ALQURAN DAN
HISTORISITASNYA
Putri Aulia
Enan Dina dan Uswatun Hasanah
Mahasiswa Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim Malang
P.IPS D Angkatan 2016
e-mail : putrienan97@gmail.com
Abstract
This article talks
about the nature of the Quran that contains the definition of the Quran, other
names of the Quran, Quranic proofs as a relevation of God to how the process of
writing the Quran from the time of the prophet to the present from. The Quran
is the lifestyle of mankid both living the word and eternal life in the
afterlife. There is evidence from the opinion of the experts that the Quran is
a relevation denied by Allah SWT, and of cours the evidence is acceptable to
science. The existence of the Quran to date shows the existence of saha hard in
the preparation and keeping the Quran from the time of the prophet to this day.
We all know the Quran descending gradually and continously between one another
who likes the from of the Quran in the time of the prophet is different from
the order of the Quran that there in this day and age. The history of the
completion of the Quran consists of three phases, the frist phases of the
apostle’s time where he wrotw was guided directly by the apostle upon the
direction of the angle Gabriel, the second phase in the era of gray ashes which
will be the Quran in modern times becaouse the hafiz fall in the battlefield,
the last phase of Usman that there is a serious problem that is the difference
in how to read between muslim with each other, causing s spilt betweenthem.
Abstrak
Artikel ini
berbicara tentang hakikat Alquran yang berisi definisi Alquran, nama lain
alquran, bukti-bukti Alquran sebagai wahyu Allah sampai bagaimana proses
penulisan alquran dari zaman rasulullah sampai bentuk sekarang. Alquran
merupakan pedoman hidup umat manusia baik hidup dunia maupun hidup kekal di
akhirat. Terdapat bukti dari pendapat para ahli bahwa Alquran merupakan wahyu
yang dituerunkan oleh allah SWT dan tentunya bukti tersebut dapat diterima oleh
ilmu pengetahuan. Eksistensi alquran sampai saat ini menunjukkan bahwa ada
usaha keras dalam menyusun dan menjaga Alquran dari zaman rasulullah sampai
sekarang ini. Kita semua tahu bahwa Alquran turun secara berangsur-angsur dan
berkesinambungan antara satu sama lain yang artinya bentuk Alquran pada zaman
rasulullah berbeda dengan susunan Alquran yang tedapat pada zaman sekarang ini.
Histori tentang pengumpulan Alquran terdiri dari tiga fase, fase pertama pada
zaman rasulullah diamana penulisannya dituntun langsung oleh rasul atas arahan
malaikat jibril, fase kedua pada zaman Abu Bakar yang khawatir akan hilangnya Alquran
pada zaman modern karena para hafiz gugur dalam medan perang, fase ketiga zaman
Usman yang terdapat masalah serius yaitu adanya perbedaan cara membaca antara
muslim satu dengan yang lainnya sehingga menimbulkan perpecahan antara mereka.
Keywords : Alquran,
Rasulullah, Zaman
Pendahuluan
Alquran adalah
kebenaran yang mutlak dan merupakan kitab yang tidak asing bagi kalangan umat manusia
apalagi seorang muslim, Alquran merupakan pedoman hidup mereka yang diturunkan
kepada nabi Muhammad sebagai wahyu Allah. Terbukti dari tindakan mereka yang
semuanya merujuk kepada Alquran, apapun perkara yang ada di alam semesta ini dikembalikan
pada Alquran sebagai dasar atas setiap segala sesuatu yang terjadi yang
semuanya telah diatur didalamnya. Adapun Alquran sebagai wahyu Allah yang
diturunkan kepada nabi dapat dibuktikan bahwa tidak ada seorangpun yang bisa
menandingi karya cipta Allah tersebut, dari situ kita dapat berfikir bahwa
Alquran bukan merupakan ciptaan manusia melainkan ciptaan Allah sang maha
kuasa. Akan tetapi banyak dari kalangan umat muslim bahkan tidak tahu hakikat
Alquran itu sendiri. Banyak juga berbagai polemik mengenai historisitasnya,
perbedaan pendapat para ulama tentang
Alquran menjadikan beragam penafsiran mulai dari nama, definisi Alquran,
bukti-bukti Alquran sebagai wahyu Allah, dan bahkan sejarah penulisan dan
kodifikasi Alquran itu sendiri akan tetapi pada intinya semua itu sama bahwa
Alquran merupakan wahyu yang diturunkan Allah kepada nabi Muhammad sebagai
pegangan hidup umat muslim..
Dari pemaparan
diatas tidak kalah penting bahkan suatu keharusan bagi kita tentunya sebagai
seorang muslim untuk mempelajari al-qur’an menggali ilmu didalamnya baik
mengenai hakikat Alquran itu sendiri maupun historisitasnya. Dari
historisitasnya kita dapat mengetahui bagaimana proses upaya penulisan dan pembukuan Alquran mulai dari zaman Nabi dan
khuafaur rasyiddin sehingga dapat kita pelajari dengan mudah dan kita gunakan
pedoman hingga sampai saat ini.
