi akan menyebabkan mereka hafal dan menutupkemungkinan untuk lupa dan dalam hal itu mereka dapat membebaskan diri dari tuntunan kewajiban sekaligus sebagai manifestasi ketaatan mereka.
Nabi tahu bahwa para sahabat nantinya akan menjadi pengganti beliau dalam mengemban amanah menyampaikan risalah. Ada beberapa metode yang beliau sampaikan kepada para sahabat dan menempuh jalan hikmah agar sahabat benar-benar mampu mengemban tanggung jawab. Diantara metode deliau berbicara adalah sebagai berikut:
Beliau dalam menyampaikan hadis itu tidak secara beruntun, melainkan sedikit demi sedikit, agar bisa meresap dalam hati.
Beliau berbicara tidak dengan panjang lebar, namun dengan sederhana seperti dijelaskan dalam hadis, oleh Aisyah r.a sebagai berikut:
كل يحدث حديثا لوعداللعادلاحصاه

Nabi Saw. Berbicara begitu rupa hingga seandainya seseorang ingin menghitungnya niscaya ia tidak dapat menghitungnya. (muttafaq’alaih).
Nabi sering kali mengulangi pembicaraanya agar dapat ditangkap oleh hari orang yang mendengarnya , sebagaimana shahih Al-bukhori dijelaskan dan yang lainya dari anas,
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يعيد الكلمة ثلاثا لتعقل عنه

Rasulullah Saw. Mengulang-ulang satu kata sampai tiga kali agar dapat dihafal.
Cara Rasulullah menyampaikan hadis
Rasulullah telah diangrahi kemampuan yang jarang dimiliki oang lain dalam menjelaskan suatu masalah berkenaan dengan hal itu Alquran menyebut hadis sebagai al-hikmah.
Tidak dapat diragukan lagi bahwa penjelasan yang baligh akan dapat menguasai setiap hati orang yang mendengarnya, sebagaimana dapat mengaliri dan membasahi rasio juga emosi. Lalu bagaimana dengan orang yang mendengarnya dalah orang yang faham dan mnguasai balaghah, cerdas dan sangat besar cintanya kepada pembicaraanya.
Penerimaan hadis oleh para sahabat
Cara sahabat menerima hadis dari rasul bermacam-macam .[23]
Berhadapan secara langsung dengan Rasulullah (musyafahah)
Menyaksikan (Musyahadah) perbuatan atau taqrir Rasul
Mendengar dari sahabat lain yang mengetahui secara langung dari Rasul karena tidak semua sahabat dapat menghadiri majis Rasul karena kesibukanya masing-masing.
Berangkat dari hal itu, Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib menyatakan bahwa para sahabat memperoleh hadis dari Rasul sekurang-kurangnya dengan empat macam cara, yaitu sebagai berikut:
            Dari majlis-majlis Rasul, seluruh majlis Rasul adalah majlis ilmu dan beliau selalu menentukan waktunya terlebih dahulu untuk mengajar para sahabatnyadan sahabat menanggapi dengan antusias yang tinggi, namun ada dari sahabt yang tidak bisa mengikutinya, lantaran kesibukanya.
Kejadian-kejadian sebagaimana yang dialami oleh Rasul sendiri, kemudian dijelaskan oleh beliau itu (hadis) kemudian diketahui oleh para sahabat dan kemudian menyebar keseluruh orang muslim. Kejadian-kejadian yang dialami oleh para sahabat , kemudian sahabat bertanya mengenai hukum kepada Rasul, sehingga Rasul memberikan penjelasan tentang hukum yang ditanyakan, dan hal ini kerap terjadi dan sahabat, dan para sahabat tidak segan menanyakan suatu hukum atas kejadian yang dialami kepda Rasul.
Perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh Rasul kemudian diketahui oleh para sahabat hal ini banyak sekali seperti tata cara sholat, ibadah puasa, haji ketika dalam perjalanan dan sebagainya dan sahabat menyebarkan riwayat kepada para tabi’in.
2.               Hadis pada masa sahabat
Masa ini merupakan masa setelah Rasulullah wafat, pada masa ini sahabat tidak lagi mendengar sabda Nabi Muhammad SAW yang pada dasarnya bermuatan ajaran ilahi, sedangkan untuk informasi mengenai hadis hanya dapat diketahui melalui informasi sahabat. Untuk itu sahabat pada masa ini mulai sadar mengenai periwayatan ataupun pengembangan hadis, bahkan sahabat rela jika harus mengorbankan jiwa dan raganya untuk menegakan agama dan menyebaruaskan islam.[24]
Hingga memasuki periode ke empat, dimana masa ini tergolong pada masa sahabat Khulafaur Rasyidin, perkembangan pada masa ini mengenai hadis masih terbatas, karena ketika itu sahabat masih sibuk untuk penyebaran ajaran Alquran, masa ini juga disebut sebagai al-tatsabut wa al-iqlal min riwayah meski pada masa ini perhatian sahabat masih terfokus pada penyebaran Alquran, namun para sahabat juga tetap memperketat dalam penerimaan hadis, hal ini juga karena sahabatsangat berhati-hati , agar tidak adanya kekeliruan peiwayatan hadis dengan Alquran, hal tersebut merupakan perhatian langsung yang dilakukan Khalifah Abu Bakar As-sidiq,hingga kemudian dilanjutkan Khalifah Umar bin Khattab, Utsman bin Affan hingga Khalifah Ali bin Abi Thalib.
Pada masa pasca Kulafaur Rasyidin  hadis juag sudah berkembang ke beberapa wilayah kekuasaan islam, seperti Madinah, Mekkah, Kufah, Basrah, Syam hingga Mesir. Kemudian para tabi’in sudah mulai gencar untuk memperluas hadis dibeberapa tempat sehingga kemudian penyebaran hadis pada masa ini sudah signifikan, bahkan kemudian dalam catatan sejarah tercatat pada masa Umar bin Abdul Aziz (99-110 H) tepatnya pada masa dinasti Abbasiyah, dimana masa ini juga merupakan masa pengkodifisian hadis, latar belakang mengapa khalifah Umar bin Abdul Aziz dalam mengkodifikasi hadis disebabkan rasa kekhawatiran beliau akan hilang nya hadis, karena pada masa itu keadaan para generasi penerus tidak menaruh perhatian besar terhadap hadis.
Selain itu pada masa ini juga banyak nya berita yang diada-adakan oleh pelaku bid’ah (al- Mubtadi’) seperti Khawarij, Rafidhah, Syi’ah dan bahkan pada saat itu sudah mulai bermunculan hadis-hadis palsu sehingga Umar bin Abdul Aziz akan pengkodifikasian hadis mendapatkan berbagai respon dan antusias umat islam dan juga dari para ulama hadis, sehingga pada maa itu hadis berhasil dikodifikasikan.
3.          Hadis pada masa Tabi’in
            Berkiblat sebagaimana yang dilakukan para sahabat, berhati-hati dalam periwayatan hadis,para  Tabi’in demikian, hanya saja beban yang dihadapi para tabi’in tidak seperti pada masa sahabat.[25] Pada masa ini Alquran sudah dikumpulkan dalam bentuk mushaf, sehingga tidak menimbulkan kekhawatiran mereka.selain itu, pada masa periode akhir khulafaur Rasyidin (pada masa Utsman bin Affan) para sahabat ahli hadis sudah menyebar dibeberapa wilayah kekuasaan islam. Dan dari sini adanya kemudahan bagi para tabi’in untuk mempelajari hadis-hadis dari mereka.
            Ketika pemerintahan dibawah kepemimpinan bani Umayyah, wilayah islam sudah meliputi Makkah, Madinah, Bashrah, Syam, Khurassan, Mesir, Persia,Irak, Afrika Selatan,Samarkand dan Spanyol. Sejalan dengan pesatnya  perluasan wilayah kekuasaan islam itu, kemudian penyebaran para sahabat kedaerah daerah itu semakin meningkat, yang berarti juga meningkatnya perluasan hadis. Oleh karena nya, masa ini dikenal dengan masa menyebarnya periwayatan hadis.
            Hadis-hadis yang diterima oleh para tabi’in ini seperti ada yang dalam bentuk catatan-catatan juga tulisan-tulisan kemudian juga da yang harus dihafal, disamping dalam bentuk yang sudah terpolakan dalam ibadah dan amaliyah yang dilakukan oleh para sahabat yang mereka saksikan kemudian mereka ikuti. Kedua bentuk tadi saling melengkapi, sehingga dari sini tidak ada hadis yang tercecer atau terlupakan satu  hadis pun.
            Sebagaimana para sahabat dikalangan tabi’in juga melakukan dua hal, yaitu menghafal dan menulis hadis, banyak yang dijelaskan dalam riwayat bahwa betapa mereka memperhatikan dalam kedua hal ini. Tentang menghafal hadis, para ulama tabi’in seperti , Ibn Abi Laila, Abu Al-Aliyah, Ibn Syihab Az-Zuhri, Urwah Ibn Az-Zubair, Dan Al-Qalamah adalah tokoh-tokoh terkemuka yang sangat menekankan pentingnya menghafal hadis-hadis secara terus menerus, kata az-zuhri sebagaimana dikatakan al- auza’i: “ hilangnya ilmu itu karena tidak mau mengingat-ingat atau menghafalnya.’’ Kata alaqah sebagaiman dikatakan ibrahim, bahwa dengan menghafalhadis, maka hadis-hadis akan terpelihara.
            Tentang penulisan hadis, disamping dengan melakukan hafalan secara teratur, diantara mereka juga menulis sebagian hadis -hadis yang telah diterimanya. Selain itu juga mereka memiliki catatan-catatan atau surat-surat yang mereka terima langsung dari para sahabat sebagai gurunya.

F.      Penutup
Dari uraian yang telah di paparkan dimuka dapat disimpulkan bahwa banyak sekali mengenai pengertian-pengertian hadis seperti yang telah kamijelaskan diatas seperti Hadis menurut ahli hadis  adalah  ‘’semua yang diwariskan dari nabi berupa perkataan, perbuatan, dan taqrir (pengakuan), atau sifat baik sifat fisikal maupun moral, ataupun sirah, baik sebelum menjadi nabi atau sesudahnya’’.
Sedangkan menurut pendapat ulama ushul hadis adalah :
اقواله وأفعاله وتقريراته التي تثبُتُ الاحكامُ وتقَرِّرُها
“Segala perkataan Nabi SAW, perbuatan dan taqrirnya yang berkaitan dengan   hukum syara’ dan ketetapannya.
Dalam macam-macam  hadis  pun dijelaskan mengenai hadis fi’li,qauli,taqriri dan ahwaliyang masing-masing mempunyai pengertian ada yang sebagai perbuatan Nabi, perkataan dan ketetapan Nabi.
            Adapun mengenai hadis dan sinonimnya atau sunnah khabar dan atsar secara prinsip atau hal yang mendasar mengenai istilah hadis mempunyai makna yang sama yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi Muhammad SAW, baik perkataan, perbuatan maupun ketetapan.
            Adapun mengenai sejarah hadis dari masa ke masa yaitu dari masa kelahiran hadis yaitu masa Rasulullah, kemudian masa sahabat atau masa Khulafaur Rasyidin dan masa berkembangnya hadis atau masa Tabi’in.

