MASA
KEPEMIMPINAN KHULAFAUR RASYIDIN
Ahmad Sa’dullah, Warisma
Riski Nuryani, Siti Fatimah
Mahasiswa PBA
2016 Semester II
UIN Maulana
Malik Ibrahim Malang
Email:
Abstrak
Makalah yang
menjelaskan mengenai masa khulafaur rosyidin. Lebih terfokuskan pada sudut pandang pada bagian system
pergantian antar khalifah, sosial budaya pada masing-masing pemerintahan dan
perbedaan pemikirin dari setiap khalifah. Keempat khalifah yang memiliki ciri
tersendiri dalam masa pemerintahahnya. Selain itu disetiap pemerintahan
memiliki kelebihan dan kekurangan, namun bukan siapa yang paling unggul, tapi
siapa yang sudah melakukan dengan maksimal. Dari keempat khalifah yaitu abu
bakar, umar bin khotob, utsman bin affan, dana li bin abi tholib.
Para Khalifah
menjalankan pemerintahan dengan bijaksana, dan penuh tanggungjawab, karena
selama itulah yang mereka teladani dari sifat rosulullah. Masa kepemimpinan
Khulafaur Rasyidin hanya berlangsung selama 30 tahun. Masa Khulafaur Rasyidin
merupakan masa yang penting dalam islam, karena pada masa ini islam mulai
berkembang dari bidang politik, maupun bidang keilmuan, bahkan ada yang
menyebutnya sebagai masa kejayaan umat muslim.
Dalam pemilihan kepemimpinan sebagai khalifah,
terjadi berbagai perbedaan. Berawal dari musyawarah, penunjukkan dari khalifah
terdahulu, dipilih oleh majlis syuro. Semua berjalan dengan begitu banyak
haling rintangan. Dengan begitu akan lebih tersa sebuah perjuangan untuk agama islam.
Abstract
Papers
describing the period rashidun. More focussed on the perception on the part of
the system switching among caliph, socio-cultural and the respective
governments of each caliph pemikirin difference. The fourth caliph has its own characteristics
in pemerintahahnya period. In addition every rule has its advantages and
disadvantages, but not who is the most superior, but who have done the maximum.
Of the four caliphs that fuel ash, umar bin khotob, Uthman ibn Affan, li bin
abi Tholib funds.
The
Khalifah governing wisely and responsibly, for that is how they look up from
rosulullah nature. The reign of caliph only lasted for 30 years. Future caliph
an important period in Islam, because at this time Islam began to develop from
the fields of politics, as well as the fields of science, some even refer to it
as the heyday of Muslims.
In
the leadership election as caliph, occurred differences. Starting from
deliberation, the appointment of the previous Caliph, elected by the Majlis
Shura. All goes with so many obstacles haling. That would be tersa a struggle
for Islam.
A. PENDAHULUAN
Setelah
Rasululah wafat, situasi umat islam semakin kacau karena tidak ada yang
memimpin. Beliau menyerahkan semuanya kepada kaum muslimin. Dalam hal ini terjadi
perdebatan yang besar mengenai siapa yang berhak untuk memimpin umat islam.
Kaum Muhajirin berpendapat bahwa kaum Muhajirinlah yang berhak memimpin umat
isam dikarenakan mereka adalah orang yang selalu setia dalam menemani
rasulullah berdakwah. Disamping itu , mereka juga telah memberikan dukungan
kepada Rasulullah dalam menyebarluaskan agama Allah. Kaum Anshar juga
berpendapat bahwa kaum Anshar yang berhak untuk memimpin umat islam, karena
kaum Anshar telah memberikan bantuan kepada Rasulullah saat memulai dakwah.
Mereka yang memberikan tempat tinggal kepada Rasulullah beserta pengikutnya. Untuk memutuskan hal itu, kaum
Muhajirin dan kaum Anshar berkumpul untuk menentukan pemimpin umat.
Setelah
semua berkumpul dan bermusyawarah , akhirnya dalam musyawarah tersebut
terpilihlah Abu Bakar sebagai khalifah pertama dalam Khulafaur Rasyidin. Masa
kepemimpinan Khulafaur Rasyidin berlangsung selama 30 tahun. Dalam memilih
pemimpin pada masa ini berbeda-beda mulai dari Abu Bakar yang dipilih melalui musyawarah, Umar dengan
penunjukkan dari khaifah terdahulu, Usman dengan adanya majlis Syuro yang mana
para kandidatnya di pilih oleh Umar dan yang terakhir yaitu Ali bin Abi Thalib
yaitu melalui pemilihan sebagian umat islam , akan tetapi ada yang tidak menyetujuinya. Masa Khulafaur Rasyidin merupakan masa yang
penting dalam islam. Dalam masa ini tiap-tiap khalifah memiliki kebijakan
masing-masing dalam memimpin umat-Nya.
Dengan usaha yang mereka lakukan, maka masa peradaban islam pada masa
Khulafaur Rasyidin mengalami perkembangan yang baik. Akan tetapi pada masa
Khulafaur Rasyidin terjadi perbedaan paham agama yaitu p Kondisi Sosial
dan budaya pada Masa khulafaur rosyidin.
B.
KONDISI SOSIAL
BUDAYA MASYARAKAT PADA MASA KHALIFAH
A. Kholifah abu bakar as- sidiq
1.
Terpilihnya
sebagai kholifah
Nama asli abu bakar ialah abdullah bin ustman bin amir bin ‘amr bin ka’ab
bin sa/ad bin taim. Bani taim satu dari dua belas cabang dari bani quraysi.
Di masa jahiliyah dia adalah seseorang
yang terkenal terpandang di kalangan qurays. Sebelumnya masuk agama islam abu
bakar mengharamkan minuman keras untuk dirinya. Bahkan, pada jahiliyah
sekalipun dia tidak pernah menyembah atau pun bersujud kepada sebuah berhala.
Abu bakar adalah orang pertama yang
masuk islam dari kalangan tua ,atau yang sering di sebut as-sabinal awwalun. Gelar assidiq disandangnya yang berarti amat
membenarkan gelar yang sengaja diberikan rasulullah kepadanya karena abu
bakar yang secara cepat membenarkan apa saja yang dikatakan rosulullah,
terutama peristiwa isro’ mi’roj. Sejak awal masuk agama islam abu bakar
senantiasa mendampingi rosulullah kemapun rosul pergi maupun berperang. Karena
kesetiaannya abu bakar kepada rosulullah hingga membuat rosul bersabda: “tidak
ada harta yang paling bermanfaat bagiku dari harta abu bakar”.
Terpilihnya abu bakar menjadi kholifah pertama,
menimbulkan gesekan antara kaum qurays dan kaum anshar. Dan membuat kaum anshar
menjaga jarak dengan abu bakar.[1]
Bukan hanya saja masalah pembaiatan yang berbahaya untuk umat muslim, namun
tidak lama setelah kabar kematian rosulullah yang sudah menyebar sampai sudut
pojok tanah arab, golongan orang munafik mulai mencari celah untuk mencanri
keuntungan seperti timbunya kaum murtad dan nabi- nabi palsu. Saat itu pula
kaum muslimin sedang dalam keadaan sukaduka atas kematian rosulullah. Ada satu
golongan pula yang tidak mau melaksanakan sembahyang , dan tidak mau
mengeluarkan zakat.[2]
2. Kebijakan yang dilakukan abu bakar assidiq
v Pemberangkatan pasukan usamah bin zaid
Sebelum mengatur persiapan penyerangan untuk pemberontak-
pemberontak, terebih dahulu abu bakar menyempurnakan pasukan Usamah yang masih
muda sekitar 17 tahun, yang baru didirikan langsung oleh rosulullah.
Pemberangkatan pasukan Usamah ditunda karena kematian rosul. Selain itu masih
ada banyak kepentingan yang belum diselasaikan. Usamah pun berangkat dan
dikepungnyalah negeri qudha’ah itu, 40 hari lamanya
pertempuran hebat dengan musuh, diapun pulang dengan kemenangan.
v Perang
melawan para pemberontak
Masalah
utama umat islam adalah sebuah gerakan yang dikenal “kemurtadan”. Ada tiga
golongan yang dianggap murtad. Pertama golongan adalah mereka yang menganggap
adanya nabi setelah rosulullah. Kedua golongan yang mereka kembali keyakinan
mereka sebelum masuk islam. Ketiga golongan mereka yang tidak menganggap
pemerintahan Madinah (enggan membayar zakat), tapi mereka masih menganggap agam
islam.[3]
Untuk
golongan yang mempercai bahwa adanya nabi setelah rosulullah, mereka memeliki
motif tersendiri seperti halnya Aswad
Ansa adalah orang pertama yang memulai pemberontakan di Yaman dan menulis
kepada para wakil nabi, “kembalikan kepada kami apapun yang berasal dari tanah
kami yang kalian kuasai”. Dari surat itu terbukti bahwa Aswad Ansa hanya ingin
mengambil kekayaan atau wilayah yang pernah dimenangkan umat islam.