Definisi Alquran
Dalam
prespektif para ulama Alquran mempunyai berbagai macam makna atau arti yang berbeda-beda, hal ini disebabkan karena
cara pandang dan keahlian masing-masing dari mereka berbeda dalam memahami Alquran,
seperti dalam bidang bahasa, ilmu kalam, ushul fiqh dan sebagainya.[1]
Alquran atau Quran
tidak lain yang dimaksud adalah kalamullah, kitabullah yang merupakan mukjizat
yang diberikan Allah SWT. Kepada Nabi Muhammad SAW, Allah mengutus rasul dari ummat
manusia dengan membawa alkitab dari Allah dan menyuruh mereka untuk beribadah
hanya kepada Allah semata, menyampaikan kabar gembira dan memberikan peringatan
untuk menjadi bukti bagi manusia sebagaimana yang dijelaskan dalam Q.S An-Nisa’
ayat : 165
رسلا مبشرين
ومنذرين لئلا يكون للناس على الله حجة بعد الرسل
“Rasul-rasul
itu adalah sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, agar tidak
ada alasan bagi manusia untuk membantah Allah setelah rasul-rasulnya itu
diutus.....” (Q.S An-nisa’/4:165).[2]
Alquran secara
etimologis berasal dari bahasa arab yang merupakan bentuk masdar dari kata qara’a (qara’a-yaqra’u-qar’atan-wa
qira’atan- wa qur’anan) yang berarti bacaan, dapat juga berarti menghimmpun,
menggabung, atau merangkai. Arti kata Alquran tersebut ada dalam ayat-ayat
Alquran seperti yang terdapat dalam Q.S Al-Qiyamah : 17-18
ان علينا جمعهو
وقرءانهو [17 ]
فإذاقرأنه
فاتّبع قرءانهو [18]
“Sesungguhnya
atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (dalam dadamu) dan (membuatmu pandai)
membacanya. Apabila kami telah selesai membacakannya (melalui jibril) maka
ikutilah bacaannya”(QS.Al-Qiyamah:17-18)[3]
Alquran itu
diwujudkan ke dalam bahasa arab sehingga ia dapat difahami dengan mudah melalui
huruf-huruf, kalimat-kalimat dalam Alquran sehingga bisa bersuara sesuai dengan
apa yang dipahami oleh pembacanya dan kemudian dikumpulkan dalam satu mushaf.
Kata Alquran merupakan kata-kata
langsung dari Allah yang mutlak bukan dari nabi, sahabat, ataupun para mufasir.
Asal kata Alquran menurut pendapat sebagian para ulama’ mempunyai asal kata dan
arti yang berbeda-beda.
Menurut
pendapat al-Syafi’i nama Alquran merupakan nama yang khusus untuk kitab yang diberikan Allah kepada Nabi Muhammad dan
tidak mengambil dari kata yang lain, asal kata Alquran menurut al-Syafi’i tidak
mengunakan hamzah (Al-Quran bukan Al-Qur’an). Menurut al-Faraa’, seorang ahli
bahasa, dia juga berpendapat bahwa asal kata Alquran itu tidak menggunakan
hamzah yang diambil dari kata qarain yang merupakan jama’ dari qarinah yang
berarti indikator (petunjuk). Hal ini deisebabkan karena beberapa ayat dari
Alquran itu hampir sama antara satu sama lain, oleh sebab itu seakan-akan ayatnya
merupakan indikator dari apa yang dimaksud oleh ayat lain yang serupa. Sedangkan
menurut al-Zajjaj pengarang kitab Ma’anil Quran berpendapat, bahwa asal kata
Alquran itu berhamzah, mengikuti wazan fu’lan dan diambil dari kata اَلْقَرْءُ yang berarti penghimpunan. Hal ini karena Alquran
menghimpun intisari-intisari yang diajarkan dari kitab-kitab sebelumnya,
sebagaimana dalam surah (Al-Bayyinah : 2-3).
رَسُولٌ منَ الله يتْلو صحفًا مطهّرةً (2)
فيهاكتبٌ قيِّمة (3)
“(yaitu)
seorang Rasul dari Allah (Muhammad) yang membackan lembaran-lembaran yang
disucikan (Alquran). Di dalamnya terdapat (isi) kitab-kitab yang lurus. (QS. Al-Bayyinah
: 2-3).
Menurut
al-Lihyani yang merupakan seorang ahli bahasa juga berpendapat, bahwa lafadz
Alquran itu berhamzah, yang merupakan
bentuk masdar dari kata قرأَ yang berarti membaca. Bentuk masdar menurut al-Lihyani adalah masdar bima’na ismil
maf’ul. Jadi Quran berarti maqru’ (dibaca).[4]
Dikalangan para
ahli bahasa arab maupun para Ulama sendiri tidak ada kesepakatan mengenai asal
dan arti dari kata Alquran tersebut, beberapa dari mereka berpendapat bahwa
asal kata Alquran tidak menggunakan hamzah, mereka yang termasuk berpendapat
seperti itu adalah al-Syafi’i, al-Faraa’, dan al-Asy’ari ada juga yang
berpendapat bahwa asal kata Alquran itu memakai hamzah,. Termasuk yang
berpendapat seperti itu adalah al-Zajjaj dan al-Lihyani. .
Sedangkan
pengertian secara terminologisnya Alquran merupakan mukjizat yang di turunkan
kepada Nabi Muhammad SAW melalui ruhul amin ( malaikat jibril) yang secara umum
didefinisikan sebagai kalam Allah yang azaliy, yang tertulis dan
dihimpun dalam sebuah mushaf, yang diturunkan secara mutawatir, menjadi pedoman
dan petunjuk bagi hidup manusia, yang membacanya merupakan sebuah ibadah.[5]
Sehubungan dengan
itu beberapa ulama juga merumuskan tentang definisi Alquran seperti Dr. Subhi
al-Salih beliau mendefinisikan Alquran yang dipandang bahwa definisinya itu dapat
di terima dikalangan para ulama terutama ahli Bahasa, ahli Fiqh, dan Usul Fiqh.
القرآن هو
الكتاب المعجز المنزّل على النّبىّ ص.م المكتوب فى المصاحف المنقول
عليه با لتّواترالمتعبّد بتلاوته.
“Alquran adalah sifat Allah yang bersifat atau berfungsi mu’jizat
(sebagai bukti kebenaran atas kenabian Muhammad) yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad, yang tertulis didalam mushaf-mushaf yang dinukil atau diriwayatlan
dengan jalan mutawatir dan yang dipandang beribadah membacanya.”[6]
Muhammad Ali Al
Hasan (1983) juga mendefinisikan Alquran dalam kitabnya Al Manarfi Ulum
Alquran, dia memberikan defenisi “Alquran adalah kalamullah yang
bersifat mu’jizat yang diturunkan kepada Nabi SAW. yang dinukil secara tawatur
dan membacanya tergolong ibadah”[7].
Banyak
perbedaan-perbedaan antar Ulama mengenai definisi Alquran sendiri, akan tetapi
pada hakikatnya yaitu sama. Alquran merupakan kitab yang terdiri dari 6236 ayat
114 surah yang diawali surah Alfatihah
dan diakhiri dengan surah Annas. Keaslian Alquran dijaga oleh Allah, diturunkan
secara berangsur-angsur selama kurang lebih 23 tahun yang susunannya ditentukan
oleh Allah, bukan seperti metode penyusunan pada buku-buku ilmiah pada umumnya akan
tetapi dengan cara tauqifi (berdasarkan petunjuk Allah).
Bukti-Bukti Alquran Sebagai Wahyu Allah
Hakikat
wahyu tidaklah ada kemungkinan bagi kita untuk mengetahuinya dan mengerti atau
memperoleh rahasianya, karena wahyu merupakan suatu keadaan yang tidak
seorangpun dapat mengetahui hakikatnya, kecuali Nabi yang mendapatkan wahyu itu
sendiri.
Salah satu bukti
Alquran sebagai wahyu Allah yaitu ditandai dengan adanya tantangan yang
ditujukan kepada orang Arab yang waktu itu terkenal dengan ahli syiir dan
kefasihannya. Pada saat itu mereka mengingkari bahwa Alquran bukan merupakan
wahyu, mukjizat yang diberikan Allah kepada Nabi Muhammad akan tetapi ciptaan
Nabi sendiri, sehingga orang Arab ditantang untuk membuat ayat yang serupa
dengan Alquran, akan tetapi mereka tidak mampu menandingi Alquran. Tantangan
ini di ungkapkan dalam firman-Nya :
قلْ لّئن اجتمعت
الإْنْسُوالْجنّ على انْ يّأْتوْابمثل هذَاالقرْانِ لايأْتون بمثله ولوْكاَنَ
بعضهمْ لبعْضٍ ظهِيرًا.
(الإسرأ ^^)
“Katakanlah : “Sesungguhnya jika manusia
dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa dengan Alquran ini, niscaya mereka
tidak akan dapat membuatnya sekalipun mereka saling membantu.”[8]
Dari ayat tersebut
menunjukkan bahwa Alquran memiliki tata bahasa dan kefasihan yang begitu
tinggi, sehingga tidak ada seorangpun yang mampu menyamainya. Alquran juga mampu
menceritakan peristiwa-pwristiwa yang dialami manusia baik yang terdahulu maupun
yang akan datang, bahkan gejala-gejala alam proses-proses tentang pembentukan
bumipun di dalam Alquran sudah di jelaskan.
