MAKKIYAH DAN MADANIYAH
Rahmaniar Kusumahdewi dan Fidya Rahayudin
Mahasiswi P IPS Semester 4 UIN Maliki
Malang
E-mail: kusumarahmaniar0@gmail.com
Abstract
Every religion has its own guidelines,
the Islamic religion has the Quran as the wor of Allah SWT. and there is no
doubt in it. Descending the Quran as the perfecting of our previous book. The
Quran is gradually decreased. The down time of the book of Allah SWT. into two
ie before and after prophet hijrah. The verses are revealed before the prophrt
hijrah or in the area pf mecca and surrounding we are familiar with the surah
Makkiyah and vice versa surah wich is revealed after the prophet hijrah or in
the area around madinah we are familiar with surah Madaniyyah. Needs a lot of
understanding about the concept Makkiyah and Madaniyyah, the devision of
Makkiyah and Madaniyyah and so forth.
Abstrak
Setiap agama memiliki pedoman
sendiri, agama Islam memiliki Alquran sebagai wujud Allah SWT. dan tidak ada keraguan
di dalamnya. Menurunkan Alquran sebagai penyempurnaan dari buku kami
sebelumnya. Alquran berangsur-angsur menurun. Waktu turun buku Allah SWT.
menjadi dua yaitu sebelum dan sesudah nabi hijrah. Ayat-ayat tersebut
diwahyukan sebelum ramalan hijrah atau di daerah pf kiblat dan sekitarnya kita
kenal dengan surah Makkiyah dan sebaliknya surah yang diwahyukan setelah nabi
hijrah atau di sekitar madinah kita kenal dengan surah Madaniyyah. Perlu banyak
pemahaman tentang konsep Makkiyah dan Madaniyyah, adanya devasi Makkiyah dan
Madaniyyah dan sebagainya.
Keyword : Alquran,
Characteristic, Makkiyah, Madaniyah, Concept
A.
Pendahuluan
Alqur’an
juga mu’jizat yang diberikan Allah SWT
kepada Nabi Muhammad SAW. Sebagai bukti utama akan kenabian Muhammad SAW. Ia
diturunkan Allah untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya, serta
membimbing mereka menuju jalan yang lurus.[1]
Alquran
sebagai sumber hukum tidak semua syariatnya mesti dijelaskan dengan mendetail.
Hal ini karena selain Alquran masih ada sumber hukum yang kedua, yakni Al Hadis
yang merupakan penjelasan Alquran. Selain itu manusia juga diberi kesempatan dan
dituntut untuk berijtihad dengan akalnya dalam rangka mengatur hidupnya di
dunia ini sesuai dengan perkembangan situasi zaman. Itulah fleksibilitas ajaran
islam sebagai ajaran yang bersifat universal dan abadi. Namun demikian, perlu
diingat bahwa setiap gerak langkah manusia senantiasa harus tetap memegang dua
sumber hukum utama tersebut agar selamat dan tak tersesat.
Alquran
menjadi sumber dan ilham bagi norma aturan-aturan yang membatasi serta
mengatur kehidupan umat Islam.
Pembahasan tentang Alquran memang tidak boleh dicampuradukkan dengan sesuatu
apapun namun hanya boleh dianalisa dan diinterpretasikan.[2]
Ayat-ayat
Alquran diturunkan melewati suatu proses secara berangsur –angsur dan terbagi menjadi dua bagian. Lantaran Nabi
Muhammad SAW selama menjadi nabi utusan Allah itu bertempat tinggal di dua
kota, yakni di kota Mekkah dan di kota Madinah, maka turunnya Alquran itu ada
terbagi atas dua bagian. Artinya: sebagian diturunkan selama Nabi berada di
Mekkah, dan sebagian yang lain diturunkan selama Nabi berada di Madinah. Oleh
sebab itu, maka ayat-ayat dan surat-surat Alquran yang diturunkan di Mekkah
lalu dinamakan “Makkiyyah” (bangsa Mekkah), dan yang diturunkan di Madinah lalu
dinamakan “Madanniyyah” (bangsa Madinah).[3]
Begitulah
Alquran turun berangsur-angsur. Rasulullah membaca perlahan-lahan. Sedang para
sahabat membaca sedikit demi sedikit. Ayat-ayat Alquran diturunkan sehubungan
dengan peristiwa baik bersifat individual atau sosial (kemasyaraatan) yang
terjadi berturut-turut selama kurang lebih 23 tahun sampai akhir hidup
Rasulullah. Menurut berbagai sumber riwayat, setelah bi’tsah Rasulullah SAW
hidup di Mekkah selama 13 tahun, kemudian hijrah ke Madinah dan mukim di kota
itu hingga akhir hayatnya, yakni 10 tahun. Ibnu ‘Abbas mengatakan Rasulullah
diangkat sebagai Nabi dan Rasul dalam usia 40 tahun, setelah Bi’tsah beliau
tinggal di Mekkah 13 tahun dan sela itu beliau menerima wahyu. Beliau wafat dalam
usia 63 tahun. Beberapa sumber riwayat memperkirakan masa turunnya wahyu
seluruhnya 20 tahun, tetapi ada juga yang memperkirakan kurang lebih 25 tahun.
Perkiraan ini didasarkan pada masa bermukimnya Rasulullah SAW di Mekkah setelah
bi’tsah, yaitu antara 10 dan 15 tahun.[4]
Karena
sangat pentingnya mengetahui surah-surah Makkiyyah dan Madaniyyah dalam Alquran,
maka para ulama sangat menaruh perhatian tehadap keduannya ini.[5]
Dalam artikel ini akan kita jelaskan mulai dari konsep Makkiyah dan Madaniyyah
beserta contoh ayat-ayatnya, kaidah-kaidah dalam mengetahui Makkiyyah dan
Madaniyyah, kegunaan mempelajari Makkiyah dan Madaniyah.
B.
