Mella Zita A’yuni dan Mohammad Khozinatul Asror
Mahasiswa PAI-B
Semester 3 UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Abstract
Democracy is one of discussion
that became of the topic at the moment yesterday. It took place starting in the
19th century which gave rise to the word Western people in Government. From the
appearance of the with all goals that finally is Islamic would like to try to
use them in Government. The existence of the emerged Islamic thinkers are
debating there is democracy in the
Qur’an and Hadith and are in accordance with Islamic itself. Not only that many
Islamic thinkers who where also resistant democracy up to now causing enmity
within Islamic itself. The existence of the problem in this discussion the
author tried to examine with in detail from various sources tursted about and
democracy in the quran and Hadith. The aim of this discussion well as the
knowledge to let someone not easy shipped with things that are not in
accordance of the nature of the religion of Islamic itself. The result of this
shows that the concept of democracy in Islamic namedafter deliberation.
It’sjust that the deliberations in this more extensive nature of democracy in
Govemment and society it’s just that there are Islamic thinkers as sume equal
and there is also considered different in some ways only.
Keyword: Democracy, Society, knowledge,
deliberation, and government
Abstrak
Demokrasi merupakan salah satu
pembahasan yang menjadi of the topic pada saat kemarin hingga saat ini. Hal
tersebut berlangsung dimulai pada Abad ke 19 yang dimana orang barat
memunculkan kata tersebut dalam pemerintahan. Dari munculnya tersebut maka
dengan segala tujuan yang akhirnya dalam Islam ingin mencoba mengunakannya
dalam pemerintahan. Dengan adanya tersebut maka bermuncullah para pemikir Islam
yang memperdebatkan apakah ada demokrasi dalam Al-Quran dan Hadits dan apakah
sesuai dengan Islam sendiri. Bukan hanya itu banyak para pemikir islam yang
juga anti demokrasi hingga saat ini sehingga menyebabkan permusuhan dalam Islam
sendiri. Dengan adanya permasalah tersebut maka dalam pembahasan ini penulis
mencoba mengkaji dengan secara detail dari berbagai sumber terpecaya tentang
demokrasi dalam Al-Quran dan Hadits. Tujuannya pembahsan ini juga sebagai
pengetahuan agar seseorang tidakmudah terikut dengan hal-hal yang tidak sesuai
dari hakikat agama Islam sendiri. Hasilnya dari hal tersebut menunjukkan bahwa
konsep demokrasi dalam islam dinamakan musyawarah. Hanya saja musyawarah dalam
demokrasi ini lebih sifatnya luas dalam pemerintahan dan masyarakat, hanya saja
ada pemikir islam yang menggap sama dan ada pula menganggap beda di beberapa
hal saja.
Keyword: Demokrasi, sosial, pengetahuan, pembebasan, dan pemerintahan
A.
Pendahuluan
Negara-negara
di dunia Muslim pada pertengahan abad ke-19, terdapat sentuhan industry,
komunikasi, lembaga-lembaga, dan gagasan-gagasan politik Barat terutama pada
negara-negara Eropa. Dengan adanya sentuhan antara dunia Muslim dengan Barat
maka muncullah pemikiran-pemikiran baru yang dikemukakan oleh pemikir Muslim
dan sebagian pejabat dalam mempelajari dunia Barat,teruama pada sistem politik
dan lembaga seperti demokrasi. Pada hal tersebut banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang terlontar dari
para pemikir Muslim antara lain, “apakah ada demokrasi dalam Islam?”,
“Bagaimana sikap Islam terhadap demokrasi?”, “Apakah demokrasi Barat cocok
dengan demokrasi Islam?”, dan “ Apakah Islam mendukung atau menentang
prinsip-prinsip demokrasi?”. Pertanyaan-pertanyaan tersebut mendapat tanggapan
dan reaksi dari pemikir-pemikir Muslim didunia. Ini berarti Islam dan demokrasi
masih dalam masalah yang kontroversial dalam kalangan pemikir Islam baik secara
teori maupun praktik.[1]
Pada masa sekarang, musyawarah sangat
diperlukan dalam kehidupan bekeluarga, bermasyarakat, ataupun berbangsa. Pada
saat musyawarah maka berlangsung dialog
dan komunikasi sesuai dengan prinsip-prinsip dan nilai-nilai dalam musyawarah.
Sehingga masyarakat Indonesia menganggap bahwa musyawaeah merupakan hal yang
penting. Tidak hanya dalam sistem politiknya saja, akan tetapi karakter dasar
masyarakat.
Musyawah pada Islam merupakan suatu wacana
yang sangat menarik. Hal itu dikarenakan, didalam Al-Qur’an dan Hadis terdapat
istilah dari musyawarah, sehingga dalam Islam musyawarah menjadi ajaran yang
normative dan merupakan fakta wahyu yang tersurat. Bahkan pada kehidupan
manusia musyawarah menjadi suatu hal yang mendasar. Ditengah perkembangan
kehidupan manusia di Imdonesia, musyawarah senantiasa menjadi bagian yang tidak
terpisahkan.
Dengan
adanya dinamika politik ketatanegaraan kita saat ini, diperlukan pengebangan
model demokrasi Berketuhanan yang Maha Esa. Karena itu merupakan hal yang
tepat, strategis, dan relavan.[2] Maka dalam urusan sosial
politik tidak diperbolehkan menghilangkan tradisi dari musyawarah.[3]
B.
Demokrasi dan
Musyawarah
Arti dari sebuah
demokrasi dapat dilihat dari dua sisi yaitu ditinjau dari bahasa (etimologis)
dan istilah (terminologis). Secara bahasa arti dari sebuah demokrasi berasal
dari bahasa Yunani yaitu “demos” yang berarti rakyat atau penduduk suatu
tempat dan “cratein” atau “cratos” yang berarti kekuasaan atau
kedaulatan. Jadi secara bahasa demos-cratein atau demos-cratos (demokrasi)
adalah keadaan negara dimana dalam sistem pemerintahnnya kedaulatan berada
ditangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat,
rakyat berkuasa, pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat.[4]
Sedangkan
menurut istilah, demokrasi diartikan oleh banyak ahli antara lain: pertama,
Joseph A. Schmeter mengemukakan bahwa demokrasi adalah suatu perencanaan
lembaga dasar yang digunakan dalam mendapatkan keputusan politik yang
didalamnya setiap orang dapat memiliki kekuasaan tersendiri agar mereka bisa
memperjuangkan suara rakyat. Kedua, menurut Sidney hook demokrasi
merupakan bentuk suatu pemerintahan yang didalamnya terdapat keputusan penting
dari pemerintah baik secara langsung maupun tidak langsung dan terdapat
keputusan terbanyak (mayoritas) yang diterima rakyat secara bebas. Ketiga,
menurut Phillipe C. Schimitter dan Terry Lynn mengemukakan bahwa demokrasi
yaitu suatu sistem pemerintahan yang didalamnya pemerintah harus
bertanggungjawab atas semua tindakannya di wilayah publik oleh warga negara,
yang dilakukan dengan tidak langsung yamg dilakukan dengan para wakilnya secara
komperisi dan kerjasama. Oleh karena itu demokrasi merupakan suatu sistem
pemerintahan dimana rakyat yang berkuasa penuh dalam menentukan kehidupan dan
menilai kebijakan negara. Rakyat berkuasa penuh dalam pemerintahan mengandung
tiga hal: a) government of the people ( pemerintah dari rakyat), b) government
by people (pemerintahan oleh rakyat), c) government for people
(pemerintahan untuk rakyat).[5]
Musyawarah
menurut Al-Asfahani dapat dilihat dari kata al-Tasyawur, al-Musyawarah dan
al-Masyurah, yang berarti mengemukakan pendapat dengan mengambil
pertimbangan dari orang lain. Sedangkan Ahmad Muhyiddin al-Ajuz berpendapat
bahwa musyawarah yaitu dapat menghasilkan suatu keputusan yang baik dan dapat
membuat kemaslahatan umat manusia dengan cara pertukaran pendapat.[6]
Ulama’
memiliki pandangan yang berbeda dalam menyikapi konsep demokrasi yaitu ada yang
menerima dan ada juga yang menolak. Menurut Yusuf al-Qardhawi dalam Islam demokrasi
dan musyawarah mempunyai kesamaan antara lain yaitu demokrasi memberikan bentuk
dan beberapa sistem yang praktis untuk meminta pendapat rakyat dan kebebasan
berpendapat yang mana hal tersebut juga termasuk bagian penting dalam
musyawarah.