Dalam aspek
ilmu geografi Awal mula pembentukan bumi berasal dari debu dan gas yang berada
disekeliling matahari saling melekat membentuk sebuah partikel. Gaya tarik
menarik antar partikel-partikel (gas) tersebut membentuk kumpulan kabut menjadi
sangat besar, dan perputarannya semakin cepat sehingga berlanggar, dan memisah
menjadi sebuah pelanet. Teori ini disebut dengan teori kabut nebula yang
dikemukakan oleh Immanuel Kant (1755).
Pada zaman
dahulu manusia beranggapan bahwa bumi itu rata dan mendatar, sebelum ditemukan
teori-teori yang menjelaskan tentang bentuk bumi. Pada tahun 1579 ada seorang
yang pertama kali mengelilingi dunia yaitu Sir Francis Drake dia berlayar
mengelilingi dunia sehingga dapat menyatakan bahwa bumi ini bulat. Allah
berfirman :
ألمْترأنّ الله يولجُ الّيْلَ فى النّهارويولج النّهارفى الّيل
وسخّرالشّمس والقمركلٌّ يجرى إلى أجلٍ مسمّىً وأنّ الله بماتعملون خبيرٌ[29]
“Tidakkah engkau lihat, bahwa Allah memasukkan malam pada siang dan
memasukkan siang pada malam dan menundukkan matahri dan bulan (untukmu).
Masing-masing berlari (beredar) sehingga waktu yang ditentukan. Sesungguhnya
Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(Q.S
Al-luqman, 31:29)
Dari ayat tersebut
jika di hubungkan dengan bentuk bumi berarti malam berubah secara perlahan dan
menuju siang, begitupun sebaliknya. Dan fenomena ini berlaku jika bumi itu
bulat.
Bumi
berbentuk bulat.
‘
Jika bumi
berbentuk rata dan mendatar maka perputaran antara siang dan malam akan terjadi
secara mengejut. Dalam Alquran disebutkan secara tidak langsung tentang bentuk bumi
yang bulat, bentuk bulat pada bumi tersebut tidak sesempurna bulatnya sebiji
bola, akan tetapi membujur. Allah SWT berfirman :
والأَرْض بعدَ
ذلك دحىهَآ [30]
“Dan
sesudah itu bumi dihamparkannya.”(Q.S
An-Nazi’at, 79:30)
Maksud kata dahaha selain berarti hamparan yang
dalam bahasa arab juga dapat diartikan sebiji telur burung kasawari. Telur
burung kasawari berbentuk menyerupai bentuk bumi yang membujur. Demikian
gambaran tentang bentuk bumi yang sebenarnya dalam prespektif Alquran, walaupun
saat Alquran diturunkan oleh Allah manusia masih beranggapan bahwa bentuk bumi
itu datar.[9]
Bukti-bukti
Alquran sebagai wahyu dari Allah juga dapat dibuktikan melalui
penemuan-penemuan sains, seperti peristiwa isra’ mi’raj yang terjadi
pada Nabi Muhammad SAW, seperti yang dijelaskan dalam surah al-Isra’ berikut
ini :
سبحن الذى اسرى بعبده ليلاً مِّن المسجد الحرام إِلى المسجد الأ قصا
الّذى بركنا حولهو لنر يهو منْءايتناج إنَّه
وهو السَّميع البصير (1)
“Maha
suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjid
al-Haram ke Masjid al-Aqsha yang telah kami berkahi sekelilingnya agar kami
perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda kebesaran kami. Sesungguhnya
Dian adalah Maha mendengar lagi Maha melihat”. (QS.
Al-Isra’:1)
Dimana pada saat itu Nabi
melakukan perjalanan yang begitu singkat dan dapat ditempuh dalam setengah
malam. Dalam kacamata sains diketahui didalam ilmu fisika modern, bahwa
kecepatan tertinggi dialam semesta adalah cahaya. Selain cahaya tidak ada
kecepatan yang lebih tinggi. Selama ini yang kita ketahui bahwa perjalanan isra’
mi’raj Nabi Muhammad bersama malaikat Jibril dengan berkendaraan Buraq, dan
keduanya adalah makhluk cahaya yang
bentuknya tersusun dari photon-photon yang sangat ringan. Oleh sebab itu,
keduanya tidak mengalami kendala untuk bergerak dengan kecepatan cahaya yang
begitu tinggi. Dan Rasulullah adalah manusia yang tentunya bentuk tubuhnya
berbeda dengan malaikat Jibril dan juga Buraq sebagai tunggangan mereka, akan
tetapi Allah mengubah Rasulullah menjadi badan cahaya yang dapat dijelaskan
dengan teori annihilasi.