DaftarPustaka
Al-Tirmizi, Muhammad Mahfudz ibn Abdillah. 1974. Manhaj Dzawi Al-Nazha. Jeddah                   Al-Haramain.
Arifin, Zainul. 2014. Ilmu Hadis (Historis & Metodologis). Surabaya : Pustaka al-muna.
Ash-Shalih, Subhi. 2000. Membahas ilmu-ilmu Hadi ( Ulum al-Hadits wa Mustalahuh).                   Jakarta : Pustaka Firdaus
Itr, Nurrudin. 2012 . Ulumul Hadis (Manhaj An-Naqd Fii ‘Uluum Al-Hadits.) Bandung :                  Remaja Rosdakarya
Juned, Daniel. 2010. Ilmu Hadis. Jakarta : Aksara Pratama
Khon, Abdul Majid. 2015. Ulumul Hadis. Jakarta : Amzah
Maulana, Lutfi. Periodesasi Perkembangan Studi Hadits. Vol 17,No. 1, April 2016
Mudasir.2008.IlmuHadis. Cet. II. Bandung :PustakaSetia,
Suparta, Munzier. 1993.Ilmu Hadis. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
Qohar, Adnan. 2006.Ilmu Ushul Hadis(Terjemah Kitab Al-Manhalu Al-Lathiifu fi       Ushuuli Al-Hadisi Al-Syarifi-Prof. Dr. Muhammad Alawi Al-Maliki). Yogyakarta :PustakaPelajar.

Zain, Lukman. Sejarah Hadis Pada Masa Permulaan dan Penghimpunanya. Vol 2  No.     01 Juni 2014.

Catatan:
1.      Similarity tinggi, 40%.
2.      Penulisan Alquran, bulan Al-quran.
3.      Dalam tulisan ilmiah, gelar (Prof., Dr., Ustadz, dll) dihilangkan.
4.      Makalah ini perlu dirapikan.
5.      Penutupnya tidak seperti penutup.
6.      Mengutip jurnal harus ditulis juga mengenai nama jurnal dan halamannya.




[1] Adnan Qohar, IlmuUshulHadis(TerjemahKitab Al-Manhalu Al-Lathiifu fi Ushuuli Al-Hadisi Al-Syarifi-Prof. Dr. Muhammad Alawi Al-Maliki), Yogyakarta : PustakaPelajar, 2006, hlm. 37
[2]Subhi As-Shalih, membahas ilmu-ilmu hadis( Terjemah Ulum al-hadits wa Mustalahuhu), Jakarta : Pustaka Firdaus, 2000, hlm. 15
[3]Daniel Djuned, ilmu hadis, (Jakarta : Erlangga, 2010), hlm. 75
[4]Muhammad Mahfudz ibn Abdillah Al-Tirmisi, Manhaj Dzawi Al-Nazha, (Jeddah : Al-Haramain, 19974), hlm. 8
[5]Munzier Suparta, Ilmu Hadis, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,  1993), hlm. 3
[6]Ibid, hlm. 18
[7]Hadis Bukhori,Juz 1. hlm. 125-126
[8]Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta : Bumi Aksara, 2015), hlm. 3-4
[9]Mudasir, Ilmu Hadis, (Bandung : Pustaka Setia, 2008), hlm. 37
[10]Ibid,hlm. 198
[11]Ibid, hlm. 37
[12]Ibid, hlm. 15
[13]Zainul Arifin, Ilmu Hadis (Historis & Metodologis), (Surabaya : Pustaka al-muna,  2014), hlm. 1-2
[14]Ibid, hlm. 3
[15]Ibid, hlm. 32
[16] Musthafa al-Siba’i, Op. Cit., Hlm. 58
[17]Ajjaj al-Khattib, Op. Cit. Hlm. 28.
[18]Ibid, hlm. 10
[19]Ibid, hlm. 11
[20]Ibid,
[21]Ibid, hlm. 25
[22]Nurrudin’itr, ‘ulumul Hadis (Manhaj An-Naqd Fii ‘Uluum Al-Hadits) Bandung : Remaja Rosdakarya 2012, hlm. 25-29
[23]Lukman Zain, Sejarah Hadis pada Masa Permulaan dan penghimpunanya, (Cirebon : IAIN syekh Nurjati, 2014), hlm. 6-7
[24]Luthfi Maulana,Periodesasi Perkembangan Studi Hadits, (Pekalongan:IAIN Pekalongan, 2016) hlm. 113
[25]Ibid, hlm. 18-19

Tidak ada komentar:

Posting Komentar