Jika
ditelusuri kata musyawarah dan demokrasi memiliki perbedaan yang mendasar.
Konsep musyawarah telah dikenal dan diterapkan oleh seluruh umat muslim, karena
ia merupakan tuntunan yang telah diajarkan agama islam. Sedangkan konsep
demokrasi yang mencetuskan dan yang mengenalkan adalah orang barat, selain itu
demokrasi tidak diterapkan pada semua negara. Kedua istilah ini memang berbeda,
akan tetapi memiliki kesamaan diantaranya yaitu[7]:
1.
Dalam
sistem demokrasi dan musyawarah hakikatnya tidak dibatasi peraturan dan ikatan
norma hukum yaitu berupa derajat yang sama, adanya kebebasan dalam berfikir,
kebebasan memeluk agama dan adanya keadilan sosial.
2.
Dalam
musyawarah dan demokrasi rakyat memiliki hak dan kebebasan dalam memilih
wakilnya untuk menentukan kebijakan bersama dengan pemimpin yang dipilihnya.
Yang mana dalam hal ini demokrasi dan musyawarah memberikan dan membuka
kesempatan kepada rakyat untuk ikut serta membuat keputusan yang akan
disepakati.
3.
Pada dasarnya tetap tidak diperbolehkan
melakukan penyimpangan dari kemaslahatan umat pada konsep demokrasi dan
musyawarah,karena hasil dari keputusan yang telah diputuskan semuanya untuk
kepentingan bersama.
C. Sejarah Demokrasi
. Kata
atau istilah demokrasi pada mulanya tidak dikenal dalam Islam. Demokrasi mulai dikenal sejak
abad ke-5 masehi sebagai respons terhadap pengalaman buruk monarki dengan negara-negara kota Yunani
Kuno, akan tetapi ide-ide demokrasi modern baru berkembang pada abad ke-16
Masehi, yakni tentang kedaulatan rakyat dan kontrak sosial yang di perkenalkan
oleh Jean-Jacques Rousseau (1712-1778). Demokrasi ini mempunyai titik kesamaan
dengan konsep musyawarah yang dikenal dalam Islam, yaitu rakyat mempunyai hak
ikut serta dalam menentukan kebijkan yang diambil oleh negara.[8]
Musyawarah
sudah ada sejak pra Islam karena sudah menjadi tradisi secara turun-menurun.
Majlis, mala, dan nadi merupakan suatu lembaga, dewan atau badan yang ada
sebelum orang-orang Arab masuk Islam. Dalam lembaga tersebut orang-orang Arab
melakukan musyawarah dan menentukan kepala pemerintahan dengan tujuan
persoalan-persoalan yang ada dapat diselesaikan dengan baik. Kemudian Islam
mempertahankan tradisi ini, karena musyawarah merupakan sebuah fitrah manusia
sebagai makhluk yang sosial-politik. Lembaga musyawarah pra Islam yang dilandasi
dengan suku atau darah diubah oleh Islam menjadi lembaga musyawarah sebagai
institusi komunitas (ummah) yang mengutamakan prinsip hubungan iman.[9]
Ketika
nabi Muhammad hijrah ke Yastrib, demokrasi (musyawarah) semakin mendapat tempat
ditengah-tengah masyarakat karena dikota ini kesepakatan ini telah dibuat oleh
nabi Muhammad. Dan perjanjian tersebut bernama mitsaq al Madinah (konstitusi
atau piagam Madinah). Setelah dua hari nabi wafat, kebiasaan demokrasi
(musyawarah) ini tetap berjalan sampai dengan pengangkatan khalifah Abu Bakar
as-Sidiq sampai dengan sahabat-sahabat setelahnya.[10]
D.