Dalam waktu
yang begitu singkat pula pengalaman yang dialami Nabi begitu banyak dan luas,
hal ini dapat diterangkan dengan teori relativitas yang dikemukakan oleh seorang
ahli fisika yaitu Albert Einstein. Adanya relativitas waktu antara dunia
malaikat dan dunia manusia menjadi alasan mengapa Rasulullah dapat merasakan
sepenuhnya perjalanan itu, sehingga segala sesuatu yang terjadi pada saat
perjalanan isra’ mi’raj Nabi bisa mengingat dan menceritakannya kembali.[10]
Ilmu
pengetahuan yang diungkapkan oleh pakar-pakar ahli baik fisika geografi maupun
yang lainnya sebelumnya sudah dikemukakan Allah dalam Alquran yang mencakup
segala hal tentang keadaan alam semesta ini, sebelum para pakar-pakar itu
meneliti dan menemukan teori-teori yang ada.
Sejarah Singkat Penulisan
Al-Quran dan Kodifikasi Al-Quran
Alquran merupakan wahyu Allah SWT yang wajib kita jaga dan kita
lestarikan sampai hari kiamat nanti. Perjuangan melestarikan Alquran tidak
semudah membalikkan telapak tangan. Pada zaman Rasulullah SAW, menjaga Alquran
tidak sesulit zaman setelah Rasulullah wafat karena saat Rasulullah masih hidup
maka ayat Alquran akan terus turun dan kalaupun ada sedikit kekeliruan, maka Rasulullah
senantiasa membenarkannya. Setelah Rasulullah wafat, para sahabat mengalami kekhawatiran
akan memudarnya Alquran. Disinilah timbullah sejarah baru tentang penulisan Alquran
dari zaman sahabat sampai berbentuk Alquran pada zaman modern ini.
Berbicara mengenai sejarah penulisan
Alquran tidak terlepas dari bagaimana orang mengenal tulisan dan tradisi
membaca. Tradisi tulisan merupakan fenomena baru dalam kehidupan manusia purba.
Sebelum tulisan diperkenalkan, mereka menggunakan bahasa langsung untuk
berkomunikasi dan menggunakan tanda-tanda yang mereka ciptakan pada masa itu.
Bentuk tercanggih dari komunikasi dengan tanda adalah sistem hiroglif yang
digunakan orang-orang mesir pada tahun 3200 SM atau sistem Logograf yang
digunakan penduduk Cina dan Jepang pada tahun 2000 SM.[11]
Perkembangan tulisan mengalami
perkembangan pesat setelah orang Foenisia menemukan huruf alphabet pada tahun
1500 SM. Waktu itu hanya ada 22 huruf yang ditemukan. Huruf yang ditemukan ini
banyak digunakan beberapa Negara maju pada saat itu.
Kegiatan
tulis menulis pada zaman Rasulullah masih terbilang cukup awam dan langka,
hanya beberapa orang yang menguasai tata cara tulis menulis dan alat yang ada
pada saat itu masih sederhana tidak seperti pada zaman sekarang. Masyarakat
arab waktu itu juga secara umum tidak pandai dalam hal tulis menulis. Metode
menghafal lebih dominan daripada tulis menulis dalam upaya pengumpulan ayat Alquran,
namun bukan berarti tidak ada penulisan Alquran tidak ada pada masa itu. Setelah
wahyu Allah SWT turun, Rasulullah mengutus para sahabatnya untuk menulis ayat
tersebut untuk memperkuat hafalan.
Penulisan ayat Alquran telah
dilakukan saat nabi Muhammad SAW tinggal di Makkah, tetapi dipercaya bahwa
penulisan yang lebih sistematis saat rasulullah SAW tinggal di Madinah. Beberapa
sahabat nabi yang diutus Rasulullah untuk menulis ayat-ayat Alquran di Madinah diantaranya
Mu’awiyyah bin abi Sufyan, Ubay bin Ka’ab, Zayd bin Tsabit, dan Abdullah bin
Mas’ud, dan beberapa sahabat lainnya.[12]
Kegiatan pengumpulan ayat Alquran pada zaman nabi ini bukan merupakan
pengumpulan Alquran seperti bentuk utuh pada zaman sekarang, melainkan suatu
usaha untuk mengumpulkan wahyu Allah SWT dalam bundle buku.
Penertiban dan
susunan ayat-ayat Alquran langsung diatur oleh Nabi SAW. sendiri berdasar
bimbingan Jibril a.s yang menjadi wakil Allah. Dalam hal ini, para ulama sepakat
mengatakan bahwa cara penyusunan Alquran yang demikian itu adalah tauqify,
artinya susunan surah surah dan ayat ayat ayat Alquran seperti
yang kita saksikan di berbagai
mushaf sekarang adalah berdasarkan ketentuan dan petunjuk yang diberikan Rasulullah sesuai perintah dan wahyu dari Allah SWT.
Nabi memerintahkan kepada beberapa sekertarisnya untuk langsung menulis isicdan
menunjukkan tempat yang terdapat di ayat tersebut. Selai itu ada beberapa
sahabat yang lain menghafalkan ayat-ayat alquran, sehingga jika kita cocokkan
anatar tulisan alquran yang ditulis para sekertaris rasulullah dengan hafalan
para sahabat terdapat ketersambungan antara keduanya.[13]
Setelah Rasulllah wafat, penulisan
Alquran dilanjutkan oleh para sahabat nabi yang diberi julukan khulafah
al-rasyhidin sebagai janji kepada Allah SWT untuk tetap melestarikan Alquran
sampai akhir zaman.
Pada kepemimpinan Abu Bakar, terjadi
banyak perstiwa besar diantaranya memerangi murtad dan nabi palsu. Terjadilah
perang yamamah pada tahun 12 Hijriyah. Perang tersebut banyak memakan korban
penghafal Alquran sekitar 70 orang. Akibat meninggalnya para penghafal Alquran,
Umar bin Khattab gelisah akan hilangnya Alquran itu sendiri karena para
penghafal Alquran telah wafat dalam peperangan. Maka dari itu, timbullah
gagasan Umar bin Khattab untuk membukukan Alquran sebagai upaya untuk
melestarikannya. Awalnya Abu Bakar merasa ragu untuk melakukan penghimpunan Alquran,
karena hal tersebut merupakan beban berat dan Rasulullah tidak pernah melakukan
hal tersebut. Setelah diyakinkan oleh Umar bin Khattab barulah Abu Bakar setuju
dan rugas tersebut dilimpahkan kepada Zaid Ibn Tsabit.[14] Diberikannya tugas tersebut kepada
Zaid ibn Tsabit karena beliaulah yang mendampingi Rasulullah, juru tulis wahyu
yang keenam, cerdas, dan senantiasa mengikuti pembacaan Alquran dari
Rasulullah.[15] Zaid
ibn Tsabit memulai tugas mulia tersebut dengan berpedoman pada hafalan para
penghafal Alquran yang sudah melekat dihati mereka dan menelusuri tulisan
ayat-ayat Alquran yang sudah ditulis oleh para sahabat lainnya. Beliau
mencocokakkannya juga dengan tulisannya sendiri dikala menjadi juru tulis Rasulullah.
Mengumpulkan mushaf Alquran tidaklah
mudah. Ada beberapa persyaratan pengumpulan ayat-ayat Alquran diantaranya:
1.
Terdapat minimal dua orang atau lebih yang menghafal ayat/ surat
tersebut
2.
Terdapat bentuk tulisannya (di tulang, daun, kulit, dan lainnya)
3.
Bagi mushaf tertulis,
terdapat minimal dua saksi saat mushaf tersebut ditulisnya[16]
Zaid ibn Tsabit berhasil membukukan
Alquran yang berserakan dengan sangat teliti. Kumpulan Ayat Alquran yang telah
dibukukan tersebut disebut dengan Mushaf Al-Quran. Mushaf Alquran kemudian
diserahkan kepada Abu Bakar hingga beliau wafat. Setelah kepergian Abu Bakar mushaf Alquran
tersebut dipegang oleh Umar bin Khattab, dan setelah kepergian umar mushaf
tersebut disimpan di rumah siti Hafsah r.a, salah satu putri Umar dan istri
Rasulullah SAW. [17]
Kodifikasi Alquran
zaman Utsman bin Affan
Sejarah pengumpulan Alquran masa
usman dikisahkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari melalui Annas
ibn Malik.[18] Anas
ibn Malik memeberitahuan kepada Ibnu Syihab: disaat pasukan Syam bersama
pasukan Irak berperang membela dakwah agama islam di Armenia dan Adzerbeidzan,
Hudzaifah bin al-yaman datang menemui khalifah Utsman untuk mengungkapkan
kegelisahannya mengenai fenomena perbedaan bacaan Alquram dikalangan muslimin.[19]
Fenomena tersebut menimbulkan kekhawatiran besar terjadinya perselisihan
tentang Alquran seperti yang sudah terjadi dikalangan yahudi dan nasrani.
Utsman melakukan tindakan cepat
dengan mengirimkan sepucuk surat kepada hafsah yang berisi permintaan
pengiriman mushaf yang ia simpan untuk dijadikannya pedoman penulisan mushaf,
dan setelahnya akan dikembalikan kembali. Selain pengiriman mushaf, pesan
tersebut juga berisi permintaan pembuatan panitia kecil penulisan mushaf baru
diantaranya: Zaid ibn Tsabit, Abdullah ibn Zubair, Said ibn al-Ash, dan Abd
al-Rahman ibn Harist. Utsman berpesan kepada panitia penulisan mushaf bahwa
jika terdapat perbedaan kalian dengan Zaid bin Tsabit, maka berpedomanlah
kepada dialeg quraisyi karena Alquran diturunkan dalam bahasa mereka.[20]
Kejadia-kejadian tersebut memberi
tahu kita bahwa ada lima masalah penting yang terjadi saat itu.