Konsep
untuk Mengetahui Surah Makkiyah dan Madaniyah
Sebagian
besar pengkaji didalam membedakan surah Makkiyah dan Madaniyah yang utama
didasarkan pada riwayat-riwayat dan nash-nash naqli yang menceritakan ayat,
surah, mendeskripsikan kejadian diwaktu dan tempat turunnya dan juga berdasar
pada peristiwa-peristiwa sejarah yang berlangsung saat turunnya ayat suci Alquran.[6]
Melalui beberapa cara dan berdasar
pada kisah-kisah sejarah tentang turunnya Alquran serta berpegang pada metode
klasik, disitulah pengkaji dapat menemukan dan mengidentifikasi bagaimana
karakteristik-karakteristik surah-surah Makkiyah dan Madaniyah. Sehingga para
pengkaji dapat menyusun dalam buku tentang mushaf dan tafsir, namun sebelumnya
dengan mengetahui metode itu para pengkaji membedakan dan mengklasifikasikan
termasuk Makkiyah atau Madaniyah yang kemudian menjadi referensi untuk
mengetahui surah-surah dalam kategori Madaniyah dan makkiyah dalam Alquran.[7]
Dari beberapa penjelasan tentang
bagaimana cara membedakan dan mengklasifikasikan surah-surah yang tergolong
Makkiyah maupun Madaniyyah maka
terbentuklah dua metode guna mengetahui surah-surah Makkiyah dan Madaniyah
dalam Alquran, yaitu dengan metode deduksi dan metode induksi. Dimana metode
deduksi atau yang sering disebut metode sima’iy ini berporos pada dalil naqli
sedangkan metode induksi ini berporos pada dalil penalaran dan rasional.[8]
Perbedaan antara para penganut
metode deduksi dan induksi juga dapat dilihat dari pijakannya. Para penganut
metode deduksi berpijak pada sebuah riwayat-riwayat, nash-nash, serta
peristiwa-peristiwa yang memberi petunujuk dan menceritakan surah-surah dan
ayat-ayat. Sedangkan para penganut
metode induksi berpijak pada karakteristik yang mereka pahami baik dari sebuah
segi susunan, tema dan surah atau ayat yang kemudian membedekan dalam ijtihad
mereka. Namun yang lebih tepat dari metode tersebut adalah dengan menggabungkan
nya sebab kesimpulan yang diperoleh akan lebih ilmiah dan objektif sehingga
terhindar dari kira-kira atau sekedar dugaan.[9]
Selain dari beberapa metode yang
menjelaskan pembagian antara surah Makkiyah dan Madaniyah ada beberapa teori
yang menjelaskan pembagiannya, yaitu dipandang dari teori gegografi
(berdasarkan letak turunnya surah), dipandang dari teori subjektif (berdasarkan
isi), dipandang dari teori historis (berdasarkan peristiwa-peristiwa yang berkaitan)
dan dipandang dari teori konten analisis (berdasarkan gambaran kandungan
surah).[10]
C.
Jumlah
Surah yang Turun di Mekkah dan di Madina
Wahyu
Alquran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Terbagi atas 144 bagian;
tiap-tiap bagian dinamakan surah (surat). Arti surah, menurut arti kata bahhasa
Arab ialah: 1. Tingkatan Martabat, 2. Tanda atau alamat, 3. Gedung yang tinggi
serta indah, 4. Sesuatu yang sempurna atau lengkap, dan 5. Susunan sesuatu atas
lainnya yang bertingkat-tingkat.[11]
Ada
pendapat lain jumlah surah dalam Alquran mayoritas ulama menghitung sebanyak
114 surah, tetapi sebagian ulama menghitung 113 surah, karena surah Al-Anfal
dan surah Al-Baqarah dihitung satu surah, mengingat tidak ada pemisah basmalah antara kedua surah tersebut.
Golongan Syiah menghitung sebanyak 116 surah, karena mereka memasukkan dua doa
qunut yang dinamkan surah Al-Khal dan Al-Hafd. Menurut Al-Baqilani, dalam
kitabnya I’jaz Al-Qur’an disebutkan,
bahwa doa qunut tersebut memang ditulis oleh Ubay di kulit Mushaf Alquran,
timbullh dugaaan sebagian mereka bahwa keduanya termasuk surah Alquran, padahal
uslub-nya saja berbeda denga Alquran.[12]
Adapun
nama surah-surah Alquran sejumlah 144 surah, menurut tertibnya ketika
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, adalah sebagai berikut:[13]
Surat yang turun
di Makkah
1.
Al Fatihah
2.
Al ‘Alaq
3.
Al Qalam
4.
Al Muzamil
5.
Al Muddazir
6.
Al Lahab
7.
At Takwir
8.
Al A’la
9.
Al Lail
10. Al
Fajr
11. Ad
Dhuha
12. Al
Insyirah
13. Al
‘Ashr
14. Al
‘Adiyat
15. Al
Kaustsar
16. At
Takasur
17. Al
Ma’un
18. Al
Kafirun
19. Al
Fiil
20. Al
Falaq
21. An
Nas
22. Al
Ikhlas
23. An
Najm
24. ‘Abasa
25. Al
Qadar
26. As
Syams
27. Al
Buruj
28. At
Tien
29. Al
Quraisy
30. Al
Qari’ah
31. Al
Qiyamah
32. Al
Humazah
33. Al
Mursalat
35. Al
Balad
36. At
Tariq
37. Al
Qamar
38. Shaad
39. Al
‘Araf
40. Al
Jinn
41. Yassin
42. Al
Furqan
43. Al
Fathir
44. Maryam
45. Thaaha
46. Al
Waqiah
47. As
Syu’ara
48. An
Naml
49. Al
Qashash
50. Al
Israa
51. Yunus
52. Hud
53. Yusuf
54. Al
Hijr
55. Al
An’am
56. As
Shaaffat
57. Luqman
58. Saba
59. Az
Zumar
60. Al
Mu’min
61. Haamim
Sajdah
62. As
Syura
63. Az
Zukhruf
64. Ad
Dukhan
65. Al
Jatsiah
66. Al
Ahqaf
67. Ad
Dzariyat
68. Al
Ghasyiah
69. Al
Khafi
70. An
Nahl
71. Nuh
72. Ibrahim
73. An
Anbiya
74. Al
Mu’minun
75. As
Sajdah
76. At
Thur
77. Al
Mulk
78. Al
Haqqah
79. Al
Ma’rij
80. An
Naba
81. An
Nazi’at
82. Al
Infithar
83. Al
Insyiqaq
84. Ar
Rum
85. Al
‘Ankabut
86. At
Tathif
Surat
yang turun di Madinah
1.
Al Baqarah
2.
Al Anfal
3.
Al Imran
4.
Al Ahzab
5.
Al Mumtahana
6.
An Nisa
7.
Az Zilzal
8.
Al Hadid
9.
Al Qital
10.
Ar Ra’ad
11.
Ar Rahman
12.
Ad Dahr
13.
At Thalaq
14.
Al Bayyinah
15.
