MAKKIYAH DAN MADANIYAH
Moh Abid Amrullah, Lilis Dwi Jayanti dan Rofidah
Tamami
Mahasiswa Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Pendidikan
IPS D Angkatan 2016
e-mail: rtamami53@gmail.com
Abstract
In this article supposed to be about Makkiyah and Madaniyah that
was found in the Quran as explanation, rules and the usefulness of studies
Makkiyah and Madaniyah. Quran can’t be separated from Islam because Quran is
the Holy Quran for muslim. It was revealed to the prophet Muhammad for 23
years, 10 years in Mecca and 13 years in Medina. The attitude of society Mecca
and Medina is one of the factors distinguishing between Chapter Makkiyah and
Madaniyah. The society of Mecca that tends to opposed to Islam led to the
decline in an pitched hard, while society of Medina who are receiving and
devoted to Allah made verse down any pitched soft.The majority of scholars argue that the letter madaniyah
there are 20 suras and 22 suras from Makki. It is not true that the surah
madaniyah then all the verses are madaniyah as well as the surah makkiyah not
all there are only makkiyah verses. We really need to learn makkiyah and
madaniyah, because makkiyah and madaniyah science has many usefulness.
Abstrak
Dalam makalah ini berisi tentang Makkiyah dan Madaniyah
yang terdapat dalam seperti pengertian, kaidah-kaidahnya serta faedah dalam mempelajari
Makkiyah dan Madaniyah. Tidak dapat dipisahkan
dari Islam karena merupakan pedoman bagi umat Islam. Diturunkan kepada nabi Muhammad selama 23
tahun, 10 tahun di Makkahdan 13 tahun di Madinah. Sikap masyarakat Makkah dan Madinah
merupakan salah satu faktor pembeda antara surah Makkiyah dan Madaniyah. Masyarakat
Makkah yang cenderung menentang Islam menyebabkan turunnya ayat yang bernada keras, sedangkan masyarakat Madinah
yang bersikap menerima dan patuh kepada Allah menjadikan ayat yang turun pun
bernada lembut. Mayoritas ulama berpendapat bahwa surat madaniyah ada 20
surah dan 22 surah dari Makki. Tidak benar bahwa surah madaniyah maka semua ayat-ayatnya
adalah madaniyah begitupun surah makkiyah tidak seluruhnya hanya ada ayat-ayat makkiyah.
Kita sangat perlu mempelajari makkiyah dan madaniyah, karena ilmu makkiyah dan
madaniyah memiliki banyak kegunaan atau faedahnya.
Keyword: Quran, Mecca, Medina.
A.
Pendahuluan
Alquran merupakan mukjizat
yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril untuk
disampaikan kepada umat manusia.
diturunkan secara berangsur-angsur selama kurang lebih 23 tahun. pertama kali diturunkan pada tanggal 17
Ramadhan yang pada saat itu nabi berusia 40 tahun.
Tujuan
diturunkannya yaitu untuk menjadi
pedoman manusia dalam berkehidupan agar tercapailah kehidupan yang bahagia.
Nabi Muhammad SAW untuk mencapai tujuan itu menggunakan metode dakwah. Dakwah
pertama kali beliau laksanakan di kota Makkah, tempat beliau tumbuh dan
berkembang hingga nabi berumur 40 tahun. Tentu dalam melaksanakan dakwah
tersebut nabi mengalami hambatan berupa penolakan dari kaum Quraisy bahkan juga
dari keluarganya sendiri. Hal ini menjadikan beliau berpindah tempat atau
hijrah ke Madinah untuk melanjutkan dakwah tersebut.
Maka dari sejarah
dakwah Rasulullah, lahirlah ilmu-ilmu
yang mempelajari tentang menafsirkan
yang mana dalam hal ini tempat turunnya ayat sangat penting untuk mengetahui sejarah
dakwah dan segala peristiwa yang menyertainya baik pada periode Makkah maupun
periode Madinah.
B.
