NASIKH DAN MANSUKH
M.Fathurrijal Aziz, Rosida Halim N. P,
Ulinnuha Azzura alam.
jurusanPendidikanIlmuPengetahuanSosial FakultasIlmuTarbiyahdanKeguruanUniversitasIslam NegeriMaulanaMalikIbrahimMalang
e-mail: fathurrijalaziz@gmail.com
Abstract
In this article talk about nasikh and maneukh
material. Where didalmnya explain clearly about understanding, division,
variety and wisdom from nasikh and mansukh. Seeing human life that is
constantly evolving from time to time then the rules also adjust the
circumstances of the times. Similarly with Islam, where Islam has the purpose
of one of them is to create the benefits of human life is also required to
adapt to the good times in terms of worship and muamalah. Here nasikh and
mansukh have an important role.
Abstrak
Dalam artikel ini berbicara mengenai materi
nasikh dan mansukh. Dimana didalmnya menjelaskan dengan jelas tentang
pengertian, pembagian, macam-macam dan hikmah dari nasikh dan mansukh. Melihat
kehidupan manusia yang selalu berkembang dari waktu ke waktu maka aturan-aturan
juga ikut menyesuaikan keadaan zaman. Begitu juga dengan islam, dimana islam
mempunyai tujuan yang salah satunya yaitu untuk menciptakan kemaslahatan
kehidupan manusia juga dituntut untuk meyesuaikan dengan zaman baik dalam hal
ibadah maupun muamalah. Disini nasikh dan mansukh mempunyai peran yang penting.
A. PENDAHULUAN
Ajaran samawi yang diturunkan
oleh allah kepada rasul-Nya guna untuk memperbaiki umat dalam hal akidah,
ibadah dan muamalah. Dalam hal akidah semua ajaran yang diturunkan tidak akan
mengalami perubahan karena berdasarkan tauhid uluhiyah dan rububiyah.
Tetapi dalam hal ibadah dan muamalah mengalami perubahan. Hal ini terjadi
karena tuntutan kebutuhan setiap umat yang berbeda. Sesuatum yang cocok di
suatu zaman belom tentu cocok di zaman selanjutnya. Tetapi kita harus tetap
yakin bahwa Pembuat ketentuan adalah Allah.
Oleh karena itu sudah
sepantasnya jika allah menghapus suatu tasyri’ dengan tasryi’ lain guna untuk
menjaga kepentingan para hamba berdasarkan pengetahuan-Nya yang azali tentang
yang pertama dan yang kemudian.
B.
Pengertian Nasikh dan Mansukh
1.
Pengertian Nasakh Secara Etimologi (Bahasa)
Terjadi perbedaan
pendapat di kalangan ulama mengenai makna naskh secara etimologi. Karena nasikh
memiliki makna tidak hanya satu. Nasakh berarti menghilangkan atau meniadakan.
Dalam Alquran dijelaskan : [1]
وَمَآ أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ وَلاَ نَبِيٍّ
إِلآَّ إِذَا تَمَنَّي أَلْقَي الشَّيْطَانُ فِي اُمْنِيَّتِهِفَيَنسَخُ اللَّهُ
مَا يُلْقِي الشَّيْطَانُ ثُمَّ يُحْكِمُ اللَّهُ ءَايَاتِهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ
حَكِيمٌ
Artinya :
“Allah meniadakan atau menghilangkan apa yang
dimaksukkan olehsetan, lalu Allah memperkuat ayat – ayat-Nya. Allah Maha
Mengetahui dan Mahabijaksana.”(Q.S. Al Hajj: 52)
Kata naskh juga berarti التحويل, artinya
pengalihan, Seperti pengalihan harta warisan.
(تناسخ الموارث )
Maksudnya
perpindahan harta warisan dari seseorang kepada orang lain. [2]
Kata Nasakh juga berarti “التبديل “ ,
artinya mengganti atau menukar sesuatu dengan yang lain. Ini dapat kita lihat
pada ayat yang berbunyi :
وَإِذَا بَدَّلْنَا آيَةً مَكَانَ آيَةٍ ۙ
وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا يُنَزِّلُ قَالُوا إِنَّمَا أَنْتَ مُفْتَرٍ ۚ بَلْ
أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ
Artinya :
Dan apabila Kami letakkan suatu ayat di tempat ayat yang
lain sebagai penggantinya padahal Allah lebih mengetahui apa yang
diturunkan-Nya, mereka berkata: "Sesungguhnya kamu adalah orang yang
mengada-adakan saja". Bahkan kebanyakan mereka tiada mengetahui....” (Q.S. Al Nahl : 101 )
Kata Nasakh juga berarti , artinya menyalin, memindahkan
atau mengutip apa yang ada dalam buku.[3]
2.
Naskh Menurut Terminologi (Istilah)
Secara terminologi Nasakh dapat
dikategorikan pada dua kategori, yaitu kategori menurut ulama Mutaqaddimin dan
Ulama Mutaakhirin.
a.
Mutaqaddimin
Menurut Mutaqaddimin
Nasakh adalah Mengangkat hukum Syar’i (Menghapuskan) hukum syara’ dengan dalil
hukum (kitab) syara’ yang lain. [4]
Misalnya,
dikeluarkannya hukum Syar’i dengan berdasarkan kitab syara’ dari seseorang
karena dia mati atau gila. Contoh tentang waris, di mana hukum waris
dinasakhkan oleh hukum wasiat ibu bapak dan karib kerabat. [5]
Ayat tersebut
dinasakhkan oleh surat Al – Baqarah ayat 180 yang berbunyi :
كُتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ
أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ إِنْ تَرَكَ خَيْرًا الْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ
وَالْأَقْرَبِينَ بِالْمَعْرُوفِ ۖ حَقًّعَلَى الْمُتَّقِينَ
Contoh lain, menurut
ulama’ muttaqaddimin, adalah terdapat dalam surat Al – Baqarah ayat 183 yang
berbunyi :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ
عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَتَّقُونَ
Ayat tersebut dinasakhkan
oleh surat Al – Baqarah ayat 187 yang berbunyi :
أُحِلَّ لَكُمْ
لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَىٰ نِسَائِكُمْ ۚ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ
وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ ۗ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ
أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ ۖ فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ
وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ ۚ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّىٰ
يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ
الْفَجْرِ ۖ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ ۚ وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ
وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا
تَقْرَبُوهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ
يَتَّقُونَ
Ayat – ayat diatas terkadang
oleh ulama mutaqaddimin disebut juga dengan takhsis. [6]
Dengan demikian
tampak dengan gamblang bahwa ulama mutaqaddimin memberikan batasan pengertian
bahwa nasikh adalah sebagai dalil syar’i yang ditetapkan kemudian. Jadi tidak
hanya bagi ketentuan hukum yang mencabut dan membatalkan ketentuan (hukum) yang
sudah berlaku sebelumnya atau merubah ketentuan hukum yang sudah dinyatakan
pertama berakhir masa berlakunya, sejauh hukum tersebut tidak dinyatakan
berlaku tersu – menurus. Pengertian Nasakh menurut kelompok ini mencakup
pengertian pembatasan (qayyad) terhadap pengertian bebas (muta’allaq),
pengkhususan terhadap yang umum, pengecualian, syarat, dan sifat. Ini berlaku
muai abad kesatu sampai abad ketiga Hijriah. [7]
diantara mereka
beranggapan bahwa suatu ketetapan hukum yang ditetapkan oleh suatu kondisi
tertentu telah menjadi mansukh apabila ada ketentuan lain akibat adanya kondisi
yang lain, misalnya “ perintah bersabar untuk menahan diri pada periode Mekah
di saat kaum muslim lemah dianggap telah nasakh oleh perintah atau izin
berperang pada periode Madinah “, sebagaimana ada yang beranggapan bahwa
ketetapan hukum islam yang membatalkan hukum yang berlaku pada masa pra – Islam
merupakan bagian dari pengertian nasakh. [8]
b.
Mutaakhirin
Pengertian begitu
luas kemudian dipersempit oleh ulama yang datang kemudian. Pengertian nasikh
menurut ulama mutaakhirin di antaranya adalah sebagaimana di ungkapkan Quraish
Shihab : “ Nasikh terbatas pada ketentuan hukum yang datang kemudian, guna
membatalkan, mencabut atau menyatakan berakhirnya pemberlakuan hukum yang
terdahulu hingga ketentuan hukum yang ada yang ditetapkan terakhir.”[9]
Dalam Nasikh di perlukan syarat
sebagai berikut :
-
Hukum yang mansukh adalah hukum syara’
-
Dalil penghapus hukum tersebut adalah kitab
syar’i yang datang lebih kemudian dari kitab yang hukumnya mansukh.
-
Kitab yang mansukh hukumnya tidak dibatasi dengan
waktu tertentu.
Dari penjelasan
diatas dapat disimpulkan “Nasikh” berarti pengganti, penukar, atau penghapus
dan “Mansukh” artinya diganti, ditukar atau dihapuskan. Dapat diartikan, kalau
ada orang mengatakan “ Ayat ini Mansukh, artinya ayat ini telah diganti atau
ditukar dengan ayat lain yang nasikh”. Maksudnya, kalau ayat yang “Nasikh” dan
yang “Mansukh” itu bersangkut paut dengan hukum haram dan halal, maka yang
nasikh itu yang mengganti atau menghapuskan yang mansukh, yang diganti atau
dihapuskan. Misalnya, ada suatu ayat yang mengharamkan sesuatu, kemudian datang
ayat lain yang menghalalkannya, maka ayat yang pertama yang mengharamkan itu
mansukh (diganti / dihapuskan ) hukumnya dengan ayat yang datang kemudian,
yalah yang nasikh (mengganti / menghapuskan). [10]
Adapun manfaat Nasakh mansukh adalah agar pengetahuan tentang hukum tidak menjadi
kacau dan kabur. [11]
C. PEMBAGIAN NASIKH DAN MANSUKH
Bagian ini disepakati kebolehannya dan telah terjadi
dalam pandangan mereka yang mengakatan adanya naskh. Misalnya ayat tentang idah
empat bulan sepuluh hari. [12]
Surat Al-BaqarahAyat 240
وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ
وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا وَصِيَّةً لِأَزْوَاجِهِمْ مَتَاعًا إِلَى الْحَوْلِ
غَيْرَ إِخْرَاجٍ ۚ فَإِنْ خَرَجْنَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِي مَا فَعَلْنَ
فِي أَنْفُسِهِنَّ مِنْ مَعْرُوفٍ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan
isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah
hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). Akantetapijikamerekapindah
(sendiri), makatidakadadosabagimu (waliatauwarisdari yang meninggal)
membiarkanmerekaberbuat yang ma'rufterhadapdirimereka. Dan Allah Maha Perkasa
lagiMahaBijaksana”
Ayat tersebut di naskh oleh :
Surat
Al-BaqarahAyat 234
وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ
وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ
وَعَشْرًا ۖ فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا
فَعَلْنَ فِي أَنْفُسِهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Orang-orang yang meninggal dunia diantaramu dengan meninggalkan isteri-isteri
(hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh
hari. Kemudian apabila telah habis 'iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali)
membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah
mengetahui apa yang kamu perbuat.
2.
Naskh quran
dengan hadis(assunah)
Naskh terdapat dua macam antara lain:
1.
Naskh quran
dengan hadits ahad. Jumhur berpendapat, quran tidak boleh di naskh dengan
hadits ahad, sebab quran adalah mutawatir dan menunjukkan yakin, sedang hadits
ahad dzanni, bersifat dugaan, disamping tidak sah pula penghapusan sesuatu yang
ma’lum ( jelas diketahui ) dengan mauzun ( diduga)
2.
Naskh quran
dengan hadits mutawatir. Naskh demikian dibolehkan oleh Imam Malik, abu hanifah
dan ahmad dalam satu riwayat, sebab masing –masing keduanya adalah wahyu.[13]Allah berfirman :
“ dan tidaklah yang diucapkannya itu ( quran) menurut keinginannya. Tidak
lain ( quran itu ) adalah wahyu yang diwahyukan ( kepadanya).” ( qs. An –najm/ 53: 44)
Dan firmannya pula :
وَأَنْزَلْنَا
إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ....
“... dan kami turunkan az –zikir ( quran) kepadamu, agar engkau menerangkan
kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka.. (am –Nahl /16: 44).
Dan naskh itu
sendiri merupakan salah satu penjelasan.
Imam syafiii, ahli zahir dan ahmad dalam riwayatnya yang lain menolak naskh
seperti ini , berdasarkan firman Allah :
مَا
نَنْسَخْ مِنْ آيَةٍ أَوْ نُنْسِهَا نَأْتِ بِخَيْرٍ مِنْهَا أَوْ مِثْلِهَا
“ayat kami batalkan
atau kamihilangkan dari ingatan, pasti kami ganti dengan yang lebih baik atau
yang sebanding dengannya... “ ( al –Baqarah /2: 106). Sedang hadits tidak
lebih baik dari atau sebanding Dengan quran.
3.
Naskh sunnah
dengan quran
Naskh ini diperbolehkan oleh jumhur. Contohnya ialah masalah menghadap ke
baitul makdis yang ditetapkan dengan sunnah dan didalam quran tidak terdapat
dalil yang menunjukkannya.[14]Ketetapan itu di naskh kan oleh quran dengan firmannya :
فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ
الْحَرَامِ
“ ... maka hadapkanlah wajahmu
ke arah masjidil haram...”( al – Baqarah/2:144)
Kewajiban berpuasa pada bulan ‘asyura yang ditetapkan berdasarkan sunnah,
juga di naskh kan oleh firman Allah :
فَمَنْ
شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
“... karena itu, barang siapa
di antara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah...(al –Baqarah / 2:185)
Tetapi versi ini ditolak olh imam syafii karena menurutnya, apa saja yang
ditetapkan quran tentu didukung pula oleh sunnah.hal ini karena antara kitab
dengan sunnah harus senantiasa sejalan dan tidak bertentangan.
4.
Naskh sunnah
dengan sunnah
Dalam kategori ini ada empat bentuk, yaitu :
a)
Naskh
mutawatir dengan mutawatir
b)
Naskh ahad
dengan ahad
c)
Naskh ahad
dengan mutawatir
d)
Naskh
mutawatir dengan ahad
Tiga bentuk pertama diperbolehkan sedang pada bentuk
keempat terjadi silang pendapat seperti halnya naskh quran dengan hadits ahad,
yang tidak diperbolehkan oleh jumhur.
Adapun naskh ijma’ dengan ijma’ dan qiyas dengan qiyas
atau menaskhah keduanya, maka pendapat yang tidak diperbolehkannya. [15]
D. Macam –Macam
Naskh Dalam Al Quran
1)
Naskh
tilawah dengan hukum
Misalnya apa yang diriwayatkan oleh Muslim dan yang
lain dari Aisyah ra, ia berkata:
كان فىما
انزل عشر رضعات معلومات يحرمن فنسخن بخمس معلوما ت. فتوفي رسول الله صلى الله علىه
وسلم (وهن مما يقرأ من القران).
“ diantara yang diturunakn kepada beliau ialah
susunan yang maklum itu itumenyebabkanmuhrim,’ kemudian [ketentuan]
inidinaskholeh ‘lima susunan yang maklum.’ MakaketikaRasulullah saw. wafat,
‘lima susunan’ initermasukayat al-Qur’an yang dibaca [matlu’].
Kata-kata ‘Aisyah: “lima susunan ini termasuk ayat
al-Qur’an yang dibaca,” pada lahirnya menunjukkan bahwa tilawahnya masih tetap.
Tetapi tidak demikian halnya, karena ia tidak terdapat dalam mushaf Utsmani.
Kesimpulan demikian dijawab, bahwa yang dimaksud dengan perkataan Aisyah tersebut
ialah ketika beliau menjelang wafat. (Diriwayatkan oleh Bukhari secara mu’alaq,
dari Umar).
Yang jelas ialah bahwa tilawah-nya itu telah dinaskh
[dihapuskan], tetapi penghapusan itu tidak sampai kepada semua orang kecuali sesudah
Rasulullah wafat. Oleh karena itu ketika beliau wafat, sebagian orang masih tetap
membacanya.[16]
2)
Naskh hukum
sedangkan tilawahnya tetap
Misalnya naskh hukum ayat ‘idah selama satu tahun,
sedang tilawahnya tetap. Mengenai naskh macam ini banyak dikarang kitab-kitab
yang didalamnya para pengarang menyebutkan bermacam-macam ayat. Padahal setelah
diteteliti, ayat-ayat seperti ini hanya sedikit jumlahnya, sebagaimana dijelaskan
Qadi Abu Bakar ibnul ‘Arabi.[17]
Surat Al-BaqarahAyat 240
وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ
وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا وَصِيَّةً لِأَزْوَاجِهِمْ مَتَاعًا إِلَى الْحَوْلِ غَيْرَ
إِخْرَاجٍ ۚ فَإِنْ خَرَجْنَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِي مَا فَعَلْنَ فِي
أَنْفُسِهِنَّ مِنْ مَعْرُوفٍ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan
isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah
hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). Akan tetapi jika
mereka pindah (sendiri), maka tidak ada dosa bagimu (wali atau waris dari yang
meninggal) membiarkan mereka berbuat yang ma'ruf terhadap diri mereka. Dan
Allah Maha Perkasa lagiMahaBijaksana”
Ayat tersebut di naskh oleh :
Surat Al-BaqarahAyat 234
وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ
وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ
وَعَشْرًا ۖ فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا
فَعَلْنَ فِي أَنْفُسِهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Orang-orang yang meninggal dunia diantaramu dengan meninggalkan
isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah)
empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis 'iddahnya, maka tiada dosa
bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang
patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat. “
3)
Naskh
tilawah sedangkan hukumya tetap
Di anataranya ayat yang tentang rajam
Surat An-Nisa'Ayat 15
وَاللَّاتِي يَأْتِينَ الْفَاحِشَةَ
مِنْ نِسَائِكُمْ فَاسْتَشْهِدُوا عَلَيْهِنَّ أَرْبَعَةً مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ
شَهِدُوا فَأَمْسِكُوهُنَّ فِي الْبُيُوتِ حَتَّىٰ يَتَوَفَّاهُنَّ الْمَوْتُ أَوْ
يَجْعَلَ اللَّهُ لَهُنَّ سَبِيلًا
“Dan (terhadap) parawanita yang
mengerjakanperbuatankeji, hendaklahadaempatorangsaksidiantarakamu (yang
menyaksikannya). Kemudianapabilamerekatelahmemberipersaksian,
makakurunglahmereka (wanita-wanitaitu) dalamrumahsampaimerekamenemuiajalnya,
atausampai Allah memberijalanlainkepadanya.”
Surat
An-NurAyat 2
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا
كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ
“pezinaperempuandanpezinalaki-laki,
deralahmasing-masingdarikeduanyaseratus kali….”
E. HIKMAH ADANYA
NASIKH DAN MANSUKH
Nasikh dan Mansukh merupakan
suatu kajian yang sangat penting dalam islam dan khususnya dalam ibadah dan
muamalah. Dan hal ini tidak boleh diabaikan oleh para ahli tafsir alquran. Jika
kita cermati kehidupan manusia yang selalu berubah-ubah yang disebabkan kondisi
dan situasi sedangkan islam mempunyai tujuannya yang salah satu untuk
menciptakan kemaslahatan manusia maka dikehendaki akan adanya nasikh dan
mansukh. [18]
Hikmah adanya Nasikh dan mansukh antara lain:
1.
Memelihara Kepentingan Hamba
2.
Perkembangan Tasri’ menuju tingkat sempurna sesuai dengan perkembangan
kondisi umat manusia.
3.
Cobaan dan ujian bagi orang mukallaf untuk mengikuti atau tidak
4.
Menghendaki kebaikan dan kemudahan dengan umat.Sebabjikanaskhberalih
yang lebihberatmakadidalamnyaterdapattambahanpahaladanjikaberalihkehal yang
lebihberatmakaiamengandungkemudahandankeringanan.[19]
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Abu.Ulumul Qura’an.Amzah : Bandung. 2005.
Mudzakir.Study Ilmu-Ilmu
Qur’an.literaantarnusa: Bogor. 2016.
Kholil, K.H. Moenawar.Alquran Dari Masa ke Masa.Ramadhani
: Solo. 1994.
Shihab,M.QuraishMembumikan
Al-Quran.PerpustakaanNasional: Bandung.1994.
Catatan:
1.
Similarity 32%. Cukup besar.....
2.
Pendahuluan tidak bisa mengantarkan pada pembahasan.
3.
Jumlah halaman sangat minim, padahal ada tiga orang.
4.
Sudah saya katakan di awal, HARAM mengutip dari blog.
5.
Referensi sangat minimalis.
Makalah ini sangat tidak sesuai dengan arahan saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar