PERKEMBANGAN
ISLAM DI ANDALUSIA (UMAYYAH II)
Hasanul
Mutawakkilin, Moh. Nashiruddin, Ahmad Tibbil Qulub, Anik Zakiyatul Muniroh
Mahasiswa
Pendidikan Bahasa Arab Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Angkatan 2016
Email:
mohnashiruddin9@gmail.com
Abstract
This article discusses about the history of Islamic expansion in
Andalusia in dinasty of Umayyah II era, which at the time, the expansion of
Islam’s area went trought nort Australia to western part of Spain and it was
pioneered by three commanders; Tahrif ibn Malik, Thariq bin Ziyad, and musa bin
nushair. Andalusian came into the Dynasti of umayyah since Thariq bin Ziyad
became a subordinate of Musa bin Nushair. At the time, Spain was successfully
dominated by Islam when the government era of Al-Walid (705-715 M ) and Bani Umayyah was centered in
Damascus. Moreover, the intellectual knowledge was very influential toward
Islamic civilization in Europe, especially in Andalusia (Spain). Such as
philosophy, science, languistics and literatures, musics, and also arts,
howefer, during the circulation of era, the Islamic civilation in Spain went up
and down slowly because of several internal and external factors, those factors
are like an Islamic factors. Those factors are like an Islamic factor which was
signed by the emergence of some weak doctrines, the conflict between the
Islamic leaders and Cristians, the emergence of MulkAt-Thawaf economical
decadences, unclear authoritical transformational system, and isolationism.
While cultural and scientific transmission which happened at the time were gone
by three ways; first was from Andalusia, second was from Sicilian, and third
was from Crucivic War.
Abstrak
Dalam artikel ini membahas tentang sejarah perkembangan Islam di
Andalusia pada masa Dinasti Umayyah II, yang mana pada saat itu penyebaran
wilayah Islam melalui Afrika Utara sampai ke Spanyol bagian Barat yang
dipelopori oleh tiga panglima, yaitu Tharif ibn Malik, Thariq bin Ziyad, dan
Musa bin Nushair. Andalusia masuk ke dalam kekuasaan Dinasti Bani Umayyah
semenjak Thariq bin Ziyad menjadi bawahan Musa bin Nushair. Spanyol dikuasai
umat Islam pada saat itu, ketika masa khalifah Al-Walid (705-715 M) dari Bani
Umayyah yang berpusat di Damaskus. Pengetahuan intelektual pada masa ini sangat
berpengaruh pada kemajuan peradaban Islam di
Eropa khususnya Andalusia ( Spanyol). Seperti ilmu
filsafat, sains, bahasa dan sastra, serta musik, dan kesenian. Namun seiring
dengan berputarnya roda lambat laun peradaban islam di Spanyol mengalami pasang
surut dikarenakan faktor internal mupun faktor eskternal. Factor-faktor
tersebut seperti konflik islam dengan munculnya
khalifah-khalifah yang lemah, konflik sesama penguasa Islam dan dengan kaum Nasrani, munculnya Muluk
Ath- Thawaif, kemerosotan
ekonomi, sistem peralihan
kekuasaan yang tidak jelas, keterpencilan. Adapun transmisi budaya dan ilmu pengetahuan yang terjadi pada saat
itu melalui tiga jalur, yang pertama melalui jalur Andalusia, kedua jalur Sicilia,
dan yangterakhir melaui jalur Perang Salib.
Keyword : Ekspansi, kemajuan, kemunduran,
transmisi
A.
Pendahuluan
Di awal abad ke-7
Masehi, ketika Nabi Muhammad SAW memulai misinya di negeri Arab, seluruh pantai
laut tengah merupakan bagian dari dunia masyarakat Kristen sepanjang Eropa,
Asia, dan pantai Afrika utara ditinggali penduduk yang beragama Kristen dari
berbagai sekte. Hanya dua agama lain di dunia Romawi-Yunani, yakni Yahudi dan
Manichaisme yang bertahan dan dianut oleh sebagian kecil penduduk di sana.
Setelah berakhirnya
periode klasik, ketika islam memasuki masa kemunduran, Eropa bangkit dari
keterbelakangannya. Kebangkitan itu bukan saja terlihat dalam bidang politik
dengan keberhasilan Eropa mengalahkan kemajuan-kemajuan islam dan bagian dunia
lainnya, tetapi terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan tekniologi itulah
yang mendukung keberhasilan politiknya. Kemajuan-kemajuan Eropa ini tidak dapat
dipisahkan dari pemerintahan islam di Spanyol. Dari Spanyol islam-lah Eropa
banyak menimba ilmu.
Maka dengan begitu, tanpa
adanya Islam di Spanyol peradaban di Eropa tidak akan maju seperti saat ini.
Pada intinya Islam menjadi guru bagi orang Eropa. Sejarah pun pernah mencatat
bahwa peradaban islam mencapai puncak kejayaannya berkat adanya ketekunan umat
Islam dalam mencari dan menyebarkan ilmu pengetahuannya.
Hal itu dikarenakan berkat adanya ketekunan pemeluk
islam dalam mencari dan menyebarkan ilmu pengetahuan yang dihasilkan dari
dorongan yang kuat dari ajaran Islam itu sendiri, yang dapat membuat pemeluknya
lebih giat dalam menggali dan mememukan sesuatu yang baru dan bermanfaat bagi
umat manusia.
Sementara itu, keadaan
sebaliknya terjadi di dunia barat, sebelum abad ke X dunia barat bagaikan dunia
yang tanahnya gersang dan tandus akan ilmu pengetahuan. Mereka bahkan belum
sama sekali mengetahui akan pentingnya ilmu pengetahuan bagi kehidupan umat
manusia, berbanding terbalik dengan keadaan umat Islam pada waktu itu yang
semakin intensif dalam mempelajari kitab-kitab ataupun menghasilkan inovasi-inovasi
baru dalam dunia ilmu pengetahuan.
Namun akhirnya, masyarakat
Eropa itu sadar atas pentingnya ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia
terutama bagi kehidupan perkembangan ilmu pengetahuan di Eropa. Lalu mereka
menerjemahkan buku-buku atau kitab-kitab berbahasa Arab hasil karya pemikiran
tokoh-tokoh Islam ke dalam bahasa Eropa.
B.
Sejarah Ekspansi Ke Barat
Andalusia adalah nama bagi
Semenanjung Iberia pada zaman kejayaan Umayyah. Andalusia berasal dari Vandal,
yang berarti negeri bangsa Vandal; karena Semenanjung Iberia pernah dikuasai
oleh bangsa Vandal sebelum terusir oleh bangsa Ghotia Barat ( abad ke-5 M).
Umat Islam mulai menakhlukkan Semenanjung Iberia pada zaman Khalifah Al-Walid
Ibn Abd Al-Malik (86-96 H./705-715 M).[1]
Kerajaan Ghotia merupakan kerajaan
terkuat yang pernah ada di Spanyol saat itu. Pejabat wilayah kerajaan tersebut
banyak yang hidup dalam kemewahan, sementara rakyatnya hidup dalam kemelaratan,
bahkan orang-orang yahudi di wilayah Semenanjung Iberia tersebut dikejar- kejar
agar masuk kedalam agama Nasrani. Dengan sangat terpaksa akhirnya orang-orang
Yahudi saat itu pun memluk agama Nasrani. Karena tidak ada kekuatan untuk
melawan, maka mereka hanya bisa berdiam diri walaupun merasa sangat menderita
atas perlakuan para pejabat terhadap rakyatnya saat itu.
Spanyol diduduki umat Islam pada
zaman khalifah Al- Walid (705 – 715 M), yaitu salah seorang khalifah dari Bani
Umayyah di Damaskus. Sebelum Penakhlukaan Spanyol, umat Islam telah menguasai
Afrika Utara dan menjadikan salah satu provinsi dari Dinasti Umayyah.
Penguasaan sepenuhnya atas Afrika Utara itu terjadi di zaman Khalifah Abdul
Malik. (685 – 705 M). Khalifah Abdul Malik mengangkat Hasan bin Nu’man Al –
Ghassani menjadi gubernur di daerah itu. Pada masa Khalifah Al-Walid, Hasan bin
Nu’man digantikan oleh Musa bin Nushair. Di zaman Al- Walid itu, Musa bin
Nushair memperluas wilayah kekuasaannya dengan menduduki Aljazair dan Maroko.[2]
Terdapat 3 pahlawan yang berjasa
dalam proses penakhlukan wilayah Spanyol, yaitu Tharif bin Malik, Thariq bin
Ziyad, dan Musa bin Nushair.
Tharif bin Malik melakukan
pengintaian pada bulan Juli 710 M, dimana saat itu Tharif sebagai orang yang
dipercayai oleh Musa bin Nushair menyebrangi selat yang berada diantara Maroko
dan Benua Eropa dan mendarat di Semenanjung kecil dengan membawa balatentara
sejumlah 500 orang pasukan berkuda, 100 diantaranya merupakan pasukan kavaleri
dan 400 diantaranya merupakan pasukan infareri. Tharif menang dalam penyerbuan
ini dan langsung kembali ke Afrika Utara dengan membawa hasil rampasan perang
yang tidak sedikit jumlahnya terdorong oleh keberhasilan Tharif dan melihat
adanya konflik penguasa di Kerajaan Spanyol Ghotik Barat, juga didorong oleh
hasrat untuk memperoleh barang rampasan, bukan hasrat untuk menakhlukan, Musa
mengutus seorang budak Barbar yang sudah dibebaskan Thariq bin Ziyad pada tahun
711 M. Ke Spanyol memimpin 7000 pasukan, yang sebagian besar terdiri atas
orang-orang Barbar. Thariq mendarat dekat dengan gunung batu besar yang kelak
mengabadikan namanya, Jabal ( gunung) Thariq (Gibraltar). Kapal-kapal mereka,
menurut sejumlah riwayat, disediakan oleh Julian, pangeran Ceuta, yang namanya
cukup melegenda, meskipun lebar selat itu hanya sekitar tiga belas mil.
Andalus dimasuki Thariq tepatnya
pada tahun 91 H (711 M), dan sekitar tahun 934 M telah menerima upeti dari Paus
yang berkedudukan di Roma. Masuknya islam di Andalusia adalah atas undangan dan
permintaan Count Julian – Gubernur Spanyol – untuk membnatunya menghalau
Panglima Roderick yang merampas kekuasaan Raja Ghotia pada tahun 710 M.[3]
Sorak-sorai pasukan yang
berkekuatan 12.000 orang pada tahun 93H/711 M, yang memilih maju kedepan ,
telah meninggalkan jejak beras di dalam sejarah Islam. King Roderick maju
dengan pasukan berkekuatan 100.000 orang. Jumlah pasukannya besar, tetapi
semangat tempurnya telah dikalahkan oleh kemewahan hidup selama ini.
Pertempuran Guadalete pada tahun 711 M di pinggir sungaai Guadalquivir, telah
menentukan nasib kerajaan Visigoths. King Roderick tewas di tempat itu. Sikap penduduk
yang apatis, karena dihisap dan diperas dengan beban-beban pajak yang berat,
dan bantuan aktif dari pihak Yahudi, yang menderita siksaan dan penindasan
selama ini, sekaligus telah menyebabkan pasuakan panglima Thariq bin Ziyad
bagaikan berlari – lari layaknya ke berbagai penjuru Semenanjung Iberia. Sebuah
faktor lainnya sangat menentukan bagi mempercepat kemenangan itu ialah disiplin
yang ketat dari pasukan besar tersebut, memperlakukan penduduk dengan baik pada
setiap wilayah yang dikuasai, memperlihatkan ketaatan dan kepatuhan menjalankan
kebaktian-kebaktian keagamaan setiap harinya.[4]
Dengan dikuasainya daerah ini maka
terbukalah pintu secara luas untuk memasuki Spanyol. Dalam pertempuran di suatu
tempat yang bernama Bakkah, Raja Roderick dapat dikalahkan. Dari sini Thariq
dan pasukannya terus menakhlukan kota-kota penting seperti Cordova, Granada,
dan Toledo ( ibu kota kerajaan Ghotik ketika itu).[5]
Setelah mendengar riwayat
kemenangan Thariq di Spanyol pada tahun 93 H/712 M Musa dengan sejumlah pasukan
Barbar dan Arab sebanyak 18.000 menuju Spanyol untuk ambil bagian. Setelah
merampas Carmona, ekspansi Musa meluas sampai ke Barcelona di sebelah timur,
Narbone, Cadiz di sebelah tenggara dan Calica di sebelah barat laut. Dia
memutuskan untuk meneruskan ekspansinya ke sebelah selatan Perancis. Akan
tetapi karena kekhawatiran Walid I atas pengaruh Musa yang mungkin akan
memproklamirkan seluruh negara yang ia tundukkan, maka khalifah memerintahkan
untuk mengakhiri ekspansi ke Eropa dan memanggil kembali Musa dan Thariq ke Damaskus. Serangan ke Perancis dilanjutkan
oleh Abdurrahman al-Ghafiqi yang terbunuh oleh pasukan Charles Martel.[6]
Sesudah itu masih juga terdapat
berbagai penyerangan, seperti ke Avirignon tahun 734 M, dan pulau-pulau yang
terdapat di Laut Tengah Mallorca, Corsia, Sardinia, Creta, Rhodes, Cyprus dan
sebagian Sicilia juga jatuh ke tangan Islam di Zaman Bani Umayyah
Sejak pertama kali menginjakkan
kaki di tanah Spanyol hingga jatuhnya kerajaan Islam terakhir disana, Islam
memainkan peranan yang sangat besar, masa itu berlangsung lebih dari 7,5 abad.
Menurut Prof. Dr. Hamka, kekuasaan
Islam di Spanyol itu dibagi kepada tiga masa berikut.
1. Suatu provinsi dari kerajaan
Umayyah di Damaskus (Damsik) diperintah oleh wakil khalifah yang dikirim kesana mulai tahun 93 H sampai
138 H.
2. Diperintah oleh para amir yang
berdiri sendiri, terpisah dari khalifah Bani Abbas di Baghdad, dimulai oleh
Amir Abdurrahman Ad-Dakhil pada tahun 138 H sampai 315 H.
3. Abdurrahman An-Nashir memaklumkan
dirinya menjadi Khalifah di Andalusia, yaitu mulai tahun 315 H sampai 422 H.
Selama Islam berkuasa di Spanyol,
banyak penguasa negeri yang memerintah, diantaranya :
1. Amir-Amir Bani Umayyah
2. Khalifah-khalifah Bani Umayyah
3. Daulah Ziriyah di Granada
4. Daulah Bani Hamud di Malaga
5. Daulah Bani Daniyah
6. Daulah Bani Najib dan Bani Hud di
Saragosa
7. Daulah Aniriyah di Valensia
8. Daulah Bani Ubbad di Sevilla
9. Daulah Jahuriyah di Cordova
10. Daulah Bani Zin Nun di Toledo, dan
11. Daulah Bani Ahmar di Spanyol[7]
Ekspansi yang dilakukan umat Islam
di Spanyol dapat dilakukan dengan mudah dalam kurun waktu yang relatif singkat
karena adanya beberapa faktor yang mendukung. Faktor –faktor tersebut dibagi
menjadi dua, yaitu:
1.
Faktor Eksternal
Adalah suatu kondisi yang terdapat di dalam
negeri Spanyol sendiri. Pada masa penakhlukan Spanyol oleh orang-orang Islam,
kondisi sosial, politik dan ekonomi negeri ini berada dalam keadaan yang
menyedihkan. Secara politik, wilayah Spanyol terkoyak-koyak dan terbagi ke
dalam beberapa negeri kecil.[8]
Adapun sikap penguasa Ghotic –sebutan lazim
kerajaan Visighotie – yang tidak toleran terhadap aliran agama yang berkembang
saat itu. Penguasa Visighotie memaksakan aliran agamanya kepada masyarakat.
Penganut agama Yahudi yang merupakan komunitas terbesar dari penduduk Spanyol dipaksa
dibaptis menurut agama Kristen, dan mereka tidak bersedia akan disiksa dan
dibunuh.
Perselisihan antara Raja Roderick dengan
Witiza (walikota Toledo) di satu pihak dan Ratu Julian di pihak lain. Oppas dan
Achila, kakek dan anak Witeza, menghimpun kekuatan untuk menjatuhkan Roderick,
bahkan berkoalisi dengan kaum muslimin di Afrika Utara.[9]
Dengan demikian, Ratu Julian memberi pinjaman 4 buah kapal kepada Tharif,
Thariq dan juga Musa.
2.
Faktor Internal
Adalah suatu kondisi yang terdapat dalam
tubuh penguasa, beberapa tokoh pejuang dan para prajurit Islam yang terlibat
dalam penakhlukan wilayah Spanyol pada khususnya. Para pemimpin adalah tokoh
yang kuat, tentaranya kompak, bersatu, dan penuh percaya diri. Yang tak kalah
pentingnya adalah ajaran Islam yang ditunjukkan para tentara Islam, yaitu
toleransi, persaudaraan, dan tolong menolong.[10]
Faktor lain yang tak kalah pentingnya adalah
bahwa tentara Roderick tidak mempunyai semangat perang.
C.
Kemajuan Peradaban
Kemajuan peradaban Islam di
Spanyol tidak terlepas dari ajaran Islam yang selalu mengagungkan ilmu
pengetahuan yang seakan memberi pencerahan pada semuanya, salah satunya
Spanyol. Kemajuan Spanyol memang tidak dipisahkan dari konstribusi Islam
seperti yang diungkapkan beberapa ilmuwan Barat yang dikutip Razak. Thatcher
dan Chawel – misalnya – secara tegas mengatakan bahwa bangsa Eropa sangat
beruntung dengan kedatangan Islam. Banyak ilmu yang dapat ditemukan sehingga
dapat diadopsinya.[11]
1.
Kemajuan Intelektual
a.
Filsafat
Perkembangan filsafat di Andalusia
dimulai sejak abad ke-8 hingga abad ke-10. Manuskrip – manuskrip Yunani juga
diteliti dan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Pada masa Khalifah Abbasiyah,
Al-Manshur (754 – 755 M) telah dimulai aktivitas penerjemahan hingga masa
khalifah Al – Makmun (813 – 833 M). Pada masanya banyak filsafat karya
Aristoteles yang diterjemahkan.
Tokoh-tokoh filsafat yang lahir
pada masa itu, antara lain Abu Bakri Muhammad Ibn As-Sayiqh yang lebih dikenal
dengan Ibn Bajah sebagaimana Al-Farabi dan Ibn Sina, Ibn Bajah melalui
pemikirannya sering mengembangkan berbagai permasalahan yang bersifat eyis dan
eksatologis. Filosof selanjutnya adalah Abu Bakar Ibn Thufail. Melalui berbagai
karyanya, ia banyak menulis masalah kedokteran, astronomi, dan filsafat. Karya
filsafatnya yang masyhur berjudul Hay Ibn Yaqzhan. Para filosof lainnya
adalah Ibn Maimun, Ibn Arabi, Sulaiman Ibn Yahya, juga Ibn Rusyd yang juga
dikenal ahli fiqh.[12]
Luthfi Abd al-Badi’ mengemukakan,
bahwa Muhammad Ibn Abdillah Ibn Misarrah al-Bathini (269 – 319 H)dari Cordova dikenal sebagai orang pertama yang menekuni
filsafat di Andalusia. Hal ini berarti, filsafat sudah dikenal di semenanjung
ini sebelum munculnya al – Jabali. Ilmu tersebut berkembang pesat pada masa al
– Nashir dan mencapai puncaknya pada masa al – Mustanshir. Sewaktu paar filosuf
dikutuk pada masa daulah Amiriyah, ilmu ini mengalami kemunduran drastis,
tetapi kemudian muncul kembali dan mengalami kemajuan pesat pada masa Muluk al
– Thawaif.[13]
b.
Sains
Spanyol Islam banyak melahirkan
tokoh dalam lapangan sains. Dalam bidang matematika, pakar yang sangat terkenal
adalah Ibn Sina. Selain ahli dalam bidang tersebut, ia juga terkenal sebagai
seorang teknokrat dan ahli ekologi. Bidang matematika juga melahirkan nama Ibn
Saffat dan Al-Kimmy, keduanya juga ahli dalam bidang teknik[14].
Astronomi berkaitan erat dengan
ilmu pasti. Astronomer Andalusia yang terkenal antara lain, Abu al-Qosim Abbas
ibn Farnas. Tokoh legendaris ini juga menekuni ilmu pengetahuan alam dan kimia.
Percobaan-percobaan yang spektakuler pada masa itu, telah menyebabkan ia
dituduh sebagai orang yang tidak waras.[15]
Adapun beberapa tokoh sains dalam
bidang Astronomi, yaitu Abbas bin Farnas, Ibrahin bin Yahya An-Naqqash, Ibnu
Safar, Al-Bitruji.[16]
Dalam bidang kedokteran, muslimin
Andalusia tidak ketinggalan oleh saudara-saudaranya di Timur. Dokter-dokter
Andalusia kenamaan diantaranya adalah Ahmad ibn Iyas al-Qurthubi dan al-Harrani
pada masa Muhammad I ibn Abd al-Rahman II al-Ausath, Yahya ibn Ishaq pada masa
Abdullah ibn Mundzir yang kemudian diangkat menjadi menteri oleh al-Nashir,
al-Majriti sebagaimana telah disebut pada masa al-Mustanshir, dan Abu Daud
Sulaiman ibn Hasan pada masa al-Mu’ayyad. Selain nama-nama tersebut, Abu
al-Qasim al-Zahrawi yang di Barat dikenal dengan Abulcasis, memberi kesan
terdiri dalam dunia kedokteran. Ia dikenal sebagai sebagai dokter bedah,
perintis ilmu penyakit telinga dan pelopor ilmu penyakit kulit.[17]
Adapun tokoh-tokoh di bidang kedokteran yang
lain yaitu, Ummul Hasan binti Abi Ja’far, seorang tokoh dokter wanita.[18]
Mungkin beliau adalah satu-satunya dokter perempuan yang ada saat itu.
Sedangkan dalm bidang geografi,
yaitu, Ibn Jubar dari Valencia (1145 – 1228 M), Ibn Bathutah dari Tangier (1304
– 1377 M) pengeliling dunia sampai Samudera Pasai (Sumatera) dan Cina.[19]
c.
Bahasa dan Sastra
Bahasa Arab dengan ketinggian
sastra dan tata bahasanya telah mendorong lahirnya minat yang besar masyarakat
Spanyol. Hal ini dibuktikan dengan dijadikannya bahsa ini menjadi resmi, bahasa
pengantar, bahasa ilu pengetahuan, dan administrasi.[20]
Bahasa Arab masuk ke Andalusia
bersamaan dengan masuknya Islam ke daratan itu. Sejalan dengan kemajuan yang
diraih oleh umat Islam, bahasa Arab dipelajari oleh berbagai kelompok
pendudukan dan lapisan sosial, sehingga menggeser peran bahasa lokal dan
menembus batas-batas keagamaan. Kemenangan bahasa Arab atas bahasa penduduk
asli yang ditakhlukkan, menurut Philip K. Hitti, didahului oleh kemenangan
bangsa Arab dalam bidang kemiliteran, politik, dan keagamaan. Sebelum menjadi
bahasa pergaulan sehari-hari, bahasa Arab lebih dahulu mencapai kemenangan
sebagai bahasa ilmu pengetahuan.
Berbicara tentang perkembangan
bahasa Arab di Andalusia, tidak mungkin melupakan tokoh besar Ali al-Qali. Ia
dibesarkan dan menimba ilmu Hadits, bahasa, sastra, Nahwu, dan Sharaf dari
ulama-ulama terkenal di Baghdad.[21]
Salah satu karya tulisnya yang terkenal dan bernilai tinggi adalah al-Amali
dan al-Nawadir.
Adapun tokoh-tokoh lain yang ahli
dan mahir dalam bidang Bahasa Arab, diantaranya: Ibnu Sayyidih, Muhammad bin
Malik, pengarang alfiyah (tata bahasa Arab), Ibnu Khuruf, Ibnu Al- Hajj,
Abu Ali Al-Isybili, Abu Al-Hasan bin Usfur dan Abu Hayyan Al-Gharnathi.[22]
Sejalan dengan perkembangan bahasa
Arab, berkembang pula kesustraan Arab yang dalam arti sempit disebut adab, baik
dalam bentuk puisi maupun prosa. Diantara jenis prosa adalah Khithabah,
tarassul maupun karya fiksi lainnya. Di antara Sastrawan yang terkemukan
Andalusia adalah Abu Amr Ahmad ibn Muhammad ibn Abd Rabbih, lahir di Cordova
246/860. Ia menekuni ilmu kedokteran dan musik, tetapi kecenderungannya lebih
banyak kepada sastra dan sejarah.[23]
Adapun tokoh sastra lain diantaranya, Ibnu Bassam, Al-Fath bin Khaqan, dan lain-lain.
d.
Musik dan kesenian
Musik dan kesenian pada Islam di
Spanyol sangat mashur. Musik dan seni banyak memperoleh apresiasi dari para
tokoh penguasa istana. Dalam bidang seni, indikasi kemajuannya adalah
berdirinya sekolah musik di Cordova oleh Zaryab (Ahmad Syalabi, jilid IV,
1979;88). Zariyab adalah artis terbesar pada zamannya, sistem sekolah musik
ishak Al-Mausuli dari Baghdad. Sekolah tersebut kemudian menjadi model bagi
sekolah musik lainnya yang bermunculan belakangan di Villa, Toledo, Valencia,
Granada.[24]
Tokoh seni dan musik antara lain;
Al-Hasan bin Nafi yang mendapat gelar Zaryab. Zaryab juga terkenal sebagai
pencipta lagu-lagu.
2.
Bidang Ilmu Keagamaan
a. Tafsir
Salah satu mufassir yang terkenal
dari Andalusia adalah Al-Qurtubi. Nama lengkapnya adalah Abu Abdillah Muhammad
bin Ahmad bin Abu Bakr bin Farh Al-Ansori Al-Andalusi (wafat 1273 M). Adapun
karyanya dalam bidang tafsir adalah Al-Jamiu Li Ahkam Al-Quran, kitab
tafsir yang terdiri dari 20 Jilid ini dikenla dengan nama Tafsir Al-Qurtubi.
b. Fiqh
Dalam bidang fiqh, Spanyol islam
dikenal sebagai penganut madzhab Maliki. Adapun yang memperkenalkan madzhab ini
di Spanyol adalah Ziyad bin Abd Ar-Rahman . perkembangan selanjutnya di
tentukan oleh Ibnu Yahya yang menjadi qadhi pada masa Hisyam bin Abdurrahman.
Para ahli fiqh lainnya adalah Abu Bakr bin Al-Quthiyah, Munis bin Said
Al-Baluthi dan Ibnu Rusyd yang meciptakan kitab Bidayatul Mujtahid.
3.
Kemajuan di bidang arsutektur pembangunan
Kemegahan bangunan fisik islam Spanyol sangat
maju, dan mendapat perhatian umat dan pengusaha. Umumnya bangunan-bangunan di
Andalusia memiliki nilai arsitektur yang tinggi. Jalan-jalan sebagai alat
transportasi dibangun, pasar-pasar dibangun untuk membangun ekonomi. Demikian
pula, dam-dam, kanal-kanal, saluran air, dan jembatan-jembatan.
a. Cordova
Cordova adalah ibu kota Spanyol
sebelum islam yang kemudian diambil alih oleh Dinasty Umayyah. Kota Cordova
oleh penguasa muslim dibangun dan
diperindah. Jembatan besar dibangun di atas sungai yang mengalir di tengah
kota. Taman-taman dibangun untuk menghiasi ibu kota Spanyol islam itu. Pohon-pohon
yang megah diimpor dari Timur. Di seputar ibu kota berdiri istan-istana yang
megah yang semakin mempercantik pandangan. Setiap istana dan taman diberi nama
tersendiri dan di puncaknya terpancang istana Damsik. Di antara kebanggaan kota
Cordova lainnya adalah masjid Cordova. Kota Cordova memiliki 491 masjid.
b.
Granada
Granada adalah tempat pertahanan
terakhir umat islam di Spanyol. Di sini berkumpul sisa-sisa kekuatan arab dan
pemikir islam. Posisi Cordova diambil alih oleh Granada di masa-masa akhir
kekuasaan islam di Spanyol. Arsitektur-arsitektur bangunannya terkenal do
seluruh Eropa. Istana Al-Hambra yang indah dan megah adalah pusat dan puncak
ketinggian arsitektur Spanyol islam. Kisah tentang kemajuan pembangunan fisik
ini masih bisa diperpanjang dengan kota dan istana Al-Zahra, istana Al-Gazr,
dan menara Girilda.
c.
Sevilla
Kota Sevilla dibangun pada masa
pemerintahan Al-Muwahidin. Sevilla pernah menjadi ibu kota yang indah dan
bersejarah. Semual kota ini adalah rawa-rawa. Pada masa Romawi kota ini bernama
Romula Agusta, kemudian diubah menjadi Asyibiliyah (Sevilla). Sevilla telah
berada dibawah kekuasaan islam selam lebih kurang 500 tahun. Salah satu
bangunan masjid yang didirikan pada tahun 1171 pada masa pemerintahan sultan
Yusuf Abu Ya’kub, kini telah berubah dari masjid menjadi gereja dengan nam
Santa Maria Dela Sede. Kota Sevilla jatuh ke tangan Raja Ferdinand pada tahun
1248 M.
d.
Toledo
Toledo merupakan kota penting di
Andalusia sebelum dikuasai islam. Ketika romawi menguasai kota Toledo, kota ini
dijadikan ibu kota kerajaan. Dan ketika Thoriq bin Ziyad menguasai Toledo tahun
712 M, kota ini dijadikan pusat kegiatan umat islam, terutama dalam bidang ilmu
pengetahuan dan penerjemahan. Toledo jatuh dari tangan umat islam setelah
direbut oleh raja Alfonso dari Castilia. Beberapa peninggalan bangunan masjid
di Toledo kini di jadikan gereja oleh umat Kristen.[25]
D.
Kemunduran Islam di Spanyol
Suatu kebudayaan tentu akan
mengalami pasang surut sebagaimana berputarnya sebuah roda, kadang di atas
kadang ada di bawah. Hal ini tentu telah menjadi hukum alam. Demikian juga
dengan kekuasaan sebuah imperium, suatu saat dia muncul, berkembang pesat, lalu
jatuh dan hilang.[26]
Beberapa abad, islam menguasai
Spanyol terbukti dengan banyaknya dinasti islam yang memerintah di Spanyol
meskipun merupakan pemerintahan yang terpecah-pecah. Dikarenakan konflik
internal dan eksternal, lambat laun kekuasaan islam Spanyol memudar yang
didahului dengan terhentinya usaha ekspansi karena disibukkan mengatasi konflik
internal. Adapun penyebab terhentinya
usaha ekspansi adalah :
1.
Posisi Andalusia yang tidak menguntungkan karena
berdekatan dengan musuh daripada pendukung.
2.
Semakin lemahnya jiwa jihad dan berkurangnya minat untuk
menyebarkan islam.
3.
Kebiasaan para penguasa untuk hidup berfoya-foya sehingga
mereka malas berjuang dan merasa cukup dengan apa yang sudah ada.
4.
Perselisihan dan perang saudara yang terjadi antar
penguasa.
5.
Persatuan dan kebangkitan kembali kaum Nasrani.[27]
Ekspansi
merupakan hal yang mampu mengokohkan pemerintahan. Bila ekspansi mulai terhenti
maka stabilitas pemerintahan akan goyah dan pudar eksistensinya. Hal ini dapat
dipahami dari faktor penyebab lenyapnya pengaruh Islam di Spanyol, yaitu:
1.
Munculnya khalifah-khalifah yang lemah
Masa kejayaan Islam di Spanyol
dimulai dari periode Abd. Rahman III yang kemudian dilanjutkan oleh putranya
yaitu Hakam. Sang penguasa yang cinta ilmu pengetahuan dan kolektor buku serta
pendiri perpustakaan. Pada masa kedua penguasa tersebut, keadaan politik dan
ekonomi mengalami puncak kejayaan dan kestabilan.
Keadaan negara yang stabil dan
penuh kemajuan ini tidak dapat bertahanlagi setelah Hakam II wafat dan
digantikan Hisyam II yang baru berusia 11 tahun. Dalam usia yang sangat muda
ini, ia diharuskan memikul tanggung jawab yang amat besar. Karena tidak mampu
mengendalikan roda pemerintahan, jalannya pemerintahan dikendaliakan oleh
ibunya dengan dibantu oleh Muhammad ibn Abi Umar yang bergelar Hajib Al-Mansur
yang ambisius dan haus kekuasaan. Sejak saat itu khalifah hanya dijadikan
sebagai boneka oleh Al-Mansur dan para penggantinya.[28]
Meskipun begitu siasat yang telah
dilakukannya, namun mulut rakyat telah dapat disumbatnya dengan kebaikan dan
jasa-jasanya, kegagahan, kebesaran, peperangan-peperangan yang senantiasa
dimenangkan. Dia pergi ke medan perang dan membawa tentaranya sendiri, mashur
namanya ke mana-mana, sedang khalifah hanya tinggal terkurung di dalam
pekarangan istana. Manshur ibn Abi Amir itu wafat pada tahun 392 H. di dalam
satu medan peperangan, dikuburkan di negeri Salem, yaitu suatu kota yang
sekarang telah menjadi sebuah stasiun kecil di antara kota Madrid dengan
Saracosta.[29]
2.
Konflik sesama penguasa Islam dan dengan kaum Nasrani
Para penguas Islam cukup puas
dengan menerima upeti dan tidak melakukan Islamisasi secara sempurna, bahkan
membiarkan mereka mempertahankan hukum dan adat kebiasaan kaum Nasrani.
Sementara kehadiran bangsa Arab menimbulkan rasa iri dan membnagkitkan rasa
kebnagsaan bangsa Spanyol yang Kristen. Disamping itu, sebagai mana dikemukakan
dimuka, loyalitas militer Islam sebagai tentara bayaran sangat diragukan karena
kedisiplinan mereka mengikuti perintah atasan diseuaikan dengan siapa yang
membayar lebih tinggi sehingga perpercahan sesama umat Islam baik sebagai
anggota masyarakat maupun sebagai penguasa tidak dapat dihindarkan.[30]
3.
Munculnya Muluk Ath- Thawaif
Munculnya Muluk Ath- Thawaif
(dinasti-dinasti kecil), secara politis telah menjadi indikasi akan kemunduran
Islam di Spanyol, karena dengan terpecahnya kekuasaan khalifah menjadi dinasti-
dinasti kecil, kekuatan pun terpecah-pecah dan lemah. Keadaan ini membuka
peluang bagi penguasa provinsi pusat untuk mempertahankan eksistensinya.
Masing-masing dinasti menggerakkan segala daya upaya termasuk meminta bantuan
orang-orang Kristen.
Melemahnya kekuasaan Islam secara
politis telah dibaca oleh orang-orang Kristen dan tak disia-siakan oleh pihak
musuh untuk menyerang imperium tersebut. Pada tahun 1080 M Alfonso dengan 3
kerajaan Kristen (Galicia, Leon, Castile) berhasil menguasai Toledodan Bani Dzu
An-Nur. Demikian juga, kerajaan Kristen Aragon berhasil merebut Huesea,
Saragosa, Tyortosa, dan Kenida.
Pada pertengahann abad ke-13,
satu-satunya kota penting yang masih dikuasai Islam adalah Granada di bawah
pemerintahan Gani Ahmar. Awalnya, orang-oarng Kristen membiarkan Dinasti Ahmar
menjadi gelap. Di pihak lain terjadi konflik internal di tubuh Ahmar, yakni
perebutan kekuasaan yang berakhir perang saudara dan dinasti menjadi terpecah.
Sejak saat itu, kekuatan Islam semakin melemah dan semakin mempercepat tamatnya
riwayah umat Islam Spanyol. Pada tahun 1492, satu-satunya wilayah Islam di
Spanyol akhirnya jetuh ke tangan Kristen.
4.
Kemerosotan ekonomi
Di paruh kedua masa Islam Spanyol,
para penguasa mementingkan pembangunan fisik denagn mendirikan
bangunan-bangunan megah dan monumental. Demikian juga, bidang IPTEK. Pemerintah
dengan giat mengembangkan bidang ini, sehingga bidang perekonomian kurang
mendapat perhatian. Selain itu, banyak anggaran negara yang tersearp untuk
membiayai tentara bayaran demi keamanan negara.[31]
Islamnya penduduk pribumi Spanyol
tidak menjadikan dirinya sederajat dengan bangsa Arab, tetapi tetap
diperlakukan sebagai ibad dan muwalladun sehingga dianggap merendahkan. Oleh
karena itu beragama Islam tidak menjadi daya tarik begi bangsa Spanyol sebagai
dasar pemersatu ideologi. Bahkan etnis non Arab sering menjadi perusak dan
menggerogoti perdamaian sehingga mempengaruhi terhadap kondisi perekonomian
negara. Sementara pembangunan bidang fisik untuk keindahan kota dan peningkatan
ilmu pengetahuan yang terlalu serius melalaikann pembangunan bidang
perekonomian menjadi pendukung persatuan dan kesatuan.[32]
5.
Sistem peralihan kekuasaan yang tidak jelas
Salah satu penyebab kemunduran dan
kehancuran suatu dinasti adalah perebutan kekuasaan antara elit penguasa maupun
antarputra mahkota. Terjadinya perebutan kekuasaan ini menyebabkan perang antar
elit atau keluarga yang pada akhirnya dapat menggerogoti kekuatan dan
stabilitas negara.[33]
Peralihan kekuasaan yang tidak
jelas mengakibatkan sering terjadi perebuatan kekuasaan sesama ahli waris, sehingga
melemahkan dan hilangnya wibawa pemerintah bahkan mengakibatkan runtuhnay kekuasaan bani
Umayyah dan Muluk Al-Tawaif muncul, tetapi tetap pula terjadi perebutan
kekuasaan diantara mereka
6.
Keterpencilan
Pemerintahan
Islam di Spanyol yang jauh dari daerah islam lain mengakibatkan jauhnya
dukungan dari daerah lain kecuali dari Afrika Utara yang dibatasi oleh laut,
sementara daerah sekitar adalah daerah yang dikuasai kaum Nasrani yang selalu
iri dan meras direndahkan oleh etnis Arab.[34]
E.
Transmisi Budaya Islam Ke Eropa
Telah diterangkan terdahulu bahwa
semenjak abad XI umat Islam mendapat serangan dari segala jurusan. Di Andalusia
umat Kristen, semenjak raja Ferdinand I (1035 – 1065 M) mempersatukan kekuatan
membentuk kerajaan Leon yang kuat, mulai menyerang kekuasaan Islam guna merebut
kembali daerah-daerah mereka sehingga penyatuan kekuatan mereka itu merupakan
awal dari pengusiran umat Islam dari Andalus.[35]
Umat Islam kehilangan segala
sesuatu yang pernah dimiliki. Namun, terjadi sesuatu di luar dugaan manusia,
ternyata bangsa yang menghancurkan daulah Islamiyah yang terpusat di Baghdad
itu, keturunannya justru menjadi pembangun dan pembela agama Islam dan
kebudayaannya yang gigih sehingga agama Islam menjadi tumbuh dan mekar kembali.[36]
Transmisi ilmu pengetahuan
mengalir ke Eropa melalui beberapa jalur. Jalur-jalur tersebut antara lain:
1.
Melalui Andalusia
Semasa Islam di Andalausia, ada
sejumlah perguruan tinggi terkenal disana. Perguruan-perguruan tinggi itu
antara lain Universitas Cordova, Sevilla, Malaga, dan Granada. Di kota Cordova
di samping memiliki universitas, juga memiliki gedung perpustakaan terbesar dan
terindah pada masanya dengan bukunya lebih kurang 400.000 jilid dengan
katalognya 44 jilid. Banyak peminat yang belajar ke universitas itu dari
berbagai penjuru.
Pelajaran yang diberikan di
Universitas Granada antara lain ilmu ketuhanan, yurisprudensi, kedokteran,
kimia, filsafat, dan astronomi. Terdapat pula gedung-gedung perpustakaan, ruang
untuk diskusi dan rumah sakit. Setelah Granada jatuh pada tanggal 2 Januari
1492 ke tangan Ferdinand dan istrinya
Isabella, buku-buku yang berbahasa Arab dibakar atas perintahya.[37]
Di Andalusia sedikit demi sedikit
umat Islam kehilangan daerah kekuasaanya. Mula-mula kota Toledo direbut oleh
Kristen pada tahun 1085 M, hilangnya pusat sekolah tinggi dan pusat ilmu
pengetahuan Islam beserta segala isinya yang terdiri dari perpustakaan beserta
ilmuwan-ilmuwannya. Tahun 1236 M menyusul Cordova dirampas oleh raja Alfonso
VII dari Castillia, maka hilang pula pusat kebudayaan dunia di sebelah Barat
beserta masjid raya Cordova ang didirikan oleh amir-amir Amawiyah Andalusia,
Kutubul Hannah yang didirikan oleh Hakam II dengan buku-bukunya dari segala
cabang ilmu, jembatan yang hebat Wadil kabir ( Guadal Quivir) yang menghubungkan
tepi tebing yang sebelah dengan yang lain. Kehilangan itu terus berlanjut kota
demi kota, menyusul Sevilla, Malaga dan Granada.[38]
Untuk mempermudah penyerapan
ilmu-ilmu Arab, di Toledo didirikan Sekolah Tinggi Terjemah. Pekerjaan ini
dipimpin oleh Raymond. Buku-buku yang disalin adalah buku-buku bahasa Arab yang
masih tersisa dari pembakaran. Penerjemah-penerjemah Baghdad banyak pindah ke
Toledo, terutama yang berasal dari bangsa Yunani. Mereka rata-rata dapat
menguasai bahasa Arab, Yahudi, Spanyol, dan Latin. Diantara penerjemah yang
terkenal adalah Avendeath dan Johannes dari Seville (Johannes Hispalensis).[39]
Avendeath adalah seorang Yahudi yang sudah masuk Kristen.keduanya hampir dapat
dipastikan sebagai berbeda dari – dan tak satu pun di antara keduanya yang
dapat diindentifikasikan sebagai – Juan Hispano yeng dtang belakangan.
Gundisalvi kemungkinan memilih karya yang akan diterjemahkan dan memberikan
bentuk akhir pada teks Latinnya. Sebagian besar terjemahan pada abad ke-12 tampaknya dikerjakan dalam cara ini, oleh dua
orang sarjan yang bekerja bersama-sama. Penerjemah besar lainnya adalah Gerard
dari Cremona, seorang Italia yang datang ke Toledo dan bekerja disana untuk
beberapa tahun sampai wafatnya pada tahun 1187.[40]
Demikianlah, kemudian Toledo
menjadi pusat perkembangan ilmu Islam ke Dunia Barat. Peranan Toledo bertambah
lengkap setelah umat Islam terusir dari Andalusia. Buku-buku yang tersisa dari
kota-kota lain seperti Cordova, Sevilla, Malaga, dan Granada dapat mereka
manfaatkan. Bangsa barat benvi kepeda Islam tetpi haus kepada ketinggian
kebudayaannya.
2.
Melalui negeri sicilia
Satu lagi jembatan mengalirnya ilmu pengetahuan Islam
ke Eropa yaitu pulau Sisilia (Siqiliah).
Penguasaan Islam atas pulau ini dimulai oleh Muawiyah pada tahun 652 M,
kemudian disempurnakan tahun 827 M oleh amir bani Aghlab masa Al- Ma’mun.
Selanjutnya selama 189 tahun merupakan satu provinsi daulah bani Aghlab,
Ibukotanya palermo. Penguasa bani Aghlab sampai ke semenanjung Italia, kota
Nopels (Napoli), Venesia, Vatikan,
demikian juga ibukota Roma, sehingga Paus Johans VIII M menganggap perlu untuk
mengadakan pembayaran upeti selama 2 tahun.
Sesudah Italia direbut kembali oleh orang Kristen, di
kota Salerno dekat Nepals didirikan sekolah kedokteran oleh Costantin African.
Sekolah Tinggi kesokteran inilah yang pertama di Eropa, pengembangan ilmu
kedokteran Islam. Constantin juga mendirikan badan penerjemah dan dia bertindak
sebagai pemimpinnya. Buku yang diterjemahkan adalah buku-buku ilmu kedokteran
karangan Hunain bin Ishaq, Ali Abbas, dan ar-Razi. Buku Hunain “Sepuluh Msalah
Mata” menjadikan nama Constantin menjadi Masyhur. Karangan Ali Abbas “Liber
Regalis” dan karangan Ar-Razi “Experimenterum” diterjemahkan juga.[41]
Dimulai oleh Roger I, pulau Sicilia selanjutnya mejadi
markas kebudayaan Islam. Sesungguhnya Roger I adalah orang Kristen tetapi
pengetahuan Islam dilindungi, ahli-ahli filsafat , asronomi, dan tabib Timur
banyak berada disekelilingnya. Kepada mereka diperkenankan menjalankan ibadah
agamanya dengan leluasa. Istananya di Oalermo lebih cenderung kepada gaya Timur
dari pada Barat. Lebih dari seabad sesudah masa itu, Sicilia masih tetap
meskipun satu kerajaan Kristen yang unik di mana beberapa jabatan tinggi
dipegang oleh umat Islam.[42]
Pada awal abad ke-8 M, bnayak orang-orang Arab yang
mencoba untuk singgah di Sicilia, tetapi gagal. Ini dimulai bersamaan dengan
usaha masuk ke Andalusia. Pada tahun 727 M, kekuatan tentara di bawah pimpinan
Bisyr bin Safwan telah mencapi Sicilia, semula ia penguasa di Maroko.penyerangan
ke Sicilia kembali diusahakan pada tahun itu juga di bawah pimpinan Usman bin
Abu Ubaida dan di bawah pimpinan Mustari bin Haris, meskipun kduanya gagal.[43]
Bebrap disiplin ilmu deperkenalkan dan dikembangkan di
Siscilia, diantara tokoh-tokoh yang mengembangkan ilmu di Sicilia adalah:
1.
Hamzah Al-Basri, ahli fisiologi dan perawi dan
penyair-penyair besar Arab Al-Mutanabbi. Ia hijrah ke Sicilia, hingga meninggal
dunia di sana pada tahun 985 M.
2.
Muhammad bi Khurasan, ahli stutus Al-Qur’an (sejarah
hermenetik dan sejarah perkembangan huruf-huruf Al-Qur’an), ia berasal dari
Mesir lalu ke Irak, dan terakhir ke Sicilia. Hingga meninggal di sana tahun 996
M. tokoh ilmu Al-Qur’an yag lain seperti Ismail bin Khalaf (w. 1063 M) yang
belajar di Mesir dan pernah menjadi imigran di Andalus. Karyanya terbesar yang
masih berupa manuskrip adalah Kitab Al-Unwan fi Al-Qur’an terdapat di museum
perpustakaan Berlin, Istanbul, dan Bankipor.
3.
Para dokter sicilia antara lain, Abu Said bin Ibrahim,
Abu Bark As-Siqli salah seorang guru besar dan para dokter; Ibnu Abi Usaibia.
Abu Abbas Ahmad bin Abdussalam menulis
tentang salah satu komentar terhadap karay Ibnu Sina.
4.
Masih banyak lagi yang bergerak dalam berbagai bidang,
antara lain dalam bidang bahasa dan sastra. Termasuk yang menarik adalah karya
Dante. Dante memang banyak tau tentang Islam. Menurut Muguel Asin Lapacious ia
menduga bahwa karya Dante, Divine Comedy, banyak terpengaruh karya Abul
A’la Al-Ma’ari, Risalat Al-Ghufran, dan Ibnu Arabi dalam Al-Futuhat
Al-Makiyyah, serta karya-karya yang lain.[44]
3.
Melalui Perang Salib
Perang Salib, suatu peperangan
yang dilancarkan oleh orang-orang Kristen Barat terhadap kaum Muslimin di Asia
Barat dan Mesir, yang dimulai pada akhir abad ke-11 sampai akhir abad ke-13.[45]
Sekitar tahun 1096 – 1273 M / 489 – 666 H. Perang ini disebut dengan Perang
Salib karena orang Kristen memakai tanda salib dalam peperangan tersebut.
Peperangan ini dilatarbelakangi
oleh bebrapa faktor. Philip K. Hitti berpendapat bahwa latar belakang terjadinya
Perang Salib karena reaksi dunia Kristen
di Eropa terhadap Dunia Islam di Asia, yang sejak tahun 632 melakukan
ekspansi, bukan saja ke Syiria dan Asia Kecil, tetapi juga Spanyol dan Sicilia.
Faktor lain adalah keinginan menggembara dan bakat kemiliteran suku Teutonia
yang telah mengubah peta Eropa sejak mereka memasuki sembaran sejarah
penghancuran gereja, Holy Sepulchre adalah sebuah gereja yang didirikan di atas
makam Yesus dikubur, pembangunannya dilakukan oleh Khalifah Tathimiyah al-Hakim
pada tahun 1009, sedangkan gereja merupakan tujuan dari beribu-ribu jamaah
Eropa, perlakuan tidak wajar terhadap jamaah Kristen yang akan ke Palestina
melalui Asia Kecil oleh penguasa Saljuk.[46]
Semula tentara Salib datang ke
Tanah Suci dengan anggapan bahwa derajat mereka jauh lebih tinggi dari rakyat
setempat dan memandangnya sebagai orang-orang penyembah berhala yang memuja
Muhammad sebagai Tuhan.tetapi setelah berhadapan untuk pertama kali ternyata
kebalikannya yang mereka temui. Mereka menyaksikan betapa maju dan makmurnya
negeri Timur. Setelah penyerbuan selesai dan dalam waktu dua abad mereka hidup
di daerah itu, mereka mulai menyesuaikan diri. Mereka melihat ketinggian
kebudayaan Islam dalam segala aspek kehidupan dan mereka menirunya.[47]
Ketika perang Salib dilancarkan
oleh orang-orang Kristen Eropa terhadap orang-orang Islam di Asia Barat dan
Mesir, umat Islam di Spanyol mendapat serangan dari negara Kristen tetangganya
dari utara. Ada dua faktor utama yang mengawali penyerbuan Kristen terhadap
Spanyol Islam. Pertama, timbulnya perpecahan yang sering dikalangan umat Islam
ditandai oleh lahirnya imarat-imarat kecil, sesudah masa khalifah Umayyah di
Spanyol. Masa ini disebut dengan “mulk al-thawaif” (raja-raja golongan); kedua,
bersatunya umat Kristen di utara Spanyol, terutama di daerah Perancis. Setelah
tentara-tentara salib Kristen berhasil merebut satu demi satu kerajaan-kerajaan
Islam di Spanyol, mak pada tahun 898 H (1492 M) menegpung satu-satunya kerajaan
Islam Bani Ahmar. Setelah kota Grenada dipertahankan bebrapa lama, maka pada
tanggal 2 Januari 1492 raja terakhir Abi Abdillah menyerah kepada raja
Ferdinand dengan perjanjian sebagai berikut: Raja Ferdinand akan melindungi
umat Islam baik jiwanya, harta bendanya maupun agamanya. Raja Ferdinand akan
membiarkan masjid-masjid dan harta wakaf dalam keadaan seperti biasa. Setelah
perjanjian ditanda tangani berangkatlah Abu Abdillah beserat keluarganya
menyeberang ke benua Afrikadan tinggal di Maroko dan setelah itu berakhir
kekuasaan Islam di Spanyol.[48]
Daftar Pustaka
Sunanto,Musyrifah. 2011. Sejarah
Islam Klasik (Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam).Jakarta: Prenada Media
Group
Munthoha dkk.2009.Pemikiran dan Peradaban
Islam.Yogyakarta: UII Press Yogyakarta
Hamka.1981.Sejarah Umat Islam.Jakarta:
Bulan Bintang
Susmihara dan Rahmat.2013. Sejarah
Islam Klasik.Yogyakarta: Ombak
Sj,fadil.2008. Pasang Surut
Peradaban Islam Dalam Lintasan sejarah.Malang: UIN Malang Press
Bakar, Istianah Abu.2008.Sejarah
Peradaban Islam.Malang: UIN Malang Press
Watt,W.Montgomery.1995.Islam
dan Peradaban Dunia (Pengaruh Islam atas Eropa Abad Pertengahan).Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama
Amin, Samsul Munir.2009. Sejarah
Peradaban Islam.Jakarta:Amzah
Maryam, Siti. 2002. Sejarah
Peradaban Islam ( Dari Masa Klasik Hingga Modern).Yogyakarta: LESFI
Supriyadi, Dedi. 2016.Sejarah
Peradaban Islam. Bandung: CV. Pustaka Setia
Catatan:
1. Tolong pendahuluan diperbaiki.
2. Penutup/kesimpulan belum ada.
3. Penulisan footnote tolong
diperbaiki, sebab ada beberapa yang salah.
4. Nama-nama pemimpin dinasti Umayyah
II belum ada.
[1] Siti
Maryam, Sejarah Peradaban Islam ( Dari Masa Klasik Hingga Modern), (
Yogyakarta: LESFI,2002), hlm. 79
[2] Ibid,
hlm. 161
[3] Istianah
Abu Bakar, Sejarah Peradaban Islam, ( Malang: UIN Malang Press,2008),
hlm. 108
[4] Samsul
Munir Amin, sejarah peradaban Islam, (Jakarta : Amzah, 2009), hlm. 163
[5] Ibid,
hlm 163-164
[6] Siti
Maryam, Sejarah Peradaban Islam ( Dari Masa Klasik Hingga Modern), (
Yogyakarta: LESFI,2002), hlm. 73
[7] Samsul
Munir Amin, sejarah peradaban Islam, (Jakarta : Amzah, 2009), hlm.
165-166
[8] Ibid,
hlm. 166
[9] Dedi
Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bamdung: Pustaka Setia, 2016), hlm.
119
[10] Samsul
Munir Amin, sejarah peradaban Islam, (Jakarta : Amzah, 2009), hlm. 168
[11]
Istianah Abu Bakar, Sejarah Peradaban Islam, ( Malang: UIN Malang
Press,2008), hlm. 117
[12] Samsul
Munir Amin, sejarah peradaban Islam, (Jakarta : Amzah, 2009), hlm. 172
[13] Siti
Maryam, Sejarah Peradaban Islam ( Dari Masa Klasik Hingga Modern), (
Yogyakarta: LESFI,2002), hlm. 92-93
[14] Dedi
Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bamdung: Pustaka Setia, 2016), hlm.
121
[15] Siti
Maryam, Sejarah Peradaban Islam ( Dari Masa Klasik Hingga Modern), (
Yogyakarta: LESFI,2002), hlm. 93
[16] Samsul
Munir Amin, sejarah peradaban Islam, (Jakarta : Amzah, 2009), hlm. 173
[17] Siti
Maryam, Sejarah Peradaban Islam ( Dari Masa Klasik Hingga Modern), (
Yogyakarta: LESFI,2002), hlm.
[18] Samsul
Munir Amin, sejarah peradaban Islam, (Jakarta : Amzah, 2009), hlm. 173
[19] Samsul
Munir Amin, sejarah peradaban Islam, (Jakarta : Amzah, 2009), hlm. 173
[20] Dedi
Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bamdung: Pustaka Setia, 2016), hlm.
121
[21] Siti
Maryam, Sejarah Peradaban Islam ( Dari Masa Klasik Hingga Modern), (
Yogyakarta: LESFI,2002), hlm. 88
[22] Samsul
Munir Amin, sejarah peradaban Islam, (Jakarta : Amzah, 2009), hlm. 173
[23] Siti
Maryam, Sejarah Peradaban Islam ( Dari Masa Klasik Hingga Modern), (
Yogyakarta: LESFI,2002), hlm. 89
[24] Dedi
Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bamdung: Pustaka Setia, 2016), hlm.
122
[25] Samsul
Munir Amin, sejarah peradaban Islam, (Jakarta : Amzah, 2009), hlm.
173-176
[26] Dedi
Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bamdung: Pustaka Setia, 2016), hlm.
123
[27]
Istianah Abu Bakar, Sejarah Peradaban Islam, (Malang: UIN-Malang Press),
hlm. 117
[28] Dedi
Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2016), hlm.
124
[29] Hamka, Sejarah
Umat Islam II, (Jakarta: Bulan Bintang, 1981), hlm. 141-142
[30]
Munthoha dkk, Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: UII Press,
2009), hlm. 78
[31] Dedi
Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bamdung: Pustaka Setia, 2016), hlm.
125-126
[32]
Munthoha dkk, Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: UII Press,
2009), hlm. 79
[33] Dedi
Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bamdung: Pustaka Setia, 2016), hlm.
126
[34]
Munthoha dkk, Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: UII Press,
2009), hlm. 79
[35] Hj.
Musyrifah Susanto, Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam,
(Jakarta: Prenada Media Group, 2011), hlm. 222
[36] Samsul
Munir Amin, sejarah peradaban Islam, (Jakarta : Amzah, 2009), hlm. 179
[37] Ibid,
hlm. 183-184
[38] Hj.
Musyrifah Susanto, Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam,
(Jakarta: Prenada Media Group, 2011), hlm. 223
[39] Ibid,
hlm. 226
[40] W.
Montgomery Watt, Islam dan Peradaban Dunia (Pengaruh Islam atas Eropa Abad
Pertengahan), (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1995), hlm. 89
[41] Hj.
Musyrifah Susanto, Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam,
(Jakarta: Prenada Media Group, 2011), hlm. 227-228
[42] Ibid,
hlm. 230
[43] Samsul
Munir Amin, sejarah peradaban Islam, (Jakarta : Amzah, 2009), hlm. 181
[44] Ibid,
hlm. 183
[45] Fadil
SJ, Pasang Surut Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah, (Malang:
UIN-Malang Press, 2008), hlm. 221-222
[46]Susmihara dan
Rahmat, Sejarah Islam Klasik,( Yogyakarta: Ombak), hlm. 367
[47] Hj. Musyrifah
Sunanto, Sejarah Islam Klasik (Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam),(
Jakarta: Prenada Media Group), hlm. 234
[48]
Fadil SJ, Pasang Surut Peradaban Islam Dalam Lintasan sejarah,( Malang:
UIN Malang Press), hlm. 223
Tidak ada komentar:
Posting Komentar