Pengertian dan
Contoh Ayat-Ayat Makkiyah dan Madaniyah
Alquran diturunkan kepada nabi Muhammad SAW secara
berangsur-angsur selama kurang lebih 23 tahun.
diturunkan untuk memberi petunjuk kepada manusia ke jalan yang benar
dengan menegakkan asas kehidupan yang didasarkan pada keimanan kepada Allah
SWT. Pada saaat kita membaca , maka kita akan menemukan tanda atau tulisan di
sebelah judul surat dengan keterangan Makkiyah atau Madaniyah.
Para ulama
membedakan surat dalam menjadi dua yaitu
Makkiyah dan Madaniyah namun, sebagian besar ayat tersebut diturunkan di kota Makkah. Secara
harfiah, al-makkiyah berarti bersifat Makkah atau yang berasal dari Makkah
sedangkan al-madaniyah berarti Madinah atau yang berasal dari Madinah.
Istilah Makkiyah
dan Madaniyah diambil dari dua nama kota yaitu Makkah dan Madinah, tempat
Rasululloh menerima wahyu . Penggunaan dua nama kota tersebut dimaksudkan untuk
menginformasikan bahwa ada wahyu yang turun di kota Makkah dan ada pula yang
turun di kota Madinah.
Ada tiga pendapat
tentang ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyah antara lain: (1) ayat Makkiyah adalah
ayat yang turun di Makkah sekalipun turun setelah hijrah, dan ayat Madaniyah
ialah ayat yang turun di Madinah, ini berarti ia menitik-beratkan masalah
tempat, (2) ayat Makkiyah adalah dialogkepada penduduk Makkah dan ayat
Madaniyah sebagai dialog kepada penduduk Madinah. Ini berarti titik-berat
masalahnya padaorang yang dituju oleh dialog itu, (3) ayat Makkiyah ialah ayat
yang turun sebelum Hijrah sekalipun turun di luar kota Makkah, dan ayat
Madaniyah ialah ayat yang turun sesudah Hijrah sekalipun turunnya di kota
Makkah. Artinya soal urutan waktu dalam tahap-tahap dakwah agama Islam lebih
diutamakan.[1]
Sebagian besar
ayat-ayat dalam turun di kota Makkah
atau Madinah. Namun pada saat Rasululloh bepergian dari satu tempat ke tempat
lain untuk menjalankan tugas dakwah, kadang-kadang wahyu turun di tengah-tengah
perjalanan, yang mana tujuannya yaitu untuk memantapkan hati beliau dan
memperkuat perjuangan beliau. Begitu juga ada yang diturunkan di waktu malam
hari dan ada yang turun di waktu siang hari. Ada yang turun di waktu perang dan
ada yang turun di waktu damai (yakni: sungguh Allah telah menolong kamu dalam
perang Badar, padahal kamu adalah (ketika itu) orang yang lemah. Karena itu
bertakwalah kepada Allah, supaya kamu mensyukurinya). (ali Imran, 122).
Mempelajari kita juga perlu untuk mengetahui mana Surah
yang termasuk Makkiyah dan mana Surah yang termasuk Madaniyah. Oleh karena itu,
dapat kita ketahui Surah yang termasuk Makiyyah antara lain:
1.
Surah yang di dalamnya terdapat sajadah
adalah Makkiyah;
2.
Surah yang di dalamnya terdapat
lafadz kalla (sekali-kali tidak demikian) adalah Makkiyah. Dan itu hanya
terdapat pada bagian pertengahan sampai akhir ;
3.
Surah yang di dalamnya terdapat
kalimat Yaa ayyuhannaas (wahai manusia) dan tidak terdapat kalimat Yaa
ayyuhal-ladziina aamanuu (wahai orang-orang beriman) adalah Makkiyah.
Kecuali pada Surah al-Haj yang pada bagian akhirnya terdapat kalimat Yaa
ayyuhal-ladziina aamanuu irka’uu wasjuduu (wahai orang-orang beriman,
hendaklah kalian selalu beruku’ dan bersujud...). Namun banyak juga ulama yang
berpendapat bahwa Surah tersebut adalah Makkiyah;
4.
Surah yang di dalamnya terdapat
kisah para nabi dan umat-umat terdahulu adalah Makkiyah kecuali al-Baqarah;
5.
Surah yang terdapat di dalamnya
kisah nabi Adam dan Iblis adalah Makkiyah kecuali al-Baqarah;
6.
Surah yang diawali dengan
huruf-huruf hija’iyyah, seperti Alif Laam Miim, Alif Laam Raa dan
sebagainya adalah Makkiyah kevuali dua Surah yaitu al-Baqarah dan ali ‘Imran.
Para ulama berbeda pendapat mengenai Surah ar-Ra’ad. Sebagian berpendapat Surah
tersebut Makkiyah.
Enam ciri tersebut – selain ayat-ayat tertentu yang
terkecualikan merupakan tanda-tanda ke-Makkiyah-an Surah, tidak bakal meleset. Di
samping ciri-ciri tersebut terdapat pula tanda-tanda lain yang seyogyanya menunjuk
Surah Makkiyah. Tanda-tanda yang terdapat di banyak Surah-Surah Makkiyah antara
lain.
1.
Ayat-ayat maupun Surah-Surahnya
itu sendiri pada umumnya pendek, ringkas, uraiannya bernada hangat (keras) dan
nada suara berlainan.
2.
Da’wah mengenai pokok-pokok
keimanan akan hari akhir dan memberi gambaran tentang syurga serta neraka.
3.
Da’wah mengenai budipekerti dan
amal kebaijikan.
4.
Sanggahan terhadap kaum musyrikin
dan celaan terhadap fikiran mereka.
5.
Banyak pernyataan sumpah
sebagaimana lazim sebagai kebiasaan orang-orang Arab.
Ciri-ciri Surah Madaniyah yang udah
dapat dipastikan, antara lain:
1.
Surah yang di dalamnya terdapat
izin berperang, atau menyebut soal peperangan dan menjelaskan hukum-hukumnya.
2.
Surah yang di dalamnya terdapat
rincian hukum haad, fara’idh (hukum pembagian harta pusaka), hukum
sipil, hukum sosial dan hukum antar-negara.
3.
Surah yang di dalamnya terdapat
uraian tentang kaum munafik, kecuali Surah al-Ankabut yang Makkiyah, selain 11
ayat pada pendahuluannya adalah Madaniyah. Dalam Surah itu terdapat uraian
tentang kaum munafik.
4.
Bantuan terhadap ahlul-kitab dan
seruan agar mereka mau meninggalkan sikap berlebihandalam mempertahankan
agamanya.
Tanda-tanda umum yang tampak menunjukkan
Surah Madaniyah antara lain:
1.
Sebagian besar ayat-ayatnya
panjang-panjang, dan susunan kalimatnya yang mengenai soal-soal hukum bernada
tenang.
2.
Mengemukakan dalil-dalil dan
pembuktian mengenai kebenaran agama Islam secara terinci.[2]
Masyarakat yang tinggal di kota Makkah dan Madinah menjadi
salah satu alasan adanya perbedaan antara surah Makkiyah dan Madaniyah. Surah
Makkiyah yang bernada keras dikarenakan masyarakat Makkah pada saat itu bersikap
keras dan suka menentang Islam dan sombong. Begitu pula Madaniyah, ayat Madaniyah
bernada lembut karena masyarakat Madinah saat itu memiliki sikap menerima dan menyerahkan
dirinya kepada Islam. Jika ditinjau dari kalimatnya, ayat Makkiyah cenderung pendek
karena masyarakat yang diajak biicara umumnya adalah orang-orang yang menentang
dan suka menolak dakwah Islam. Sedangkan ayat Madaniyah cenderung panjang karena
ayat tersebut berisi tentang syariat atau hukum. Contoh Ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyah:
Contoh ayat Makkiyah:
|
Artinya
:
Dan (kami turunkan) berangsur-angsur agar engkau
(Muhammad) mmembacakannya kepada manusia perlahan-lahan dan kami menurunkannya secara bertahap. (Q.S. al-Isra: 106)
Contoh ayat Madaniyah:
Artinya:
Katakanlah (Muhammad), “taatilah Allah dan Rasul. Jika kamu berpaling, ketahuilah bahwa Allah
tidak menyukai orang-orang kafir.”