Al Hajr
16.
An Nur
17.
Al Haj
18.
Al Munafiqun
19.
Al Mujadalah
20.
Al Hujarat
21.
At Tahrim
22.
As Shaf
23.
Al Jum’ah
24.
At Taghabun
25.
Al Fath
26.
Al Maidah
27.
At Taubah
Surat-surat yang diperselisihkan ada dua belas surat :
1. Al-Fatihah
2. Ar Ra’d
3. Ar Rahman
4. As Saff
5. At-Tagabun
6. At Taftif (Al Mutaffifin)
7. Al Qadar
8. Al Bayyinah
9. Az Zalzalah
10. Al Ikhlas
11. Al Falaq
12. An Nas
Selain yang disebutkan di atas adalah Makkiyah,
yaitu delapan puluh surah. Maka jumlah surat dalam Alquran itu semuanya seratus
empat belas surat.[14]
Para
ulama tidak hanya mengkaji secara umum tentang surat-surat Makkiyah dan
Madaniyah, tetapi juga mengkaji hal-hal khusus seperti tentang ayat-ayat
Makkiyah dalam Surat Madaniyah, ayat-ayat Madaniyah dalam Surat Makkiyah, ayat
yang diturunkan di Makkah sedang hukumnya Madaniyah, ayat yang diturunkan di
Madinah sedang hukumnya Makkiyah, ayat Madaniyah yang mirip dengan ayat
Makkiyah, ayat Makkiyah yang mirip dengan ayat Madaniyah, ayat yang dibawa dari
Makkah ke Madinah dan ayat yang dibawa dari Madinah ke Makkah. Berikut ini
dikutipkan beberapa contoh dari hal-hal khusus tersebut.[15]
1. Ayat Makkiyah dalam Surat Madaniyah
(Q.S. Al-Anfal
8:30)[16]
Dan (ingatlah),
ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk
menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. mereka
memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. dan Allah
Sebaik-baik pembalas tipu daya.
Surat
Al-Anfal turun setelah hijrah, berbicara tentang perang Badar yang terjadi pada
tahun kedua setelah hijrah, oleh sebab itu surat ini masuk kategori madaniyah.
Tetapi banyak ulama mengecualikan ayat 30, karena ayat tersebut turun di Makkah
sebagaimana yang dikatakan oleh Muqatil. Isi ayat pun juga menunjukkan hal
tersebut. Ayat 30 berbicara tentang peristiwa yang terjadi di Makkah sebelum
nabi Hijrah, yaitu tentang pertemuan para pemuka Quraisy di Dar an-Nadwah
Makkah merencanakan untuk menangkap dan memenjarakan Nabi, membunuh atau
mengusir beliau. Tetapi makar ini digagalkan oleh Allah SWT dengan lolosnya
Nabi hijrah ke Madinah.[17]
2.
Ayat Madaniyah
dalam Surat Makkiyah
(Q.S. Al-An’am
6:151-153)[18]
Katakanlah:
"Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu Yaitu:
janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap
kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut
kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu
mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun
yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar". Demikian itu
yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya).
Dan janganlah
kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga
sampai ia dewasa. dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami
tidak memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan
apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah
kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah
kepadamu agar kamu ingat.
Dan bahwa (yang
Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia, dan
janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu
mencerai beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan Allah
agar kamu bertakwa.
Menurut
keterangan Ibn ‘Abbas, Surat Al-An’am turun sekaligus di Makkah kecuali tiga
ayat yaitu ayat 151-153 diturunkan di Madinah. Isi ketiga ayat ini pun
menunjukkan sifat madaniyahnya, karena berbicara antara lain tentang hukum.[19]
3.
Ayat yang
diturunkan di Makkah sedang hukumnya Madaniyah
(Q.S. Al-Hujurat 49:13)[20]
Hai manusia,
sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi
Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui lagi Maha Mengenal.
Ayat
ini turun di Makkah pada waktu Fathu Makkah. Di lihat dari aspek waktu, ayat
ini masuk Madaniyah karena diturunkan setelah hijrah, tetapi dari aspek khithab,
ayat ini bersifat umum. Para ulama tidak menyebut ayat ini Makkiyah dan tidak
pula Madaniyah, tetapi disebut sebagai apa yang diturunkan di Makkah, sedangkan
hukumnya Madaniyah.[21]
4.
Ayat yang
diturunkan di Madinah sedang hukumnya Makkiyah
(Q.S. At-Taubah
9:1-3)[22]
(Inilah
pernyataan) pemutusan hubungan dari Allah dan RasulNya (yang dihadapkan) kepada
orang-orang musyrikin yang kamu (kaum muslimin) telah mengadakan perjanjian
(dengan mereka).
Maka berjalanlah
kamu (kaum musyrikin) di muka bumi selama empat bulan dan ketahuilah bahwa
sesungguhnya kamu tidak akan dapat melemahkan Allah, dan sesungguhnya Allah
menghinakan orang-orang kafir.
Dan (Inilah)
suatu permakluman daripada Allah dan rasul-Nya kepada umat manusia pada hari
haji akbar bahwa sesungguhnya Allah dan RasulNya berlepas diri dari orang-orang
musyrikin. Kemudian jika kamu (kaum musyrikin) bertobat, maka bertaubat itu
lebih baik bagimu; dan jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya
kamu tidak dapat melemahkan Allah. Dan beritakanlah kepada orang-orang kafir
(bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.
Awal
surat at-Taubah atau Baraah ini turun di Madinah, tetapi khithab ditujukan
kepada kaum musyrikin Makkah. Para ulama menyebutnya sebagai apa yang
diturunkan di Madinah sedang hukumnya Makkiyah.[23]
5.
Ayat Madaniyah
yang mirip dengan ayat Makkiyah
(Q.S. Al-Anfal 8:32)[24]
Dan (ingatlah),
ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata: "Ya Allah, jika betul (Al
Quran) ini, dialah yang benar dari sisi Engkau, Maka hujanilah kami dengan batu
dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih".
Ayat
ini adalah contoh ayat Madaniyah yang gaya bahasa atau uslubnya mirip dengan
karakteristik ayat Makkiyah, karena tantangan minta segera diturunkan azab itu
adalah khas ayat Makkiyah.[25]
6.
