NASIONALISME PERSPEKTIF AL QUR’AN DAN
HADIST
P.IPS
A 2016
Ratna
Kusdiana Nugrahaini (16130039)
Desy Fatma
Sari (16130115)
Abstrak
This paper discusses about the nationalism of the
viewpoint of islam. Nationalism is the political attitude of the society have
in common areas, culture, language, ideology, ideals and goals, and then
crystallized into a familiar anthem. Understand this burgeoning political power
to affect the world and broad impact for countries of the nation. Addressing
Muslims nationalism is diverse, there are received, there is a priori, and some
were refused. Regardless of how Muslims addressing the concept of nationalism,
nationalism has actually been a lot simpler in the teachings of islam.
Description of nationalism embodied in many verses of the Qur'an nor Hadith of
the Prophet. There is no textual basis verses that clearly mention about
nationalism. However, if we ferret out even further, then we will find some
verses of the Qur'an nor Hadith of the Prophet which contextually has a meaning
that is closely associated with nationalism.
Abstrak
Tulisan
ini membahas mengenai nasionalisme ditinjau dari sudut pandang islam.
Nasionalisme merupakan sikap politik masyarakat yang mempunyai kesamaanwilayah,
budaya, bahasa, ideologi, cita-cita dan tujuan, kemudian mengkristal
menjadipaham kebangsaan.Paham ini berkembang kemudian mempengaruhi politik
kekuasaan duniadan berdampak luas bagi negara-negara bangsa.Umat Islam
menyikapi nasionalisme ini beragam, ada yangmenerima, ada yang apriori, dan ada
yang menolak. Terlepas dari bagaimana umat islam menyikapi nasionalisme, konsep
mengenai nasionalisme sebenarnya telah banyak tertuang di dalam ajaran-ajaran
islam. Penjelasan mengenai nasionalisme banyak terkandungdalam ayat-ayat
Al-Qur’an maupun hadits-hadits nabi.Secara tekstual memang tidak ada ayat yang
secara jelas menyebutkan tentang nasionalisme. Akan tetapi, jika kita mengorek
lebih jauh lagi, maka kita akan menemukan beberapa ayat Al-Qur’an maupun hadits
nabi yang secara kontekstual memiliki makna yang sangat erat kaitannya dengan
nasionalism
Keywords :Nasionalisme
perspektif al qur’an dan hadist
A.
Pendahuluan
Nasionalisme
merupakan suatu paham kebangsaan yang timbul Karena perasaan senasib dan
sejarah untuk hidup bersama sebagai suatu bangsa yang merdeka, berdaulat, dan
bersatu dengan memiliki cita cita yang sama dalammembentuk suatu negara
kebangsaan. Hal ini didasarkan atas rasa cinta terhadap anah iar, bangsa dan
negara itu nasionalisme sering dipandang sebagai ideology pemelihara bangsa.
Secara historis paham nasionalisme berawal dari Barat (Eropa) sekitar abad ke
15 kemudian muncul mulai berkembang ke Timur terutama (Asia dan Afrika)
termasuk Indonesia sekitar abad ke 20, yang dapat mempengaruhi sisi politik
kekuasaan. Dalam artikel ini menjelaskan nasionalisme Barat dan nasionalisme
Timur terdapat perbedaan yang signifikan.Nasionalisme Barat yang awalnya lekat
dengan liberalism lambat tahun berubah menjadi kekuatan kolonialisme di
berbagai benua Timur terutama Asia dan Afrika termasuk Indonesia.Kolonialisme
tersebut membangkitkan semangat dan upaya upaya perlawanan terhadap Barat
dengan menggunakan ide yang lahir dan berkembang di barat yaitu
nasionalisme.Namun nasionalisme timur berlawan dengan nasionalisme Barat yang
identik dengan menyerang karena sistem kolonialisme, sedangkan nasionalisme
Timur mempunyai rasa kemanusianan.Islam mengakui bahwa tuhan menjadikan manusia
berkelompok kelompok dan berbangsa bangsa. Nasum dalam islam bahwasanya tidak
diperbolehkan menjadikan nasionalisme yang fanatic. Oleh karena itu, membahas
tentang nasionalisme dal perspektif alquran dan hadist.
B.
Pengertian
Nasionalisme
Nasionalisme
berasal dari kata nation yang berarti
bangsa. Bangsa mempunyai dua pengertian yaitu; dalam pengertian antropologis
serta sosiologis, dana dalam pengertian politis. Dalam pengertian antropologis
dan sosiologis adalah suatu masyarakat yang mempersekutuan hidup yang berdiri
semdiri dan masing masing anggota merasa satu keatuan bangsa, ras, agama,
sejarah dan adat istiadat.Persekutuan hidup dalam suatu negara dapat merupakan
persekutuan hidup yang mayoritas merupakan persekutuan hidup minoritas.Bahkan
dalam suatu negara terdapat beberapa persekutuan hidup “bangsa” dalam
pengertian antropologis dan dapat menjadikan anggota satu bangsa itu di
beberapa negara.Apa yang dimaksud dengan banga dalam pengertian pengertian
politik adalah masyarat dalam suatu daerah yang sama, dan mereka patuh kepada
kedaulatan negaranya suatu kekuasaan tertinggi ke luar dank e dalam. Nation
(bangsa) dalam pengertian politik inilah yag kemudian merupakan pokok
pembahasan tentang nasionalisme. Tetapi bangsa dalam pengertian antropologis
tidak dpat ditinggalakan atau diabaikan, sebab ia memiliki faktor objektif.
Rupert Emerson mendefinisikan nasionalisme sebagai komunitas orang orang yang
merasa bahwa mereka memiliki takdir bersama menuju masa depan. Sementara
menurut Ermest Renan sering dikutip Soekarno nasionalisme merupakan unsure yang
dominan dalam kehidupan social politik politik sekelompok manusia dan telah
mendorong terbentuknya suatu bangsa gua untuk menyatukan kehendak untuk
bersatu.Wacana Soekarno nasionalisme meruapakan semangat kelompok manusia yang
membagun satu bangsa yang mandiri, dilandasi satu jiwa dan kesetiawaan yang
besar, mempunyai kehendak untuk bersatu dan terus menerus untuk bersatu dan
menciptakan keadilan dan kebersamaan.Nasionalisme ini membentuk persepsi dan
konsepsi identitas social pergerakan di seluruh negara negara jajahan sebagai
kukuatan politik yang bisa dijadikan delegasi oleh punguasa colonial.Tujian
nasionalisme ini adlaah pembebasan dari penjajahan dan menciptakan
masyarakat/negara yang adil, di mana tidak ada lagi penindasan manusia oleh
manusia.[1]Merupakan
pokok yang sering menentukan bagi terbentuknya bangsa dalam pengertian
politik.Jadi dalam kedua pengertian bangsa itu ada kaitanya dengan sangat erat
dan pernting.Mengenai definisi nasionalisme banyak rumusan di kemukakan sebagai
berikut:[2]
1. Encylopaedia
Britannia
Merupakan keadaan diman individu
merasa bahwa setiap orang memiliki kesetiaan dalam keduniaan kepada negara
kebangsaan.
2. Huszer
dan Stervenson
Menentukan bangsa mempunyai rasa
cinta secara alami.
3. International
Encylopaedia Of the Sosial Sciences
Suatu ikatan politik yang
mengikat kesatuan masyarakat modern dan member pengasahan terhadap kekuasaan
4. L.
Stoddard
Keadaan jiwa dan suatu
kepercayaan, oleh sejumlah besar manusia perseorangan sehingga bisa membentuk
suatu kebangsaan.Nasionalisme adalah rasa kebersamaan segolongan suatu negara.
5. Hans
Kohn
Menyatakan bahwa negara
kebangsaan adalah cita cita dan satu satunya bentuk sebuah organisasi politik,
dan bahwa
Dari sekian banyak definisi,
walaupun terdapat perbedaan dalam perumusan, namun terdapat unsure unsure yang
disepekati yang terpentig adalah kemauan untuk bersatu dalam bidang politik
dalam suatu negara kebangsaan(nasionala). Jadi rasa nasionalisme itu sudah
dianggap telah muncul suatu bangsa yang memiliki cita cita yang sama untuk
memdirikan suatu negara kebangsaan. [3]menurut
Otto Bauer, bangsa adalah satu kesatuan perangai yang timbul karena karena
peraturan antara orang dan tempat. Kemudian Soekarno memadukannya, bahwa nasionalisme terdiri dari rasa ingin
bersatu, persatuan perangi dan nasib serta persatuan antara orang dan tempat. [4]
pada tahun 1926 dalam karyanya yang sangat terkenal “nasionalisme, islamisme
dan marxsme”, soekarno menulis tahun 1882 Ernest Renan telah membukukan
pendapatnya tentang paham bangsa itu. Bangsa itu menurut pujangga ini ada satu
nyawa, satu azaz akal, yang terjadi dua hal: pertama rakyat itu dulunya harus
bersama menjalani satu riwayat. Kedua rakyat itu sekarang mempunyai kemauan,
keinginan hidup menjadi satu.Bukannya jenis (ras), bukannya bahasa agama,
melainkan perasaan butuh, bukan pula batas batas negeri yang menjadikan bangsa
itu. Dalam karyanyya itu, ia juga mengutip pendapat dari Otto Bauer yang
berpendapat bahwa bangsa itu adalah suatu persamaan perangai yang terjadi dari
persatuan hal ihwal yang telah dijalani oleh rakyat itu. Walaupun Soekarno juga
banyak mengutip pendapat dari Otto Bauer dengan pengertian antropologis, tetapi
Soekarno dengan tegas membedakan pengertian antropologis dan bangsa dalam pengertian
politik.Istilah identik pengertian sosiologis, yang menurut Aminuddin Nur
pengertian sosiologis dan antropologis adalah satu.Soekarno meulis “paham ras
(jenis) itu adalah suatu paham biologis, sedangkan nasionaliteit suatu paham
sosiologis (ilmu pergaulan hidup).[5]dengan
demikian ia berpendapat bahwa nasionalisme dalam hakikatnya mengecualikan
segala pihak yang tak ikut mempunyai satu dengan rakyat. Nasionalisme itu
sesungguhnya mengecilkan golongan tak merasa satu golongan satu bangsa terjadinya tidak “dengan rakyat. Nasionalisme
di dalam azaznya menolak segala yang terjadinya tidak “dari persatuan hal
ikhwal” yang telah dijalani oleh rakayt.Bahkan nasionalisme dalam diri bangsa
prancis kemudian melahirkan keadaan permusuhan dan pertikaian.Padahal negeri
ini dikenal dengan negeri tempat dicetuskannya kemerdekaan, persaudaraan dan
persamaan. Adanya penjajahan ini, kemudian dalam waktu hampir bersamaan ,
melahirkan gerakan nasional di negara negara jajahan. Bentuk dan tujuan gerakan
nasionalisme di negara jajahan itu hampi selalu searah dan mengalami
perkembangan yang relative sama. Hal ini mungkin disebabkan
oleh
nasib yang sama sama tertekan dan tertindas. Itulah sebabnya, soekarno kemudian
membagi nasionalisme menjadikan dua: (1) nasionalisme Barat dan (2)
nasionalisme ketimuran. [6]
Nasionalisme
Barat; Kritik Soekarno adalah merupakan gejala modern, tetapi juga tidak ada
kesepakatan mengenai dimana muncul dan berkembangnya nasionalisme, bahkan berpendapat bahwa timbulnya nasionalisme
pertama karena perluasan di bidang perdagangan pada kira kira tahun 1000. Dari
sekian banyak berpendapat ada kesepakatan bahwa nasionalisme berwal dari Barat,
kemudian di sebarluaskan di bagian Timur.Akar akar nasionalisme tumbuh di atas
bumi yang sama dengan peradapan barat dari bangsa bangsa ibrani dan yunani
purba.
Nasionalisme
timur adalah kalau nasionalisme barat merupakan nasionalisme yang bersifat
chauvinistis yang serang menyerang, maka menurut soekarno, nasionalisme timur
adalaha
a. Suatu
nasionalisme yang menerima rasa hidupnya sebagai wahyu, dan menjalankan rasa
hidupnya itu sebagai bukti.
b. Nasionalisme
yang di dalam kelebaranya dan keluasannya member pada lain bangsa sebagai lebar
dan luasnya udara, member tempat segenap yang perlu untuk hidupnya.
c. Nasionalisme
yang sama dengan “rasa kemanusiaan”.
Demikianlah
gambaran dari nasionalisme timur yang menurutnya telah mewahyui Hatma Ghandi,
dan adanya kesamaan konsep naionalisme ini di sebabkan beberapa faktor
diantaranya sebagai berikut kenyataan bahwa tokoh tokoh bersama dengan
bangsanya adalah sesame bangsa timur, yang sama sama sengsara karena adanya
penjajahan barat dan sama sam untuk mencapau kemerdekaan. Oleh karena itu
gerakan nasional di setiap negara timur saling mempengaruhi.Persamaan nasib
itulah yang mendorong bangsa bangsa timur untuk menyusun suatu gerakan yang
memiliki kemiripan, dimana nasionalisme di asia, afrika, dan amerika selatan di
warnai oleh ideology sosialisme, bahkan menurut soekarno sendiri banyak
dipengaruhi oleh Marxisme, suatu ideology yang bersifat internasionalisme, yang
juga bnyak mempengaruhi soekarno, terutama dalam rangka menganalisis kondisi
kehidupan masyarakat. [7]pendapat
Soekarno tentang nasionalisme timur benyak dipengaruhi oleh tokoh tokoh
pergerakan di negeri negeri timur seperti Turki, Mesir dan lain lain. Hal ini
dapat dilihat dari tulisan yang banyak mengutip dan member contoh gerakan
nasional di negara negara tersebut.
C.
Sejarah
Nasionalisme
Pemuculan
gerakan pemuda Indonesia pada abad ke 20 waktunya dengan pemunculan sekelompok
orang Indonesia yang mendapatkan pendidikan yang berat.Mereka itulah yang
memimpin gerakan tersebut.Disebabkan adanya persinanggungan dengan kebudayaan
barat menyebabkan sebagian kelompok menemukan identitas kebudayaan
mereka.Selain itu ada beberapa pendidikan barat membekali kemampuan giliranya
digunakan untuk memperkuat kehidupan politik.Sekalipun secara berangsur angsur
terpengaruhi oleh politik dan akhirnya diujung tombak dari nasionalisme
Indonesia[8].Istilah
istilah ini menunjukkan bahwa nasionalisme dapat dilihat sebagai fakta
sosiologis-psikologis, terutama pada tingkat pembentukannya, seperti yang
terjadi pada zaman pergerakan nasional.Kesadaran kelompok, sentimen dan
kehendak kelompok yang dinyatakan pada berbagai organisasi nasional, merupakan
wujud dan intitusionalisme tindakan kelompok.Sebagai tindakn kelompok mempunyai
tiga aspek sebgai berikut:a) aspek kognitif, b)aspek orientasi nilai/tujuan, c)
aspek afektif. Pergolakan masyarat sebagai akibat perubahan social yang cepat
membangkitkan kesadaran kaum pribumi, semula secara perseorangan, kemudian pada
kelompok kelompok kecil dan akhirnya pada akhir dasawarsa pertama sudahmeluas
dikalangan rakyak. Kecenderungan kecenderungan social cultural yang ada pada
berbgai golongan menimbulkan luapan emosional yang sebagai kekuatan laten
sewaktu waktu. Dalam sarekat islam dalam periode awal perkembangannya merupakan
suatu “banjir besar”, dalam arti bahwa masa dapat dimobilisasi serentak secara
besar besaran baik dari kota maupun daerah pedesaan. Terjadinya suatu
pergerakan yang melanda seluruh Indonesia.Meskipun SI didirikan sebagai
organisasi modern, lengkap fdengan anggaran dana dan anggaran rumah tangganya,
namun persepsi rakyak mengenai SI sering berbeda sekali dari yang dimaksud oleh
pimpinan.SI lebih merupakan lambang dari indentitas golongan. Di kalangan SI
kesadaran social tidak terpisah dari kesadaran religius: keduanya saling
memperkuat sehingga sensitivitas menibgkatkan dalam menghadapi masalah masalah