C.
Kaidah-Kaidah
Dalam Mengetahui Makkiyah dan Madaniyah
Para ulama tertarik untuk menyelediki surah-surah makki dan
madani. Mereka meneliti Qur’an ayat demi ayat dan surah demi surah untuk ditertibkan
sesuai dengan nuzulnya, dengan memperhatikan waktu, tempat dan pola kalimat.
Bahkan, mereka mengumpulkan antara waktu, tempat dan pola kalimat. Cara
demikiran merupakan ketentuan cermat yang memberikan kepada peneliti objektif,
gambaran mengenai penyelidikan ilmiah tentang ilmu Makki dan Madani. Dan itu
pula sikap ulama kita dalam melakukan pembahasan-pembahasan terhadap aspek kajian
Quran lainnya.[3]
Memang suatu usaha besar bila seorang peneliti menyelidiki
turunnya wahyu dalam segala tahapannya, mempelajari ayat-ayat Quran sehingga dapat
menentukan waktu serta tempat turunnya dan, dengan bantuan tema surah atau ayat,
merumuskan kaidah-kaidah analogis untuk menentukan apakah sebuah seruan itu termasuk
Makki atau Madani, ataukah ia merupakan tema-tema yang menjadi titik tolak dakwah
di Mekkah dan Madinah. Apabila suatu masalah masih kurang jelas bagi seorang peneliti
karena terlalu banyak alasan yang berbeda-beda. Maka ia kumpulkan,
perbandingan, dan mengklasifikasikannya mana yang serupa dengan yang turun di
Mekah dan mana pula yang serupa dengan yang turun di Madinah.
Apabila ayat-ayat itu turun di suatu tempat, kemudian oleh
salah seorang sahabat dibawa segera setelah diturunkan untuk disampaikan di
tempat lain, maka para ulama pun akan menetapkan seperti itu. Mereka berkata:
“ayat yang dibawa dari Mekah ke Medinah, dan ayat yang dibawa dari Medinah ke Mekah”.[4]
Abul Qasim Al-Hasan bin Muhammad bin Habib an-Naisabury menyebutkan
dalam kitabnya at-tanbih ‘alafadli Ulumil Quran “di antara ilmu-ilmu yang
paling mulia adalah ilmu tentang nuzul Quran dan daerahnya, urutan turunnya di
Mekah tetapi hukumnya Madani dan sebaliknya, yang diturunkan di Mekah mengenai penduduk
Madinah dan sebaliknya, yang serupa dengan yang diturunkan di mekah (Makki)
tetapi termasuk madani dan sebaliknya, dan yang tentang diturunkan di Juhfah,
Baitul Maqdis, di Ta’if atau di Hudaibiyah. Demikian juga dengan yang
diturunkan secara tersendiri, ayat-ayat madaniyah dari surah-surah makkiyah,
ayat-ayat makkiyah dalam surah-surah madaniyah. Yang dibawa dari medinah ke abisinia,
yang diturunkan dalam bentuk global dan yang telah dijelaskan, serta yang diperselisihkan sehingga sebagian
orang mengatakan madani dan sebagian
yang lain mengatakan makki. Orang
yang tidak mengetahui dan tidak dapat membeda-bedakannya, ia tidak berhak berbicara tentang Quran.[5]
Para
ulama sangat memperhatikan Quran dengan cermat. Mereka menertibkan
surah-surah sesuai dengan tempat turunnya.
