TAKHRIJ AL-HADIS
Mei Johar Diantoro, Sinta Amanda,
dan Chairul Anwar
Mahasiswa Pendidikan IPS A Agkatan
2016
Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim Malang
E-mail
: saprolD20@gmail.com
Abstract
This
paper is part of the study of the discipline of hadith, which discusses the
search of the source of hadith. In the science of hadith, this study is called
takhrij al-hadis, which completes previous studies to examine the quality,
validity, and truth of a hadith. The study of a hadith can be done through the
path of the sanad and the matan, to know the origin of a hadith. The method can
use a conventional approach or application software approach. However this
study is important to know for various circles, especially for the academic who
study the science of shari'a religion.
Abstrak
Karya tulis ini merupakan bagian dari kajian
disiplin ilmu hadis, yang membahas mengenai penelusuran sumber hadis. Dalam
ilmu hadis, kajian ini disebut takhrij
al-hadis, yang melengkapi kajian-kajian sebelumnya untuk meneliti kualitas,
validitas, dan kebenaran suatu hadis. Penelitian suatu hadis dapat dilakukan
melalui jalur riwayat sanad dan jalur
matan, untuk mengetahui sumber asal
suatu hadis. Adapun metode yang digunakan dapat menggunakan pendekatan
konvensional ataupun pendekatan aplikasi software. Bagaimanapun kajian ini
penting untuk diketahui bagi berbagai kalangan, terutama bagi kalangan akademis
yang mempelajari ilmu syariat agama.
Keywords: Takhrij al-Hadis, Penelitian, Konvensional, Software
A. Pendahuluan
Hadis merupakan
salah satu sumber pokok dalam agama Islam. Sebagai sumber hukum, suatu hadis
seringkali dikutip atau diriwayatkan seseorang dalam berbagai hal dengan
berbagai kepentingan. Namun tidak semua yang disebut sebagai
hadis dapat diyakini kebenarannya bersumber dari baginda Nabi Muhammad SAW.
Seiring perkembangan zaman, muncul hadis-hadis palsu, atau yang disebut hadis
maudhu’ dalam kajian ilmu hadis.
Para ulama’ membagi
komponen inti dari hadis menjadi dua bagian, yaitu sanad dan matan. Kualitas dan validitas suatu hadis dapat
dinilai berdasarkan kaidah-kaidah tertentu berdasarkan kajian sanad maupun matan hadis. Agar benar-benar dapat diyakini kebenaran suatu hadis, maka perlu
diketahui pula dari mana sumber suatu hadis itu diriwayatkan. Untuk mengetahui
asal-usul atau sumber suatu hadis, perlu dilakukan pengkajian dan penelitian
lebih lanjut.
Tradisi penelusuran sumber hadis telah muncul sejak zaman ulama’-ulama’
terdahulu, seiring dengan berkembangknya kajian ilmu hadis. Melacak sumber hadis, dalam kajian ilmu
hadis disebut takhrij al-hadis. Hal ini menjadi penting untuk mengetahui sumber-sumber hadis melalui
penelusuran riwayat berdasarkan sanad, ataupun penelusuran matan. Adapun metode pendekatan dalam takhrij
al-hadis dapat menggunakan pendekatan konvensional dan pendekatan aplikasi
software.
Pembahasan dalam tulisan ini akan dibagi menjadi beberapa pokok bahasan,
yaitu: pengertian takhrij al-hadis, sejarah takhrij al-hadis, manfaat pentingnya
takhrij al-hadis, serta metode men-takhrij hadis.
B. Pengertian Takhrij al-Hadis
Takhrij memiliki
beberapa makna ditinjau dari aspek kebahasaan. Makna yang ditinjau dari segi
bahasa, berasal dari kata kharaja (خرخ)
yang artinya “nampak dari tempatnya atau keadaannya”, dan “terpisah”, dan “kelihatan”.
Demikian juga dari kata al-kharaj (الخرج)
yang artinya “menampakkan dan memperlihatkan”. Dan kata al-makhraj ( المخرج) artinya “tempat keluar”. Adapun akhrajal-hadis wa kharrajahu artinya
menampakkan dan memperlihatkan hadis kepada orang, dengan menjelaskan sumbernya.[1]
Kata takhrij, Secara
etimologis berasal dari kosa kata kharraja-yukharriju,
yang mempunyai beberapa arti; (1) al-istinbath (mengeluarkan), (2) al-tadrib
(melatih atau membiasakan), (3) al-tawjih (memperhadapkan).[2] Takhrij dapat
dipahami sebagai penelusuran atau pencarian pada berbagai kitab hadis, yang di
dalamnya dikemukakan secara lengkap matan dan sanad hadis yang bersangkutan,
sebagai sumber asli dari suatu hadis yang dimaksud.[3]
Pengertian
takhrij secara terminologis (istilah), yang banyak digunakan dalam ilmu-ilmu
hadis mempunyai beberapa arti:
1. Mengemukakan suatu hadis
dengan menyebutkan sejumlah rowi
(periwayat hadits) dalam runtutan sanad, sebagai sumber hadits yang mereka
tempuh. Hal ini dapat terlihat dari periwayat, yang mana ia sebagai perawi
terakhir/orang yang mengemukakan hadits yang terhimpun dalam kitabnya, seperti
Imam al-Bukhari dengan kitab Sahih
Bukhari-nya dan Imam Muslim dengan Sahih Muslim-nya.[4]
2. Ulama hadis mengemukakan berbagai hadis yang sebelumnya telah
dikemukakan oleh para guru hadis, atau telah tersusun di berbagai kitab hadis
lainnya. Dalam mungemukakan hadis
tersebut, berdasarkan riwayatnya sendiri, atau para gurunya, atau temannya, atau
orang lain, dengan menerangkan siapa periwayatnya dari para penyusun kitab yang dikutip, atau dari kitab
hadis yang dijadikan rujukan/sumber pengambilan.
Seperti yang ditempuh oleh Imam al-Baihaqi yang banyak mengambil dari kitab Al-Sunan
karya Abu al-Hasan al-Basri al-Saffar.[5]
3. Menunjukkan asal-usul hadis dan menjelaskan sumber pengutipannya
dari berbagai kitab hadis yang disusun oleh orang yang men-takhrij sendiri secara langsung,
dalam kapasitasnya sebagai penghimpun kitab hadis, seperti Ibn Hajar al-‘Asqalani
dalam kitab Bulugh al-Maram.[6]
4. Mengemukakan hadis berdasarkan sumbernya atau berbagai sumber,
yang di dalamnya disertakan metode periwayatannya dan sanadnya masing-masing,
serta dijelaskan keadaan periwayatnya dan kualitas hadisnya. Seperti yang
dilakukan oleh al-Husein al-‘Iraqi dalam karyanya untuk mengomentari
hadis-hadis yang terdapat dalam kitab Ihya‟ Ulum al-Din al-Ghazali
dengan judul Ikhbar al-Ihya‟ bi Akhbar al-Ihya‟
sejumlah empat jilid.[7]
5. Menunjukkan atau mengemukakan letak hadis pada sumbernya
yang asli, yang di dalamnya disebutkan secara lengkap dengan sanad dan matannya
masing-masing, yang kemudian dapat dinilai kualitas hadis tersebut dalam
penelitian lebih lanjut. Untuk itu diperlukan kitab kamus hadis seperti al-Mu‟jam
al-Mufahras li Alfaz al-Hadis al-Nabawi dan Miftah Kunuz al-Sunnah
karya A.J. Wensinck, atau Usul al-Takhrij wa Dirasah al-Asanid
karya Mahmud at-Tahhan, Turuq Takhrij Hadis al-Rasul karya Abu
Muhammnad Abdul Mahdi, atau Cara Praktis Mencari Hadis karya M. Syuhudi
Ismail.[8]
C. Manfaat
Pentingnya Takhrij Al-Hadits
Hadis
merupakan salah satu sumber agama Islam. Ilmu takhrij al-hadis merupakan bagian
dari ilmu-ilmu hadis yang penting untuk dipelajari dan dikuasai, karena di dalamnya
mengkaji berbagai kaidah untuk mengetahui dari mana sumber hadis itu berasal.
Selain itu, di dalamnya ditemukan banyak kegunaan dan hasil yang di peroleh,
khususnya dalam menentukan kualitas suatu hadits.
Mengetahui masalah
takhrij, kaidah dan metodenya adalah sesuatu yang sangat penting bagi orang
yang mempelajari ilmu-ilmu syar’i agar mampu melacak suatu hadis sampai pada
sumber aslinya. Kebutuhan takhrij adalah penting sekali, karena orang yang
mempelajari ilmu hadis tidak akan dapat meriwayatkannya, kecuali setelah mengetahui
ulama-ulama yang telah meriwayatkan hadits dalam kitabnya dengan dilengkapi
sanadnya. Karena itu, masalah takhrij ini sangat dibutuhkan setiap orang yang
membahas atau menekuni ilmu-ilmu syar’i dan yang sehubungan dengannya.[9]
Dengan demikian, takhrij al-hadis memiliki manfaat yang sangat penting, di
antaranya adalah:
1. Mengetahui asal-usul riwayat
hadis. Suatu hadis akan sangat sulit diteliti status dan kualitasnya apabila
tidak diketahui asal-usul pengambilannya. Dengan demikian sanad dan matan hadis tersebut juga sulit diketahui
sumber dan kualitasnya. Maka takhrij hadis sangat
diperlukan untuk melacak asal-usul riwayat sanad dan matan hadis dalam kitab
sumber.[10]
2. Mengetahui seluruh rawi.
Hadis yang akan diteliti mungkin memiliki lebih dari satu sanad. Takhrij hadis
sangat dibutuhkan untuk melacak dan mengetahui kualitas sanad dari
masing-masing rowi/periwayat hadis.[11]
3. Mengetahui Syahid dan Mutabi’
dalam sanad. Jika hadits yang
diteliti memiliki riwayat lain yang mendukung sanad-nya, maka riwayat yang
pertama (Sahabat Nabi) pada hadits tersebut disebut sebagai syahid. Abila riwayat lain yang mendukung sanad-nya terdapat di bagian bukan periwayat tingkat sahabat,
disebut sebagai mutabi’. Syahid dan mutabi’ merupakan sanad yang kuat.
Tanpa dilakukan takhrij hadis, maka tidak dapat diketahui secara pasti seluruh
sanad untuk hadis yang diteliti.[12]
4. Untuk menentukan kualitas
suatu Hadis. Dengan takhrij hadis seseorang akan mengetahui kualitas suatu
hadis, apakah itu shahih, hasan, atau dha’if.[13]
5. Menguatkan kenyakinan bahwa suatu hadits
adalah benar-benar berasal dari Rasulluah SAW yang harus kita ikuti, karena adanya
bukti-bukti yang kuat tentang kebenaran hadits tersebut, baik dan segi sanad
maupun matan.[14]
D. Metode
Men-Takhrij Hadits
Menelusuri hadis
pada sumber aslinya tidak bisa dilakukan sembarangan, akan tetapi perlu metode
tersendiri yang sudah dirumuskan oleh para ahli hadis, yang disebut dengan
metode takhrij al-hadis. Ulama’ hadis terdahulu, pada proses mentakhrij
(melacak hadis) menggunakan beberapa metode. Setidaknya terdapat lima (5)
metode yang dikembangkan oleh ulma’ terdahulu (secara konvensional) sebagai
berikut:
1. Takhrij melalui awal kata
2. Melalui salah satu kata yang ada dalam
musnad hadis
3. Melalui perawinya
4. Melalui tema pembahasan hadis
5. Melalui sifat atau jenis hadis[15]
Masing-masing metode
dari kelima metode tersebut memiliki cara-cara penggunaannya sendiri. Para
ulama’ terdahulu telah mengumpulkan hadis dan menyusunnya dengan pengelompokan
yang berbeda-beda. Ada yang disusun dengan urutan parawinya, ada juga yang
berdasarkan huruf hijaiyah, serta ada yang berdasarkan tema. Namun dalam hal
ini akan diketegahkan langkah-langkah dalam mentakhrij hadis, adalah sebagai
berikut:
1. Takhrij dengan menggunakan awal kata dari hadis
Takhrij
dengan menggunakan metode ini disyaratkan harus mengetahui awal kata dari hadis
yang akan dicari. Jika awal kata sudah diketahui, maka langkah selanjutnya
adalah melihat huruf-huruf pada kata pertama dari hadis tersebut,. misalnya
hadis yang awal katanya berbunyi:
من عشنا فليس منا
Maka kita
cari hadis itu pada huruf (entri) “mim”. Kemudian cari kata dengan huruf “mim”
dan “nun” (من), kemudian “ghoin”, “syin” dan seterusnya seperti saat hendak mencari
kosa kata dalam kamus bahasa.[16]
Setelah ditemukan
hadisnya, maka akan muncul beberapa kode di akhir hadis. Kode-kode tersebut
biasanya berkaitan dengan kitab yang mencantumkan hadis tersebut, para rawi
yang meriwayatkan, dan status kualitas hadis (shahih, hasan, atau dha’if).[17]
Kelebihan dan
kekurangan metode ini
Kelebihan
metode ini di antaranya, dapat melacak hadis dengan cepat jika sudah diketahui
awal katanya, sebab susunannya yang rapi dan rinci sebagaimana dalam susunan
kamus bahasa.[18]
Adapun
kekurangannya, yaitu apabila terjadi perubahan sedikit saja pada awal kata, maka
tidak akan mungkin bisa menemukan hadis yang dicari. Misalnya kita akan mencari
hadis yang berbunyi إذا أتاكم tapi yang
ingat لو
جاءكم maka hadis tersebut tidak
akan ditemukan.[19]
Kitab yang
dapat digunakan untuk mentakhrij hadis dengan metode ini antara lain: al-Jami’
al-Kabir dan al-Jami’ al-Shoghir
min al-Ahaadis al-Basyir al-Nadzir, karya Imam Jalaluddin
asy-Suyuthi.[20]
2. Takhrij melalui salah satu kata dalam teks/matan
hadis
Takhrij
dengan metode ini adalah dengan memilih kosa kata tertentu sebagai kunci atau
alat bantu untuk mencari hadis. Bisa dicari melalui kosa kata yang
berbentuk isim maupun fi’il (dengan berbagai
pecahan tashrifnya). Proses pencariannya seperti saat hendak mencari ayat
al-Qur’an dengan menggunakan kitab Fath
al-Rahman atau Muj’am al-Mufahras
li-alfazh al-Qur’an.[21]
Proses
pencarian hadis dengan metode ini diupayakan dengan mencari kata yang jarang
digunakan (ghorib/asing) dalam teks-teks hadis yang hendak diteliti, agar
pencarian dapat dilakukan dengan cepat dan fokus. Misalnya hadis yang berbunyi:
إن الملائكة لتضع أجنحتها
لطالب العلم رضى بما يصنع
Agar
pelacakan dapat dilakukan lebih cepat maka kita pilih kata “أجنحتها” dalam entri “جنح”. Karena kosa kata
ini relatif lebih sedikit digunakan ketimbang kosa kata lain seperti “الملائكة” atau “العلم”.[22]
Mentakhrij hadis dengan metode ini, harus mengetahui akar kata atau tashrif
kata. Misalnya kata istaghfara, tidak
bisa ditemukan di huruf “i”, karena huruf “i” dalam kata tersebut merupakan
imbuhan, bukan kata dasar. Kata dasar atau akar kata dalam lafazh istaghfara adalah ghafara. maka harus mencari di huruf “gha” dari kata ghafara.[23]
Kelebihan dan kekurangan metode ini
Takhrij
dengan menggunakan metode ini memiliki beberapa kelebihan dan kemudahan, di
antaranya, (1) Dapat mentakhrij dengan sebatas mengetahui salah satu kosa kata
dalam hadis. (2) Di akhir hadis muncul rincian tentang sumber atau kitab yang
meriwayatkan hadis tersebut, nama kitab, bab, dan nomor hadis.[24]
Adapun kekurangannya,
(1) Jika kita tidak dapat menemukan akar kata dari lafazh yang akan dicari,
pentakhrijan hadis akan terasa sulit. (2) Jika terdapat pengurangan atau penambahan
kata dalam matan, maka hadis yang ditampilkan tidak sesuai secara persis dengan
yang dicari.[25]
Kitab-kitab
yang digunakan mentakhrij dengan metode ini adalah kitab al-Mu’jam
al-Mufahras li Alfaadli al-Hadis an-Nabawi, yang berisi hadis-hadis
dari sembilan kitab yang paling terkenal di antara kitab-kitab hadis,
yaitu: al-Kutub as-Sittah,dengan
tambahan al-Muwaththa’ Imam Malik, Musnad Imam Ahmad, dan
Musnad ad-Darimi.[26]
Kitab Muj’am ini disusun oleh tim yang terdiri
dari enam orang orientalis diketuai oleh Prof. Dr. Vensink (w.1939 M.), seorang
guru bahasa Arab di Universitas Leiden Belanda, yang kemudian diterjemahkan ke
dalam bahasa Arab oleh Muhammad Fuad Abdul Baqi.[27]
3. Takhrij dengan menggunakan perawi hadis pertama
Metode
ini dapat digunakan dengan mengetahui nama perawi pertama yang meriwayatkan
hadis tersebut, baik itu dari kalangan sahabat (jika hadisnya muttashil atau musnad)
atau bisa juga dari tabi’in (jika hadisnya mursal). Namun jika nama
perawi hadisnya tidak diketahui, maka metode ini tidak dapat digunakan untuk
mentakhrij.[28]
Misalnya hadis riwayat Imam Ahmad:
حدثنا يونس بن محمد, ثنا عبد
الواحد بن زياد, ثنا محمد بن إسحاق عن داود بن الحصين عن واقد بن عبد الرحمن بن
معاذ عن جابر قال : قال رسول الله ضلى الله عليه وسلم إذا خطب أحدكم المرأة فإن
استطاع أن ينظر منها ما يدعوه إلى نكاحها فايفعل.
Jika ditemukan
hadis dengan bentuk seperti ini, maka kita dapat melacak keberadaannya melalui
perawi pertama, yang dalam hadis di atas adalah Jabir. Pencariannya melalui
kitab-kitab takhrij yang disusun berdasar urutan rawi, seperti kitab-kitab
musnad.[29]
Kitab
yang digunakan untuk mentakhrij dengan metode ini adalah kitab: musnad (kitab
yang disusun berdasarkan perawi pertama), seperti musnad Imam Ahmad bin Hanbal.
Kitab-kitab musnad tersusun dar hadis-hadis sesuai dengan para rowi-nya. Jadi
setiap nama perawi, di bawahnya terdapat hadis-hadis yang diriwayatkannya.[30]
Kelebihan dan kekurangan metode ini
Kelebihan
mentakhrij dengan metode ini adalah lebih tepat dalam mendapatkan hadis yang
dicari, karena langsung fokus pada hadis yang diriwayatkan oleh sahabat atau
rowi yang dimaksud. Adapun kekurangannya, tidak mungkin menggunakan cara ini
jika tidak diketahui perawinya. Susunan semacam ini, terkadang membutuhkan
kesabaran saat mencari hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang meriwayatkan
banyak hadis, karena harus mencari satu persatu dari sekian banyak hadis
riwayat dari perawi yang dimaksud.[31]
4. Takhrij dengan cara mengetahui tema pembahasan
hadis
Takhrij
dengan metode ini harus memiliki kecerdasan dan pegetahuan tentang fiqh hadis.
Seorang pentakhrij diharuskan mampu memetakan hadis yang dicari sesuai dengan
tema yang berkaitan.[32]
Jika
telah diketahui tema dan objek pembahasan hadis, maka bisa dibantu dalam
takhrijnya dengan karya-karya hadis yang disusun berdasarkan bab-bab dan
judul-judul. Cara ini bisa dilakukan dengan menggunakan kitab Miftah
Kunuz As-Sunnah yang berisi daftar isi hadis yang disusun berdasarkan
judul-judul pembahasan. Kitab ini disusun oleh seorang orientalis Belanda, yang
juga menyusun kitab Mu’jam al-Mufahras,
Prof. Dr. Arinjan Vensink. Kitab ini mencakup daftar isi untuk 14 kitab hadis
yang terkenal, yaitu al-Kutub as-Sittah, ditambah Musnad Abu Dawud Al-Thayalisi, Musnad Zaid bin ‘Ali, Sirah
Ibnu Hisyam, Maghazi al-Waqidi, dan Thabaqat Ibnu Sa’ad. Kitab Mu’jam ini
kemudian diterjemahkan dalam bahasa Arab oleh Muhammad Fuad Abdul Baqi.[33]
Kelebihan dan
kekurangan metode ini
Kelebihan
mentakhrij dengan menggunakan metode ini antara lain, (1) Metode ini tidak
menuntut keharusan mengetahui awal kata dari hadis, tidak juga pengetahuan
tentang tashrif kosa kata, tidak pula pengetahuan tentang perawi
pertama sebagaimana pada metode pertama, kedua, dan ketiga. Cukup dengan
mengetahui makna yang terkandung dalam hadis tersebut. (2) Metode ini mengasah
kecerdasan siswa atau peneliti saat berusaha menemukan makna yang terkandung
dalam hadis yang hendak dicari. Dengan menggunakan cara ini berulang-ulang akan
memberikan ketajaman dalam memahami fiqh hadis. (3) Metode ini juga akan
memberikan informasi tentang hadis yang dicari dan hadis-hadis lain yang sesuai
dengan topiknya, yang hal ini akan semakin membangkitkan motivasi pentakhrij.[34]
Kekurangannya,
(1) Jika makna yang terkandung tidak ditemukan atau salah memahami, maka metode
ini tidak dapat dilakukan. (2) Terkadang makna hadis yang dipahami penyusun
berbeda dengan yang dipahami oleh pentakhrij, sehingga hadis tidak dapat
ditemukan.[35]
5. Takhrij dengan mengetahui sifat dan jenis hadis
Metode
kelima takhrij al-hadis ini dengan melihat kualitas, sifat yang jelas akan
jenis hadis tersebut, maka sifat itu dapat digunakan sebagai patokan dalam
mencari hadis.[36]
Para
ulama’ telah mengklarifikasikan hadis-hadis Nabi dalam kelompok-kelompok
tertentu sesuai dengan jenisnya. Bagi peneliti tidak akan kesulitan tatkala
hendak melacak hadis, jika sudah ditemukan jenis tersebut. Misalnya jika sudah
diketahui bahwa hadis yang akan dicari termasuk kategori hadis mutawatir, maka
kita tinggal melacak di kitab kumpulan hadis-hadis mutawatir, begitu pun
seterusnya.[37]
Kitab-kitab
yang dapat digunakan dalam metode ini antara lain: al-Azhar al-Mutanatsirah fi al-Akhbar al-Mutawatirah (kumpulan
hadis-hadis mutawatir) karya imam Jalaluddin Suyuthi, al-Ithafat al-Saniyah fi al-Ahadis al-Qudsiyyah (kumpulan
hadis-hadis qudsi) disusun oleh Majlis al-A’la bidang al-Qur’an dan Hadis, Tanzih al-Syari’ah al-Marfu’ah ‘an al-Akhbar
al-Syani’ah al-Maudhu’ah (kumpulan hadis maudhu’) karya Ibn ‘Iraq, dan lain
sebagainya.[38]
Kelebihan dan kekurangan metode ini
Kelebihannya,
metode ini cukup mudah dan simple, karena kitab yang digunakan mentakhrij sesuai
sifat atau jenisnya, dan tidak banyak, sehingga melacaknya tidak terlalu sulit.
Adapun kekurangannya, lebih dikarenakan minimnya kitab yang dimaksud, sehingga
keleluasaan pelacakannya terbatasi.[39]
Selain
men-takhrij hadis dengan
metode atau cara-cara konvensional seperti yang telah dipaparkan di atas, ada pula mentakhrij hadits dengan
menggunakan software computer, sebagai media pembelajaran
digital. Di antaranya dengan menggunakan software al-Maktabah al-Syamilah, yang merupakan salah satu software paling komprehensif.
Al-Maktabah
al-Syamilah ini memuat berbagai kitab yang dilengkapi keterangan pendukung untuk dapat digunakan
dalam penelitian, seperti identitas kitabnya, mulai dari nama pengarang, tempat terbit, penerbit, dan tahun terbit.
Dalam disiplin ilmu hadis misalnya, didukung dngan adanya sanad hadis, berbagai syarah hadis, asbab
al-wurud, dan biografi para perawi. Selain ilmu hadis, Software ini juga memuat berbagai disiplin ilmu agama Islam,
seperti fiqih, aqidah, tafsir, tarikh/sejarah,
nahwu-sharaf, dan lain-lain.[40]
Al-Maktabah
al-Syamilah dapat
dimanfaatkan sebagai alat bantu dalam metode takhrij al-hadîs, dengan langkah-langkah operasional sebagai
berikut:
1. Langkah pertama adalah
mencari hadis yang kita cari di dalam kitab induk hadis. Pencarian hadis dalam software al-Maktabah al-Syamilah,
bisa menggunakan menu pencarian umum (bahs), dengan cara menuliskan kata
kunci hadis yang akan kita cari, kemudian
pilih kategori mutun al-hadis.[41]
2. Kemudian, akan muncul macam-macam kitab hadis yang memuat
hadis sesuai dengan kata kunci yang telah dimasukkan. Lalu kita hanya
perlu satu klik saja (memilih dari berbagai kitab yang muncul) untuk mengetahui
hadis tersebut secara lengkap beserta sanadnya.[42]
3. Langkah selanjutnya adalah
meneliti kualitas para perawi sanad hadis tersebut dengan menu tarajum
(memuat biografi para rawi). Sehingga akan kita ketahui identitas perawi hadis
mulai dari nama lengkap tokoh, tahun wafat, tempat tinggal dan data biografi
lain secara lengkap, bahkan komentar para ulama tentang tokoh tersebut, hingga
nama-nama guru dan murid beliau.[43]
4. Kemudian lanjut menelusuri
sanad dari rowi dengan mencari nama guru dari perawi tersebut, caranya dengan
mng-klik ikon syuyukh. Lalu kita cari nama guru dari perawi tersebut.
Setelah ketemu, klik nama guru tersebut untuk mengetahui biografi guru
tersebut. Kemudian telusuri terus sanad guru-gurunya dengan melacak biografi
masing-masing, hingga sanad riwayat hadis tersebut sampai pada Nabi SAW.[44]
5. Kemudian kita teliti kualitas
rowi dan sanad hadis tersebut. Apabila ada kemungkinan bertemu (sambung) antara
guru dan murid, dan setiap perawinya siqah (kredibel), maka kita bisa
menyimpulkan bahwa hadis tersebut berkualitas sahih. Jika ada kurang
sedikit ke-siqah-annya, maka hadis tersebut hasan. Apabila ada
rawi yang lemah, meskipun satu rawi saja, maka hukum hadis tersebut menjadi da’îf.[45]
6. Selanjutnya untuk mencari
penjelasan isi hadis tersebut, kita bisa menggunakan kitab syarah, yang bisa
ditemukan di menu pencarian umum. Caranya dengan menuliskan kata kunci hadis
yang akan kita cari, kemudian pilih kategori Surukh al-Hadis. Lalu kita
pilih kitab-kitab syarah (penjelasan) hadis, di antaranya yang terkenal adalah Fath
al-Bari Syarh Sahih al-Bukhari, Sahih Muslim bi Syarh an-Nawawi, ‘Aun
al- Ma’bud Syarah Sunan Abi Dawud, Tuhfah al-Ahwazi Syarh Jami’ at-Tirmizi,
Sunan an-Nasa’i bi Hasyiyah al-Sindi, dan Sunan
Ibnu Majah bi Hasyiyah al-Sindi.[46]
7. Dalam al-Maktabah
al-Syamilah, menyediakan informasi-informasi yang memuat penjelasan hadis
yang akan kita teliti, kita tinggal memilih pada menu-menu yang tersedia,
kemudian menyusunnya menjadi laporan penelitian takhrij al-hadis.[47]
Takhrij al-hadis, baik itu menggunakan metode
konvensional ataupun melalui software, kedua metode tersebut dapat saling
melengkapi satu sama lain. Hadis-hadis yang sulit ditemukan melalui metode
konvensional, dapat terbantu dengan penggunaan software untuk mempermudah
penelusurannya. Begitu pula, hadis-hadis yang meragukan yang ditemui di
aplikasi software dapat diklarifikasikan dengan kitab-kitab yang digunakan
dalam metode konvensional.[48]
E. Penutup
Setelah melalui pembahasan di atas,
dapat diketahui bahwa takhrij al-hadis adalah proses pencarian, penelusuran,
atau penelitian sumber asal suatu hadis. Banyak manfaat yang didapatkan dengan
mengkaji takhrij al-hadis, yang paling sederhana adalah untuk mengetahui
kebenaran atau otentisitas suatu hadis berdasrkan sumbernya.
Kajian takhrij al hadis ini juga
menjadi sangat penting untuk menghindari penyalah-gunaan hadis dan menghindari
dari pemahaman yang salah akan suatu hadis. Adapun metode yang dapat digunakan
dalam penelitian atau mentakhrij hadis adalah metode konvensional dengan
beragam caranya, dengan sumber utamanya adalah kitab-kitab klasik. Dapat pula
menggunakan teknologi software yang menyajikan berbagai macam kitab lengkap
dengan segala informasi dan identitas sumbernya, seperti al-Maktabah
al-Syamilah.
DAFTAR
PUSTAKA
A. Khoirul Fata,
- M. Hukkam Azhadi. “Menyoal Otentisitas Hadts Duabelas Khalifah”. Jurnal Al-Qalam Vol.30. No.3, September-Desember
2013. Diakses dari www.academia.edu/download/49702282/991-Menyoal_Otentisitas_Hadits_merged.pdf pada 20/04/18, pukul 14:54
Alimron. “Studi Validitas Hadis Tentang Ilmu
Pengetahuan Dalam Buku Pendidikan Agama Islam Dan Budi Pekerti Kurikulum 2013”. Jurnal Tadrib Vol.1. No.2, Desember 2015. Diakses dari http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/Tadrib/article/view/1042/878
pada 20/04/18, pukul 23:20
B. Smeer, Zeid. Studi Hadis Kontemporer: Langkah Mudah dan Praktis Dalam Memahami Ilmu
Hadis. Yogyakarta: Aura Pustaka, 2014.
B. Smeer, Zeid. Ulumul Hadis: Pengantar Studi Hadis Praktis. Malang: UIN Malang Press,
2008.
Lubis, Askolan. “Urgensi Metodologi Takhrij Hadis
Dalam Studi KeIslaman”. Jurnal
Ihya’ al ‘Arabiyah Vol.2. No.1, 2016. Diakses dari http://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/ihya/article/view/36/48 pada 20/04/18, pukul 15:56.
Muhammad Ahmad, - M.
Mudzakir. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia, 2004.
Muttaqin, Moch. Sabilil. Skripsi Sarjana: “Pengaruh Penggunaan Software Al-Maktabah
Al-Syamilah Terhadap Motivasi Belajar Takhrij Al-Hadis Mahasiswa Pendidikan
Agama Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulla Jakarta”. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2014. Diakses dari http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/25302 pada 20/04/18, pukul 22:18
Nasrullah. “Metodologi Kritik Hadis: Studi
Takhrij al-Hadis dan Kritik Sanad”. Jurnal
Hunafa Vol.4.
No.4,
Desember 2007. Diakses
dari https://www.jurnalhunafa.org/index.php/hunafa/article/view/234 pada 20/04/18, pukul 14:27
Sulaiman, M. Noor. Antologi Ilmu Hadis. Jakarta: Gaung Persada Press, 2008.
Suryadi - M Alfatih
Suryadilaga. Medologi Penelitian
Hadis. Yogyakarta: Teras, 2009.
Catatan:
Makalah
ini sebenarnya bagus, tetapi ada beberapa hal yang membuat saya kecewa:
1. Similarity 38%.
2. Tidak praktik dengan menggunakan mu’jam al-mufahras
3. Software yang digunakan bukan Maktabah Syamilah,
tetapi CD Mausu’ah. Lihat dan pahami SAP
[1] Zeid B. Smeer, Ulumul Hadis: Pengantar Studi Hadis Praktis, (UIN
Malang Press: Malang, 2008). Hal. 171
[2] M. Noor Sulaiman, Antologi Ilmu Hadis, (Gaung Persada Press: Jakarta, 2008). Hal. 155
[3] A. Khoirul Fata, - M. Hukkam Azhadi, “Menyoal Otentisitas Hadts Duabelas Khalifah”,
Jurnal Al-Qalam Vol.30, No.3, September-Desember, 2013. Hal. 428. Diakses dari www.academia.edu/download/49702282/991Menyoal_Otentisitas_Hadits_merged.pdf pada
20/04/18, pukul 14:54
[4] Nasrullah, “Metodologi Kritik Hadis: Studi Takhrij
al-Hadis dan Kritik Sanad”, Jurnal Hunafa Vol.4, No.4, Desember 2007. Hal.
407
Diakses dari https://www.jurnalhunafa.org/index.php/hunafa/article/view/234 pada
20/04/18, pukul 14:27
[5] Nasrullah, Ibid.
[6] Nasrullah, Ibid.
[7] Nasrullah, Ibid.
[8] Nasrullah, Ibid.
[10]Askolan Lubis, “Urgensi Metodologi Takhrij Hadis Dalam Studi KeIslaman”, Jurnal
Ihya’ al ‘Arabiyah Vol.2, No.1, 2016. Hal. 17.
Diakses dari http://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/ihya/article/view/36/48 pada
20/04/18, pukul 15:56.
[11] Askolan Lubis, Ibid. Hal. 18
[12] Askolan Lubis, Ibid. Hal. 18
[13] Askolan Lubis, Ibid. Hal. 18
[14] Muhammad Ahmad, - M. Mudzakir, Ulumul Hadis, (Pustaka Setia:Bandung, 2004). Hal. 132
[15] Zeid B. Smeer, Studi Hadis Kontemporer Langkah Mudah dan Praktis Dalam Memahami
Ilmu Hadis,(Aura Pustaka: Yogyakarta, 2014). Hal. 253
[16] Zeid B. Smeer, Studi Hadis Kontemporer, Ibid. Hal. 254
[17] Zeid B. Smeer, Studi Hadis Kontemporer, Ibid. Hal. 254
[18] Zeid B. Smeer, Studi Hadis Kontemporer, Ibid. Hal. 254
[19] Zeid B. Smeer, Studi Hadis Kontemporer, Ibid. Hal. 254
[20] Zeid B. Smeer, Studi Hadis Kontemporer, Ibid. Hal. 254
[21] Zeid B. Smeer, Studi Hadis Kontemporer, Ibid. Hal. 255
[22] Zeid B. Smeer, Studi Hadis Kontemporer, Ibid. Hal. 255
[23] Zeid B. Smeer, Studi Hadis Kontemporer, Ibid. Hal. 255
[24] Zeid B. Smeer, Studi Hadis Kontemporer, Ibid. Hal. 256
[25] Zeid B. Smeer, Studi Hadis Kontemporer, Ibid. Hal. 256
[26] Zeid B. Smeer, Studi Hadis Kontemporer, Ibid. Hal. 256
[27] Zeid B. Smeer, Studi Hadis Kontemporer, Ibid. Hal. 256
[28] Zeid B. Smeer, Studi Hadis Kontemporer, Ibid. Hal. 257
[29] Zeid B. Smeer, Studi Hadis Kontemporer, Ibid. Hal. 257
[30] Zeid B. Smeer, Studi Hadis Kontemporer, Ibid. Hal. 257
[31] Zeid B. Smeer, Studi Hadis Kontemporer, Ibid. Hal. 258
[32] Zeid B. Smeer, Studi Hadis Kontemporer, Ibid. Hal. 258
[33] Zeid B. Smeer, Studi Hadis Kontemporer, Ibid. Hal. 259
[34] Zeid B. Smeer, Studi Hadis Kontemporer, Ibid. Hal. 260
[35] Zeid B. Smeer, Studi Hadis Kontemporer, Ibid. Hal. 260
[36] Zeid B. Smeer, Studi Hadis Kontemporer, Ibid. Hal. 261
[37] Zeid B. Smeer, Studi Hadis Kontemporer, Ibid. Hal. 261
[38] Zeid B. Smeer, Studi Hadis Kontemporer, Ibid. Hal. 261
[39] Zeid B. Smeer, Studi Hadis Kontemporer, Ibid. Hal. 261
[40] Moch. Sabilil Muttaqin, Skripsi Sarjana: “Pengaruh Penggunaan Software Al-Maktabah
Al-Syamilah Terhadap Motivasi Belajar Takhrij Al-Hadis Mahasiswa Pendidikan
Agama Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulla Jakarta”, (UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta: Jakarta, 2014). Hal. 6 Diakses dari http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/25302 pada
20/04/18, pukul 22:18
[41] Moch. Sabilil Muttaqin, Ibid. Hal. 19
[42] Moch. Sabilil Muttaqin, Ibid. Hal. 20
[43] Moch. Sabilil Muttaqin, Ibid. Hal. 20
[44] Moch. Sabilil Muttaqin, Ibid. Hal. 21
[45] Moch. Sabilil Muttaqin, Ibid. Hal. 21
[46] Moch. Sabilil Muttaqin, Ibid. Hal. 21
[47] Moch. Sabilil Muttaqin, Ibid. Hal. 22
[48] Alimron, “Studi
Validitas Hadis Tentang Ilmu Pengetahuan Dalam Buku Pendidikan Agama Islam Dan
Budi Pekerti Kurikulum 2013”, Jurnal Tadrib Vol.1, No.2, Desember 2015.
Hal. 8
Diakses dari http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/Tadrib/article/view/1042/878
pada 20/04/18, pukul 23:20
Tidak ada komentar:
Posting Komentar