Wildatun
Bariroh dan Sayyidah Laila Rakhma Sulaiman
PAI D
Angkatan 2016
Universitas
Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
e-mail
: wildatunbariroh@gmail.com
Abstrack
This
article talks about Makiyyah and Madaniyah. In the article is the definision of
Makiyyah and Madaniyah, the examples text of Makiyyah and Madaniyah. There is
alsoa rule in the rule to know Makiyyah and Madaniyah. Because if you don’t
know then there difference between Makiyyah and Madaniyah look the same. There
are verses of Makiyyah contained in the letter of Madaniyah and there is also
verses madaniyah contained in the letter of Makiyyah. Between Makiyyah and
Madaniyah have the difference. The last, this article describe the usefulness
of studying Makiyyah and Madaniyah.
Keywords : Makiyyah,
Madaniyah, definition, examples, rule, Usability
Abstrak
Artikel
ini berbicara tentang Makiyyah dan Madaniyah . didalamnya terdapat definisi
Makiyyah dan Madaniyah, contoh-contoh ayat Makiyyah dan Madaniyah. Terdapat
juga kaidah-kaidah dalam mengetahui Makiyyah dan Madaniyah. Karena jika tidak
mengetahui letak perbedaannya maka ayat Makiyyah dan Madaniyah adalah sama.
Karena ada beberapa ayat-ayat Makiyyah yang terdapat didalam surat Madaniyah
dan juga sebaliknya ada ayat Madaniyah yang terdapat didalam surat
Makiyyah.Artikel ini lebih menegaskan letak perbedaan antara Makiyyah dan
Madaniyah, serta kegunaan mempelajari Makiyyah dan Madaniyah.
Kata Kunci : Makiyyah,
Madaniyah, Pengertian, contoh, kaidah, kegunaan
A. Pendahuluan
Para
ulama’ antusias untuk menyelidiki surat-surat Makiyyah dan Madaniyah. Mereka
meneliti Al-Qur’an ayat demi ayat dan surat demi surat untuk ditertibkan sesuai
dengan turunnya, dengan memperhatikan waktu, tempat, dan pola kalimat. Lebih
dari itu, mereka mengumpulkan antara waktu, tempat, dan pola kalimat. Cara
demikian merupakan suatu kecermatan yang memberikan kepada peneliti gambaran
mengenai kebenaran ilmiah mengenai ilmu Makiyyah dan Madaniyah. Itulah sikap ulama’
kita dalam melakukan pembahasan-pembahasan terhadap Al-Qur’an dan juga masalah
lain.[1]
Merupakan
satu kerja keras bila seorang peneliti menyelidiki turunnya wahyu dalam segala
tahapannya,mengkaji ayat-ayat, serta kapan dan dimana turunnya. Dengan bantuan
tema surat atau ayat, lalu merumuskan kaidah-kaidah analogis terhadap struktur
sebuah seruan itu, apakah ia termasuk Makiyyah atau Madaniyah. Ataukah ia
termasuk tema-tema yang menjadi titik tolak dakwah di Makkah atau di Madinah.
Apabila suatu masalah masih kurang jelas bagi seorang peneliti karena terlalu
banyak ragamnya, maka ia akan mengumpulkan, membandingkan dan
mengklasifikasikannya mana yang serupa dengan yang turun di Makkah dan mana
pula yang serupa dengan turun di Madinah.[2]
Tiap ayat dikenal identitasnya dan jelas prosesinya, karena itu jika ada ayat
bercampur dengan ayat-ayat lain bukan kelompoknya maka identitas ayat tersebut
ditetapkan oleh para ulama’ ahli sebagai ayat Makiyyah atau ayat Madaniyah.
Penetapan itu didasarkan pada kriteria yang telah mereka tentukan secara
kritis.[3]
B. Definisi
Makiyyah dan Madaniyah
1. Teori
Alquran Makki/surah atau ayat Makiyah ialah yang turun
di mekkah dan sekitarnya, baik waktu turunnya itu Nabi Muhammad SAW belum
hijrah ke Madinah atau pun menurut teori Mulaahazhatu Makaanin Nuzuli
(teori geografis) ialah ayat-ayat yang turun kepada Nabi Muhammad SAW ketika
beliau berada di Mina, Arafah, Hudaibiyah, dan sebagainya.[4]
Dalil dari teori geografis ini ialah riwayat Abu Amr dan Utsman bin Said
Ad-Darimi:
ما
نزل بمكة وما نزل فى طرىق الى المدىنة قبل ان ىبلغ النبى صلى الله علىه وسلم
المدىنة فهو من المكىز وما نزل غلى النبى صلى الله علىه فى اسفاره بعد ما قادىم
المدىنة فهو من المدنىز
Artinya:
“Alquran yang diturunkan di Mekkah yang diturunkan
dalam perjalanan hijrah ke Madinah sebelum Nabi Muhammad Sampai ke Madinah
adalah termasuk Makki. Dan Alquran yang diturunkan kepada Nabi Muhammas SAW
dalam perjalanan-perjalanan beliau, setelah itu tiba di Madinah adalah termasuk
Madani.
Kelebihan dari teori geografis
ini ialah hasil rumusan pengertian Makki dan Madani ini jelas dan tegas, bahwa
yang dinamakan Makki adalah ayat/surah yang turun di mekkah. Tetap dinamakan
Makki, meski ayat/surah turun di Mekkah itu sesudah Nabi hijrah ke Madinah. Hal
ini berbeda dengan rumusan teori lain, yaitu teori historis, bahwa ayat/surah
yang turun sesudah Nabi hijrah itu dimasukkan kategori Madani, meski turunnya
di mekkah atau di sekitarnya.
Kelemahan dari teori geografis
ini ialah rumusannya tidak bisa dijadikan patokan, batasan atau definisi.
Sebab, rumusannya itu belum mencakup seluruh ayat Alquran, karena tidak seluruh
ayat Alquran itu hanya turun di Mekkah dan sekitarnya atau di Madinah atau
sekitarnya. Kenyataanya, ada beberapa ayat yang turun di luar kedua daerah
tersebut. Misalnya;
لو كان عرضا قرىبا وسفرا قاصىدا لا تبعوك (التوبة: 42)
Artinya:
“Dan kalau yang kamu serukan (kepada mereka) itu
keuntungan yang mudah diperoleh dan perjalanan yang tidak jauh, tentu mereka
itu akan mengikuti kamu”.[5] (Q.S. At-Taubah: 42)
Ayat ini diturunkan di daerah
Tabuk, jauh dari kota mekkah maupun Madinah.
واسئل
من ارسلنا من قبلك من رسلنا اجعلنا من دون الرحمن ءالهة ىعبدون (الزحرف: 45)
Artinya:
“Dan tanyakanlah kepada rasul-rasul Kami yang telah
Kami utus sebelum kamu, adakah Kami menentukan tuhan-tuhan untuk disembah
selain Allah yang Maha Pemurah”. (Q.S. Az-Zukhruf: 45).
Ayat ini diturunkan di Baitul
Muqaddas, daerah Palestina pada malam Isra’ Mikraj Nabi Muhammad SAW. Karena
itu, ayat ini juga tidak bisa termasuk Makiyah ataupun Madaniyah, karena jauh
sekali dengan kedua kota tersebut.
Apalagi kalau menurut hadits Nabi Muhammad SAW, riwayat
At-Thabrani dari Abu Umamah yang tegas menjelaskan, bahwa tempat turun
Al-Qur’an ini tidak hanya di kota Makkah dan Madinah, melainkan di tiga kota:
Mekkah, Madinah dan Syam.
عن
ابي امامة قل رسلو الله صلى الله عليه وسلم : انزل القران في ثلاثة امكنة مكة,
والمدينة والشام : قال الوليد : يعنى بيت المقدس
Artinya:
“dari Abu Umamah berkata, Rasulullah SAW bersabda:
“Alquran itu diturunkan pada tiga tempat: Mekkah, Madinah, dan Syam.” Al-Walid
mengatakan: Yakni, di Baitul Muqoddash.” (H.R. Ath-Thabrani dari Abu Umamah)
2.
Teori Mulaahazhatul Mukhaathabina Fin Nuzuuli
(Teori Subjektif)
Menurut Teori Subjektif ini,
yang dinamakan Quran Makki/ Surah/ ayat Makkiyah ialah yang berisi panggilan
kepada penduduk Mekkah dengan memakai kata-kata: “Yaa Ayyuhan Naasu” (wahai
manusia) atau “Yaa Ayyuhal Kaafiruuna” (wahai orang-orang kafir) atau “Yaa
Banii Aadama” (hai anak cucu Nabi Adam), dan sebagainya. Sebab, kebanyakan
penduduk Mekah adalah orang-orang kafir, maka dipanggil dengan wahai
orang-orang kafir atau wahai manusia, meski orang-orang kafir dari lain-lain
daerah ikut dipanggil juga.
Dalil lain dari teori ini
ialah riwayat Abu ‘Amr dan Utsman bin Sa’id Ad-Darimi:
ما كان من القران مقدما بيايها القران مقدما بيايها
الذين امنوا فهو مدنى وما كان بيايها الناس فهو مكى
“Dan bagian dari Alquran yang
dimulai dengan: “Yaa Ayyuhal Ladzina Aamanu” adalah Madani, dan yang dimulai
dengan “Yaa Ayyuhan Naasu” adalah Makki.
Kelebihan dari teori tersebut ialah rumusannya lebih
mudah dimengerti. Sedangkan, kelemahan dari teori tersebut lebih banyak dari
teori-teori yang lain. Sedikitnya teori ini memiliki dua kelemahan sebagai
berikut:
a.
Dari seluruh ayat Alquran 6236 ayat itu, yang
dimulai dengan nida’ (panggilan) menurut penelitian penulis hanya 511 ayat
saja.
b.
Teori ini tidak mudah dipegangi dan tidak dapat
dipertangungjawabkan. Sebab, ada beberapa ayat yang dimulai dengan Nida’: “Yaa
Ayyuhan Naasu” itu bukan Makkiyah, melainkan Madaniyah
Sebaliknya, ada pula beberapa
ayat yang dimulai dengan Nida’ : “Yaa Ayyuhal Ladzina Aamanuu” itu
bukan Madaniyah, melainkan Makkiyah.[6]
3.
Teori Mulahazhathu Zamaanin Nuzuuli (Teori
Historis)
Pengertian Makkiyah menurut
teori ini, ialah ayat-ayat Alquran yang diturunkan sebelum hijrah Nabi Muhammad
SAW ke Madinah, meski turunnya ayat itu diluar kota Mekkah, seperti ayat-ayat
yang turun di Mina, Arafah, Hudaibiyah ialah ayat-ayat yang turun setelah Nabi
Muhammad SAW hijrah ke Madinah, meski turunnya di Mekkah atau sekitarnya,
seperti ayat-ayat yang diturunkan di Badar, Uhud, Arafah, dan Mekkah.
Teori historis ini juga berpegang kepada dalil, riwayat Abu Amr
dan Utsman bin Sa’id Ad-Darimi:
ما نزل بمكة وما نزل في طريق
الى المدينة قبل ان يبلغ النبى صلى الله وسلم المدينة فهو من المكى. وما نزل على
النبى النبى صلى الله وسلم في اسفاره بعد ما قدم المدينة فهو من المدنى
Artinya:
“Alquran yang diturunkan di Mekkah, dan yang
diturunkan dalam perjalanan hijrah ke Madinah sebelum Nabi Muhammad SAW sampai
ke Madinah adalah termasuk Makki. Dan Alquran yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW dalam perjalanan-perjalan berliau setelah tiba di Madinah adalah
termasuk Madani.”
Kelebihan dari teori ini,
dinilai para ulama’ sebagai teori yang benar, baik, dan selamat. Sebab, rumusan
teori ini mencakup keseluruhan ayat Alquran, tidak ada seorangpun yang menilai
teori historis ini jelek atau lemah. Tetapi menurut pengamatan penulis
sebetulnya teori histori ini memang sudah baik, hanya saja sering terjadi
kejanggalan-kejanggalan. Sebab, beberapa ayat-ayat Alquran yang nyata-nyata
turun di Mekkah, tetapi hanya karena turunnya itu setelah hijrah,lalu tetap
dianggap Madaniyah. Contohnya, seperti ayat-ayat sebagai berikut:
اليوم
اكملتم لكم دينك واتممت عليكم نعمتى ورضيت لكم الاسلم دينا (المئدة : 3)
Artinya:
“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu
agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu
jadi agama bagimu.” (Q.S. Al-Maidah:3)
4.
Teori Mulahazhatu Ma Tadhammanat As-Suuratu
(teori content analysis)
Yang
dinamakan Makkiyah menurut teori ini ialah surah/ayat yang berisi cerita-cerita
umat dan para Nabi/Rasul dahulu.
Dalil-dalil
yang dijadikan landasan teori content analysis ini antara lain ialah
riwayat-riwayat sebagai berikut:
Riwayat
Hisyam dari Ayahnya (Al-Hakim):
كل سورة ذكرت فيها الحدود والفرائض فهي مدنية وكل ما كان فيه ذكرالقرون
الماضية فهي مكية
Artinya:
“setiap
surah yang di dalamnya disebutkan hukum-hukum faraid adalah Madaniyah, dan
setiap surah yang didalamnya disebutkan kejadian-kejadian masa lalu adalah Makiyah.”
Kelebihan
dari teori ini adalah, bahwa kriterianya jelas,sehingga mudah difahami, sebab
gampang dilihat orang.
Kekurangan
dari teori ini, pelaksanaan pembedaan Makiyah dan Madaniyah menurut teori ini
tidak praktis. Sebab, orang harus mempelajari isi kandungan masing-masing ayat
dahulu, baru bisa mengetahui kriteria/kategorinya.[7]
Pembahasan tentang ayat-ayat Makiyyah
dan Madaniyah sesungguhnya adalah memahami pengelompokan ayat-ayat Al-Qur’an
berdasarkan waktu dan tempat turunnya. Dalam persoalan ini, setidaknya ada tiga
definisi atau ta’rif yang sering dikemukakan para ulama’ yang ahli dalam bidang
ini[8],
yaitu :
1. Kategori
Tempat : Makiyyah adalah ayat-ayat Al-Qur’an yang turun sebelum hijrah
dan Madaniyyah adalah ayat-ayat Al-Qur’an sesudah hijrah. Ta’rif ini
menetapkan ayat-ayat yang turun setelah hijrah, sekalipun terjadi di sekitar
Mekkah tapi diklasifikasikan sebagai ayat Madaniyah.
2. Kategori
Waktu : Makiyyah adalah ayat-ayat yang turun di Mekah sekalipun turunnya
ayat itu setelah hijrah dan Madaniyah adalah ayat-ayat yang turun di
Madinah.
Bila definisi ini diterima, ada
kesulitan untuk mengklasifikasikan ayat-ayat yang diterima Rasulullah Saw.
Ketika beliau dalam perjalanan. Misalnya, ayat yang turun ketika Rasulullah
Saw. di Tabuk.
3. Kategori
Mukhatab (objek pewahyuan) : Makiyyah adalah ayat-ayat yang khithabnya
ditujukan kepada penduduk Mekah,dan Madaniyah adalah ayat-ayat yang
Khitabnya ditujukan kepada penduduk Madinah.
Di
kalangan ulama’ terdapat beberapa perbedaan pendapat tentang dasar (kriteria)
yang untuk menentukan Makiyyah/ Madaniyah suatu surat atau ayat. Sebagian
Ulama’ menetapkan lokasi turun ayat/surat sebagai dasar penentuan Makiyyah dan
Madaniyah, sehingga mereka membuat definisi Makiyyah dan Madaniyah sebagai
berikut : [9]
الْمَكِىُّ مَا نُزِلَ بِمَكَّةَ وَلَوْ
بَعْدَ الْهِجْرَةِ, وَالْمَدَنِيُّ مَا نُزِلَ بِالْمَدِيْنَةِ
“Makiyyah
ialah yang diturunkan di Mekah, sekalipun turunnya sesudah hijrah; Madaniyah
ialah yang diturunkan di Madinah”
Ada pula ulama’ yang menyatakan
orang (golongan yang menjadi sasaran ayat/surat sebagai kriteria penentuan Makiyyah
dan Madaniyah, sehingga mereka merumuskan sebagai berikut :[10]
الْمَكِىُّ مَا وَقَعَ خِطَابًا لِاَهْلِ
مَكَّةَ وَالْمَدَنِىُّ مَا وَقَعَ خِطَابًا لِاَهْلِ الْمَدِيْنَةِ
“Makiyyah ialah khitabnya (seruannya) jatuh pada penduduk Mekah,
dan Madaniyah ialah yang khitabnya (seruannya) jatuh pada penduduk Madinah”
Ada pula ulama’ yang menetapkan,
bahwa masa turun surat/ayat adalah merupakan dasar penentuan
Makiyyah/Madaniyahnya, maka mereka membuat definisi sebagai berikut :[11]
الْمَكِىُّ مَا نُزِلَ قَبْلَ هِجْرَةِ
الرَّسُوْلِ ص . م وَاِنْ كَانَ نُزُوْلُهُ بِغَيْرِ مَكَّةَ, وَالْمَدَنِىُّ مَا
نُزِلَ بَعْدَ هَذِهِ الهِجْرَةِ, وَاِنْ كَانَ نُزُوْلُهُ بِمَكَّةَ
“
Makiyyah ialah yang diturunkan sebelum Nabi hijrah ke Madinah, sekalipun
turunnya diluar Makkah, sedang Madaniyah ialah yang diturunkan sesudah Nabi
hijrah, meskipun turunnya di Mekah ”
Dari
definisi diatas pada dasarnya merupakan bagian dan usaha pengklasifikasian
ayat-ayat Al-Qur’an. Tetapi, untuk menghindari kerancuan, lebih tepat jika
menggunakan definisi yang pertama. Dengan pengklasifikasian yang teliti
berdasarkan tempat dan waktu turunnya ayat, akan diketahui ayat-ayat mana saja
yang lebih dulu turun dan turun kemudian.[12]
C. Contoh
Ayat-ayat Makiyyah dan Madaniyah
1. Adapun
Madaniyah ada 20 surat, yaitu :[13]
1) Al-Baqarah 11) Al-Hujurat
2) Ali
Imran 12)
Al-Hadid
3) An-
Nisa’ 13)
Al-Mujadilah
4) Al-
Maidah 14)Al- Hasyr
5) Al-
Anfal 15)Al-
Mumtahanah
6) At-Taubah 16) Al-Jumu’ah
7) An-Nur 17) Al-Munafiqun
8) Al-Ahzab 18) Ath-Thalaq
9) Muhammad 19) At-Tahrim
10) Al-Fath 20) An-Nashr
2. Sedangkan
yang diperselisihkan ada 12 surat, yaitu :[14]
1) Al-
Fatihah 7) Ar-Ra’d
2) Ar-Rahman 8)As-Shaff
3) At-Taghabun 9)Al-Muthoffifin
4) Al-
Qadr 10)Al-Bayyinah
5) Al-Zalzalah 11)Al-Ikhlas
6) Al-Falaq 12)An-Nas
Kemudian,
sisanya (selain yang disebutkan diatas adalah surat-surat Makiyyah, yaitu 82
surat. Maka jumlah semua surat-surat Al-Qur’an adalah 114 surat.
a)
Contoh Ayat-ayat
Makiyyah
1. Surat
Al-Hajj ayat 77
يايها الذين امنوا اركعوا واسجدوا واعبدواربكم (الحج : 77)
Artinya:
“Hai orang-orang yang brinman,
rukuklah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu…” (Q.S. Al-Hajj: 77)[15]
2.
Surat Al-An’am ayat 33
قَدْ نَعْلَمُ إِنَّهُ
لَيَحْزُنُكَ الَّذِى يَقُوْلُوْنَ
Artinya:
“Sesungguhnya kami mengetahui bahwasannya apa yang
mereka katakan itu menggundahkan hati engkau”[16]
b)
Contoh Ayat-ayat
Madaniyah
يَآيُّهَا
النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمْ
“Wahai manusia! Bertakwalah kepada tuhanmu”
2. Surat
Al-Baqarah ayat 21, terdapat pula yang demikian[18]
يَآيُّهَا
النَّاسُ اعْبُدُوْا رَبَّكُمْ
“Wahai Manusia! Sembahlah Tuhanmu !”
3. Ayat-ayat
Madaniyah dalam surat Makiyyah
Misalnya surat
Al-An’am. Ibnu Abbas berkata, “surat ini diturunkan sekaligus di Makkah, maka
ia adalah Makiyyah, kecuali tiga ayat yang diturunkan di Madinah, yaitu ayat
151-153.[19]
Dan surat
Al-Hajj adalah Makiyyah. Tetapi, ada tiga ayat yang Madaniyah, yaitu ayat
19-21.[20]
هَذَانِ خَصْمَانِ اخْتَصَمُوْا فِى رَبِّهِمْ
“Inilah dua golongan yang bertengkar tentang Tuhan mereka……..”
Hingga akhir
ayat 21
4. Yang
serupa dengan yang diturunkan di Mekah dalam kelompok Madaniyah
Yang dimkasud
oleh para Ulama’ di sini ialah, ayat ayat yang terdapat dalam surat Madaniyah
tetapi mempunyai gaya bahasa dan ciri-ciri umum seperti surat Makiyyah.
Contohnya terdapat dalam surat Al-Anfal yang Madaniyah.[21]
“ Dan (ingatlah)
ketika mereka golongan musyrik berkata, ‘Ya Allah, jika benar Al-Qur’an ini
dari engkau, hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada
kami adzab yang pedih.” (Al-Anfal : 32)
5. Ayat
yang dibawa dari Makkah ke Madinah
Contohnya ialah
surat Al-A’la. HR. Al-Bukhari dari Ba’ra bin Azib yang mengatakan “Orang yang
pertama kali datang kepada kami dikalangan sahabat Nabi adalah Mush’ab bin
Umair dan Ibnu Maktum. Keduanya membacakan Al-Qur’an kepada kami. Sesudah itu
Ammar, Bilal, Sa’ad. Kemudian datang pula Umar bin Khattab sebagai orang yang
kedua puluh. Baru setelah itu datanglah Nabi. Aku melihat penduduk Madinah
bergembira setelah aku membaca ‘Sabbihisma robbikal a’la’ dari antara
surat yang semisal dengannya.” Pengertian ini cocok dengan Al-Qur’an yang
dibawa oleh golongan Muhajirin, lalu mereka ajarkan kepada kaum Anshar.[22]
D. Kaidah
Dalam Mengetahui Ayat Makiyyah dan Madaniyah
Studi
Makiyyah adalah studi sejarah, studi sirah, dan studi tentang kejadian tertentu
yang memerlukan penyaksian langsung. Oleh karena itu tidak ada jalan lain yang
dapat membantu di dalam memahami ayat-ayat mana saja yang terbilang Makiyyah
dan ayat-ayat mana saja yang termasuk Madaniyah, kecuali riwayat dari para
sahabat Rasulullah SAW. karena merekalah yang mengikuti perjalanan hidup
Rasulullah SAW. baik di Mekah maupun di Madinah. Dari segi sumbernya makiyyah
dan Madaniyah sama dengan sabab Nuzul, artinya Makiyyah maupun Madaniyah hanya
dapat diketahui melalui riwayat demi riwayat yang diturunkan secara estafet
dari satu generasi ke generasi berikutnya sebelum kemudian dibubukan atau
ditulis dalam bentuk suatu bentuk catatan. Sekalipun demikian, ada semacam
“isyarat-isyarat” yang bisa ditangkap untuk membedakan ayat Makiyyah dengan
ayat Madaniyah. Isyarat-isyarat yang biasa disebut dhawabith itu sebagai
berikut :[23]
a) Ciri-ciri
Surah Makiyyah
1. Terdapat
kata kalla كَلاَّ disebagian atau seluruh ayatnya
2. Terdapat
sujud tilawah (ayat sajdah) disebagian atau seluruh ayatnya
3. Diawali
huruf tahajji seperti Qof (ق) nun (ن), dan ha mim
(حم).
4. Memuat
kisah adam dan iblis (kecuali surah Al-Baqarah)
5. Memuat
kisah para Nabi dan Umat-umat terdahulu
6. Didalamnya
terdapat khithab (seruan) kepada semua manusia
7. Menyeru
dengan kalimat “anak Adam”
8. Isinya
memberikan penekanan pada masalah aqidah
9. Ayat-ayatnya
pendek.
b) Ciri-ciri
Surah Madaniyah
1. Terdapat
kalimat “orang-orang yang beriman” pada ayat-ayatnya
2. Terdapat
hukum-hukum faraidl, hudud, qishash, dan jihad.
3. Menyebut
“orang-orang munafiq” (kecuali Al-Ankabut)
4. Memuat
bantahan terhadap Ahlu Al-kitab (Yahudi dan Nasrani)
5. Memuat
hukum syara’, seperti ibadah, muamalah, dan al-akhwal al-syakhsiyah
Ciri Khas Ayat Makkiyah dan Madaniyah
Setelah menganalisis karakter masing-masing ayat
Makkiyah dan Madaniyah, maka bisa disimpulkan ciri khas masing-masing sebagai
berikut:[24]
1.
Surat Makkiyah didominasi oleh ayat-ayat pendek.
Sebagai contoh, surat al-Mudatsitsir jumlah ayatnya adalah 56 ayat; kebanyakan
ayatnya terdiri dua kata, tiga atau tidak kurang dari sembilan kata, kecuali
satu ayat: 31. Sedangkan surat Madaniyah, ayatnya justru panjang. Jika kita
membuat perbandingan satu Hizb surat Makkiyah, seperti yang terdapat dalam
surat as-Syu’arâ’ dengan Hizb surat Madaniyah seperti al-Anfâl, maka kita
menemukan perbedaan jumlah ayat pada masing-masing Hizb tersebut. Jumlah ayat
dalam satu Hizb surat Makkiyah as-Syu’arâ’ adalah 227 ayat, sementara surat
Madaniyah al-Anfâl sebanyak
75
2.
Surat Makkiyah didominasi oleh pembahasan
mengenai masalah akidah, penegakan dalil, dakwah untuk membebaskan diri dari
menyembah berhala dan akidah- akidah yang rusak. Sebagai contoh tampak pada
surat al- An’âm, Yûnus, al-Furqân, al-Qashash. Sedangkan surat Madaniyah
didominasi oleh pembahasan mengenai masalah legislasi hukum, hukum ibadah, muamalah,
sistem sosial, jihad dan derivatnya, seperti hukum tawanan, ghanîmah,
perdamaian, perjanjian dan gencatan senjata. Karena di Madinah, telah berdiri
negara dan masyarakat Islam, yang tidak ditemukan di Makkah.
3.
Tiap surat yang di dalamnya ada perintah sujud
adalah Makkiyah, demikian juga ayat-ayat seputar kisah-kisah Nabi dan ummat
terdahulu, kecuali kisah Adam dan Iblis yang disebutkan dalam surat al-Baqarah
adalah Madaniyah.
4.
Tiap surat yang di dalamnya dinyatakan lafadz:
Kallâ adalah Makkiyah. Lafadz ini telah dinyatakan sebanyak 33 kali dalam 15
surat. Semuanya pada surat terakhir al-Qur’an, seperti al- ‘Alaq,
al-Muthaffifîn dan lain-lain.
5.
Jika didahului dengan panggilan: Yâ Ayyuhâ
an-Nâs (wahai manusia) atau Yâ Banî Adam (wahai anak Adam) adalah Makkiyah,
sedangkan jika didahului dengan panggilan: Yâ Ayyuhâ al-Ladzîna Amanû (wahai
orang-orang yang beriman) adalah Madaniyah, kecuali pada tujuh tempat, antara
lain: (1) surat al-Baqarah: 21, (2) an-Nisâ’: 1, (3) al-Hujurât: 13, (4) al-
Baqarah: 168, (5) an-Nisâ’: 133, (6) al-Hajj: 1. Pada ayat-ayat tersebut
digunakan panggilan: Yâ Ayyuhâ an-Nâs (wahai manusia).
Tiap ayat yang didahului
dengan huruf Hijâiyah, seperti Qaf, Nun adalah surat Makkiyah, kecuali
al-Baqarah dan Ali ‘Imrân adalah Madaniyah, sementara surat ar-Ra’d ada
perbedaan pendapat. Berikut ini adalah surat Makkiyah sesuai dengan kronologi
turunnya, berdasarkan laporan az-Zarkasyi, ada 85 surat: (1), al- ‘Alaq, (2)
al-Qalam, (3), al-Muzammil, (4) al-Mudatstsir,
(5) al-Masad, (6) at-Takwîr, (7) al-A’lâ, (8) al-Layl, (9) al-Fajr, (10)
ad-Dhuhâ, (11) as-Syarh, (12) al-‘Ashr, (13) al‘Adiyât, (14) al-Kawtsar, (15)
at-Takâtsur, (16) al-Mâ’ûn, (17) al- Kâfirûn, (18) al-Fîl, (19), al-Falaq, (20)
al-Nâs, (21) al-Ikhlâsh, (22) an-Najm, (23) ‘Abasa, (24) al-Qadar, (25)
as-Syams, (26) al-Burûj, (27) at-Tîn, (28) Quraiys, (29) al-Qari’ah, (30)
al-Qiyamah, (31) Humazah, (32) al-Mursalât, (33) Qaf, (34) al-Balad, (35)
ar-Rahmân, (36) al-Jin, (37) Yasin, (38) al-A’râf, (39) al-Furqân, (40)
al-Malaikah, (41) Fâthir, (42) Maryam, (43) Thâha, (44) al-Wâqi’ah, (45) as-
Syu’arâ’, (46) an-Naml, (47) al-Qashash, (48) al-Isrâ’, (49) Hûd, (50) Yûsuf,
(51) Yûnus, (52) al-Hijr, (53) as-Shâffât, (54) Luqmân, (55) al- Mu’minûn, (56)
Saba’, (57) al-Anbiyâ’, (58) az-Zumar, (59) Hamim al-Mu’min, (60) Hamim
‘Aynsinqaf, (61) az-Zukhruf, (62) ad- Dukhân, (63) al-Jâtsiyât, (64) al-Ahqâf,
(65) ad-Dzâriyât, (66) al- Ghâsyiyah, (67) al-Kahf, (68) al-An’âm, (69)
an-Nahl, (70) Nûh, (71) Ibrâhîm, (72) Sajdah, (73) at-Thûr, (74) al-Mulk, (75)
al-Hâqqah, (76) al-Mâ’arij, (77) an-Naba’, (76) an-Nâzi’ât, (79) Infithâr, (80)
Insyiqâq, (81) ar-Rûm, al-Ankabût, (82) al-Muthaffifîn, (83) as-Sâ’ah, (84) al-
Qamar, dan (85) at-Thâriq. 16 Adapun berikut ini, adalah yang secara konsensus
disepakati sebagai ayat Madaniyyah. Dalam hal ini, ada dua puluh surat: (1) al-
Baqarah, (2) Ali ‘Imrân, (3) an-Nisâ’,
(4) al-Mâidah, (5) al-Anfâl, (6) at-Tawbah, (7) an-Nûr, (8) al-Ahzâb, (9)
Muhammad (al-Qitâl), (10) al-Fath, (11) al-Hujurât, (12) al-Hasyr, (13) al-Mumtahanah,
(14) al- Jumu’ah, (15) al-Munâfiqûn, (16) at-Thalaq, (17) at-Tahrîm, (18) al-
Hadîd, (19) al-Mujâdalah, dan (20) an-Nashr. Mengenai al-Fâtihah, ada yang
mengatakan Makkiyah, dan ada yang mengatakan Madaniyah. Ada yang mengatakan
diturunkan dua kali, sekali di Makkah dan sekali di Madinah. Ada yang
mengatakan diturunkan dua kali, sebagian-sebagian; sebagian di Makkah, dan
sebagian lagi di Madinah. Yang paling sahih adalah pendapat pertama. Juga
terhadap surat an-Nisâ’, ar-Ra’d, al-Hajj, as-Shaff, at-Taghâbun, al-Qiyâmah,
al-Kawtsar, dan al-Mu’awwidzatayn (al-Falaq dan an-Nâs), yang paling tepat
surat-surat tersebut adalah Madaniyah. Juga terhadap ar- Rahmân, al-Hadîd,
al-Insân dan al-Ikhlâsh, yang paling sahih surat- surat tersebut adalah Makkiyah.
Sampai di sini, penjelasan as- Suyûthi. 17 Sementara az-Zarkasyi berpendapat,
bahwa surat Madaniyah ada 29, yaitu: 1, 2, 3, 4, 5, 8, 9, 13, 22, 24, 33, 47,
48, 49, 55, 57, 58, 59, 60, 61, 62, 63, 64, 65, 66, 76, 98, 99, 110. 18
E. Kegunaan
Mempelajari Makiyyah dan Madaniyah
Dengan
mengetahui ilmu Makkiy dan Madani akan membawa hikmah dan faedah serta kegunaan
yang bermacam-macam, antara lain:[25]
1. Mudah
diketahui mana ayat-ayat yang turun lebih dahulu dan mana ayat yang turun
belakangan dari kitab suci Al-Qur’an
2. Mudah
diketahui mana ayat-ayat Al-Qur’an yang hukum/ bacaannya telah dinasakh
(dihapus dan diganti, dan mana ayat-ayat yang menasakhkannya, khususnya bila
ada dua ayat yang menerangkan hukum suatu masalah, tetapi ketetapannya antara
satu dengan yang lain.
3. Mengetahui
dan mengerti sejarah persyariatan hukum-hukum Islam yang amat bijaksana dalam
menentukan peraturan-peraturannya
4. Dengan
mengetahui ilmu Makkiy dan Madani akan bisa menambah kepercayaaan orang
terhadap kewahyuan Al-Qur’an
5. Meningkatkan
keyakinan orang terhadap kesucian, kemurnian dan keaslian Al-Qur’an
6. Mengetahui
perbedaan dan tahap-tahap dakwah islamiah
7. Mengerti
perbedaaan ushlub-ushlub (bentuk Bahasa) al-Qur’an, yang dalam surat Makiyyah
berbeda dengan yang ada dalam surat Madaniyah
8.
Dengan mengetahui
ilmu Makkiy dan Madani situasi dan kondisi masyarakat kota Mekah dan Madinah
dapat diketahui, khususnya pada waktu turunnya ayat-ayat Al-Qur’an
Dari gambaran di atas,
terlihat dengan jelas betapa pentingnya pembahasan Makkiyah dan Madaniyah;
batasan, ciri khas, isi
dan rekonstruksi visual kehidupan Rasulullah saw. dalam mengemban risalahnya.
Dari sini bisa disimpulkan, bahwa manfaat mengetahui Makkiyah dan Madaniyah,
antara lain:[26]
1.
Membantu untuk menafsirkan al-Qur’an: Dengan
mengetahui tempat turunnya ayat, akan sangat membantu memahami ayat dan
menafsirkannya secara benar, serta mengetahui mana nâsikh dan mansûkh.
2.
Mengetahui metode dakwah: Sebab, tiap situasi
dan kondisi ada ungkapan tertentu yang digunakan (likulli maqâm maqâl). Ini
seperti yang telah dijelaskan di atas.
3.
Memahami sirah Rasulullah saw.
Dengan mempelajari Makiyyah
dan Madaniyah kita juga akan memahami tahapan-tahapan dalam sejarah
persyari’atan (Tarikh at-tasyri’) sebagaimana Allah SWT mendahulukan
ajaran-ajaran akidah pada periode Makkah dan kemudian mengajarkan hukum-hukum
dan syari’at-syari’at pada periode Madinah.[27]
F.
Penutup
Setelah melalui proses kajian
diatas, dapat diketahui bahwa Makiyyah adalah ayat-ayat yang diturun di Mekkah
dan Madaniyyah adalah ayat-ayat yang turun di Madinah. Meskipun dikalangan
ulama’ terdapat perbedaan pendapat tentang defenisi Makiyyah dan Madaniyah. Di
dalam Al-Qur’an terdapat 82 surat Makiyyah, 20 surat Madaniyah dan 12 surat
yang masih diperselisihkan. Didalam surat Makiyyah terdapat pula ayat Madaniyah
dan demikian sebaliknya.
Kaidah dalam mengetahui ayat
Makiyyah dan Madaniyah terdapat beberapa cara, salah satunya adalah dengan
mengetahui ciri-ciri dari Makiyyah dan Madaniyah itu sendiri. Dalam mempelajari
Makiyyah dan Madaniyah kita juga akan memahami kegunaannya seperti dapat
mengetahui sejarah hidup Nabi melalui ayat-ayat Al-Qur’an, sebab turunnya waktu
kepada Rasulullah sejalan dengan sejarah dakwah dan segala peristiwa yang
menyertainya, baik periode Makkah maupun Madinah.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qaththan, Syaikh Manna’. Pengantar
Studi Ilmu Al-Qur’an. Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2006.
Sumbulah, Umi dkk. Studi
Al-Qur’an dan Hadist. Malang: Uin Maliki Press, 2014.
Zuhdi, Masjfuk. Pengantar
Ulumul Qur’an. Surabaya: Karya Abditama, 1997.
Masykur, Kahar. Pokok-pokok
Ulumul Qur’an. Jakarta: PT Rineka Cipta, 1992.
As-Shalih, Subhi. Membahas
Ilmu-ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Firdaus, 19990.
Djalal, Abdul. Ulumul
Qur’an. Dunia Ilmu, 2000.
Ash-Shddiqiey, Teuku Muhammad
Hasbih. Ilmu-ilmu Al-Qur’an. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2002
Abdurrahman, Hafidz. Ulumul
Qur’an. CVIVDeA Pustaka Utama, 2003
Tolchah, Moch. Artikel : Aneka
pengkajian Studi Al-Qur’an (http://digilib.uinsby.ac.id/6878/15/Bab%2011.pdf)
Madyan, Ahmad Shams. Peta pembelajaran Al-Qur’an. Yogyakatra:
Pustaka Belajar, 2008
Catatan:
Makalah ini sudah cukup baik, hanya saja perlu
beberapa perbaikan:
1.
Abstrak tolong diperbaiki lagi.
2.
Pendahuluan juga diperbaiki.
3.
Keterangan “Tolchah,
Moch. Artikel : Aneka pengkajian Studi Al-Qur’an” dicantumkan
secara lengkap: apakah ia dari tesis, disertasi, artikel, dll.
[1] Syaikh Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2006) hlm 61
[2] Ibid hlm 61-62
[3] Subhi As-Shalih, Membahas Ilmu-ilmu Al-Qur’an (Jakarta :
Pustaka Firdaus, 1990), hlm 207
[8] Umi Sumbulah, Akhmad Kholil dan Nasrullah, Studi Al-Qur’an dan
Hadist (Malang : Uin Maliki Press, 2014), hlm 136.
[9] Masjfuk Zuhdi, Pengantar Ulumul Qur-an (Surabaya : Karya
Abditama, 1997), hlm 64
[10] Ibid hlm 65
[11] Ibid hlm 66
[12] Umi Sumbulah, Akhmad Kholil dan Nasrullah, Studi Al-Qur’an dan
Hadist (Malang : Uin Maliki Press, 2014), hlm 136
[13] Syaikh Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2006) hlm 64
[14] Ibid
[15] Kahar Masykur, pokok-pokok Ulumul Qur’an (Jakarta : PT
Rineka Cipta, 1992) hlm 73
[16] Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Ilmu-ilmu Al-Qur’an (Semarang
: PT. Pustaka Rizki Putra, 2002) hlm 83
[18] Ibid hlm 73
[19] Syaikh Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2006) hlm 65
[20] Ibid hlm 66
[21] Ibid
[22] Ibid
[23] Umi Sumbulah, Akhmad Kholil dan Nasrullah, Studi Al-Qur’an dan
Hadist (Malang : Uin Maliki Press, 2014), hlm 137-138
[25] Dr. H. Moch. Tolchah, M. Ag, Artikel : Aneka Pengkajian Studi Al-Qur’an (http://digilib.uinsby.ac.id/6878/15/Bab%2011.pdf)
[27] Ahmad Shams Madyan, Peta pembelajaran Al-Qur’an (Yogyakarta:
Pustaka Belajar, 2008), hlm 190
Tidak ada komentar:
Posting Komentar