Mereka mengatakan misalnya:
“surah ini diturunkan setelah
surah itu.” Dan bahkan lebih cermat lagi sehingga mereka membedakan antara
yang diturunkan di malam hari dengan yang
diturunkan di siang hari, yang
diturunkan di musim panas dengan yang diturunkan di musaim dingin, dan antara
yang diturunkan di waktu sedang berada di rumah dengan
yang diturunkan di saat bepergian.[6]
Yang penting dipelajari dalam pembahasan ialah:
1.
Yang diturunkan di Mekah
2.
Yang diturunkan di Medinah
3.
Yang diperselisihkan
4.
Ayat-ayat makkiah dalam
surah-surah madaniyah
5.
Ayah-ayat madaniah dalam
surah-surah makkiyah
6.
Yang diturunkan di Mekkah sedang
hukumnya madani
7.
Yang diturunkan di Medinah sedang
hukumnya makki
8.
Yang serupa dengan yang
diturunkan di Mekah (makki) dalam kelompok madani
9.
Yang serupa dengan yang
diturunkan Medinah (madanbi) dalam kelompok makki
10.
Yang dibawa dari medinah ke Mekkah
11.
Yang turun di waktu malam dan
waktu siang
12.
Yang turun di musim panas dan
musim dingin
13.
Yang turun di waktu menetap dan
dalam perjalanan.
Contoh:
Mayoritas ulama berpendapat bahwa surat madaniyah
ada 20 surah dan 22 surah dari Makki.
Tidak benar bahwa
surah madaniyah maka semua ayat-ayatnya adalah madaniyah
begitupun surah makkiyah tidak seluruhnya hanya ada ayat-ayat makkiyah.
Sebab di dalam surah makki ataupun madaniyah
terdapat sebagian ayat-ayat madaniyah
ataupun makkiyah.
Dengan demikian penamaan
surah sebagai Makkiyah
dan Madaniyah
karena sebagian besar ayat-ayatnya adalah ayat-ayat makkiyah
atau madaniyah.
Dalam penamaan surah sering disebutkan kalau
surah itu makkiyah
kecuali ayat ini adalah madaniyah
begitupun sebaliknya[7].
D.
Kegunaan
mempelajari makkiyah dan madaniyah
Kita sangat perlu mempelajari makkiyah dan madaniyah,
karena ilmu makkiyah dan madaniyah memiliki banyak kegunaan atau faedahnya. Dalam
hal ini, al-Zarzani yang ada di dalam kitabnya, Manahilul ‘Irfan menerangkan beberapa dari kegunaan mempelajari ilmu
makkiyah dan madaniyah, yaitu:
1.
Dapat membedakan dan mengetahui
ayat yang mansukh dan ayat yang nasikh.[8]
Kita perlu mengetahui apa itu mansukh dan apa itu nasikh, mansukh adalah yang
diganti (yang dihapus), sedangkan nasikh artinya pengganti (yang menghapus).
Setelah kita mengetahui apa yang dimaksud dengan mansukh dan nasikh, maksud
dari dapat membedakan dan mengetahui ayat yang mansukh dan nasikh yaitu,
apabila terdapat dua ayat atau lebih dalam suatu masalah, sedangkan hukum yang
terkandung di dalam ayat-ayat itu bertentangan. Kemudian dengan kita
mempelajari ilmu makkiyah dan madaniyah kita dapat mengetahui, bahwa ayat yang
satu makkiyah, dan ayat yang kedua atau ayat yang lainnya adalah ayat
madaniyah, maka sudah pasti ayat yang Makkiyah itulah yang di nasakhkan oleh
ayat yang Madaniyah, karena kebanyakan ayat yang Madaniyah adalah yang terakhir
turunnya.[9]
Dapat membantu untuk menafsirkan , dengan cara mengetahui tempat turunnya ayat,
akan sangat membantu untuk memahami ayat dan menafsirkan secara benar, serta
mengetahui mana ayat yang nasikh dan ayat yang mansukh,[10]
seperti yang sudah dijelaskan diatas tentang mengetahui dan membedakan ayat
nasikh dan mansukh.