Musyawarah dalam Al-Qur’an
Kitab suci Al-Qur’an yang membahas tentang musyawarah
dijelaskan dengan singkat dan pada umumnya hanya prinsip-prinsipnya saja. Nabi
SAW juga menjelaskan tentang musyawarah dengan petunjuk umumnya. Sehingga
mengakibatkan perbedaan pandangan antara sahabat dalam hal musyawarah. Nabi SAW
tidak menjelaskan dengan jelas tentang musyawarah, karena apabila ditetapkan
hukum musyawarah maka akan bertentangan dalam Al-Qur’an. Dalam Al-Qur’an
diperintahkan untuk memecahkan suatu masalah dengan bersama akan tetapi itu
hanya berlaku pada masa Rasulullah saja dan tidak berlaku untuk masa
setelahnya. Karena umat Muslim diberi kebebasan oleh Rasulullah dalam mengatur
urusan dunianya sendiri.[11] Hal ini terdapat dalam
hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.
أنتم أعلم بأمور دنيا كم
Artinya: Kalian lebih baik mengetahui persoalan dunia
kalian.
Dan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad,
ما كان من امر دينكم فاءلي وما من أمر دنيا كم
فأنتم أعلم به
Artinya: Yang berkaitan dengan urusan agama kalian, maka
kepadaku (rujukannya), dan yang berkaitan dengan urusan dunia kalian, maka
kalian lebih mengetahuinya.[12]
Demokrasi dan musyawarah memiliki beberapa kesamaan.
Sehingga dalam membahas konsep
Musyawarah pada Al-Qur’an tidak dapat dilepaskan dari konsep demokrasi dalam
Al-Qur’an. Dan para ulama’ menggunakan dua surat dalam menjelaskan musyawarah
yaitu surat Ali ‘Imran ayat 159 dan surat Al-Syura’ ayat 38.
Surat Ali ‘Imran ayat 159 berbunyi:
فبما
رحمة من الله لنت لهم ولو كنت فظا غليظ القلب لا نفضوا من حولك فاعف عنهم واستغفر
لهم وشاورهم في الأمر فأذا عزمت فتوكل على الله ان الله يحب المتوكلين.
Artinya: Maka disebabkan oleh rahmat dari Allah lah, engkau bersikap lemah
lembut terhadap mereka. Seandainya engkau bersikap kasar, niscaya mereka akan
menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah
ampun bagi mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan (tertentu).
Kemudian apabila engkau telah membulatkan tekat, bertakwallah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada_Nya.[13]
Pada surat Ali ‘Imran ayat 159 tersebut terdapat tiga
sifat yang harus ada sebelum musyawarah yaitu lemah lembut, tidak berlaku
kasar, dan tidak berhati keras. Pada dasarnya musyawarah memiliki lingakaran
yang terdiri dari peserta dan orang yang berpendapat.[14]
Disisi lain, memberi maaf kepada orang lain harus
disiapkan dalam bermusyawarah. Karena didalam musyawarah biasanya terjadi
perbedaan pendapat dan perkataan yang dapat menyinggung hati orang lain, jika
tidak saling memaafkan maka akan terjadi perubahan dari musyawarah menjadi
pertengkaran. Selain itu, orang yang bermusyawarah harus sadar bahwa ketajaman
dan kecerahan analisis saja tidak cukup.[15]
Sedangkan surat Al-Syura ayat 38 berbunyi:
والذين استجابوا لربهم واقامو الصلاة وامرهم
شورى بينهم ومما رزقنا هم ينفقونز
Artinya: Dan (bagi)
orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat,
sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka
menafkahkan sebagian dari rizeki yang Kami berikan kepada mereka.[16]
Dalam surat Al-Syura ayat 38 diatas terkandung makna
musyawarah. Yang pada hakikatnya musyawarah merupakan ajaran yang mulia dan
bersifat istemewa dalam Islam. Ayat tersebut turun dimekkah dan disebut surat
makkiyah. Hal ini bermakna bahwa sebelum islam ada dan sebelum hijrah ke
Madinah, masyarakat pada saat itu sudah mengenal dengan tradisi musyawarah.
Semua ini dapat dibuktikan dalam pertemuan orang-orang Quraish di Dar al-Nadwah
yang bertujuan untuk membicarakan dan menyelesaikan masalah-masalah yang
mereka hadapi. Suku-suku Arab Madinah
memiliki tempat sendiri dalam mengadakan pertemuan-pertemuan yang disebut
sebagai Saqifah Bani Saidah yang berada di Madinah. Al-Maragi pun menjelaskan
bahwa musyawarah dapat dimiliki oleh semua manusia karena musyawarah sebuah
fitrah.[17]
Di sisi lain, surat al-Syura ayat 38 menjelaskan bahwa
didalam ayat ini tidak disebutkan bentuk dan sistem dalam bermusyawarah. Tetapi
hanya disebutkan orang yang melakukan musyawarah merupakan salah satu sifat
terpuji orang mukmin dan bernilai ibadah. Dan menurut Muhammad al-Ghazali
musyawarah pertama kali tidak berasal dari Islam melainkan suatu tuntutan dari
kodrat manusia sebagai makhluk sosial.[18]
Di dalam Al-Qur’an surat yang menjelaskan musyawarah
tidak hanya pada dua surat yang disebutkan diatas, melainkan ada lagi surat
yang menjelaskan musyawarah yaitu pada surat al-Baqarah ayat 30-32 yang
berbunyi:
واذ قال ربك للملائكة اءني جاعل في لأرض خليفة
قالوا أتجعل فيها من يفسد فيها ويسفك الدماء ونحن نسبح بحمدك ونقدس لك قال اءني
أعلم ما لا تعلمون* وعلم ادم لأسماء كلها ثم عرضهم على الملا ئكة فقال أنبئوني
بأسماء هؤلاء اءن كنتم صادقين* قالوا سبحانك لا علم لنا اءلا ما علمتنا اءنك أنت
العليم الحكيمز
“30. Ingatah ketika Tuhanmu berfirmankepada para
Malaikat. “sesunguhnya aku hendak menjadikan seorang khaliah di muka bumi.”
Mereka berkata: “mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang
yang akan membuat kerusakanpadanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji engkau dan mensucikan engkau?” Tuhan
berfirman: “sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
31. Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama
(benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu
berfirman: “sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang benar
orang-orang yang benar.”
32. Mereka menjawab: “Maha suci Engkau, tidak ada yang
kami ketahui selain dari apa yang telah engkau ajarkan kepada kami;
sesungguhnya Engkaulah yang maha mengetahui lagi maha bijaksana.”
Ayat diatas menerangkan tentang musyawarah
penciptaan manusia. Hal ini merupakan petunjuk bagi keturunan Nabi Adam
tentanng pentingnya adanya musyawarah. Selain itu dalam ayat tersebut
menunjukkan bahwa Allah memuliakan malaikatnya dengan mengajak bermusyawarah
sekaligus sebagai pemberitahuan tentang penciptaan manusia. Ayat diatas
merupakan tanda bahwasannya musyawarah merupakan tradisi sosial yang pertama kali
diberlakukan oleh Allah kepada hambanya. Hal-hal yang dimusyawarhkan tidak
hanya perkara hissiyah saja melainkan hal-hal yang kasat mata. Karena
pada dasarnya musyawarah memiliki banyak manfaat yang berguna untuk
kemaslahatan umat.
E. Musyawarah dalam Hadis
a. Musyawarah itu Dapat Dipercaya
حدثنا ابن المثنى, حدثنا يحيى بن أبي بكير, حدثنا شيبان, عن
عبد الملك بن عمير, عن أبي سلمة, عن أبي هريرة, قال: قال رسول الله صلى الله عليه
وسلم: ((المستشار مؤتمن))
Artinya:
Musyawarah/ orang yang dimintai pendapat dalam musyawarah itu dapat dipercaya.
Dapat dilihat dari hadis tersebut, imam al-Qurtubi
mengambil pendapat dari ulama yang menyatakan syarat bermusyawarah yaitu orang
yang alim yang dapat menguasai ilmu agama dengan baik dan orang yang dapat
mengamalkan ilmunya, sehingga pendapatnya dapat diambil dalam bemusyawarah.