1.
Hal yang mendorong Utsman bin Affan memerintahkan untuk menyalin mushaf milik Hafsah karena terdapat perbedaan cara membaca Alquran
2.
Panitia penyalinan alquran terdiri dari empat orang, tiga berasal
dari quraisy dan Zaid bin Tsabir berasal dari kaum ansor di madinah
3.
Panitia penyalinan mushaf berpatokan pada mushaf milik Hafsah dimana mushaf tersebut sama kodifikasi asli perintah Abu Bakar
4.
Dialeg yang digunakan patokan Alquran
adalah dialeg quraisy jika terdapat perbedaan yang dijumpai antara Zaid bin Tsabit dan
lainnya.
5.
Salinan mushaf disebarluaskan di daerah-daerah muslim oleh panitia
tersebut. Ustman memerintahkan untuk membakar mushaf-mushaf Alquran yang dahulu kemudian digantikan oleh mushaf baru salinan
panitia tersebut.
Disisi lain terdapat beberapa orang yang menolak kebijakan Utsman seperti Abdullah bin Masud yang memiliki mushaf pribadi.
Perintah untuk membakar mushaf pribadinya ia tolak. Allah SWT memberikan jalan
dan melapangkan hati Abdullah bin Masud yang kemudian mebuatnya sejalan dan
medukung kebijakan utsman.[21]
Setelah mengetahi proses, cara, dan cerita dari pengumpulan mushaf
diatas, terdapat perbedaan antara pengumpulan mushaf zaman Abu Bakar dan Usman.
Alasan mengapa Abu bakar memilih untuk mengumpulkan mushaf alquran karena saat
itu terdapat banyak penghafal alquran yang gugur dalam perang yamamah, sehingga
ditakutkan terjadi hilangnya alquran yang telah dihafalkan para sahabat
dikemudian hari. Sedangkan alasan usman mengambil keputusan mengodifikasi
alquran karena terdapat perbedaan cara membaca antar muslim satu dan lainnya
dan mereka saling menyalahkan dan menuduh satu sama lain. Abu Bakar
mengumpulkan mushaf yang berterbaran kemudian disalinnya menjadi satu mushaf.
Mushaf yang dihasilkan hanya satu buah tidak lebih. Sedangkan usman, beliau
berpatokan untuk menyatukan muslim yang berseteru dalam perbedaan membaca
alquran, maka dari itu beliau mengodifikasi alquran dan menyalinnya dalam
banyak salinan.
Kesimpulan
Alquran
merupakan pedoman dasar bagi manusia khususnya umat islam dalam berbagai aspek
kehidupan, baik menyangkut hubungan antar manusia (hablum minannas),
hubungan dengan Allah, dan hubungan dengan lingkungan alam yang biasanya kita
sebut dengan hablum minal alam. Dalam memahami Alquran dengan benar di
butuhkan penafsiran terhadap ayat-ayatnya dengan ilmu pengathuan yang mendalam.
Pada umumnya para ahli tafsir menafsiri Alquran berdasarkan atas penjelasan
Nabi SAW melalui sunnahnya (bil
ma’tsur) dan hasil dari ijtihad
para ahli (bil ra’yi).
Pertama, Asal
kata Alquran atau Quran tidak lain yang
dimaksud adalah kalamullah, kitabullah yang merupakan mukjizat yang diberikan
Allah SWT. Kepada Nabi Muhammad SAW, Allah mengutus rasul dari umat manusia
dengan membawa alkitab dari Allah dan menyuruh mereka untuk beribadah hanya
kepada Allah semata, menyampaikan kabar gembira dan memberikan peringatan untuk
menjadi bukti bagi manusia sebagaimana yang dijelaskan dalam QS. An-Nisa’ : 165.
Kedua, Salah
satu bukti bahwa Alquran adalah wahyu Allah yaitu dengan ditemukannya
penemuan-penemuan dalam berbagai ilmu
pengetahuan baik di bidang sains maupun sosial, yang sebelumnya telah
dijelaskan dalam Alquran.
Ketiga, Penertiban dan susunan ayat-ayat Alquran langsung diatur oleh Nabi
Saw. sendiri berdasar bimbingan Jibril a.s yang menjadi wakil Allah. Dalam hal
ini, para ulama sepakat mengatakan bahwa cara penyusunan Alquran yang demikian
itu adalah tauqify, artinya susunan surah surah dan ayat ayat ayat Alquran seperti
yang kita saksikan di berbagai
mushaf sekarang adalah berdasarkan ketentuan dan petunjuk yang diberikan
Rasulullah sesuai perintah dan wahyu
dari Allah SWT. Dan kodifikasi Alquran secara garis besar terjadi pada masa
Rasulullah SAW, Sahabat Abu Bakar dan Utsman bin Affan.
DAFTAR PUSTAKA
Abtokhi,
Ahmad dan Mulyono Agus. Fisika dan Alquran. Malang : UIN Maliki Press,
2006.
As-shalih, subhi. Membahas Ilmi-Ilmu Alquran. terj. Tim
Pustaka Firdaus. Libanon. Pustaka firdaus, 1990.
al-Qattān, Khalīl M. Mabāhis fi ‘Ulūmil
Qur’ān. terj. Mudzakir. Bogor : Pustaka Litera Antar Nusa, 2015.
Ghazali, Moqsith
dkk. Metodologi Studi Alquran. Jakarta
: Gramedia, 2009.
Hitami, Munzir. Pengantar Studi Alquran. Yogyakarta : LKiS
Yogyakarta, 2012.
Kurnia,
Rahmat dkk. Prinsip-Prinsip Pemahaman Alquran dan Alhadis. Jakarta :
Khairul Bayan, 2002.
Matondang,
Ya’kub. Tafsir Ayat-Ayat Kalam Menurut Al-Qodhi Abdul Jabbar. Jakarta : Bulan
Bintang, 1989.
Nasruddin. 2015. Sejarah
Penulisan Alquran (Kajian Antropologi Budaya). Makassar. Jurnal Rihlah Vol. II
No. 1
Jasmi, Azmi K. Sains Asas, Fisik, kimia, dan Geografi dari
Prespektif Alquran Malaysia : UTM Press, 2013.
Yasir, Muhammad dan Jamaruddin,
Ade. Studi Alquran. Riau : Asa Riau.
Zuhdi, Masjfuk.
Pengantar Ulumul Qur’an. Surabaya
: PT Bina Ilmu, 1993.
Catatan:
1.
Similarity 10%. Oke...
2.
Usahakan kata “kita” dalam tulisan ilmiah dihilangkan, sebab kata “kita”
lazimnya dipakai dalam khutbah atau ceramah. Pakai saja kalimat pasif untuk
menggantinya.
3.
Penulisan kata “Arab” ditulis dengan huruf A besar.
Begitupula penulisan kata “Nabi”, jika yang dimaksud nabi khusus seperti
Muhammad, maka ditulis dengan huruf N besar.
4.
Tidak boleh ada innote dalam tulisan.
5.
Dalam pembahasan sejarah dibuat poin nomor saja: sejarah masa Nabi, masa
Abu Bakar, dan masa Usman.
[1] Masjfuk Zuhdi ,
Pengantar Ulumul Qur’an (Surabaya : PT Bina Ilmu, 1993) hlm.1
[2] Mannā’ Khalīl
al-Qattān Mabāhis fi ‘Ulūmil Qur’ān, terj. Mudzakir (Bogor : Pustaka
Litera Antar Nusa, 2015) hlm.10
[3] Muhammad Rahmat
Kurnia dkk Prinsip-Prinsip Pemahaman Alquran dan Alhadis (Jakarta:
Khairul Bayan, 2002) hlm.1
[4] Masjfuk Zuhdi,
Pengantar Ulumul Qur’an, hlm. 2
[6] Masjfuk Zuhdi,
Pengantar Ulumul Qur’an, hlm.1
[8] Ya’kub
Matondang Tafsir Ayat-Ayat Kalam Menurut Al-Qodhi Abdul Jabbar, (Jakarta
: Bulan Bintang, 1989) h.46
[9] Kamarul Azmi
Jasmi, Sains Asas, Fisik, kimia, dan
Geografi dari Prespektif Alquran (Malaysia : UTM Press, 2013) hlm. 63
[10] Agus Mulyono
dan Ahmad Abtokhi, Fisika dan Alquran (Malang : UIN Press Malang, 2006)
hlm. 153
[11] Abd Moqsith
dkk, Metodologi Studi Al Qur’an, (Jakarta
: Gramedia) hlm. 4
[12] Ibid, hlm. 10
[13] Nasrudin, Sejarah Penulisan Alquran (Kajian
Antropologi Budaya), Jurnal Rihlah Vol. II No. 1 Mei 2015, hlm. 56
[14] Munzir Hitami,
pengantar studi Al-Qur’an, , hlm. 24
[15] Muh yasir, ade
jamaruddin, Studi Alquran, ( Riau :
asia riau, 2016), hlm. 91
[16] Nasrudin, Sejarah Penulisan Alquran, hlm. 59
[17] Muh yasir, ade
jamaruddin, Studi Alquran, asia riau,
Riau, 2016, 91
[18] Munzir Hitami,
pengantar studi Al-Quran, hlm. 24
[19] Subhi
as-shalih, membahasa Ilmu-Ilmu alquran, (Libanon
: Pustaka Firdaus, 1990) hlm. 89
[20] Ibid, hlm. 90
[21] Ibid, hlm. 92
Tidak ada komentar:
Posting Komentar