Dalam hal ini
mempelajari makkiyah dan madaniyah dapat dijadikan alat bantu dalam menafsirkan
, karena sebab pengetahuan mengenai tempat turun ayat yang dapat membantu kida
dalam memahami ayat dan menafsirkannya dengan tafsiran yang besar, sekalipun
yang dijadikan pegangan dalah pegangan umum lafaz, bukan karena sebab khusus.
Berdasarkan hal tersebebut seorang penafsir dapat membedakan antara ayat yang
nasikh dengan ayat yang mansukh apabila diantara kedua ayat terdapat makna yang
kontradiktif. Yang datang kemudian tentu sudah merupakan nasikh atas yang
terdahulu, [11]seperti
yang sudah dijelaskan diatas.
2.
Dapat mengetahui sejarah hukum
islam dan juga perkembangannya yang bijaksana secara umum. Dengan begitu, kita
dapat meningkatkan keyakinan terhadap ketinggihan kebijasanaan Islam dalam
mendidik manusia, baik secara perorangan.[12]
Karena pada hakikatnya kita adalah makhluk hidup yang pasti akan merasakan
menjadi pendidik sekalipun hanya menjadi pendidik untuk diri sendiri, keluarga,
maupun orang yang ada disekitar kita. Jadi, mempelajari makkiyah dan madaniyah
sangat bagus karena dengan begitu kita dapat mengetahui sejarah hukum islam dan
perkembangannya.
3.
Dapat meningkatkan terhadap
kebesaran, kesucian dan juga keaslian , karena dalam melihat besarnya perhatian
umat islam sejak turunnya , terhadap hal-hal yang berhubungan dengan , sampai
hal-hal yang sedetai-detailnya.[13]
Sehingga dapat mengetahui dan membedakan mana ayat yang diturunkan di waktu
malam dengan ayat yang diturunkan di waktu siang, ayat yang diturunkan secara
bersama-sama dengan ayat yang ditrunkan secara tersendiri, ayat yang diturunkan
di musim panas dengan ayat yang diturunkan di musim dingin, dan antara ayat yang
diturunkan di waktu berada di rumah dengan ayat yang diturunkan di saat
berpergian.[14]
4.
Meresapi gaya bahasa dan memanfaatkannya dalam metode berdakwah
menuju jalan Allah,[15]
karena setiap situasi mempunyai bahasa tersendiri. Memperhatikan apa yang
dikehendaki oleh situasi, merupakan arti paling khusus dalam masalah retorika.
Karakteristik gaya bahasa Makki dan Madani dalam pun memberikan kepada orang yang mempelajari
metode dalam penyampaian dakwah ke jalan Allah yang sesuai degan kejiwaan lawan
berbicara dan menguasai pikiran dan perasaannya serta mengatasi apa yang ada
dalam dirinya dengan penuh kebijaksanaan. Tahapan dakwah mempunyai topik dan
pola penyampaian tersendiri, setiap pola penyampaian berbeda-beda, sesuai
dengan perbedaan tata cara, keyakinan dan kondisi pada lingkungan. Demikian itu
sudah nampak dengan jelas dalam berbagi cara
menyeru berbagai golongan, anatar lain: orang yang beriman, orang yang
musyrik, orang yang munafik, dan orang yang ahli Kitab.[16]
5.
Dapat mengetahui sejarah
kehidupan Nabi melalui ayat-ayat , sebaba turunnya wahyu kepada Rasulullah
sejalan dengan sejarah dakwah dan segala peristiwanya, baik pada periode Mekah
maupun pada periode Madinah, sejaka permulaan turun wahyu hingga ayat yang
terakhir diturunkan. adalah sumber pokok
bagi peri kehidupan Rasulullah. Peri hidup beliau yang diriwayatkan ahli
sejarah harus sesuai dengan , dan pun
memberikan kata putus terhadap perbedaan riwayat yang mereka riwayatkan.[17]
6.
