SEJARAH
PERADABAN ISLAM PADA MASA BANI ABBASIYAH
Achmad Fathorrozi, Wardah
Toyibah, Naila Adiba, Atiqurrahman
Achmad.fathorrozi@yahoo.com
Abstrak
Dalam unsur bangsa terdapat
perbedaan-perbedaan, tiap unsur bangsa mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Turunan yang lahir dari percampuran darah , menghasilkan unsur baru dalam tubuh
bangsa, yang memiliki kelebihan-kelebihan dua unsur dan keaiban-keaiban dua
darah.Demikianlah masa Abbasiyyah, berkembang empat unsur kebudayaan yang
mempengaruhi kehidupan akal, yaitu kebudayaan Persia, Yunani, Hindi, dan Arab.
Poin poin kemunduran Abbasiyah setidaknya mempunyai
kesamaan namun yang perlu dipahami bahwa kemunduran Islam dalam suatu dinasti
lebih banyak didahului oleh faktor internal seperti yang pernah diperingatkan
Nabi bahwa umat Islam tidak dapat dikalahkan oleh musuh kecuali kalua sesame
mereka berselisih lalu mengundang musuh luar kedalam rumah tangga mereka untuk
menghancurkan saudara seagamanya yang berlainan aliran.
Abstract
In the element of natiion there is
a differences, every element of nation has aadvantages and disadvantages.
Derivatives born from a mixing of blood, produce a new element of nation which has advantages of two element and two
shames of two blood. So, there is period of Abbasyiyah. Progress four element
of culture which affect life of sense are culture of persia, yunani, hindi, and
arab.
Points of decline of abbasyiyah at
least has a similarity but we need understand that decline of islam in a
dynasty more preceded by internal factors like has been warned of the prophet
that islamic people can’t defeated by the enemy except their cheif dispute then
they invite outside enemies into their household to destroy their religious
brothers which a different flow.
Keyword : Transmisi, Pengetahuan, Kemunduran
A. PENDAHULUAN
Setelah
Dinasti Umayyah berserta segala kejayaannya hancur, dinasti Islam berikutnya
yang berkuasa adalah Dinasti Abbasiyah.
Dinasti Abbasiyah merupakan keturunan Abbas, yakni paman
Nabi Muhammad saw., yang memerintah pada tahun 750-1258, dari Baghdad, tempat
yang dipilih oleh kholifah Abbasiyah kedua pada tahun 762, dan dari samara pada
abad ke-9
Nama Abbasiyah diambilka dari nama salah seorang paman
Nabi Muhammad saw., yakni Al-Abbas bin Abdul Muthallib bin Hasyim. Maka dari
itu, Bani Abbasiyah merasa lebih berhak dari pada Bani Umayyah atas
kekhalifahan Islam, karena mereka adalah cabang dari bani Hasyim yang secara
nasab merupakan keturunan yang lebih dekat engan Nabi Muhammad saw. Adapun
kholifah pertama dari pemerintahan ini adalah Abdullah ash-Shaffah bin Muhammad
bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthallib.
Sebelum berdirinya Dinasti Abbasiyah, terdapat tiga poros
utama yang merupakan pusat kegiatan, satu dengan yang lain memiliki kedudukan
tersendiri dalam memainkan peran untuk menegakkan kekuasaan keluarga besar
paman Nabi Muhammad saw., Abbas bin Abdul Muthallib. Dari nama al-Abbas inilah,
nama itu disandarkan pada tiga tempat dipusat kegiatan, yaitu Humaimah, Kufah,
dan Khurasan.
Secara resmi, Abdul Abbas ash-Shaffah mendirikan Dinasti
Abbasiyah pada tahun 132 H/750 M. kekuasaan Dinasti Abbasiyah berlangsung lama,
yakni 5 abad, pada tahun 132-656 H (750-1258 M). berdirinya pemerintahan ini
dianggap sebagai kemenangan pemikiran yang pernah dinyatakan oleh Bani Hasyim
(Alawiyun), setelah meninggalkan Nabi Muhammad saw. Bagi mereka, yang berhak
kuasa adalah keturunan Nabi Muhammad saw. dan anak-anak beliau.
Proses beridirinya Dinasti Abbasiyah diawali dari tahap
persiapan dan perencanaan yang dilakukan oleh Ali bin Abdullah bin Abbas, Zahid
yang hidup pada masa Umar bin Abdul Aziz (717-720 M). persiapan yang dilakukan
oleh Ali adalah melakukan propaganda terhadap umat Islam (khususnya Bani
Hasyim).
B. TRANSMISI KEBUDAYAAN YUNANI KE DUNIA
MUSLIM
Gerakan
penerjemah
Meski kegiatan penerjemah sudah dimulai sejak masa
Daulah Umayyah, upaya besar-besaran untuk menerjemahkan manuskrip-manuskrip
berbahasa asing terutama berbahasa Yunani dan Persia ke dalam bahasa Arab
mengalami masa keemasan pada masa Daulah Abbasiyah. Para ilmuan di utus ke
daerah Byzantium untuk mencari naskah-naskah Yunani dalam berbagai bidang ilmu
terutama filsafat dan kedokteran. Sedangkan perbuatan manuskrip di daerah timur
seperti Persia adalah terutama dalam bidang tata negara dan sastra. Para
penerjemah tidak hanya dari kalangan Islam tetapi juga dari pemeluk Nasrani
dari Syiria dan MAjusi dari Persia. Biasanya naskah berbahsa Yunani
diterjemahkan kedalam bahasa Syiria kuno dulu sebelum ke bahasa Arab. Hal ini
dikarenakan para penerjemah biasanya adalah para pendeta Kristen Syiria yang
hanya memahami bahasa Yunani dan bahasa mereka sendiri yang berbeda dari bahasa
Arab. Kemudian, para ilmuwan yang memahami Bahasa Syiria dan Arab menerjemahkan
naskah tersebut ke dalam bahasa Arab.[1]
Peletak dasar gerakan penerjemah adalah Bani
Umayyah. Namun, upaya menerjemahkan berbahasa asing, terutama bahasa Yunani dan Persia ke dalam
bahasa Arab mengalami masa keemasan pada masa pemerintahan Abbasiyah. Para
ilmuan diutus kedaerah Byzantium untuk mencari naskah-naskah Yunani dalam
berbagai ilmu, khususnya Filsafat dan kedokteran[2]
Pada masa keemasan, karya yang banyak diterjemahkan
tentang ilmu-ilmu pragmatis, seperti kedokteran. Sebenarnya, naskah astronomi
dan matematika juga di terjemahkan. Sedangkan karya-karya yang berupa puisi,
drama, cerpen, dan sejarah jarang diterjemahkan Karena dianggap kurang
bermanfaat. Sementara itu, dalam bidang berbahasa Arab, perkembangan ilmu di
bidang-bidang tersebut sudah sangat maju.[3]
Pelopor pergerakan
penerjemah pada awal pemerintahan Daulah Abbasiyah adalah khalifah al-Mansur
yang juga membangun ibu kota Baghdad. Dia memperkerjakan orang-orang Persia
yang baru masuk Islam seperti Nawbaht, Ibrahim al-Fazari, dan Ali Ibn Isa untuk menerjemahkan karya-karya berbahasa
Persia dalam bidang astrologi (ilmu perbintangan) yang sangat berguna bagi
kafilah dagang baik melalui darat maupun laut. Buku tentang ketatanegaraan dan politik serta moral seperti kalila wa dimma dan Shinbind dalam bahasa Persia
diterjemahkan kedalam bahasa Arab. Selain itu, manuskrip berbahasa Yunani
seperti Logika karya aris toteles, Almagest karya Ptolemy, Arithmetic karya Nicomachus dari
Gerasa, Geometri karya Euclid juga
diterjemahkan. Manuskrip-manuskrip lain baik yang berbahasa Yunani klasik,
Yunani Byzantium, Bahasa Pahlavi (Persia pertengahan), bahasa Neo-Persia dan
Bahasa Syiria juga diterjemahkan.[4]
Penerjemahan secara
langsung dari bahasa Yunani kedalam bahasa Arab dipelopori oleh Hunayn Ibn
Ishaq (w.873), seorang penganut Nasrani dari Syiria. Dia memperkenalkan metode
penerjemah baru yaitu menterjemahkan kalimat, bukan menerjemahkan kata per
kata. Metode ini lebih dapat memahami isi naskah Karena struktur kalimat dalam
bahasa Yunani berbeda dengan struktur kalimat bahasa Arab. Selain itu, untuk
memperoleh keakuratan dan keotentikan naskah, Hunayn juga menggunakan metode
penerjemahan dengan memperbandingkan beberapa naskah untuk mendapat naskah yang
paling otentik yang kini dikenal dengan metode filogi. Metode ini memerlukan
beberapa naskah unutk diperbandingkan. Selain naskah berbahasa Yunani, naskah
terjemahan dalam bahasa Syiria kuno juga dipakai sebagai bahan perbandingan
dalam menerjemahkan naskah. Gerakan penerjemahan ini sangat didukung oleh
Khalifah Al-Ma’mun yang membayar mahal hasl penerjemahan. Bahkan dia pernah
membayar hasil penerjemahan secara bobot emas. Karena keinginannya dalam mengembangkan
ilmu pengetahuan sebagai “super power” dunia ketika itu, al-Ma’mun membentuk
tim penerjemah yang terdiri dari Hunayn Ibn Ishaq sendiri, dibantu oleh
anaknya, Ishaq dan keponakannya, Hubaish, serta ilmuwan lain seperti Qusta Ibn
Luqa, seorang yang beragama Kristen Jacobite, Abu Bisr Matta ibn Yunus, seorang
Kristen Nestorian, Ibn “Adi, Yahya Ibn Bitriq dan lain-lain. Tim ini bertugas
menerjemahkan naskah-naskah Yunani terutama yang berisi ilmu-ilmu yang sangat
diperlukan seperti kedokteran. Keberasilan penerjemahan juga didukung oleh
fleksibilitas Bahasa Arab dalam menyerap bahasa asing dan kekayaan kosakata
bahasa Arab.[5]
Pada awal penerjemahan,
naskah yang diterjemahkan terutama dalam bidang astrologi, kimia dan
kedokteran. Kemudian, naskah-naskah filsafat karya Aristoteles dan Plato juga
diterjemahkan. Dalam masa keemasan, karya yang diterjemahkan kebanyakan tentang
ilmu-ilmu pragmatis seperti kedokteran. Naskah astronomi dan matematika juga
diterjemahkan. Namun, karya-karya berupa puisi, drama, cerita pendek dan
sejarah jarang diterjemahkan Karena bidang ini dianggap kurang bermanfaat dan
dalam bahaa Arab sendiri perkembangan ilmu-ilmu ini sudah sangat maju. Faham
nasional Mu’tazilah menjadi tulang punggung penyerapan ilmu-ilmu “asing” agar
kemajuan umat islam segera dapat dicapai. Gerakan penerjemahan mulai mundur
setelah pemerintahan Abbasiyah dipengaruhi oleh ulama tradisional sejak zaman
al-Mutawakkil, yang khawatir gerakan naskah dari bahasa asing ini akan
membahayakan ajaran agama Islam. Kemurnian agama Islam dapat tercampur dengan
faham Hellenistik dan Politeistik Yunani.[6]
Pada masa ini, ada baitul hikmah, yaitu perpustakaan yang
berfungsi sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan pada masa Harun
ar-Rasyid, diganti namanya menjadi khizanah
al-hikmah (khazanah kebijaksanaan) yang berfungsi sebagai perpustakaan dan
pusat penelitian. Sedangkan, pada masa Al-Makmun, khizanah al-Hikmah dikembangkan dan diubah namanya menjadi baitul hikmah, yang dipergunakan secara
lebih maju, yaitu sebagai tempat penyimpanan buku-buku kuno yang diperoleh dari
Persia, Byzantium, bahkan Etiopian dan India.[7]
Sementara itu, direktur
perpustakannya adalah seorang nasionalis Persia, yakni Sahl bin Harun. Dibawah
kekuasaan Al-Makmun, lembaga tersebut difungsikan sebagai perpustakaan
sekaligus pusat kegiatan studi serta riset astronomi dan matematika.[8]
Ilmu-ilmu
umum masuk ke dalam Islam melalui terjemahan dari bahasa yunani dan persia ke
dalam bahas Arab,di samapingbahasa India.Pada
masa pemerintahan Al-makmun,pengaruh yunani sangat kuat.Di anatara
penerjemah yang masyhur adalah hunain bin ishaq,seorang kristen nesteoran yang
banyak menerjemahkan buku-buku bahasa yunani ke bahasa arab.Ia menerjemahkan
kitab republik dari plato,dan kitab katagori,metafisika,magna moralia
dari aristotels.Al-Khawarizmi (w.850 M) menyusun ringkasan astronomi
berdasarkan ilmu Yunani India.[9]
Terjadinya
asimilasi bahasa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami
perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan,Pada pemerintahan bani
Abbas,bangsa-bangsa non-Arab banyak yang masuk Islam.Asi,ilasi berlamngsung
secara efektif dan bernilai guna.Bangsa-bangsa itu memberi saham tertentu dalam
perkembangan ilmu pengetahuan dalam
islam.pengaruh Persia,sebagaimana sudah disebutkan sangat kuat di bidang
pemerintaha.Di samping itu bangsa Persia banyak berjasa dalam perkembangan
ilmu,filsafat,dan sastra.Pengharuh india terluhat alam kedokteran,bidang
matematika dan ekonomi .Sedangkan pengaruh yunani masuk melalui
terjemahan-terjemahan di berbagai biang ilmu,termasuk filsafat.[10]
C. PERKEMBANGAN KEBUDAYAAN DAN ILMU-ILMU
RASIONAL
1.
Perkembangan Kebudayaan Bani Abbasiyah
Dalam negara Islam dimasa Abbasiyyah,
berkembang bermacam corak kebudayaan, yang berasal dari beberapa bangsa,
penyebabnya adalah :
1.
Warga
negara terdiri dari berbagai unsur bangsa
2.
Pergaulan
yang intim dan kawin campuran
3.
Berbagai
bangsa memeluk Islam
4.
Meningkatnya
kemajuan yang membutuhkan ilmu pengetahuan luas dalam segala bidang kehidupan.
Dalam unsur bangsa terdapat perbedaan-perbedaan, tiap unsur bangsa
mempunyai kelebihan dan kekurangan. Turunan yang lahir dari percampuran darah ,
menghasilkan unsur baru dalam tubuh bangsa, yang memiliki kelebihan-kelebihan
dua unsur dan keaiban-keaiban dua darah.[11]
Demikianlah masa Abbasiyyah, berkembang empat unsur kebudayaan yang
mempengaruhi kehidupan akal, yaitu kebudayaan Persia, Yunani, Hindi, dan Arab.
1.
Kebudayaan
Persia
Pesatnya perkembangan kebudayaan
Persia karena dua faktor :
a.
Pembentukan
Lembaga Wizarah
Yang
menjadi wazir adalah orang-orang Persia. Kedudukan wazir sangat penting, karena
mewakili khalifah dalam segala urusan negara.
b.
Pemindahan
Ibukota Negara
Pemindahan ibukota negara Damaskus
ke Baghdad dihuni berbagai unsur bangsa. Adapun yang menyebabkan kebudayaan
Persia menjadi salah satu unsur dari kebudayaan Islam, yaitu :
1.
Perbendaharaan
kata
2.
Ilmu
pengetahuan
3.
Para
sarjana
4.
Jejak
dalam kebudayaan Arab[12]
2.
Kebudayaaan
Hindi
Sebagian
India telah dapat dikuasai dalam tahun 91 H, dizaman Khalifah al-Walid, yaitu
daerah Sind, berturut-turut dikuasainya Daibut, Nairangkut, Rawar dan Multan,
yang dipimpin perwira muda berumur 20 tahun bernama Muhammad bin Kasim. Adanya
peranan orang India dalam membentuk kebudayaan Islam ada dua segi, yaitu :
a.
Segi
langsung : yaitu kaum
muslimin berhubungan langsung dengan orang-orang India, lewat perdangan dan
penaklukan.
b.
Segi
tak langsung : penyaluran kebudayaan
India ke dalam Kebudayaan Islam lewat kebudayaan Persia.[13]
3.
Kebudayaan
Yunani
Kemaharajaan Iskandar terdiri dari
Yunani dan Makdoni di Eropa, Mesir, dan Lybia di Afrika, Syiria, Palestina,
Irak, Persia, Tuerkistan, Afganistan, Bulukistan, dan sebagian India di Asia.
Politik yang dijalankan Iskandar,
yaitu mendekatkan negeri-negeri jajahan dengan negeri-negeri berbangsa Grik.
Dia melakukan asmilasi unsur Grik dengan unsur Asia dan Afrika dalam pembinaan
tamadun kemaharajaannya. Dia menganjurkan turunan Yunani mempergauli rakyat
tanah jajahan, para pujangga dan sarjana disuruh memperkembangkan ilmu dan
kebudayaan mereka. Itulah yang menyebabkan menjajarnya peradaban Yunani.[14]
Sebelum dan sesudah Islam, terkenallah di Timur beberapa kota yang menjadi
pusat kehidupan kebudayaan Yunani, yaitu :
a.
Jundaisabur : terletak di Khuzistan, dibangun oleh
Sabur I, yang dijadikan tempat pembuangan para Romawi.
b.
Harran : kota yang dibangun di Utara Irak,
yang menjadi pusat pertemuan segala macam kebudayaan.
c.
Iskandariyah : ibukota Mesir waktu menjadi jajahan
Yunani.[15]
4.
Kebudayaan
Arab
Masuknya kebudayaan Arab ke dalam
kebudayaan Islam, terbagi dengan dua jalan utama, yaitu :
a.
Jalan
Agama : islam mengharuskan mempelajari Qur’an, hadis, fiqh, yang semuanya dalam
bahasa Arab.
b.
Jalan
Bahasa : Jazirah Arabia adalah sumbernya bahasa Arab, bahasa terkaya diantara
rumpun bahasa-bahasa Samy, dan tempat lahirnya Islam.
Empat kebudayaan diatas merupakan sungai-sungai kecil yang mengalir
dari lembah-lembah daerah pegunungan, melalui dataran luas menuju samudra raya, yaitu samudera
kebudayaan Islam yang tiada bertepi.[16]
Kebangkitan ilmiah di zaman tersebut terbagi didalam
tiga lapangan :
1. Kegiatan menyusun buku-buku ilmiah
2. Mengatur ilmu-ilmu islam
3. Terjemahan dari bahasa asing[17]
a)
Kegiatan
menyusun buku-buku ilmiah
Kegiatan menulis buku-buku berjalan menurut tiga
tingkat yang masing-masing mempunyai keistimewaan sendiri.
Tingkat pertama yang
merupakan tingkat paling mudah dan rendah, ialah mencacat ide atau percakapan
atau sebagainya disuatu halaman kertas yang berasingan atau dua rangkap, asli
dan salimannya.
Tingkat kedua yaitu peringkat pertengahan merupakan
pembukaan ide-ide yang serupa atau hadis-hadis rasul dalam satu buku. Ditingkat
inilah hukum-hukum fiqih dihimpunkan dalam satu buku, ataupun sekumpulan
hadis-hadis atau cerita-cerita sejarah, dan begitulah seterusnya.
Tingkat ketiga yaitu yang paling tinggi, ialah
tingkat penyusunannya yang merupakan lebih halus dari pada kerja pembukuan,
Karena ditingkat ini segala yang sudah dicatat diatur dan disusun dalam
bagian-bagian dan bab-bab tertentu serta berbeda satu sama lain.[18]
b)
Penyusunan
ilmu-ilmu Islam
Ilmu-ilmu Islam ialah ilmu-ilmu yang muncul ditengah-tengah suasana
hidup keIslaman berkaitan dengan agama
dan bahasa Al-Qur’an. Sebagian dari penyusun menamakan ilmu Naqli (ilmu
Salinan), Karena setiap penyelidik dilapangan ini bertugas menyalin dan
meriwayatkan apa yang telah disalin itu. Ahli tafsir dan ahli hadis
meriwayatkan apa yang diterimanya dari satu golongan yang menerimanya pula dari
satu golongan lain, dan seterusnya sehingga sampai pada sumbernya yang pertama,
yaitu Rasulullah SAW. Seorang ahli bahasa betugas manyalin bahasa dari
orang-orang Arab asli tau dari siapa yang mendengarnya secara langsung, melalui
perantaraan dari orang-orang Arab asli itu.[19]
c)
Terjemahan
dari Bahasa Asing
Di antara penerjemah-penerjemah lainnya yang terkenal ialah seorang ahli
kedokteran beragama Masehi yang bekerja dengan pemerintahan Abbasiyah bernama
Jurjis Bakhtisyu’ (771 M). khalifah al-Mansur telah mengundangnya dari
Jundisabur untuk menjadi dokter pribadinya. Yahya adalah seorang dokter yang
Bergama Kristen dan murid dari Bakhtisyu’. Adalah diketahui bahwa Yahya telah
menerjemahkan untuk Kholifah Harun ar-Rasyid sejumlah manuskrip kedokteran
tulis tangan. Akademi tersebut telah meneruskan kegiantannya di bidang
terjemahan sampai berakhirnya zaman pemerintahan Abbasiyah yang pertama.[20]
2.
Perkembangan Ilmu pada masa Abbasiyah
Abad
X Masehi disebut abad pembangunan daulah Islamiyah dimana Dunia Islam, mulai
dan Corvode di Spanyol sampai ke Multan di Pakistan, mengalami pembangunan
disegala bidang terutama dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
Dunia Islam pada waktu itu dalam keadaan maju, jaya, makmur. Sebaliknya dunia
barat masih dalam keadaan gelap, bodoh, dan primitif. Dunia Islam sudah sibuk
mengadakan penyelidikan di laboratorium dan observatorium. Dunia barat masih
asik dengan jampi-jampi dan dewa-dewa. Hal ini disebabkan agama yang dibawa
Nabi Muhammad telah menimbulkan dorongan untuk kebudayaan islam. Dorongan itu
mula-mula menggerakkan terciptanya ilmu-ilmu pengetahuan dalam lapangan agama
(ilmu naqli), bermunculah ilmu-ilmu
agama dalam berbagai bidang. Kemudian, ketika ummat Islam keluar dari
Jazirah Arab mereka menemukan perbendaharaan Yunani. Dorongan dari agama
ditambah pengaruh dari pembendaharaan
Yunani menimbulkan dorongan untuk munculnya berbagai ilmu pengetahuan dibidang
akal (ilmu aqli).[21]
a.
Perkembangan Ilmu Aqli
Ilmu
aqli adalah ilmu yang didasarkan kepada pemikiran (rasio). Ilmu yang tergolong
ilmu ini kebanyakan dikenal ummat Islam berasal dari tejemahan asing; dari
Yunani, Persia, atau India. Memang dalam Al-Qur’an ada dasar-dasar ilmu ini
tetapi ummat Islam mengenal ilmu ini setelah mempelajari dari luar. Yang
termasuk ilmu ini antara lain kedokteran, kimia, filsafat, fisika, tata negara,
musik, astronomi, dan ilmu hitung. Ummat islam mengenal ilmu ini ketika keluar
dari Jazirah Arab. Mereka mendapatkan ilmu itu dengan cara mendatangi kota-kota
pusat pengembangannya. Buku-bukunya, dan sarjana-sarjananya. Ketika ummat Islam
menguasainya, tetap memelihara dan memanfaatkan, terutama pada masa daulah
Abbasiyah. Kholifah-kholifahnya pecinta ilmu. Mereka mengadakan asimilasi
ilmu-ilmu itu dengan agama Islam. Uasaha yang pertama adalah mengadakan
penerjemahan secara benar-benaran. Sangat menarik untuk dikaji bahwa dalam
menerjemahkan itu para penerjemahkan itu para penerjemah memasukkah buah
pikirannya sehingga tak dapat dipisahkan dengan jelas. Ilmu yang pertama kali
menari ummat Islam dan kholifahnya adalah ilmu kedokteran.[22]
1.
Abad
Penerjemahan (750-900 M)
Usaha
penerjemah dari bahasa Yunani ke bahasa Arab sebenarnya sudah dimulai sejak
zaman Umawiyah, tetapi usaha besar-besaran dimulai sejak al-Mansur dari
Abbasiyah. Pusat penting tempat terjemahan adalah Yunde Sahpur. Meskipun
Baghdad menjadi kota besar dan menjadi ibu kota daula Abbasiyah, namun Yunde
Sahpur tetap sebagai kota ilmu pengetahuan pertama dalam Islam.
Pada zaman Al-Ma’mun kemauan usaha
penerjemahan mencapai puncaknya dengan didirikannya “Sekolah Tinggi terjemah”
di Baghdad, dilengkapi dengan lembaga ilmu yang disebut Bait al-hikmah, suatu
lembaga yang dilengkapi dengan observatorium, perpustakaan, dan badan
penerjemahan. Disinilah orang dapat mengenal Hunain bin Ishaq (809-877 M) ,
penerjemhan buku kedokteran Yunani, termasuk buku ilmu kedokteran yang
sekarang terdapat diberbagai toko buku
dengan nama “Materia Medika”. Hunain juga menerjemahkan buku Galen dalam
lapangan ilmu pegobatan dan filsafat sebanyak 100 buah ke dalam bahsa Arab.
Selain menerjemah ia juga mengarang sendiri. Buku karangannya dalam bahasa Arab
dan Persia, banyak dijumpai, misalnya “Soal Pengobatan” disusun secara soal jawab.
Bukunya yang ternama adalah “Sepuluh Soal Tentang Mata” buku ini disusun secara sistematika untuk
para pelarar ilmu mata (ophthalmology).[23]
2.
Abad
Pembentukan Ilmu Aqli
Dengan
kegiatan penerjemahan sebagian besar karangan Aristoteles bagian tertentu dari
karangan Plato, karangan mengenai Neo Platonisme, sebagian besar karangan
Galen, serta karangan dalam ilmu kedokteran lainnya dan juga karangan dari ilmu
pengetahuan Yunani lainnya dapat dibaca pleh alim ulama Islam.
Bertolak dari buku yangditerjemahkan itu para ahli
dikalangan kaum muslimin mengembangkan penelitian dan pemikiran mereka,
menguasai semua ilmu dan pemikiran filsafat yang pernah berkembang masa itu
serta melakukan penelitian secara empiris dengan mengadakan eksperimen dan
pengamatan serta mengembangkan pemikiran spekulatif dalam batas-batas yang
tidak bertentangan dengan kebenaran wahyu. Semenjak itu mulailah masa
pembentukan ilmu-ilmu aqli, yang sering dinamakan abad keemasan yang
berlangsung antara 900-1100 Masehi.
Dinamakan zaman keemasan, oleh karena masa itu adalah
masa begitu memuncaknya kebudayaan Islam disegala bidang ilmu aqli. Memuncaknya
kebudayaan ilmu Islam terlihat pada lahirnya ilmuwan yang mampu menciptakan
ilmu dengan kemampuan diri-sendiri, bahkan sering membantah dan membatalkan
teori ilmu Yunani. Sebelumnya hal ini tidak pernah terjadi masa ummatIslma
menerjemahkan, mempelajari dan meneliti secarateliti kemuadian berusaha untuk
mempraktikannya.
Suatu keanehan, masa keemasan bidang ilmu ini terjadi
justru tatkala politik Abbasiyah mulai merosot. Merosotnya kekuasaan Abbasiyah
menyebabkan politik tidak menentu karena kekuasaan telah terbagi-bagi oleh
timbulnya daulah kecil di pinggiran. Ditambah lagi timbulnya pertentangan
ideologi antara paham sunnah dan paham Syi’ah, seperti daula Gaznawiyah di
Afghanistan dan bani Saljuk mempergunakan paham sunnah, sedangkan daulah
Fathimiyah di Mesir pendiri kota Kairo dan Universitas Al-Azhar menganut faham
Syiah. Namun dunia Islam dalam keporak porandaannya itu justru kegiatan intelektual
dan ilmiah makin berkembang. Adapun sebabnya adalah kehidupan politik sangat
tergantung kepada terlaksananya keadilan dan terjamin keamanan. Sedangkan
kezaliman sering menyebabkan para sarjana dan ahli ilmu pengetahuan
meninggalkan praktik polotik dan lari ke lapangan teoru dan ilmu pengetahuan.
Praktik politik menyeret mereka ke lembah kesukaran
sedang ilmu hanya dapat dikembangkan dalam suasana tenang. Lagi pula jiwa para
kholifah dan pembesar lainnya tetap menghormati ilmu asal tidak mencampuri soal
politik praktis. Hal ini membuka kemungkinan bagi mereka untuk melakukan
penyelidikan ilmiah dengan aman dan tentram.
Ø Ilmu yang termasuk ke dalam ilmu aqli adalah:
1)
Ilmu kedokteran
Ilmu ini mulai mendapat perhatian ketika kholifah Al-Mansur dari bani
Abbas menderita sakit pada tahun 765 M. Atas nasehat menterinya, Kholid bin
Barmak (seorang Persi), Kepala Rumah Sakit Yunde Sahpur yang bernama Girgis bin
Buchtyishu dipanggil ke istana untuk mengobati. Semenjak itu, keturunan Girgis
tetap menjadi dokter istana dan pemerintah, dan ilmu kedokteran mendapat
perhatian. Kholifah ini memerintahakn untuk menerjemahkan dari bahasa Yunani ke
dalam bahasa Arab. Ilmu kedokteran masa ini masih merupakan bagian dari ilmu
filsafat dan berkembang bersama-sama ilmu filsafat. Oramg yang kemudian
terkenal sebagai dokter Islam antara lain, Ar-Razi dan Bin Sina.
2)
Ilmu Filsafat
1.
Al
Kindi
Abu Yusuf bin Ishaq dan terkenal dengan sebutan “Filosuf Arab”
keturunan arab asli.[24]
Berasal dari Kindah di Yaman, lahir di Kufah (Irak) tahun 796 M, ia menganut
aliran Mu’tazilah.
Dalam risalahnya yang ditunjukkan kepada al-Mu’tashim, ia
menyatakan bahwa filsafat adalah ilmu yang terkemuka serta terbaik. Yang
terbagi tiga bagian yaitu ilmu fisika (ilmu thibbiyat), ilmu matematika (ilmu
riyadhi) dan ilmu ketuhanan (ilmu rububiyah. Pembagian ketiga ilmu tersebut,
karena ilmu adakalanya berhubungan dengan sesuatu yang dapat di indera, yaitu
benda atau fisika adakalanya berhubungan dengan benda tetapi mempunyai wujud
sendiri yaitu ilmu matematika yang terdiri dari ilmu hitung, teknik, astronomi,
dan musik; atau berhubungan dengan benda sama sekali yaitu ilmu ketuhanan.[25]
2.
Al
Farabi
Abu Nashr Muhammad bin Muhammad bin Thankhan. Sebutan al Farabi
diambil nama kota Farab tempat lahirnya tahun 257 H/870 M. Ayahnya seorang
Iran, ibunya wanita Turkistan, yang pernah menjadi perwira tentara Turkistan.
Farabi menguasai beberapa bahasa yaitu, Iran, Turkistan, dan Kurdistan, akan
tetapi dia tidak mengenal bahasa Yunani dan Syiria, dimana kedua bahasa
tersebut adalah bahasa ilmu pengetahuan dan filsafat.[26]
Di abad pertengahan al Farabi menjadi terkenal sehingga orang
yahudi banyak yang mempelajari karangannya dan kemudian disalin ke bahasa
Ibrani. Sebagian besar karangan al Farabi terdiri dari ulasan dan penjelasan terhadap
filsafat Aristoteles, Plato, dan Galinus dalam bidang logika, fisika, etika dan
matematika. Diantara karangannya adalah :
·
Aghradh
ma ba’da al-Thabi’ah
·
Al-Jam’u
baina Ra’yi al-Hakimain
·
Tahsil
Al-Sa’adah
·
Uyun
al-Masail
·
Ara’u
ahli al-Madaniyah al-Fadhilah
·
Ihsha’u
al-alum
Dalam buku terakhir al Farabi membicarakan macam-macam ilmu dan
bagiannya, yaitu ilmu bahasa, ilmu mantik, ilmu kedokteran, ilmu fiqh, dan ilmu
kalam.[27]
3.
Ibnu
Sina
Mendapat panggilan “Bapak Dokter” oleh penulis barat karena pengaruhnya
terhadap ilmu kedokteran dibarat berkat bukunya Al-Qanun fi al-Thib yang
sampai penghujung 1500 masih tetap menjadi buku standar untuk
universitas-universitas Eropa, dan juga dibidang filsafat dengan julukan
al-Syaikh al-Rais.[28]
Ia berhasil meninggalkan berpuluh-puluh karangannya. Kesuksesan hasil
karangannya disebabkan :
a)
Ia
pandai mengatur waktu , dimana siang disediakan untuk pekerjaan pemerintah dan
malamnya untuk mengajar dan mengarang.
b)
Kecerdasan
dan hafalan yang kuat.
Dan
karangan Ibnu Sina yang terkenal adalah :
a)
Asy-Syifa,
buku filsafat yang terdiri dari empat bagian yaitu logika, fisika, matematika,
dan metafisika (ketuhanan). Bagian ketuhanan dan fisika dicetak dengan cetakan
batu di Teheran. Tahun 1956 bagian fisika yang khusus mengenai ilmu jiwa dan
terjemahannya ke dalam bahasa Prancis. Bagian logika diterbitkan di Kairo tahun
1954 dengan nama al-Burhan.[29]
b)
An-Najat,
merupakan ringkasan buku Asy-Syifa tahun 1593 M di Roma dan tahun 1331 di
Mesir.[30]
c)
Al-Isyarat
wa Tanhibat, buku terakhir dan yang paling baik. Diterbitkan di Leiden tahun
1892, sebagian diterjemahkan ke bahasa Prancis yang kemudian diterbitkan di
Kairo tahun 1947.[31]
d)
Al-Hikmat
al-Masyriqiyyah, buku ini banyak dibicarakan orang karena ketidakjelasan maksud
judul buku dan naskah.[32]
e)
Al-Qanun,
buku yang pernah diterjemahkan ke dalam bahsa Latin dan pernah menjadi buku
standar untuk universitas-universitas Eropa sapai akhir abad XVII M.
Diterbitkan di Roma tahun 1593 M dan di India tahun 1323 H.[33]
4.
Al-Ghazali
Abu
Hamid bin Muhammad Al-Ghazali,w. 505 H/1111 M. Seorang guru besar Madrasah
Nizhamiyah Baghdad pada masa khalifah al-Qaim dari Abbasiyyah dan Sultan Alp
Arselan dari Bani Saljuk. Dalam sejarah filsafat Islam ia dikenal sebagai orang
yang pada mulanya syak terhadap segala-galanya. Ia syak terhadap ilmu Kalam
karena terdapat beberapa aliran yang saling bertentangan. Sesudah itu ia
mempelajari filsafat, ternyata Al-Ghazali juga menemukan argumen-argumen yang
bertentangan dengan ajaran Islam. Maka, ia mengarang buku Maqasid
al-Falasifah yang menjelaskan pemikiran-pemikiran filsafat, terutama
menurut Ibnu Sina, kemudian ia mengkritik dan menghancurkannya dengan buku Tahaf’ut
Al-Falasifah.[34]
Tidak merasa puas dengan ilmu kalam dan filsafat, ia meninggalkan kedudukannya
yang tinggi di Madrasah Nizhamiyah Baghdad tahun 1905. Tujuan Al-Ghazali adalah
ingin menggiatkan kembali kajian keagamaan sehingga karya utamanya yang
berjudul Ihya Ulumuddin dan Tahafut al-Falasifah, dibuat karena
berkecamuknya pemikiran bebas waktu itu yang membuat banyak orang-orang yang
meninggalkan ibadah.[35]
5.
Ibnu
Rusyd
Ibnu Rusyd dikatakan orang Besar Ilmu Filsafat. Yang telah
membangun Eropa dengan pikiran-pikiran Islam dan mengantarkan dunia barat ke
pintu gerbang renaisance. Di bidang kedokteran terdapat 16 jilid karangan, buku
itu bernama “Kulliyat fi al-Thib”.
Nama lengkap Ibnu Rusyd adalah Abu al-Walid Muhammad bin Muhammad
bin Rusyd, lahir di Cordova tahun 1126 M, dan berasal dari hakim-hakim
Andalusia. Ia mempunyai pengaruh besar dikalangan istana, terutama di zaman
Sultan Abu Yusuf Ya’kub al-Mansur. Sebagai filosof ia tidak disenangi oleh kaum
ulama dan kaum fuqaha. Ia dituduh membawa filsafat yang menyeleweng dari
ajaran-ajaran Islam. Buku-bukunya dibakar kecuali yang murni bersifat ilmu
pengetahuan seperti kedokteran, matematika, dunia astronomi. Ia dipindahkan ke
Maroko dan meninggal disana usia 72 tahun pada 1198 M.[36]
Ibnu Rusyd juga meninggalkan karangan dalam ilmu hukum misalnya Bidayat
al-Mujtahid. Kalau bin Rusyd di Eropa dikenal sebagai komentator dari
Aristoteles, ditimur atau dunia Islam ia dikenal sebagai orang yang membela
kaum filosof dari serangan Al-Ghazali dengan buku karangannya yang berjudul Tahafut
al-Tahafut. Sesungguhnya bin Rusyd juga membela pandangan bahwa kebenaran
tertinggi selalu bersifat filosifis dan bagi yang mampu, agama haruslah
diinterpretasikan secara demikian.[37]
3)
Ilmu Optik
Dalam ilmu ini yang terkenal namanya adalah Abu Ali
al-Hasan bin al-Haytam (965 M). Orang Eropa menyebutnya Alhazen. Ia ilmuan
basrah yang pindah ke Kairo menjadi pegawai pemerintahan kholifah al-Hakim
daribani Fathimiyah. Ia ahli dalam ilmu mata (optik), cahaya, dan warna.
Bukunya “Kitab al-Manazhir” mengenail ilmu cahaya diterjemahkan ke bahasa Latin
di masa Gerard of Cremona dan disiarkan pada tahun 1572.
Nama Alhazen terkenal dalam bidang ilmu pengetahuan sebab ia telah mewariskan ilmu pengetahuan
penting yang tidsk dapat dilupakan orang, dimana orang Eropa menamakan teori
Alhazen dengan “Alhazen Problem”,
diantaranya ialah “sebuah cekung bulat atausebuah cembung bundar dan sebuah
kaca berbentuk silinder atau sebuah cermin tirus dapat dipergunakan untuk
mencari dimana letak suatu benda. Dari kacaitu dapat diperoleh pengembalian
pada cahaya pada mata yang tertentu letaknya”. Dengan usahanya itu ia dapat
menambahkan ilmu khusu dalam lapangan ilmu mata, ilmu yang di Eropa dikenal
dengansebutan Optics.
Memulai percobaan Alhazen kemudian menemukan lensa
pembesar. Penemuannya itu timbul dari teori tentang cahaya dan sinar yang
meninggalakan mata ketika memandang sesuatu, tetapi sosok benda itu sendir yang
masuk ke dalam mata kemudian berganti dengan kebeningan. Alhazen juga menemukan
kaca teleskop dan kaca mikroskop. Ia juga mengadakan percobaan tentang daya
cahaya, tentang fokus (titik api).
Menurut Nicholson dalam bukunya
Literatul History of the Arabs, bahwa setelah lumpuhnya kebudayaan Yunani di
daerah-daerah tersebut akibat pertentangan mazhab agama dan agama Kristen, maka
sarjana-sarjana mereka lari ke Persia dan mendapat kedudukan terhormat di
Istana Kisra Anusyarwan (531-578 M), dan Aliran filsafat Neo Plato yang mereka
bawa diterima baik Kisra.[38]
1.
Falsafah
a.
Abu
Ishak al-Kindy, yaitu Abu Ya’kub bin Ishak al-Kindy, yang terkenal dengan nama
Failusuf Arab. Telah mengarang sebanyak 231 kitab tentang ilmu mantik, falsafah,
handasah, hisab, musik, nujum, dan lainnya.
b.
Abu
Nasr Faraby, yaitu Abu Nasr Muhammad bin Muhammad Tharkhan al-Faraby, failasuf
keamanan setelah Kindy, ia memiliki karangan sebanyak 12 karangan.
c.
Ibnu
Sina, yaitu ar-Rais Abu Ali Husain bin Abdullah, yang lebih terkenal dengan
nama Ibnu Sina, ia menghidupkan jejak falsafah Aristoteles dan Plato.
d.
Ibnu
Bajah, Abu Bakar Muhammad bin Yahya, karangannya bernilai tentang falsafah.
e.
Ibnu
Thufail, yaitu Abu Bakar bin Abdul Malik Thufail, karangannya tentang falsafah
dua karangan.
f.
Ibnu
Rusyd, yaitu Abu Walid Muhammad bin Muhammad bin Rusydi, lahir tahun 520 di
Kordoba. Beberapa karangannya yaitu tentang falsafah, thib, mantik, dan fiqh.
g.
Al-Abhary,
yaitu Atsiruddin Mufadhdhal bin Umar al-Abhary, karangannya tentang filsafat,
thib, dan mantik.[39]
2.
Ikhwanus
Shafa
Di masa Abbasiyyah, lahirlah
satu organisasi rahasia yang bernama Ikhwanus Safa, organisasi yang tersusun
dari berbagai lapisan masyarakat. Bergerak dalam bidang ilmu pengetahuan,
terutama falsafah, juga dicampuri urusan politik. Organisasi ini telah
meninggalkan satu pustaka yang berharga, yaitu Rasail Ikhwanis Safa, yang oleh
dunia pengetahuan disebut sebagai ensiklopedia yang bernilai tinggi.
Pengarangnya adalah para filosof dari organisasi Ikhwanus Safa sendiri, Rasail
Ikhwanis Safa ini adalah kumpulan falsafah Islam, yang meliputi tjuan tentang,
dasar-dasar maujudat, asal-usul kainat, susunan alam, rahasia alam, bumi,
langit, ilmu bintang, ilmu hayat, ilmu jiwa, ilmu pasti, musik, mantik, akhlak,
dan yang lainnya.[40]
Adapun
ulama,filosof sekaligus pemuka mereka adalah :
a.
Abu
Suleiman Muhammad bin Ma’syar al Basty
b.
Abu
Hasan Ali bin Harun az-Zanjy
c.
Abu
Ahmad al-Mihrajany
d.
Al-Aufy
e.
Zaid
bin Rifa’ah.
3.
At-Thib
Dimasa Abbasiyah
keseluruhannya, thib Islam telah mencapai puncak tertinggi dan telah melahirkan
banyak dokter ternama. Diantaranya adalah :
a.
Ibnu
Masiwaihi, yaitu Abu Zakaria Yuhana bin Masihawi
b.
Ibnu
Sahal, yaitu Sabur bin Sahal
c.
Abu
Bakar ar-Razy, yaitu Abu Bakar Muhammad bin Zakaria ar-Razy
d.
Ali
bin Abbas
e.
Ibnu
Sina[41]
4.
Farmasi
dan Kimia
Para ahli dalam bidang ini
adalah :
a.
Ibnu
Baithar, 3 buah karangan yang sangat penting yaitu al-Mughi, Jaami’ Mufradatul
Adawiyah wal Aghziyah.
b.
Rasyiduddin,
yaitu Rasyiduddin bin Shuwary, pengarang kitab al-Adwiyatul Mufradah
c.
Jubair
bin Haiyah
5.
Ilmu
Falak dan Nujum
Para sarjan bidang ilmu ini
adalah :
a.
Abu
Ma’syar al-Falaky, yaitu ja’far bin Umar al-Falaky, diantara karangannya
adalah, Istanbul Ulum, Haiatul Falak.
b.
Jabir
Bantany, yaitu Abu Abdullah Muhammad bin Jabir al-Bantany al-Hiranya ash-Shaby
yang telah menetapkan letak bintang.
c.
Abu
Hasan, yaitu Abu Hasan Ali bin Abi Abdillah harun Bin Ali.
d.
Raihan
Bairuny, yaitu Muhammad bin Ahmad al-Bairuny, diantar karangannya adalah
al-Atsarul Baqiyah ‘anil Qurunil Khaliyah, Tharikul Hind, At Tafhim Li Awwali
Shana’atit Tanjim, al-Qanunul Mas’udi, Risalah fi Ustharlab, dan Istikhrajul
Autad.[42]
5.
Ilmu
Riyadhiyat
Yaitu ilmu pasti, dalam
mengembangkan dan melanjutkan ilmu-ilmu ini, orang Islam berjasa besar. Karena
orang Islam yang menyempurnakan ilmu hisab India, dan mereka juga yang menyusun
dasar-dasar aljabar, dan imu handasah mereka tingkatkan.
Diantara sarjana yang terkenal
diantaranya :
a.
Tsabit bin Qurrah al-Hirany, kitab karangannya yaitu, Hisabul Ahillah,
Kitab Istakhrajil Masailil Handasiyah, Kitabul A’dad, Kitabu Syaklil Qitha’.
b.
Abdul Wafa Muhammad bin Muhammad bin Ismail bin Abbas, lahir di Naisabur
tahun 328 H. Kitab karangannya diantaranya, Ma Yahtaju Ilaihil ‘Ummal wal
Kuttab min Shana’atil Hisab.
c.
Sinan
Ali Muhammad bin Hasam bin Haitsam.
d.
Abu
Ali Muhammad bin Hasan bin Haitsam.[43]
6.
Ilmu
Tarikh
Kitab-kitabadab, tafsir, dan
hadis yang dikarang merupakan sumber sejarah. Pengumpulan hadis dan qur’an
serta penafsirannya, menghayati penyusunan sejarah nabi dan para sahabat.
Dimasa Abbasiyah I,disusun
buku-buku sejarah di segala bidang, meliputi manusia, peristiwa, perkembangan
ilmu dan kehidupan akal, suku dan golongan, sesuai dengan tamaddun tinggi yang
telah dicapai kaum Muslimin. Pengarang sejarah yang terbesar di zaman Abbasiyyah
yaitu :
a.
Abu
Ismail al-Adzy, yaitu syekh Abu Ismail Muhammad bin Abdullah al-Adzy al-Basary,
pengarang kitab Futuhusy Syam.
b.
Al-Waqidy,
yaitu Abu Abdullah Muhammad bin Umar bin Waqid, karangannya diantaranya : Kitab
al-Maghazy, Futuhusy Syam, Fath Afrika, Fathul Ajam, Fath Misr wal
Iskandariyah, Tafsir al-Qur’an.
c.
Ibnu
Sa’ad, yaitu Abu Abdullah Muhammad bin Sa’ad bin Mani’uzzuhry, kitabnya yang
terkenal yaitu Ath-Thabaqatul Kubra.
d.
Hisam
al-Kalby, yaitu Abu Munzir Hisyam bin Muhammad bin Saib bin Basyar al-Kalby,
diantara karangannya, Nasab Fuhul Khalil, Kitabul Ashnam.[44]
7.
Ilmu
Jughrafia
Di zaman daulah Abbasiyyah,
daerah perdagangan menjadi luas, hubungan kota Baghdad sebagai ibu kota negara
dengan kota-kota lain, baik hubungan darat maupun laut.
Sarjana
dan pengarang ilmu jughrafi, diantaranya :
a.
Ibnu Khardazabah, yaitu Abu Qasim Ubaidillah bin Ahmad bin Khardazabah,
kitabnya yang terkenal yaitu Kitabul Masaalik wal Mamalik.
b.
Ibnu Haik, yaitu Abu Muhammad Hasan bin Ahmad bin Ya’kub bin Yusuf bin Daud
al-Hamdany, karangannya diantaranya : Kitabu Shifati Jaziratil Arab, Kitabul
Iklil.
c.
Ibnu Fadlan, nama lengkapnya Ahmad bin Fadhlan, karangannya yaitu, Rihlah
Ibnu Fadhlan.
d.
Abu
Ubaid al-Bakry, yaitu Abu Abdullah bin Abdul Aziz al-Bakry. Diantara
karangannya : al-Mu’jam, al-Masalik wal Mamalik.[45]
8.
Al
Mausu’at
Pada masa akhir masa
Abbasiyyah, disusun kitab yang bernama al Mausu’at, yang didalamnya terkandung
bermacam-macam ilmu, sejarah, riwayat hidup. Adapun pengarangnya diantaranya :
a.
Abu
Haiyan at-Tauhidy, kitabnya : al-Muqasabat
b.
Abu
Faraj al-Juzy, yaitu Abu Faraj Abdurrahman bin Ali bin Muhammad al-Bakry, ia
memiliki 25 karangan.
c.
Fakhrudin
ar Razy, yaitu Abu Abdullah Muhammad bin Umar bin Husin.[46]
D.
SEBAB-SEBAB
KEMUNDURAN BANI ABBAS
Ø Faktor-faktor Penyebab Kemunduran
a)
Faktor
Intern
1)
Kemewahan
hidup di kalangan penguasa
Perkembangan
peradaban dan kebudayaan serta kemajuan besar yang dicapai Dinasti
Abbasiyahpada periode pertama telah mendorong para penguasa untuk hidup mewah,
bahkan cenderung mencolok ingin lebih mewah daripada pendahulunya, kondisi ini
memberi peluang kepada tentara professional asal Turki untuk mengambil ahli
kendali pemerintahan.[47]
2)
Perebutan
kekuasaan antara keluarga Bani Abbasiyah
Perebutan
kekuasaan dimulai sejak masa Al-Ma’mun dengan Al-Amin. Ditambah dengan masuknya
unsur Turki dan Parsi. Setelah Al-Mutawakkil wafat, pergantian kholifah terjadi
secara tidak wajar. Dari kedua belas kholifah pada periode kedua Dinasti
Abbasiyah, hanya empat orang kholifah yang wafat dengan wajar. Selebihnya, para
kholifah itu wafat karena dibunuh atau diracun dan diturunkan secara paksa.[48]
3)
Konflik
keagamaan
Sejak
terjadinya konflik antara Muawiyah dan Kholifah Ali yang berakhir dengan
berakhirnya lahirnya tiga kelompok umat: pengikut Muawiyah, Syi’ah dan Khowarij,
ketiga kelompok ini senantiasa berebut pengaruh. Yang senantiasa berpengaruh
pada masa kekholifahan Abbasiyah adalah kelompok Sunni dan kelompok Syi’ah.
Walaupun pada masa-masa tertentu antara kelompok Sunni dan kelompok Syi’ah
saling mendukung, misalnya pada masa pemerintahan buwaihi, atara kedua kelompok
tak pernah ada satu kesepakatan.[49]
Adapun
Faktor internal yang bisa jadi penyebab kemunduran Abbasiyah sebagai pusat
pemerinthan menurut Akbar S. Ahmed dalam buku citra muslim adalah sebagai
berikut :
1.
Roda
pemerintahan dijalankan dengan sistem keluarga.
2.
Tidak
menerapkan Syari’ah, dalam artian mereka tidak lagi mengindahkan syari’at
tentang kehidupan berfoya-foya dan lainnya.
3.
Adanya
sistem komunikasi yang buruk sehingga tidak mampu mencakup wilayah yang luas.
4.
Adsministrasi
keuangan yang kacau balau dikarenakan amanat baitul mal disepelekan.[50]
Sedangkan
faktor internal kelemahan atau kemunduran umat islam menurut Ahmad Syalabi
dalam bukunya masyarakat Islam adalah
sebagai berikut:
1.
Faktor
politis sebagai akibat dari banyaknya aliran dalam Islam seperti Bani Hasyim
dan lainnya. Dengan kata lain semangat ashabiyah muncul kembali.
2.
Faktor
agama baik berkaitan dengan posisi agama dan negara atau adanya pertentangan
akal dan wahyu yang itu semua terkejawantahkan dengan munculnya aliran
keagamaan.[51]
b)
Faktor
Ekstern
1)
Banyaknya pemberontakan
Banyaknya
daerah yang tidak dikuasai oleh kholifah, akibat kebijakan yang lebih
menekankan pada pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam. Secara real,
daerah-daerah itu berada di bawah
kekuasaan gubernur-gubernur yang bersangkutan. Akibatnya
provinsi-provinsi tersebut melepaskan diri dari genggaman penguasa Bani Abbas.
Adapun cara provinsi-provinsi tersebut melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad
adalah: pertama, seorang pemimpin lokal memimpin suatu pemberontakan dan
berhasil memperoleh kemerdekaan penuh, seperti daulah Umayah di Spanyol dan
Idrisiyah di Maroko. Kedua, seseorang yang ditunjuk menjadi gubernur
oleh kholifah, kedudukannya semakin bertambah kuat, kemudian melepaskan diri,
seperti daulat Aglabiyah di Tunisia dan Thahiriyahdi Kurasan.[52]
2)
Dominasi
Bangsa Turki
Sejak
abad kesembilan, kekuasaan militer Abbasiyah mulai mengalami kemunduran.
Sebagai gantinya, para penguasa Abbasiyah mempekerjakan orang-orang
professional dibidang kemiliteran, khususnya tentara Turki, kemudian
mengangkatnya menjadi panglima-panglima. Pengangkatan anggota militer inilah,
dalam perkembangan selanjutnya, yang mengancam kekuasaan kholifah. Tentara
Turki berhasil merebut kekuasaan tersebut. Walaupun kholifah dipegang oleh Bani
Abbas, di tangan mereka, kholifah bagaikan boneka yang tidak bisa berbuat
apa-apa. Bahkan, merekalah yang memilih dan menjatuhkan kholifah yang sesuai
dengan politik mereka.[53]
Kholifah Dinasti Abbasiyah yang
berkuasa pada masa kekuasaan Bangsa Turki I, mulai kholifah ke-10, kholifah
al-Mutawakkil (tahun 232 H.) hingga Kholifah ke-22, Kholifah Al-Mustaqfi
Billah (Abdullah Suni-Qasim tahun 334
H). Pada masa kekuasaan bangsa Turki II
(Bani Saljuk), mulai dari kholifah ke-27, kholifah muqtadie bin Muhammad (tahun
467 H.) hingga kholifah ke-37, kholifah Musta’shim bin Mustanshir (tahun 656
H.).[54]
3)
Dominasi
Bangsa Persia
Masa kekuasaan Bangsa Parsi (Banu Buyah) berjalan lebih
dari 150 tahun. Pada masa ini, kekuasaan pusat di Baghdad dilucuti dan di
berbagai daerah muncul negara-negara baru yang berkuasa dan membuat kemajuan
dan perkembangan baru.
Pada awal pemerintahanBani Abbasiyah, keturunan Parsi
bekerja sama dalam mengelola pemerintahan dan Dinasti Abbasiyah mengalami
kemajuan yang cukup pesat dalam berbagai bidang. Pada periode kedua, saat
khilafah Bani Abbasiyyah sedang mengadakan pergantian kholifah, yaitu dari
kholifah Muttaqi (kholifah ke-22) kepada kholifah Muthie’ (kholifah ke-23)
tahun 334 H. Banu Buyah (Parsi) berhasil merebut kekuasaan.
Pada mulanya mereka berkhidmat kepada pembesar-pembesar
dari para kholifah, sehingga banyak dari mereka yang menjadi panglima tentara,
diantaranya jadi panglima besar. Setelah mereka memiliki kedudukan yang kuat,
para Khalifah Abbasiyah berada di bawah telunjuk mereka dan seluruh
pemerintahan berada di tangan mereka. Khalifah Abbasiyah hanya tinggal nama
saja, hanya disebut dalam doa-doa di atas mimbar, bertanda tangan di dalam
peraturan dan pengumuman resmi dan nama mereka ditulis atas mata uang, dinar,
dan dirham.[55]
Adapun
faktor eksternal kemunduran Abbasiyah setidaknya di sebabkan oleh 2 serangan
dari luar yaitu perang salib dan serbuan tantara mongol. Kemunduran Abbasiyah
oleh Syekh Muhammad Al-Khudri, setidaknya disebabkan oleh :
1.
Semakin
lemahnya tenaga pembela (ashabiyyah) yang mengawal dan mempertahankannya.
2.
Persaingan
dan perbuatan yang tidak berhenti antara Abbasiya dengan Alawiyah.
3.
Jatuhnya
nilai-nilai amanah dalam segala bentuknya.[56]
Poin
poin kemunduran Abbasiyah seidaknya mempunyai kesamaan namun yang perlu
dipahami bahwa kemunduran Islam dalam suatu dinasti lebih banyak didahului oleh
faktor internal seperti yang pernah diperingatkan Nabi bahwa umat Islam tidak
dapat dikalahkan oleh musuh kecuali kalua sesame mereka berselisih lalu
mengundang musuh luar kedalam rumah tangga mereka untuk menghancurkan saudara
seagamanya yang berlainan aliran.[57]
Ø Faktor-faktor kehancuran Dinasti Abbasiyah
a. Munculnya pemberotakan keagamaan seperti
pemberontakan Zinj,gerakan Qoramithah,Hasyasyiyun,serta munculnya pemerintahan
bani ubaidillah dangerakan kebatinan.
b. Adanya dominasi militer atas khilafah
dan kekuasaan mereka sehingga banyak menghinakan dan merenahkan para khalifah
dan rakyat.
c. Munculnya kesenangan terhadap meteri
karena kemudahan hidup yang tersedia saat itu.
d. Sesungguhnya faktor yang paling
berbahaya yang menghancurkan bani Abbasiyah adalah karena mereka telah
melupakan salah satu pilar terpenting dari rukun Islam,yakni Jihad.Andaikata
mengarahkan potensi dan energi untuk melawan orang-orang salib,tidak akan
mungkin muncul pemberontakan-pemberontakan yang muncul di dalam negeri yang
ujungnya hanya menghancurkan pemerintahan Abbasiyah.
e. Akhirnya muncul serangan orang-orang
Mongolia yang mengakhiri semua perjalann pemerintahan Abbasiyah.[58]
a)
Faktor Intern
1.
Lemahnya semangat patriotisme negara, menyebabkan jiwa jihad yang diajarkan
Islam tidak berdaya lagi menahan segala amukan yang datang, baik dari dalam
maupun dariluar.
2.
Hilangnya sifat amanah dalam segala perjanjian yang dibuat, sehingga
kerusakan moral dan kerendahan budi menghancurkan sifat-sifat baik yang
mendukung negara selama ini.
3.
Tidak percaya pada kekuatan sendiri. Dalam mengatasi dalam berbagai
pemberontakan, kholifah mengundang kekuatan asing. Akibatnya, kekuatan asing
tersebut memanfaatkan kelemahan kholifah.
4.
Fanatik madzhab bersaingan dan perebutan yang tiada henti antara Abbasiya
dan Alamiyah menyebabkan kekuatan umat Islam menjadi lemah, bahkan hancur
berkeping-keping[59]
Perang ideologi antara Syi’ah dan Fatimiyah melawan Ahlu
Sunnah dari Abbasiyah, banyak menimbulkan korban. Aliran qaramithah yang sangat
ekstrem dalam tindakan-tindakannya yang dapat menimbulkan bentrokan di
masyarakat. Kelompok Hashshashin yang dipimpin oleh Hasan bin Shabah yang
berasal dari Thus di Parsi merupakan aliran Ismailiyah, salah satu sekte Syi’ah
adalah kelompok yang sangat terkenalkekejamannya, yang sering melakukan
pembunuhan terhadap penguasa Bani Abbasiyah yang beralirah Sunni.
Pada saat terakhir dari hayatnya Abbasiyah, Tentara Tartar yang
datang dari luar luar dibantu daridalamdan dibukakan jalannya oleh
golongan Awaliyin yang dipimpin oleh
Alqomiy.[60]
5.
Kemorosotan ekonomi terjadi karena banyaknya biaya yang digunakan untuk
anggaran tentara, banyaknya pemberontakan dan kebiasaan para penguasa untuk
berfoya-foya, kehidupan para kholifahdan keluarganya serta pejabat-pejabat
negara yang hidup mewah, jenis pengeluaran yang makin beragam, serta pejabat
yang korupsi, dan semakin sempitnya wilayah kekuasaan kholifah karenatelah
banyak provinsi yang telah memisahkan diri.[61]
b)
Faktor Ekstern
Disintegrasi, akibat kebijakan untuk lebih mengutamakan
pembinaan peradaban Islam daripada politik, provinsi-provinsi tertentu
dipinggiran mulai melepaskan dari genggaman penguasa Bani Abbasiyah. Mereka
bukan sekedar memisahkan diri dari kekuasaan kholifah, tetapi memberontak dan
berusaha merebut pusat kekuasaan di Baghdad. Hal ini dimanfaatkan oleh pihak
luar dan banyak mengorbankan umat, yang berarti juga menghancurkan Sumber Daya
Manusia (SDM). (Provinsi-provinsi yang melepaskan diri dari Dinasti Abbasiyah,
dijelaskan selanjutnya). Yang paling membahayakan adalah pemerintahan tandingan
Fatimah di Mesir walaupun pemerintahan lainnya pun cukup menjadi perhitungan
para kholifah di Baghdad, pada akhirnya pemerintah-pemerintahtandingan ini
dapat ditaklukkan atas bantuan Bani Saljuk atau Buyah.[62]
Jatuhnya Bani Abbas
Lonceng kematian kekholifahan Abbasiyah dibunyikan dengan serbuan Halaqu
Khan dan perampokan di Baghdad pada tahun 1258 M. Baghdad yang merupakan pusat
kebudayaaan kedudukan kebudayaan, mata dan pusat dunia Serasen, dihancurkan
untuk selama-lamanya. Jumlah penduduk sebelumperampokan itu lebih dari
2.000.000 jiwa menurut Ibnu Khaldun, “dalam pembantaian yang berlangsung selama
enam minggu itu, 1.600.000 binasa. “Invasi bangsa
Tar-Tar,” kata Ibnu Atsir, “merupakan bencana terbesar dan amukan yang paling
mengerikan yang menimpa dunia umumnya dan Umat Islam khsususnya. Dengan
kehancuran Baghdad, kekhalifahan bani Abbas runtuh. Kekhalifahan Abbasiyah,
meskipun menghasilkan banyak kholifah yang menonjol, tidak bisa dibangun di
atas landasan yang permanen.”[63]
Faktor-faktor
penting yang menyebabkan kemunduran bani Abbas pada periode ini, Sehingga
banyak daerah yang memerdekakan diri
adalah:
1. Luasnya wilayah kekuasaan bani Abbasiyah sementara
komunikasi pusat dengan daerah sulit dilakukan.Bersamaan dengan itu,tingkat
saling percaya dikalangan para penguasa dan pelaksana pemerintahan sangat
rendah.
2. Dengan
profesionalisasi angkatan bersenjata,ketergantungan khalifah kepada mereka
sangat tinggi.
3. Keuangan
negara sangat sulit karena biaya yang di keluarkan untuk tentara bayaran sangat
besar.pada saat kekuatan militer menurun,khalifah tidak sanggup memaksa
pengiriman pajak ke Baghdad.[64]
Pada masa pemerintahan Bani
Abbas,perebutan kekuasaan seperti itu juga terjadi,terutama di awal
berdirinya.Akan tetapi pada masa-masa berikutnya,seperti terlihat padaperiode
kedua dan seterusnya,meskipun khalifah tidak berdaya,tidak ada usaha untuk
merebut jabatan khalifah dari tangan bani Abbas.Yang ada hanyalah usaha merebut
kekuasaannya dengan membiarkan jabatan-jabatan khlifah tetap di pegang Bani
Abbas.Hal ini terjadi karena,Khalifah
Khalifah sudah dianggap sebagai jabatan keagamman yang sangat sakral dan tidak
boleh di ganggu gugat lagi[65].
Setelah kekuasaan berada di tangan
orang-orang turki pada periode kedua,pada periode ketiga(334 H/945-447/1055
M).daulat Abbasyiah berada di bawah kekuasaan Bani Buwaih.[66]
Kehadiran Bani Buwaih berasal dari
tiga orang putra Abu Suja’ Buwaih,pencari ikan
yang tinggal di daerah Dailam,yaitu Ali,Hasan,Ahmad.Pada mulanya
mereka,mereka bergabung dengan pasukan Makan ibn Khali,salah seorang panglima
perang daerah dailam.Setelah pamor Makan ibn Khali memudar,mereka kemudian
bergabung dengan panglima mardawij ibn Zayyar Al-Dailamy.karena prestasi mereka
,Mardawij mengangkat Ali menjadi gubernur Al-kharajitulah ekspansi kekuasaan
Bani Buwaih bermula.Pertama-tama Ali berhasil menaklukkan daera-daerah di
persia dan menjadikan Syiraz sebagai pusat pemerintahan.Ketika Mardawij
meninggal,Bani Buwaih yang bermarkaz di Syiraz itu berhasil menaklukkan
beberapa daerah di persia seperti Ray,Ishfahan,dan daerah-daerah
Jabal.Kemudian,ia melakukan ekspensi ke Irak,Akhwaz,dan Wasith.Dari sini
peerintahan Buwaith menuju Baghdad untuk merebut kekuasaan di pusat
pemerintahan.Ketika itu Baghda sedang di timpa kekisruhan politik akibat
perebutan jabatan amir al-umara antara Wazir dan pemimpin militer.[67]
Setelah Baghdad dikuasai,Bani Buwaih
memindahkan kekuasaan dari Syiraz ke Baghdad.Mereka membangun gedung sendiri di
tengah kota dengan nama Dar al-Mamlakah.Meskipun demikian,kendali
politik yang sebenarnya masih berada di Syiraz,tempat Ali ibn Buwaih (saudara
tertua) bertahta.[68]
Kekuatan politik Bani Buwaih tidak
lama bertahan.Setelah generasi pertama,tiga bersaudara tersebut,kekuasaan
menjadi ajang pertikaian di antara anak-anak mereka.Masing-masing merasa paling
berhak atas kekuasaan pusat.Perebutan kekuasaan di kalangan keturunan Bani
Buwaih ini merupakan salah satu faktor internal yang membawa kemunduran dan
kehancuran pemerintahan mereka.Faktor internal lainnya adalah pertentangan
dalam tubuh militer,antara golongan yang berasal dari dailam dengan keturunan
Turki.Ketika amir al-umara dijabat oleh Mu’izz Al-Daulah persoalan itu
dapat diatasi,tetapi manakala jabatan itu diduduki oleh orang-orang yang
lemah,masalah tersebut muncul ke permukaan,manggung stabilitas dan menjatuhkan
wibawa pemerintah[69].
Sebagaimana halnya keberadaan suatu pemerintahan,biasanya
dimulai dari sejarah pembentukan,kemudioan di lanjutkan kepada
kemajuan-kemajuan yang sempat di ukir dan di akhiri dengan
kehancurannya.Termasuk dinasti Abbasiyah ini,setelah kemajuaan-kemajuan sudah
diraih dalam banyak bidang,kemudian sampailah pada fase kemunduran dan
kehancuran
Ada beberapa faktor
penyebab kemunduran dan kehancuran
dinasti Abbasiyah ini.Biasanya sejarawan mengklasifikasikan
faktor-faktor penyebab ini ke dalam dua faktor,internal dan eksternal.[70]
1. Faktor internal
Secara umum,Faktor interrnal ini ada dua
hal,yaitu politik dan ekonomi.Kedua faktor ini ditengarai sebagai penyebab
mundur dn jatuhnya Abbasiyah yang berkuasa 508 tahun itu.[71]
a) Persoalan Politik
Setelah
Harun Al-Rasyid(786-809)meninggal dunia,daulah bani Abbasiyah lambat laun
mengalami kemunduran akibat banyaknya gejolak politik yang muncul.Belum lama
dari meninggalnya Harun al-Rasyid,terjadi perang saudara antara Al-Amin dan
Al-Ma’mun.Al-Amin yang merupakan saudara tiri Al-Ma’mun sudah di tunjuk oleh
ayahnya,Al-Rasyid,sebagai khalifah yang
akan mengganti sedagkan Al-Ma’mun diberi kekuasaan din kurasan sdan di beri
kesempatan untuk mengganti saudaranya sebagai khalifah pada kesempatan
berikutnya.[72]
Akhirnya
Al-Amin dapat di kalahkan dan dengan sendirinya Al-Ma’mun kemudian menjadi
khalifah menggatikan Harun Al-Rasyid.Pada Zaman pemerintahan dipegang oleh
Al-Ma’mun,ia banyak merekrut banyak orang-orang persia untuk menduduki jabatan
di pemerintahan.Orang-orang persia diberikan posisi-posisi strategis.[73]
Sebagai
efek dari ini semua muncullah persaingan politik antar etnis di pusat
kekuasaan.Pada tahun 945-1055 itulah Abbasiyah ada di bawah kekuasaan bani
buwaih yang berasal dari etnis persia.tahun 1055-1199 kekuasaan daulah
Abbasiyah jatuh kepada bani saljuk yang merupakan etnis Turki.Dan tahun
1199-1258 Khalifah Abbasyiah tidak di bawah kekuasaan tertentu,mereka merdeka
dan berkuasa tetapi kekuasaannya jauh dengan dahulu.Ia hanya berkuasa di
sekitar wilayaah Baghdad sebelum kemudian jatuh ke tangan-tangan orang
mongol di bawah pemimpinan Hulagu Khan
tahun 1258 M.
b) Persoalan Ekonomi
Sebenarnya
pengirian dana ke pusat pemerintahan Abbasyiah hingga tahun 919 M masih dalam
jumlah besar,tetapi setelah itu,jumlaah yang dikiri selalu mengalami
penurunan.Pada waktu itu biasanya pengumpulan uang pajak melalui sistem
borongan oleh pemborongan pajak dan kadang-kadang juga di lakukan oleh tentara
bayaran karena di anggap efisien.dan kekuatan militer merosot khalifah tidak
sanggup memaksakan pengirian pajak ke Baghdad sehingga pemasukan pajak juga
merosot.Akibatnya pemerintahan mengalami krisis sampai tingkat yang sangat
memprihatinkan.Pemerintahan waktu itu bahkan tidak mampu membayar tentara
dengan uang akhirnya diganti dengaan memberinya tanah.[74]
Penurunan
pendapatan pemerintaha bani Abbasiyah selain dari faktor pajak,juga disebabkan
rusaknyaa wilayah yang dulunya sangat subur,yaitu Sawad.[75]
2. Faktor Eksternal
Kemunduran dinasti yang di sebabkan oleh
faktor eksternal ini oleh sejarawan biasanya meliputi dua hal,yaitu karena
perang salib dan yang kedua karena serangan-serang bangsa mongol.[76]
a. Perang Salib
Perang
merupakan reaksi orang-orang kristen Eropa terjadi terhadap orang-orang islam
yang telah melakukan penaklukan-penaklukan sejak tahun 632M tidak saja di
syiria dan Asia kecil tetapi juga di spanyol dan sisilia.disamping itu umat
islam dianggap mengganggu kepentingan umat kristen seperti mempersuit peziarah
Eropa yang akan melakukan ibadah di Jerussalem.[77]
b. Serangan Pasuan Mongol
Pada saaat itu pasukan
mongol merupakan pasukan yang tangguh.Ekspansinya sudah banyak ke banyak
wilayah yang ada di sekitar bangasanya ,bahkan sudah menguasai sebagian yang di
akasi umat islam.Mereka mamiliki perlengkapan perang,juga memiliki disipln yang
tinggi.Orang-orang mongol menyerang bangsa Baghdad pada saat bangsa Baghdad
dalam kondisi yang sangat lemah.Pasukan Hulagu Khan menghancurkan Baghdad rata
dengan tanah dan membunuh orang-orangnya.[78]
E. PENUTUP
Dinamakan
khilafah bani Abbasiyah karena para pendiri dan penguasanya adalah keturunan al
Abbas paman Nabi Muhammad SAW.Dinasti ini didirikan oleh Abdullah al-Saffah ibn
Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Abbas.
Pada mulanya
ibu kota negera kufah. Namun untuk lebih memantapkan dan menjaga setabilitas Negara khalifah al-Mansyur
memindahkan ibu kota Negara Bagdad.
Dengan demikian
pusat pemerintahan dinasti Abasiyah berada di tengah-tengah bangsa
Persia.Al-Mansyur melakukan memperkuat dan menertibkan pemerintahannya.Dia
mengangkat sejumlah perorangan untuk menduduki jabatan di lembaga eksekutif dan
yudikatif.Khalifah abbasiyah menciptakan tradisi baru dengan mengangkat Wazir[79]
sebagai koordinator departemen, dia juga membentuk protocol, sekertaris, dan
kepolisian Negara disamping membenahi angkatan bersenjata. Jabatan di setiap
pos keamanan yang sudah ada ditingkatkan peranannya dari mengatar surat sampai
menghimpun seluruh informasi di daerah-daerah sehingga administrasi kenegaraan
dapat berjalan lancar.
Puncak
perkembangan dinasti Abbasiyah tidak seluruhnya berawal dari kreatifitas
penguasa Bani Abbasiyah sendiri. Sebagian diantaranya sudah dimulai sejak awal
kebangkitan Islam pada bani ummayyah. Dalam bidang pendidikan misalnya di awal
Islam, lembaga pendidikan sudah mulai berkembang. Namun lembaga-lembaga ini
kemudian berkembang pada masa pemerintahan Bani Abasiyah dengan berdirinya
perpustakaan dan akademi.
Dari penjelasan di atas
tentunnya masih banyak kekuranagan dari kelompok kami.Tentunya saran dari
tulisan kami sangat kami tunggu untuk menuju ke generasi ke emasan seperti di
nasti abbasiyah yang mana umat Islam dapat mengambil pelajaran. Sebuah sistem
yang terkondinir akan menghasilkan pencapaian tujuan yang maksimal, seperti
kisah pendirian dinasti Abbasiyah. Mereka bisa mendirikan dinasti di dalam
sebuah negara yang dikuasai tidak ada yang bisa menandingi kekuasaan
mereka.Selain itu dari sejarah kekuasaan dinasti Abbasiyah ini kita juga bisa
mengambil manfaat yang bisa kita rasakan sampai saat ini, yaitu perkembangan
ilmu pengetahuan.Seharusnya kita yang hidup pada zaman modern bisa meneruskan
perjuangan para ilmuwan zaman daulah Abbasiyah dahulu.
Sebaliknya,
kita juga dapat belajar dari kekurangan-kekurangan yang ada pada dinasti besar
ini, agar tidak sampai terjadi pada diri kita dan anak cucu kita. Mereka telah
dibutakan oleh kekuasaan, sehingga mereka tega membantai hampir seluruh
keluarga dinasti Umayyah yang kebanyakan dari mereka adalah sesama umat Islam.
Selain itu kecerobohan yang terjadi pada masa dinasti Umayyah terulang lagi
pada masa dinasti Abbasiyah yang menyebabkan runtuhnya kekuasaan dinasti
Abbasiyah. Kebiasaan penguasa berfoya-foya menyebabkan runtuhnya kekuasaan yang
telah susah payah mereka dirikan.
DAFTAR
PUSTAKA
Aizid,Rizem.2015.Sejarah
Peradaban Islam.Yogyakarta:Diva Press
Supriadi,Dedi.2016.Sejarah
peradaban Islam.Bandung:CV. Pustaka Setia
Mahmudannasir,Syed.2005.Islam
Konsepsi dan Sejarahnya.Bnadung:PT.Remaja Rosdakarya Offset
Yatim,Badri.2014.Sejarah
Peradaban Islam.Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada
Fu’adi,Imam.2011,Sejarah Peradaban Islam,Yogyakarta:SUKSES
Offset
Hasjmy,A.Sejarah
Kebudayaan Islam.Jakarta: PT Bulan Bintang Indonesia
Syalabi,Ahmad.1993.Sejarah
dan Kebudayaan Islam 3.Jakarta:Pustaka Alhusna
Sunanto,Musyrifah.2011.Sejarah Islam Klasik.Jakarta:
Kencana Prenada Media Group
Al-Usairy,Ahmad.2010,Sejarah
Islam,Jakarta:Akbar Media
Munir Amin,Samsul.2015,Sejarah
Peradaban Islam,Jakarta:Amzah
Lesfi.Sejarah
Peradaban Islam.
Catatan:
1. Makalah
ini sama sekali belum sesuai dengan format artikel yang menjadi rujukan. Tolong
disesuaikan.
2. Abstrak
hanya satu paragraf, bahasa Inggris dulu baru Indonesia.
3. Pendahuluan
masih belum sesuai sebagaimana semestinya. Tolong dirubah.
4. Ada
beberapa footnote yang belum lengkap dan salah. Tolong dilengkapi dan
diperbaiki.
5. Menulis
bukan hanya memindah data, tetapi membuat tulisan yang bisa dipahami oleh
pembaca. Tulisan ini agak kacau dan banyak tulisan yang tumpang tindih. Tolong
diperbaiki secara maksimal.
Tolong lebih
belajar lagi mengenai bagaimana menulis yang baik!!!!
[1] Lesfi.Sejarah Peradaban
Islam.hlm.103
[2] Rizem Aizid.2015.Sejarah Peradaban
Islam.Yogyakarta:Diva Press.hlm.280
[3] Ibid.hlm.281
[4] Lesfi.Sejarah Peradaban
Islam.hlm.104
[5] Ibid.hlm.104
[6] Ibid.hlm.104-105
[7] Rizem Aizid.2015.Sejarah
Peradaban Islam.Yogyakarta:Diva Press.hlm.281
[8] Ibid.hlm.281
[9] Samsul Munir Amin,2015,Sejarah Peradaban
Islam,Jakarta:Amzah,hal.145
[10] Ibid,hal.145-146
[11] A. Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam (Jakarta: PT Bulan Bintang
Indonesia); hlm. 251
[12] Ibid, hlm. 253
[13] Ibid, hlm. 254
[14] Ibid, hlm. 255
[15] Ibid, hlm. 256
[16] Ibid, hlm. 257
[17] Ahmad,Syalabi.1993.Sejarah
dan Kebudayaan Islam 3.Jakarta:Pustaka Alhusna. Hlm. 186
[18] Ibid.hlm.186-187
[19] Ibid.hlm.188
[20] Ibid.hlm.198-199
[21] Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik(Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2011); hlm. 54
[23] Ibid. hlm. 78-79
[24] Ibid.hlm. 86
[25] Ibid,hlm. 87
[26] Ibid, hlm. 87
[27] Ibid, hlm. 91
[28] Ibid, hlm. 92
[29] Ibid, hlm. 93,94
[30] Ibid, hlm. 94
[31] Ibid, hlm. 94
[32] Ibid, hlm. 94
[33] Ibid hlm. 94
[34] Ibid, hlm. 95
[35] Ibid, hlm. 96
[36] Ibid, hlm. 100
[37] Ibid, hlm. 101
[38] A. Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam (Jakarta: PT Bulan Bintang
Indonesia); hlm. 293
[39] Ibid, hlm. 295
[40] Ibid, hlm. 295
[41] Ibid, hlm. 296
[42] Ibid. Hlm. 298
[43] Ibid, hlm. 298
[44] Ibid, hlm. 299
[45] Ibid, hlm. 302,303
[46] Ibid, hlm. 304
[47] Dedi Supriadi.2016.Sejarah
peradaban Islam.Bandung:CV. Pustaka Setia.hlm.137
[48] Ibid.hlm. 137
[49] Ibid.hlm138
[50] Istianah Abu Bakar.2008.Sejarah
peradaban Islam.Malang:UIN-Malang Press.hlm.84
[51] Ibid.hlm.84-85
[52] Dedi Supriadi.2016.Sejarah
peradaban Islam.Bandung:CV. Pustaka Setia.hlm.138
[53] Ibid.hlm.138
[54] Ibid.hlm.139
[55] Ibid.hlm.139
[56] Istianah Abu Bakar.2008.Sejarah
peradaban Islam.Malang:UIN-Malang Press.hlm.85
[57] Ibid.hlm.85
[58] Ahmad Al-Usairy,2010,Sejarah Islam,Jakarta:Akbar Media,hal.259-260
[59] Dedi Supriadi.2016.Sejarah
peradaban Islam.Bandung:CV. Pustaka Setia.hlm.140
[60] Ibid.hlm.140
[61] Ibid.hlm.140
[62] Ibid.hlm.140
[63] Syed,Mahmudannasir.2005.Islam
Konsepsi dan Sejarahnya.Bnadung:PT.Remaja Rosdakarya Offset.hlm.238
[64] Badri Yatim,2014.Sejarah
Peradaban Islam.Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada,hlm.66-67
[65] Ibid,hlm.68
[66] Ibid,hlm.69
[67] Ibid,hlm.69
[68] Ibid,hlm.70
[69] Ibid,hlm.71
[70]. Imam Fu’adi,2011,Sejarah Peradaban Islam,Yogyakarta:SUKSES
Offset.hlm.142
[71] Ibid,hal 142
[72] Ibid,hal 142
[73] Ibid,hal 142-143
[74] Ibid,hal 146
[75] Ibid,hal 147
[76] Ibid,hal 148
[77] Ibid, hal 149
[78] Ibid,hlm 152
[79]Perdana mentri : lihat kbbi hlm 56
Tidak ada komentar:
Posting Komentar