kompetisi dengan pengusaha asing, diskriminasi menurut garis warna, dan proses
dekadensi moral.dengan landasan kesadaran itu secara mudah aksi kolektif
dimobilisasi sehingga tahun tahun pertama kehidupan SI ditandai penuh dengan
keesahan dan pergolakan yag pada waktu tertentu meledak menjadi insiden besar:
gerakan SI menjelma mmmenjadi gerakan anti Cina. Strategi segmentasi ternyata
merupakan senjata ampuh untuk menghalang halangi ataupun menghambat proses
integrasi. Meskipun demikian, proses integrasi adalah inheren dalam proses
modernisasi dengan sistem edukasi, komunikasi, trasportasi, dan
komersialisasinya. Pertumbuhan kea rah integrasi kaum elite lewat asosiasi
sukarela tidak dapat ditahan lagi.[9]ketika
nasionalisme muncul di Eropa Barat, wacana nasionalisme dikawasan lain belum
mucul. Model kekuasaan politik luar Eropa, terutama di Asia dan Afrika , juga
memiliki kesamaan dengan model imperium yang bersifat dinastik, dengan
didasarkan oleh identitas cultural dan relijius di Timur Tengah, kekuasaan
politik yang berkembang paska pemerintahan Nabi Muhammad dan khilafah adalah
imperium imperium yang memiliki penduduk yang multi agama dan multicultural.
Kesadaran terhadap suatu identitas baru merebak ketika ada kebutuhan untuk
menghadapi penetrasi barat di negeri negeri Asia, Afrika, dan Amerika Latin.Kegagalan
dan kekalahan politik yang disertai oleh eksploitasi ekenomi menjadikan
kekuatan barat.Keterpurukan politik yang disertai oleh eksploitasi ekonomi
menjadikan kekuatan politik dan identitas terdahulu menghadapi kekuatan
baarat.Keterpurukan ini bisa menjadikan semangat perlawanan terhadap barat
dilakukan dengan menggunakan ide ide yang lahir dan berkembang di Barat
nasionalisme juga mengajurkan adanya suatu identitas baru yang menegaskan
ikatan non relijius dan non etnis, tetapi batas batas sebuah bangsa di negara
lebih dipengaruhi oleh batas colonial.Pergerakan dan perlawanan yang kemudian
menjadikan tokoh tokoh utama negara setelah merdeka, nasionalisme adalah buka
identitas identitas terdahulu.Penyebab timbulnya nasionalisme di negara negara jajahan.Pertama,semakin masyarakat lama hancur
oleh pengaruh kekuatan barat dalam bentuk pembangunan administrasi dan
institusi ekonomi modern, disamping tekanan terhadap penduduk asli, semakin
kuat dan lengkap pula perasaan nasionalisme masyarakat bersangkutan.Kedua ,tampilnya elit berpendidikan
barat. Para elit ini, sebagai kaum terdidik dan professional yang menerjemahkan
pengalaman pengalaman nasionalisme mereka dan ideology barat ke tingkat local,
menjadi pusat kristalisasi rasa ketidakpuasan massa terhadapa penguasaan
colonial. [10]salah
satu hal penting yang dilakukan didalam periode pergerakan nasional ini ialah
munculnya pencarian identitas diri sebagai bangsa baru. Usaha pencaharian itu
dilakukan dengan dialog. Usaha seperti itu tentu saja dilakukan oleh sekian
banyak warga terdidik tercerahkan dari berbgai daerah yang berbeda beda di
dalam lingkup wilayah hindia belanda. Pencarian identitas diri bangsa semacam
itu bukan saja ditopang oleh kecerdasan melainkan juga oleh keberanian.Hal imni
ditandai dengan berdirinya Boedi Oetomo oleh sejumlah warga hindia belanda,
anak anak bangsa.[11]
D.
Nasionalisme
perspektif Al- Qur’an dan Hadist
Hakekat
yang terdalam dari nasionalisme, tidak lain dari kemauan untuk bersatu sebagai
satu bangsa dalam arti politik. Semakin besar jumlah individunya yang mau
bersatu, semakin kuatlah persatuan bangsa itu. Dengan ungkapan lain hakekatnya
tidak lain dari keinsafan sebagai suatu persatuan yang tersusun menjadi satu,
keinsafan yang terbit karena percaya atas persamaan nasib dan tujuan. Kemauan
untuk bersatu bisa semakin kuat, tergantung kepada berkurang atau bertambah
kuatnya, perasaan senasib dan setujuan itu.Inlah yang harus terus menerus kita
perjuangkan dalam rangka jihad mempertahankan negara. Berikut ini akan penulis
uraikan tentang hal tersebut. Inilah yang harus
terus-menerus kita perjuangkan dalam rangka jihad mempertahankan negara.[12]
1. Menjaga
Persatuan dan Kesatuan Bangsa
Salah satu bentuk untuk mempertahankan
negara adalah menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.Dalam konteks masyarakat
majemuk baik dari segi bahasa, suku, dan agama.Maka menjaga persatuan dan
kesatuan menjadi sebuah keniscayaan. Kekuatan ini diraih tanpa persatuan dan
persatuan tidak dicapai tanpa persaudaraan dan kebersamaan kemauan untuk saling
monghormati satu samaorang lain. Dalam Al-Qur’an,
perintah untuk menjaga persatuan dan kesatuan sangat jelas
Dalam Al-Qur’an,
perintah untuk menjaga persatuan dan kesatuan sangat jelas, sebagaimana
disebutkan dalam
Artinya “Sesungguhnya
umatmu ini adalah umat yang satu…”.Ini dikuatkan dengan
ayat Al-Qur’an yang melarang kita untuk bercerai-berai, (QS. al-Anbiya>’ [21]: 92)
sebagaimana firman
Allah Swt:
“Dan
berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai
berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa
Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah
kamu Karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu Telah berada di
tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah
Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”. (QS.
Ali Imra>n [3]: 103).
Artinya
“Dan taatlah kepada Allah dan rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan,
yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan
bersabarlah.Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Anfa>l [8] : 46).
2. Menanamkan
Nilai Nasionalisme Religi
Nasionalisme secara sederhana adalah suatu paham
yang mempertahankan suatu negara yang mewujudkan suatu identitas untuk
sekelompok manusia.Nasionalisme religius adalah kebangsaan oleh nilai dan
semangat kebersamaan.Artinya agama menjadi semangat untuk menegakkan suatu
negara yang adil dan makmur.Hubungan agama dan negara ini bersifat simbiotik
mutualisme yang saling menguntungkan.Demekian juga jangan terjadi poliditas
agama untuk kepentingan bagi para elit negara.[13]
3. Membudayakan
3. Syu>ra>(Musyawarah)
Secara
etimologi, konsep “syu>ra>” terambil dari kata sy-w-r yang
artinya mengeluarkan madu dari sarang lebah.Makna ini kemudian berkembang
sehingga mencakup segala sesuatu yang dapat dikeluarkan, termasuk
pendapat.Sehingga musyawarah dapat berarti mengatakan atau mengajukan suatu
pendapat. Musyawarah pada dasarnya
hanya digunakan untuk hal-hal yang baik, sejalan dengan makna dasarnya.10
Dengan kata
lain, keputusan musyawarah tidak dapat diterapkan untuk mengabsahkan perbuatan
yang akan menindas pihak lain dan tidak sejalan dengan nilai-nilai kemanusiaan.
Meminjam bahasa Al-Qur’an, jangan sampai syu>ra itu bertujuan menghalalkan
yang haram dan mengharamkan yang halal yang jelas-jelas nas}-nya dalam
Al-Qur’an atau Sunnah.
Dalam menetapkan
keputusan yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat, manusia paling tidak
mengenal tiga cara,11yaitu: 1) keputusan
yang ditetapkan oleh penguasa; 2) keputusan yang ditetapkan oleh pandangan
minoritas; 3) keputusan yang ditetapkan berdasarkan pandangan mayoritas, dan
ini biasanya menjadi ciri umum demokrasi meskipun harus dicatat bahwa demokrasi
tidak identik dengan syu>ra>.
Prinsip musyawarah dalam Al-Qur’an jelas tidak
sesuai dengan model keputusan yang pertama, sebab hal itu justru akan membuat
syu>ra> menjadi “impoten” dan lumpuh. Demikian pula pada
bentuk kedua, sebab hal itu akan menyisakan pertanyaan tentang apa keistimewaan
pendapat minoritas sehingga mengalahkan yang mayoritas. Memang ada sebagian
pakar yang menolak otoritas mayoritas. Pendapat ini didasarkan firman Allah: [15]
Artinya
: Katakanlah: "Tidak sama yang
buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka
bertakwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat
keberuntungan."QS.
Al-Ma>idah [5]: 100).
Dalam Al-Qur’an, minimal ada tiga ayat yang berbicara tentang
musyawarah (asy-syu>ra>).Pertama, musyawarah dalam konteks pengambilan
keputusan yang berkaitan dengan rumah tangga dan anak-anak, seperti menyapih
anak.
Artinya
: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi
yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan
pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf. Seseorang tidak dibebani
melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita
kesengsaraan karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya, dan waris pun
berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun)
dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas
keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada
dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah
kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.
(QS. al-Baqarah (2) ayat 233)
Kedua, musyawarah dalam konteks membicarakan persoalan-persoalan
tertentu dengan anggota masyarakat, sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi saw.
bersama sahabat atau anggota masyarakat, hal ini didasarkan atas Al-Qur’an.
Artinya : Dan sungguh
jika kamu meninggal atau gugur, tentulah kepada Allah saja kamu dikumpulkan(QS
Ali Imran (3) ayat 158)
4. Memperjuangkan Keadilan (al-‘Ada>lah)
keadilan(al-‘ada>lah) menjadi suatu keniscayaan,
sebab pemerintahan dibentuk antara lain agar tercipta suasana masyarakat yang
adil dan makmur. Tidaklah berlebihan jika kiranya kemudian Syeikh al-Mawardî
dalam al-Ah}ka>m as-Sult}a>niyyah memasukkan syarat pertama bagi seorang
imam atau pemimpin negara adalah punya sifat al-‘ada>lah atau adil. Dalam
Al-Qur’an, kata al-‘adl dalam berbagai bentuknya terulang dua puluh
delapan kali. Paling tidak, ada empat makna keadilan yang dikemukakan oleh para
ulama mengenai keadilan.
Pertama, adil dalam arti sama. Artinya, tidak
membeda-bedakan satu sama lain. Persamaan yang dimaksud adalah persamaan
hak.Ini misalnya dilakukan dalam memutuskan hukum.
Artinya:
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia
supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha
Melihat.(QS Nisa> [4]’: 58.)
Kedua, adil dalam arti seimbang.Di sini keadilan identik dengan
kesesuaian (keproporsionalan), bukan lawan dari kezaliman. Dalam hal ini,
kesesuaian atau keseimbangan tidak mengharuskan persamaan kadar. Bisa saja satu
bagian berukuran kecil atau besar sedangkan kecil dan besarnya ditentukan oleh
fungsi yang diharapkan darinya. Hal ini misalnya dapat dirujuk pada surat
al-Mulk [67]: 3.
Artinya :Yang telah
menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, kamu sekali-kali tidak melihat pada
ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah
berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang. (QS. al-Mulk
[67]: 3.)
Ketiga, adil dalam arti perhatian terhadap hak-hak individu
dan memberikan hak itu kepada setiap pemiliknya. Inilah yang sering dikenal
dalam Islam dengan istilah “wad}‘ al-syai’ fî mah}allih”, artinya
meletakkan sesuatu pada tempatnya. Keadilan dalam hal ini dapat diartikan
sebagai lawan dari kezaliman, dalam arti pelanggaran terhadap hak-hak pihak
lain.
E. PENUTUP
Paham
nasionalisme dikembangkan untuk mempersatukan semua elemen yang ada pada suatu
bangsa yang didasarkan pada rasa cinta terhadap tanah air, bangsa, negara,
idiologi dan politik.Ia merupakan suatu sikap politik dan sosial dari
masyarakat yang mempunyai kesamaan budaya, bahasa, wilayah, serta kesamaan
cita-cita dan tujuan. Paham nasionalisme lahir di Eropa sekitar abad ke-15 M.,
kemudian berkembang ke Timur (Asia dan Afrika) pada abad ke-20 M. Berkembangnya
paham nasionalisme ini dapat mempengaruhi wajah dunia dari sisi politik
kekuasaan, dan memiliki dampak yang luas bagi negara-negara bangsa, baik di
dunia Barat maupun di dunia Timur. Jauh sebelum paham nasionalisme masuk dan
mempengaruhi dunia Timur, di sana sudah ada nilai-nilai Islam yang universal,
yang berlaku dan dianut oleh masyarakat muslim serta menjadi unsur pemersatu di
antara mereka. Nilai-nilai Islam telah mempengaruhi dan membentuk kaum muslimin
merasa senasib sepenanggungan dan memiliki kedekatan emosional dalam
persaudaraan dengan mengabaikan perbedaan suku bangsa dan keturunan.Bagi kaum
muslimin, kehadiran paham nasionalisme ini bersentuhan langsung dengan
nilai-nilai Islam yang telah lebih lama berada di tengah-tengah
mereka.Akar-akar nasionalisme ternyata dapat diketemukan dalam ayat-ayat
Al-Quran dan dalam kehidupan Nabi Mahammad Saw.Nasionalisme tidak bertentangan
dengan prinsip-prinsip agama.Bahkan inklusif dalam ajaran Al-Qur’an dan praktik
nabi Muhammad Saw. Hal ini bukan sekedar dibuktikan melalui ungkapan populer
yang dinilai oleh sebagian orang sebagai hadits nabi Saw. “Hubbul wathan minal
iman”(cinta tanah air adalah sebagian dari iman) melainkan justru dibuktikan
dalam praktik nabi Muhammad SAW. Baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan
bermasyarakat
DAFTAR PUSTAKA
Dault Adhyaksa. 2005. Islam dan nasionalisme. Jakarta:pustaka al kausar.
Jauzi Ibnu. 2011. Ensiklopedi hikmah. Solo :pustaka arafah.
Kartodirjo Sartono. 1993. Sejarah pergerakan nasional. Jakarta:Pt
gramedia
Suryadinata Leo. 2010. Nasionalisme Indonesia. Jakarta:kompas
Yatim Badri. 19999. Soekarno islam dan nasionalisme. Jakarta:logos wacana ilmu
abdul mustaqin. 2011. bela negara dalam perspektif alquran, jurnal sebuah
transformasi
Catatan:
1. Similarity cukup besar 48%. Kurang parafrase
2. Daftar pustaka hanya enam?
3. Tulisan dalam makalah ini tidak rapi, tidak bisa membuat
paragraf yang baik.
4. Jangan asal pindah data dari artikel ke word, tapi
diparafrase. Lihat turnitinnya tinggi.
5. Footnote perlu banyak perbaikan.
Ini adalah makalah terakhir,
tetapi kualitasnya tidak seperti yang diharapkan.
[1] Adhyaksa dault, islam dan
nasionalisme(Jakarta:pustaka al kauar, 2005), hal 2-3
[2] Badri yatim, soekarno islam
dan nasionalisme(Jakarta:PT Logo wacana ilmu,199),hal 57
[3]Ibid, hal. 59
[4]Ibid, hal. 60
[5]Ibid, hal. 61
[6]Ibid, hal. 64
[7] Ibid, hal, 76-77
[8] Leo suryadinata, etnis tionghoa dan nasionalisme Indonesia
(Jakarta:kompas, 2010)hal, 150
[9] Sartono Kartodirjo, sejarah
pergerakan nasional (jakarta; pt
gramedia, 1990), hal 243
[10] Ibid, hal 8-10
[11] Ibid, hal 39
[12] abdul mustaqin, bela negara
dalam perspektif alquran, jurnal sebuah transformasi mas jihad vol.6, no.
1, juni 2011, hal 119
[13]Ibid, hal. 120
[14]Ibid, hal. 120
[15]Ibid, hal. 121
Tidak ada komentar:
Posting Komentar