Mempunyai ilmu saja tidak cukup akan tetapi lebih baiknya mengamalkan ilmu
agama tersebut. Apabila ada orang yang berijtihad kemudian orang tersebut salah
dalam memutuskan suatu masalah maka itu tidak ada masalah. Karena orang yang
berijtihad jika memutuskan suatu masalahnya benar maka dia akan mendapat dua
pahala dan jika salah akan mendapatkan satu pahala. Sedangkan orang yang faham
dalam urusan ilmu dunia, mempunyai pengalaman dan rasa kasih sayang terhadap
orang yang meminta pendapat maka dia layak untuk dimintai suatu pendapat.[19]
Di dalam musyawarah terdapat manfaat yang banyak yang
mana manfaat itu memiliki keberkahan tersendiri yang tidak didapatkan pada
opini mandiri. Menurut Imam Qatadah, Muqatul dan al-Rabi’ musyawarah merupakan
tradisi dari bangsa Arab yang digunakan untuk mengambil suatu keputusan. Dan bangsa
Arab mengatakan apabila ada orang yang bangga dengan pendapatnya sendiri maka
ia termasuk orang yang merugi. Hasan al-Bisri dan al-Dhahhak meriwayatkan bahwasanya
allah memerintah nabi Muhammad untuk melakukan musyawarah dengan sahabatnya,
hal itu tidak dikarenakan Rasulullah membutuhkan pendapat sahabat, akan tetapi
hal tersebut dilakukan agar semua umat manusia setelah baliau wafat dapat
menjadikan musyawarah sebagai petunjuk dan teladan yang dapat diikuti.[20]
b. Musyawarah dengan Perempuan dan Istri
حدثنا قتيبة بن سعيد, حدثنا حماد بن خالد الخياط, حدثنا عبد
الله العمري, عن عبيد الله, عن القاسم, عن عائشة اءنما النساء شقائق الرجالز
Artinya:
Sesungguhnya perempuan adalah bagian dari laki-laki.
Melihat dari arti hadis diatas bahwasanya tidak ada
perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam bidang sosial dan politik,
semuanya sama. Apabila laki-laki memiliki hak dalam memilih atau dipilih rakyat
dalam sebuah pemerintahan maka perempuan pun juga memiliki hak yang sama dalam
peran suatu kepemerintahan.
Dapat ditemukan pendapat dari dalil tersebut,
bahwasanya terdapat riwayat di dalam kitab Shahih al-Bukhary yang menjelaskan
istri nabi Muhammad yang bernama Ummu Salamah dimintai pendapat oleh Rasulullah
tentang masalah-masalah yang terkait dengan kepentingan masyarakat luas. Hal
ini bermula pada kejadian perjanjian damai Hudaibiyyah, yang mana Rasulullah
berkata kepada sahabatnya; “bangunlah, kemudian potonglah rambut tersebut
setelah kalian menyembelih kurban!” Rasulullah mengatakan hal itu sebanyak tiga
kali. Tetapi tidak ada satu orang pun yang melakukan apa yang dikatakan nabi.
Kemudian Rasulullah menceritakan kejadian yang dialaminya kepada Ummu Salamah.
Lalu Ummu Salamah berkata: “wahai Rasulullah, apakah engkau ingin hal itu
terjadi? Jika ingin maka aku akan mengatakan kepada mereka apa yang sudah
engkau katakan kepadaku, agar mereka menuruti apa yang engkau katakan setelah
engkau keluar menemui mereka dan tanpa sedikitpun berbicara. Setelah Ummu
Salamah berkata kepada mereka, maka mereka langsung menyembelih kurban dan
memotong rambutnya. Kejadian tersebut menyatakan bahwa diperbolehkan meminta
pendapat wanita dalam wilayah publik.[21]
F.
Penutup
Demokrasi
dapat dilihat dari dua sisi yaitu ditinjau dari bahasa (etimologis) dan istilah
(terminologis). Secara bahasa arti dari sebuah demokrasi berasal dari bahasa
Yunani yaitu “demos” yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat dan
“cratein” atau “cratos” yang berarti kekuasaan atau kedaulatan.