Sebenarnya
ketiga kasus besar yang dihadapi abu bakar ini tidk berdiri sendiri , karena
antara ketiganya saling terkait. Berpusat pada adanya nabi palsu yang
mengajarkan bahwa tidak adanya pembayaran zakat, sehingga membuat sebagian
muslim mengikuti alirannya. Semakin banyak orang yang melepas agama islamnya.
Untuk
mengatasi masalah besar yang akan berakibat pada umat islam, akhirnya abu bakar
memutuskan untuk mengadakan peperangan, setelah melakukan pengiriman surat
kepada kepala kelompok murtad yaitu Aswad Ansa. Pada akhirnya dua pelopor besar
yang mengaku akan dirinya nabi telat tewas di medan perang. Walaupun sebelumnya
abu bakar sudah berusaha mendekati secara persuasif,antara lain dengan
pengiriman surat terlebih dahulu.
Selain
kemenangan yang diperoleh usamah,ada beberapa perang yang ada dalam masa
kholifah abu bakar. Diantaranya seperti perang yamamah (11 H/632 M) perang yang
terjadi di kota Yayamah, yang dikarenakan adanya Musailamah al kadzab dan yang mengaku sebagai nabi. Selain itu ada
perang Yarmuk(13 H/634), yang dipimpin oleh kholid bin walid, peperangan yang
merebutkan negara syam.
v Mengumpulkan
muskhaf al quran
Usaha
pengumpulan mushaf alquran ini saah satu kebijakan abu bakar dalam
pemerintahannya, abu bakar mempercayakan kepada zaid bin tsabit. Dengan cara
penulisan ulang pada daun kurma, kulit binatang, dan hafalan kaum muslimin.
Banyaknya penyebab yang membuat abu bakar menginginkan pembukuan al quran.
Pengumpulan
mushaf ini dilakukan abu bakar untuk mengatasi semakin banyaknya
penghafalalquran yang mati dalam medan perang. Alasan lain adalah adanya peluan
besar bagiorang kafir untuk memanfaatkan untuk keuntungan individidu, seperti
halnya musailamah yang membuat al quran dengan cara mengumpulkan orang orang
dari kelompoknya danmemulai membuat ayat al quran palsu yang terdiri dari porsa
yang disusun dan diajarkan kepada pengikutnya. Bahkan, musailamah sempat mengajarkan
pengikutnya untuk tidak mengerjakan sholat subuh dan sholat magrib.[4]
v Kebijakan
non agama.
Dalam
kebijakan ini lebih terfokuskan pada pemerintahan.
a. Kebijakan
kebijakan perekonomian.
Dalam kebijakan ini abu bakar
membuat semacam lembaga keuangan, walau masih dianggap masing sederhana namun
pada zaman itu sudah termasuk sebuah kemajuan. Dari lembaga keuangan yang ada
pasti ada sumber pemasukan untuk pengelolaan pada lembaga tersebut. Di antara
sumber yang ada dari pengumpulan zakat, sadaqoh, infaq umat, dan seperlima dari
harta rampasan perang.dan untuk pengalokasikannya yaitu untuk biaya peperangan,
gaji prajurit, dan kebutuhan ssosial lainnya. Selain itu digukan untuk gaji
kholifah dan gaji petugas lebaga pun diambilkan dari kas negara. Jadi tidak
heran jika abu bakar memberikan perhatian lebih untuk pembayaran zakat yang
dimana menjadi sumber utama pemasukan kas negara tersebut.
b. Kebijakan kebijakan politik.
Dalam kebijakan ini abu bakar
mengembangkan prinsip-prinsip demokrasi. Untuk kebijakan ini sudah terlihat
pada wal abu bakar berpidato dalam pidatonya, pidatonya yang mengandung
prinsip-prinsip nasionalisme partisipatif egaliter, yang dimana pidato
ini dianggap oleh banyak ahli sejarah statemen politik yang sangat maju. Dalam
pidatonya pula sudah menggambarkan kesinambungan dengan prinsip-prinsip tatanan
masyarakat yang telah diletakkan nabi.
Selain itu ada peraturan-
peraturan tertentu dalam hal peperangan yang disampaikan kepada tentaranya.
c. Pertahan
atau militer
Dengan
adanya kebijakan ini membuat untuk gerakan militer lebih terorganisasi.
Meskipun pertempuran itu identik menggunakan kekuatan, namun dengan adanya
eksistensi agama dan pemerintahan maka suatu pasukan akan lebih kuat dari pada
pasukan biasanya.[5]
B. Kholifah
umar bin khotob
Umar
binnul-Khaththab bin Naufal bin Abdul Uzza bin Ribaah bin Abdillah bin Qart bin
Razail bin ‘adi bin ka’ab bin lu’ay adalah kholifah kedua setelah abu bakar as
sidiq.[6]
Termasuk bani ka’ab adalah kelompok kecil yang memiki pengaruh besar dan
masyhur. Umar dikenal dengan sosok yang keras hati, kasar, dan sosok pemberani.
Selain itu sebelum memeluk agama islam
dia juga termasuk orang yang memusuhi islam dan sempat meyiksa umat muslimin.
Pada tahun ke-6 kenabian, 35 tahun
dimasa jahiliyah dan 30 tahun dalam pengakuan islam. [7]Umar
merupakan sahabat yang selalu dimintai pendapat oleh rosulullah. Bahkan tidak
sedikit turunnya wahyu dikarenakan pandangan- pandangannya. Seperti ketika umah
memohon agar minuman khamar diharamkan, allah menurunkan wahyuNya tentang
larangan minumminuman khamar. Dan ketika setelah perang badar rosulullah musyawaraoh mengenai apa yang
harus dilakukanya kepda tawanan perang. Pada saat itu abu bakar mengusulkan
agar tawanan memebayar tebusan, namun umar berbeda pendapat. Umar mengusulkan
agar tawanan dibunuh saja, pada saat itu rosulullah satu pemikiran dengan abu
bakar. namun, allah menurunkan firmanNya dalam Q.S al-anfal: 67yang lebih
menguatkan pendapatkan umar[8],
yang dimana pada ayat itu berarti:
“tidakpatut
bagi seorang nabi mempunyai tawana sebelum ia mampu melumpuhkan musuhnya di
muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawi sedangkan allah mahaperkasa
lagi mahabijaksanaa.”
Berbeda
dengan abu bakar, dalam pemelihan kholifah umar lebih mudah tanpa adanya
perselisihan. Jika dilihat dalam jalur keturuna umar masih saudara dengan
rosulullah. Namun buka karena keturunan yang mempermudahkannya diterima oleh
penduduk, namu karena terkenalnya memiliki sifat yang bijaksana selama
kepemimpinan abu bakar.[9]
1. Peluwasan
wilayah
Pemerintahan
umar Pada masa kholifah umar, sudah banyak negara- negara yang di dibebaskan
dari penjajahan Imperium Romawi dan Persia.[10]
Banyaknya faktor yang memutuskan untuk menaklukan bangsa Romawi dan bangsa
Persia. Diantaranya yaitu pertama bangsa Romawi dan Persia tidak mengindahkan
niat baik umat islam. Kedua ketika islam masih dalam keadaan lemah romawi dan
Persia berusaha menghancurkannya. Ketiga kedua negara tersebut terkenala akan
kemakmurannya, namun keduanya tidak ingin berberkerjasma dengan negeri arab.
Keempat kedua suku itu memprofokatori suku badui untuk memusuhi islam. Kelima
leak geografis negara romawi dan Persia kedua negeri itu sangat statregis untuk
keamanan dan pertahanan untuk kaum islam.[11]
Masih
beberapa bulan umar menjadi kholifah perluasan wilayah islam menjadi lebih
luas. Tahun 635 M, Damaskus , ibu kota Suriah, telah ditundukkan. Setahun
setelahnya kota suriah secara keseluruhan telah terkasai islam. Selanjutnya
umar mengirimkan pasukan yang dipimpin oleh abu ubaidah yang akan pergi ke
hamah, qinisrun, laziqiyah, dan Aleppo. Dilanjutkan kembali ke Jerusalem di
palestina. Dilanjutkan lagi kea rah mesir, membuah hasil wilayah afrika utara.
Pada
tahun 19 H, setelah bersusah payah dengan berbagai usaha akhirnya mesir jatuh
ketangan islam. Satu persatu kota yang ada di mesir juga terkeuasai seperti
bobylonia(20 H), menyusul 7 bulan sesudahnya kota iskandariah.
Cyrus
menandatangani perjanjian damai dengan kaum muslimin. Dengan jatuhnya
iskandariyah, sempurnalah penaklukan. Walaupun sudah begitu banyak wilayah yang
ada bukan berarti akan terdapat pada zona aman, karena tidak sedikit dari
kelompok kecil yang masih mengingingkan kekalahan kerajaan islam.[12]
Kunci
kesuksesan yang dilakuakan umar untuk memperluas wilayah islam diantaranya
yaitu pertama islam mengandung ajaran yang tidak hanya mengatur hubungan
manusia dengan tuhannya namun islma mengajarkan pula cara berhubungandengan
sesamanya. Denganadanya kesamaan dalam derajat manusia tidak akan pernah merasa
unggul disbanding manusia lain dalam artian mereka akan saling tolong-menolong,
saling mengerti untuk menjalankan khidupan yang lebih baik.
Kedua
yaitu mereka berperang bukan karena mereka menginginlan wilayah atau harta,
namun mereka berperang niatan untuk menyebarkan agama islam. Selain karena
niatan kuat itu, mereka juga senang menjalankan kegiatan perang, atau bisa
dikatan sebagai kegemaran orang arab. Jadi antara niat yang kuat dan dipadukan
dengan kegemaran untuk melakukannya akan menghasilkan hasil yang maksimal.
Ketiga
peratuan tentara islam tidak mewajibkan anggotanya untuk beragama islam, namun
mereka tetap menyerukan agama islam. Dengan maksud agar muslim yang ingin ada
adalah muslim yang benar- benar muslim haqqnya,
Keempat
banayaknya wilayah yang menyerahkan diri yang dikarenakan mereka mengetahui
bahwasanya kerajaan islam yang luas dan kekayaan yang berlimpah. Sebagian
mereka ada yang menyerahkan diri, bahkan ada dari sebagian wilayah yang
menawarkan diri untuk menjadi bagian dari kerajaan islam, atas dasar ingin
mencari ketenangan dengan agama islam.[13]
2.
Kebijakan umar
bin khotob
a)
Bidang
administrasi
Dalam
bidang administrasi yang ada pada pemerintahan umar semakin terdata. Dengan
adanya pertura- peraturan baru dan penambahan kebijakan. Untuk lebih
terkoordinir wilayahislam dibagi menjadi 8 provinsi yaitu mekkah, Madinah,
suriah, jazirah, basroh, kufah, mesir pelestina. Bentuk kebijakannya adalah
diterbitkannya gaji, diaturnya administrasi pajak tanah, didirikannya
pengadilan-pengadilan, dan memisahkan bidang eksekutif dan yudikatif. [14]
Selain itu adanya lembaga perpajakan
yang secara dasar berawal dari keinginan awal umar untuk mengatur keuangan
masyarakatnya. Dengan system kuanagan yang lebih terperinci akan mempermudah
mengontrol keuangan masyarakat yang laus. Seperti adanya pendirikan al
khoraj yang mengatur dalam perpajakan wilayah islam. Ghonimah yang
mengatur tentang harta rampasan. Adanya perataan zakat bagi masyarakat yang
membutuhkan terutama bagi orang orang yang perekonomian kebawah.[15]
Berangsur-berangsur
wilayah islam yang semakin meluas, maka bidang pengetahuan pun akan berkembang
pesat. Dan sekaligus dengan bertambahnya pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan
yang terletak di daerah islam yaitu di kairo, basrah, kufah. Tidak sedikit orang-orang yang
berdatangan untuk mrnimba ilmu yang ada pada wilayah tersebut. Selain itu umar
juga mendirikan masjid, pengadaan air minum dan kantor pemerintahan, untuk
mengontrol perkembanagan yang ada di daerah itu.[16]
C.
Khalifah utsman
bin affan
Khalifah
ketiga adalah Utsman bin Affan. Nama lengkapnya ialah Utsman bin Affan bin Abil
Ash bin Umayyah dari suku Quraisy. Lahir pada tahun 576 M. Ia memeluk islam karena ajakan Abu Bakar, dan
menjadi salah satu sahabat dekat nabi SAW. Ia sangat kaya tetapi dia selalu
berlaku sederhana dan sebagian besar kekayaanya digunakan untuk kepentingan
umat islam. Selain itu dia juga mendapat julukan zun nurain, yang berarti yang
memiliki dua cahaya karena dia berhasil mempersunting dua putri nabi yaitu ummu
kultsum dan ruqayyah.[17]
Utsman
bin Affan adalah salah satu orang yang termasuk dalam assabiqunal awwalin. Yang
mengajak masuk islam adalah Abu Bakar. diantara orang- orang utsman terkenal
orang yang memiliki sifat yang baik seperti rasa malu tidak ada orang yang bisa
melebihi rasa malunya yang demikian kuat sampai bahkan rasulullah malu
terhadapnya dan bersabda” tidakkah engkau malu terhadap seorang lelaki dimana
malaikatpun sangat malu padanya. Sifat yang kedua yaitu pemurah utsman termasuk
salah satu bani Quraisy yang memiliki sifat pemurah yang tidak ada yang
melebihinya. [18]
1. Perluasan
wilayah
Tercatat
selama kepemimpinan usman terjadi banyak prestasi selama 6 tahun lamanya.
Wilayah-wilayah yang sudah di kuasai seperti irak, Mesir terus dilindungi, dan
untuk perluasannya semakin lebis strategis untuk penklukan wilayah lainnya.
Pasukan yang ada di mesir, diinstruksikan untuk pergi ke afrika
utara.pertempuran besar yang dilakukan pada masa usman adalah pertempuran Zatis
Sawari (peperangan tiang kapal ) yang terjadi di Laut tengah dekat lokasi
iskandariyah , antara romawi di dawah pipmpinan kaisar containtin dan pasukan
muslim dipimpin oleh Abdullah bin abi sarah. Kenapa dalamperperangan ini di
sebebut dengan tiang kapal karena dalam pertempuran ini terdapat 800 kapal
milik musuh dan 200 milik muslim. Namun pasukan muslim tetap bisa menaklukan
lawannya.dan terus bergerak menaklukan yang lain seperti kota kufah,[19]
2. Penyusunan
alquran
Penyususna
alquran pada masa utsman berbeda dengan masa abu bakar, pada masa utsman
maksudnya penyusunannya bacaan alquran, karena pada masa umar terdapat banyak
berbedaan dalam pembacaan alquran. Disusun dan tulus kembali lalu di cetak
untuk umat muslim pada masa itu. Penyusunan alquran bermaksud untuk mengakhiri
perbedaan-perbedaan serius dalam pembacaan alquran. [20]
3. Peristiwa
fitnah
Pada
masa kholifah utsman terlalui dengan keamanan, stabiltas, dan kemakmuran, dan
itu sangat berbeda denga masa kholifah sebelumnya. Namun di setiap kholifah
pasti memiliki kekurangan dan kelebihan tersendiri, begitu juga dengan masa
pemerintahan utsman. Di akhir pemrintahan utsman terjadi bencana besar atau
terkenal dengan sebutan fitnah kubro. Kejadian tersebut mengakibatkankan
terbunuhnya utsman secara dholim, terjadinya perpecahan umat dan terjadi
kerenggangan diantara umat islam. Fitnah yang dilakukan oleh Abdullan bin
Saba’, dia adalah seorang kafir yang mengaku seorang muslim. Abdullah bin Saba’
mengelilingi dari satu daerah ke daerah lainnya untuk menaburkan rasa keraguan
kepada pemerintahan saat itu. Selain menerbarkan fitnahabdullah bin saba’ pun
juga mengancam kholifah utsman dan para gubernur.[21]
Berbagai
usaha telah dilakukan oleh utsman bin affan unuk menenangkan umatnya namun
mereka semakin menjadi-jadi. Pemberontakan terjadi di kota Madinah
penduduk Madinah mengepung rumah utsman.
Hingga mereka melakukan perlakuan yang tidak lazim kepada khalifah. Merka
merampok baitul mal, dan membunuh utsman dengan pedang. [22]
D.
Khalifah ali bin
abi tholib
Ali
aalah putra abi tholib ibn abdulmutholib. Dia adalah adalah sepupu rosulullah
SAW. Karena menikah dengan Fatimah akhirnya ali menjadi menantu rosulullah. Ali
termasuk golongan yang masuk islam pada dakwah pertama dari golongan lelaki.
Pada saat itu usia ali 13 tahun menurut Hasan Ibrahim Hasan Ali, sedang menurut
Muhmudunnasir, ali berumur 9 tahun.[23]
Walaupun ali masih termasuk keluarga rosulullah namun itu bukan jaminan untuk
ali mudah diterima oleh penduduk sebagai pengganti khalifah utsman bin affan.[24]
Ali telah didik oleh rosulullah mulai
kecil, dan bahkan ali dulunya dengan berani menggantikan tidur di atas ranjang
rosulullah. Padahal pada saat itu rosulullah dalam ancaman dibunuh. Dengan
begitu dia termasuk orang pertam yang dijadikan tebusan untuk rosulullah. Ali
selalu mengikuti kemanapun rosulullah pergi, dan termasuk pasukan yang tangguh
dalam medan perang dan memiliki keberanian yang legendaris. Begitu pula ketika
khalifah abu bakar dan utsman.[25]
1.
Terpilihnya
menjadi khalifah.
Pemilihan
khalifah ali berbeda dengan semua khalifah sebelumnya. Memang awal pemilihan
khalifah penduduk menolak, namun disaat pembaiatan penduduk pun ikut membaiat.
Namun tidak untuk khalifah ali. Ada sebagian penduduk yang tidak ingin membaiat
ali sebagai pengganti utsman. Karena sebagian senior tokoh tinggal di Madinah,
maka keabsahan pengankatan ali sebagai khalifah ditolak sebagian penduduk,
terutama mu’awiyah bin abi sofyan.[26]
Padahal banyak pihak yang medukungnya bahkan para pemberontak utsman bin affan
ikut medukungnya termasuk Abdullah bin saba’.[27]
Pembaitan
ali tetap terlaksanakan, orang pertama yang membaiatnya yaitu Tholhah bin
Ubaidillah, dilanjutkan zubair bin awwam, dilanjutkan sa’ad bin abi waqqash.
Kemudian diikuti oleh penduduk Madinah yang terdiri dari kaum anshar dan
mujahirin. Tepat pada tanggal 23 juni 656 M. [28]
2. Kebijakan-kebijakan
Di
awal kepemimpina ali memecat beberapa gubernur yang pernah diangkat olehutsman
bin affan, yang dikarenakan mereka masih termasuk keluarga umayyah. Kebijakan
kedua yaitu pengambilan kembali semua tanah yang pernah di hibahkan pada saat
masa utsman dengan jumlah yang sangat banyak.
Kebijakan ini terlihat tidak adil untuk umayyah, karena untuk menjamin
keamanan pemerintahan pada saat itu. [29]karena
dari golonganmu’awiyah tidak mengakui kekhalifahannya ali bin abi tholib.[30]
Pemerintahan
pada masa khalifah ali terjadi tidak stabil dikarenakan banyaknya pemebrontakan
yang ada. Lebih parahnya lagi pemberontakan yang terjadi dari golongan muslim
sendiri. Pertama dari Aisyah dengan Zubair dan Thalhah.[31]
Yang dikarenakan aisyah tidak sejalan dalam pemikiran dengan ali untuk
pemecahan maalah pembunuh utsman. Pada saat itu Abdullah bin saba’ membubuhi
masalah yang ada dan mengakibatkan adanya perang jamal(36 H/656 M). Dan pada
akhirnya pasukan dari basrhoh sudah kembali, bahkan ali memperlalukan aisyah
dengan baik dan mengantarkannya ke Makkah. Peperangan ini adalah peperangan
pertama yang terjadi diantara dua golongan muslimin.[32]
Khalifah
ali selalu menghindari adanya pertumpahan darah daerah. Pepengan kedua antara
umat muslim yaitu pasukan ali melawan pasukan mu’awiyah. Peperangan yang
terjadi karena khalifah ali menginginkannya penyelesaian bahwa mu’awiyah tidak
menerima ali sebagai khalifah saat itu. Akhirnya terjadilah peperangan antara
ali dengan mu’awiyah yang dinamakan perang siffin(37H/657M). dalam peperangan
tersebut hampir saja pasukan ali memenangkannya, namun pamnglima dari pasukan
mu’awiyah yaitu Amr bin Ash ngacungkan mushaf dengan tombaknya yang berarti adanya
permintaan damai. Sebenarnya khalifah ali mengetahui bahwa itu hanya muslihat,
karena mendapat desakan dari pasukan akhirnya khalifah ali menghentikan
peperangan.[33]
Akhirnya
terjadinya peristiwa Tahkim, yang dimana dari perwakilan dari khalifah ali yaitu
abu musa al-‘asary. Sebaliknya dari pasukan mu’awiyah yang diwakili oleh amr
bin ash. Dalam peristiwa ini dari pihak ali dirugikan oleh mu’awiyah karena amr
bin ash dapat mengalahkan abu musa al’asary. Dengan terpaksa peristiwa tahkim
dimenangkan oleh mu’awiyah.[34]
Dengan
adanya peristiwa tahkim bukanlah akhir dari perdamaian umat islam. Namun masih
ada kelompok ali bin abi tholib yang masih kurang setuju dangan mengalahnya ali
bin abi tholib kepada mu’awiyah. Yakni mereka kelompok khawarij(golongan yang keluar
dari ali). Golongan khawarij sangat mereppotkan ali, yang dimana mereka
memberikan kesempatan untukmendaatkan mesir. Sedangkan kota mesir adalah kota
yang menjadipusat kemakmuran umat islam selama ini. Dengan begitu semakin
melemahnua pasukan ali bin abi tholib karena mendengar bahwa mesir jatuh ke
mu’awiyah.
Belum
cukup dengan membuat pasukan alilemah, golongan dari khawarij mengirimkan orang
untuk menghabisi ali bin abi tholib. Ibnu muljam berhasil membunuh ali bin abi
tholib pada tanggal 20 ramadhan 40 H(660M). Tidak lama pula akhirnya ibnu
muljam tertangkap dan di bunuh pula.[35]ada
masa Khalifah Ali bin Abi thalib.
C. SISTEM
PERGANTIAN KEPALA NEGARA
1.
Abu Bakar
As-Shiddiq
Setelah
wafatnya rasulullah, para sahabat bingung mempermasalahkan siapa yang kelak
akan menggantikan beliau sebaagai kepala negara, dikarenakan sejak awal
rasulullah tidak pernah membicarakan hal itu kepada sahabat-sahabatnya. Akan
tetapi rasulullah telah mengajari para sahabat satu prinsip yaitu musyawarah.
Prinsip ini dapat dibuktikan dalam peristiwa-peristiwa yang terjadi pada setiap
pergantian pemimpin periode Khuafa’ al-Rasyidin, meskipun sedikit berbeda
versi.[36]
Harus
diakui bahwa dalam menentukan pemimpin sebaiknya memikirkan komunitas umat
muslim supaya tidak merugikan mereka. Realitasnya adalah waktu itu terdapat dua
kelompok besar yang saling bersaing lewat pemilihan tersebut, yakni kelompok
Anshor dan Muhajirin.Karena wajar jika kemudian terjadi ketegangan dalam proses
pemilihan Khalifah yang berlangsung di Saqifah Bani Saidah.Keterangan lain
menyebutkan bahwa keompok Bani Hasyim memiliki kepentingan dalam pemilihan
tersebut. Ada juga yang mengatakan suku-suku Nomad mau tunduk pada wilayah
madinah apabila pemimpin mereka bukan dari suku Quraisy.[37]
Golongan Anshor menuntut bahwa mereka adalah
orang-orang yang memberi tempat kepada Nabi pada saat awal-awal menyebarkan
islam.Oleh karena itu, seorang penerus Nabi harus dipilih diantara mereka. Kaum
Anshar mengajukan Sa’ad bin Ubadah, yang mana beliau tidak pernah menyatakan
bai’ahnya kepada Abu Bakar dan Umar sampai akhir hayatnya. Selain itu, kaum Muhajirin menuntut bahwa Abu
Bakar adalah orang yang berhak untuk menggantikan Rasulullah. Bani Hasyim
mengemukakan alasan bahwa Allah dan Nabi Muhammad tidak menyerahkan masyarakat
mukminin kepada kesempatan dan keinginan yang sifatnya sesaatdari badan
pemilih, keluarga Hasyim telah membuat ketetapan yang bagi kepemimpinan islam
yaitu dengan menunjuk orang tertentu untuk menggantikan Rasululah. Sayidina
Ali, saudara sepupu nabi dari pihak ayah, adalah orang yang direncanakan
sebagai pengganti yang sah . Namun alasan Bani Hasyim itu sangat lemah.[38]
Golongan
Anshor dan suku Khazraj mengajukan Sa’ad bin Ubadah, tokoh ini tercatat sebagai
orang yang tidak pernah menyatakan bai’ahnya kepada Abu Bakar dan Umar sampai
akhir hayatnya sebagai calon khaifah. Abu Bakar ( golongan Muhajirin ) awalnya
mengajukan Umar Bin Khattab san Sa’ad bin Ubadah sebagai calon khalifah.[39]
Telah
jelasbahwa golongan Muhajirin maupun Anshar berada di tepi jurang perselisihan
di antara mereka. Abu Bakar berdiri dan merinci jasa-jasa kaum Anshar bagi
tujuan islam. Akan tetapi pada waktu itu, dia menekankan kenyataan bahwa Allah
yang maha kuasa telah menganugrahkan keistimewaan kepada kaum Muhajirin pada
zaman permulaan islam karena mereka mengakui Muhammad sebagai Nabi, menerima
agamanya, tetap bersama beliau baik susah maupun senaang meskipun seluruh
kaumnya menuduh mereka berbohong dan yang menjadi musuh bebuyutan mereka adalah
orang kafir. Merekalah orang-orang yang memperoleh keteladanan di dalam
beribadah kepada Allah di muka bumi dan di dalam beriman kepada-Nya dan
Rasulnya. Sebab itu , mereka mempunyai hak yang paling kuat atas kekhalifahan.
Namun kaum Anshar terus menekan tuntutan mereka. Pertengkaran terus berlanjut .
kemudian kaum Anshar menyarankan bahwa harus ada dua kelompok, tetapi hal ini berarti
menyebabkan pecahnya kesatuan islam.[40]
Abu Bakar menanggapinya secara bijaksana untuk
menghentikan keadaan tersebut , kemudian dia maju ke depan kaum muslimin dan
berkata “ saya akan menyetujui salah seorang yang kalian pilih di antara kedua
orang ini, “ sambil menunjuk Umar dan Abu Ubaidah dan menyebutkan beberapa
kebajikan mereka. Akan tetapi keduanya berkata “ Tidak, kami tidak bisa lebih
mengutamakan kami sendiri daripada Anda di dalam hal ini. Tidak diragukan .
Anda adalah orang yang paling baik diantara kaum Muhajirin. “ Umar, seorang
sangat dinamis dan mempunyai kepribadian kuat , berbicara untuk mendukung Abu
Bakar kepada kaum Anshar. Ketika kedua kelompok mayoritas ini menyetujui, kedua
kelompok yang lainnya, harus menerima keputusan itu. Umar adalah orang yang
pertama melakukan sumpah setia kepada Abu Bakar. Kemudian diikuti oleh Usman,
Abu Ubaidah, dan Abdurrahman bin Auf dan khalayak ramai ikut maju kedepan
dengan tujuan menyatakan kesetiaan kepada Abu Bakar . Dengan adanya itu, maka
Abu Bakar terpiih sebagai Khalifah.[41]
Setelah
terpilihnya Abu Bakar, hari berikutnya umat Islam berkumpul di dalam Masjid
Nabi untuk menyatakan sumpah setia kepada Abu Bakar yang sebenarnya. Ketika
sumpah setia telah selesai diucapkan, Khalifah yang terpilih memberikan
pidatonya kepada hadirin,“ Wahai manusia! Saya telah di angkat untuk
mengendalikan urusanmu, padahal aku bukanlah orang yang terbaik diantaramu.
Maka jika aku menjalankan tugasku dengan baik, ikutlah aku, tetapi jika aku
berbuat salah, maka betulkanlah! Orang
yang kamu pandang kuat, saya pandang lemah, saya mengambil hak daripadanya, sedang
orang yang kamu pandang emah, saya pandang kuat, hingga saya dapat
mengembalikan haknya kepadanya. Hendaklah pandang kuat, hingga saya dapat
mengembalikan haknya kepadanya. Hendaklah kamu taat kepadaku selama aku taat
kepada Allah dan Rasul-Nya, tetapi bilamana aku tiada menaati Allah dan
Rasul-Nya kamu tak perlu menaatiku".[42]
2.
Umar Bin Khattab
Abu
Bakar wafat pada tanggal 634 M /13 H. Sebelum Abu Bakar wafat, beliau menunjuk Umar bin Khattab sebagai
penggantinya. Hal ini merupakan hal yang belum pernah terjadi sebelumnya,
tampaknya penunjukan ini bagi Abu Bakar merupakan hal yang wajar untuk
dilakukan. Ada beberapa faktor yang mendorong Abu Bakar menunjuk Umar menjadi khalifah. Pertama,
kekhawatiran peristiwa yang sangat menegangkan di Tsaqifah Bani Sa’idah yang
nyaris menyeret umat islam ke jurang perpecahan akan terulang lagi, bila ia
tidak menunjuk seorang yang akan menggantikannya. Kedua, kaum Anshar dan
Muhajirin saling mengklaim sebagai golongan yang berhak menjadi khalifah.
Ketiga, umat islam pada saat itu baru saja selesai menumpas kaum murtad dan
pembangkang. Sementara itu, sebagian pasukan mujahidin bertempur di luar
kota Madinah melawan tentara Persia di satu pihak dan tentara Romawi di pihak yang
lainnya.[43]
Umar menyebut dirinya sebagai Khalifah
Khalifati Rasulillah, artinya pengganti dari pengganti rasulullah. Umar juga
memperkenalkan istilah Amir al-Mukminin kepada umat islam. Bila dilihat dalam
catatan sejarah, secara kekeluargaan Umar bin Khattab mempunyai kekerabatan
dengan Rasulullah , yaitu pada kakek buyut ketujuh.Ia termasuk suku Quraisy
berasal dari Banu Adi. Lahir di Mekkah sebelum perang Fajar tiga belas tahun
setelah kelahiran Nabi, atau pada tahun empat puluh sebelum nabi hijrah.[44]
Namun demikian, mengenai
pengangkatan Umar sebagai Khalifah tidak ada hubungannya dengan kekerabatan tersebut,
tetapi memang Umar dinilai sebagai orang yang memilki sifat-sifat kepemimpinan
besar dan selama Pemerintahan Abu Bakar, kepribadiannya berkembang pesat. Perlu
diketahui bahwa setelah Rasulullah wafat, Umar Bin Khattab adalah kandidat yang
di usulkan oleh kaum Muhajirin. Karena ia sangat berpengaruh ketika mengarahkan
orang-orang Madinah untuk menerima Abu Bakar sebagai khalifah, dan hal itu
dapat disimpulkan bahwa ia mereka percayai.. Terpilihnya Umar Bin Khattab
sebagai khalifah, berbeda dengan pendahulunya, Abu Bakar. Ia mendapat mandat
kepercayaan sebagai khalifah kedua tidak melalui pemilihan dalam suatu forum
musyawarah terbuka, tetapi melalui penunjukan atau wasiat oleh khalifah
sebelumnya. Pada dasarnya semua mendukung maksud Abu Bakar untuk menunjuk Umar
sebagai penggantinya, meskipun ada beberapa diantaranya yang tidak
setuju. Ia melakukan tata cara dengan mengadakan musyawarah tertutup dengan beberapa sahabat senior,
diantara mereka adalah Abdurrahman bin Auf dan Usman bin Affan dari
kelompok muhajirin serta As’ad bin
Khudair dari kelompok Anshar.[45]
Abu Bakar berwasiat yang didasarkan pada musyawarah yang berlangsung
sebelumnya ini sangat penting untuk menghindari pertengkaran sebagaimana yang
terjadi di balai pertemuan Bani Saidah sewaktu pengangkatannya menjadi khalifah
dulu, ia khawatir bila tidak segera menunjuk pengganti akan timbul perselisihan
di kalangan sahabat yang dapat lebih memperburuk situasi daripada apa yang
terjadi ketika nabi wafat dulu. Dan pertimbangan Abu Bakar ini menjadikan
masyarakat islam di zaman Umar bin Khattab menjadi kondusif, yang sekaligus
menjadi pondasi penting bagi pengembangan pemerintahannya.
Secara ketatanegaraan, kebijakan yang dilakukan Abu Bakar dengan menunjuk Umar
bin Khattab sebagai penggantinya dianggap kewenangan alternative yang mungkin
dapat dilakukan sebagai kepala negara.
Dilihat
dari istilah yang dipakai, kata khalifah yang berarti pengganti, belum
menunjukkan wujud permanen sistem kepemimpinan yang ada atau menurut pandangan
lain yang menilai bahwa pada masa itu belum terdapat pola baku mengenai cara
pengangkatan khalifah atau kepala negara. Artinya masih ada peluang bagi Abu
Bakar untuk melakukan kebijakan yang berbeda sebelumnya, dan kebijakan ini
masih dalam pertimbangan yang arif, karena didasari beberapa alasan yang bisa diterima
berdasarkan situasi dan kondisi pada saat itu. Dan pada kenyataannya kebijakan
Abu Bakar disetujui oleh umat islam pada saat itu. Setelah Abu Bakar wafat,
Umar bin Khattab dikukuhkan sebagai khalifah kedua pada hari selasa tanggal 22
Jumadil Akhir 13 H / 634 M dalam suatu bai’at umum secara sepakat dan terbuka
di masjid Nabawi. [46]
Sebagaimana
Abu Bakar, Umar bin Khattab setelah di bai’at atau dilantik menjadi khalifah
menyampaikan pidato penerimaan jabatannya di Masjid Nabawi di hadapan kaum
muslimin. Bagian dari pidatonya adalah :
“ Aku telah
dipilih menjadi khalifah. Kerendahan hati Abu Bakar selaras dengan juwanya yang
terbaik diantara kamu dan lebih kuat terhadap kamu dan juga lebih mampu untuk
memikul urusan kamu yang penting-penting. Aku diangkat daam jabatan ini
tidaklah sama dengan beliau. Andaikata aku tahu bahwa ada orang yang lebih kuat
daripadaku untuk memikul jabatan ini, maka memberikan leherku untuk dipotong
lebih aku sukai daripada memikul jabatan ini. ” “ Sesungguhnya Allah menguji
kamu dengan aku dan mengujiku dengan kamu dan membiarkan aku memimpin kamu
sesudah sahabatku. Maka demi Allah, bila ada suatu urusan dari urusan kamu
dihadapkan kepadaku, maka janganlah urusan itu diurus oleh seseorang, selain
aku dan janganlah seseorang menjauhkan diri dari aku, sehingga aku tidak dapat
memilih orang yang benar dan memegang amanah. Jika mereka berbuat baik tentu
akan berbuat baik kepada mereka jika mereka berbuat jahat, maka tentu aku akan
menghukum mereka.”
Pidato
tersebut menggambarkan pandangan umar bahwa jabatan khalifah adaah tugas yang
berat sebagai amanah dan ujian. Antara pemimpin dan yang dipimpin harus
terjalin hubungan timbal balik yang seimbang. Setiap urusan harus diurus dan
diselesaikan oleh khalifah dengan baik. Khalifah harus memilih orang-orang yang
benar dan bisa memegang amanah untuk membantunya, serta hukum harus ditegakkan
terhadap pelaku tanpa memandang dari pihak manapun.[47]
3.
Usman bin Affan
Menjelang
ajalnya, Umar mengangkat dewan yang terdiri dari Usman, Ali bin Abi Thalib,
Zubair bin Awwam, Thalhah, Abdurrahman
bin Auf dan Said bin Abi Waqqas untuk memilih khalifah dari mereka sendiri
jikalau Umar telah wafat. Pada sat itu Thalhah sedang berada di Madinah, sebab
itu kelima calon tersebut harus memutuskan pengganti khalifah.[48]
Dewan-dewan
tersebut diketuai oleh Abdurrahman bin Auf. Mereka semua bermusyawarah hingga
terpilihlah Usman sebagai khalifah. Yang menjadi pertimbangan Umar memilih
mereka yaitu karena mereka berenam itu dulu dinyatakan sebagai calon-calon
penghuni surga, sehingga Umar tidak mendahulukan faktor Muhajirin dan Anshar, karena itu akan menyebabkan perselisihan.[49]
Mekanisme
pemilihan khalifah ini, ditentukan dengan cara berikut: pertama, yang berhak
menjadi khalifah adalah orang yang paling banyak mendapatkan suara. Kedua, jika
suara yang diterima khalifah ada yang sama, maka yang menentukan antara
keduanya adalah Abdullah bin Umar. Ketiga, jika apa yang dipilih oleh Abdullah
bin Umar tidak dapat diterima, maka yang dicalonkan oleh Abdurrahman bin Auf
yang menjadi khalifah. Apabila ada yang menentang pilihan Abdurrahman bin Auf
maka akan dibunuh.[50]
Ada diriwayatkan, bahwa Umar pernah berkata “ andaikata saya menunjuk
siapa yang akan menjadi khalifah sesudah saya, maka telah pernah orang yang
lebih baik dari pada saya ( maksudnya Abu Bakara ) menunjuk orang yang akan
menjadi khalifah sesudahnya. Dan kalau saya tidak menunjuk,
maka telah pernah pula orang yang lebih baik daripada saya ( maksudnya
Rasulullah SAW ) berbuat demikian”.[51]Abdur
Rahman Bin Auf mengusulkan agar dirinya diperkenankan mengundurkan diri, akan
tetapi dia tetap bermusyawarah bersama kaum musimin , dan dia memilih Umar
sebagai seorang yang menjadi khalifah. Usulan Abdur Rahman Bin Auf diterima
oleh para sahabat, dan diadakanlah perjanjian.
Para
sahabat berjanji memenuhi usulan Abdur Rahman Bin Auf , dan Abdur Rahman
berjanji akan berlaku benar dan adil. Kemudian Abdur Rahman bermusyawarah
dengan calon-calon khalifah yang ditunjuk oleh Umar. Pada saat akan adanya pemilihan,
Dari permusyawarahan itu, semua usulan tertuju pada Usman dan Ali. Dalam
menjalankan tugasnya untuk memilih pemimpin umat islam ternyata terjadi
kompetisi yang ketat, yang kemudian berkembang dan menghasilkan polarisasi di
kalangan umat islam. Mereka terpecah menjadi dua kubu , yaitu pendukung Ali
yang dikenal dengan kelompok Bani Hasyim dan pendukung Usman yang dikenal
kelompok Bani Umayyah. Dalam suasana demikian Abdur Rahman bin Auf memanggil
Ali dan Usman secara bergantian dan menyatakan ha yang sama yaitu “ Seandainya
dipilih menjadi Khalifah sanggupkah menegakkan kitab Allah dan Sunnah Rasul dan
mengikuti kebijaksanaan dua khalifah sebelumnya ? “ mendengar jawaban
keduanya, maka diputuskan bahwa Usman yang
terpilih, karena Usman lebih tua daripada Ali dan perilaku beliau lunak
daripada Ali bin Abi Thalib.
Selanjutnya pembai’atan Usman dilakukan pada hari Senin 30 Dzulhijjah 24 H.
Setelah terpilih menjadi khalifah, Usman memeriksa perkara pembunuhan
Ubaidullah yang telah membunuh Hurmuzan dan Jufainah dan seorang anak Abu
Lu’luah yang masih kecil. Meskipun tugas pemilihan khalifah sudah diaksanakan,
tampaknya ada kekecewaan pada diri Ali atas cara yang dipergunakan oleh Abdur
Rahman bin Auf , bahkan menuduh bahwa Usman telah bersekongkol bersama Abdur
Rahman bin Auf. Sebab jika Usman terpilih , maka kelompok Abdur Rahman yang
berkuasa sebab Abdur Rahman bin Auf adalah ipar Usman dan keluarga Umayyah.[52] Umat islam memberikan sumpah setia
kepada Umar. Dengan adanya sumpah tersebut, maka Usman adalah pengganti Umar.
Orang keenam yang di pilih sebagai calon Khalifah yaitu thahah setibanya di
Madinah langsung menyatakan sumpah setianya kepada Usman. [53]
4.
Ali bin Abi
Thalib
Situasi kota Madinah dicekam oleh kerisauan dan kecemasan setelah Khalifah
Usman terbunuh oleh kelompok pemberontak yang terjadi kira-kira selama lima
hari , hal ini bukan karena umat pada saat itu sudah kehilangan pemimpinnya
tapi yang lebih mencemaskan lagi adalah dikuasainya Madinah oleh kelompok
pemberontak. Selanjutnya
kaum pemberontak memaksa penduduk Madinah untuk mencari pengganti khalifah.
Maka penduduk Madinah dan Al-Ghafiq ibn Harb mencari orang yang bersedia
diangkat menjadi khalifah.Sehingga proses pengangkatan Ali bin Abi Thalib
sebagai khalifah, berbeda dengan khalifah-khalifah sebelumnya. Kalau Abu Bakar
diangkat melalui musyawarah terbuka di Tsaqifah bani Saidah, Umar bin Khattab
melalui penunjukan pendahulunya , Utsman bin Affan melalui Majelis al-Syuro
yang dibentuk Umar, sedangkan Ali dipilih menjadi khalifah dalam suasana yang kacau dan tidak banyak
melibatkan sahabat senior. Saat itu ada lima orang yang di calonkan. Namun dua
diantaranya telah menyatakan ketidaktersediaannya, yaitu Sa’ad bin Abi Waqqas
dan Ibnu Umar, sehingga calon yang diharapkan tinggal Ali, Thalhah dan Zuheir.
Ali tampaknya adalah calon yang paling kuat, disamping ia adalah orang yang
pertama kali masuk islam. Maka ketika kaum pemberontak mengumpulkan penduduk
Madinah dan mendesak mereka untuk memilih khalifah, Ali lah yang serentak
mereka pilih. Ali beranggapan bahwa pengangkatan khalifah merupakan urusan
Majlis al-Syura . karena itu, semula ia menolak atas pemilihan tersebut. Ali
menghendaki pengangkatan khalifah melalui musyawarah Ahl al-Syura. Ini
menunjukkan bahwa Ali memang didesak oleh kaum pemberontak dan penduduk Madinah
untuk menerima jabatan khalifah.[54]
Dengan situasi yang terdesak, akhirnya Ali
terpilih menjadi khalifah. Keputusan tersebut diperkuat dengan dibai’atnya Ali
oleh Al-Asytar al-Nakha’I ( orang pertama ) yang kemudian diikuti khalayak,
termasuk Thalhah dan Zubeir walaupun daam keadaan terpaksa. Oleh karena itu,
pada tanggal 23 Juni 656 M, setiap orang memberikan sumpah setia kepadanya, dan
dia dinyatakan sebagai khalifah islam. Pengangkatan Ali sebagai khalifah umat islam
ini sedikit banyak masih menyisakan masalah. Pertama, pemilihan Ali sebagai
khalifah telah diikuti oleh kaum pembangkang yang datang dari berbagai penjuru
untuk mengobarkan pemberontakan pada Utsman. Kedua, sikap netral yang
ditunjukkan oleh beberapa sahabat besar dalam persoalan baiat pada Ali. Dan
ketiga, penuntutan bela atas pembunuhan Utsman yang dilakukan oleh Thalhah,
Zubeir dan Aisyah di satu pihak dan Muawiyah di lain pihak.[55]
Ali
bin Abi Thalib dibai’at oleh semua orang, baik Muhajirin maupun Anshar beserta
sahabat , yaitu Thalhah dan Zubair, akan tetapi ada beberapa sahabat yang tidak
mau untuk membai’at Ali, yaitu Abdulah bin Umar bin Khattab, Muhammad bin
Maslamah, Saad bin Abi Waqqas, Hasan bin Tsabit, dan Abdullah bin Salam. Ibnu
Umar dan Sa’ad bersedia berbai’at setelah semua umat berbai’at. Sedangkan Thalhah
dan Zubair terpaksa berbai’at jika ia diangkat menjadi gubernur Kuffah dan
Basrah. Akan tetapi di riwayat lain menyatakan bahwa mereka mau berbai’at
karena sudah tidak ada lagi yang dipilih, kecuali Ali bin Abi Thalib. Setelah
Ali bin Abi Thalib dibai’at , ia berpidato mengenai penerimaan jabatannya: “ Sesungguhnya
Allah telah menurunkan kitab suci Al-Qur’an sebagai petunjuk yang menerangkan
yang baik dan yang buruk. Kewajiban-kewajiban yang kamu tunaikan kepada
Allahakan membawa kamu ke surga. Sesungguhnya Allah telah mengharamkan apa yang
haram, dan memuliakan kehormatan seorang muslim, berarti memuliakan kehormatan
seluruhnya, dan memuliakan keikhlasan dan tauhid orang-orang muslim. Hendaklah
setia muslim menyelamatkan manusia dengan kebenaran lisan dan tangannya. Tidak
boleh menyakiti seorang muslim, kecuali ada yang membolehkannya. Segeralah kamu
melakukan urusan kepentingan umum. Sesungguhnya ( urusan ) manusia menanti di
dean kamu dan orang yang di belakang kamu sekarang bisa membatasi , meringankan
( urusan ) kamu . bertakwalah kepada Allah sebagai hamba Allah kepada
hamba-hamba-Nya dan negeri-Nya. Sesungguhnya kamu bertanggung jawab ( dalam
segala urusan ) termasuk urusan tanah dan binatang ( lingkungan ). Dan taatlah
kepada Allah dan jangan kamu mendurhakainya. Apabila kamu melihat yang baik,
ambillah dan jika kamu melihat yang buruk, tinggalkanah. Dan ingatlah ketika
kamu berjumlah sedikit agi tertindas di muka bumi. Wahai manusia, kamu telah
membai’at saya sebagaimana yang kamu telah lakukan terhadap khalifah-khalifah
yang dulu saripada saya. Saya hanya boleh menolak sebelum jatuh pilihan. Akan
tetapi jika pilihan telah jatuh, penolakan titak bisa lagi untuk saya lakukan.
Iman harus kuat, teguh, dan rakyat harus tunduk dan patuh. Bai’at terhadap saya
ini adaah bai’at yang merata dan umum. Barang siapa yang mungkir darinya,
terpisahlah dia dari agama islam”. [56]
Sebagai
seorang khalifah, Ali meneruskan cita-cita Abu Bakar dan Umar. Dia akan
mengikuti prinsip-prinsip baitul mal. Dia memutuskan untuk mengembalikan ke
pembendaharaan negara yang diambil alih oleh Bani Umayyah dan lain-lain pada
masa Usman bin Affan sebagai khalifah. Khalifah Ali juga akan mengganti semua
gubernur yang tidak disenangi oleh rakyat. Dia mengangkat Usman bin Hanif
sebagai gubernur Basrah menggantikan Ibnu Amir. Qais dikirim ke Mesir untuk
menjadi gubernur disana menggantika Abdullah. Gubernur-gubernur Kuffa dan Siria
dimintanya meletakkan jabatan, tetapi Muawiyah , gubernur Siria, menolak
menaati Ali sebagai khalifah . oleh karena itu , khalifah Ali harus menghadapi
kesulitan-kesulitan dengan Muawiyah.
D.
PERBEDAAN PEMAHAMAN KEAGAMAAN PADA MASA KHALIFAH ALI BIN ABI THALIB
Dimulai
dari terbunuhnya Usman, dan Ali terpilih naik sebagai khalifah. Terjadi lagi
finah yang cukup menonjol. Pertama terjadinya perselisihan Ali bin Abi Talib di
satu pihak, dengan Talhah bin Ubaidillah dan zubair bin awwam yang juga
melibatkan Aisyah Ummulmukminin di pihak lain, yang dikenal dengan insiden unta
tahun 36 H. (656 M). Beberapa bulan setelah itu Mu’awiyah melancarkan
perang terhadap Ali, dalam Perang Siffin di Raqqah, Timur laut Suria, Pada
zulhizah 36 (juni 657).
Banyak sumber yang meneyebutkan bahwa pasukan
Mu’awiyah sudah hampir kalah, seperti sudah kita lihat diatas, lalu Amr bin Ash
mengusulkan kepada Mu’awiyah mengangkat Qur’an di ujung tombak dan mengajak tahkim dengan Qur’an atas
pertikaian diantara kaum muslimin.Dalam situasi begini inilah muncul politikus
ulung yang sukar di cari tandingannya waktu itu. Amr bin Ash, diplomat yang
cukup terkenal di semenanjung Arab. Ia pandai mencari jalan keluar dalam
situasi sulit. Ia menyarankan kepada Muawiyah agar anggota-anggota pasukannya
yang di garis paling depan mengikatkan mushaf qur’an ke ujung tombak ke ujung tombak sebagai tanda bahwa
perang harus dihentikan dan diadakan perundingan dengan keputusan berdasarkan
hokum Qur’an, yang terkenal dengan sebutan nama tahkim. Melihat kitab suci diikatkan di ujung tombak iyu Ali sangsi
: dengan itikad baik demi perdamaian seperti yang dilakukan insiden unta dulu
ataukah itu sebuah siasat untuk menjebak lawan ? Imam Ali menyadari bahwa itu
adalah suatu tipu muslihat. Tetapi sebagian pemuka pasukannya yang dikenal
orang baik-baik tidak sependapat. Mereka siap berhenti bertempur. Mereka sudah
jemu berperang yang sudah berlangsung selama tiga bulan itu, dan memaksanya
menerima genjatan senjata dengan jalan tahkim.
Perbedaan pendapat ini telah menimbulkan ketidakserasian di antara pengikut
imam Ali yang ingin terus bertempur dengan yang setuju genjatan senjata.[57]
Maka
al-hasil pertempuran itu berhenti, Ali bin Abi thalib langsung mengirim utusan
kepada Mu’awiyah untuk meminta penjelasan atas rencana perdamaian ini.
Mu’awiyah mengatakan kapada utusan Ali untuk masing-masih pihak harus
mneyediakan dua orang wasit yang netral. Ketika berita ini sampai kepada Ali,
Ali mengutus kepada Abdullah bin Qais atau yang dikenal dengan Abu Musa
al-Asy’ary sebagai wakil pengikut Ali, sementara dari pihak Mu’awiyah mengutus
Amr bin As sbegai wakil pengikut Mu’awiyah.
Perundingan
pertama anatara Abu Musa dengan Amr bin As terjadi pada 13 safar 37 Fberuari
658 dalam bentuk Tahkim Al-Qur’an di Azruh. Menurut beberapa sejarawan bahwa
hasil dari perundingan pertama ini tidak dicatat tetapi berlangsung secara
lisan, hal ini menandakan bahwa kedua belah pihak belum mencapai kesepakatan
menegenai pergantian Khalifah Usman bin Affan, oleh karenanya kedua belah pihak
ini mengambil jalan tengah, untuk menyerahkan pemilihan khalifah kepada kaum
muslimin dengan membentuk dewan syura’ untuk menentukan pengganti Khalifah
Usman bin Affan.
Ketika itu Abu Musa berkata kepada Amr
supaya menyampaikan hasil keputusan itu. Seolah-olah dia menonjolkan sikap
rendah hatinya kepada kaum muslimin dengan menuakan Abu Musa sebagai penyampai
hasil keputusan perundingan itu, Abu Musa pun maju dan berkata kepada kaum
Muslimin “ setelah kami mengadakan pembahasan, kami tidak menemukan jalan keluar
yang lebih baik dari masalah yang kemelut ini selain mengambil langkah ini demi
kebaikan kita semua, yaitu kami sudah sama-sama sepakat untuk memecat Ali dan
Mu’awiyah, dan selanjutnya kiita kembalikan kepada majelis syura’ diantara kaum
muslimin itu sendiri “ [58]
Setelah
Abu Musa menyampaikan hasil keputusan itu, Amr bin Ash berdiri dan berkata “
Aku tidak menganggap Ali tepat untuk jabatan kekhalifahan, tetapi menurut
pendapatku Mu’awiyahlah yang pantas kalian pilih untuk jabatan kekahlifahan”
setelah kaum muslimin mendengar statement Amr bin Ash. Terjadilah kegemparan
besar yang membuat kaum muslimin bingung tujuh keliling.
Dengan demikian arbitrasi atau Tahkim ternukti
menjadi sia-sia dan harapan-harapan perdamian telah sirna. Akhirnya dua
kelompok kaum muslimin meninggalkan tempat dengan rasa kecewa yang sangat.
Alipun menyadari bahwa Peneriamaan artbitrasi atau tahkim ini benar-benar
terbukti mendatangkan malapetaka, Ali bagaikan kehilangan kotak sebelum kotak
itu dibuka.
Ketika
Ali r.a. mendengar hasil arbitarsi ini ia mengatakan, “Keputusan itu tidak
didasarkan atas al-Qur’an dan Sunnah Rasul saw. yang mana kedua itu adalah
syarat untuk arbitriasi. Oleh karena itu, tiidak dapat diterima, ketiak Ali
berada di Masjid Jami’kufah dan mengajak kaum muslim untuk mempersiapkan
peperangan terhadap syiria. Dari peristiwa inilah muncul pemberontakan secara
terbuka yang dilakukan oleh sekelompok baru, yang dibernama “Khawarij” kelompok
baru ini sudah tevukti dalam sejarah islam bahwa keolpok ini adalah sangat berbahaya
dari kelompok lain ataupun kelompok yang telah ada sebelumnya.
Sebagaimana hal itu telah dibicarakan dalam
hubungannya dengan pembunuhan Ustman r.a. kaum muslimin telah tebagi kedalam
empat kelompok utama, yakni Utsmani, Syi’ah Ali. Marhabah dan Ahli Sunnah wal
jamaah. Orang-orang Marhabah telah terserap ke dalam kelompok-kelompok
lain.Tiga kelompok yang tersisa tetap ada. Sekarang kelompok keempat dari
orang-orang khawarij telah terbentuk..[59]
Berikut
ini akar-akar Khawarijisme dibentuk dari empat hal :
a) Mereka
memandang “Ali, Utsman, Mu’awiyah, dan para prajurit yang terlibat dalam perang
jamal serta mereka yang membenarkan arbitrasi, sebagai kafir, kecuali mereka
yang menyokong arbitrasi tetapi bertobat setelah itu.
b) Mereka
mengkafirkan siapa saja yang tidak percaya akan kekafiran Ali, Utsman,
Mu’awiyah, serta mereka yang disebutdi butir (a) di atas.
c) Bagi
mereka, iman tidak hanya berarti percaya terhadap sesuatu tanpa menimbang,
tetapi juga menerjemahkan perintah ke dalam perbuatan dan menghindari apa yang
dilarang termasuk bagian dari iman. Iman adalah suatu persenyawaan dari
keyakinan dan perbuatan.
d)
Ada keharusan
tanpa syarat untuk berontak terhadap pemimpin atau pemerintah yang tidak adil.
Mereka percaya bahwa amar ma’ruf nahi
mungkar tidak bersyarat apapun, dan dalam segala keadaan perintah ilahi ini
harus dilaksanakan.
Sesuai
dengan pandangan-pandangan itu, orang-orang ini memulai eksistensi mereka
dengan pengakuan bahwa seluruh manusia di muka bumi adalah kafir, yang darah
mereka halal dan semuanya ahli neraka. Selain itu keyakinan khawarij terhadap
kekhalifahan didinterpretasikan dengan senang oleh para pemikir modern khawarij
mengatkan bahwa khalifah harus dipilih melalui pemilihan bebas dan bahwa orang
yang pantas menduduki jabatan ini adalah orang yang memiliki kelayakan dalam
iman dan kesalehan, baik ia dari suku Quraisy atau bukan, dari suku terpandang
dan masyhur atau dari suku sepele dan terbelakang, Arab atau Ajam. Kemudian
jika setelah terpilih menjadi khalifah namun menjalankan roda pemerintahannya
bertentangan dengan kepentingan umat islam, maka wajib hukumnya ia harus
digulingkan dari kekahalifahan, dan jika ia menolak, maka wajib hukumnya
diperangi sampai tewas. Hal ini Khawarijisme percaya bahwa kekhalifahan adalah
daulah ilahi dan karena itu khalifah tidak boleh selain orang yang diangkat
oleh Tuhan. [60]
Daftar
Pustaka
Mahmudunnasir,
Syed. Islam Konsepsi dan Sejarahnya. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2005
Supriyadi,
Deni. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia. 2016
Sodiqin,
Ali. Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern.
Yogyakarta:Lesfi.2002
Yatim,
Badri. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.2013
Fu’adi,
Imam. Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta: Teras. 2011
Syalabi,
A. Sejarah Kebudayaan Islam, jilid 1. Jakarta: PT. Pustaka Al Husna
Baru.2003.
Audah,
Ali. Ali Bin Abi Thalib Sampai Kepada Hasan dan Husein. Jakarta: PT.
Mitra Kertajaya Indonesia. 2003
Audah,
Ali. Ali Bin Abi Thalib Sampai Kepada Hasan dan Husein. Jakarta: PT.
Mitra Kertajaya Indonesia. 2007
Muthahhari,
Murtadha. Ali bin Abi Thalib, Kekuatan dan Kesempurnaannya. Bandung:
Marja. 2005
Khan,
Majid Ali. Sisi Hidup Para Khalifah Shaleh. Surabaya:Risalah Gusti. 2000
Mas’ud,
Abdurrohman.Sejarah Peradaban Islam.Jakarta:AMZAH.2016
Hamka. Sejarah Umat Islam II.Jakarta: PT. Djaya
Pirusa
Al-‘Usairy,
Ahmad. Sejarah Islam. Jakarta. AKBAR MEDIA. 2010
Jafariyan,
Rosul. Sejarah Khilafah 11H-35H. JakartaAl- Huda. 2006
Aizid,
Rizem. Sejarah Peradaban Islam Terlengkap. Yogyakarta. DIVA PRESS. 2015
Catatan:
1. Makalah ini belum sesuai dengan format artikel acuan. Tolong
diperbaiki.
2. Abstrak hanya satu paragraf saja, tidak lebih.
3. Penulisan footnote masih ada yang salah, tolong
diperbaiki.
4. Pendahuluan bukan berisi materi, tetapi pengantar untuk
memahami materi.
5. Setiap pengutipan dari buku, tolong dicantumkan referensinya.
6. Penutup/Kesimpulan belum ada.
7. Dalam perbedaan pemahaman keagamaan, tolong diberikan
penjelasan mengenai perbedaan dalam tafsir ayat al-Qur’an, hadis, fiqih, dll. Tidak
perlu panjang-panjang, yang penting menunjukkan pada masa itu, perbedaan
pemahaman keagamaan sudah muncul.
8. Pembahasan yang sekiranya tempuk, tolong
dirapikan.
[1] Rosul
Jafariyan, Sejarah Khilafah 11H-35H (Jakarta:Al-huda,2006), hlm 19
[2] Hakam, , Sejarah
Umat Isam jilid II (Jakarta: PT. Djaya Pirusa), hm.19
[3] Ibid, hlm 23
[4] Ibid, hlm 41
[5] Dedi
supriyadi, Sejarah Peradaban Islam,(Bandung:CV PUSTAKA SETIA,2016),hlm 71
[6] Ibid,hlm 77
[7] Ibid, hlm 70
[8] Ahmad
al-‘usairy, Sejarah Islam,(Jakarta:AKBARMEDIA,2010),hlm 154
[9] Imam
fuadi,Sejarah Peradaban Islam,(Yogyakarta:Teras,2011),hlm 31
[10] Ibid,hlm 20
[11] Ibid, hlm 81
[12] Rizem Aizid,
Sejarah Peradaban Islam Terlengkap,(Yogyakarta:DIVA Press, 2015),hlm208-211.
[13] Ibid,hlm38-40
[14] Ibid,hlm 41
[15] Ibid, hlm 213
[16] Ibid, hlm 214
[17] Drs.Samsul
Munir Amin,M.A, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta:Sinar Grafika,2016),hlm 104
[18] Ibid, hlm 165
[19] Ibid, hlm 105
[20] Ibid, hlm 105
[21] Ibud, hlm 169
[22] Ibid, hlm 170
[23] Ibid, hlm 95
[24] Ibid, hml 109
[25] Ibid, hlm
172-173
[26] Ibid, hlm 234
[27] Ibid, hlm 96
[28] Ibid. hlm 19
[29] Ibid, 173
[30] Ibid. hlm 19
[31] Ibid, hlm 174
[32] Ibid, 174-175
[33] Ibid, hlm
174-175
[34] Ibid, hlm 98
[35] Ibid, hlm
242-243
[36]Ali sodiqin, Sejarah
Peradaban Islam ( Yogyakarta : Lesfi , 2002 ) , hlm. 45
[37]Imam Fu’ad,Sejarah
Peradaban Isam (Yogyakarta:Teras,2011), hlm.21-22
[38] Syed
Mahmudunnasir,Islam Konsepsi dan Sejarahnya, terj. Adang Affandi (
Bandung:PT. Remaja Rosdakarya,2005), hlm.135-136
[42]A.Syalabi, Sejarah
Kebudayaan Islam , Jilid 1, terj. Mukhtar Yahya (Jakarta: PT. Pustaka Al
Husna Baru), hlm 196.
[48] Ibid, hlm. 158
[57] Ali bin Abi
thalib sampai kepada hasan dan husain hal :323-324
[58] Ali bin Abi
thalib sampai kepada hasan dan husain cetakan ke 3hal :262-263
[59] Sisi hidup
para khalifah saleh hal : 228-229
[60] Ali bin Abi
Thalib kekuatan dan kesempurnaannya hal : 113-116
Tidak ada komentar:
Posting Komentar