Conia
Prajna Kathrine ( 16110179 )
Vivi
Nur Azizah ( 16110182 )
PAI E
2016
UIN
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Email
: coniakathrine@gmail.com
Abstrac
This article
tells about the definition of jinayat, the division of jinayat includes the
capther on the definition of murder, the basis of the law of murder the kinds of
murder, and also discuesses about the definition of qishas, qishash legal
basis, qishash terms and types, then also explains what diyat is, and also
explains kafarat, assorted. And in the next chapter also explains about
syiasah, fiqih syiasyah discuss legislation concerning the rules of
relationships between citizens with other citizens, relationships between
citizens with state institutions, and relationships between state institutions.
Abstrak
Artikel
ini menjelaskan tentang pengertian jinayat, pembagian jinayat mencakup bab
tentang definisi pembunuhan, dasar hukum pembunuhan, dan juga membahas tentang
definisi qishash, dasar hukum qishash, syarat – syarat qishas dan juga
menjelaskan tentang apa itu diyat, dan menjelaskan tentang kafarat dan bagian –
bagiannya. Dan di bab selanjutnya juga menjelaskan tentang syiasyah. Fiqih
syiasyah membicarakan perundang – undangan yang menyangkut peraturan hubungan
antar warga negara dengan warga negara lainnya, hubungan antar warga negara dengan lembaga negara.
Keyword :
Jinayat, Syiasyah
A. Pendahuluan
Jinayat ialah kejahatan terhadap badan,
harta atau kehormatan. Adapun pembagian jinayat meliputi pembunuhan didalam
pembunuhan dibagi menjadi 3 bagian yaitu pembunuhan secara sengaja, pembunuhan
seperti sengaja, pembunuhan tidak sengaja. Kemudia juga dijelaskan mengenai apa
itu qishash dan macam – macamnya, pengertian diyat, pengertian kafarat,
ketentuan hukum islamnya, dan juga macam – macamnya.
Syiasyah ialah Istilah fiqih siyasah terdiri dari dua kata, yakni fiqih dan siyasah. Agar
bisa dipahami dengan tepat, perlu dijelaskan pengertian tiap kata dari segi
bahasa dan istilah. Kata fiqih menurut bahasa berarti tahu,paham dan mengerti.
Di dalam fiqih syiasyah membicarakan perundang-undangan, yang menyangkut
peraturan hubungan antar warga negara dengan warga negara lainnya, hubungan
antar warga negara dengan lembaga negara, dan hubungan antar lembaga negara.
B.
Jinayat
Definisi dari al - jinayat adalah
bentuk jamak dari jinayah. Secara
bahasa ialah 'kejahatan terhadap
badan, harta, atau kehormatan.[1]
Kejahatan atas badan bisa jadi mewajibkan qishas dengan harta atau
kafarat.
A. Ketentuan Hukum
Pembunuhan dan Hikmahnya
1. Pengertian Pembunuhan
Dalam bahasa arab, pembunuhan disebut Al Qatl, berasal dari kata qatala
artinya mematikan. Atau suatu tindakan untuk menghilangkan nyawa
seseorang dengan cara melanggar hukum, maupun yang tidak melawan hukum.[2]
Sanksi yang di berikan kepada yang
melakukan pembunuhan dengan 3 perkara : 1) Dosa besar karena ada ayat Al -
qur'an yang menyatakan ia akan tetap di neraka jahanam ; 2) diqhishas karena
ada ayat Qishas ; 3) terhalang menerima warisan karena ada hadis "orang
yang membunuh tidak mendapat waris apapun".
2. Dasar Hukum Pembunuhan
a. Al qur'an
Kejahatan terhadap nyawa yaitu pembunuhan
yang memang di sengaja untuk menghilangkan nyawa di jelaskan dalam Al- Qur'an
ولا تََقْتُلواْ االنفس التى حرّ م الله
الابالحقِ و من قُتلَ مظلو ماً فقد جعلنا لو لِيّه سلطناً فلا يسر فِ فى القتلِ
اِنّه كان منصو رًا
"Dan janganlah kamu membunuh orang yang diharamkan Allah (
membunuhnya ), kecuali dengan sesuatu ( alasan ) yang benar. Dan barang siapa
dibunuh secara dhalim, maka sungguh kami telah memberi kekuasaan kepada
walinya, tetapi janganlah walinya itu melampaui batas dalam pembunuhan.
Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan". [ QS. AL Isro' (17) : 33 ]
Dalam islam, pembunuhan merupakan salah
satu perbuatan yang dilarang oleh syara'. Bahkan di dalam islam membunuh satu
orang sudah dianggap membunuh semua orang, dan menyelamatkan hidup seseorang
seolah - olah menyelamatkan hidup semua umat manusia.[3]
b. Hadits
لا يَحلُّ قتل ا مْرِ
ىٍ مسلمٍ الا با حد ى ثلا ثٍ كفرٍ بعد ا يما نٍ وَزناً بعد ا حصانٍ وقتلِ نفسٍ
بغيرِ حقّ ظلماً وعدواناً
"Tidak halal membunuh seseorang muslim kecuali satu dari tiga hal: kufur sesudah beriman, berzinah
setelah berkeluarga, dan membunuh seseorang yang benar karena semata berbuar
dhalim dab permusuhan ". ( HR. Muslim )
3. Macam
- macam Pembunuhan
a. Pembunuhan yang di
sengaja Qathul 'Amad [قَتلُ العَمْد]
Pembunuhan yang di sengaja adalah pembunuhan yang dilakukan oleh
seseorang dengan alat yang lazim untuk membunuh, atau alat yang bisa membunuh,
baik dengan anggota badan orang yang membunuh, maupun tanpa menggunakan alat.
Pembunuhan jenis ini biasanya terencana.[4]
Pembunuhan dengan sengaja memiliki
sembilan bentuk yang bisa dikenali dengan pengamatan, penelitian, dan
pengambilan kesimpulan :
1. Melukai menggunakan apa - apa yang memiliki
tingkat bahaya bagi badan, contohnya seperti pisau, garpu, dan lain - lain yang
memiliki ketajaman.[5]
2. Membunuh dengan benda yang memiliki berat,
contohnya seperti batu dan sejenisnya. Membunuh dengan benda berat misalnya,
menimpakkan tembok kepada korban, atau menabraknya dengan mobil, atau dengan
menjatuhkannya dari tempat yang tinggi hingga mengakibatkan kematian.
3. Melempar korban ke arah binatang buas,
contohnya seperti harimau atau ular.
4. Melemparkan korban ke api atau air yang
menenggelamkannya dan tidak mungkinkan bisa selamat dari keduanya.
5. Mencekik korban dengan tali dan sejenisnya,
atau menyekap mulut dan hidungnya hingga korban meninggal dunia.
6. Menyekap dan tidak memberi korban makan dan
minum karena tindakan itu korban meninggal dunia, dan sengaja tidak memenuhi segala
permintaan korban karena tujuaannya adalah membunuh korban dengan terencana.
7. Membunuh dengan sihir yang pada umumnya
mengakibatkan kematian korban.
8. Meminumkan racun yang tidak diketahui oleh
korban atau dengan cara mencampurkannya ke dalam makanan yang di santapnya.
9. Disaksikan oleh para saksi sehingga orang
yang disaksikan itu wajib dibunuh, seperti, pada peristiwa perzinaan, atau
murtad, atau pembunuhan. Maka, ia lantas di bunuh. Kemudian, para saksi itu
menarik persaksiaannya dan mereka mengatakan, "Kami sengaja
membunuhnya." Maka, mereka ini harus dibunuh pula karena mereka sampai
kepada tujuan membunuhnya dengan apa - apa yang pada umumnya mengakibatkan
kematian orang.
b. Pembunuhan seperti sengaja Qatlul
syibhul 'amad [ قتلُ شبه العَمْد
Pembunuhan seperti sengaja adalah pembunuhan yang dilakukan oleh
seseorang dengan alat yang menurut perkiraan tidak akan menyebabkan kematian,
dan orang yang membunuhnya tidak bermaksud membunuh orang lain.[6]
Pembunuhan tidak sengaja ialah perbuatan
terhadap diri seseorang dengan alat atau sesuatu yang biasanya tidak mematikan.
Tetapi seseorang itu mati karena perbuatan atau tindakannya. Contoh orang
memukul orang lain dengan sapu kemudian orang yang di pukul mati.
Pembunuhan tidak sengaja tidak terkena
hukuman qishash tetapu pembunuhnya harus membayar diyat besar, sebagaimana
diyat bagi pembunuh sengaja yang dimaafkan ahli waris terbunuh. Diyat itu boleh
di bayar selama 3 tahun dengan angsuran 1/3 setiap tahunnya.
c. Pembunuhan yang tidak sengaja Qatlul Khataa' [ قتلُ الخطى ]
Pembunuhan yang tidak disengaja adalah yaitu pembunuhan yang tidak ada unsur perbuatan yang tidak ditujukan kepada seseorang tetapi seseorang mati karena perbuatannya.
Misalanya orang melempar batu ke hutan tiba - tiba orang itu mati terkena batu
tersebut.[7]
Pembunuhan dengan tidak sengaja ada dua macam :
1.
Mewajibkan kafarat atas pembunuhan dan
diyat untuk para kerabat yang terbunuh. Yaitu, pembunuhan atas seorang mukmin
dengan tidak disengaja dan bukan di tengah - tengah barisan orang - orang
kafir. Sedangkan orang yang terbunuh itu dari suatu kaum yang antara mereka dan
kita sudah ada suatu perjanjian.
2. Pembunuhan yang mewajibkan diyat saja. Yaitu,
membunuh seorang mukmin yang sedang berada di tengah - tengah barisan orang -
orang kafir yang dikira oleh si pembunuh itu sebagai orang kafir.
Imam Asy - Syaukani Rahimahullah dalam kitab tasirnya yang
berjudul Fathul Qadir berkata :
فَاِن كاَنَ منْ قوْمٍ عَدُوّلكمْ وهوَ مؤْمنٌ
فَتَحرِيرُ رَقبةٍمؤْمنة
"Jika ia ( si
terbunuh ) dari kaun yang memusuhimu, padahal ia mukmin, ( hendaklah si
pembunuh) memerdekakan hamba sahaya yang mukmin. ( An - Nisa:92 )
4. Hikmah Larangan Pembunuhan
a. Manusia tidak berbuat semena - mena
terhadap harga diri manusia, sebaliknya ia akan menghargai keberadaan manusia.
b. Manusia akan menenpatkan manusia yang lain
dalam kedudukan yang tinggi baik di mata hukum maupun di hadapan Allah SWT.
c. Menjaga dan menyelamatkan jiwa manusia.
B. Ketentuan hukum Islam tentang Qishas dan
hikmahnya
1.
Pengertian
Kata qishash
berasal dari bahasa Arab yang berarti mencari jejak. Qishash adalah
hukuman balasan yang seimbang bagi pelaku pembunuhan atau perusakan anggota
tubuh seseorang, yang dilakukan dengan secara sengaja. [8]
Menurut Al - Fayumi,
kata qishas lebih sering dimaknai dengan menghukum pembunuh dengan
membunuh, memotong tangan orang yang memotong tangan. Prof. Dr. Shalih bin
Fauzan mendefinisikan perbuatan ( pembalasan ) korban atau walinya terhadap
pelaku kejahatan sama atau seperti perbuatan pelaku tadi.
Adapun yang berhak
melakukannya adalah yang memiliki hak, yaitu para wali korban, dengan syarat
mampu melakukan qishas dengan baik sesuai syariat. Apabila tidak mampu,
maka diserahkan kepada pemerintah atau wakilnya.
2.
Dasar Hukum Qishash
a.
Al - Qur'an
Sebagai
salah satu perbuatan yang melanggar hukum, pembunuhan dalam hukum Islam wajib
di qishas, yaitu bila perbuatan tersebut disengaja dalam arti seseorang dalam
keadaan sadar dan ada niat untuk membunuh ataupun melakukan kejahatan yang
dapat menimbulkan kematian.
ياَيهاَالَّزِينَ
ءَامنواكتِبَ عَلَيكمْ القِصاَصِ فىِ القَتْلِ الحُرُّ باِالحُرِّ والعَبْدُ
بالعَبْدِ والانثىَ بالانثىَ فَمنْ عفىَ
لهُ من اجيهِ شيءٌ فاتِّباَعُ باِ المعر وفِ وَاَداءٌاِليهِ باِحسنٍ ذَلكَ تحفيفُ
مِّن رّبّكمْ ورحمةٌ فمنِ اعتد ى بعدََ
ذَلك فلهُ عزَابٌ اَليمُ
"Hai orang - orang yang beriman, diwajibkan
atas kamu qishaash berkenaan dengan orang - orang yanh dibunuh; orang merdeka
dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka
Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang
mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah ( yang diberi ma'af
) membayar ( diat ) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik ( pula ).
Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari tuhan kamu dan suatu rahmat .
Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat
pedih". [ Qs. Al Baqarah (2) ; 178 ]
b. Hadist
كلّ ذنبِ عسى الله انْ
يغفره الا الرّ جُل يموْ ت مشر ك او الرّجُلَ يقْتل مؤمنا متعمّدًا
"Setiap dosa ada
harapan Allah akan mengampuninya,
kecuali seorang
laki
- laki
yang mati dalam keadaan syirik
atau seseorang membunuh seorang
mukmin dengan sengaja" ( HR. Abu Dawud )
3. Syarat Qishash
a. Pembunuh sudah baligh dan berakal sehat.
b. Pembunuh bukan orang tua yang dibunuh.
c. Jenis pembunuhan adalah pembunuhan yang di
sengaja.
d . Orang yang terbunuh terpelihara darahnya,
maksudnya ialah bukan orang jahat
e. Orang yang dibunuh sama derajatnya,
misalnya Islam dengan Islam, merdeka dengan orang merdeka
f. Qishash dilakukan pada hal yang sama
misalnya, jiwa dengan jiwa, mata dengan mata, telinga dengan telinga.
4. Jenis Qishash
A. Qishash Jiwa
Adalah hukuk bunuh bagi tindak pidana pembunuhan.
Adapun cara yang dilakukan tidak boleh melampaui batas kewajaran, dan terhadap
wanita hamil hendaknya menunggu sampai yang bersangkutan melahirkan.[9]
B.
Qishash Anggota Tubuh
Adalah hukum qishash
atau tindak pidana melukai, merusak anggota badan, atau menghilangkan manfaat
anggota badan.
وَ كتَبنا عليهمْ فيهاَ
اَن النّفسَ باِالنفسِ والعَينَ باِالعَينِ والانْفَ باِلانفِ وَلاذُنَ باِلاذُنِ
وَالسّنَّ باالسِّنِ
5. Qishash dalam Masalah
Pelukaan
( Qisas Dunan Nafs )
Hukum qisas juga diberlakukan terhadap
kejahatan non - pembunuhan, yang dalam istilah fuqaha disebut qisas
dunan nafsi. Qisas jenis ini diberlakukan pada kasus melukai orang dengan
sengaja. Dan sudah dijelaskan dalam surat al - Maidah ayat 45. Setiap orang
yang dengan sengaja melukai orang lain maka balasannya adalah dilukai secara
sepadan dengan apa yang telah dilakukannya.[10]
Fuqaha membagi kejahatan non - jiwa dalam dua macam,
yaitu qishash terhadap anggota
tubuh dan qishash terhadap luka - luka. Qisas terhadap anggota tubuh dilakukan
apabila orang tersebut membuat cacat dan menghilangkan manfaat dari anggota
tubuh contohnya seperti tangan, kaki, dan lain - lain. Persyaratan untuk
anggota tubuh yang di qishash ialah anggota yang memiliki persendian, sedangkan
yang tidak memiliki persendian tidak dapat melakukan qishash.
6.
Hikmah Qishash
a. Memberikan
pelajaran kepada manusia untuk tidak melakukan kejahatan, ataupun mempermainkan
nyawa manusia.
b.
Dengan adanya hukuman qishash maka manusia akan merasa takut berbuat jahat pada
orang lain, terutama penganiyaan tubuh dan jiwa manusia.
c.
Hukum qishash dapat melindungi jiwa dan raga
C. Diyat ( denda )
Yang dimaksud
dengan diyat ialah " denda pengganti jiwa yang tidak berlaku atau
tidak dilakukan padanya hukum bunuh". Diyat ada dua macam: (1)
denda berat, (2) denda ringan.[11]
1. Denda berat, yaitu seratus ekor unta, dengan perincian: 30
ekor unta betina umur tiga masuk empat tahun, 30 ekor unta betina umur empat
masuk lima tahun, 40 ekor unta betina yang sudah bunting.
Diwajibkannya denda berat karena :
a. Sebagai ganti hukum bunuh ( qishas ) yang di
manfaatkan pada pembunuhan yang betul -
betul disengaja. Denda ini wajib dibayar tunai oleh yang membunuh
sendiri.[12]
Sabda Rasulullah SAW :
مَن قَتلَ متعمِّدًا دُفع اِلى اَولياءِ المَقتول فاِن
شاَءُوْا قتلوُا وَاِن شاَءُوااَخزُ واالدّ يةوهيَ ثلاثون حِقّةً و ثلاثون
جَزَعةًواَرْبعونَ خلفةً
"Barang siapa membunuh orang dengan sengaja, ia diserahkan
kepada keluarganya yang terbunuh. Mereka boleh membunuhnya atau menarik denda,
yaitu 30 ekor unta betina umur tiga masuk empat tahun, 30 ekor unta betina umur
empat masuk 5 tahun, 40 ekor unya betina yanh sudah bunting." ( RIWAYAT TIRMIDZI )
b. melakukan pembunuhan "seperti sengaja". Denda ini wajib
dibayar oleh keluarganya, diangsur dalam waktu tiga tahun, tiap - tiap akhir
tahun wajib membayar sepertiganya.
2. Denda ringan, banyaknya
seratus ekor unta juga, tetapi dibagi lima bagian : 20 ekor unta betina umur
satu masuk dua tahun, 20 ekor unta betina umur dua masuk tiga tahun, 20 ekor
unta jantan umur dua masuk tiga tahun, 20 ekor unta betina umur tiga masuk
empat tahun, 20 ekor unta betina umur empat masuk 5 tahun. Denda ini wajib
dibayar oleh keluarga yang membunuh dalam jangka 3 tahun, tiap - tiap akhir
tahun di bayar sepertiganya.[13]
Jika denda tidak dapat dibayar dengan unta, wajib di bayar dengan uang
sejumlah harga unta tersebut. Ini pendapat sebagian ulama. Pendapat ulama yang
lain, kita boleh membayar dengan uang sebanyak 12.000 dirham ( kira - kira
sekitar 37,44 kg perak ). Kalau denda itu masuk bagian denda berat, ditambah
sepertiganya.
Ringannya denda dibagi dari tiga
segi :
1. Jumlahnya yang bagi lima.
2. Diwajibkan atas keluarga yang
bersangkutan.
3. Diberi waktu selama tiga tahun.
Beratnya denda dibagi dari tiga
segi :
1. Jumlah denda hanya dibagi tiga,
sedangkan tingkat umurnya lebih besar.
2. Denda diwajibkan atas yang
membunuh itu sendiri.
3. Denda wajib di bayar secara
langsung ( tunai ).
Sudah dijelaskan tadi bahwa denda
karena "ketidaksengajaan semata - mata" adalah denda ringan. Denda
ini bisa di bilang denda berat dari satu
sisi yaitu keadaannya dengan salah satu dari tiga, dan sebab di bawah ini :
1. Apabila terjadi pembunuhan di
tanah haram Mekkah.
2. Apabila terjadi pembunuhan pada
bulan haram ( bulan Zulkaidah, Zulhijah, Muharram dan Rajab ).
3. Apabila yang terbunuh itu
mahram dari yang membunuh.
Disempurnakan diyat sebagai diyat
membunuh orang apabila terpotong anggota - anggota berikut ini atau melenyapkan
manfaatnya, yaitu : Dua telapak tangan, dua kaki, hidung, dua telinga, dua
mata, lidah, dua bibir, kemaluan, dua pelir, membisukan, membutakan,
menghilangkan pendengaran, menghilangkan penciuman, dan menghilangkan akal.[14]
Rasulullah SAW telah berkirim surat kepada
penduduk Yaman. Diantara beberapa hukum yang beliau terangkan dalam surat
beliau itu ialah :
وَاِنَّ فىِ
الانفِ اِذَا اُوْعبَ جرْعه الرّ يةُ وَفى اللِّسانِ الرِّ يةُوَفىِ الشفتينِ
الدِّ يةُ وَفى البيضتينِ الدّ يةُ وَفى الزَّ كرِ الدِّ ية ُ وفى العَينَينِ الدِّ يةُ وفى الرِّ جلِ
الوَا حدَةِ نصفُ الدِّ ية
"Sesungguhnya hidung apabila dipotong seluruhnya dendanya satu diyat
penuh, lidah satu diyat penuh, dua bibir satu diyat penuh, dua bibir satu diyat
penuh, dua buah pelir satu diyat penuh, kemaluan ( penis ) satu diyat penuh,
dan kedua biji mata satu diyat penuh. Mengenai kaki yang satunya adalah
setengah diyat." ( RIWAYAT NASAI )
1.
Dakwaan pembunuhan dengan tidak ada saksi
Misalnya ada seseorang terbunuh, tetapi tidak diketahui siapa yang
membunuhnya, saksi pun juga tidak ada. Keluarganya mendakwa seseorang,
sedangkan dakwaannya itu disertai dengan qarinah ( tanda - tanda ) yang
kuat, sampai menimbulkan sangkaan boleh jadi dakwaannya itu benar. Untuk
menguatkan dakwanya itu di muka hakim, dia boleh bersumpah lima puluh kali.
Sesudah bersumpah dia berhak mengambil diyat ( denda ). Tetapi kalau
tidak ada tanda - tanda yang kuat, maka orang terdakwa itu berhak bersumpah.
Hal itu menurut aturan dakwaan yang tidak bersaksi. Adapun dakwaan yang lain
dari membunuh, tidak dapat dengan sumpah, tetapi mesti ada saksi. [15]
2.
Diyat Selain Pembunuhan
a. Dapat
mencegah kejahatan terhadap raga manusia.
b. Diyat menjadi obat pelipur lara bagi
keluarga korban
c. Timbulnya ketenangan dan ketentraman dalam
kehidupan masyarakat.
d. Mendidik jiwa pemaaf, bagi keluarga korban
maupun pelaksana diyat.
D. Ketentuan hukum Islam tentang Kafarat dan
Hikmahnya
1. Pengertian Kafarat
Berasal dari kata
dasar kafara yakni menutupi sesuatu. Artinya adalah denda yang
wajib ditunaikan yang disebabkan oleh suatu perbuatan dosa, yang tujuannya
menutup dosa tersebut sehingga tidak ada lagi pengaruh dosa yang diperbuat
tersebut, baik di dunia ataupun di akhirat. Kafarat adalah pengganti
dengan melakukan perbuatan - perbuatan yang telah ditentukan oleh syari'at
Islam karena melakukan kesalahan atau pelanggaran yang diharamkan Allah SWT.[16]
2.
Macam - macam Kafarat
a. Kifarat karena pembunuhan
Kifarat karena
pembunuhan adalah memerdekakan budak, puasa 2 bulan berturut - turut, bagi
setiap pembunuh baik sengaja, atau tidak sengaja, terlebih dahulu harus
kifarat.
b.
Kifarat melanggar sumpah
Kifarat melanggar
sumpah adalah memberi makan 10 orang miskin atau memberi pakaian, memerdekakan
hamba sahaya, atau puasa tiga hari.
c.
Kifarat karena membunuh binatang pada waktu melaksanakan ihram
Kifarat karena membunuh binatang pada waktu
melaksanakan ihram adalah memberi makan orang miskin atau bisa juga dengan
berpuasa.
d. Kifarat zihar
Kifarat Zihar adalah menyerupakan istri dengan ibunya ( ibu
suami ), maka suami wajib membayar kifarat yang ditunaikan sebelum menggauli
istrinya. Kifaratnya ialah memerdekakan hamba sahaya, atau berpuasa dua bulan
berturut - turut, atau jika tidak mampu bisa digantikan dengan memberikan makan
kepada 60 orang miskin.[17]
e. Kifarat
karena melakukan hubungan suami istri di bulan Ramadhan
Kifarat karena
melakukan hubungan suami istri pada siang hari di bulan ramdhan, kifaratnya
ialah sama dengan kifarat zihar ditambah dengan qadha puasa pada hari itu.
f. Kifarat ila
Kifarat ila adalah
suami bersumpah tidak akan menggauli istrinya selama masa tertentu, kifaratnya
sama dengan melanggar sumpah.
g. Kifarat akibat pembunuhan
Kifarat akibat
pembunuhan adalah memerdekakan hamba yang Islam atau di wajib puasa dua bulan
secara berturut - turut.
3. Hikmah
a. Manusia benar -
benar jera dan menyesali atas perbuatan yang pernah dilakukan.
b. Agar
manusia lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT.
c.
Memberikan ketenangan kepada pembunuh karena
merasa yakin bahwa dengan dipenuhinya
semua tuntutan agama akibat kejahatannya, tobatnya diterima Allah SWT.
A.
PENGERTIAN FIQIH SIYASAH
Al-Qur’an
secara keseluruhan tidak menetapkan negara dan cara bernegara secara lengkap
dan jelas, tetapi ide dasar tentang hidup bernegara dan pemerintahan dibahas
dalam Al-Qur’an. Dari ide dasar itulah, fiqih siyasah dikembangkan menjadi
sebuah bidang pengetahuan yang membicarakan politik dan bernegara (hukum tata
negara).
Istilah
fiqih siyasah terdiri dari dua kata,
yakni fiqih dan siyasah. Agar bisa dipahami dengan tepat, perlu dijelaskan
pengertian tiap kata dari segi bahasa dan istilah. Kata fiqih menurut bahasa
berarti tahu,paham dan mengerti. Sedangkan fiqih menurut istilah pengetahuan
mengenai hukum agama islam yang bersumber dari Al-Qur’an fan As-Sunnah yang
disusun oleh mujtahid dengan jalan penalaran dan ijtihad. Dengan kata lain,
fiqih adalah ilmu pengetahuan mengenai hukum islam. Untuk memahami fiqih
siyasah maka makna fiqih dan siyasah terlebih dahulu harus dipisahkan, sehingga
perbedaannya jelas. Fiqih didasarkan pada ciri-ciri identik dengan syari’ah .
oleh karena itu, fiqih siyasah yang dimaksudkan adalah sama dengan istilah
siyasah syar’iyah.
Fiqih
siyasah membicarakan peeundang-undangan, yang menyangkut peraturan hubungan
antar warga negara dengan warga negara lainnya, hubungan antar warga negara
dengan lembaga negara, dan hubungan antar lembaga negara.[18]
- Pengertian Harfiyah
Al-siyasah
berasal dari kata:
ساس يسوي سياسة = دبر يدبر تدبيرا
“Mengatur, mengendalikan, mengurus atau membuat keputusan.”
ساس القوم = دبرهم وتولى أمرهم
“mengatur
kaum; memerintah dan memimpinnya.”
Maka
dari itu, berdasarkan pengertian harfiyah, kata as siyasah berarti: pemerintahan,
pengambilan keputusa, pembuatan kebijakan, pengurusan, pengawasan, perekayasaan
dan arti-arti lainnya. Berkenaan dengan hal yang sama salah satu hadist
menyatakan:
عن ابي هريرة عن النبي قال :
كانت بنوا إسرائيل تسوسهم
الأنبياء
“Dari Abu Hurairah, telah bersabda Nabi SAW., Bani Israil
dikendalikan oleh Nabi-Nabi mereka.”
Secara
tersirat, dalam pengertian al-siyasah, terkandung dua dimensi yang berkaitan
satu sama lain: (1) “tujuan” yang hendak dicapai melalui proses pengendalian:
(2) “cara” pengendalian menuju tujuan tersebut. Oleh karena itu, al-siyasah pun
diartikan:
والسياسة القيام على شيء بما يصلحه
“Memimpin sesuatu dengan cara yang membawa kemaslahatan”.
- Pengertian istilah
Menurut
Ahmad fathi Bahatsi, istilah siyasah adalah :
3. تدبير مصالح
العباد وقف على الشرع.
Artinya
:
“Pengurusan
kemaslahtan umat manusia sesuai dengan syara.”
Ibn
‘aqil, sebagaimana dikutip Ibn al-qayyim mentakrifkan:
“siyasah adalah segala perbuatan
yang membawa manusia lebih dekat kepada kemaslahatan dan lebih jauh dari
kemadaratan, sekalipun rasulullah tidak menetapkannya dan bahkan Allah SWT.
Tidak menentukannya.”[19]
Secara
terminologis, dalam Lisan Al-‘Arab, siyasat diartikan mengatur atau memimpin sesuatu
dengan cara yang membawa kemaslahatan. Adapun didalam Al-Munjid
disebutkan, siyasah adalah membangun kemaslahatan manusia dengan membimbing
mereka kejalan yang menyelamatkan. Siyasah adalah ilmu pemerintahan untuk
mengendalikan tugas (politik) dalam negeri dan luar negeri serta
kemasyarakatan, yakni mengatur kehidupan umum atas dasar keadilan fan
istiqamah.
Adapun
menurut terminologi ulama, fikih siyasah adalah :
1. Menurut Ibnu Qoyyim
Siyasah adalah suatu perbuatan yang membawa manusia
dekat dengan kemaslahatan dan terhindar dari kerusakan walaupun Rasulullah
tidak menetapkanya dan Allah tidak mewahyukanya.
2. Menurut Abdul Wahab Khallaf
Siyasah didefinisikan sebagai undang-undang yang
diletakkan untuk memelihara ketertiban
dan kemaslahatan. Dari pengertian tersebut, pada prinsipnya siyasah berkaitan
dengan mengatur dan mengurus manusis dalam hidup bermasyarakat dan bernegara
dengan membimbing mereka pada kemaslahatan dan menjauhkan diri dari
kemadaratan. Abdul Wahab Khallaf menyatakan bahwa siyasah adalah pengolahan
masalah umum bagi negara beenuansa islam yang menjamin terealisasinya
kemaslahatan dan terhindar dari kemudaratan dengan tidak melanggar ketentuan
syari’at dan prinsip-prinsip syari’at yang umum meskipun tidak sesuai dengan
pendapat-pendapat para imam mujtahid. Yang dimaksud dengan masalah umum bagi
negara, menurut Khallaf ialah setiap urusan yang memerlukan pengaturan, bak
mengenai perundang-undangan negara, kebijakan dalam harta benda dan keuangan,
penetapan hukum, peradilan, kebijaksanaan pelaksanaannya maupun mengenai urusan
dalam dan luar negeri.
Dari pengertian
diatas, dapat disimpulkan bahwa siyasah mengandung beberapa pengertian, yaitu:
1. Pengaturan kehidupan bermasyarakat
2. Pengendalian hidup bernegara
3. Penciptaan kemaslahatan hidup manusia
dalam kehidupan bernegara
4. Perumusan perundang-undangan yang
bertujuan mengendalikan kehidupan warga negara[20]
B. OBJEK KAJIAN FIKIH SIYASAH
Objek
fiqih siyasah adalah membuat peraturan dan perundang-undangan yang dibutuhkan
untuk mengurus Negara sesuai dengan pokok- pokok ajaran agama. Realisasinya
untuk tujuan kemaslahatan manusia dan untuk memenuhi kebutuhannya. Objek kajian
fiqih siyasah berkaitan dengan “Pekerjaan mukallaf dan segala urusan
pentadbiran,mengingat persesuaian pentadbiran itu dengan jiwa syari’ah, yang
tidak diperoleh dalilnya yang khusus dan tidak berlawanan dengan suatu
nash-nash yang merupakan syari’ah ‘amah yang tetap.[21]
Mengenai
pembidangan fiqih siyasah di kalangan pakar fiqih siyasah terjadi perbedaan
pendapat:
1) Menurut Abdul Wahab Khallaf, kajian
fiqih siyasah ada tiga yakni:
·
Siyasah
dusturiyyah
·
Siyasah
maliyyah
·
Siyasah
kharijinyyah
2) Menurut Abdurrahman Taj, fiqih siyasah
dibagi tujuh macam, yaitu:
·
Siyasah
dusturiyyah yang membahas tentang undang-undang dasar suatu Negara, yang isinya
membahas bentuk pemerintahan, lembaga-lembaga Negara, dan hak serta kewajiban
warga Negara.
·
Siyasah
tasyri’riyyah membahas tentang proses penyusunan dan penetapan segala bentuk
peraturan yang berfungsi sebagai instrumen dalam mengatur dan mengelola seluruh
kepentingan masyarakat.
·
Siyasah
qadha’iyyah membahas tentang peradilan atas pelanggaran peraturan hukum dan
perundang-undangan yang telah dibuat dan ditetapkan oleh lembaga legislative.
·
Siyasah
maliyyah membahas tentang sumber keuangan Negara dan tata cara pengelolahan dan
pendistribusian harta kekayaan Negara.
·
Siyasah
idariyyah membahas soal administrasi negara.
·
Siyasah
tanfidziyyah membahas
·
Siyasah
kharijiyyah[22]
Adapun
objek kajian fikih siyasah yang berlaku secara formal sebagai kajian ilmiah,
maka fikih siyasah terbagi menjadi 3 bagian, yaitu :
1.
Siyasah
Dusturiyah
Mempelajari hubungan antara pemimpin disatu pihak
dan rakyat di pihak lain, serta kelembagaan-kelembagaan yang terdapat dalam
masyarakat. Dalam siyasah Dusturiyah, dikaji secara mendalam hal hal yang
berhubungan dengan perwakilan rakyat, hubungan orang muslim dengan non muslim
dalam suatu pemerintahan dan Negara, partai politik, pemilihan umum, dan sistem
pemerintahan yang di anut suatu Negara tertentu.
2. Siyasah Dauliyah
Kajian yang mencakup kenegaraan dengan segala
aspeknya. Didalamnya membahas kajian kenegeraan lebih luas, karena berkaitan
dengan hak-hak dan kewajiban Negara atas kehidupan rakyatnya, hubungan
diplomatik antar Negara, kerja sama regional dan internasional Negara-negara di
dunia, tentang peperangan, perdamaian, dan berbegai pranata social politik yang
lebih luas.
3. Siyasah Maliyah
Yang mengatur tentang pemasukan, pengelolaan dan
pengeluaran uang milik Negara. Menurut A. jazuli siyasah Maliyah membicarakan
bagaiamana cara-cara kebijakan yang diambil dalam rangka pengaturan yang
diorientasikan terhadap kemaslahatan rakyat. Hal ini karena dalam siyasah Maliyah
ada hubungan antara tiga faktir yaitu rakyat, harta, dan pemerintahan atau
kekuasaan.
C. METODE MEMPELAJARI FIKIH SIYASAH
Fikih
Siyasah adalah suatu ilmu otonom sekalipun termasuk bagian dari ilmu fiqih.
Bahasan ilmu fiqih mencakup individu, masyarakat, dan Negara. Meliputi
bidang-bidang ibadah, muamalah, kekeluargaan, perikatan, kekayaan, warisan,
criminal, peradialan, cara pembuktian, kenegaraan dan hukum-hukum
internasional, sepeti perang, damai. Fiqih Siyasah mengkhususkan diri pada
bidang muamalah dengan spesialisasi segala ihwal dan seluk-beluk tata
pengaturan Negara dan pemerintahan.
Metode
yang digunakan dalam fiqih tidak jauh beda dengan metode yang digunakan dalam
mempelajari fiqih pada umumnya, yaitu metode ushul fiqih dan kaidah-kaidah
fiqih. Keduanya telah teruji keakuratanya dalam menyelesaikan berbagai masalah.
Metode ushul fiqih dan kaidah-kaidah fiqih memiliki banyak alternatif untuk
dihadapkan dengan masalah-masalah yang timbul. Metode tersebut ialah: qiyas,
istihsan,’urf, mashlahat mursalat, istishab yang dikenal dengan istilah
sumber penetapan hukum islam yang tidak berasal dari nash dan kaidah-kaisah
fiqih. Metode-metode ini memberikan kebebasan berpikir bagi penggunanya. Akan
tetapi, ia harus merujuk pada dalil-dalil umum yang terdapat dalam Al-Qur’an
dan As-Sunnah.
Metode yang digunakan untuk mengkaji dunia
politik islam,yakni:
- Metode ijtihadi
- Pendekatan Qiyas
- Pendekatan Ijma’
- Pendekatan Istihsan
- Pendekatan Mashlahah Mursalah
- Pendekatan Istishab
- Pendekatan ‘Urf
D. HUBUNGANNYA DENGAN ILMU LAIN
Ilmu lain yang
dimaksudkan akan dibatasi pada disiplin ilmu tertentu, ialah:
1) Ilmu fiqih, bahwa fiqih siyasah adalah
subtansi dari ilmu fiqih yang merupakan bagian dari fiqih muamalah. Oleh karena
itu, fiqih siyasah merupakan ilmu pranata social yang dalam lingkup disiplin
ilmu yang telah baku dinyatakan sebagai salah satu ranting dari ilmu sosial.
Jika pada umumnya disebut ilmu politik, dalam kajian ilmu keislaman disebut
fiqih siyasah, yang subtansinya sama. Untuk pengembangannya, ada ilmu politik
pemerintahan dan ketatanegaraan, sedangkan dalam fiqih siyasah, dusturiyah,
dauliyah, Maliyah. Dengan demikian, hubungan fiqih siyasah dengan ilmu fiqih
dan ilmu sosial dan ilmu politik tidak dapat dipisahkan, apabila dilihat dari
pengembangan pengetahuan dan disiplin ilmu-ilmu sosial.
2) Dengan pertimbangan diatas, fiqih
siyasah akan berhubungan dengan ilmu ushul fiqih dan kaidah-kaidah yang
terdapat didalamnya. Hal ini karena fiqih siyasah membutuhkan pengembangan
pemahaman dan penafsiran terhadap sumber-sumber ajaran Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Dua sumber ajaran islam hanya memberikan ide dasar dan prinsip-prinsip umum
yang berkaitan dengan politik dan konsep-konsep kenegaraan ataupun
pemerintahan. Menurut pandangan imam syafi’i sebagaimana para ulama lainya,
menetapkan bahwa alquran merupakan sumber hukum islam yang paling pokok, bahkan
beliau berpendapat. “ Tidak ada yang diturunkan kepada penganut agama manapun,
kecuali petunjuknya terdapat dalam alquran.[23]
3) Dibutuhkan pula ilmu tafsir beserta
metode tafsir untuk memahami bahasa-bahasa yang digunakan sumber ajaran agama
islam yang dimaksudkan dengan pengembangan fiqih siyasah.
4) Demikian pula, dengan filsafat politik,
fiqih siyasah memiliki keterkaitan yang signifikan, karena tanpa epistimologi
politik, fiqih siyasah tidak akan dapat mengembangkan jati dirinya sebagai
salah satu disiplin ilmu.
5) Hubungan yang signifikan akan dirasakan
pula antara fiqih siyasah dengan sosiologi politik, sosiologi hukum, ilmu
sejarah, dan sejarah peradaban islam. Semua disiplin ilmu sosial tersebut
merupakan bagian inti fiqih siyasah, karena didalamnya fiqih siyasah banyak
diperbicangkan peristiwa dan perjalanan pemerintahan pada masa lalu, fenomena
sosial politik, serta strategi dan upaya politis dalam mencari penguasa atau
pemimpin yang cocok memalui pemilihan umum.
Hubungan utama antara fiqih siyasah dan ilmu-ilmu
yang lainnya merupakan hubungan fungsional sebagai pengetahuan yang saling
terkait. Pada dasarnya politik bukan ilmu pengetahuan, melainkan aspek terjang
manusia dan masyarakat yang ingin meraih kekuasaan. Semua manusia berambisi
meraih kekuasaan dengan segala cara dan kekuatan. Upaya yang dilakukan manusia
menjadi objek ilmu pengetahuan yang menarik untuk dipelajari. Berbagai
penelitian dilakukan oleh ilmuan, untuk menemukan kunci kesuksesan politis
seorang penguasa, suatu pemerintahan dan Negara ataupun sebaliknya untuk
mengetahui sebab-sebab kejatuhannya penguasa dengan segala kekuasaannya.
Hal-hal penting yang ditemukan dalam berbagai penelitian dapat dijadikan bahan penelitian
berikutya, bahkan menjadi latar belakang, lahirnya teori-teori ilmu sosial yang
berhubungan dengan politik, sehingga lahirlah ilmu politik yang secara khusus
membicarakan berbagai hal yang berhubungan dengan kekuasaan, ideologi Negara,
pemerintahan, pemilihan umum, demokrasi dan jenis-jenis kekuasaan dan
kepemimpinan yang telah diterapkan ke dalam bentuk kekuasaan yang akurat
sebagaimana terbentuknya pemerintahan dan Negara yang memiliki corak yang tidak
sama. Dengan demikian, fiqih siyasah memiliki hubungan yang fungsional secara
ilmiah dengan ilmu-ilmu sosial yang lainnya.[24]
- TUJUAN MEMPELAJARI FIQIH SIYASAH
Tujuan utama yang hendak dicapai dari studi fiqih
siyasah, menurut Abdul Wahab Khallaf, adalah agar yang mempelajari ilmu ini
dapat memahami bagaimana menciptakan sebuah sistem pengaturan Negara yang
islami dan dapat menjelaskan bahwa islam menghendaki terciptanya sebuah sistem
politik yang adil guna merealisasikan kemaslahatan bagi ummat manusia di segala
zaman dan di setiap Negara. Senada dengan Abdul Wahab Khallaf, Abdurrahman Taj
mengatakan, tujuan utama yang hendak dicapai dari studi fiqih siyasah ini
adalah agar setiap orang yang mempelajarinya memperoleh pengetahuan yang
memadai tentang politik islam, sehingga dapat memahami bagaimana seharusnya
menyikapi dinamika kehidupan dan bagaimana cara memenuhi kebutuhan hidup sesuai
tuntunan islam.
- PERSAMAAN DAN PERBEDAAN FIQIH SIYASAH DENGAN FIQIH PADA UMUMNYA DAN SIYASAH SYAR’IYYAH
Fiqih siyasah memiliki persamaan dengan fiqih pada
umumnya dan dengan siyasah syar’iyyah, yakni sama-sama merupakan produk
ijtihad. Karena itu, sama-sama terbuka peluang terjadinya perbedaan dan
perkembangan pendapat. Disamping itu adapula perbedaan dan persamaan antara
fiqih, dengan fiqih pada umumnya dan dengan siyasah syar’iyyah. Fiqih berbeda
dengan fiqih pada umumnya pada fokus kajianya. Focus kajian fiqih boleh jadi
sangant luas atau sangat umum termasuk didalamnya mengkaji soal-soal fiqih
siyasah. Sementara fokus kajian siyasah relative lebih terbatas, yakni hanya khusus
membahas tentang masalah-masalah politik atau ketatanegaraan dalam perspektif
islam. Kerena demikian luasnya kajian fiqih itu, boleh dikatakan setiap kajian
siyasah merupakan kajian fiqih, tetapi tidak setiap kajian fiqih merupakan
kajian fiqih siyasah. Khusus mengenai perbedaan fiqih siyasah dengan siyasah
syariyyah, dikalangan pakar fiqih siyasah terjadi perbedaan pendapat. Satu
pendapat menyatakan fiqih siyasah itu merupakan sinonim bagi siyasahs
syariyyah, pendapat lain menyatakan bahwa fiqih siyasah berbeda dengan atau
bukan merupakan sinonim siyasah syariyyah kerena keduanya memiliki perbedaan
yang sangat kontras.[25]
Sedangkan menurut pandangan ahli fiqih siyasah
seperti Abdul Al-Rahman Taj, Siyasah Syariyyah diartikan sebagai hukum-hukum
yang mengatur urusan Negara dan mengorganisasi urusan umat sesuai dengan jiwa
syariah dan sasar-dasar nya yang universal demi terciptanya tujuan-tujuan
kemasyarakatan, meskipun pengaturan tersebut tidak ditegaskan baik di dalam
alquran maupun sunnah. Abdul Wahab Khalaf mengartikan siyasah syariyyah adalah
kewenangan pemerintah untuk melakukan kebijakan yang dikehendaki kemaslahatan
melalui aturan yang tidak bertentangan dengan agama, meskipun tidak ada dalill
tertentu.[26]
Catatan:
1.
Similarity 25%
2.
Makalah ini tidak
sempurna: tidak ada penutup dan daftar pustaka
3.
Format makalah ini tidak
sesuai acuan
4.
Penulisan makalah agak
kacau, asal tempel saja.
5.
Dalam tulisan ilmiah,
penulisan gelar (Prof. Dr., ustadz, dll) dihilangkan.
6.
Footnote tolong
diperbaiki.
[1]
Syaikh Dr.Shalih bin Fauzan Al – Fauzan, Ringkasan fiqih lengkap, hal.973
[2] Tim
Guru MGMP, FIQIH, hal.2
[3] Tim
guru MGMP, FIQIH, hal.2
[4] Tim
guru MGMP, FIQIH, hal.3
[5]
Syaikh Dr.Shalih bin Fauzan Al – Fauzan, Ringkasan fiqih lengkap, hal.
979
[6] Tim
guru MGMP, FIQIH, Hal. 4
[7] Tim
guru MGMP, FIQIH, Hal. 4
[8] Tim
guru MGMP, FIQIH, Hal.4
[9] Tim
guru MGMP, FIQIH, Hal.5
[10]
Dr.Ali Sodiqin, Hukum Qisas, Hal. 144
[11] H.
Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Hal. 432
[12] H.
Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Hal. 432
[13] H.
Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Hal. 433
[14] H.Sulaiman
Rasjid, Fiqih Islam, Hal.434
[15]
H.Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Hal.435
[16] Tim
Guru MGMP, Fiqih, Hal.7
[17] Tim
guru MGMP, Fiqih, Hal.8
[18] Beni
Ahmad Saebani, FIQIH SIYASAH, Bandung 2002, hlm.13-25
[19]
Djazuli,fiqih siyasah, (Jakarta: kencana,2003), Hal. 40-42
[20] Beni
Ahamad Saebani, Fiqih Siyasah, Bandung 2002, Hal.26-29
[22]
Mujar Ibnu Syarif Khammami Zada, FIQIH SIYASAH, Erlangga 2008. Hal. 16-17
[23]
Rachmat Syafe’I, ILMU USHUL FIQIH, Pustaka Setia, Bandung, Hal. 52
[24] Beni
Ahmad Saebani, FIQIH SIYASAH, Bandung 2002, hlm.43-119
[25]
Mujar Ibnu Syarif Khammami Zada, FIQIH SIYASAH, Erlangga 2008. Hal. 17-19
[26]
Ahmad Sukardja, HUKUM TATA NEGARA DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA, Sinar
Grafika, Jakarta 2012, Hal. 15
Tidak ada komentar:
Posting Komentar