Ayat Makkiyah
yang mirip dengan ayat Madaniyah
(Q.S. An-Najm
53:32)[26]
(yaitu)
orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari
kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Tuhanmu Maha luas ampunanNya. dan dia
lebih mengetahui (tentang keadaan)mu ketika dia menjadikan kamu dari tanah dan
ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; Maka janganlah kamu mengatakan
dirimu suci. dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.
Di
dalam ayat yang diturunkan di Makkah ini terdapat ungkapan tentang dosa-dosa
besar dan perbuatan keji yang diancam hukuman tertentu di dunia (hudûd),
pada hal hudûd hanya ada pada priode Madinah. Oleh sebab itu ayat
semacam ini disebut apa yang turun di Makkah tetapi mirip ayat Madaniyah.[27]
7.
Ayat yang dibawa
dari Makkah ke Madinah
(Q.S. Al-A’la
87:1-19)[28]
Sucikanlah nama
Tuhanmu yang Maha Tingi. Yang Menciptakan, dan menyempurnakan (penciptaan-Nya).
Dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk. Dan yang
menumbuhkan rumput-rumputan. Lalu dijadikan-Nya rumput-rumput itu kering
kehitam-hitaman. Kami akan membacakan (Al Quran) kepadamu (Muhammad) maka kamu
tidak akan lupa. Kecuali kalau Allah menghendaki. Sesungguhnya dia mengetahui
yang terang dan yang tersembunyi. Dan kami akan memberi kamu taufik ke jalan
yang mudah. Oleh sebab itu berikanlah peringatan karena peringatan itu
bermanfaat. Orang yang takut (kepada Allah) akan mendapat pelajaran. Dan
orang-orang yang celaka (kafir) akan menjauhinya. (yaitu) orang yang akan
memasuki api yang besar (neraka). Kemudian dia tidak akan mati di dalamnya dan
tidak (pula) hidup. Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri
(dengan beriman). Dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang. Tetapi kamu
(orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah
lebih baik dan lebih kekal. Sesungguhnya Ini benar-benar terdapat dalam
kitab-kitab yang dahulu. (yaitu) kitab-kitab Ibrahim dan Musa
Surat
Al-‘Ala ini adalah salah satu contoh surat yang diturunkan di Makkah, tetapi
sebelum Nabi Hijrah sudah dibawa dan dibacakan kepada penduduk Madinah oleh
beberapa sahabat seperti Mush’ab ibn ‘Umair, Abdullah ibn Ummi Maktum dan Sa’ad
ibn Abi Waqas Surat seperti ini disebut apa yang diturunkan di Makkah lalu
dibawa ke Madinah.[29]
8.
Ayat yang dibawa dari Madinah ke Makkah
Contoh
apa yang diturunkan di Madinah lalu dibawa ke Makkah adalah Surat At-Taubah.
Pada tahun kesembilan Hijrah, Rasulullah SAW menyuruh Abu Bakar berangkat ke
Makkah melaksanakan ibadah haji. Setelah awal surat at-Taubah turun, Rasulullah
SAW menugaskan Ali untuk membawa ayat itu ke Makkah dan menyampaikannya kepada
Abu Bakar hingga dia dapat memberitahukannya kepada kaum musyrikin. Abu Bakar
mengumumkan bahwa setelah tahun ini tidak seorang pun kaum musyrik dizinkan
melaksanakan ibadah haji.[30]
9.
Ayat
yang Turun Pada Malam Hari dan Siang Hari
Kebanyakan
ayat Alquran itu turun turun pada siang hari . memgenai yang diturunkan pada
malam hari Abul Qasim al-Hasan bin Muhammad bin Habib an-Naisaburi telah
menelitinya. Dia memberikan beberapa contoh, di antaranya: bagian-bagian akhir
surat Ali ‘Imran. Ibn Hibban dalam kitab Sahih-nya,
Ibnu Munzir, Ibn Mardawaih dan Ibn Abud-Dunnya.
Meriwayatkan
dari Aisyah RA:
“Bilal
datang kepada Nabi untuk memberitahukan waktu salat subuh; tetapi ia melihat
Nabi sedang menangis. Ia bertanya: “Rasulullah, apakah yang menyebabkan engkau
menangis?” Nabi menjawab: “Bagaimana saya tidak menangis padahal tadi malam
diturunkan kepadaku, “Sesungguhnya dalam
penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda
(kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berakal.” (Ali ‘Imran/3: 190).
Kemudian
katanya: “Celakalah orang yang membacanya, tetapi tidak memikirkannya.[31]
Contoh lain ialah ayat mengenai tiga
orang yang tidak ikut berperang. Terdapat dalam Sahih Bukhari dan Muslim, hadis Ka’b: “Allah menerima taubat kami
pada sepertiga malam yang terakhir.[32]
Contoh lainnya ialah awal surah
al-Fath/48. Terdapat dalam Sahih Bukhari,
dari hadis Umar:
“Telah ditentukan kepadaku pada
malam hari ini sebuah surat yang lebih aku sukai dari pada apa yang disinari
matahari. “Kemudian beliau membacakan: “Sesungguhnya,
Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata”[33]
10.
Ayat
yang Turun di Musim Panas dan Musim Dingin
Para
ulama memberi contoh ayat yang turun di musim panas dengan ayat tentang kalalah yang terdapat di akhir surat
an-nisa”. Dalam Sahih Muslim, dari
Umar, dikemukakan:[34]
“Tidak
ada yang sering kutanyakan kepada Rasulullah tentang sesuatu seperti
pertanyaanku mengenai kalalah ini; sampai-sampai ia menekan dadaku dengan
jarinya sambil berkata; “Umar, belum cukupkah bagimu satu ayat yang diturunkan
pada musim panas yang terdapat di akhir surat an-Nisa”?
