SEJARAH PERADABAN ISLAM PADA MASA
KHULAFA’URASYIDIN
Anis Rahmawati, Nailyyatul Ulumiyyah,
Dzurrotun Nafisah , Annisa Rachmadhani
Mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa
Arab angkatan 2016 Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim
ABSTRACT
This article was written simply to
review some of the key events in the period after the death of the Prophet
Muhammad. That is about four caliphs government, at the start of the leadership
of Sayyidina Abu Bakar, appointment systems, as well as policies important in
his reign. In the past Kholifah further Umar bin Khattab, the conquest of the
region and the reform of state organizations. Then the third Kholifah namely
Utsman bin Affan, ranging conquests in his time as well as the vision and
mission of Utsman bin Affan. And last Kholifah namely Sayyidina Ali bin Abi
Tholib, discusses the divisions among Muslims and tahkim events in his past.
This article is an attempt to remind the Islamic struggle in the past, and will
teach the nation's future to take such good ibroh nature nature, kindness, and
firmness rashidun in dealing with problems and ways how to solve it and put
into practice in their
Keywords : Khulafa’urrasyidin, Abu Bakar
Ash-shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Tholib
ABSTRAK
Artikel
ini ditulis dengan sederhana yang mengulas
beberapa peristiwa penting di
masa setelah wafatnya Rasulullah SAW. Yakni
tentang pemerintahan Khulafaur Rasyidin, di mulai dari kepemimpinan
Sayyidina Abu Bakar, sistem pengangkatannya, serta kebijakan-kebijakan penting
dalam masa pemerintahannya. Di lanjut masa Kholifah Umar bin Khattab,
penaklukan wilayah serta pembaruan organisasi negara. Kemudian Kholifah yang
ketiga yakni Sayyidina Utsman bin Affan, mulai penaklukan-penaklukan pada
masanya serta visi misi Utsman bin Affan. Dan
Kholifah yang terakhir yakni Sayyidina Ali bin Abi Tholib , membahas
tentang perpecahan di kalangan umat
Islam dan peristiwa tahkim di masa beliau. Artikel ini merupakan upaya
mengingatkan perjuangan Islam dimasa lampau dan mengajarkan kepada para penerus
bangsa untuk mengambil ibroh yang baik seperti sifat sifat, kebaikan,dan
ketegasan Khulafaur Rosyidin dalam menghadapi masalah dan cara bagaimana mengatasinya serta
mempraktekkan dalam kehidupan sehari hari.
Kata kunci : Khulafa’urrasyidin, Abu Bakar
Ash-shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Tholib
Pengertian Khulafa’ur Rasyidin
Secara harfiah kata khalifah berasal dari kata khalf yang berarti
wakil, pengganti, dan penguasa. Selanjutnya muncul istilah khalifah yang dapat
diartikan sebagai institusi politik islam, yang bersinonim dengan kata “imamah”
yang berarti pemerintahan.
Dalam pada itu Ibn Khaldun berpendapat, bahwa khilafah adalah
tanggung jawab umum yang sesuai dengan tujuan syar’ (hukum islam) yang
bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan dunia dan akhirat bagi umat. Pada
hakikatnya, khalifah merupakan pengganti fungsi pembuat syara’, yakni nabi
Muhammad SAW. Dalam urusan agama dan urusan politik keduniaan. Selanjutnya Ibn
Khaldun mengatakan bahwa khilafah juga merupakan sinonim istilah imamah, yakni
kepemimpinan menyeluruh yang berkaitan dengan urusan agama dan urusan dunia
sebagai pengganti fungsi Rasulullah SAW.
Selanjutnya muncul istilah khalifah dan bentuk jamaknya khulafa’
atau khalaif yang berarti orang yang menggantikan kedudukan orang lain; dan
seseorang yang mengambil alih tempat orang lain sesudahnya dalam berbagai
persoalan. Khalifah bisa juga berarti as-sultan al-‘azam (kekuasaan paling
besar atau paling tinggi).
Adapun kata ar-rasyidin secara harfiah berasal dari kata rasyada
yang artinya cerdas, jujur, dan amanah. Dari kata rasyada kemudian berubah
menjadi kata benda atau kata nama rasyid dan jamaknya rasyidun yang berarti
orang-orang yang cerdas, jujur, dan amanah. Dengan demikian, secara sederhana
khulafaur rasyidun adalah para pimpinan yang menggantikan kedudukan pimpinan
sebelumnya dan menunjukkan sikap yang cerdas, jujur, dan amanah. Selain itu,
khalifah dapat pula diartikan pimpinan yang diangkat sesudah Nabi Muhammad SAW.
Wafat untuk menggantikan beliau melanjutkan tugas-tugas sebagai pemimpin agama
dan kepala pemerintahan.
Di dalam sejarah Khulafaur Rasyidin
digunakan untuk para pimpinan setelah wafatnya Rasulullaah SAW. Mereka
itu adalah Abu Bakar yang memerintah selama 2 tahun, Umar bin Khattab yang
memerintah selama 10 tahun (13 sampai dengan 23 H/634-644 M), Utsman bin Affan
yang memerintah selama 12 tahun (644-655), dan Ali bin Abi Thalib yang
memerintah selama 6 tahun.[1]
a.
Abu Bakar As-Shiddiq
Abu Bakar memiliki nama lengkap Abdullah bin Utsman bin Amir bin
Umar bin Ka’ab bin Tiim bin Mairah at-Tamimi. Dilahirkan pada tahun 573 M. Abu
Bakar kecil bernama Abdul Ka’bah. Dan gelar abu bakar diberikan oleh rasulullah
karena ia orang yang paling cepat masuk islam, sedang gelar as-shiddiq yang
berarti “amat membenarkan” adalah gelar yang diberikan padanya amat sangat
membenarkan rasulullah saw. Dalam berbagai macam peristiwa, terutama isra’
mi’raj. Yaitu ketika banyak orang yang sulit atau bahkan tidak percaya akan
kejadian isra’ mi’raj itu, tetapi justru abu bakarlah yang tidak meragukan
kebenaran peristiwa itu.
Dari segi usia, Abu Bakar lebih muda dua atau tiga tahun dari Nabi
Muhammad SAW. Dia dilahirkan pada tahun kedua atau ketiga dari tahun gajah.
Ayahnya yang bernama Utsman dan juga dikenal sebagai Abi Kuhafah dan ibunya
bernama Ummu Khair Salma binti Sakar. Kedua orang tua Abu Bakar merupakan
keturunan bani talim. Dan merupakan salah satu dari keluarga yang mempunyai
status sosial yang cukup tinggi dikalangan suku quraisy. Banyak penulis sejarah
yang menyebutkan bahwa abu bakar sejak masa mudanya memiliki sifat dan
kebiasaan-kebiasaan yang sangat dekat dengan sifat dan kebiasaan Rasulullah
saw.[2]
Dimasa jahiliah Abu Bakar berniaga. Luas juga perniagaan beliau.
Sesudah memeluk agama islam ditumpahkannyalah seluruh perhatiannya untuk
mengabdi dan menyiarkan agama islam beliau mendapat hasil yang baik. Banyak
pahlawan-pahlawan islam menganut agama islam atas usaha dan seruan Abu Bakar,
yang nama-nama mereka sudah kita sebutkan terdahulu
Beliau ikut bersama-sama nabi hijrah ke Madinah. Dan bersama-sama
pula bersembunyi di gua Tsur pada malam permulaan hijrah sebelum melanjutkan
perjalanan kiranya tiadalah jauh dari kebenaran kalau kita katakan, bahwa dari
lama eratnya hubungan persahabatan beliau dengan rasulullah, serta kejujuran
dan kesucian hatinya, maka beliau dapat mendalami jiwa dan semangat islam lebih
dari yang didapat para muslimin yang lain..[3]
b.
Sistem Pengangkatan Abu Bakar
Setelah Rasulullah SAW wafat, kaum muslimin di madinah, berusaha
mencari penggantinya. Kaum ansar setelah mendengar berita wafatnya rasulullah
itu, mereka berkumpul disuatu tempat di dekat rumah saad bin ubadah, pemimpin
al-khazraj, sebagai pengganti nabi nabi untuk memerintah. Kaum al-aus belum
memberikan persetujuan atas percalonan itu. Sementara itu, salah seorang
diantara mereka (kaum ansar) bertanya, “jika kaum muhajirin quraisy menolak dan
berkata kami adalah kaum muhajirin, sahabat rasulullah yang pertama,
keluarganya, walinya, dan mereka menentang kita, bagaimana sikap kita?”sebagian
diantara mereka menjawab: “kalau demikian halnya, mereka mempunyai pemerintah
sendiri, dan kita mempunyai pemerintah sendiri, dan kita tetap pada pendirian
ini.”
Pemimpin-pemimpin kaum muhajirin yaitu Abu Bakar, Umar bin Khattab,
dan Abu Ubaidah bin Jarrah segera menuju tempat pertemuan kaum anshar. Setiba
di tempat itu, abu bakar berpidato. Menyampaikan pendirian kaum muhajirin. Inti
pidatonya adalah, menyampaikan keutamaan kaum muhajirin, sebagai orang-orang
yang mula-mula percaya kepada Allah dan membenarkan rasul-Nya, membelanya,
menderita bersamanya, karena itu mereka lebih berhak memimpin umat ini, sesudah
wafatnya rasul. Tidak dapat diingkari bahwa kaum ansar itu memiliki kemuliaan
dalam agama. Tidak ada yang dapat menandingi keutamaan mereka dalam islam.
Allah meridhai kaum ansar karena membela agama dan rasul-Nya serta
sahabat-sahabatnya. Karena itu kami orang-orang muhajirin menjadi pemimpin dan
kaum-kaum ansar menjadi pembantu-pembantu.
Kaum Anshar tidak puas dengan pidato Abu Bakar, karena itu Al
Habbab bin Munzir bangkit lalu mengemukakan pendiriannya seraya berkata:”Wahai
kaum Anshar tetaplah kamu pada pendirianmu, karena sesungguhnya manusia, berada
dalam lindungan dan naunganmu. Jangan kamu berselisih. Tidak ada jalan lain
kecuali mengikuti pendapatmu. Kamu adalah orang-orang yang memiliki kemuliaaan
dan kehormatan, manusia akan melihat apa yang kamu usahakan, maka janganlah
kamu berbeda pendapat, sehingga merusak pendapatmu. Bagi kita seorang pemimpin
dan bagi mereka (muhajirin) seorang pemimpin.
Masing-masing pihak mempertahankan pendirianna. Keadaan demikian
tentu saja dapat mengancam keutuhan umat. Abu ubaidah bin jarrah menghimbau
kaum ansar agar bersikap toleran dan tidak memperuncing keadaan. Kemudian
Basyir bin Saad, salah seorang pemimpin al-khazraj, menyampaikan isi hatinya
yang ditujukan kepada kaum ansar. Ia menegaskan bahwa orang-orang ansar itu
adalah kaum yang paling utama dalam memerangi kaum musyrikin dan membela agama.
Semuanya itu dilakukan atas dasar keridhaan Allah dan ketaatan kepada nabi-Nya.
Tidak tepat kalau kita perpanjang masalah ini. Ketahuilah bahwa Nabi Muhammad
Saw. Dari kaum quraisy dan kaumnya lebih berhak dan lebih utama atas masalah
ini. Taqwalah kepada Allah, dan janganlah kamu berselisih dan bertentangan
dengan orang-orang muhajirin itu. Dengan penjelasan basyir itu keaadaan menjadi
tenang.
Dalam suasana yang demikian Umar bin Khattab dan Abu Ubaidah bin
Jarrah, langsung membaiat Abu Bakar, kemudian Basyir bin Saad tampil kedepan
dan membaiatnya pula. Selanjutnya diikuti oleh kelompok al-Aus, kemudian oleh
pemimpin-pemimpin kabilah lainnya.
Baiat pertama ini disebut “baiat saqifah”. Karena pada baiat
pertama ini, hanya dilakukan oleh tokoh-tokoh tertentu saja, maka pada hari
berikutnya di masjid nabawi diadakan baiat untuk kedua kalinya, yang disebut
“al-baiat al-ammah”. Pada baiat kedua di masjid nabawi inilah abu bakar
menyampaikan pidato penerimaan jabatannya sekaligus menggambarkan jalan politik
yang ditempuhnya. inti pidatonya itu sebagai berikut: “wahai sekalian manusia!
Sekarang aku telah memangku jabatan yang telah kalian percayakan kepadaku,
padahal aku bukanlah orang yang terbaik diantara kalian, maka jika aku
menjalankan tugasku denagn baik, ikutilah aku, akan tetapi bila berbuat salah
betulkanlah. Orang yang kalian anggap kuat, sebenarnya aku anggap orang lemah.
Sedang yang kalian anggap lemahadalah orang yang aku anggap kuat di sisiku.
Sebab itu akan kuambilkan dari pada sikuat akan haknya, insyaAllah. Hendaklah
kalian taat kepedaku, selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya, tetapi bila
aku tidak menaati Allah dan Rasul-Nya, maka janganlah kalian taatkepadaku.
Marilah menunaikan salat dan semoga Allah merahmati kalian”.[4]
c.
Beberapa Kebijakan Penting
Sebagai seorang kepala negara, abu bakar telah melakukan beberapa
kebijakan yang dinilai cukup penting. Kebijakan-kebijakan tersebut secara umum
dapat digolongkan ke dalam dua bagian, yaitu bidang keagamaan dan bidang non
keagamaan yang akan dijelaskan sebagai berikut.
1.
Keagamaan
Hampir
dibanyak buku sejarah islam, umumnya mengabdikan jasa abu bakar dibidang
keagamaan ini. Yang paling umum kebijakan abu bakar dibidang kagamaan ini
adalah kebijakan mengumpulkan Al-Quran, yang semula merupakan usulan Umar bin
Khattab. Kebijakan lainnya adalah melakukan penyelewengan terhadap ajaran nabi
Muhammad. Upaya penyadaran ini terutama dilakukan terhadap kalangan yang
mengingkari kewajiban zakat, murtad dan mengaku dirinya nabi.
Penyebab
utama kemunculan ketiga kelompok ini bersumber dari kesalahpahaman dan kekurang
mengertian mereka terhadap islam yang sesungguhnya. Dalam hal ini, Abu Bakar
melakukan upaya penyadaran secara persuasif, tetapi ketika upaya ini mengalami
kegagalan, dia tidak segan-segan memerangi mereka. Bagi Abu Bakar, sebagaimana
yang telah disebutkan sebelumnya, ketiga perbuatan tersebut merupakan
penyelewengan yang nyata dari ajaran Nabi Muhammad, terutama setelah
meninggalnya Rasulullah.
Adanya
golongan yang tidak membayar zakat, sejumlah orang yang mengaku sebagai Nabi,
dan orang-orang yang murtad adalah sebuah ujian nyata bagi Abu Bakar yang
memimpin umat islam hanya dalam waktu dua tahun. Lewat usahanya melakukan
penyadaran dan dalam kondisi tertentu kemudian memerangi, sesungguhnya juga dimaknai
sebagai upaya dakwah dari Abu Bakar. Pada sisi lain, Abu Bakar juga ingin
menunjukkan kepada dunia bahwa ada aspek-aspek tertentu dari ajaran islam yang
tidak dapat ditawar lagi. Karenanya melakukan peyelewengan terhadapnya, sama
artinya dengan merusak agama itu sendiri. Namun demikian upaya Abu Bakar dalam
memerangi ketiga kelompok di atas lebih banyak dikarenakan mereka tidak mau
membayar zakat, lebih dari itu mereka memprovokasi yang lain untuk tidak mau
membayar zakat pula. Sedangkan eksistensi zakat dalam posisi ini sangat penting
dan merupakan kewajiban nyata dalam ajaran islam, yang berefek kepada kehidupan
negara.[5]
2.
Non keagamaan
Selain
kebijakan nyata di bidang agama, Abu Bakar juga melakukan kebijakan non-agama.
Di antara kebijakan itu adalah kebijakan bidang ekonomi. Abu Bakar membuat
semacam lembaga keuangan. Tentu lembaga ini masih sederhana, tetapi untuk
ukuran waktu itu adalah kemajuan. Pengorganisasian dan pengoperasiannya masih
bersifat sangat sederhana. Muhammad Ali bahkan menyebut pembentukan lembaga
tersebut sebagai salah satu pencapaian yang paling penting dari Khalifah Abu
Bakar, disamping kebijakan yang lain.
Sebagai
sebuah lembaga keuangan negara tadalah bagian tertentu lembaga ini memiliki
beberapa sumber. Di antara sumber dana lembaga ini berasal dari pengumpulan
zakat, sadaqah, infaq umat, termasuk sumber lainnya adalah bagian seperlima
dari harta rampasan perang yang masuk ke kas negara. Sedang
pengalokasiannya adalah untuk membiayai
peperangan, menggaji prajurit yang dikirim ke medan pertempuran dan
kebutuhan-kebutuhan sosial lainnya. Di sampin itu, gaji khalifah dan petugas
lembaga ini pun di ambil dari kas negara ini. Sehingga bisa dikatakan bahwa
pengaturan keuangan di zama Abu Bakar sudah tertata rapi. Dan oleh karena zakat
merupakan slah satu sumber utama lembaga ini, cukup beralasan kalau Abu Bakar
memberikan perhatian lebih untuk membina dan bahkan memerangi mereka yang
enggan membayar zakat, termasuk mereka yang melakukan provokasi untuk tidak
membayar zakat.
Kebijakan
lain yang bersifat non agama di zaman Abu Bakar adalah kebijakan politik.
Kebijakan Abu Bakar di bidang ini juga dianggap sebagai capaian yang bagus
karena secara prinsipil ia bersesuaian dengan semangat modern. Abu Bakar juga
mengembangkan prinsip-prinsip demokrasi dalam pengambilan sebuah keputusan dengan
membentuk semacam dewan perwakilan. Pengambilan keputusan itu sendiri
didasarkan pada suara mayoritas, dengan melalui prosedur-prosedur tertentu
dalam prosedur pengambilan keputusan, terutama untuk kepentingan bersama.
Abu
bakar juga membuat aturan-aturan tertentu dalam hal peperangan yang disampaikan
kepada para tentaranya di antara etika peperangan yang dicoba dikembangkannya
antara lain adalah orang-orang tua, anak-anak, dan wanita adalah mereka tidak
boleh disakiti, ahli ibadah, berikut tempat peribadatan tidak boleh dirusak,
mereka yang tidak menyerahkan diri tidak boleh disakiti, lahan-lahan produktif
dan habitat lainnya tidak boleh dirusak atau dibakar, pejanjian yang telah
dibuat dengan kalangan non-islam bagaimanapun harus dipatuhi, dan mereka yang
menyerah dan kemudian masuk ke dalam komunitas muslim akan diberi hak-hak yang
sama dengan muslim lainnya.[6]
d.
Wafatnya Abu Bakar
Dalam masa singkat ini Abu Bakar telah menggadapi saat-saat yang
amat genting. Dapat kita katakan bahwa pada permulaan saat-saat yang amat
genting itu Abu Bakar adalah berdiri sendiri, keudian berkat iman dan
keyakinannya yang kuat, maka kaum muslimin lekas juga menyokong dan mendukung
pendapat dan buah fikirannya. Dalam keadaan yang demikian beliau dapat
mengerahkan kaum muslimin menghancurkan syirik dan memberantas keragu-raguan.
Malah beliau dapat pula mengerahkan mereka menggulingkan singgasana kisra (raja
Persia) dan Kaisar (raja Romawi). Kalau di suatu peristiwa besar yang terjadi
di masa permulaan islam, maka nama Abu Bakar selalu kelihatan dengan jelas di
dalamnya. Semoga Allah yang maha kuasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya
kepada arwah beliau. Beliau telah mencerminkan seluruh nilai-nilai dan
norma-norma keislaman yang tinggi da murni.[7]
Ketika Abu Bakar sedang dalam keaadaan sakit dan merasakan ajalnya
telah dekat, maka beliau menunjuk Umar bin Khattab sebagai calon penggantinya.
Mungkin sekali penunjukan calon itu didasarkan atas peengalaman pahit kaum
muslimin ketika Nabi wafat, dan timbul perdebatan tentang siapa yang berhak
menggantikannya. Untuk menghindari calon yang pada gilirannya akan menimbulkan
perdebatan dan perpecahan, maka Abu Bakar menujuk calon tunggal, Umr bin
Khattab. Selain itu, Abu Bakar telah mengenal pribadi Umar dan menganggapnya
lebih layak untuk menjadi penggantinya.
Sebelum Abu Bakar memutuskan untuk menetapkan Umar bin Khattab
sebagai penggantinya, terlebih dahulu beliau berkonsultasi dengan tokoh-tokoh
masyarakat yang menjenguknya. Mereka itu terdiri dari antara lain:Abdur Rahman
bin Auf, Usman bin Affan, Usaid bin Hudlair al-Anshari, Said bin Zaid dan
lain-lainnya dari kaum muhajirin dan anshar. Ternyata mereka tidak keberatan
atas maksud Khalifah untuk mencalonkan Umar bin Khattab sebagai
penggantinya. Abu Bakar lalu memanggil
Usna bin Affan untuk menulis perjanjiannyaa kepada Umar. Isi perjanjian itu
adalah sebagai berikut: “dengan nama Allah yang maha pengasih dan maha
penyayang. Inilah yang telah diputusakn Abu Bakar, khalifah Muhammad Rasulullah
saw., menjelang akhir hayatnay di dunia ini, dan akan memulai kehidupannya di
akhirat, dalam suasana yang dimaklumi oleh orang-orang kafir dan ditakuti oleh
orang-orang berdosa. Sesungguhnya aku mencalonkan Umar sebagai pemimpinmu. Jika
ia berlaku baik dan adil, maka itulah yang saya ketahui tentang dirinya. Akan
tetapi ia berbuat salah dan menyeleweng, maka itu di luar pengetahuanku. Aku
senantiasa menghendaki yang baik, dan bagi seseorang itu apa yang diusahakannya
(dan orang-orang yang dhalim kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan
kembai, Al-Quran surah 26 ayat 227)”.[8]
Abu Bakar wafat pada tanggal 21 jumadil akhir 13 H. (22 Agustus 634
M.). beliau dimakamkan di samping makam Rasulullah saw. di kota Madinah.
Sekarang makam tersebut telah termasuk dalam masjid nabawi.[9]
KHALIFAH
UMAR BIN KHATTAB 13-23 H (634 – 644 M)
Siapakah Umar bin Khattab?
Dia adalah Umar
bin Al-Khattab bin Nufail bin Abdil ’Uzza bin Rabbah bin Abdillah bin Qurt bin
Rabbah bin Rozah bin Ady bin Ka’ab bin Luayyi bin Gholib bin Fihr Al-Adawy
Al-Quraisy. Nasab beliau bertemu dengan Nasab Muhammad SAW. Pada Ka’ab bi
Luayyi.
Nama panggilan
Uamar adalah Abu Hafesh, sedangkan gelarnya adalah Al-Faruq[10]. Beliau
termasuk salah seorang bangsawan Quraisy. Di jaman jahiliah beliaulah yang
senantiasa diutus ke luar negeriuntuk urusan diplomasi. Beliau lahir dari tiga
blas tahun sesudah tahun Gajah. Beliau adalah sahabat Nabi saw. Yang paling
teguh kepribadiannya dan kemauannya.[11]
Umar adalah
pribadi yang lengkap untuk menjadi pemimpin yang cemerlang . Dan itu ia
dibuktikan selama kepemimpinannya selam 10 tahun. Ia adalah pemimpin yang
gemilang yang sukses membawa negeri Islam menjadi negeri yang disegani bangsa
lain. Terpilihnya Umar bin Khattab sebagai Khalifah beda dengan pendahulunya ,
Abu Bakar. Ia mendapatkan kepercayaan sebagai khalifah kedua tidak melaui pemilhan
dalam suatu forum musyawarah yang terbuka, tetapi melalui penunujukan atau wasiat oleh
pendahulunya.Untuk memilih Umar bin Khattab sebagai penggantinya Abu Bakar
melakukan sidang tertutup dengan beberapa sahabat diantara mereka adalah Utsman
bin Affan dari kelompok Muhajirin serta As’ad bin Khudair dari kelompok Anshor.Pada
saat Abu Bakar sakit dan merasa ajalnya sudah dekat ia bermusyawarah dengan
para pemuka sahabat kemudian mengangkat Umar
sebagai penggantinya dengan maksud untuk mencegah kemungkinan terjadinya
persilisihan dan perpecahan dikalangan umat islam. Kebijakan Abu Bakar tersebut
ternyata diterima masyarakat yang segera secara ramai-ramai membaiat Umar pada
hari selasa tanggal 22 Jumadil Akhir 13 H / 634 M di Masjid Nabawi.[12]
Masa pemerintahan Umar yang relatif agak
lama, yakni 10 tahun digunakan untuk memperluas wilayah daulah daulah Islamiah dan melakukan berbagai program
pembangunan. Pada masa Khalifah Umar bin Khattab ini wilayah kekuasaan islam
meliputi jazirah Arabia, Palestina, Syiria, Persia, dan Mesir. Pada masa Khalifah Umar bin
Khattab juga dilakukan usaha pembenahan administrasi negara dengan mencontoh
model Persia yaitu, dengan membagi wilayah kedalam bentuk provinsi yang
mencakup provinsi Mekkah, Madinah, Syiria, Jazirah, Basrah, Kufah, Palestina,
dan Mesir. Selain itu, dibentuk pula beberapa departemen, pengaturan sistem
pembayaran gaji dan pajak tanah pemisahan kekuasaan yudikatif dengan eksekutif
dengan mendirikan lembaga pengadilan, membentuk jawatan pekerjaan umum,
mendirikan Bait al Mal, mencetak mata uang, dan menetapkan tahun hijrah dan
pengembangan ilmu.[13]
Kebijakan-Kebijakan
Khalifah Umar bin Khattab
A. Perluasan Wilayah
Umar melanjutkan
perluasan wilayah ( futuhat) ke tiga arah: ke utara menuju wialayah Syiria
dibawah pimpinan Abu Ubaidah ibn Jarrah. Setelah syiria jatuh perluasan wilayah
dialnjutkan ke arah barat menuju Measir di bawah pimpinan Amr ibn Al-‘Ash; dan
menuju ke Timur ke arak Irakdi bawah pimpinan pimpinan Surahbil bin Hasanah.
Yang ke arah Timur selanjutnya disempurnakan oleh Sa’ad bi Waqash. Iskandariyah
pelabuhan besar Mesir Al-Qadisiyah sebuah kota di Irak, Al-Madain ibukota
Persia, serta Mosul dapat dikuasai. Sehingga pada zaman, pemerintahan Umar
sampai tahun 641 M, wilayah kekuasaan Islam telah meliputi jazirah Arab,
Syiria, Palestina, Irak, Mesir dan sebagian wialayah Persia Jazirah arab yang
berbangsa dan berbahasa Arab beragama Islam, Syiria yang berbahasa Suryani beragama Nasrani, Palestina
yang berbangsa Ibrani beragama Yahudi, Mesir yang berbangsa Qibti beragama
Mesir Kuno dan Nasrani, serta Irak dan sebagian wilayah Pesi yang beragama
Majusi disatukan dibawah kekuasaan Islam dengan ibukotanya Majusi disatukan di
bawah kekuasaan Islam dengan Ibukotanya Madinah. Terjadilah Asimilasi antarlima
wilayah, lima bangsa, lima negara. Asimilasi dalam bidang darah, bahasa, adat
istiadat, alam pemikiran politik, paham keagamaan dan bidang-bidang lain.
Bangsa Arab mempunyai keunggulan bidang agama dan bahasa masing-masing. Terjadi
saling pengaruh , namun yang jelas peradaban Islam tidak lokal Arab lagi, telah
meliputi wilayah regional Timur Tengah.dalam proses pengaruh, mempengaruhi ini
ada sisi positifdan negatifny. Dalam bidang darah, karena terjadi perkawinan
campuran akan lahir generasi campuran Arab ‘Ajam, demikian juga dalam adat
istiadat ada Arab Badui ada Arab yang berbudaya kota.[14]
B. Memperbarui
Organisai Negara
1.
Organisai
Politik terdiri :
a)
Al- Khilafat, Kepala Negara. Dalam memilih
kepala negara berlaku sistem “ bai’ah “. Pada masa sekarang sama dengan sistem
demokrasi. Hanya waktu itu sesuai dengan al-amru
syuro bainahum sebagaimana yang digariskan Allah dalam Al-Qur’an.
b)
Al-Waziraat, sama dengan menteri pada zaman
sekarang. Khalifah Umar menetapkan Usman sebagai pembantunya untuk mengurus
pemerintahan umum dan kesejahteraan, sedangkan Ali untuk mengurus kehakiman,
surat menyurat dan tawanan perang.
c)
Al-Kitabat Sekretaris Negara. Umar bin Khattab
mengangkat Zaid bin Tsabit dan Abdullah bin Arqom menjadi sekretaris untuk
menjelaskan urusan-urusan penting. Usman bin Affan juga mengangkat Marwan bin
Hakam.
2.
Administrasi
Negara
a.
Diwan-diwan
(departemen-departemen)
1) Diwan Al-jundiy (
Diwan al-Harby )
Badan Pertahanan
Keamanan. Orang Muslim pada masa Rasul dan Abu Bakar semuanya adalah prajurit.
Ketika Rasul atau Abu Bakar menyeru untuk berperang siaplah semua mengikuti
para Nabi.kemudian ketika perang telah selesai dan ghanimah telah dibagikan,
mereka kembali menjadi penduduk sipil. Masa Umar keadaan telah berubah,
disusunlah satu badan yang mengurusi tentara. Disusunlah angkatan bersenjata
khusus, asrama latihan militer, kepangkatan, gaji, persenjataan dan lain-lain.
Mulai juga membangun angkatan laut oleh Muawiyah Gubernur Syam dan oleh Ala bin
Hadhramy Gubernur Bahrain.
2)
Diwan Al-kharaj
Al-Maal yang
mengurusi keuangan negara, pemasukan dan pengeluaran anggaran anggaran belanja
negara Sumber pemasukan negara islam adalah:
-
Al- Kharaj =
Pajak hasil bumi
-
Al-Usyur yaitu
10% dari perdagangan dan kapal kapal orang asing yang datang ke negara islam :
bea cukai.
-
Al- Zakah zakat
harta 2,5 % dari harta yang sampai nisab.
-
Al- Jizyah
pajak ahli dzimmah, yaitu orang bukan Islam yang bertempat tinggal di negara
Islam
-
Al-Fai dan
Ghanimmah = uang tebusan dari orang
musyrik yang kalah perang.
3) Diwan al-Qadhat :
Departemen Kehakiman Umar mengangkat hakim hakim khusus untuk tiap wilayah dan
menetapkan persyaratannya.
b.
Al-Imarah ‘ala
al-buldan : Administrasi pemerintahan dalam negeri.
1)
Negara dibagi
menjadi beberapa provinsi yang dipimpin oleh seorang gubernur (amil), yaitu:
-
Ahwaz dan
Bahrain
-
Sijistan,
Makran dan Karaman, Iraq
-
Syam,
Palestina, Mesir Padang Sahara Libia.
2)
Al Barid :
perhubungan, kuda pos memaki kuda pos .
3)
Al-Syurthah :
polisi penjaga keamanan negara.
c.
Mengembangkan
Ilmu.
Kelanjutan
dari meluasnya kekuasaan Islam ada dua
gerakan perpindahan manusia orang Arab Muslim keluar jazirah Arab, orang Ajam
datang ke Jazirah Arab. Dua gerakan perpindahan ini membawa dampak tersendiri
baik positif maupun negatif. Orang Ajam yang berasal dari luar Jazirah Arab
adalah bangsa yang pernah mewarisi kebudayaan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan bangsa Arab. Walaupun nyala api ilmu pengetahuan mereka hampirpadam,
namun bekasnya masih nyata. Hal ini terlihat pada adanya kota-kota perkembangan kebudayaan Yunani seperti
Iskandariyah, Antiokia, Harran dan Yunde Sahpur. Kedatangan mereka ke Jazirah
Arab, dimana kemudian mereka masuk islam dan berbahasa dengan bahasa Islam
(Arab) serta berkeyakinan dengan keimanan Islam, mendorong penguasa waktu itu
yaitu khalifah Umar bin Khattab, memerintahkan untuk membuat tata bahasa Arab
agar mereka terhindar dalam membaca Al-Qur’an dan Hadits Nabi. Ali bin Abi
Thaliblah pembangun pertama dasar-dasar ilmu nahwu yang selanjutnya
disempurnakan oleh Abu Al-Aswad al-Duwaly. Selain selain itu perlu menafsirkan
ayat Al-Qur’an seperti yang didengar dari Nabi dan pemahamanmereka sendiri
sebagai ahli bahasa. Mereka adalah Ali bin Abi Thalib, Abdullah Ibnu Abbas
Abdullah bin Mas’ud Ubay bin Ka’ab. Mereka ini kemudian dianggap sebagai
musafir pertama dalam Islam.
Untuk kepentingan pengajaran mereka
di luar Jazirah arab, dikirim guru-guru yang terdiri dari sahabat-sahabat ahli
ilmu, yaitu Abdullah bin Mas’ud pergi ke Kuffah, Abu Musa Al-Asy’ari dan Anas
bin Malik pergi ke Basrah, Muadz, Ubadah, Abu Darda dikrim ke Syam, Abdullah
bin Amr bin Ash dikirim ke Mesir. Melalui tangan- tangan mereka berkembang lmu
keislaman di negeri negeri itu dan menghasilkan ulama ( ahli ilmu ) dalam
jumlah yang lebih besar. Selanjutnya umat islam lebih tergerak untuk mempelajari
adat istiadat mereka, kaidah kaidah orang Yahudi dan Nasrani, ilmu-ilmu yang
berkembang dikalangan mereka. Namun usaha mulia khalifah Umar tidak berlangsung
lama karena Umar terbunuh oleh orang yang sakit hati kepadanya. Namun Umar
diakui oleh para sarjana muslim dan bukan muslim bahwa ia adalah orang kedua
sesudah Nabi yang paling menentukan jalannya kebudayaan Islam.[15]
Sebagaimana diberitakan oleh
berbagia sumber riwayat, Khalifah Umar beberapa hari sebelum beliau wafat telah
menunujuk enam orang sahabat Nabiterkemuka untuk memilih sendiri diantara
mereka seorang yang akan ditetapkan sebagai Khalifah peneerusnya. Mereka itu
adalah dua menantu Rasulullah saw. ‘Utsman bin ‘Affan dan Ali bin Abi Thalib
r.a., Zubair bin Al-‘Awwam, Sa’ad bin Abi Waqqash, ‘Abdur-rahman bin ‘Auf dan
thalhah bin ‘Ubaidillah.Mereka diminta supaya memilih orang yang dipandang
mampu. Seumpama ketika itu yang terpilih ‘Ali bin Abi Thalib atau Zubair bin Al
‘Awwam tentu wajah sejarah akan menjadi
lain. Namun ternyata yag mereka pilih ialah orang yang paling lunak diantar
mereka dasarkan pada pertimbangan karena orang-orang Arab sudah merasa jemu
menghadapi kekuasaan ‘Umar bin Khattab yang keras ketat dan tak kenal kompromi.[16]
KHALIFAH UTSMAN BIN AFFAN
Nama lengkap beliau adalah
Utsman bin Affan bin Abi Al-ash bin Umayyah bin Abdi Manaf dari suku Quraisy.
Beliau lahir pada tahun 576 M, 6 tahun setelah penyerangan ka’bah oleh pasukan
bergajah dan 5 tahun setelah kelahiran
rasulullah SAW. Ibu Utsman adalah
Urwy bin Kuraiz bin Rabi’ah bin Habib
bin Abdi Asy Syams bin Abd Manaf. Utsman
masuk islam saat berumur 30 tahun atas ajakan Abu bakar. Sabar, pemurah dan
lembut adalah sifat yang banyak dimiliki
Utsman. Utsman adalah salah satu kerabat yang paling dicintai Rasulullah
SAW. Karena sebab itu Rasulullah SAW menikahkan beliau dengan putinya yang
bernama Ruqoyyah. Setelah Ruqoyyah meninggal beliau dinikahkan oleh Rasullah
dengan putrinya yang lain,yang bernama Ummu Kultsum. Karena itu beliau mendapat
julukan Dzu al-Nurain [yang mempunyai
dua cahaya]. Sebelum dinikahkan dengan Ummu
kultsum Utsman sempat djodohkan oleh umar dengan anaknya yang bernama
Hafsah yang berumur 18,namu Umar menolak dengan halus karena Utsman masih belum
ingin menikah.
Abu Tholhah Al Anshori dan Miqdad bin
Aswad mengumpulkan orang anggota dewan permusyawaratan yang juga calon kalifah yang dibentuk oleh
umar dengan jumlah orang yakni: Ali, Utsman, Saad bin Abi Waqqosh, Abdur
Rahman bin Auf, Zubair bin Awwam dan Tholhah bin Ubaidillah.
Mekanisme
pemilihan khalifah ditentukan dengan mekanisme:
1. Yang berhak
menjadi khalifah adalah yang dipilih oleh anggota permusyawaratan dengan suara
ter banyak.
2. Apabila
suara terbagi menjadi seimbang maka abdullah bin umar berhak menentukannya.
3. Apabila
campur tangan Abdullah bin umyang dipilih oleh tidak dterima, calon yang
dipilih oleh abd Ar-Rahman bin Auf harus diangkat menjadi khalifah.
4. Kalau masih
ada yang menentang maka penentang hendaknya dibunuh.[17]
Langkah yang ditempuh Abdur Rahman. Setelah Umar wafat adalah
meminta pendapat kepada anggaota permusyawaratan secara terpisah untuk
membicarakan calon yang tepat untuk diangkat
menjadi khalifah. Hasilnya muncul kandidat khalifah, yaitu Ustman dan Ali.
Menurut suatu riwayat dikatakan, bahwa
Abdur Rahman bin Auf telah keluar pada
malam hari unyuk menjumpai orang orang dimadinah, dengan palaian menyamar, sehingga
tak seorang pun mengenali nya. Setiap
kali dia minta pertimbangan kepada orang yang ditemuinya tentang siapa yang
pantas menjadi khalifah,orang orang menjawab Utsman. Abdurrahman juga menanyai
Utsman dan Ali,seandainya diantara salah satu diantara mereka terpilih menjadi
khlifah, sanggupkah mereka melaksanakan tugasnya berdasarkan Al-quran, sunnah
Rasul, dan kebijaksanaan khalifah
sebelum mereka. Ali menjawab bahwa dirinya berbuat sejauh pengetahuan dan
kemampuannya.Utsman menjawab Dengan tegas nya
“ya! saya sanggup.berdasarkan itu pula Abdurrahman memilih Utsman sebagai khalifah ketiga. Dan segera
dilaksanakan baiat saat itu usia utsman 70.
Visi misi
khalifah utsman dalam menjalankan kekhalifahan
dapat diketahui melalui pidato beliau.saat dilantik atau dibai’at
menjadi khalifah ketiga negara madinah. Dalam pidatonya utsman mengingatkan hal
penting:
1. Agar umat
islam selalu berbuat baik sesuai kemampuan sebagai bekal menghadapi hari
kematian dan akhirat sebagai tempat yang lebih baik yang sediakan oleh Allah.
2. Agar umat islam,
jangan terperdaya kemewahaan hidup
didunia yang penuh kepalsuan sehingga membuat mereka lupa kepada Allah.
3. Agar umat
islam mau mengambil iktibar pelajaran
dari masa lalu,mengambil yang baik
dan menjauhkan yang buruk.
4. Sebagai
khalifah beliau akan melaksanakan perintah Al quran dan sunah Rasul.
5. Disamping
beliau akan meneruskan apa yangg telah dilakukan pendahulunya, juga akan
membuat hal hal baru yang membawa pada kebajikan .
6. Umat islam
boleh mengkritiknya bila beliau menyimpang dari ketentuan hukum.
Pada awal Utsman menjadi khalifah beliau tetap menetapkan semua
gurbernur yang telah diangkat oleh umar diberbagai daerah,antara lain mu’awiyah
bin abi sufyan,sebagai gubenur syam [syiria]. Beliau membebaskan tugas mughirih
bin syu’bah dari jabatan gebenur kufah
berdasarka wasiat umar dan mengankat sa’ad bin abi waqqosh sebagai
gubebur kufah. Namun beberapa hari kemudian
khalifah Utsman bin Affan memberhentikan sebagian besar gubernur yang
telah diangkat oleh umar dan menggantikannya
dengan sanak kerabatnya .
·
Abu Musa Al
Asy’ari diganti dengan Abdullah bin Amir.
·
Amer bin Ash
diganti dengan Abdillah bin sa’ad
·
Sa’ad bin Abi Waqqash
diganti dengan Walid bin uqbah
Adapun gubernur lama yang masih ada hubungan kerabat dengan misalnya
mu’awiyah tidak diganti.[18]
Karya besar monumental Khalifah Utsman
adalah pembukuan Al Quran.pembukuan Al Quran didasarkan atas alasan dan
pertimbangan untuk mengakhiri perbedaan bacaan dikalangan umat islam yang pada
saat skspedisi militer ke Armenia dan Azerbaijan.pembukuan dilaksanakan oleh kepanitiaan
yang diketahui oleh Zaid bin Tsabit.
Kegiatan
pembangunan diwilayah islam yang luas itu meliputi:
·
Pembangunan
daerah daerah pemukiman,jembatan,jalan,masjid,wisma
·
Pembanguna kota-kota
baru yang kemudian tumbuh pesat
·
Pembangunan
jalan yang menuju ke madinah dilengkapi dengan khafilah dan fasilitas bagi para
pendatang
·
Memperluas
masjid nabi dimadinah
·
Tempat
persediaan air dibangun di Madinah, di kota–kota padang pasir dan diladang-
ladang peternakan unta dan kuda
Pembangunan
berbagai sarana umum ini menunjukkan bahwa utsman sebagai khalifah sangat
memperhatiakan kemaslahatan publik
sebagai bentuk dari manifestasi kebudayaan
sebuah masyarakat.[19]
Penakhlukan
penakhlukan yang yang dilakukan kaum muslimin saat dipimpin khalifah Utsman
adalah:
·
Penakhlukan
pada Armenia
·
penakhlukan
pada Afrika Utara
·
Penakhlukan
pada kota Andalus.
Beberapa
penduduk madinah yang melakukan sempat pembelotan adalah:
·
PendududukArmenia
·
Penduduk Alexander
Pemberontakan yang pertama terjadi
pada islam karena khalifah Utsman bin Affann banyak mengangkat
keluarganya menjadi pejabat pejabat tinggi,dan karena sikap mereka yang curang
dan zalim kepada rakyat. Karena itu, mereka menuntut pemecatan sebagian
pejabat yang telah beliau angkat.Tokoh yang mempengaruhi dan memprovokasi orang orang yang mengikuti
kemana angin bertiup tentang fitnah adalah Abdullah bin Saba’.dan mereka
menuntut dilaksanakan pemecatan para gubernur. Mereka menuntut agar memecat Abdullah
bin Abi Sarah, dan mengangkat Muhammad bin Abu Bakar sebagai
penggantinya.akhirnya khalifah Utsman pun menurutinya dan mereka pun kembali ke negeri mereka yaitu Mesir. Tetapi
ditengah perjalanan pulang, mereka
bertemu dengan seorang laki laki
sedang mengendarai unta milik khalifah Utsman. Kemudian mereka memeriksa dan berhasil menemukan surat yang berstempel
khalifah. Isi surat itu memerintahkan Abdullah bin Abi Sarah, Agar membunuh
Muhammad bin Abi Bakar dan kelompoknya.para pemberontak mesir itu akhirnya
memutuskan kembali ke madinah bersama
Muhammad bin Abi Bakar.
Ketika pemberontak kembali ke Madinah, Khalifah
Utsman bin Affan r.a bersumpah seraya mengatakan, bahwa dirinya tidak
mengetahui sama sekali tentang surat tersebut, karena yang menjadi juru tulisnya selama itu adalah
Marwan bin Hakim, salah seorang peengikutnya.
Penduduk Madinah terkejut, ketika
pemberontak tiba tiba sudah mengepung rumah kediaman Khalifah Utsman.dan mereka
mengepung rumah khalifah Utsman sampai 40 hari lamanyamereka tidak memberinya
air, kecuali beliau menyerahkan Marwan bin Hakam [sekretaris pemegang stempel
khalifah].tetapi beliau tidak mau dan beliau tak ingin meninggalkan jabatan
khilafah. Akhirnya para pemberontak masuk kedalam rumah dan menyerang khalifah Utsman yang sedang membaca Al quran.
Khalifah Utsman
bin Affan r.a adalah khalifah yang
pertama kali terbunuh karena suatu pemberontakan dalam sejarah islam.peristiwa itu terjadi pada akhir tahun
35 H.beliau ketika wafat berumur 82 tahun. Jasad beliau dimakamkan disebuah
tempat yang bernama Hasy kaukab. Masa Utsman bin Affan termasuk yang
paling lama apabila dibanding dengan khalifah lainnya selama 12
tahun;24-36H./644-656 M.[20]
Khalifah
Ali bin Abi Thalib
Siapakah Ali bin Abi Thalib itu?
Ali adalah
putra Abi Thalib ibn Abdul Mutholib bin Hasyim bin Quraisy. Beliau adalah
saudara sepupu Nabi Muhammad SAW. Yang kemudian menjadi menantunya karena menikahi
putri Nabi Muhammad SAW, Fathimah. Beliau masuk Islam ketika usianya sangat
muda dan termasuk orang yang pertama masuk Islam dari golongan pria. Pada saat
Nabi menerima wahyu pertama ,Ali berumur 13 tahun, menurut A.M Saban, sedangkan
menurut Mahmudunnasir, Ali berumur 9 tahun. [21]
Sejak kecil,
Ali bin Abi Thalib telah terdidik dengan akhlak Islam. Pengetahuannya tentang
agama sangat luas Ali termasuk salah seorang yang baik dalam memainkan pedang
dan pena, bahkan Beliau di kenal sebagai seorang orator,Beliaau juga seorang
yang pandai dan bijaksana sehingga memnjadi penasehat pada zaman kholifah Abu
Bakar, Umar dan Utsman. Beliau mengikuti hampir semua peperangan pada zaman
Nabi Muhammad SAW. Ia tidak sempat membaiat Abu Bakar karena sibuk mengurus
jenazah Nabi Muhammad dan keturunan Nabi Muhammad saw. Ali bin Abi Tholib juga
terkenal sangat teliti, berhati hati, disiplin dan adil. Karena itu beliau
sangat terkenal pandai menghakimi. Abu ishaq mengataakan , bahwa Abdullah
berkata: “Sesungguhnya penduduk Madinah yang paling pandai menghakimi adalah
Ali bin Abi Tholib “. Abu Hurairoh meriwayatkan , bahwa Umar bin Al Khattab
berkata: “Ali bin Abi Tholib adalah orang yang paling arif dalam masalah hukum,
dan paling pandai menentukan hukum di antara kita semua.”
Pembaiatan Ali bin Abi Tholib
Ketika Kholifah
Utsman bin Affan r.a terbunuh, maka mayoritas sahabat Muhajirin dan Anshar,
terutama kaum pemberontaak, sepakat mendatangi beliau untuk membaiatnya menjadi
kholifah, tetapi beliau pada waktu itu menolaknya . Namun mereka terus
mendesaknya sehingga akhirnya beliau meenerimanya, lalu beliau keluar meenuju
masjid. Dan akhirnya kaum muslimin membaiatnya menjadi kholifah. Di antara
orang banyak yang membaiat Ali bin Abi Thalib terdapat Tholhah dan Zubair.
Mereka berdua bermula mula enggan, tetapi akhirnya ikut membaiatnya juga karena
di paksa orang banyak .
Menurut
sebagian riwayat di sebutkan, bahwa mereka berdua bersedia membaiat Ali dengan
catatan Ali harus segera melaksanakan hukum haad terhadap kaum pemberontak yang
teelah meemberontak kepada Khalifah Utsman bin Affan. [22]
Riwayat lain juga menyatakan mereka bersedia membaiat jika nanti mereka di
angkat menjadi gubernur di Kufah dan Bashroh.
Peristiwa
terbunuhnya Utssman bin Affan menyebabkan perpecahaan di kalangan umat Islam
menjadi 4 golongan:
1.
Pengikut Utsman
yaitu yang menuntut balas atas kematian Utsman dan mengajukan Muawiyah sebagai
kholifah.
2.
Pengikut Ali
yang mengajukan Ali sebagai kholifah.
3.
Kaum moderat,
tidak mengajakan calon,menyerahkan urusannya pada Allah SWT.
4.
Golongan yang
berpegang pada prinsip jamaah diantaranya Saad bin Abi waqqosh,Abu Ayyub
Al-Anshori, Usamah bin Zaid, dan Muhammad bin Maslamah yang diikuti oleh 10.000
orang sahabat dan tabi’in yang memandang
bahwa Ustman dan Ali sama-sama sebagai pemimpin. Ali adalah acuan tercepat
karena banyak didukung oleh para sahabat senior bahkan para pemberontak pun
pada kholifah usaman mendukungnya termasuk Abdul ustman kepada kaum kerabatnya
kepada kepemilikan negara dan mengganti semua gubernur yang tidak disenangi
rakyat.
Pemerintahan Kholifah Ali dapat dikatakan
sebagai pemerintah yang tidak stabil karena adanya pemberontakan kaum
muslimin sendiri. Pemberontakan pertama
dari Tholhah dan Zubair diikuti oleh Siti Aisyah yang kemudian perang
jamal.pemberontakan yang kedua datang dari Muawiyah yang menolak meletakkan
jabatan bahkan menempatakan drinya setingkat dengan khalifah walawpun dia hanya
sebagai gubernur suria yang berakhir dengan perang shiffin. Pemberontakan
pertama diawali oleh penerikan baiat oleh tholhah dan zubair karena alasan
meraka kepada ali tidak memenuhi tuntukan mereka untuk menghukum khalifah
ustman. Adapun penolakan khalifah ini disampaikan kepada Siti aisyah yang
termasuk kerabatnya pada perjalanan pulang dari Mekkah. Siti Aisyah bergabung
dengan Tholhah dan Zubair menentang khalifah Ali karena alasan penolakan Ali
menghukum pembunuh ustman atau bisa juga karena hasutan dari Abdullah bin
Zubair.
Khalifah Ali
telah berusaha untuk menghindari pertumpahan darah dengan mengajukan kompromi,
tetapi beliau tidak berhasil sampai akhirnya terjadi pertempuran antara
kholifah Ali bersama pasukannya dengan Tholhah, Zubair dan Siti Aisyah bersama
pasukannya. Perang ini terjadi pada tahun 36 H. Tholhah dan Zubair terbunuh
ketika hendak melarikan diri dan Aisyah di kembalikan ke Madinah. Dan puluhan
ribu pasukan Islam gugur dalam perang ini.
Setelah
kholifah menyelesaikan pemberontakan Tholhah dan Zubair, pusat kekuasaan Islam
di pindahkan ke Kufah sehingga Madinah tidak lagi menjadi ibu kota kedaulatan
Islam dan tidak ada seorang kholifah pun setelahnnya yang menjadikan madinah
sebagai pusat kekuatan Islam.
Peperangan
antara umat Islam terjadi lagi, yaitu antara kholifah Ali bersama pasukannya
Muawiyah sebagai gubernur Suriah bersama pasukannya. Perang ini terjadi karena
kholifaah Ali ingin menyelesaikan pemberontakan Muawiyah yang menolak peletakan
jabatan dan secara terbuka menentang kholifah dan tidak mengakui.Peperangan ini
terjadi di kota Shiffin pada tahun 37 H yang hampir saja di menangkan oleh
kholifah Ali, namun atas kecerdikan Muawiyah yang di motori oleh panglima
perangnya Amr bin Ash yang mengacungkan Al Qur’an dengan tombaknya, yang
mempunyi arti bahwa mereka mengajak berdamai dengan menggunakan Al Qur’an,
namun karena di desak oleh pasukannya kholifah menrima tawaran tersebut. Akhirnya
terjdi peristiwa tahkim yang secara politis kholifah Ali mengalami kekalahan
karena Abu Musa Al Asy’ari sebagi wakil kholifah menurunkan Ali sebagai
kholifah, sementara Amr bin Ash tidak menurunkan Muawiyah sebagai gubernur
suriiah bahkan menjadikan kedudukannya
setingkat dengan kholifah.
Peristiwa Tahkim Pada Masa Ali bin Abi Tholib
Konflik politik
antara Ali bin Abi Tholib dengan Muawiyah bin Abi Sufyan di akhiri dengan
tahkim. Dari pihak Ali di utus seorang ulama’ yang terkenal dan sangat jujur
dan tidak cerdik dalam politik yaitu Abu Musa Al Asy’ari, sebalikny dari pihak
Muawiyah bin Abi Sufyan di utus seorang yang terkenal sangat cerdik dalam
berpolitik yaitu Amr bin Ash.[23]Dalam
tahkim tersebut, pihak Ali di rugikan oleh pihak Muawiyah karena kecerdikan Amr
bin Ash yang dapat mengalahkan Abu Musa Al Asy’ary sehingga kemudian pendukung
Ali bin Abi Tholib terbgi menjadi dua, yaitu kelompok pertama adalah mreka yang
secara menghadapi hasil tahkim dan
mereka tetap setia kepada beliau, sedangkan kelompok kedua adalah kelompok yang
menolak hasil tahkim dan kecewa terhadap kepemimpinan Ali bin Abi Tholib.
Akhirnya kelompok
yang keluar dari barisan Ali pun menjaadikan Nahrawan sebagai markasnya serta
terus menerus merongrong pemerintahan Ali.Golongan yang keluar dari barisan Ali
di sebut kelompok Khawarij. Kerepotan kholifah dalam meneyelesaikan kaum
Klhaawarij di manfaatkan Muawiyah untuk merebut mesir. Padahaal Mesir dapat di
katkaan sebagai sumber kemakmuran dan ekonomi Ali.
Dengan terjadinya
berbagai pemberontakan dan keluarnya sebaagian pendukung Ali, Banyak pengikut
Ali yang gugur dan juga berkurang serta hilangnya sumber ekonomi dari Mesir
karena di kuassai oleh Muawiyah. Selain itu hal teersebut mengakibtjakan
khrissma khalifah Beliau pun menurun, sementara Muawiyah semakin jaya. Hal
tersebut memaksa Khalifah Ali untuk menyetujui perdamaian dengan Muawiyah.
Penyelesaian
kompromis Ali dengan Muawiyah itu sebenarntya merupakan kegagalan bagi Ali.
Berbagai kerusuhan yang harus di hadapi Ali sejak penobatannyaa menjadi
Kholifah, terutama di sebabkan oleh kegagalannya menindas pembrontakan
Muawiyah. Pemberontakan yang hebat dari Thalhah dan Zubair memperlemah
kedudukan Ali dan memperkuat kedudukan Muawiyah. Pemberontakan-pemberontakan
juga terjadi pula di Bashrah, Mesir, dan Persia untuk mendapatkan kemerdekaan.
Jumlah manusia,
keuangan dan sumber-sumber kekayaan Muawiyah jauh lebih kuat di bandingkan
dengan Kholifah Ali. Ali tidak memiliki sumber kekayaan yang memadai dan
memimpin suatu kaum yang kesetiaanya berubah –ubah dan meragukan. Sebaliknya
Muawiyah memiliki sumber-sumber kekyaan dari Siria dan memiliki dukungan
tangguh dari keluarganya. Bani Umayyah dan Siria berdiri tangguh di belakngnya.
Ali hanyalah seorang jenderal dan prajurit yang gagah berani, sedangkan
Muawiyah adalah seprang diplomat licik dan politikus yang yang pintar. Dia
memainkan kelicikan apabila keberaniaanya bertarung tidak berhasil. dengan
cerdik, dia memanfatkan pembunuhan kholifah Utsman untuk menjatuhkan nama Ali
dan membantu rencananya. Karena dia sendiri adalah orang yang paling licik pada
waktu itu, Muawiyah menjalin persahabatan dan persekutuan dengan Amar, yang
juga paling cerdik dan banyak akal pada saat itu. Karena gagal dalam
menggunakan pedang, Muawiyah dan sekutunya menipu dan mengalahkan Kholifah Ali
dengan permainaan kecerdikan dan kelicikan di dalam Perang Siffin. Penyelesaian kompromis Ali dan Muawiyah tidak
di sukai oleh kaum perusuh karena hal itu membebaskan kholifah untuk memusatkan
perhatiannya pada tugas menghukum mereka. Kaum Khawarij merencanakan untuk
membunuh Ali, Muawiyah dan Amar memilih seorang kholifah yang sehalauan dengan
mereka, yang dengan bebas di pilih dari seluruh umat Islam. Karena itu,
Abdurrahman, pengikut setia kaum Khawarij memberikan pukulan hebat kepada
Sayyidina Ali sewaktu beliau akan adzan di masjid. Pukulan itu menyebabkan
Khalifah Ali wafat pada tanggal 17 Ramadhan 40 H/ 660 M.[24]
KESIMPULAN
Khulafaur
rasyidin adalah para pemimpin penerus setelah Nabi Muhammad SAW wafat . Mereka
adalah Abu Bakar As-Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi
Thalib. Yang mana mereka telah menjalankan tugas-tugas mereka dengan baik,
memimpin dengan bijaksana, tegas, dan adil. Meskipun pada masa mereka memimpin
ada banyak kesulitan yang mereka hadapi. Meskipun begitu, mereka tetap
menjalankan tugas mereka sesuai dengan apa yang ingin mereka raih saat mereka
menjabat sebagai seorang pemimpin. Selain itu, kesulitan-kesulitan tersebut
juga tidak menyurutkan niat dan tujuan mereka untuk memperjuangkan agama Allah
yaitu agama Islam. Karena mereka telah memegang janji pada diri mereka sendiri
bahwasannya sebagai seorang pemimpin itu harus tetap teguh pada pendirian
masing-masing dan tidak akan tergoyahkan maupun berubah sedikitpun.
DAFTAR PUSTAKA
Sunanto,
Musyrifah.2003. Sejarah Islam Klasik. Jakarta:
Kencana Perdana Group
Supriyadi,
Dedi..2008. Sejarah Peradaban islam. Bandung:
Pustaka Setia
Nata, Abuddin.
2011. Sejarah Pendidikan Islam.
Jakarta : Kencana Prenada Media Group
Fuadi, Imam.2001.Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta:
Penerbit Teras
Syalabi, Ahmad.2003. Sejarah dan Kebudayaan Islam.Jakarta
: PT. Pustaka Al-Husna baru
Amin,
Ahmad.1987. Islam Masa ke Masa.Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Muhyiddin Al Khoyyat,
Syeih.1999.Sejarah Kebangkitan dan
Situasi Dunia Arab. Surabaya: Al Hidayah
Susmihara dan
rahmat.2013.Sejarah Islam Klasik.Yogyakarta : Penerbit Ombak
Abu Bakar,
Istianah. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Malang : Uin Press
Muhyiddin Al-Khoyyat,
Syeih. 1993. Sejarah Kebangkitan Islam
dan Situasi Dunia Arab. Gresik: Bani Sa’ad Bungah
Catatan:
1.
Perujukan dalam
makalah ini masih belum maksimal.
2.
Pendahuluan
masih belum ada.
3.
Makalah ini
tidak sesuai dengan point-point dalam SAP.
4.
Penulisan
footnote banyak yang masih salah.
Struktur
makalah ini belum sesuai dengan point-point dalam SAP. Jadi tolong disesuaikan.
Semangat!!!!
[1] Abuddin
nata, sejarah pendidikan islam (jakarta : kencana prenada media grup, 2011)
hlm. 111-113.
[2]Imam
Fuadi, Sejarah Peradaban Islam (yogyakarta :penerbit teras, 2001) hlm.
19-20.
[3]A.
Syalabi, sejarah dan kebudayaan islam (jakarta : penerbit PT. Pustaka
al-husna baru, 2003) hlm. 195.
[4]Susmihara
dan rahmad, sejarah islam klasik (yogyakarta : penerbit ombak,2013) hlm.
90-93.
[5]Imam
fuadi, sejarah peradaban islam(yogyakarta : penerbit teras, 2011) hlm.
26-28.
[6]Imam
fuadi sejarah peradaban islam (yogyakarta : penerbit teras, 2011) hlm.
28-30.
[7]A.
Syalabi sejarah dan kebudayaan islam(jakarta : penerbit PT. Pustaka
Al-Husna Baru, 2003) hlm. 202.
[8]Susmihara
dan rahmat sejarah islam klasik (yogyakarta : penerbit ombak, 2013) hlm.
95-96.
[9]Susmihara
dan rahmat sejarah islam klasik (yogyakarta :
penerbit ombak, 2013) hlm. 94.
[10] Gelar
ini diberikan kepada Umar oleh Rasulullah saw. Yang artinya : Pemisah antara
hak dan batil
[11] Syeh
Muhyiddin Alkhoyyat, Sejarah Kebangkitan
Islam dan Situasi Dunia Arab (Surabaya: Al-Hidayah1994), hlm 35.
[12] Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam (Yogyakarta: Teras 2011 ), hlm. 30.
[13] Abuddin
Nata, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta:Kencana,
2011 ), hlm. 114-115.
[14] Musyrifah
Sunanto, Sejarah Islam Klasik (Jakarta:
Kencana,2003) hlm. 23-24.
[15]
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik (Jakarta:
Kencana,2003) hlm. 26-31.
[16] Ahmad
Amin, Islam Masa ke Masa (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 1987), hlm. 86-87.
[17] Dedi
Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam (Bandung:Pustaka Setia,2008), hlm.
86-87.
[18] Syeiikh
Muhyiddin Al Khoyyat, Sejarah Kebangkitan dan Situasi Dunia Arab(Surabaya:Al
Hidayah,1999),hlm 79-80.
[19] Dedi
Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam (Bandung:Pustaka Setia,2008), hlm.
[20] Syeiikh
Muhyiddin Al Khoyyat, Sejarah Kebangkitan dan Situasi Dunia Arab(Surabaya:Al
Hidayah,1999),hlm 80-91.
[21] Dedi
Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam (Bandung:Pustaka Setia,2008), hlm 95
[22] Syeiikh
Muhyiddin Al Khoyyat, Sejarah Kebangkitan dan Situasi Dunia Arab(Surabaya:Al
Hidayah,1999),hlmn 94-95
[24] Dedi
Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam (Bandung:Pustaka Setia,2008), hlm.
98-101.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar