Orlof, Siti Nur Saidah, dan Hikmatul Laili
PAI E Angkatan 2016
UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Abstract
Artikel ini membicarakan fiqih dan hukum positif di indonesia.
Adapun cabang bahasannya meliputi: hubungan fiqih dan hukum positif indonesia,
pengaruh fiqih dalam legislasi hukum islam di indonesia, dan matrei hukum islam
yang masuk dalam legislasi nasional. Ilmu fiqih tidak tumbuh dengan sendirinya,
tapi sudah lahir sejak zaman Rasulullah dan para sahabat. fiqih adalah fiqih
adalah istilah lain yang digunakan untuk
menyebut hukum islam. Fiqih merupakan himpunan norma ataupun peraturan yang mengatur
tingkah laku baik berasal adri al-qur'an dan sunnah nabi atau dari hasil ijtihad
para ahli hukum islam. Hukum Islam dianggap sebagai bahan pokok dari ajaran
agama islam, denagn demikian hukum islam merupakan ruang ekspansi pengalaman
agama yang utuh.
Abstrak
This article discusses fiqh and positive law in Indonesia. As for caabng discussions include: the relationship of jurisprudence and positive law of Indonesia, The influence of jurisprudence in the legislation of Islamic law in Indonesia, and matrei of Islamic law included in the national legislation. The science of fiqih does not grow by itself, but has been born since the time of the Prophet and the Companions. Fiqih is another term ayng used to call Islamic law. Fiqih is set of norms or rules that menagtur good behavior comes from al-qur'an and sunnah prophet or from the results of ijtihad Islamic jurists. Islamic law is regarded as the main ingredient of Islamic religious teachings, so Islamic law is a space of expansion of a complete religious experience.
Keywords : fiqih, hukum Islam,pengaruh fiqih dalam legislasi hukum
Islam.
A.
PENDAHULUAN
Hukum islam adalah seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah
dan sunnah Rasul tentang tingakh laku manusia mukallaf yang diakui dan diyakini
berlaku untuk semua umat yang beragama Islam. Seacar singkat bisa dikatakan
bahwa hukum Islam adalah hukum yang berdasarkan wahyu Allah. Sehingag hukum
Islam menurut ta’rif mencakup hukum syari’ah dan hukum fiqih, karena arti
syara’ fdan fiqih terkandung di dalamnya.
Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa kalau ada yang mengatakan
bahwa hukum Islam itu tidak berubah dan tetap maka yang dimaksudkan dengan kata
hukum islam disini adaalh bermakna syari’ah atau hukum syara’.
Hukum Islam masuk ke Indonesia bersama-sam dengan masuknya agama
Islam di Indonesia. Mausknya Islam telah masuk Indonesia pada abad pertama tahun
1963, agaam Islam telah masuk Indonesia pada abad pertama Hijriyah, abad
ketujuh/kedelapan Miladiyah. Meskipun demikian, daalm sejarahnya, hukum Islam
yang bagi umat muslim adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan
beragama itu, mengalami berbagai kendaal untuk akhirnya tertuang didalam
peraturan perundang-undangan.
B.
HUBUNGAN
FIQIH DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA
A.
Pengertian
Hukum Islam, fiqih, dan
System hukum dikalangan masyarakat mempunyai sifat, watak, dan
sudut pandang tersendiri. Sama juga dengan system hukum didalam ajaran agama
Islam. Islam mempunyai system hukum sendiri dengan julukan hukum Islam. Ada
berbagai macam istilah yang berhubungan dengan materi hukum Islam, yakni
syariat, fiqih, ushul fiqih, dan hukum Islam sendiri.
Istilah syariat, fiqih, dan hukum Islam sangat terkenal di antara
para penguji hukum Islam di Indonesia. Tetapi, dari ketiga istilah tersebut
kerap kali dimaknai secara tidak benar, jadi tak heran istilah ketiganya kerap
kali tertukar. Untuk menjelaskan ketiga istilah tersebut dan hubungan antar
ketiganya, terutama hubungan antara syariat dan fiqih. Ada satu lagi istilah
yang termasuk dengan materi hukum Islam yaitu usul fiqih.
Pada dasarnya hukum Islam bersumber dari wahyu ilahi, yaitu al-Qur’an,
yang selanjutnya diartikan lebih detail oleh Nabi Muhammad SAW., perrantara
sunnah dan hadisnya. Wahyu tersebut menentukan norma-norma dan konsep-konsep
dasar hukum Islam yang langsung merubah aturan atau norma yang telah mentradisi
di tengah-tengah kalangan masyarakat. Tetapi, hukum Islam juga sudah
menyediakan berbagai macam aturan dan tradisi yang tidak berbantahan dengan
aturan-atuiran dalam wahyu Illahi tersebut.[1]
1.
Hukum
Islam
Istilah hukum Islam bermula dari dua kata dasar, yakni hukum dan
islam. Dalam kamus Besar Indonesia kata hukum di jelaskan dengan : 1) peraturan
atau adat yang secara sah dianggap mengikat; 2) undang-undang, perturan, dll.
Untuk mengatur sosialisasi hidup masyarakat; 3) patokan, terkait kejadian
tertentu; 4) keputusan yang sudah ditentukan oleh hakim atau vonis. Secara
sederhana hukum bisa di maknai untuk peraturan-peraturan atau norma-norma yang
mengatur attitude manusia dalam kalangan masyarakat, baik peraturan atau norma
tersebut berupa kenyataan yang tumbuh dan berkembang di lingkungan masyarakat
ataupun peraturan atau norma yang dibuat dengan cara tertentu dan dilaksanakan
oleh pemimpin. Semula kata hukum berwal dari bahasa Arab al-hukm yaitu isim
mashdar dari fi’il (kata kerja) hakama-yahkumu yang artinya “memimpin”, “memerintah”,
“memutuskan”, “menetapkan”, atau “mengadili”, jadi kata al-hukm bermakna
“putusan”, “ketetapan”, “kekuasaan”, atau “pemerintahan”. Di dalam wujudnya,
hukum ada yang tertulis dalam bentuk undang-undang sebagai hukum modern (hukum
barat) dan ada yang tidak tertulis sebagai hukum adat dan hukum Islam.
Sedangkan kata kedua yakni Islam memiliki arti yang umum, Islam
adalah agama Allah yang diturunkan oleh Nabi Muhammad saw. lalu disampaikan
kepada umat muslim untuk mencapai jalan yang benar dalam hidupnya baik di dunia
ataupun di akhirat kelak.
Dari gabungan dua kata tersebut hukum dan Islam terdapat istilah
hukum Islam. Kesimpulannnya dari pengertian diatas, bisa kita fahami bahwa
hukum Islam adalah seperangkat norma atau peraturan yang bersumber dari Allah
swt. dan Nabi Muhammad saw. untuk mengatur attitude manusia ditengah-tengah
masyarakatnya. Pengertian yang lebih singkat, hukum Islam bisa di maknai
sebagai hukum yang bersumber dari ajran Islam.[2]
2.
Syariat
Secara lughowi kata syariat berasal dari kata berbahasa Arab
al-syari’ah yang artinya “jalan ke
sumber air” atau jalan yang wajib diikuti, yaitu ke arh sumber poko bagi
kehidupan. Bangsa Arab menerapkan istilah tersebut khususnya pada jalan setapak
menuju palung air yang tetap dan diberi tanda yang jelas terlihat mata. Syariat
dimaknai jalan air karena siapa saja yang mengikuti syariat akan mengalir dan
bersih jiwanya. Allah menjadikan air sebagai sebab kehidupan makhluk ciptaannya
berupa tumbuh-tumbuhan dan binatang sebagaimana Dia menjadiakn syariat sebagai
sebab kehidupan hambanya.
Syariat juga mencakup hukum-hukum Allah bagi setiap perbuatan
manusia, yaitu berupa halal, haram, makruh, sunnah, dan mubah. Kajian yang
terakhir ini disebut fiqih. Demikian, bisa disimpulkan dan difahami, bahwa awalnya
syariat mempunyai arti luas yang mencakup akidah (teologi Islam),
prinsip-prinsip moral (etika dan karakter Islam, akhlak), dan
peraturan-peraturan hukum (fiqih Islam).[3]
3.
Fiqih
Secara etimologis kata “fiqih” berawal dari kata bahasa Arab
al-fiqh yang bermakna pemahaman atau pengetahuan tentang sesuatu. Maksudnya
ialah kata “fiqih” identik dengan kata fahm atau ‘ilm yang mempunyai arti sama.
Dalam bangsa Arab kata fiqih bermula dipakai untuk seseorang yang ahli dalam
mengawinkan unta, yang mampu membedakan unta betina dan unta betina yang sedang
bunting. Dari ungkapan tersebut fiqih selanjutnya dimaknai “pengetahuan dan
pemahaman yang mendalam tentang sesuatu hal”.
Seperti halnya syariat, fiiqh awalnya tidak dipisahkan dengan ilmu
kalm hingga masa al-Ma’mun (meninggal 218 H) dari Bani Abbasiah. Sampai abad
ke-2 H fiiqh mencakup masalah-masalah teologis maupun masalah-masalah hukum.
Adapun secara terminologis fikih diartikan sebagai ilmu tentang
hukum-hukum syarak yang bersifat amaliah yang digali dari dalil-dalil
terperinci. Adapun yang menjadi objek kajian ilmu fiiqih ialah perbuatan yang
mukalaf.[4]
4.
Hubungan
antara Hukum Islam, Syariat, dan Fiqih
Dari penjabaran diatas tentang hukum islam, syariat dan fiiqh, maka
bisa difahami bahwa hukum Islam adalah hukum yang bersumber dari ajaran Islam.
Istilah hukum Islam tidak ditemukan dalam al-Qur’an, sunnah, maupun
literature Islam. Jadi, peril dicari perpaduan istilah hukum Islam ini dalam
literature Islam. Andai hukum Islam difahami sebagai hukum yang bersumber dari
ajaran Islam, maka sulit dicari perpaduan yang dalam literature Islam sama
persis dengan istilah tersebut. Ada dua istilah yang bisa diperpadukan dengan
istilah hukum Islam, yakni syariat dan fiqih. Dua istilah tersebut, sebagaimana
sudah diuraikan diatas, adalah dua istilah yang berbeda tetapi tidak bisa
dipisahkan, karena keduanya sangat terkait erat. Sehingga memahami kedua
sitilah tersebut denagn berbagai macam karaketristik, dapat disimpulkan bahwa
hukum Islam itu tidak sama persis dengan syariat dan sekaligus tidak sama
persis dengan fiqih. Namun, tidak dipungkiri bahwa hukum Islam berbeda sama
sekali dengan syarit dan fiqih. Maksudnya adalah pengertian hukum Islam itu
memuat pengertian syariat dan fiqih, karena hukum Islam yang difahami di
Indonesia ini terkadang dalam bentuk syariat dan terkadang dalam bentuk fiqih,
jadi seumpama seseorang mengatakan hukum Islam, harus dicari dulu kepastian
maksudnya,apakah yang berbentuk syariat atau yang berbentuk fiqih. Hal inilah
yang tidak difahami oleh sebagian besar bangsa Indonesia, termasuk sebagian
besar kaum muslim, sehingga mengakibatkan hukum Islam difahami dengan penalran
yang salah.
Hubungan antara syariat dan fiqih sangat erat dan tidak dapat dipisahkan.
Syariat adalah sumber atau landasan fiqih, sedangkan fiqih adalah pemahaman
terhadap syariat
Bahwa hukum-hukum fiqih adalah refleksi dari perkembangan dan
dinamika kehidupan masyarakat sesuai dengan situasi dan kondisi zamnnya.
5.
Ushul
fiqih
Istilah ushul fiqih sesungguhnya adalah gabungan dari kata usul dan
kata fiqih yang sudah dipaparkan di atas baik menurut istilah dan juga menurut
bahasa. Secara etimologis, fikih dimaknai “paham”, dan secara terminologis
fiqih dimaknai ilmu yang membahas hukum-hukum syarak yang bersifat praktis yang
digali dari dalil-dalil yang terperinci dari al-Qur’an dan sunnah. Sedangakn
kata usul berasal dari bahasa Arab al-ushul yakni isim jamak dari kata dasar
“al-ashl” yang mempunyai makna “poko”, “sumber”, “asal”, “dasar”, “pangkal”,
dan lain seterusnya.
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari ilmu usul fiqih ialah agar
bisa menerapkan kaidah-kaidah dari dalil-dalil syarak yang terperinci supaya
sampai kepada hukum-hukum syarak yang bersifat amali yang ditunjuk oleh dalil-dalil
itu.[5]
B.
Ruang
Lingkup Hukum Islam
1.
Pengertian
Ruang Lingkup Hukum Islam
Ruang lingkup hukum Isalam ialah objek kajian hukum Islam atau
bidang-bidang hukum yang menjadi bagian dari hukum Islam. Hukum Islam tersebut ada
dua yaitu syariat dan fiqih. Hukum Islam sangat berbeda dengan hukum Barat yang
membedakan hukum menjadi hukum privat (hukum perdata) dan hukum public. Seiring
dengan hukum adat di Indonesia, hukum Islam tidak membedakan hukum privat dan
hukum public. Pembagian bidang-bidang kajian hukum Islam lebih di fokuskan pada
bentukl kegiatan manusia dalam melakukan hubungan.
2.
Ibadah
Secara etimologis kata ibadah berasal dari bahasa Arab al-ibadah
ialah masdar dari kata kerja abada-ya’budu yang dimaknai “menyembah” atau
“mengabdi”. Sedngkan secara terminologis ibadah dimaknai dengan “perbuatan
orang mukallafyang tidak didasari hawa nafsunya dalam rangka mengagungkan
Tuhannya.
3.
Muamalah
Secara etimoligis kata Muamalah berasal dari bahasa Arab
al-mu’amalah yang berpangkal pada dasar ‘amila-ya’malu-‘amalan yang bermakna
membuat, berbuat, bekerja, atau bertindak. Sedangakn secara terminologis
muamalah berarti bagian hukum amaliah selain ibadah yang mengatur hubungan
orang-orang mukalaf antara yang satu dengan lainnya baik secara pribadi, dalam
keluarga, ataupun di masyarakat.
Dalam bidang muamalah berlaku asas umum, yaitu pada dasarnya semua
akad dan muamalah boleh dilaksanakan, kecuali ada dalil yang membatalkan dan
melarangnya.
Ruang lingkup hukum Islam dalam bidang muamlah menurut Abdul
Wahab Khallaf sebagai berikut :
a.
Hukum
Perdata (Islam) :
1.
Ahkam
al-ahwal al-syakshiyah, yang mengkaji masalah keluarga, yakni hubungan suami
istri dan antar manusia satu dengan yang lain. Jika dibandingkan dengan tata
hukum di Indonesia, maka bagian tersebut meliputi hukum perkawinan Islam dan
hukum kewarisan Islam.
2.
Al-ahkam
al-madaniyah, yang mengatur hubungan antar individu yang mengakaji jual beli,
hutang piutang, sewa-menyewa, petaruh, dan lain-lain. Hukum tersebut dalam tata
hukum Indonesia di juluki dengan hukum benda, hukum perjanjian, dan hukum
perdata khusus.
b.
Hukum
Publik (Islam) :
1.
Al-ahkam
al-jinayyah, yang menkaji pelanggaran-pelamggaran yang dilakukan oleh orang
mukalaf dan hukuman-hukuman baginya. Di Indonesia hukum ini popular dengan
hukum pidana.
2.
Ahkam
al-murafa’at, yang mengkaji masalah peradilan, saksi, dan sumpah untuk
menegakkan keadilan. Di Indonesia hukum ini lebih popular dengan hukum acara.
3.
Al-ahkam
al-dustriyyah, yang berhubungan dengan aturan hukum dan dasar-dasarnya, seperti
ketentuan antara hakim dengan yang dihakimi, menetukan hak-hak individu dan
social.
4.
Al-ahkam
al-duwaliyyah, yang berelasi dengan hubungan keuangan antara Negara Islam
dengan Negara lain dan relasi keuangan antara Negara Islam dengan Negara lain
dan relasi masyarakat non muslim dengan Negara Islam. Di Indonesia hukum ini
popular dengan sebutan hukum internasional.
5.
Al-ahkam
al-iqtishadiyyah wa al-maliyyah, yang terkait dengan hak orang miskin terhadap
harta orang kaya, dan mengatur sumber penghasilan dan sumber pengeluarannya. Maksudnya
ialah aturan relasi keuangan antara yang kaya dengan fakir miskin dan antara
Negara dengan individu.[6]
Sedangkan menurut al-ahkam
al-khuluqiyahyang mengatur norma-norma didal kehidupan social umat Islam,
sesungguhnya tidak penting bagi materi fiqih yang memfokuskan dari segi hukum,
karena orientasi akhlaq lebih ke kualitas norma-norma hukum. Adapun
bidang-bidang fiqih sebagi berikut:
1.
Fiqih
Ibadah ialah memahami dasar-dasar hukum yang berhubungan dengan pengabdian
seorang mukallaf kepada Allah sebagai Tuhan-Nya, sebagi hasil penelaahan yang
mendasar dari dalil-dalil tafsil yang ada di dalm al-Qur’an dan as-Sunnah.
2.
Fiqih
Muamalah ialah terdapat kepentinagn keuntungan material dalam prosese akad dan
kesepakatannya. Berbeda dengan fiiqh ibadah yang dilakukan semaat-mata daalm
rangka mewujudkan ketaatan kepada Allah tanpa kepentingan material. Jual beli
tidak selamanya dilakukan langsung, yaitu penyerahan uang dan penerimaan barang
dilakukan dalam satu waktu yang sama. Ada juga dengan cara pemesanan, yaitu
uang pembelian di kasihkan dahulu sementara barang belum ada, namun si pembeli
mengatakan cirri-ciri barang yang dininginkan atau dipesan.
3.
Al-ahwal
al-syakhsyiyah ialah bagian dari lingkup materi fiqih Islam, yang sejara
jelasnya mengkaji tentang ketentuan-ketentuan hukum islam terkait ikatan
keluarga dari masa terbentuknya sampai proses impilkasinya, proses harta waris,
dan terakhir menagtur hubungan kekeratan antar keluarga satu dengan yang alin.
4.
Fiqih
Siyasah ialah memahami proses hukum terkait masalah-masalah politik yang dibahas
dari dalil-dalil yang terperinci di daalm al-Qur’an dan al-Sunnah. Menkaji
perlu atau tidaknya Negara bagi umat muslim, syarat-syarat seorang pemimpin,
mekanisme pemilihan pemimpin Negara, tugas dan tanggung jawab seorang pemimpin
dan relasi pemerinath dengan rakyatnya.
5.
Hubungan
antara Fiqih Ibadah dengan yang Lainnya, maksudnya satu kelebihan dari
norma-norma hukum islam ialah bahwa ketentaun ubudiah mempunyai hikmah yang
terkait dengan aspek-aspek social, semisla pelaksanaan ibadah shalat yang
dilaksanakan secara berjama’ah, dalam aktivitas tersebut, umat Islam bisa
melakukan sosialisasi antar umat muslim satu dengan yang lain tanpa membedaakn
perbedaan.[7]
C.
Kaidah-kaidah
Fiqih yang umum (Al-Qawaid Al-Fiqhiyah Al-Ammah)
1.
Kaidah-kaidah
Khusus di Bidang Ibadah Mahdhah ialah realsi manusia dengan Tuhan-Nya, yakni
realsi yang akrab dan suci antara seoarng muslim dengan Allah swt. yang
bersifat ritual, contohnya, shalat, puasa, zaakt, haji.
Banyak kaidah
yang terkait dengan bidang fiqih ibadah mahdah sewbagi berikut:
Ø hukum asal daalm ibadah,
Ø suci adri hadas tidak ada batas waktu,
Ø percampuran ibadah wajib menyempunakannya,
Ø dalam satu jenis benda tidak wajib dua kali zakat
Ø dan lain sebagainya.
2.
Kaidah-kaidah fiqih khusu dibidang al-Ahwal
al;-syakhshiyah ialah kaidah yang khususu membahas hukum keluarga menjadi pokok
karena titik focus sumber hukum islam yakni al-Qur’an dan al-Hadis ke
permasalahan keluarga yang sangat luas dan mendalam. Hukum Islam sebagi
berikut: pernikahan, wasiat, waris, hibah di kalangan keluarga, dan terakhir
wakaf dzurri.
Kaidah-kaidah
daalm bidangnya sebagi berikut:
Ø Hukum asal pada masalah seks daalm haram,
Ø Akad nikah tidak rusak dengan rusaknya mahar,
Ø Wali yang muslim tidak boleh menikahkan wanita yang kafir
Ø Setiap anggota tubuh yang haram dilihat, maka lebih-lebih haram
pula dirabanya,
Ø Setiap perceraian karena talak atau fasakh sesudah campur, maka
wajib ‘iddah.
3.
Kaidah-kaidah
fiqih khusus di bidang muaamalah atau transaksi ialah manusia diberi kebebasan
berusaha di muka bumi ini, contohnya jual beli. Untuk mensejahterakan umat
manusia sebagi khalifah fi al-ardh harus kreatif, inofatif, kerja keras tanpan
pantang mundur.
Berikut
bidangnya:
Ø hukum asal dalam semua bentuk muamalah ialah boleh dilakukan
kecuali ada dalil yang mengharamkannya,
Ø dasar dari akad ialah keridhaan kedua belah pihak,
Ø akad yang batal tidak menjadi sah karena dibolehkan
Ø mafaat suatu benda merupakan factor pengganti kerugian,
Ø risiko itu disertai manfaat,
4.
Akidah-kaidah
fiqih yang khusus di bidang jinayah ialah hukum islam yang mengkaji tentang
aturan berbagai kejahatan dan sanksinya, membahas pelaku kejahatan dan
perbuatannya.
Kaidah-kaidahnya
sebagai berikut:
Ø Tidak ada jarimah dan tidak ada hukuman tanpa nash.
Ø Hindari hukuman had karena ada syubhat
Ø Sanksi ta’zir tergantung kepada kemaslahatan,
Ø Yang berbuat langsung bertanggung jawab kecuali disertai
kesengajaan,
Ø Tindakan jahat binatang tidak dikenai sanksi
Ø Aturan pidana itu tidak berlaku surat.
5.
Kaidah-kaidah
Fiqih yang khusus di bidang Fiqih Qadha (peradilan dan hukum acara. Lembaga
peradialn saat ini sudah berkembang lebih ajuh lagi, baik daalm bidangnya,
seperti ada Mahkamah Konstitusi, ataupun tingkatannya muali dari daerah sampai
ke Mahkamah Agung. Dalam Islam, hal tersebut sah-sah saja selama sesaui dengan
perkembangan uamt manusia.
Kaidah-kaidah dibidang
fiqih sebagi berikut:
Ø Hukum yang diputuskan oleh hakim daalm masalah-masalah ijtiahad
menghialngakn perbedaan pendapat.
Ø Membelanjakan harta atas perinath hakim seperti membelanjakannya
atas perintah pemilik.
Ø Kesalahan seorang hakim di tanggung oleh Bait al-Mal,
Ø Bukti wajib diberikan oleh penggugat dan sumpah wajib diberikan
oleh yang mengingkari.
Ø Pertanyaan itu terulang dalam jawaban,
Ø Orang yang dipercaya, perkataannya di benarkan dengan sumpah,
Ø Seseorang dituntut karena penagkuannya,
Ø Dari mana kamu dapatkan ini.
6.
Kaidah-kaidah
fiqih yang harus di bidang siyasah ialah hukum Islam yang objek kajiannya
tentang kekuasaan. Meliputi hukum tata Negara, administrasi Negara, hukum
ekonomi, dan terakhir hukum internasional.
Beberapa
kaidahnya di bidang fiqih sebagai berikut:
Ø Kebijakn seorang pemimpin terhadap rakyatnay bergantung kepada
kemaslahatan
Ø Perbuaatn khianat itu tidak terbagi-bagi
Ø Kekuasaan yang khusus lebih kuat daripada kekuasaan yang umum.
Ø Tidak diterima di negri Muslim, pernyataan tidak tahu hukum,
Ø Hukum asal dalam hubungan antarnegara adalah perdamaian,
Ø Pungutan harus disertai dengan perlindungan.[8]
C.
PENGARUH
FIQIH DAlAM MATERI LEGISLASI HUKUM ISLAM DI INDONESIA
Hukum kerap kali di juluki sebagai produk yang lahir dari dianmika
kehidupan manusia. Ubi societas ibi ius, bermakna “di mana ada masyrakat
di sana ada hukum”. Oleh seba itu, sector hukum harus selalu mengikuti irama
perkembangan masyarakat, maksudnya, di dalam masyarakat yang maju dan modern,
harus memiliki hukum yang maju dan modern pula.
1.
Deideologisasi
Islam
Berbeda dengan agama lainnya, Islam memanglrbih mementingkan
mengkaji keimanan dan kejujuran moral. Selain mengajarkan kejujuran, Islam
mengajarkan pentingnya dokumen tertulis dalam transaksi, sebagaimana yang
terdapat dalam firman Allah (QS.
Al-Baqarah ayat 282) yan artinya “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu
melakukan utang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya
dengan benar. Janganlah penulis menolak untuk menuliskannya sebagaimana Allah
telah mengajarkan kepadanya, maka hendaklah dia menuliskan. Dan hendaklah orang
yang berutang itu mendektekan, dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah,
Tuhannya, dan janganlah dia mengurangi sedikitpun daripadanya. Jika yang
berutang itu orang yang kurang akalnya atau lemah, atau tidak mampu
mendektekannya dengan benar. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi
laki-laki di antara kamu. Jika tidak ada dua orang laki-laki, maka seorang laki-laki
dan dua orang perempuan di antara orang-orang yang kamu sukai dari para saksi,
agar jika yang seorang lupa maka yang seorang lagi mengingatkannya. Dan
janganlah saksi-saksi itu menolak apabila diapnggil. Dan janganlah kamu bosan
menuliskannya, untuk batas waktunya baik kecil maupun besar. Yang demikian itu,
lebih adil di sisi Allah, lebih dapat menguatkan kesaksian, dan lebih
mendekatkan kamu kepada ketidakraguan, kecuali jika hal itu merupakan
perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi
kamu jika kamu tidak menuliskannya. Dan ambillah saksi apabila kamu berjual
beli, dan janganlah penulis dipersulit dan begitu juga saksi. Jika kamu
lakukan, maka sungguh, hal itu suatu kefasikan pada kamu. Dan bertkawalah
kepada Allah, Allah memberikan pengajaran kepadamu, dan Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu”. Selain itu mengajarkan keharusan bertindak adil sebagaimana
telah dijelaskan firman Allah di (QS. An-Nisaa’ ayat 3) yang artinya “Dan jika
kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap perempuan yatim, maka
nikahilah perempuan yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Tetapi jika kamu
khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka seorang saja, atau hamba sahaya
perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak
berbuat zalim. Peentingnya musyawarah daalm menentukan kepintangan bersama terdapat
dalam firman Allah (QS. As-Syuura ayat 38) yang artinya “Lalu dikumpulkanlah para pesihir pada waktu pada
hari yang telah ditentukan”.. perlunya budaya kritik dan perlunya system pajak
(zaka) untuk mengupayakan pemerataan. Demekian penjabaran diatas, sudah
dipraktikkan dengan sempurna sesuai kebutuhan periode, langsung oleh Rasul yang
membawakannya.
Selanjutnya, lebih dari hanya ajaran spiritual dan moral yang
bersifat subjektif dan personal, Islam sekaligus hadir dengan system social
yang objektif dan impersonal. Namun kesempurnaan Islam ini yang membuat sedikit
orang terlalu bernafsu dan tidak sadar mereduksikannya sebagai ideology. Semua
macam-macamnya dan terutama justru yang paling formal dan permukaan, cenderung
diabsolutkan. Seperti halnya, ideology bentuk formal yang serupa system social
yang rinci dengan segaal symbol dan idiom-idiomnya tersebut menjadikan batas
demarkasi, antara orang dalam dan orang luar. Masyrakat atau Negara yang secara
ortodok mengikuti sistem social yang dipercontohkan Nabi, atau setidaknya yang
disebutkan sebagai umat Islam, sedangkan yang tidak, dengan sendirinya tidak
Islami.
2.
Legislasi
Hukum Islam dan Integrasi Nasional
Menerapkan hukum Islam dalam konteks social politik Indonesia pada
saat ini selalu mengundang polemic. Polemic tersebut tidak hanya sekedar
berputar pada perkara teknis yuris belaka. Berikut adalah factor penyebab
persoalan :
Pertama, hukum Islam
hanya focus antara paradigma agama dan paradigm Negara. Namun pada saat yang
sama, hukum Islam juga menjadi bagian dari paradigm Negara yang mempunyai
sisitemnya sendiri. Hal tersebut dilakukan, supaya membuat kelompok non-Islam
tetap mengidentifikasikan dirinya dengan Negara. Yaitu sector public diurus
oleh Negara, sedangkan sector privat diberkan kepada agama.
Kedua, hukum Islam
hanya fokus pada ketegangan antara agama tu sendiri. Untuk menjaga komitmen
pada pluralitas agama itu, ketuhaanan dengan kewajiban menjalankan syariat
Islam bagi mereka pemeluknya.
Adapun untuk hukum perdata, seperti perkawinan dan harta waris,
diberikan kepada pemeluk Islam supaya tunduk pada hukum Islam.
3.
Kendala
Kultural dan Politik dalam Proses Legislasi.
Langkah pembaruan diatas ialah pembaruan melalui kebijakan legislative,
yakni dengan mengundangkan peraturan hukum yang baru. Namun, untuk waktu selama
45 tahun sejak tahun 1945, kedua produk hukum tersebut sangat sedikt. Namun,
memang bisa disadari bahwa proses kelahiran kedua undang-undang tersebut
ternyata tidak mulus. Baik kelahiran UU No. 1 Tahun 1974 ataupun UU No. 7 Tahun
1989, lama-lama di dahului oleh kontrovesi politik yang demikian panasnya
sehingga bisa menyebabkan terjadi goncangan politik yang mengganggu stabilitas
nasional.
Adapun secara internal, para pendukung Sistem Hukum Islam yakni :
a) juga belum tentu beranggapan bahwa Hukum islam adaalh system hukum yang
memang perlu kerangka daalm kajian hukum nasional, b) masih dianggap bahwa
Hukum Islam adalah system hukum yang final dan dikembangkan dengan kondisi dan
syarat baru sebagai bahan memahami tentang sisitem hukum Islam tersebut.
4.
Peranan
Hakim; Sebuah Peluang Pembaruan Hukum Islam
Sebagai profesi intelektual, semua hakim dalam melaksanakan tugas perlu
adaptasi diri dengan dunia ilmu pengetahuan. Hakim wajib bersosialisasi dalam
dunia yang sederajat dengan kaum intelektual yang biasa mengemabngkan the
profesor’s law yang sebenarnya lebih dikenal dengan kenyataan yang hidup dalam
masyarakat.
Di
Masa Rasulullah dan Khulafau Al-Rasyidin, kedua jenis hukum yang terakhir,
bersatu dalam fungsi kepemimipinan rasul dan para khalifah, ditambah para
pejabat di daerah-daerah yang berjauhan. Setelah periode Rasulullah,, contoh yang paling tegas ialah di
zaman Khalifah Umar bin Khattab. Proses penerapan dan penegakan hukum melalui
peradilan secara langsung didukung oleh kekuasaan politik yang actual. Oleh
sebabnya, model fiqih di periode umar ini kerap kali dijuluki fiqih penguasa.[9]
Seiring berjalannnya waktu,
perkembangan hukum Islam yang dianmis dan kreatif masa awal lalu berubah ke
dalam bentuk yang baru. Hukum Islam berubah statis dan kurang apresiatif
terhadap perubahan zaman di masyarakat, khususnya setelah terjadi kristalisasi
mazhab-mazhab fiqih.[10]
D.
MATERI
HUKUM ISLAM YANG MASUK DAALM LEGISLASI HUKUM NASIONAL
1.
Kontribusi
Hukum islam daalm Pembangunan Hukum Nasional
Hukum Islam ialah hukum yang bersifat universal karena bagian dari
ajaran Islam. Maksudnya huykum Islam berlaku bagi umat muslim dimana saja
berada, apa pun keadaannya. Hukum nasional ialah hukum yang berlaku untuk
bangsa tertentu di masing-masing Negara. Daalm kasus Indonesia hukum nasional
ialah hukum yang dibagun bangsa Indonesia merdeka dan berlaku untuk rakyat
Indonesia dfan para penguasa terdahulu. Hukum nasional Indonesia yakni semua
norma-norma hukum masyarakat yang bermual dari unsure-unsur hukum Islam, hukum
adat, dan hukum Barat.
Ada tuga bentuk daalm produk undang-undang yang mengkaji hukum
Islam yaitu :
1.
Hukum
Islam yang formal ataupun menggunakan corak dan pendekatan ke Islaman
2.
hukum
Isalm dalam proses taqnin diwujudkan sebagai sumber-sumber yang mengakaji
muatan hukum yang asas-asas dan prinsipnya membidangi setiap produk peraturan
dan undang-undang.
3.
Hukum
Islam yang formal dan material di bagikan secara teratur dan terperinci.
Sampai sekarang, kedudukan hukum
isalm dalam system hukum di Indonesia semakin dapat pengakuan yuridis.
Pengakuan berlakunya hukum Islam daalm bentuk peraturan dan undang-undang yang
berimplikasi kearah pranata-pranata social, culture, politik, dan hukum.[11]
Sebagai bentuk pembinaan dan
pembangunan hukum nasioanal, hukum Isalm sudah memberikan kontribusi yang
besar. Pernyataan trsebut diperkuat oleh lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1960 Tentang Pokok-[poko Agraria, jo peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977
Tentang Perwakafan Tanah milik, Undang-Undang Nomo0r Tahun 1970 Tentang
Poko-pokok Kekuasaan Kehakiman yang sudah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 35
Tahun 1999 yang sudah dirubah lagi denagn Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang perkawinanjo Peraturan Pemerinath
Nomor 9 Tahun 1975. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Bank Syari’ah jo
Peraturan Pemerinath Nomor 72 Tahun 1992 Tenatng Bank berdasarkan Prinsip Bagi
Hasil, Undang Nomor 41 tahun 2005 Tentang Wakaf dan Komplikasi Hukum Islam yang
diberalkukan berdasarkan Inpres Nomor 1 Tahun 1991 yang sekarang sedang digagas
untuk ditingakatkan menjadi hukum terapan dikalangan Peradilan Agama.
Hukum Islam sebagai tatanan hukum
yang dipedomani dan ditaati oleh mayoritas penduduk dan masyraakt Indonesia
ialah hukum yang sudah hidup daalm masyarakat, dan sebagian dari ajaran Hukum
Nasional, serta untuk bahan daalm pembinaan dan pengembangannya.[12]
2.
Hukum
Islam dalam Pembinaan Hukum Nasional
Produk pemikiran hukum islam daalm sejarah perilaku umat Islam
daalm melaksanakan hukum Islam di Indonesia, seiring pertumbuhan dan
perkembangannya yakni :
1.
Syariah
ialah jalan hidup yang wajib ditempuh oleh semua umat muslim. Syariah mengkaji
ketetapan Allah dan ketentuan Rasul-Nya, baik berupa perinatah ataupun
larangan. Meliputi semua aspek hidup dan kehidupan manusia, manusia dengan
Tuhan-Nya.
2.
Fiqih
ialah hukum Islam yang bersumber dari dalil, ayat, nash al-Qur’an dan hadis
Nabi Muhammad kemudia diamalkan kesemua manusia,
3.
Fatwa
ialah hukum Islam yang dijadikan jawaban seseorang atau lembag atas adanya
pertanyaan yang diberikan.
4.
Kepurusan
Penagdilan Agama ialah kepurusan yang dikeluarkan oleh Penagdilan Agama atas
adanya permohonan ketetapan atau gugatan yang diberiakn oleh sesorang atau
lebih dan lembaag kepadanya.
5.
Perundang-undnag
Indonesia ialah bersifat terikat menurut hukum ketatanegaraan, bahkan daya
ikatnya lebih luas seakale. Misalnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentangPerkawinan.[13]
3.
Hukum
Islam sebagai Sumber Hukum Nasional
Menjelang proklamasi kemerdekaan REpublik Indonesia, para pejuang
dan pahlawan bangsa Indinesia sudah merumuskan bentuk, dasar, dan tujuan Negara
Replik Indonesia.
Dalam proses sejarah
ketatanegraan Indonesia, konstitusi yang berlaku di negri ini mengalami
berbagai kali pergantian. UUd 1945 yang disahklan paada tnggal 18 Agustus 1945hanya
berlaku sampai tanggal 27 Desember 1949, selanjutnya berlaku Konstitusi
Republik Indonesia Serikat (KRIS) smapai tanggal 17 Agustus 1950. UUD 1945 masa
itu cuma berlaku di Negara bagian Republik Indonesia, yang wilayahnya yaitu
senagian Pulau Jawa dan Sumatra dengn Ibukota Yogyakarta.[14]
4.
Kedudukan
Hukum Islam daalm Sistem Hukum Nasional
Menurut hukum atta Negara Indonesia, pembukaan, konsiderans, bahkan
penjelasan peraturan perundangan memiliki kedudukan hukum. Pembukaan UUD ialah
rangkaian kesatuan suatu konstitusi.
Politik Hukum terliaht dari Ketetapan MPRS No. II/MPRS/1960, yang
mengatakan bahwa pensempurnaan huykum perkawinan dan hukum waris sebelumnya
memperhatikan faktor-faktor agama.[15]
Daftar Putaka
Marzuki.2013. Pengantar Studi Hukum Islam.Yogyakarta. Ombak
Mustafa dan Abdul Wahid. 2009. Hukum Islam dan Kontemporer. Jakarta.
Sinar Grafika.
Abdul halim,dkk.2006. Hukum Islam.Yogyakarta. Pustaka
Belajar
Mardami. 2010. Hukum Islam, pengantar Ilmu Hukum Islam di
Indonesia. Yogyakarta. Pustaka belajar
Taufi,dkk. 1998. Hukum islam dalam tatanan masyarakat Indonesia.Ciputat.
PT Logos Wacaan Ilmu
Dzamali Abdul.2002. Hukum Islam. Bandung. Mandar Maju
Zainuddin. 2006. Hukum Islam. Jakarta. Sinar Grafika
Ahmad Amrullah. 1996. Dimensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum
Nasional. Jakarta. Gema Insani Press
Rosyada Dede. 1996. Hukum Islam dan Pranata Sosial.Jakarta.
Raja Grafindo
Djazuli. 2011. Kaidah-kaidah Fiqih.Jakarta. Kencana Prenada
Media
Catatan:
1.
Similarity makalah ini 33%, cukup tinggi.
2.
Ada beberapa pengulangan data dalam makalah ini.
3.
Perujukan cukup minim.
4.
Tidak ada penutup
5.
Pembahasan kurang greget, tidak membangun logika penulisan yang bagus,
Bahkan, dalam pembahasa materi tidak diberikan contoh-contoh yang konkret
bagaimana materi fiqih (hukum Islam) yang masuk pada materi hukum positif.
[3] Ibid. Hal.14-16
[4] Ibid. hal. 18-20
[5] Ibid. hal25-26
[6] Ibid. hal.27-34
[7] Dede Rosyada. HukumIslamdan Pranata Sosial. (Jakarta: Raja
Grafindo Persada). 1996. Hal. 63-98
[9] Mustafa dan Abdul Wahid. Hukum Islam Kontemporer.(Jakarta:
Sinar Grafika). 2009. Hal. 125-142
[10] Abdul Hakim dkk. Hukum Islam. (Yogyakarta: Pustaak Belajar).
2006. Hal. 135
[12] Mardani. Hukum Islam,Penagntar Ilmu Hukum islam di Indonesia.
(Yogyakarta : Pustaka Belajar). 2010. Hal. 170-171
[13] Zainuddin. Hukum islam. (Jakarta: Sinar Grafika). 2006. Hal.
87-89
[14] Mustafa dan Abdul Wahid. Hukum Islam Kontemporer.(Jakarta:
Sinar Grafika). 2009. Hal.157-158
[15] Amrullah Ahmad. Dimensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional.
(Jakarta: Gema Insani Press). 1996. Hal 129-130
Luar biasa, makasih ya Jasa Pembuatan Website Toko Online serta layanan Jasa Pembuatan Website Penjualan Online dan
BalasHapusJasa Pembuatan Online Shop
Grosir Jilbab Murah - Jilbab Segi Empat Terbaru dan Jilbab Instan Terbaru serta Jasa Pembuatan Website Murah serta Buat Toko Online Murah