Contoh
lain ialah ayat-ayat yang turun dalam perang Tabuk. Perang tabuk itu terjadi
pada musim panas yang berat sekali, seperti dinyatakan dalam Alquran[35]
Sedangkan
untuk yang turun di musim dingin mereka contohkan dengan ayat-ayat mengenai
“tuduhan bohong” yang terdapat dalam surat an-Nur: “Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong utu adalah dari
golongan kamu (juga)...” sampai dengan “...Mereka
memperoleh ampunan dan rezeki yang mulia (surga).” (an-Nur/24: 11-26).[36]
Dalam
hadis sahih dari Aisyah disebutkan: “ayat-ayat itu turun pada hari yang
dingin.” Contoh lain adalah ayat-ayat yang turun mengenai perang Khandaq, dan
surat Ahzab. Ayat-ayat itu turun pada hari yang amat dingin.[37]
11. Ayat yang Turun di Waktu Menetap
dan yang Turun di Dalam Perjalanan
Kebanyakan
dalam Alquran itu turun di waktu menetap. Tetapi peri kehidupan Rasulullah
penuh dengan jihad dan peperangan di jalan Allah, sehingga wahyu pun turun juga
dalam perjalanan tersebut. As-Suyuti menyebutkan banyak contoh ayat yang turun
dalam perjalanan. Di antaranya ialah awal surat Al-Anfal yang turun di Badr
setelah selesai perang, sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad melalui Sa’d bin
Waqqas. Dan ayat: “...Dan orang-orang
yang menyimpan emas dan perak dan tidak menginfakannya di jalan Allah...” (at-Taubah/9:34).[38]
Diriwayatkan
oleh Ahmad melalui Sauban, bahwa ayat tersebut turun ketika Rasulullah dalam
salah satu perjalanan. Juga awal surat al-Hajj. Tirmizi dan Hakim meriwayatkan
melalui ayat: wahai manusia! Bertakwalah
kepada Tuhanmu; sungguh, guncangan (hari) Kiamat itu adalah suatu (kejadian)
yang sangat besar, sampai dengan firman-Nya:... tetapi azab Allah itu sangat keras. (al-Hajj/22: 1-2).[39]
Ayat
ini diturunkan kepada Nabi sewaktu dalam perjalanan. Begitu juga surat al-Fath.
Diriwayatkan oleh Hakim dan yang lain, melalui al-Miswar bin Makhramah dan
Marwan bin al-Hakam, keduanya berkata: “Surah al-Fath, dari awal sampai akhir,
turun di antara Makkah dan Madinah mengenai soal Hudaibiyah.[40]
Jadi
surat-surat yang diturunkan di Mekkah ada 86 surat dan yng diturunkan di
Madinah ada 28 Surat; jumlah 114 surat.[41]
Perlu
kami jelaskan, bahwa angka tertib yang pertama itu ialah angka tertib nuzul
turunnya masing-masing surat, dan angka tertib lainnya itu ialah angka tertib
letaknya masing-masing surat di dalam Alquran.[42]
Adapun
tentang surat “Al Fatihah” kami tulis pada angka 1 dari turunnya, itu adalah
menurut keterangan dari sebagian para ulama yang menetapkan demikian, dengan
alasan suatu hadis yang diriwayatkan oleh imam-imam Ibnu Syaibah, Abu Nu’aim,
Al Baihaqi, Al Wahidi, dan At Tsa’labi dari Abi Maisarah ‘Amr bin Syurahbiel.[43]
Keterangan
lebih lanjut tentang ini, dapat diketahui dala kitab “Al-Itqaan” karangan Imam
As Sayuthi.[44]
Cara Mengetahui Makkiyah dan Madaniyah
Menyangkut
masalah ini, al Ja’bari berkata, “Untuk
mengetahui Makkiyah dan Madaniyah surat-surat Alquran ada dua cara, ialah:
sama’i (jalan riwayat), dan qiyasi (jalan membanding-bandingkan yang satu
dengan yang lainnya).”[45]
AL Ja’bari menjelaskan bahwa yang
dimaksud “sama’i adalah: “Yang sampai berita turunnya kepada kita dengan salah
satu dari pada dua jalan itu. Kemudian ia memberikan contoh-contoh dan
bukti-bukti (data dan fakta) yang menunjukan, bahwa dalam menentukan Makkiyah
dan Madaniyah satu surat, dipergunakan ijtihad (qiyasi).”[46]
Jika
contoh-contoh yang diberikan al Ja’bari dan para ulama lain yang menguasai
pemahaman Alquran, dibandingkan, dapatlah dirumuskan (disimpulkan) suatu dhabit qiyasi (pedoman analogis).
Pedoman ini dapat digunakan untuk membedakan surat-surat Makkiyah dan
surat-surat Madaniyah. Juga dapat menentukan ciri-ciri khas masing-masing
kelompok Kalamullah.[47]
Ciri-Ciri Khas Surat Makkiyah dan Madaniyah
Ciri Khas Surat
Makkiyah
Sesuai
dhabit qiyasi yang telah ditetapkan,
ciri-ciri khas surat Makkiyah dan Madaniyah ada 2 (dua) macam. Pertama, ciri yang bersifat qath’i, dan Kedua ciri yang bersifat aghlabi.[48]
Ada
6 (enam) ciri khas yang bersifat qath’i untuk
surat Makkiyah:
1.
Setiap surat yang terdapat di
dalamnya ayat sajadah adalah surat Makkiyah. Sebagian ulama mengatakan bahwa
jumlah ayat sajadah ada 16 ayat (baca al Itqan juz 1 halaman 29)
2.
Setiap surat terdapat di dalamnya
lafadz “kalla” adalah Makkiyah. Al
Ummani, dalam kitab Al Mursyid fi al
Waqfi ‘inda Tilawat Al Qur’an, menerangkan bahwa paruh akhir Alquran
sebagian besar turun di Makkah. Sasarannya pada umumnya golongan-golongan keras
kepala atau apriori menentang ajaran Islam. Maka lafadz “kalla” dipakai untuk memberi peringatan yang tegas dan mkeras
kepala kepada mereka.
3.
Setiap surat terdapat di dalamnya
ya ayyuhan nas dan tidak ada ya ayyuhal ladzina amanu adalah
Makkiyah, kecuali surat Al Hajj. Surat Al Hajj ini, sekalipun pada ayat 77
terdapat ya ayyuhal ladzina amanu, tetapi
dikategorikan Makkiyah.
4.
Setiap surat terdapat kisah-kisah
para nabi dan umat-umat manusia yang terdahulu adalah Makkiyah, kecuali surat
Al Baqarah.
5.
Setiap surat terdapat di dalamnya
kisah Nabi Adam dan Iblis adalah Makkiyah, kecuali surat Al Baqarah.
6.
Setiap surat yang dimulai dengan
huruf tahajji (huruf abjad) adalah
Makkiyah, kecuali surat Al Baqarah dan Ali Imron. Yang di maksud dengan huruf tahajji misalnya: alif lam ra’, alif lam mim.[49]
Kategori
surat Al Ra’du masih debatable, tapi menurut pendapat yang lebih kuat , surat
ini Makkiyah dilihat dari gaya bahasa dan kandungannya. Keenam ciri khas
tersebut diatas, dengan beberapa perkecualian, merupakan ciri-ciri qath’iuntuk surat Makkiyah.[50]
Ciri Khas
Aghlabi Surat Makkiyah
Ada beberapa ciri khas lagi untuk
surat Makkiyah, tetapi hanya bersifat aghlabi.
Artinya, ciri tersebut bersifat general dalam menunjukan Makkiyah, yakni:[51]
1.
Ayat-ayat dan surat-suratnya
pendek-pendek (ijaz), nada
perkataannya keras dan bersajak.
2.
Mengandung seruan untuk beriman
kepada Allah dan hari kiamat.
3.
Mengajak manusia untuk berakhlak
tyang mulia dan berjalan diatas jalan yang baik atau benar.
4.
Membantah orang0orang musyrik dan
menerangkan kesalahan-kesalahan dari kepercayaan da perbuatan.
5.
Terdapat banyak lafadz sumpah.[52]
Ciri Khas Surat
Madaniyah
Ciri-ciri khas yang membedakan
antara surat Makkiyah dan Madaniyah adalah bersifat qath’i dan ada yang bersifat aghlabi.
Ciri qath’i surat Madaniyah
antara lain:[53]
1.
Setiap surat yang mengandung izin
untuk berjihad (berperang) atau menyebut hal perang dan menjelaskan
hukum-hukumnya dalah Madaniyah.
2.
Setiap surat yang memuat
penjelasan secara terperinci tentang hukum pidana, faraid, atau warisan, serta
hukum kemasyarakatan dan kenegaraan adalah Madaniyah.
3.
Setiap surat menyinggung hal ihwal orang-orang munafik adalah
Madaniyah, kecuali surat Al Ankabut yang diturunkan di Makkah. Hanya sebelas
ayat yang pertama dari surat Al Ankabut ini adalah Madaniyah dan ayat-ayat
tersebut mrnjelaskan perihal orang-orang munafik.
4.
Setiap surat yang membantah
kepercayaan atau pendirian atau tata cara keagamaan Ahlul Kitab (Kristen dan Yahudi) dan mengajak mereka agar tidak
berlebih-lebihan dalam menjalankan agamnya, adalah Madaniyah, seperti suratAl
Baqarah, Ali Imron, An-Nisa’, Al Maidah dan Al Taubah.[54]
Adapun
ciri-ciri khas yang bersifat aghlabi untuk
Madaniyah antara lain ialah:
1.
Sebagian surat-suratnya
panjang-panjang, sebagian ayat-ayatnya pun panjang-panjang (ithnab) serta gaya bahasanya cukup jrlas di dalam menerangkan
hukum-hukum agama.
2.
Menerangkan secara terperinci
bukti-bukti dan dalil-dalil yang menunjukan hakikat-hakikat keagamaan.[55]
Perbedaan Ayat-Ayat Makkiyah dan Madaniyah
Wahyu Alquran diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW, itu adalah dad dalam dia tempatatau masa, ialah yang diturunkan
di kota Mekkah dan yang diturunkan di kota Madinah. Perbedaan antara ayat-ayat Makkiyah
dan Madaniyah itu dapatlah diketahui oleh barang siapa yang memperhatikan
ayat-ayat Alquran, baik susunan maupun isi yang terkandung di dalamnya.[56]
Beberapa perbedaan Makkiyah dan Madaniyah sebagai berikut:
Ayat-ayat
Makkiyah dapat dikenal dengan beberapa tanda:
1.
pertama, kebanyakan ayat-ayat
yang diturunkan Mekkah itu pendek-pendek
atau singkat. Sebaliknya ayat-ayat yang turun di Madinah itu kebanyakan
panjang-panjang. Sebagai contoh ayatnya ada 137; sedangkan juz “Tabarak” semua
ayatnya Makkaiyah, dan ayatnya 431; juz “Amma” juga semuanya Makkiyah, dan
ayatnya 570. Demikian surat “As-Syu’ara” dan surat “Al Anfal”, yang
kedua-keduanya menempati setengah juz dalam Alquran, tetapi surat “As-Syu’ara
itu Makkiyah, ayatnya 227 ayat dan surat “Al Anfal” itu Madaniyah, ayatnya
hanya 75 ayat. Perbedaan sebagai tersebut itu diambil dari kebanyakan, karena
ada juga sebagian surat Makkiyah yang ayat-ayatnya panjang-panjang, yang
kebanyakan tersebut dalam surat yang panjang juga.
2.
Kedua, Khitbah atau perkataan yang
ditunjukan (dihadapkan) kepada manusia, pada ayat-ayat yang madani kebiasaannya
memakai susunan kata yang berarti: ‘Hai orang-orang yang telah percaya” dan
sedikit sekali memakai susunan kata yang berarti “Hai manusia”. Sebaliknya pada
ayat-ayat yang Makkiyah, tidaklah didapat ayat-ayat yang memakai susunan kata
yang berarti “Hai orang-orang yang telah percaya”. Dalam surat-surat Madaniyah
yang terdapat susunan ayat memakai perkataan yang berarti “Hai segenap manusia”
hanya ada tujuh, yaitu sebagai berikut:
a.
Dalam surat Al Baqarah ayat 21
b.
Dalam surat Al Baqarah ayat 168
c.
Dalam surat An Nisa ayat 132
d.
Dalam surat An Nisa ayat 170
e.
Dalam surat An Nisa ayat 175
f.
Dalam surat Al Haj ayat 1
g.
Dalam surat Al Hujurat ayat 13
3.
Pada ayat-ayat Makkiyah,
didalamnya tidak mengandung hukum-hukum keagamaan yang tafshili, yang
diterangkan berfasal-fasal satu demi satu, tetapi ditujukan kepada pokok tujuan
yang semula bagi agama, ialah untuk membawa manusia supaya mengenal akan
Tuhannya, Meng-Esakan Tuhan dengan sebenar-benarnya, dan menjelaskan tentang
adanya Tuhan yang sebenarnya. Pula, memperingatkan kepada segenap manusia
tentang adanya adzab (siksa) Tuhan, adanya pembalasan Tuhan atas manusia yang
berbuat baik dan jahat, da tentang adanya hari kiamat dan hura-hura da hari itu.
Kebajikan dan kejahatan, dengan disertai beberapa contoh yang pernah terjadi di
atas para ummat yang terdahulu, para ummat yang mendustakan kepada Nabi Utusan
Allah dan menentang akan pimpinan mereka.[57]
Para
ulama juga memberikan batasan-batasan dalam membedakan ayat-ayat dan
surah-surah Makkiyah dan Madaniyah dalam Alquran. Di antara mereka ada yang
menjadikan khithab (sasaran
pembicaraan) yang ada di dalam ayat sebagai dasar untuk keduannya. Ulama yang lain
menjadikan tempatRasulullah SAW, menerima wahyu sebagai dasar. Kelompok ketiga
bersandar kepada hijrah Rasulullah SAW, sebagai dasar pembeda keduannya.[58]
a.
Perbedaan berdasarkan
karakteristik
b.
Perbedaan berdasarkan tempat
c.
Perbedaan berdasarkan waktu[59]
D.
Faedah
Mempelajari Makkiyah dan Madaniyah
Pengetahuan
tentang Makki dan Madani banyak faedahnya, diantaranya:
1.
Untuk dijadikan alat bantu dalam
menafsirkan Qur’an, sebab pengetahuan mengenai tempat turun ayat yang dapat
membantu memahami ayat tersebut danmenafsirkannya dengan tafsiran yang benar,
sekalipun yang menjadi pegangan adalah pengertian umum lafadz, bukan sebab yang
khusus. Berdasarkan hal itu seorang pennafsir dapat membedakan antara ayat yang
nasikh dengan yang mansukh bila di antara kedua ayat terdapat makna yang
kontradiktif. Yang datang kemudian tentu merupakan nasikh atas terdahulu.
2.
Meresapi gaya bahasa Qur’an dan
memanfaatkannya dalam metode berdakwah menuju jalan Allah, sebab setiap situasi
mempunyai bahasa tersendiri. Memperhatikan apa yang dikehendaki oleh situasi,
merupakan arti paling khusus dalam ilmu retorika. Karakteristik gaya bahasa
Makki dan Madani dalam Alquran pun memberikan kepada orang yang mempelajarinya
sebuah metode dalam penyampaian dakwah ke jalan Allah yang sesuai dengan kejiwaan
lawan berbicara dan menguasai pikiran dan perasaannya serta mengatasi apa yang
ada dalam dirinya dengan penuh kebijaksanaan. Setiap tahapan dakwah mempunyai
topik dan pola penyampaian tersendiri. Pola penyampaian itu berbeda-beda,
sesuai dengan perbedaan tata cara, keyakinan dan kondisi lingkungan. Hal yang
demikian nampak jelas dalam berbagai cara Qur’an menyeru berbagai golongan:
orang yang beriman, yang musyrik, yang munafik, dan Ahli Kitab
3.
Mengetahui sejarah hidup Nabi
melalui ayat-ayat Qur’an, sebab turunnya wahyu kepada Rasulullah sejalan dengan
sejarah dakwah dengan segala peristiwanya, baik pada periode Mekah maupin
periode Medinah, sejak permulaan turun wahyu hingga ayat terakhir diturunkan.
Qur’an adalah sumber pokok bagi peri hidup Rasulullah. Peri hidup beliau yang
diriwayatkan ahli sejarah harus sesuai dengan Qur’an; dan Qur’an; dan Qur’an
pun memberikan kata putus terhadap perbedaan riwayat yang mereka riwayatkanDr. Shubhi
al Shalih dalam buku Mabahits Fi Ulumi al
Qur’an menyatakan, dengan ilmu Makkiyah dan Madaniyah kita dapat mengetahui
fase-fase (marhalah) dakwah islamiyah
yang ditempuh oleh Alquran secara berangsur-angsur dan yang sangat bijaksana
itu, dan dapat pula mengetahui keadaan lingkungan atau situasi dan kondisi
masyarakat pada waktu turunnya ayat-ayat Alquran, khususnya masyarakat Makkah
dan Madinah. Dengan ilmu ilmu ini kita dapat pula mengetahui uslub-uslub yang
berbeda-beda, karena ditunjukan pada golongan yang berbeda-beda, yakni
orang-orang mu’min, orang musyrik dan orang ahlul kitab serta orang-orang
munafik.[60]
Dr.
Shubhi al Shalih dalam buku Mabahits Fi
Ulumi al Qur’an menyatakan, dengan ilmu Makkiyah dan Madaniyah kita dapat
mengetahui fase-fase (marhalah) dakwah
islamiyah yang ditempuh oleh Alquran secara berangsur-angsur dan yang sangat
bijaksana itu, dan dapat pula mengetahui keadaan lingkungan atau situasi dan
kondisi masyarakat pada waktu turunnya ayat-ayat Alquran, khususnya masyarakat
Makkah dan Madinah. Dengan ilmu ilmu ini kita dapat pula mengetahui uslub-uslub
yang berbeda-beda, karena ditunjukan pada golongan yang berbeda-beda, yakni
orang-orang mu’min, orang musyrik dan orang ahlul kitab serta orang-orang
munafik.[61]
Ilmu
Makkiyah dan Madaniyah merupakan cabang ilmu-ilmu Alquran yang sangat penting
untuk diketahui atau dikuasai oleh seorang mufassir. Sampai-sampai kalangan ulama
al muhaqqiqun seperti Abu Qasim al Naisaburi (ahli nahwu dan Tafsir, wafat 406
H) tidak membenarkan orang menafsirkan Alquran tanpa mengetahui ilmu Makkiyah
dan Madaniyah.[62]
E. Kesimpulan
Ayat-ayat Alquran diturunkan melewati
suatu proses secara berangsur-angsur dan
terbagi menjadi dua bagian. Lantaran Nabi Muhammad SAW selama menjadi nabi
utusan Allah itu bertempat tinggal di dua kota, yakni di kota Mekkah dan di kota
Madinah, maka turunnya Alquran itu ada terbagi atas dua bagian yang disebut
Makkiyah dan Madaniyyah.
Konsep dan sumber klasifikasi surah
Makkiyah dan Madaniyyah ada dua metode yaitu dengan metode induksi dan deduksi.
Namun untuk mendapatkan hasil yang lebih ilmiah dan objektif para ulama lebih
sepakat dengan cara menggabungkan kedua-duanya sehingga kesimpulan yang
diperoleh bukan sekedar dugaan.
Terdapat 144 surah dalam Alquran yang
disusun secara tertib dimana penyusunan surah dalam Alquran dilakukan atas
ijtihad para ulama sehingga menjadi kitab yang runtut dan sudah jelas identitas
pengkalsifikasiannya.
Pengetahuan tentang pembagian surah
Makkiyah dan Madaniyyah memeliki beberapa faedah diantaranya dapat meningkatkan keyakinan kita
dari proses ijtihad dan dapat menambah wawasan keilmuan kita tentang sejarah
panjang terbentuknya Alquran yang utuh.
DAFTAR PUSTAKA
Ali
Moh.Studi atas Ayat-ayat Makkiyah dan
Madaniyyah Melalui Pendekatan Histori dan Fenomenologis (Palu, Jurnal
Hunafa, 2010) Vol. 7
Apriliani
Irma, Makki dan Madani, (Bandung,
2014)
Aththar-Al Dawud, Perspektif Baru Ilmu Al-Qur’an, (Bandung:
Pustaka Hidayah,1994)
Hadhiri Choiruddin, Klasifikasi Kandungan Al-Qur’an Jilid 1, (Jakarta:
Gema Insani, 2005)
Ilyas Yunahar, Kuliah Ulumul Qur’an, (Itqan Publishing:
Yogyakarta, 2014)
Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, (Bogor: Litera
AntarNusa, 2016)
Kholil Moenawar, Al Qur’an dari Masa ke Masa, (Solo:
Ramadhani, 1994)
Khon Majid Abdul, Praktikum Qira’at Keanehan Bacaan Alquran
Qira’at Ashim dari Hafash, (Amzah: Jakarta 2013)
Novriadi Reno, Skripsi: Makkiyah dan Madaniyyah pada Hadis(Yogyakarta,
UIN Yogykarta 2014)
Shalih-AS Subhi, Membahas Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta:
Pustaka Firdaus, 1985)
Yusanto Ismail Muhammad, dkk. Prinsip-Prinsip Pemahaman Al Qu’an dan
Hadist, (Jakarta: Khairul Bayan, 2002)
Catatan:
1.
Similarity cukup besar, 28%.
2.
Dalam karya ilmiah, kata “kita” atau
“kami” usahakan dihilangkan. Diganti dengan kalimat pasif.
3.
Seharusnya definisi makkiyah dan madaniyah
itu lebih dipaparkan lagi. Terinya ada yang geografis, historis, subjektif, dan
konten. Itu yang harus lebih dijabarkan, lantas para ulama biasanya menggunakan
yang mana?
4.
Penulisan gelar (Prof. Dr. Ustadz,
dll) dalam karya ilmiah dihilangkan, baik dalam tulisan inti atau juga footnote.
5.
Jika bukunya terjemahan, maka harus
dicantumkan penterjemahannya.
[1] Yusanto
Ismail Muhammad, dkk. Prinsip-Prinsip
Pemahaman Al Qu’an dan Hadist, (Khairul Bayan: Jakarta, 2002) hlm 1
[2][2]
Moh.Ali, “Studi atas Ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyyah Melalui Pendekatan Histori
dan Fenomenologis” (Palu: Jurnal Hunafa, 2010) Vol. 7 hlm 2
[3] Kholil
Moenawar, Al Qur’an dari Masa ke Masa, (Ramadhani:
Solo, 1994) hlm 9
[4]
Shalih-AS Subhi, Membahas Ilmu-Ilmu
Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1985)
hlm 54
[5]
Aththar-Al Dawud, Perspektif Baru Ilmu
Al-Qur’an, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1994), hlm 141
[6] Ibid,
hlm 41
[7] Ibid,
hlm 142
[8] Ibid,
hlm 142
[9] Ibid,
hlm 142
[10] Irma
Apriliani, “Makki dan Madani”, (Bandung, 2014) hlm 5
[11] Kholil
Moenawar, Al Qur’an dari Masa ke Masa, (Ramadhani:
Solo 1994) hlm 14
[12] Khon
Majid Abdul, Praktikum Qira’at Keanehan
Bacaan Alquran Qira’at Ashim dari Hafash,(Amzah: Jakarta 2013) hlm 9
[13] Kholil Moenawar, op.cit, hlm 15
[14] Manna
Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an,
(Bogor: Litera AntarNusa, 2016), hlm 72
[15] Ilyas
Yunahar, Kuliah Ulumul Qur’an, (Itqan
Publishing: Yogyakarta, 2014), hlm 31
[16]Ibid,
hlm 31
[17]Ibid,
hlm 31
[18] Ibid,
hlm 32
[19] Ibid,
hlm 32
[20] Ibid, hlm
32
[21] Ibid,
hlm 33
[22] Ibid,
hlm 34
[23] Ibid,
hlm 33
[24] Ibid,
hlm 33
[25] Ibid,
hlm 34
[26] Ibid,
hlm 34
[27] Ibid,
hlm 34
[28] Ibid,
hlm 35
[29] Ibid,
hlm 35
[30] Ibid,
hlm 35
[31] Manna
Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an,
(Bogor: Litera AntarNusa, 2016), hlm 76
[32] Ibid,
hlm 76
[33] Ibid,
hlm 76
[34] Ibid,
hlm 77
[35] Ibid,
hlm 77
[36] Ibid,
hlm 78
[37] Ibid,
hlm 78
[38] Ibid,
hlm 79
[39] Ibid,
hlm 79
[40] Ibid,
hlm 79
[41] Kholil
Moenawar, Al Qur’an dari Masa ke Masa, (Solo:
Ramadhani 1994), hlm 18
[42] Ibid,
hlm 18
[43] Ibid,
hlm 18
[44] Ibid,
hlm 18
[45] Yusanto
Ismail Muhammad, dkk. Prinsip-Prinsip
Pemahaman Al Qur’an dan Al Hadits, (Jakarta: Khairul Bayan, 2002), hlm 107
[46] Ibid,
hlm 108
[47] Ibid,
hlm 108
[48] Ibid,
hlm 108
[49] Ibid,
hlm 108
[50] Ibid,
hlm 108
[51] Ibid,
hlm 109
[52] Ibid,
hlm 109
[53] Ibid,
hlm 109
[54] Ibid,
hlm 110
[55] Ibid,
hlm 110
[56] Ibid,
hlm 12
[57] Ibid,
hlm 13
[58]
‘Aththar Al Dawud, Perspektif Baru Ilmu
Al-Quran, (Bandung: Pustaka Hidayah 1979), hlm 142
[59] Ibid,
hlm 143
[60]Manna
Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an,
(Bogor: Litera AntarNusa, 2016), hlm 79
[61]Aththar
Al Dawud, Perspektif Baru Ilmu Al-Quran,
op. cit, hlm 107
[62]Ibid,
hlm 107
Tidak ada komentar:
Posting Komentar