ASBAB AL-NUZUL
Rizki Shara Imandriana, Kiki Fauziah, dan Faniyatul Mazaya
Mahasiswa Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Kelas C Angkatan 2015
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
email: efmazaya@gmail.com
Abstract
In his discussion of this article
contains about asbab al-nuzul which includes about understanding, the fuction of learning, as well as sharing
in the context of micro (special) and macro (general). Asbab al-nuzul is a
discussion of the causes of the decline in verses of the Al-Qur’an. Asbab
al-nuzul or causes decline in paragraph limited to two terms. Firstly emerged
without an incident and fell as the Prophet was asked about something, then the
Al-Qur’anexplained the law. As for the way to tell because the decline in the
verses, the scholars lean towards truth history of the Prophet or from His
friends. Among the many fuction that by knowing the causes of the decline in
the verses of the Al-Qur’an we will steadily give meaning and eliminate
difficulties or doubts interpret. In the context of the macro and micro itself,
namely: in the context of micro means special causes that precede decline in
verse or in other words, the text preceded by a decline in particular because
it has a history and an authentic sharih to explain the reasons why a paragraph
down. For macro or general cause accompanying drop in a paragraph, referring to
the situation and conditions in the broader scope both in terms of social,
geographical, political and cultural. By knowing the understanding, usability
study, and the type of late asbab al-nuzul in the context of micro and
macro-one can know the people involved in an event that preceded the fall of
the Al-Qur’an and one can determine whether a paragraph containing specific or
general messages and in a state how paragraph it should be applied.
Abstrak
Dalam pembahasannya artikel ini
memuat tentang asbab al-nuzul yang mencakup tentang pengertian, kegunaaan
mempelajarinya, serta pembagian dalam konteks mikro (khusus) maupun makro
(umum). Asbab al-nuzul adalah pembahasan sebab-sebab turunnya ayat Al-Qur’an.
Asbab al-nuzul atau sebab-sebab turunnya ayat terbatas pada dua hal. Pertama
muncultanpa suatu kejadian dan turun karena sebab seperti saat Rasulullah SAW
ditanya tentang sesuatu, kemudian Al-Qur’an menjelaskan hukumnya. Adapaun cara
untuk mengetahui sebab turunnya ayat-ayat, para ulama bersandar kepada
keshohihan riwayat dari Rasulullah SAW atau dari sahabat. Diantara sekian
banyak faidah bahwa dengan mengetahui sebab-sebab turunnya ayat-ayat Al-Qur’an
kita akan mantap memberi makna dan menghilangkan kesulitan atau keraguan
menafsirkannya. Dalam konteks makro dan mikro sendiri, yaitu: dalam konteks
mikro berarti sebab-sebab khusus yang mendahului turunnya ayat atau dengan kata
lain, ayat yang turunnya didahului oleh sebab yang khusus itu memiliki riwayat
sharih dan shahih untuk menjelaskan sebab mengapa suatu ayat turun. Sebab makro
atau sebab umum yang menyertai turunnya suatu ayat, maksudnya adalah situasi
dan kondisi dalam lingkup yang lebih luas baik dalam hal sosial, geografis,
politik dan budaya. Dengan mengetahui pengertian, kegunaan mempelajari, dan
jenis asbab al-nuzul dalam konteks mikro dan makro seseorang dapat mengetahui
orang yang terlibat dalam suatu peristiwa yang mendahului turunnya Al-Qur’an
dan seseorang dapat menentukan apakah suatu ayat mengandung pesan khusus atau
umum dan dalam keadaan bagaimana ayat itu harus diterapkan.
Keywords: asbab
al-nuzul, makro, mikro
A.
PENDAHULUAN
Al-Qur’an
menerangkan aqidah Islam secara mudah dan jelas bagi setiap orang dari berbagai
latar belakang dan tingkat kecerdasan. Al-Qur’an dalam menyampaikan hukum-hukum
yang telah ditetapkan Allah yaitu dengan menerangkan manfaat, kerugian,
perintah, larangan, kesunnahannya, halal dan haram, serta seluruh hukum-hukum
yang ada. Al-Qur’an mengandung banyak bukti kebenaran dan dalil. Beberapa
argument, dalil, sumpah, dan peringatan yang dikemukakan selalu sesuai kadar
pengetahuan dan pemikiran manusia. Pada dasarnya dalil Al-Qur’an mampu dipahami
oleh banyak orang. Sebagai seorang muslim kita wakib untuk mempelajari
Al-Qur’an beserta artinya agar kita dapat mengetahui perintah Allah yang harus
dikerjakan dan larangan yang harus ditinggalkan.
Asbab
al-nuzul secara bahasa berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata
yaitu: Asbab yang merupakan bentuk jama’ dari sabab yang berarti
sebab atau alasan dan kata nuzul yang berarti turun. Dan secara
terminology asbab al-nuzul adalah sebab-sebab yang melatar belakangi turunnya
suatu ayat sebagai jawaban terhadap suatu peristiwa atau hukum ataupun hukum
yang terdapat dalam peristiwa tersebut. Ada juga beberapa faedah asbab al-nuzul
lainnya sebagaimana yang dikemukakan para ulama’, yaitu: pertamaa, seseorang
dapat mengetahui hikmah dibalik syariat yang diturunkan. kedua, seseorang dapat
mengetahui pelaku yang terlibat dalam peristiwa yang terjadi sebelum Al-Qur’an
diturunkan.
Keistimewaan
gaya bahasa Al-Qur’an, yaitu sangat serasi susunannya, terpadu
kalimat-kalimatnya, fasih dan sangat indah. Kesempurnaan Al-Qur’an terjalin
dalam ayat-ayatnya yang saling menguatkan dan sesuai pada setiap keadaan. Orang
yang mengingkari Al-Qur’an tidak akan berhenti untuk melecehkan dan
mencari-cari apa saja yang mereka anggap sebagai kelemahann Al-Qur’an. Dendam
ini tumbuh karna mereka menganggap bahwa Al-Qur’an telah memporak porandakan
kehidupan masa depan dan menghina tuhan-tuhan mereka. Maka sudah sepantasnya
kita sebagai umat muslim mencintai Al-Qur’an.
Al-Qur’an
menceritakan beberapa kejadian masa lalu, tentang umat-umat masa lalu dan
syariat-syariatnya yang terhapus. Orang-orang hampir tidak ada yang mengetahui
kisah-kisah tersebut, kecuali hanya sebagian kecil ahli kitab yang pernah
mempelajinya. Adapun Nabi Muhammad menyampaikan kisah-kisah terdahulu kepada
kaum muslimin dari wahyu, bukan melalui proses belajar. Orang-orang awam
terdahulu yang membaca Al-Qur’an, mereka mampu merasakan dan meneguk
kemanisannya. Mampu memahaminya sesuai tingkatan akal dan latar belakang
masing-masing. Bahkan orang asing (non arab) yang tidak mengetahui bahasa Arab,
apabila mendengar Al-Qur’an dibacakan maka jiwanya mampu merasakan
kemanisannya, padahal yang didengar tergolong sesuatu yang tidak dapat
diucapkan. Al-Qur’an mudah merasuk kedalam setiap jiwa merupakan keajaiban yang
tidak mungkin dicapai oleh kalimat atau
syair lain.
Sebagaimana
yang telah kita ketahui bahwa setiap ayat yang turun mempunyai sebab-sebab
tertentu. Sudah semestinya kita sebagai umat muslim tidak hanya sekedar membaca
ayat Al-Qur’an. Namun, alangkah baiknya juga mengerti dan memahami apa itu arti
juga pengertian asbab al-nuzul. Oleh sebab itu dalam artikel ini penulis akan
berusaha untuk memberi penjelasan tentang asbab al-nuzul, kegunaan mempelajarinya,
serta membahas asbab al-nuzul dalam konteks mikro maupun makro. Sehingga
diharapkan kita dapat memahami makna Al-Qur’an dan menambah keimanan serta
ketakwaan kepada Allah SWT.
B. PENGERTIAN ASBAB AL- NUZUL
Al-Qur’an
adalah kitab suci agama Islam yang diturunkan oleh Allah SWT untuk
menyempurnakan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelumnya seperti kitab
Taurat dan Zabur. Al-Qur’an merupakan salah satu mu’jizat yang diberikan Allah
kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman untuk berdakwah kepada orang-orang
kafir dan musyrik agar memeluk agama Islam dan mengakui keesaan Allah SWT.
Membaca Al-Qur’an dinilai sebagai salah satu ibadah. Maka sudah sepatutnya bagi
seluruh umat Islam untuk senantiasa membaca Al-Qur’an agar mendapat petunjuk
serta hidayah dari Allah SWT. Tidak hanya sekedar membaca Al-Qur’an saja namun
kita harus mengerti isi dan juga mengamalkan apa yang telah disebutkan dalam
Al-Qur’an. Allah SWT menurunkan Al-Qur’an secara berangsur-angsur dan tidak
dalam suatu waktu tertentu, namun memerlukan waktu yang lama yaitu sekitar 23
sesuai dengan peristiwa yang terjadi sampai Nabi Muhammad SAW wafat, Turunnya
Al-Qur’an selalu terjadi dengan suatu alasan tertentu, hal itulah yang kemudian
akan dibahas penulis.
Materi
Ulumu Al-Qur’an yang tidak kalah penting dipelajari dalam rangka mengkaji dan
memahami Al-Qur’an adalah pengetahuan tentang asbab al-nuzul. Secara etimologi,
asbab al-nuzul terdiri dari dua kata, yaitu asbab jamak dari sabab yang berarti
sebab-sebab atau latar belakang; dan juga nuzul yang berarti turun. Apabila
dikaitkan dengan Al-Qur’an, maka asbab al-nuzul merupakan pengetahuan mengenai
sebab-sebab yang melatarbelakangi turunnya surat, ayat atau Al-Qur’an secara
keseluruhan.[1]
Para ulama ahli Ulum Al-Qur’an misalnya Syekh Abdu
al-Adhim al-Zarqani, dalam Manahil al-Irfannya mendefinisikan asbab al-nuzul
atau sebab nuzul sebagai kasusu atau sesuatu yang terjadi yang ada hubungannya
dengan turunnya ayat, atau ayat Al-Qur’an sebagai penjelasan hukum saat
tejadinya kasus. Kasus yang dimaksud dalam definisi di atas, tentu saja terjadi
pada zaman Rasulullah SAW, demikian juga pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
setelah terjadinya kasus tertentu atau pertanyaan tertentu yang diajukan kepada
Rasulullah SAW. Hakikatnya Rasulullah hanyalah pembawa risalah, beliau tidak
memegang otoritas untuk menetapkan suatu hukum syariat. Hukum itu sendiri
datang dari Allah SWT melalui wahyu yang dibawa oleh malaikat Jibril.[2]
Beberapa definisi lain dari para ulama tentang asbab
al-nuzul yaitu; menurut Az-Zarqani, asbab al-nuzul maerupakan keterangan
mengenai suatu ayat atau rangkaian ayat yang berisi tentang sebab-sebab
turunnya atau menjelaskan hukum suatu kasus pada waktu kejadiannya.[3]
Sementara itu Subhi Shalih berpendapat bahwa asbab al-nuzul sangat berkenaan
dengan sesuatu yang menjadi sebab turunnya ayat atau beberapa ayat. Di samping
itu, asbab al-nuzul juga berkaitan dengan munculnya suatu pertanyaan sehingga
ayat yang turun itu sekaligus menjadi jawaban. Atau bisa juga sebagai
penjelasan atas peristiwa yang diturunkan terutama ketika perkara itu terjadi.[4]
Menurut Manna’ Al-Qattan, dari beberapa definisi para ulama mengenai asbab
al-nuzul tersebut dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Asbab Al-Nuzul Terkait dengan Suatu
Peristiwa
Asbab Al-Nuzul yang terkait dengan peristiwa terbagi menjadi tiga,
yaitu :
a.
Peristiwa
berupa pertengkaran
Disebutkan
dalam surat Ali Imron ayat 100 yang artinya:
ياَأيّها
الذيْنَ امَنوا انْ تُطِيعوا فَريْقاً مِنَ الّذِ ينَ اوتوا الكِتابَ يَردّوكمْ
بَعدَ ايْمانِكمْ كَفرين
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu
mengikuti sebahagian dari orang-orang yang diberi Al-kitab, niscaya mereka akan
mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman” (Q.S. Ali Imran: 100)
Dalam suatu
riwayat dikemukakan, ketika suku Auz dan suku Khazraj sedang duduk-duduk,
mereka bercerita tentang permusuhannya dizaman jahiliyah, sehingga bangkitlah
amarahnya, sehingga masing-masing memegang senjatanya. Dalam riwayat lain
dikemukakan bahwa seorang Yahudi yang bernama Syash bin Qais, lalu dihadapan
kaum Auz dan Khazraj yang sedang ngobrol dengan riang, Yahudi tersebut mereasa
benci melihat keakraban mereka, padahal asalanya bermusuhan. Ia menyuruh
seorang pemuda untuk ikut ngobrol dengan mereka dan membangkitkan cerita di
zaman Jahiliyahwaktu perang Bu’ats. Mulailah kaum Auz dan Khazraj
berselisih dan menyombongkan kegagahan masing-masing. Tampillah Aus bin Qaizi
dari kaum Auz dan jabbar bin Skhr dari Khazraj, caci maki menimbulkan amarah
kedua belah pihak berloncat untuk berperng. Hal ini sampai kepada Rasulullah
Saw sehingga beliau datang dan member nasihat serta mendamaikannya. Mereka
tunduk dan taat kepada nasihat Rasulullah Saw.Peristiwa tersebut menyebabkan
turun ayat dari surat Ali Imran di atas.
b.
Peristiwa itu kesalahan yang fatal
Salah satu
contohnya yaitu pada surat An-Nisaa ayat 43, yaitu :
يأ يّهاَ الذينَ أمَنوا لاَ تقْرَبوا
الصّلوةَ و أنْتُمْ سُكرى حَتّى تَعْلَمُوماَ تقُوْلوْن
Yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam
keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan” (Q.S. An Nisa:
43)
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Abdurrahman bin Auf mengundang makan
Ali dan kawan-kawannya, kemudian dihidangkan minuman khamar (arak, minuman
keras), sehingga terganggu otak mereka. Saattibawaktushalat, orang-orang menyuruh Ali menjadiimam,
danpadawaktuitubeliaumembacaayatkeliru.
c.
Peristiwa itu
berupa cita-cita dan keinginan
Misalnya
persesuaian (muwafaqat) Umar Ibn Khatab dengan ketentuan ayat-ayat
al-Qur’an. dalam sejarah ada beberapa harapan Umar yang dikemukakannya kapada
Nabi. Kemudian turun ayat-ayat yang kandungannya sesuai dengan harapan Umar.
Sebagai contoh, Imam Bukhari dan lain meriwayatkan dari Anas r.a bahwa Umar
berkata: “Aku sepakat dengan Tuhan dalam tiga hal: Aku katakan kepada Rasul,
bagaimana sekiranya kita jadikan Maqam Ibrahim tempat shalat, maka turunlah
surat Al-Baqarah ayat 125 yang berbunyi :
وَ إذْ
جَعَلْنَا البَيتَ مَثَبَةً للناّسِ و أَمناً وَ اتّخِذوا مِنْ مقَامِ إبْرَاهيم
مُصَلىّ...
Yang
artinya :
“Dan
(ingatlah), ketika kami menjadikan rumah (Ka’bah) tempat berkumpul dan tempat
yang aman bagi manusia. Dan jadikanlah maqam Ibrahim itu tempat solat...” [5]
2. Asbab Al-Nuzul Tentang suatu Pertanyaan
kepada Rasulullah SAW
a.
Pertanyaan yang berhubungan dengan sesuatu yang
telah lalu seperti dalam Surat Al-Kahfi ayat86:
وَ يَسْئلوْنَكَ عَنْ ذِي القَرْنَيْنِ قُلْ
سأَتْوا علَيْكُمْ مِنْهُ ذكرَاً
Yang artinya :
“Dan mereka bertanya padamu (Muhammad) tentang
Zul Karnain. Katakanlah, “Akan kubacakan kepadamu kisahnya”
b.
Pertanyaan yang berhubungan dengan sesuatu yang
sedang berlangsung pada waktu lalu, seperti Surat Al-Israa ayat 85 :
c.
وَ يَسْئلوْنَكَ عَنْ الرُّوْحِ قُل الرُوْحِ
مِنْ أمْر رَبيِ وَ ماَ أُوْتِيتم مِنَ العِلم إلاّ قَليلاً
Artinya:
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh.
Katakanlah: “Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi
pengetahuan melainkan sedikit”. (Q.S. Al Isra: 85)
d.
Pertanyaan yang berhubungan dengan masa yang
akan datang, seperti Surat An-Naziat ayat 42:
يَسْئلوْنَكَ عَن السَاعَةِ أيّنا مُرْسها
“(orang-orang
kafir) bertanya kepadamu (Muhammad) tentang hari kebangkitan, kapankah
terjadinya? ( Qs. An Nazi’at: 42)
Dari beberapa uraian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa secara
umum Al-Qur’an –sebagaimana disampaikan oleh As-Suyuthi- diturunkan dalam dua
kategori, yaitu turun tanpa sebab, dan yang kedua turun karena suatu sebab
berupa peristiwa maupun pertanyaan.[6]
Menurut Muhammad Chirzin, keberadaan asbab al-nuzul merupakan bukti kongkrit
yang menegaskan bahwa ayat-ayat Al-Qur’an memiliki hubungan yang dialektis
dengan fenomena sosial-kultural masyarakat. Namun demikian, perlu ditegaskan,
asbab al-nuzul tidak berhubungan secara kausaldengan materi yang bersangkutan.
Artinya, tidak bisa diterima suatu kenyataan bahwa jika sebab tidak ada, maka
ayat itu tidak akan turun.[7]
Hal yang berhubungan dengan peristiwa turunnya
Al-Qur’an (asbab al-nuzul) terjadi pada zaman Rasulullah SAW. Oleh karena itu,
untuk mengetahui peristiwa tersebut tidak ada jalan lain selain mengambil dari
sumber dari orang yang menyaksikannya. Dalam hal lain, riwayat para sahabat
Rasulullah SAW yang mendengar dan menyaksikan kejadian yang berhubungan dengan
turunnya ayat tertentu menjadi rujukan utama. Dengan demikian, dalam membahas
asbab al-nuzul, pendapat ataupun penafsiran tidak mempunyai peran yang berarti.
Syekh Imam Abi Hasan bin Ahmad Al-Wahidy Al-Nisabury dalam kitab asbab
al-nuzulnya mengatakan, “Di dalam pembahasan asbab al-nuzul Al-Qur’an, tidak
dibenarkan kecuali dengan riwayat dan mendengar dari mereka yang secara
langsung menyaksikan peristiwa nuzul, dan bersungguh-sungguh dalam mencarinya.”[8]
C.
KEGUNAAN
MEMPELAJARI ASBAB AL-NUZUL
Mempelajari asbab al-nuzul memberi
banyak faedah bagi kita sebagai umat muslim. Beberapa ulama’ menyatakan faedah
mempelajari asbab al-nuzul antara lain dinyatakan oleh:
1.
Adz-Dzahabi
berpendapat bahwa dengan mempelajari asbab al-nuzul kita dapat mempelajari
hikamah dibalik syariat yang diturunkan melalui sebab tertentu.[9]
Dengan memahami hikmah an pesan tersirat dibalik turunnya syariat oleh suatu
sebab, seseorang dapat memosisikan sebuah ayat dengan adil.
2.
Menurutut M.
Ali ash Shabuni, melalui asbab al-nuzul seseorang dapat mengetahui pelaku atau
orang yang terlibat dalam peristiwa yang mendahului turunya suatu ayat.[10]
Dengan demikian, asbab al-nuzul secara tidak langsung merupakan pintu yang
dapat digunakan untuk memahami sejarah yang berkaitan dengan waktu, peristiwa,
maupun pelaku kejadian yang menjadi sebab turunnya ayat.
3.
Nur Cholis
Majid, sebagai mana dikutip oleh Budhy Munawar Rahman, mengemukakan bahwa
dengan mempelajari asbab al-nuzul seseorang dapat menentukan apakah suatu ayat
mengandung pesan khusus atau umum. Setelah itu, pengetahuan asbab al-nuzul akan
membuat mufassir mampu memahami keadaan ayat tersebut mesti diterapkan.[11]
4.
Ibnu Taimiyah
menyebutkan bahwa mengetahui asbab al-nuzul akan membantu seseorang dalam
memahami suatu ayat, sebab pengetahuan asbab al-nuzul akan melahirkan
pengetahuan tentang akibat.[12]
Faedah mempelajari asbab al-nuzul
selain yang telah dikemukakan para ulama’ sebagaimana yang tersebut diatas juga
ada beberapa manfaat lain yang akan diuraikan berikut ini :
a.
Membantu dalam
memahami sekaligus mengatasi ketidak pastian didalam menangkap ayat-ayat
Al-Qur’an. Untuk itu simaklah firman Allah berikut ini.
وَلِلّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَأَيْنَمَا
تُوَلُّواْ فَثَمَّ وَجْهُ اللّهِ
Yang
artinya:
“Dan
kepunyaan Allah AWT ialah timur dan barat. Maka kemanapun kamu menghadap,
disitulah wajah Allah SWT.” (Surat Al-Baqarah ayat 115)
Menurut
dhahir ayat ini, orang yang shalat boleh menghadap kearah mana saja, sesuai
kehendak hatinya. Ia seakan-akan tidak berkewajiban menghadap ka’bah saat
sholat, dan dhahir ayat ini membolehkan orang mengahadap arah mana saja, baik
ketika bermukim maupun dalam perjalanan. Akan tetapi, setelah memahami Asbab An
Nuzul ayat diatas, mengahadap arah mana saja hanyalah orang yang tidak tahu
arah kiblat dan kemudian dia berijtihad. Dalilnya, hadist dari Ibnu Umar (lihat
Manahil Al-Irfan fi ‘Ulum Al-Qur’an, Jilid I, hlm. 110)[13]
b.
Memberi batasan
hukum yang diturunkan dengan sebab yang terjadi, jika hukum itu dinyatakan
dalam bentuk umum. Ini bagi mereka yang berpendapat al-‘ibrah bikhushus
as-sabab la bi ‘umum al-lafzhi (yang menjadi pegangan adalah sebab yang
khusus, bukan lafazh yang umum). Masalah ini sebenarnya merupakan masalah
khilafiah yang akan kami jelaskan nanti. Sebagai contoh dugaan Marwan bin
Al-Hakam dalam surat Ali Imran ayat 188 adalah ancaman bagi semua orang mukmin.
Ayat tersebut berbunyi :
لَا تَحْسَبَنَّ آلَّذِيْنَ يَفْرَحُوْنَ بَمآ أَتَواْ وَّيُحِبُّوْنَ
أَن يُحْمَدُوْا بِمَا لَمْ يَفْعَلُوْا فَلاَ تَحْسَبَنَّهُمْ بِمَفَازَةٍ مٍّنَ
آلْعَذَابِ وَلهُمْ عَذَاب اَلِيْمٌ
Yang artinya :
“Jangan
sekali-kali kamu menyangka bahwa orang-orang yang gembira dengan apa yang telah
meraka kerjakan dan mereka suka dipuji dengan perbuatan yang belum mereka
kerjakan; janganlah kamu menyangka bahwa mereka terlepas dari siksa; padahal
bagi mereka siksaan yang pedih” (Ali Imran:
188)
Diriwayatkan
bahwa Marwan berkata kepada penjaga pintunya, “Pergilah, hai Rafi’, kepada Ibnu
Abbas dan katakan kepadanya, sekiranya setiap orang di antara kita bergembira
dengan apa yang telah dikerjakan dan ingin dipuji dengan perbuatan yang belum
dikerjakan itu akan disiksa, niscaya kita semua akan disiksa. “Ibnu Abbas
berkata, “Mengapa kamu berpendapat demikian mengenai ayat ini? Ayat ini turun
berkenaan dengan Ahli Kitab. Kemudian ia membaca ayat, “dan ingatlah ketika
Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab...” (Ali
Imran: 187)[14] lalu
Ibnu Abbas melanjutkan, “Rasulullah menanyakan kepada mereka tentang sesuatu,
tetapi mereka menyembunyikannya, dengan mengalihkan kepada persoalan lain.
Itulah yang mereka tunjukkan kepada beliau. Kemudian mereka pergi, mereka
menganggap bahwa mereka telah memberitahukan kepada Rasulullah apa yang
ditanyakan kepada meraka. Dengan perbuatan itu mereka ingin dipuji oleh
Rasulullah dan mereka gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan, yaitu
menyembunyikan apa yang ditanyakan kepada meraka itu.[15]
c.
Apabila lafazh
yang diturunkan itu bersifat umum dan ada dalil yang menunjukkan
pengkhususannya, maka adanya asbab al-nuzul akan membatasi takhsish (pengkhususan)
itu hanya terhadap selain bentuk sebab. Dan tidak dibenarkan mengeluarkannya
(dari cakupan lafazh yang umum itu), karna masuknya bentuk sebab ke dalam
lafazh yang umum bersifat qath’i (pasti, tidak bisa diubah). Maka, ia
tidak boleh dikeluarkan melalui ijtihad, karna ijtihad itu bersifat zhanni (dugaan).
Pendapat ini dijadikan pegangan oleh ulama umumnya. Contohnya yang demikian
digambarkan dalam firman-Nya surat An-Nur ayat 23 yang berbunyi :
إنَّ الّذِيْنَ يَرْمونَ المُحْصنتِ الغَفلتِ المُؤْمنتِ لُعِنُ في
الدُنْيا وَ الأخِرَةِ وَ لَهُمْ
عَذاَبٌ عَظِيم ...
Yang
artinya :
“
Sesungguhnya orang yang menuduh (berzina) perempuan baik-baik yang lalai dan
beriman, mereka kena laknat di dunia dan di akhirat, dan bagi mereka adzab yang
besar”
Ayat
ini turun berkenaan dengan Aisyah secara khusus[16],
atau bahkan istri-istri Nabi lainnya. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas tentang
ayat, “Sesungguhnya orang yang menuduh perempuan yang baik-baik,” itu
berkenaan dengan Aisyah secara khusus[17].
Juga dari Ibnu Abbas, masih berkenaan dengan ayat tersebut, “Ayat itu berkenaan
dengan Aisyah dan istri-istri Nabi. Allah tidak menerima taubat orang yang
melakukan hal itu, tetapi menerima taubat orang yang menuduh seorang perempuan
diantara perempuan-perempuan yang beriman selain istri-istri Nabi. “Kemudian
Ibnu Abbas membacakan, ”dan orang yang menuduh perempuan baik-baik..” sampai
dengan.. kecuali orang-orang yang bertaubat.” (An-Nur:4-5)[18]
Atas
dasar ini, maka penerimaan taubat orang yang menuduh zina dalam surat (An-Nur
4-5) ini, sekalipun merupakan pengkhususan dari keumuman ayat “Sesungguhnya
orang yang menuduh perempuan baik-baik yang lalai lagi beriman,” tidak
mencakup takhshish orang yang menuduh Aisyah atau istri-istri Nabi yang
lain. Karna yang ini tidak ada taubatnya, sebab masuknya sebab (yakni, orang
yang menuduh Aisyah atau istri-istri Nabi) kedalam cakupan makna lafazh yang
umum itu bersifat qath’i (pasti).
d.
Mengetahui sebab
turunnya ayat adalah cara terbaik untuk memahami Al-Qur’an dan menyingkap
kesamaran yang tersembunyi dalam ayat-ayat yang tidak dapat ditafsirkan tanpa
pengetahuan sebab turun-Nya. Al-Wahidi menjelaskan, “tidak mungkin mengetahui
tafsir ayat tanpa mengetahui sejarah dan penjelasan sebab turunnya. “Ibnu Daqiq
Al-Id berpendapat, “keterangan tentang sebab turunnya ayat adalah cara yang
tepat untuk memahami makna Al-Qur’an. Menurut Ibnu Taimiyah, mengetahui sebab
turunya ayat akan membantu dalam memahami ayat, karna mengetahui sebab akan
mengantarkan pengetahuan ayat, karna mengetahui sebab akan mengantarkan
pengetahuan kepada mesababnya (akibat).
e. Sebab turunya ayat dapat menerangkan tentang kepada siapa ayat itu
diturunkan sehingga ayat tersebut tidak diterapkan kepada orang lain karna
dorongan permusuhan dan perselisihan. Seperti disebutkan ayat, “dan (sebaliknya
amatlah durhakanya) orang yang berkata kepada ibu bapaknya (ketika mereka
mengajaknya beriman), ‘ah, bosan perasaanku terhadap kamu berdua. Patutkah kamu
menjanjikan kepadaku bahwa aku akan dibangkitkan keluar dari kubur, padahal
berbagai umat sebelumku telah berlalu (masih lagi belum kembali)?’ Sambil
mendengar kata-katanya itu ibu bapaknya memohon pertolongan Allah
(menyelamatkan anak mereka) serta berkata (kepada anaknya yang ingkar itu),
Selamatkanlah dirimu, berimanlah! Sesungguhnya janji Allah tetap benar.’ Lalu
ia menjawab (dengan angkuhnya), ‘Semuanya itu hanyalah cerita-cerita dongeng
orang-orang dahulu kala’. (surat Al-Ahqaf: 17)[19].
Untuk meluruskan persoalan tersebut Aisyah mengatakan kepada Marwan yang
menuduh Abdurrahman :
وَالله ماَ هُوَ
بِهِ وَ لَوْ شِئْتُ أنْ اسَميَ الّذِي نُزِلَتْ لَسَمّيْتُه
Yang Artinya:
“Demi Allah, bukan dia maksudnya
bukan Abdurrahman bin Abu Bakar. Dan jika aku mau menyebut namya (orang yang
menjadi sabab al-nuzul sebenarnya), maka aku mampu menyebutnya”
Dengan mengetahui Asbab Al-nuzul persoalan dapat didudukkan pada
proposisi yang sebenarnya. Seperti pada kasus tuduhan Marwan terhadap
Abdurrahman. Nama Abdurrahman bisa tercemar sepanjang sejarah kalau tidak ada
keterangan yang meluruskan dari Aisyah.[20]
f.
Memudahkan
untuk menghapal dan memahami ayat, serta untuk memantapkan wahyu ke dalam hati
orang yang mendengarnya. Sebab, hubungan sebab-akibat (musabbab), hukum, peristiwa,
dan pelaku, masa, dan tempat merupakan satu jalinan yang bisa mengikat hati.[21]
D. ASBAB AL-NUZUL DALAM KONTEKS MIKRO DAN MAKRO
Berdasarkan
pembahasan diatas dapat dipahami bahwa sebagian ayat-ayat Al-Qur’an ada yang
turun dengan didahului oleh satu peristiwa atau pertanyaan tertentu, tetapi
tidak sedikit juga yang turun dengan tidak didahului dengan sebab khusus. Dalam
pembahasan kali ini penulis akan memaparkan tentang asbab al-nuzul dalam
konteks mikro dan makro. Ada beberapa versi untuk pembahasan asbab Al-nuzul
berdasarkan mikro (khusus) ataupun makro (umum).
a. Mikro (khusus)
Yaitu ayat-ayat
yang turun didahului dengan suatu sebab, dalam hal ini ayat-ayat Tasri’iyyah
atau ayat-ayat hukum yang merupakan ayat-ayat yang pada umumnya mempunyai sebab
turunnya. Jarang (sedikit sekali) ayat-ayat hukum yang turun tanpa suatu sebab.
Dan sebab turunnya ayat itu ada kalanya berupa peristiwa yang terjadi di
masyarakat islam dan adakalanya berupa pertanyaan dari kalangan islam atau dari
kalangan lainnya yang ditunjukkan kepada Nabi. Contoh ayat-ayat yang turun ada
pertanyaan yang diajukan kepada nabi, yaitu surat Al-Baqarah ayat 219, yang
berbunyi :[22]
يَسْئَلُونَكَ
عَنِ الخَمْروَالمَيْسِيرِ قُل فِيهمَا إثمٌ كَبْيْرٌ ومَنَافِعُ للنّاس و
اثْمهُمَا اكبرَ من نَفْعِهِماَ
Artinya:
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi.
Katakanlah:’pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi
manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari keduanya”
Ayat ini dalam melarang minum arak dan berjudi masih bersifat
halus, sesuai dengan perkembangan iman orang-orang pada waktu itu. Jadi tidak
sekaligus dikatakan bahwa minum arak dan berjudi itu haram; hanya disebutkan
bahwa bahayanya lebih besar dari pada manfaatnya, yakni manfaat menurut
perhitungan mereka. Dengan turunnya ayat ini, maka orang-orang mukmin pada
waktu itu ada yang menghentikan kebiasaannya minum arak dan berjudi, dan ada
yang tidak. Kemudian setelah iman mereka itu kuat Allah melarang sama sekali
perbuatan itu dengan menurunkan ayat 91 surat Al-Maidah, dimana diterangkan
dimana kedua perbuatan itu haram.[23]
b. Makro (umum)
Yaitu ayat yang
turun tanpa didahului dengan suatu sebab. Misalnyaayat-ayat yang mengisahkan
hal ihwal umat-umat terdahulu beserta para nabinya, menerangkan
peristiwa-peristiwa yang terjadi dimasa lalu, atau menceritakan hal-hal yang
gaib, yang akan terjadi, atau menggambarkan keadaan hari kiamat beserta nikmat
surga dan siksaan neraka. Ayat-ayat demikian diturunkan oleh Allah bukan untuk
memberi tanggapan terhadap suatu pertanyaan atau suatu peristiwa yang terjadi
pada waktu itu, melainkan semata-mata untuk memberi petunjuk kepada manusia
untuk menempuh jalan yang lurus. Allah menjadikan ayat-ayat ini mempunyai
hubungan menurut konteks Qur’ani dengan ayat-ayat sebelum dan sesudahnya.
Seperti dalam surat Al-‘Araf ayat 31 yang berbunyi :
ياَ بنيَ ءادَمَ
خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كلّ مسْجدٍ ...
Yang
artinya :
“Wahai
anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah disetiap (memasuki) masjid...”
Asbab al-nuzul
ayat tersebut yaitu pada saat zaman jahiliyah ada seorang perempuan melakukan
thawaf atau berkeliling ka’bah di Baitullah dengan telanjang, hanya megenakan
celana dalam. Didalam thawafnya dia berteriak-teriak “Pada hari ini aku
halalkan seluruh tubuh, kecuali yang aku tutupi (kemaluan) ini “. Sehubungan
dengan itu Allah SWT menurunkan ayat ke 31 yang memeritahkan agar mengenakan
pakaian apabila masuk ke Baitullah maupun masjid-masjid yang lain.[24]
Hal yang
berhubungan dengan peristiwa turunnya Al-Qur’an (asbab al-nuzul) terjadi pada
zaman Rasulullah SAW. Oleh karena itu, untuk mengetahui peristiwa tersebut
tidak ada jalan lain selain mengambil sumber dari orang yang menyaksikannya.
Dalam hal ini, para sahabat Rasulullah SAW yang mendengar dan menyaksikan
kejadian yang berhubungan dengan turunnya ayat tertentu menjadi rujukan utama. Dengan
demikian peran hadist sangat penting dalam memahami asbab al-nuzul.
E.
PENUTUP
Secara
etimologi, asbab al-nuzul terdiri dari dua kata, yaitu asbab jamak dari sabab
yang berarti sebab-sebab atau latar belakang; dan juga nuzul yang berarti
turun. Apabila dikaitkan dengan Al-Qur’an, maka asbab al-nuzul merupakan
pengetahuan mengenai sebab-sebab yang melatarbelakangi turunnya surat, ayat
atau Al-Qur’an secara keseluruhan. Definisi lain dari para ulama tentang asbab al-nuzul yaitu; menurut
Az-Zarqani, asbab al-nuzul maerupakan keterangan mengenai suatu ayat atau
rangkaian ayat yang berisi tentang sebab-sebab turunnya atau menjelaskan hukum
suatu kasus pada waktu kejadiannya. Manfaat memperlajarinya juga sangat banyak
antara lain untuk memahami Al-Qur’an dan menyingkap kesamaran yang tersembunyi
dalam ayat-ayat yang tidak dapat ditafsirkan tanpa pengetahuan sebab turun-Nya
dan memudahkan untuk menghapal dan memahami ayat. Asbab al-nuzul terbagi
menjadi dua konteks yaitu makro (umum) dan juga mikro (khusus).
DAFTAR PUSTAKA
Affandie
Bachtiar, Hikmah Wahyu Ilahi Turunnya Ayat Suci Al-Qur’an Disertai
Penjelasan, (Jakarta : CV Jasana, 1972)
Al-Qaththan,
Syaikh Manna. Pengantar studi Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta:Pusaka
Al-Kautsar, 2005)
Anwar, Rosihon,
Ulum Al-Qur’an(Bandung : CV Pustaka Setia, 2013)
Anwar, Rusydie.
Pengantar UlumulAl-Qur’an dan Ulumul Hadist; Teori dan Metodologi,
(Yogyakarta:IRCiSoD, 2015)
Hermawan, Acep.
‘Ulumul Quran Ilmu untuk Memahami Wahyu, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2013)
HR. Al-Bukhari
dan Muslim serta lainnya dalam Syaikh Manna Al-Qaththan, Pengantar Studi
Ilmu Al-Qur’an (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2013)
HR. Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Mardawih, dan
disahkan oleh Al-Hakim.
HR. Ibnu Abi Hatim, dan disahkan oleh Al-Hakim
dan Ibnu Mardawih
HR. Said bin
Manshur, Ibnu Jarir Ath-Thabari dan Ibnu Mardawih (lihat Tafsir Ath-Thabari dan
Tafsir Ibnu Katsir).
Mahali, Al
Mudjab, Asbabun Nuzul Studi Pendalamn Al-Qur’an 2 Al-Maidah-Al-Israa,
(Yogyakarta : Rajawali Pers, 1988)
Manaul, Quthan,
( Pembahasan Ilmu Al-Qur’an, Jakarta : Rineka Ilmu, 1992)
Sumbulah, Umi. dkk,
Studi Al-Qur’an dan Hadist, (Malang: UIN Maliki Press, 2014)
Wahidy,
Ridhoul.Asbabun Nuzul Sebagai Cabang UlumulAl-Qur’an, 2015, Jurnal
Syahadah Volume. III, Nomer. 1,April 2015
Zuhdi, Masyfuk,
Pengantar Ulumul Qur’an, (Surabaya : CV Karya Abditama, 1997)
Catatan:
1.
Tolong pendahuluannya diperbaiki.
2.
Penulisan daftar pustaka berbeda dengan penulisan footnote.
3.
Penjelasan mengenai asbabun nuzul mikro dan makro salah.
[1]Rusydie
Anwar, PengantarUlumulAl-Qur’andanUlumulHadist; TeoridanMetodologi,
(Yogyakarta:IRCiSoD, 2015), hlm. 61-62
[3]Az-Zarqani,
Manahilul ‘Irfan fi ‘UlumilAl-Qur’an, Jilid 1 (Beirut: Dar al-Fikr,
1988), hlm 106 dalam ibid, Rusydie Anwar, hlm 63
[4]SubhiShalih,
MembahasIlmu-Ilmu…, hlm.160 dalam ibid, Rusydie Anwar, hlm, 64
[5]Ridhoul Wahidy, Asbabun Nuzul Sebagai Cabang UlumulAl-Qur’an, 2015, Jurnal
Syahadah Volume. III, Nomer. 1,April 2015, hlm. 57-59
[6]
As-Suyuti, Al-Itqan fi Ulumi Al-Qur’an, jilid 1 (Kairo : Musthafa al-Babi al
Halabi, 1951), hlm. 28 dalamOp.Cit, Rusydie Anwar, hlm 67
[7]
Muhammad Chirzin, Al-Qur’an danUlumulAl-Qur’an…hlm. 31 dalam ibid
[9]M.H Adz-Dzahabi, Al-Tafsir wal Mufassirun tanpa kota: 1976), hlm.
109. Dalam Opcit, Rusydie Anwar, hlm. 73
[10]M.Ali ash-Shabuni, At-Tibyan fi Ulumi..., hlm.20. Dalam Ibid
[11]Budhy Munawar Rahman (ed), Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah
(Jakarta: Yayasan Paradina, 1994), hlm. 24. Dalam Ibid
[12]M.Ali ash-Shabuni, At-Tibyan fi Ulumi..., hlm.21. Dalam Ibid, hlm.
74
[13] Acep Hermawan, ‘Ulumul Quran Ilmu untuk Memahami Wahyu, (Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 38
[14]Quthan, Manaul, (Pembahasan Ilmu Al-Qur’an, Jakarta : Rineka Ilmu,
1992), hlm. 66-67
[15]HR. Al-Bukhari dan Muslim serta lainnya dalam Syaikh Manna Al-Qaththan, Pengantar
Studi Ilmu Al-Qur’an (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2013), hlm. 97
[16]HR. Ibnu Abi Hatim, dan disahkan oleh Al-Hakim dan Ibnu Mardawih dalam
Ibid, hlm.98
[17]HR. Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Mardawih, dan disahkan oleh Al-Hakim. ibid
[18]HR. Said bin Manshur, Ibnu Jarir Ath-Thabari dan Ibnu Mardawih (lihat
Tafsir Ath-Thabari dan Tafsir Ibnu Katsir). Ibid
[19]Syaikh, Manna Al-Qaththan, Op.Cit, hlm.100
[20]Acep Hermawan, Op.Cit. hlm. 40
[21]Anwar, Rosihon,Ulum Qur’an, (Bandung : CV Pustaka Setia, 2013), hlm. 65
[22]Zuhdi, Masyfuk, Pengantar Ulumul Qur’an (Surabaya : Karya Abditama,
1997), hlm. 36-37
[23]Bachtiar Affandie, Hikmah Wahyu Ilahi Turunnya Ayat Suci Al-Qur’an Disertai
Penjelasan, (Jakarta : CV Jasana, 1972), hlm. 106
[24]Al Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul Studi Pendalamn Al-Qur’an 2
Al-Maidah-Al-Israa, (Yogyakarta : Rajawali Pers, 1988), hlm. 113
Tidak ada komentar:
Posting Komentar