Jadi secara bahasa demos-cratein atau demos-cratos (demokrasi)
adalah keadaan negara dimana dalam sistem pemerintahnnya kedaulatan berada
ditangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat,
rakyat berkuasa, pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat.[22]
Dalam islam sendiri demokrasi ini masih menjadi
pemabahasan yang bermacam-macam. Dimana ada yang berpendapat sama dengan
musyawarah dan juga ada yang tidak. Kesesuaian tersebut terjadikarena konsepnya
juga lebih mengutamakan masyarakat dan bedanya ada yang menggap karena hal
tersebut pencetusnya merupakan bukan orang muslim. Jika dilihat dari musyawarah
bahwa musyawarah tersebut terdapat dalam Al-Quran surah al-syura ayat 38,
al-baqarah ayat 30-32 dll dan hadits seperti hasdits bukhari yang dimana
didalamnya terdapat perihal musyawarah.
DAFTAR
PUSTAKA
Azra,
Azyumardi. 2003. Demokrasi, Hak Asasi
Manusia, Masyarakat Madani. Jakarta:
Pernada Media.
Al-Hasyim, Muhammad Ali. Musyawarah dalam Islam. Jurnal, hlm. 3.
Ghafur, Waryono Abdul. 2005. Tafsir Sosial. Yogyakarta: eLSAQ Press.
Ichsan
Muhammad. 2014. Demokrasi dan Syura: Perspektif Islam dan Barat. Langsa:
Vol.16 No. 1: 7.
Indirawati,
Emma. 2006. Hubungan Antara Kematangan Beragama Dengan Kecenderungan
Strategi Coping. Diponegoro: Vol. 3 No. 2: 77.
Mamang, Damrah.
2017. Islam dan Demokrasi. Jakarta: 2.
Pulungan.
J. Suyuti. 1996. Prinsip-Prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah Ditinjau dari Pandangan
Al-Qur’an. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Shihab, M. Quraish.
2007. Wawasan Al-Qur’an. Bandung: PT Mizan Pustaka.
Sumbulah,
Umi dkk. 2014. Studi Al-Qur’an dan Hadis. Malang: UIN Maliki Press.
Thaha Idris
Thaha. 2005. Demokrasi Religius. Bandung: PT. Mizan Publika.
Catatan:
Makalah ini sudah cukup bagus. Hanya saja terlalu sedikit
halamannya dan dalam sebuah pembahasan bercampur satu dengan yang lain. Setiap
kajian harus dibedakan agar pemetaannya mudah.
[1] Idris Thaha, Demokrasi
Religius, (Bandung: PT. Mizan Publika, 2005), hlm. 39.
[2] Damrah Mamang, Islam
dan Demokrasi, (Jakarta, 2017), hlm. 2.
[3] Emma Indirawati, Hubungan
Antara Kematangan Beragama Dengan Kecenderungan Strategi Coping. Vol. 3 No.
2, Diponegoro, 2006, hlm. 77.
[4] Azyumardi Azra, Demokrasi,
Hak Asasi Manusia, Masyarakat Madani, (Jakarta: Pernada Media, 2003), hlm.
110.
[5] Ibid, hlm. 110.
[7] Ibid, hlm
351.
[8] Ibid, hlm. 349.
[9] Idris Thaha, Demokrasi
Religius, (Bandung: PT. Mizan Publika, 2005), hlm. 51.
[10] Ibid, hlm. 52.
[12] Ibid, hlm.
621.
[13] Muhammad
Ichsan, Demokrasi dan Syura: Perspektif Islam dan Barat. Vol.16 No. 1.
Langsa, 2014, hlm. 7.
[17] Umi
Sumbulah dkk, Studi Al-Qur’an dan Hadis, (Malang: UIN Maliki Press,
2014), hlm.352.
[18] J. Suyuti
Pulungan, Prinsip-Prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah Ditinjau dari
Pandangan Al-Qur’an, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1996), hlm.217.
[22] Azyumardi Azra, Demokrasi,
Hak Asasi Manusia, Masyarakat Madani, (Jakarta: Pernada Media, 2003), hlm.
110.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar