Qurota
A’yunin Fitriyah dan Slamet Waluyo
PAI B
Angkatan 2016 UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
e-mai: otaqurota1997@gmail.com
Abstract
In Islam, the Qur'an is
believed to be the word of Allah which is the main source of the teachings of
Islam itself in addition to other sources. Because the Qur'an is a book of
Islamic guidance which according to the language of the Qur'an has the meaning
of reading or reading. The verses of the Qur'an are passed down through a
gradual process of time. The period of descent of these verses is divided into
two, ie before and after the Hijrah of Prophet Muhammad SAW. All the verses
revealed in Makkah and its surroundings, before the hijra are called Makkiyah
verses. And the verses that descend after the Prophet (s). Hijrah to Medina,
though not exactly down in Madinah called Madaniyah. In order to conform to the
universal legal characteristics, a proper understanding of them is required.
Starting from the concept of Makkiyah and Madaniyah in the view of the
classical scholars, the number of surahs of the Qur'an that descended on Makkah
and which descended on Madinah, the way of knowing Makkiyah and Madaniyah, the
characteristics of the makkiyah surah, the specialties of Makkiyah and
Madaniyah letters as well as the usefulness of knowing makkiyah and madaniyah.
Abstrak
Dalam agama Islam Alquran dipercaya
sebagai kalam Allah yang menjadi sumber pokok ajaran agama Islam itu
sendiri di samping sumber-sumber
lainnya. Karena Alquran merupakan kitab pedoman umat
islam yang menurut bahasa Alquran mempunyai arti bacaan atau yang dibaca.
Ayat–ayat Alquran diturunkan melewati suatu proses masa secara berangsur-ansur.
Masa turunnya ayat-ayat ini dibagi menjadi dua, yakni sebelum dan sesudah
Hijrah Nabi Muhammad SAW. Semua ayat yang diturunkan di Makkah dan sekitarnya,
sebelum hijrah disebut ayat Makkiyah. Dan ayat-ayat yang turunnya sesudah Nabi
SAW. Hijrah ke Madinah, sekalipun tidak persis turun di Madinah disebut
Madaniyah. Agar sesuai dengan karakteristik hukumnya universal, maka diperlukan
pemahaman yang tepat terhadapnya. Mulai dari konsep Makkiyah dan Madaniyah
dalam pandangan ulama klasik, jumlah surah Alquran yang turun di
Makkah dan yang turun di Madinah, cara mengetahui Makkiyah dan Madaniyah, ciri-ciri surah
makkiyah, keistimewaan surat-surat Makkiyah dan Madaniyah, dan juga pula faedah
mengetahui makkiyah dan madaniyah.
Keyword : Alquran,
Characteristic, Makkiyah, Madaniyah, Concept
A. Pendahuluan
Alquran dipercaya sebagai kalam
Allah yang menjadi sumber pokok ajaran agama Islam di samping sumber-sumber
lainnya. Kepercayaan terhadap kitab suci ini dan pengaruhnya dalam sejarah umat
Islam sudah terbentuk sedemikian rupa sehingga percaya terhadap kitab suci
menjadi salah satu rukun iman. Pada era globalisasi sekarang ini, muncul
berbagai perubahan yang cukup signifikan dalam memahami isi dan ajaran kitab
suci tersebut, sebagai kelanjutan dari dinamika pemikiran tentang penafsirannya
yang sudah berkembang pada masa-masa sebelumnya. Gejala ini terjadi tidak hanya
di kalangan umat Islam, tetapi juga di kalangan umat beragama lainnya.[1]
Alquran merupakan kitab pedoman umat
islam, yang diketahui menurut bahasa Alquran mempunyai arti bacaan atau yang
dibaca, Alquran adalah “mashdar” yang diartikan dengan arti isim maf’ul, yaitu
“maqru = yang dibaca”. Menurut istilah ahli agama (‘uruf Syara’) ialah : “Nama
bagi kalamullah yang diturunkan kepada Nabinya Muhammad SAW yang ditulis dalam
mashhaf.”
Tegasnya, Alquran itu menunjukkan
kepada pengertian tersebut secara hakikat. Mereka ahli ushul membahas Alquran
dari jurusan kedudukannya sebagai pokok dalilhukum. Maka yang menjadi pokok
dalil itu, ialah: ayat-ayatnnya. Maka yang menjadi pokok dalil itu, ialah :
ayat-ayatnya. Maka tiap satu ayat itu, dinamai Alquran.[2]
Ayat–ayat
Alquran diturunkan melewati suatu proses masa secara berangsur-ansur. Masa
turunnya ayat-ayat ini dibagi menjadi dua, yakni sebelum dan sesudah Hijrah
Nabi Muhammad SAW. Masa Nabi Muhammad SAW tinggal di Mekkah, selama 12 tahun 5
bulan 12 hari terhitung sejak tanggal 17 Ramadhan tahun ke -41 dari
kelahirannta sampai awal Rabiul Awal tahun ke-54 sejak kelahirannya. Semua ayat
yang diturunkan di Makkah dan sekitarnya, sebelum hijrah disebut ayat Makkiyah.
Dan ayat-ayat yang turunnya sesudah Nabi SAW. Hijrah ke Madinah, sekalipun
tidak persis turun di Madinah disebut Madaniyah.[3]
Agar
sesuai dengan karakteristik hukumnya universal, maka diperlukan pemahaman yang
tepat terhadapnya.[4]Maka
kita sebagai umat muslim yang baik sangat perlu sekali untuk memahami secara
detail dan rinci tentang ayat-ayat Alquran mulai dari konsep dasar Alquran,
sejarah dan juga pula tentang ayat-ayat makkiyah dan madaniyah. Dalam artikel
ini akan kita ulas mulai dari konsep makkiyah dan madaniyah menurut ulama
klasik, jumlah ayat yang diturunkah di mekka dan madinah, cara membedakan surat
makkiyah dan madaniyah, dan juga memaparkan faedah dalam mempelajari makiyyah
dan madaniyah.
B. Konsep Makki dan Madani dalam
Pandangan Ulama Klasik
Jumhur Ulama sepakat bahwa dalam
memahami ayat-ayat Alquran, seorang penafsir haruslah menggunakan
perangkat-perangkat tafsir. Hal ini dilakukan agar para penafsir Alquran tidak
melakukan penyimpangan yang terlalu jauh ketika menafsirkan Alquran. Teori Makki
dan Madani sebagai salah satu kajian historis tentang ayat-ayat atau surat Alquran
termasuk bagian dari perangkat tafsir yang digagas oleh ulama mutaqaddimin dan
kemudian dikembangkan oleh ulama kontemporer. Kita perhatikan pengertian Makki
dan Madani dalam pandangan Ulama klasik.[5]
Pengertian makki dan madani menurut al-Zarkasyi[6] ada tiga pendapat,
diantaranya;
1.
Pendapat yang menyatakan bahwa makki adalah ayat atau surat
yang diturunkan di Makkah, dan madani adalah ayat atau surat yang
diturunkan di Madinah
2.
Pendapat yang menyatakan
yang dimaksud makki adalah ayat atau surat yang
turun sebelum hijrah nabi Muhammad saw. Sedangakan madani adalah ayat
atau surat yang turun setelah hijrah nabi Muhammad saw. Pendapat ini yang
paling masyhur
3.
Pendapat terakhir menyatakan bahwa makki adalah ayat atau
surat yang di-khitab-kan pada penduduk Makkah, sedangkan madani
di- khitab-kan pada penduduk Madinah.
Tiga pengertian makki dan madani
diatas sama persis dengan pengertian versi al-Suyuti[7]yang
mengacu tiga pendapatseperti yang telah dijelaskan. Perbedaannya hanya pada
urutan penempatan6, kalau al-Suyuti menempatkan pendapat
paling masyhur di urutan pertama yang oleh al-Zarkasyi ditaruh di urutan
ke-2. yakni yang dinamakan makki adalah ayat atau surat yang diturunkan
sebelum Hijrah dan madani adalah ayat atau surat yang diturunkan setelah
hijrah. al-Suyuti menambahkanbahwa ayat yang turun di luar masa itu
yaitu baik di Makkah atau di Madinah, pada masa Fath makkah, haji wada’,
dan pada waktu perjalanan dakwah, merujuk pada riwayat Utsman bin Sa’id
al-Razi sampai padaYahya bin Salam mengatakan “ayat yang turundi
Makkah dan ayat yang turun di tengah perjalanan ke Madinahnamun Nabi belum
sampai kota Madinah, maka termasuk ayat makki. Dan ayat yang turun di
beberapa perjalanan Nabi setelahbeliau sampai di kota Madinah, maka ayat itu
termasuk madani”
ﻣﺎ
ﻟﺰل ﺑﻤﻜﺔ وﻣﺎﻧﺰل ﻓﻰ طﺮ ﯾﻖ اﻟﻤﺪ ﯾﻨﺔ ﻗﺒﻞ أن ﯾﺒﻠﻎ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ و ﺳﻠﻢ اﻟﻤﺪ ﯾﻨﺔ
ﻓﮭﻮ ﻣﻦ اﻟﻤﻜﻰ. وﻣﺎ ﻧﺰل ﻋﻠﻰ اﻟﻨﺒﻰ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ ﻓﻰ أﺳﻔﺎره ﺑﻌﺪ ﻣﺎ ﻗﺪم اﻟﻤﺪ ﯾﻨﺔ
ﻓﮭﺮ ﻣﻦ اﻟﻤﺪ ﻧﻲ.[8]
Dengan demikian, bila mengacu riwayat tersebut,
turunnya ayat pada saat perjalanan hijrah Nabi dinamakan ayat makki.
Kategori yang dipakai dari
pengertian makki dan madani yang paling masyhur seperti yang telah
dikemukakan berdasarkan hitungan fase. Yakni fase sebelum dan setelah hijrah.
Dalam Makkah, walaupun ada kemungkinan yang tidak termasuk kafir pun juga masuk
golongan yang dikhitabkan. Sedangakan lafadz khitab untuk
penduduk Madinah yang mayoritas kaum berimanadalah”ya ayyuha al-lazina amanu”[9]
Pendapat diatas pun masih menyisakan
pertanyaan lain,bagaimana kasus yang ada di surat al-Baqarah:281 para ulama
sepakat bahwa ia termasuk surat madaniyah, tapi dalam ayat 21, dan 128
mengandung karakteristik ayat makkiyah? Surat an-Nisa’ disepakati madaniyyah
tapi di pembukanya memakai khitab “ya ayyuhan nas”, selanjutnya
surat al-Hajj termasuk makkiyah, namun ayat 77 memakai khitab “ya
ayyuha al-lazina amanu”. Dalam kasus ini, sebagian ulama
mengecualikannya,diantara mereka al-Zarkasyi dan al-Suyuti. Kedua
tokoh itu menambahkan bahwa kasus masuknya alat khitab tersebut sah-sah
saja, apalagi “ya ayyuhan nas “ dan”ya ayyuha al-lazinaamanu” hanyalah
ciri-ciri umum cara Alquran ketika berbicarakepada penduduk Makkah dan Madinah.
Alasannya, Alquran sesungguhnya di-khitab-kan kepada seluruh makhluk di
semesta ini, jadi sah saja bila Alquran ketika berbicara kepada orang-orang
yang beriman menyebut mereka dengan sifat, nama dan jenis mereka, sebagaimana
sah pula jika Alquran memerintahkannon-mukmin untuk menjalankan ibadah mereka
seperti halnya memerintahkan mukminin untuk istiqamah dan
bersungguhdalam ibadah nya.[10]
Manna’ Khalil Qattan pengarang Mabahis
fi Ulum al-Qurantidak mendefinisikan secara khusus tentang pengertian
Makkidan Madani, ia menyebutkan bahwa ada sekitar 14 poin penting dalam studi
Makki dan Madani: 1) ayat yang turun di Mekkah 2) yang turun di Madinah; 3) yang diperselisihkan;
4) ayat-ayat Makkiah dalam surah Madaniah; 5) ayat Madaniah dalam surah
Makkiah; 6) yang diturunkan di Mekkah sedang hukumnya di Madinah; 7) yang
diturunkan di Madinah sedang hukumnya di Mekkah; 8) yang serupa dengan yang
diturunkan di Mekkah (makki) dalam kelompok madani; 9) yang serupa diturunkan
di Madinah (madani) dengan kelompok Makki; 10) yang dibawa dari Mekkah ke
Madinah; 11) yang dibawa dari Madinah ke Mekkah; 12) yang turun waktu malam dan siang; 13) yang
turun musim panas dan dingin; 14) yang turun waktu menetap dan dalamperjalanan.
Tema bahasan inilah barangkali yang menginspirasi Nasr Hamid Abu Zaid untuk
melakukan rekonstruksi ulang tentang teori Makki-Madani.[11]
Bagi Abu Zaid, studi makki
dan madani adalah bentuk dialektika teks dengan realitas khususnya
ketika ia menyapa sasaran penerimanya (Nabi). Perbedaan Makki dan Madani dalam
teks merupakan perbedaan antara dua fase pentingyang memiliki andil dalam
pembentukan teks, baik dalam taraf kandungan / isi ataupun strukturnya. Oleh
karena itu, teks itu sendiri merupakan interaksi realitas yang
dinamis-historis.Abu Zaid membagi pandangannya terhadap problematika pembacaan
klasik tentang makki dan madani menjadi lima bagian, dua bagian
mengenai konsep makki dan madani, dantiga bagian lainnya
merupakan permasalahan tentang metode kompromi ulama dalam tenentuan makki
dan madani. Lima bagian itu adalah; pertama, Norma-norma
pembedaan, ; kedua, gaya bahasa, ; ketiga, Metode ekletik (talfiq)
di antara riwayat,; keempat, Hipotesis tentang penurunan berulang (takarrar
an-Nuzul), ; dan kelima, Pemisahan antara teks dan hukumnya.[12]
Dalam studi Alqurandikenal adanya tiga pengertian dalam Makkiyah
danMadaniyah. Pertama, Makkiyah adalah ayat yang turun di Makkah dan
Madaniyah adalah ayat yang turun di Madinah. Kedua, Makkiyah adalah ayat
yang turun sebelum hijrah sekalipun turun di Madinah dan Madaniyah adalah ayat
yang turun setelah hijrah meskipun turun di Makkah. Ketiga, Makkiyah
adalah ayat yang sasarannya tertuju kepada penduduk Makkah dan Madaniyah ayat
yang tertuju kepada penduduk Madinah.[13]
C. Jumlah Surah Alquran yang Turun di Mekkah dan yang Turun di Madinah
Para ahli tafsir tiada sekata dalam menetapkan jumlah surah yang
turun di Madinah. Bahkan mereka berselisih paham pula tentang menentukan
surat-surat Makkiyah dan tentang menentukan surat-surat Madaniyah.[14]
Al Khudlary dalam kitab tarikh tasyri’ menetapkan, bahwa jumlah
Alquran yang turun di Mekkah sejumlah 19/30 dan yang turun di Madinah 11/30.
Surat-surat di Makkah sejumlah 91 dan yang turun di Madinah sejumlah 23.
Bila kita periksa Al-Munshaf dan kita perhatikan
keterangan-keterangan yang terdapat dipermulaan tiap-tiap surat, nyatalah bahwa
surat yang turun di Mekkah sejumlah 86, dan yang turun di Madinah sejumlah 28.[15]
a)
Surat-surat
Makkiyah menurut tertib turunnya
Dibawah ini kami paparkan surat-surat Makkiyah menurut tertib
turunnya berdasarkan keterangan sebagian ulama.
1.
Al ‘Alaq
2.
Al Qalam
3.
Al Muzammil
4.
Al Muddatstie
5.
Al Fatihah
6.
Al Masad (Al
Lahab)
7.
Al Takwir
8.
Al A’la
9.
Al Lail
10. Al Fajr
11. Adh dhuha
12. Asy Syarah (Al Insyiroh)
13. Al Ashr
14. Al ‘Adiyat
15. Al Kaustar
16. At Takatsur
17. Al Maun
18. Al Kafirun
19. Al Fill
|
20. Falaq
21. An Nas
22. Al Ikhlas
23. An Najm
24. ‘Abasa
25. Al Qadar
26. Asy Syamsu
27. Al Buruj
28. At Tin
29. Al Quraish
30. Al Qari’ah
31. Al Qiyamah
32. Al Humazah
33. Al Mursalah
34. Qaf
35. Al Balad
36. Ath Thariq
37. Al Qamar
38. Shad
|
39. Al A’raf
40. Al Jin
41. Yasin
42. Al Furqan
43. Fathir
44. Maryam
45. Thaha
46. Al Waqiah
47. Asy Syu’ara
48. An Naml
49. Al Qashash
50. Al Isra’
51. Yunus
52. Hud
53. Yusuf
54. Al Hijr
55. Al An’am
56. Ash Shaffat
57. Luqman
58. Saba
59. Az Zumar
60. Ghafir
61. Fushshilat
62. Asy Syura
|
63. Az Zukhruf
64. Ad Dukhan
65. Al Jaatsiah
66. Al Ahqaf
67. Adz Dzariyat
68. Al Ghasyiyah
69. Al Kafh
70. An Nahl
71. Nuh
72. Ibrahim
73. Al Anbiya
74. Al Mu’minun
75. As Sajdah
76. Ath Thur
77. Al Mulk
78. Al Haqqah
79. Al Ma’arij
80. An Naba
81. An Naziat
82. Al Infithar
83. Al Insyiqaq
84. Ar Rum
85. Al Ankabut
86. Al Muthafifin (Tathfif)
|
Sebagian
ahli tafsir berkata: surat Tafhfif itulah surat paling penghabisan turun di
Mekkah.
Menurut Al Khudlary, selain dari surat-surat yang tersebut masu
juga dalam golongan surat-surat Makkiyah surat yang tersebut di bawah ibnu :
87. Az Zalzalah
88. Ar Rad
89. Ar Rahman
90. Al Insan
91. Al Bayyinah
Surat-surat yang lima buah ini setengah ulama memasukkannya ke
dalam bagian Madaniyah.[16]
b)
Surat-surat
Madaniyah, menurut tertib turunnya ialah :
1.
Al Baqarah
2.
An Anfal
3.
Ali Imran
4.
Al Ahzab
5.
Al Mumtahanah
6.
An Nisa
7.
Al Hadid
|
8.
Al Qital
9.
Ath Thalaq
10. Al Hasyar
11. An Nur
12. An Nur
13. Al Haj
14. Al Munafiqun
|
15. Al Hujurat
16. At Tahrim
17. At Taghabun
18. Ash Shaf
19. Al Jumu’ah
20. Al Fat-hu
21. Al Maidah
22. At Taubah
23. An Nashr
Jika
kita turuti pendapat sebagian ahli tafsir yang menetapkan bahwa surat-surat
yang turun di Madinah sejumlah 28, tambahan atas 23 ini, lima surat yaitu :
1.
Al Zalzalah
2.
Ar Rad
3.
Ar Rahman
4.
Al Insan
5.
Al Bayyinah
Kata
Ibnu Hashshar dalam kitab An Nasikh wal Mansukh : surat yang disepakati
turunnya di Madinah sejumlah 20 surat,
yaitu:
1.
Al Baqarah
2.
Ali Imran
3.
An Nisa
4.
Al Maidah
5.
An Anfal
6.
At Taubah
7.
An Nur
8.
Al Ahzab
9.
Muhammad
10. Al Fat-hu
|
11. Al Hujurat
12. Al Hadid
13. Al Mujadalah
14. Al Hasyr
15. Al Mumtahanah
16. Al Jum’ah
17. Al Munafiqun
18. Ath Thalaq
19. At Tahrim
20. An Nashr[17]
|
Surat-surat
yang diperselisihi sejumlah 11 surat, yaitu :
1.
Al Fatihah
2.
Ar Ra’du
3.
Ar Rahman
4.
Ash Shaf
5.
At-Taghbun
6.
At Tathfif
|
7.
Al Qadar
8.
Al Bayyinah
9.
Az Zalzalah
10. Al Ikhlas
11. Al Mu’auwiyadzatani (Al Falaq, An Nas)
|
Selain
dari ayat tersebut, disepakati turunnyadi Makkah, yaitu sejumlah 82 ayat.[18]
D. Ayat-ayat yang Turun di Madinah, dan Hukumnya Makiyyah’z
1.
Al-Mumtahanah
2.
Ayat 41 surah
Al-Nahl
Surah
Al-Mumtahanah turun ketika Rasulullah hendak berangkat menuju Mekah menjelang Fatuh Mekah. Ini terjadi setelah hijrah.
Kisahnya sebagai berikut: Mengetahui Rasulullah Saw. Hendak berangkat ke Mekah,
seorang yang bernama Hattab bin Abi Balta’ah menulis surat untuk disampaikan
kepada orang Quraisy di Mekah. Isi surat itu menginformasikan rencana
Rasulullah Saw. Dan kaum muslimin yang akan berangkat ke kota yang disebut
paling terakhir.[19]
Entah
mengapa Al-Zarkasvi mengklasifikasikan ayat-ayat ini sebagai Makkiyah. Ia tedak menjelaskan
alasannya. Ada kemungkinan, penulis kitab Al-Burhan
fi ‘Ulum Al-Qur’an ini sepakat dengan pendapat yang mengatakan ayat Makiyyah adalah ayat-ayat yang khithab-nya ditujukan kepada penduduk
Mekah.[20]
Bila
melihat kasus ayat 41 surah Al-Nahl, tampaknya kemungkinan itu benar, sebab
Al-Zarkasyi juga memasukkan ayat yang turun setelah hijrah ini sebagai ayat Madaniyah yang hukumnya Makkiyah, oleh karena khithab-nya ditujukan kepada penduduk Mekah.
3.
Awal surah
Al-Taubah sampai dengan ayat 28. Ayat-ayat ini sesungguhnya Madaniyah, tetapi khithab-nya ditujukan kepada penduduk Mekah.
Makkiyah Mirip Madaniyah
Pada
pembahasan sebelumnya telah disinggung kasus ayat 32 Surah Al-Najm. Di sana ada
kata “jjjj” yang statusnya bisa jadi membingungkan banyak orang karena hampir
semua ulama mendefinisikan sebagai: “Pelanggaran hukum yang mengakibatkan had”. Padahal sebelum Rasulullah Saw.
Meninggalkan Mekah menuju Madinah untuk berhijrah, hukuman itu belum dikenal.
Ayat-ayat seperti inilah yang disebut Makkiyah
mirip Madaniyah. Al-Zarkasyi
memasukkan ayat 114 surah Hud ke dalam kategori ayat jenis ini. Ayat tersebut,
kata Al-Zarkasyi, turun berhubungan dengan Abu Muqabbal Al-Husain Umar bin Qais
dan seorang wanita yang membeli kurma kepadanya.
Madaniyah mirip Makkiyah
Merujuk pada kitab Al-Burhan fi ‘Ulum Al-Qur’an, materi di
seputar Makkiyah dan Madaniyah terbilang lengkap. Di dalam
kitab itu, hanya ada tiga ayat Madaniyah
yang mirip Makkiyah yaitu.
1.
Ayat 17 surah
Al-Anbiya’, yang turun sehubungan dengan kedatangan delegasi kaum Nasrani
Najran.
2.
Ayat 1 surah
Al-‘Adiyat.
3.
Ayat 32 surah
Al-Anfal.
Selain
itu, terdapat ayat-ayat yang turun di beberapa tempat. Di Al-Juhfah, turun ayat
85 surah Al-Qashash; di Bait Al-Maqdis, Palestina, turun ayat 45 surah
Al-Zukhruf; di Thaif, turun ayat 45 surah Al-Furqan dan ayat 22, 23, dan 24 surah Al-Insyiqaq; dan di Hudaibiyah,
turun ayat 30 surah Al-Ra’d.[21]
Ayat-ayat yang
Turun pada Malam Hari
Tidak banyak
yang dicatat dalam Al-Burhan fi ‘Ulum
Al-Quran tentang ayat yang turun pada malam hari. Hanya ada tiga buah,
yaitu:
1.
Ayat 1 surah
Al-Hajj. Ayat ini turun ketika terjadi peperangan Bani Al-Mushthaliq;
2.
Ayat 67 surah
Al-Maidah;
3.
Ayat 56 surah
Al-Qashash.
Selain
ayat-ayat yang dituturkan Al-Zarkasyi dalam kitab Al-Burhan fi ‘Ulum Al-Quran-nya seperti disebut di atas, Amir Abdul
Aziz menambahkan beberapa ayat lagi yang turun pada waktu malam, yaitu:
1.
Ayat 190 s.d.
akhir surah Ali Imran, yang berarti keseluruhannya berjumlah 10 ayat.
Diriwayatkan, bahwa suatu malam Bilal hendak mengumandangkan adzan subuh.
Sebelum itu ia mendapati Rasulullah Saw, tengah menangis. Bilal langsung
menanyakan, apa gerangan yang telah membuat Rasulullah menangis? Rasul Saw.
Menjawab; “Apa yang menghalangiku untuk menangis? Baru saja diturunkan kepadaku
malam ini (Rasulullah Saw. Lalu membacakan ayat 90 surah Ali Imran sampai
dengan akhir surah itu). Usai membacakan ayat-ayat yang baru saja beliau
terima, Rasulullah kemudian mengatakan kepada Bilal: “Celakalah bagi orang yang
membacanya, tetapi tidak memikirkannya”.
2.
Surah Al-An’am.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, berkata: “Surah Al-An’am turun di Mekah sekaligus
pada malam hari, dikawal seribu malaikat dengan mengumandangkan tasbih.
3.
Surah Maryam.
Diriwayatkan dari Abu Maryam Al-Ghassaniy, berkata:
“Aku
pernah mendatangi Rasulullah Saw., lalu kukatakan, aku punya tetangga yang
malam ini melahirkan bayi wanita, beliau (Rasulullah Saw.) lalu mengatakan,
“Malam ini diturunkan kepadaku surah Maryam, berilah dia nama Maryam.”
Ayat-ayat yang
Turun pada Musim Dingin
1.
Aisyah pernah
mengatakan bahwa ayat 11 surah Al-Nur yang sebab
nuzul-nya berkaitan dengan dirinya diturunkan pada musim dingin.
2.
Ayat 9 surah
Al-Ahzab. Khudzaifah meriwayatkan, pada malam Al-Ahzab, orang-orang berpencar
dengan Rasulullah Saw., kecuali 12 orang. Rasulullah Saw, datang dan mengatakan
kepada mereka, “Bangkitlah dan berangkatlah ke kamp Al-Ahzab.” Kutanyakan: “Wahai Rasulullah, demi dzat
yang telah mengutusmu dengan benar, saya
tidak melakukan untukmu kecuali karena takut kedinginan.
Lalu
turunlah ayat 9 surah Al-Ahzab dan ayat yang sesudahnya.[22]
Ayat-ayat yang
Turun di Perjalanan
1.
Ayat 281 surah
Al-Baqarah, turun di Mina pada tahun terjadinya Haji Wada’.
2.
Ayat 58 surah
Al-Nisa’. Ayat ini turun kepada Nabi Muhammad Saw. Pada hari futuh saat beliau berada di Ka’bah.
3.
Ayat 176 surah
Al-Nisa’.
4.
Ayat 3 surah
Al-Ma’idah, turun di Arafah pada waktu Haji Wada’.
Ayat-ayat yang
Turun Musyayya’
Musyayya’
artinya diiringi, dikawal, dan diantar. Ada beberapa ayat Alquranyang ketika
turun dikawal sejumlah malaikat sebagai penghormatan. Ayat-ayat yang ketika
turun diperlakukan seperti itu disebut, “ayat musyayya”.
Ayat-ayat atau
surah-surah tersebut adalah:
1.
Al-Fatihah.
Surah ini ketika turun dikawal 30.000 malaikat.
2.
Ayat Kursiy,
ketika turun dikawal 30.000 malaikat.
3.
Surah Yunus.
Surah ini ketika turun dikawal 70.000 malaikat.
4.
Surah Al-An’am.
Dikawal 20.000 malaikta.
5.
Ayat 45 surah
Al-Zukhruf, turun dikawal 20.000 malaikat.
Tentang riwayat pengawalan oleh 70.000 malaikat ketika turun surah
Yunus yang merujuk pada apa yang disebut Abu ‘Amar bin Shalah dalam fatwanya
dengan sumber dari Ubai bin Ka’ab, oleh Al-Zarkasyi dinilai berisnad lemah. Kebanyakan ayat Al-Quran
dibawa Jibril sendiri tanpa pengawalan, demikian menurut Al-Zarkasyi.[23]
Cara Mengetahui
Makkiyah dan Madaniyah
Studi Makkiyah adalah studi sejarah, studi sirah, dan studi tentang kejadian tertentu yang memerlukan
penyaksian langsung. Oleh karena itu, tidak ada jalan lain yang dapat membantu
di dalam memahami ayat-ayat mana saja yang terbilang Makkiyah dan ayat-ayat mana saja yang termasuk Madaniyah, kecuali riwayat dari para sahabat Rasulullah Saw. Karena
merekalah yang mengikuti perjalanan hidup Rasulullah Saw. Baik di Mekah maupun
di Madinah. Dari segi sumbernya, Makkiyah
dan Madaniyah sama saja dengan sabab Nuzul, artinya Makkiyah maupun Madaniyah hanya dapat diketahui melalui riwayat demi riwayat yang
diturunkan secara estafet dari satu generasi ke generasi berikutnya sebelum
kemudian dibukukan atau ditulis dalam suatu bentuk catatan. Sekalipun demikian,
ada semacam “isyarat-isyarat” yang bisa ditangkap untuk membedakan ayat Makkiyah dengan ayat Madaniyah. Isyarat-isyarat yang biasa
disebut dhawabith itu adalah itu
adalah sebagai berikut.
Ciri-ciri Surah
Makkiyah
1.
Terdapat kata kalla di sebagian besar atau seluruh
ayatnya.
2.
Terdapat sujud
tilawah di sebagian atau seluruh ayat-ayatnya.
3.
Diawali huruf tahajji seperti qaf, nun dan ha mim.
4.
Memuat kisah
Adam dan Iblis (kecuali surah Al-Baqarah).
5.
Memuat kisah
para Nabi dan Umat-umat terdahulu.
6.
Di dalamnya
terdapat khithab (seruan) kepada
semua manusia (wahai semua manusia).
7.
Menyeru dengan
kalimat “Anak Adam”.
8.
Isinya memberi
penekanan pada masalah akidah.
9.
Ayatnya
pendek-pendek.
Ciri-ciri Surah
Madaniyah
1.
Terdapat
kalimat “orang-orang yang beriman” pada ayat-ayatnya.
2.
Terdapat
hokum-hukum faraidl, hudud, qihahsh
dan jihad.
3.
Menyebut
“orang-orang munafik” (kecuali Al-Ankabut).
4.
Memuat bantahan
terhadap Ahlu Al-Kitab (Yahudi dan
Nasrani).
5.
Memuat hokum syara’, seperti ibadah, mu’amalah dan Al-ahwal Al-Syakhshiyah.
6.
Ayatnya
panjang-panjang.[24]
Keistimewaan Surat-Surat Makkiyah dan Madaniyah
Diantara keistimewaan-keistimewaan surat
Makkiyah, dapat dikemukakan:
1.
Pembekalan aqidah Islam dalam jiwa memalui ajakan beribadah kepada
Allah Yang Esa, beriman kepada risalah Muhammad SAW dan kepada hari Akhir.
2.
Penetapan dasar-dasar ibadah
dan muammalah dan etika keutamaan-keutamaan umum.
3.
Perhatian terhadap rincian kisah-kisah para Nabi dan ummat-ummat
terdahulu, menjelaskan tentang ajakan para Nabi yang berupa aqidah dan
sikap-sikap ummat mereka terhadap azab-azab yang di bumi.
4.
Surat-surat dan ayat-ayat yang dibarengi dengan kuatnya pilihan
diksi dan peristiwa (yang dihadirkan kiamat).[25]
Adapun keistimewaan yang terdapat pada surat
Madaniyyah, antara lain adalah:
5.
1.
Alquranberbicara kepada masyarakat Islam
Madinah, pada umumnya berisi tentang penetapan hukum-hukum syariah, ibadah dan
muamalah, sanksi-sanksi, kewajiban-kewajiban, hukum jihad, dan lain-lain.
2.
8.2. Didalam masyarakat Madinah tumbuh sekelompok orang munafiq,
lalu Al-Qur’an membicarakan sifat-sifat
2.
mereka dan menguak rahasia mereka. Alquranmenjelaskan bahaya mereka terhadap
Islam dan kaum Muslimin serta membeberkan media-media, tipuan-tipuan, serta
strategi mereka untuk memperdaya kaum Muslimin.
3.
3.
Diantara orang-orang Islam di Madinah, hiduplah sekelompok ahli
kitab bangsa Yahudi. Mereka selalu melakukan perbuatan licik, memperdaya Islam
dan pemeluknya. Maka Alqurandi Madinah membeberkan rahasia-rahasia mereka
dan membatalkan keyakinan-keyakinan mereka.
4.
4.
Pada umumnya, ayat-ayat dan surat-suratnya panjang dan untuk
menggambarkan luasnya aqidah dan hukum-hukum Islam.[26]
D. Faedah Mengetahui Makkiyah dan Madaniyah
Pengetahuan tentang Makki dan Madani
banyak faedahnya, diantaranya:
1.
Untuk dijadikan
alat bantu dalam menafsirkan Qur’an, sebab pengetahuan mengenai tempat turun
ayat yang dapat membantu memahami ayat tersebut danmenafsirkannya dengan
tafsiran yang benar, sekalipun yang menjadi pegangan adalah pengertian umum
lafadz, bukan sebab yang khusus. Berdasarkan hal itu seorang pennafsir dapat
membedakan antara ayat yang nasikh dengan yang mansukh bila di antara kedua
ayat terdapat makna yang kontradiktif. Yang datang kemudian tentu merupakan
nasikh atas terdahulu.
2.
Meresapi gaya
bahasa Qur’an dan memanfaatkannya dalam metode nerdakwah menuju jalan Allah,
sebab setiap situasi mempunyai bahasa tersendiri. Memperhatikan apa yang
dikehendaki oleh situasi, merupakan arti paling khusus dalam ilmu retorika.
Karakteristik gaya bahasa Makki dan Madani dalam Alquran pun memberikan kepada
orang yang mempelajarinya sebuah metode dalam penyampaian dakwah ke jalan Allah
yang sesuai dengan kejiwaan lawan berbicara dan menguasai pikiran dan
perasaannya serta mengatasi apa yang ada dalam dirinya dengan penuh
kebijaksanaan. Setiap tahapan dakwah mempunyai topik dan pola penyampaian
tersendiri. Pola penyampaian itu berbeda-beda, sesuai dengan perbedaan tata
cara, keyakinan dan kondisi lingkungan. Hal yang demikian nampak jelas dalam
berbagai cara Qur’an menyeru berbagai golongan: orang yang beriman, yang
musyrik, yang munafik, dan Ahli Kitab
3.
Mengetahui
sejarah hidup Nabi melalui ayat-ayat Qur’an, sebab turunnya wahyu kepada
Rasulullah sejalan dengan sejarah dakwah dengan segala peristiwanya, baik pada
periode Mekah maupin periode Medinah, sejak permulaan turun wahyu hingga ayat
terakhir diturunkan. Qur’an adalah sumber pokok bagi peri hidup Rasulullah.
Peri hidup beliau yang diriwayatkan ahli sejarah harus sesuai dengan Qur’an;
dan Qur’an; dan Qur’an pun memberikan kata putus terhadap perbedaan riwayat
yang mereka riwayatkan.[27]
E. Penutup
Dari
uraian diatas dapat disimpulkan sebagai berikut: Pertama, dari beberapa
pendapat ulama tentang makkiyah dan madaniyah. Satu konsep yang diambil garis
besarnya yakni pengertian makkiyah dan madaniyah yang pengklasifikannya
berdasarkan 1)waktu 2)tempat dan 3)khitabnya. Kedua, Jumlah turun surat
yang di turunkan di Mekkah ada 86 surat dan yang di Madinah ada 28 surat.
Ketiga, Al-Quran merupakan kalam ilahi yang menjadikannya penting dari sisi
agama maupun ilmu pengetahuan, dan kita selaku umat islam seyogyanya menyadari
dengan hal tersebut seberapa penting kita memahami Alqurandari berbagai
aspek karena “manusia terbaik di sisi Allah SWT adalah manusia yang mempelajari
Alqurandan
mengamalkannya”. Salah satu aspek penting mempelajari Alquranialah
mengetahui mana surah atau ayat Makiyyah dan juga mana yang Madaniyah penting
tidaknya seorang yang muslim mengetahuinya yang terpenting adalah usaha awal d
ari seorang muslim mempelajari Al-Quraan, dia harus mengetahui klasifikasi mana
surah dan ayat yang tergolong makkiyah maupun madaniyah. Dan yang
terakhir faedah dari mempelajari ayat makkiyah dan madaniyah ini adalah Untuk
dijadikan alat bantu dalam menafsirkan Qur’an, meresapi gaya bahasa Qur’an dan
memanfaatkannya dalam metode berdakwah menuju jalan Allah dan juga mengetahui
sejarah hidup Nabi melalui ayat-ayat Qur’an.
.
DAFTAR
PUSTAKA
Abd.Halim.2015. Perkembangan
Teori Makki dan Madani dalam Pandangan Ulama Klasik dan Kontemporer. Jurnal
Syadah: Yogyakarta
Anshory, Anhar. 2012. Pengantar Ulumul Quran. LPSI:Yogyakarta.
Ash-Shiddieqy, Prof.T.M Hasbi. 1974. Sejarah dan Pengantar Ilmu
Al-Quran/Tafsir. Bulan Bintang: Jakarta
Az-zanjani, Abu Abdullah.Wawasan Baru Tarikh Al-Quran. Penerbit
Mizan
Dr Umi Sumbulah, M.Ag dkk. 2014. Studi Al-Qur’an Dan Hadist. UIN
Maliki Press: Malang.
Hitami,
Dr. Munzir, M.A. 2012. Pengantar
Studi Al-Qur’an: Teori dan Pendekatan. LKIS: Yogyakarta.
Novrianto, Reno. 2014.
Upaya Menemukan Konsep Makiyyah dan Madaniyyah Pada Hadis. (SKRIPSI UIN
Kalijaga: Yogyakarta
MA, Kontekstualisasi Al-Qur’an. 2010. Jurnal Hunafa Vol. 7
Mudzakir AS. Manna’ Khalil al-Qathan. 2015. Pustaka Litera Antar
Nusa: Bogor
Mum’in, Zainul. 2013Teori Nasikh-Mansukh Sebagai Pembaharu Hukum
Islam. (Skripsi UIN Sunan kalijaga: Yogyakarta
Catatan:
1.
Dalam tulisan
ilmiah, seluruh gelar (Ustadz, Prof, Dr., dll) dihilangkan, sekalipun itu dalam
footnote.
2.
Penulisan
footnote untuk jurnal tolong diperbaiki.
3.
Jika buku
terjemahan, maka beri judul bukunya kemudian keterangan penterjemah.
[1] Dr.
Munzir Hitami, M.A., Pengantar Studi
Al-Qur’an: Teori dan Pendekatan( LKIS Yogyakarta, 2012) Hal 1
[2]
Prof . T.M Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Quran/Tafsir,(Bulan
Bintang, 1974) Hal 15-16
[3] Abu
Abdullah Az-zanjani, Wawasan Baru Tarikh Al-Quran, (Penerbit Mizan) Hal
51
[4] Zainul
Mum’in. Teori Nasikh-Mansukh Sebagai Pembaharu Hukum Islam. (Skripsi UIN Sunan
kalijaga Yogyakarta 2013) hal 1
[5]Abd.Halim,
Perkembangan Teori Makki dan Madani dalam Pandangan Ulama Klasik dan
Kontemporer(Yogyakarta;Jurnal Syadah. 2015) Vol. III hlm.3
[7]Nama lengkapnya Jalaluddin al-Suyuti
(849 H-w.911), pengarang kitab al-Itqanfi ‘Ulum al-Qur’an. karya Az-Zarkazi dan al-Suyuti ini menjadi rujukan para
ulamasetelahnya dalam kajian al-Qur’an
[8]MA, Kontekstualisasi
Al-Qur’an, Jurnal Hunafa, Vol. 7, No.1, April 2010:61-68
[9]Abd.Halim,
“Perkembangan Teori Makki dan Madani dalam Pandangan Ulama Klasik dan
Kontemporer”(Yogyakarta;Jurnal Syadah. 2015) Vol. III hlm.5
[10]Ibid,
hlm.6
[11]Ibid,
hlm.7
[12]Ibid,
hlm.8
[13] Reno Novrianto. Upaya Menemukan Konsep Makiyyah dan Madaniyyah
Pada Hadis. (SKRIPSI UIN Kalijaga Yogyakarta. 2014) hal 95
[14] Prof.
T.M Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Quran/Tafsir, (Bulan
Bintang Jakarta, 1974) hal 61
[15]Ibid
[16]Ibid
[17]Ibid,
hlm 63
[18]Ibid,
hlm 64
[19] Dr Umi
Sumbulah, M.Ag dkk, Studi Al-Qur’an Dan Hadist, (UIN Maliki Press Malang,2014)
hal 148
[20]Ibid.
Hal 149
[21]Ibid.
Hal 150
[22]Ibid.
Hal 151
[23] Ibid.
Hal 153
[24] Ibid.
Hal 138
[25] Anhar
Anshory. 2012. Pengantar Ulumul Quran. LPSI:Yogyakarta. Hal 30
[26] Ibid,
Hal 31
[27]
Mudzakir AS. Manna’ Khalil al-Qathan, (Pustaka Litera Antar Nusa Bogor.2015)
hal 79
Tidak ada komentar:
Posting Komentar