Kajian dan ilmu Makkiyah dan
Madaniyah menunjukkan bahwa betapa tingginya perhatian kaum muslimin sejak
generasi awal terhadap sejarah turunnya , sehingga kaum muslimin mengikuti dan
mencatat tempat, waktu dan fase diturunkannya
kepada Nabi Muhammad SAW secara teliti. Hal tersebut menambah keyakinan
pada otentitas dan validitas Al-Karim
sehingga sampai kepada zaman sekarang ini tanpa mengalami pengurangan,
pertambahan atau perubahan.[18]
Dengan begitu,
maka siapa pun yang berkeinginan dan berusaha untuk merusak kesucian dan keaslian , pastinya segera diketahui oleh
umat Islam.
Dalam bukunya
Dr. Shubhi Al-Shahih, yang berjudul Mabaahits
fii Uluumil Qur’an menyatakan bahwa dengan mengetahui ilmu makky dan
madany, kita dapat:
1.
Mengetahui fase-fase atau
marhalah dari dakwah Islamiyah yang ditempuh
secara beransur-ansur (bertahap sedikit demi sedikit) dan yang sangat
bijaksana, dan dapat juga mengetahui keadaan lingkungan atau situasi dan
kondisi masyarakat pada saat turunnya ayat-ayat , khususnya pada masyarakat
Mekah dan Madinah.
2.
Mengetahui uslub-uslub bahasanya
yang tidak sama atau yang berbeda-beda, yaitu orang-orang mukmin, orang-orang
musyrik dan orang-orang ahlul kitab.[19]
Mengetahui ilmu Makky dan Madany merupakan cabang ilmu-ilmu yang sangat penting diketahui dan dikuasai
oleh mufassir sampai ulama al-Muhaqqiqun, yaitu antara lain ada Abul Qasim
al-Naisaburi (ahli Nahwu dan Tafsir, wafat tahun 406 H), tidak membenarkan
seseorang untuk menafsirkan tanpa
mengetahui ilmu Makky dan Madany.[20]
Dalam kitab Abul Qasim al-Naisaburi yaitu al-Tanbih ‘ala Fadhli ‘Ulumil Qur’an menerangkan
sebagi berikut: Di antara ilmu-ilmu yang
paling utama, yaitu imu tentang:
1.
Turunnya dan tempat-tempat turunnya
2.
Urutan ayat-ayat yang diturunkan
di Mekah pada beberapa masa, yaitu masa permulaan, pertengahan, dan masa
penghabisannya. Begitu juga, ayat-ayat yang diturunkan di Madinah pada masa
permulaan, pertengahan, dan penghabisannya.
3.
Ayat-ayat yang diturunkan di
Mekah, sedang hukumnya termasuk Madaniyah.
4.
Ayat-ayat yang diturunkan di
Madinah, sedang hukumnya termasuk Makkiyah.
5.
Ayat-ayat yang diturunkan di
Mekah mengenai penduduk Madinah.
6.
Ayat-ayat yang diturunkan di
Madinah mengenai penduduk Mekah.
7.
Ayat-ayat yang menyerupai
Makkiyah, yang terdapat dalam surat Madaniyah.
8.
Ayat-ayat yang menyerupai
Madaniyah, yang terdapat dalam surata Makkiyah.
9.
Ayat-ayat yang diturunkan di
Juhfah-sebuah desa tidak jauah dari Mekah-dalam perjalanan menuju Madinah.
10.
Ayat-ayat yang diturunkan di
Baitul Maqdis
11.
Ayat-ayat yang diturunkan di
Thaif
12.
Ayat-ayat yang diturunkan di
Hudaibiyah
13.
Ayat-ayat yang diturunkan pada
malam hari
14.
Ayat-ayat yang diturunkan pada
siang hari
15.
Ayat-ayat yang diturunkan secara
kelompok
16.
Ayat-ayat yang diturunkan
tersendiri
17.
Ayat-ayat Madaniyah yang terdapat
pada surat-surat Makkiyah.
18.
Ayat-ayat Makkiyah yang terdapat
pada surat-surat Madaniyah.
19.
Ayat-ayat yang dibawa dari Mekah
ke Madinah.
20.
Ayat-ayat yang dibawa dari
Madinah ke Mekah.
21.
Ayat-ayat yang dibawa dari
Madinah ke Abbessynia (Hubasyah).
22.
Ayat-ayat yang diturunkan secara
Mujmal (global).
23.
Ayat-ayat yang diturunkan secara
Mufassar (disertai keterangan).
24.
Ayat-ayat yang diturunkan secara
Rumuz (dengan isyarat).
25.
Ayat ayat yang diturunkan
dipersoalkan oleh ulama. Sebagian ulama menganggap Makkiyah, sedang sebagian
lagi menganggap Madaniyah.[21]
Dari 25 macam
ilmu merupakan cabang ilmu dari Ilmu Makky dan Madany. Seorang mufassir harus
mengetahui semua dari 25 macam ilmu itu, seorang yang tidak mengetahui dan
tidak bisa membedakan dari ke 25 cabang ilmu tersebut, maka seorang tersebut
tidak boleh berbicara (menafsirkan) tentang . (bisa membaca al-Burhan karangan al- Zarkasyi halaman
192, dan Al-Itqan karangan al-Suyuti
juz I, halaman 8). [22]
E. DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Hafidz.
2003. Ulumul Quran Praktis. Bogor:
Pustaka Utama.
Al-Qattan,Manna
Khalil. 2015. Studi Ilmu-Ilmu Quran. Jakarta:
PT Pustaka Litera AntarNusa.
As-Shalih, Subhi.
1990.Membahas Ilmu-ilmu . Jakarta: Pustaka Firdaus.
Ilyas, Yunahar.
2013. Kuliah Ulumul Quran, Yogyakarta:
Itqan Publishing.
Nizar, Muhammad.
2016. Ulumul Quran. Malang: Kurnia
Advertising.
Zuhdi, Masjfuk.
1997. Pengantar Ulumul Quran.
Surabaya: Karya Abditama.
Catatan:
1.
Similarity 40%. Wow!!!!
2.
Referensi cuma 6? Padahal terdiri
atas tiga orang.
3.
Makalah ini tidak terstruktur, pembahasan
tidak jelas antara satu bab dengan bab lain, banyak yang tertukar pembahasannya.
4.
Dalam karya ilmiah, penulisan gelar
(Prof. Dr. Ustadz, dll) ditiadakan.
5.
Pendahuluan masih kurang greget.
[1] Subhi as-Shalih, Membahas
Ilmu-ilmu , (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1990), hlm. 208.
[3]Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Quran (Jakarta: PT
Pustaka Litera AntarNusa, 2015), hlm. 70.
[7]Ibid,
hlm. 71
[8]Masjfuk Zuhdi, Pengantar Ulumul Quran, (Surabaya: Karya
Abditama, 1997), hlm. 68.
[9]Ibid.
[10] Hafidz Abdurrahman, Ulumul Quran Praktis, (Bogor: Pustaka
Utama, 2003), hlm. 57.
[11] Manna Khalil al-Qattan, op. cit, hlm. 79.
[12] Masjfuk Zuhdi, loc. cit.
[13]
Masjfuk Zuhdi, loc. cit.
[14] Manna Khalil al-Qattan , op. cit, . hlm. 71.
[15] Muhammad Nizar, Ulumul Quran, (Malang: Kurnia
Advertising, 2016), hlm. 27.
[16] Manna Khalil al-Qattan , op. cit, hlm. 79-80.
[17] Manna Khalil al-Qattan , op. cit, hlm. 80.
[18] Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Quran, (Yogyakarta: Itqan
Publishing, 2013). hlm. 62-63.
[19] Masjful Zuhdi, op. cit, hlm. 69.
[20] Masjful Zuhdi, op. cit, hlm. 69.
[21] Masjful Zuhdi, op. cit, hlm. 69-70.
[22] Masjful Zuhdi, op. cit, hlm. 70.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar