Makkiyah dan Madaniyah
Nuroniatul Khusnia, Nur Lailatul
Fitroh
Mahasiswa jurusan Pendidikan Ilmu
PengSetahuan Sosial
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim Malang
Angkatan 2015
e-mail: Neyrachubiz@yahoo.co.id
Abstract
Qur'an
is Kalamullah that was revealed to Prophet Muhammad through the angel Gabriel
intermediary addressed to the Followers (ummah) of the Prophet Muhammad as a
way of life and the Qur'an has a very long history. One important thing to note
in the history of the Qur'an is the descent of each ayah. In the 'Ulumul
Qur'an, the process of decline in the Qur'an is divided into two, namely
Makkiyah and Madaniyah. Briefly Makkiyah is the Mecca verses, and Madaniyah are
the verses of the Medina. However, the scholars' gives a more detailed
definition, among others Makkiyah surah is a verse of ayah in the Quran that
down before Hijrah (moving) Rasul and Madaniyah is a verse of ayah in the Quran
which was revealed after the Hijrah, between them, have a different character.
And also learning Makkiyah and Madaniyah has many purposes, as to help
interpreted the Al-Qur’an.
Keywords:
Al-Qur’an, Makkiyah, Madaniyah.
Abstrak
Al-Qur’an
adalah Kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara
malaikat jibril yang ditujukan kepada ummat Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman
hidup dan Al-Qur’an mempunyai sejarah yang sangat panjang. Salah satu hal yang
penting untuk diketahui dalam sejarah Al-Qur’an adalah proses turunnya dari
masing-masing ayat. Dalam ‘ulumul Qur’an, proses turunnya Al-Qur’an terbagi
menjadi dua, yakni Makkiyah dan Madaniyah. Secara singkat Makkiyah adalah
ayat-ayat Mekkah, dan Madaniyyah adalah ayat-ayat Madinah. Namun, para ulama’
memberikan definisi yang lebih rinci antara lain Makkiyah merupakan ayat
Al-Qur’an yang turun sebelum hijrah Rasul dan Madaniyyah merupakan ayat
Al-Qur’an yang diturunkan sesudah hijrah, diantara keduanya mempunyai karakter
yang berbeda. Dan belajar makkiyah dan madaniyyah juga mempunyai tujuan, salah
satunya adalah membantu dalam menafsirkan Al-qur’an.
Kata
kunci: Al-Qur’an, Makkiyah, Madaniyah.
A.
Pendahuluan
Al-Qur’an
merupakan kalam Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui atau
dengan perantara Ruh Al-Amien (Malaikat Jibril). Yang mana proses diturunkannya
tidak serta merta dalam satu waktu, tetapi secara berangsur-angsur, hal ini
tentu memiliki alasan salah satunya adalah supaya manusia dapat melaksanakan
perintah dan larangan dari al-qur’an secara bertahap. Al-qur’an juga di
turunkan dalam Bahasa arab. Panjangnya perjalanan sejarah al-qur’an tidak hanya
sampai di situ saja. Al-qur’an juga mempunya pengkhususan dari hal makiyyah
dan madaniyyah. Dimana terdapat banyak perselisihan pendapat. Apakah
merupakan istiah yang digunakan untuk jenis surat yang turun didaerah tersebut,
atau surat yang diperuntukkan bagi warga daerah tersebut atau ayat yang turun
sebelum dan setelah hijrah.
Dalam artikel
ini dijelaskan jika penafsiran arti dari makkiyah dan madaniyah dapat ditinjau
dari beberapa aspek juga dilihat dari suatu teori tertentu. Juga dijelaskan
mengenai kaidah lam menentukan ayat makkiyah dan madaniyah. Tidak hanya itu
saja tetapi penjelasan mengenai tujuan dari mempelajari Makkiyah dan madaniyah.
B.
Pengertian Makkiyah dan Madaniyah.
Makkiyah
adalah istilah yang diberikan kepada ayat Al Qur'an yang diturunkan di Mekkah atau
diturunkan sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah. Sebuah surat
dapat terdiri atas ayat-ayat yang diturunkan di Mekkah secara keseluruhan namun
bisa juga sebagian diturunkan di Madinah (Madaniyah).[1]
Menurut Teori
“Mulhaz at Zaman al-Nuzul” (teori histori), yaitu teori
yang didasarkan pada sejarah waktu turunnya Al-qur’an. Landasan sejarah teori
ini adalah hijrah Nabi Muhammad SAW. Dari mekkah ke Medinah. Menurut teori ini,
Makiyyah adalah ayat-ayat Al-qur’an yang diturunkan sebelum hijrah Nabi
Muhammad saw ke Madinah. Walaupun ayat-ayat tersebut turun diluar kota mekkah,
seperti di Mina, Arafah, Hudaibiyah. Sedangkan Madaniyah adalah ayat-ayat yang
diturunkan setelah hijrah Nabi Muhammad saw. Ke medinah, walaupun diturunkan di
kota Mekah dan sekitarnya, sepertinya di Badar, Uhud, Arafah dan Mekah.[2]
Lantaran Nabi
Muhammad SAW selama menjadi Nabi-pesuruh ALLAH itu bertempat tingga di dua
kota, yakni kota mekkah dan di kota madinh, maka turunnya Al-Qur’an itu ada
terbagi atas dua bagian, artinya: sebagian diturunkan selama Nabi berada di
mekkah, dan sebagian yang lain diturunkan di medinah. Oeh sebab itu, maka
ayat-ayat dan surat-surat Al-Qur’an yang diturunkandi Mekkah lalu dinamakan “Makiyyah”
(bangsa mekkah), dan yang diturunkan di Madinah lalu dinamakan “Madaniyyah”
(Bangsa Madinah).[3]
Studi makkiyah
adalah studi sejarah, studi sirah, dan studi tentang kejadian tertentu yang
memerlukan penyaksian langsung. Oleh karena itu, tak ada jalan lain yang dapat
membantu di dalam memahami ayat-ayat mana saja yang terbilang makkiyah dan
ayat-ayat mana saja yang termasuk madaniyyah, kecuali dari para sahabat
Rasulullah SAW. Karena merekalah yang mengikuti perjalanan hidup Rasulullah
SAW. Baik perjalanan ketika di mekkah maupun ketika di madinah. Sehingga mereka
tau mengenai ayat-ayat apa saja yang diturunkan di mekkah ataupun dimadinah
beserta dengan bagaimana kondisi ataupun sebab tertentu yang menentukan isi
pesan ataupun makna yang terkandung dalam ayat tersebut.[4]
Studi tentang
ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyah sesungguhnya tidak lebih dari memahami
pengelompokan ayat-ayat Al-Qur’an berdasarkan waktu dan tempat turunnya. Dalam
hubungan tersebut, para pakar telah mengemukakan definisi mengenai Makkiyah dan
Madaniyyah, yaitu:
1.
Makkiyah merupakan ayat-ayat Al-Qur’an yang
diturunkan sebelum Rasulullah berhijrah (periode Mekkah). Sedangkan Madaniyyah
merupakan ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan setelah Rasulullah berhijrah
(periode Madinah). Pendefinisian ini berdasarkan pada masa ayat tersebut
diturunkan. Sehingga, jika ayat-ayat Al-Qur’an turun setelah berhijrah meskipun
disekitar Mekkah maka ayat tersebut tetap diklasifikasikan sebagai Madaniyyah.
2.
Makkiyah merupakan ayat-ayat Al-Qur’an yang
turun di Mekkah dan Madaniyyah merupakan ayat-ayat Al-Qur’an yang turun di
Madinah. Definisi mengenai makkiyah ini didasarkan pada tempat dimana ayat itu
diturunkan. Sehingga, meskipun ada ayat turun di mekkah setelah Rasulullah
berhijrah maka ayat-ayat Al-Qur’an tersebut tetap disebut sebagai makkiyah.
3.
Makkiyah merupakan ayat-ayat Al-Qur’an yang
khitab-nya ditujukan kepada orang-orang mekkah, sedangkan madaniyyah yaitu
ayat-ayat Al-Qur’an yang khitab-nya ditujukan kepada penduduk madinah.
Pendefinisian ayat makkiyah dan madaniyyah ini berdasarkan objek pewahyuan atau
objek seruan.[5]
Masa
turunnya Al-Qur’an terbagi menjadi dua, yaitu: sebelum hijrah nabi dan
sesudahnya.
a)
Pertama: masa
Rasul SAW tinggal di Makkah, selama 12 tahun 5 bulan 12 hari, terhitung sejak
tanggal 17 Ramadhan tahun ke-41 dari kelahirannya, sampai Rabiul-Awal tahun
ke-54 sejak kelahirannya. Semua ayat yang diturunkan di Makkah dan sekitarnya,
sebelum hijrah, disebut ayat Makkiyah.
b)
Kedua: ayat-ayat
yang turunnya sesudah Nabi SAW hijrah ke
Madinah, sekalipun tidak persis turun di Madinah, disebut ayat Madaniyyah. Ayat
yang tergolong kategori Madaniyyah berjumlah sekitar 11/30 (dari keseluruhan
Al-Qur’an).[6]
Sama halnya
dalam buku Antropologi Al-Qur’an karangan Dr. Ali Sodikin yang menjelaskan
reformasi masyarakat arab yang terjadi selama masa pewahyuan Al-Qur’an dapat
dibagi dalam dua fase, yakni fase Makkah dan fase Madinah. Pembagian ini
didasarkan pada beberapa pertimbangan.
Pertama, dalam
ulum al-Qur’an, ayat-ayat Al-Qur’an dibedakan menurut tempat atau kapan
turunnya. Konsep ini dikenal dnegan istilah Makkiyah dan Madaniyyah. Makkiyah
adalah sebutan untuk ayat-ayat Al-Qur’an yang turun sebelum Nabi hijrah ke
Madinah, sedangkan ayat Madaniyyah adalah ayat yang turun pasca hijrah.
Kedua, antara
ayat Makkiyah dan Madaniyyah memiliki karakteristik yng berbeda. Karakteristik
tersebut terlihat dari corak pesan-pesan Al-Qur’an yang turun pada kedua fase
tersebut. Corak tersebut menandakan sebuah reformasi yang diinginkan Al-Qur’an
berdasarkan situasi dan kondisi tempat turunnya.
Ketiga,
kondisi umat islam pada masa sebelum dan sesudah hijrah memiliki perbedaan pada
karakter, heterogenitas, dan struktur masyarakatnya. Beberapa perbedaan
tersebut memungkinkan untuk menjelaskannya secara terpisah, agar dapat
ditemukan ciri khas reformasi yang terjadi dalam setiap fasenya.[7]
C.
Tanda-tanda (ciri-ciri) dalam
mengetahui makkiyah dan madaniyyah
Ayat-ayat yang
diturunkan di Makkah (yang dinamai Makiyyah) mempunyai beberapa tanda.
1.
Ayat-ayat makiyyah itu pendek-pendek dan
dinamai ayat-ayat Qishar. Sedang ayat-ayat Madaniyyah panjang-panjang
dan dinamai ayat-ayat Thiwal. Buktinya, surat-surat yang di turunkan di
Madinah hanya 11/30 Al-qur’an. Bilangan ayatnya 1456 (seribu empat ratus lima
puluh enam).
Lihatlah juz Qad Sami’na yang
diturunkan di Madinah. Ayatnya hanya serratus tiga puluh tujuh (137). Dan juz
Tabaraka yang diturunkan di Makkah bilangan ayatnya empa ratus tiga puluh
satu (431). Ini menurut kebanyakannya.
2.
Kebanyakan firman Allah dalam surat Madaniyyah
dimulai dengan perkataan:
“wahai segala mereka yang telah beriman”.
يَأَيُهَا اَلَّذِيْنَ
امَنُوْا
Cuma ada tujuh ayat saja dari madaniyyah yang
dimulai dengan:
“wahai segala manusia”
يَأ يُهَاالَناَّسُ
a.
Ya aiyuhannasu u’budu rabbakum- (ayat 21. S.
2: Al-Baqarah).
b.
Ya ayuhannasu kulu mimma fil ardli- (ayat 168.
S. 4: An Nisa).
c.
In yasya’ yudzhibkum aiyuhannas- (ayat 1. S.
4: An Nisa)
d.
Ya aiyuhannasu qad ja-a kum burhanun- (ayat 132.
S. 4: An Nisa)
e.
Ya aiyuhannasu qad ja-a kumur Rasulu- (ayat
169 S. 4: An Nisa)
f.
Ya aiyuhannasu qad ja-a kum burhanun- (ayat
137 S. 4: An Nisa)
g.
Ya aiyuhannasi inna Khalaqnakum min dzakarin-
(ayat 3 S. 49: Al Hujurat).
3.
Ayat-ayat Makiyyah kebanyakannya mengandung
soal tauhid, soal keeprcayaan, adanya Allah, hal ihwal ‘adzab dan nikmat dihari
kemudian serta urusan-urusan kebaikan.
Dalam buku Ulumul Qur’an karangan
Dr. Rosihon Anwar dijelaskan bahwa Para sarjana muslim berpegang teguh pada dua
pendekatan dalam menetapkan mana ayat
Al-Qur’an yang termasuk dalam kategori makkiyah maupun madaniyyah. Pendekatan
yang digunakan antara lain:
1.
Pendekatan transmisi (periwayatan)
dengan menggunakan perangkat
pendekatan ini, para sarjana muslim mengklasifikasikan atau menetapkan ayat
mana yang termasuk makiyyah atau madaniyyah merujuk kepada riwayat-riwayat yang
berasal dari para sahabat atau para generasi tabi’in. Riwayat yang berasal dari
para sahabat atau generasi tabi’in merupakan riwayat yang valid. Karena para
sahabat yaitu orang-orang yang kemingkinan besar menyaksikan bagaimana turunnya
wahyu dan paa generasi tabi’in yang saling bertemu dan dan mendengar langsung dari sahabat
mengenai aspek-aspek yang berkaitan dengan proses kewahyuan Al-Qur’an yang
didalamnya juga terdapat informasi kronologis Al-Qur’an.
Para sarjana muslim telah menyimpan
atau merekam beberapa informasi yang diperoleh dari para sahabat mengenai
makkiyah dan madaniyyah dalam beberapa tulisan. Antara lain yaitu dalam
kitab-kitab tafsir bi Al-matsur, tulisan-tulisan tentang asbab An-Nuzul,
pembahasan ilmu-ilmu Al-Qur’an, dan beberapa jenis tulisan-tulisan yang
lainnya.
2.
Pendekatan analogi (Qiyas)
Ketika melakukan kategorisasi
makkiyah dan madaniyyah, para sarjana muslim penganut analogi bertolak dari
ciri-ciri spesifik dari kedua klasifikasi itu. Dengan demikian, bila dalam
surat makkiyah terdapat sebuah ayat khusus yang memiliki ciri-ciri khusus
madaniyyah, ayat ini termasuk kategori ayat madaniyyah.[10]
Begitupun sebaliknya, ketika dalam surat madaniyyah terdapat ayat khusus yang
memiliki ciri-ciri khusus makkiyah maka juga dikategorikan sebagai ayat
makkiyah.
Para
sarjana muslim merumuskan beberapa ciri-ciri spesifik mengenai makkiyah dan
madaniyyah. Mereka menggunakan dua titik tekan yaitu titik tekan analogi dan
titik tekan tematis.
Berdasarkan
titik tekan yang pertama yaitu titik tekan anlogi, maka ciri-ciri khususnya
yaitu sebagai berikut:
1.
Makkiyah
a.
Didalamnya terdapat sujud tilawah di sebagian
atau seluruh ayat-ayatnya (ayat sajdah)
b.
Ayat-ayatnya dimulai dengan kata kalla;
c.
Dimulai dengan ungkapan “ya ayyuha an-nas” dan
tidak ada ayat yang dimulai dengan “ya ayyuha Al-ladzina”, kecuali dalam
surat Al-Hajj (22), karena di penghujung surat itu terdapat sebuah ayat yang
dimulai dnegan ungkapan “ya ayyuha Al-ladzina”;
d.
mengandung tema kisah para nabi dan umat-umat
terdahulu;
e.
Ayat-ayatnya memuat tentang kisah Nabi Adam
dan Iblis (kecuali surat Al-Baqarah);
f.
Ayat-ayatnya dimulai dengan huruf-huruf
terpotong-potong (huruf at-tahajji seperti qaf, nun, dan ha mim) seperti alif lam mim
dan sebagainya (kecuali surat Al-Baqarah).
2.
Madaniyyah
a.
Mengandung ketentuan-ketentuan atau mengenai
hukum-hukum faraidh, hudud, qishash, dan jihad;
b.
Menyebut sindiran-sindiran terhadap orang
munafik (kecuali surat Al-Ankabut);
c.
Mengandung uraian mengenai perdebatan dengan
Ahli Kitabin yaitu yahudi dan nasrani.
Sedangkan menurut titik tekan yang
kedua yaitu titik tekan tematis bahwa ciri-ciri spesifik makkiyah dan madaniyyah adalah sebagai
berikut.
Makiyyah
a.
Menjelaskan ajakan monotheisme, ibadah kepada
Allah semata, penetapan risalah kenabian, penetapan hari kebangkitan dan
pembalasan, uraian tentang kiamat dan perihalnya, neraka dan siksanya, surga
dan kenikmatannya, dan mendebat kelompok musyrikin dengan
argumentasi-argumentasi rasional da naqli;
b.
Menetapkan fondasi-fondasi umum bagi
pembentukan hukum syara’ dan keutamaan-keutamaan akhlak yang harus dimiliki
anggota masyarakat. Juga berisi celaan-celaan terhadap
kriminalitas-kriminalitas yang dilakukan kelmpok musyrikin, mengonsumsi harta
anak yatim secara zalim serta uraian tentang hak-hak;
c.
Menuturkan kisah para nabi dan umat-umat
terdahulu serta perjuangan Muhammad dalam menghadapi tantangan-tantangan
kelompok musyrikin;
d.
Ayat dan suratnya pendek-pendek dan nada serta
perkataannya agak keras dan,
e.
Banyak mengandung kata-kata sumpah.
Madaniyyah
a.
Menjelaskan permasalahan ibadah, muamalah, hudud,
bangunan rumah tangga, warisan, keutamaan jihad, kehidupan sosial,
aturan-aturan pemerintah menangani perdamaian dan peperangan, serta
persoalan-persoalan pembentukan hukum syara’;
b.
Mengkhitabi Ahli Kitab Yahudi dan Nasrani dan
mengajaknya masuk Islam, juga menguraikan perbuatan mereka yang telah
menyimpangkan kitab Allah dan menjauhi kebenaran serta perselisihannya setelah
datang kebenaran;
c.
Mengungkap langkah-langkah orang-orang
munafik;
d.
Surat dan sebagian ayat-ayatnya
panjang-panjang serta menjelaskan hukum dengan terang dan menggunkan ushlub
yang terang pula[11]
Laporan-laporan
sejarah telah membuktikan adanya sistem sosio-kultural yang berbeda antara
mekkah dan madinah. Mekah dihuni komunitas atheis yang keras kepala dengan
aksinya yang selalu menghalangi dakwah Nabi dan para sahabatnya, sedangkan di
madinah setelah Nabi hijrah kesana terdapat tiga komunitas: kmunitas muslim
yang terdiri dari kelompok Muhajirin dan Anshar, komunitas munafik, dan
komunitas yahudi. Al-Qur’an menyadari benar perbedaan sosio-kultural antara
kedua tempat itu. Oleh karena itu, alur pembicaraan ayat yang diturunkan bagi
penghuni Mekkah sangat berbeda dengan alur yang diturunkan bagi penduduk
Madinah.[12]
Ulama
menyadari bahwa pemisahan antara makki dan madani tidak selalu pasti. Sebab, di
antara teks-teks madaniyyah terdapat teks-teks yang memuat karakteristik teks
makkiyyah. Demikian pula sebaliknya, di antara teks-teks makkiyah terdapat
karakteristik teks madaniyyah.[13]. Misalnya
yaitu surat Al-Baqarah yang diklasifikasikan sebagai surat madaniyyah, namun
didalam surat tersebut terdapat kalimat yaa ayyunnaas yang menjadi dhawabith
ayat-ayat Makkiyah.
Pengklasifikasian
antara surat makkiyah dan madaniyyah masih terdapat sebuah kemiripan-kemiripan
yang sulit untuk ditangkap dengan beberapa syarat. Imam Al-Suyuthiy memberikan
sebuah contoh, yaitu
الذينيجتنبونكباءرالاءثمؤالفواحش
اءلامللمم
“mereka yang menjauhi dosa-dosa
besar dan perbuatan keji yang selain kesalahan-kesalahan kecil” (QS. Al-Najm
[53]:52)
Ulama’
menanggap bahwa الفواحش (perbuatan-perbuatan yang keji) merupakan sebuah pelanggaran
hukum yang mengakibatkan had, sedangkan كباءر (dosa-dosa yang besar) merupakan semua dosa yang bisa mengakibatkan
para pelakunya masuk ke dalam neraka. اللمم yang diterjemahkan menjadi
kesalahan-kesalahan kecil yang menurut Al-Suyuthiy merupakan kesalahan yang
berbobot di antara kaba’ir dan Al-Fawahisy. padahal saat itu
masih belum dikenal adanya had, sedaangkan surat tersebut tergolong ke
dalam surat makkiyah. Sehingga, Al-Suyuthiy lebih menyukai untuk menerjemahkan fawahisy
dengan kaba’ir atau dosa besar. Dan kata kaba’ir ia definisikan
sebagai pelanggaran yang mengakibatkan mendapat siksaan yang berat (keras).
Namun menurut
Suyuthiy, sebagian ulama mengecualikan ayat tersebut yaitu sebagai ayat
madaniyah yang terdapat pada surat yang tergolong makkiyah. Pengecualian ini
disesuaikan dengan kata fawahisy yang didefinisikan sebagai dosa yang
bisa mengakibatkan had. Sehingga ayat tersebut tergolong ke dalam ayat
Madaniyyah. Suyuthiy juga menjelaskan bahwa ada sebagian ulama yang menggunakan
pendekatan ijtihad dalam menetapkan pengecualian suatu ayat, baik ayat makkiyah
maupun ayat madaniyyah.[14]
Sebelumnya
perlu dijelaskan bahwa ayat-ayat Mekkah atau Madinah dapat diketahui dengan dua
cara:
1. Naqly: yaitu melalui informasi riwayat yang
menjelaskan secara gamblang tentang pernurunan ayat-ayat itu (cara ini masuk
dalam bahasan Asbab an-Nuzul di atas);
2. Qiyasi: yaitu melalui proses-proses analogis,
sesuai dengan karakter-karakter khusus yang ada pada ayat Mekkah atau Madinah.[15]
D.
Klasifikasi Surat Makkiyah dan
Madaniyah
Nama Surat Makkiyah[16]
Angka
tertib turunnya
|
Nama surat
|
Angka surat
|
Jumlah ayat
|
1
|
Al Fatihah
|
1
|
7
|
2
|
Al ‘Alaq
|
96
|
19
|
3
|
Al Qalam
|
68
|
52
|
4
|
Al Muzzamil
|
73
|
20
|
5
|
Al Muddatsir
|
74
|
56
|
6
|
Al Lahab
|
111
|
5
|
7
|
At Takwir
|
81
|
29
|
8
|
Al A’la
|
87
|
19
|
9
|
Al Lail
|
92
|
21
|
10
|
Al Fajr
|
89
|
30
|
11
|
Ad Dhuha
|
93
|
11
|
12
|
Al Insyirah
|
94
|
8
|
13
|
Al ‘Ashr
|
103
|
3
|
14
|
Al’Adiyat
|
100
|
11
|
15
|
Al Kautsar
|
108
|
3
|
16
|
At Takatsur
|
102
|
8
|
17
|
Al Ma’uun
|
107
|
7
|
18
|
Al Kafirun
|
109
|
6
|
19
|
Al Fiil
|
105
|
5
|
20
|
Al Falaq
|
113
|
5
|
21
|
An Nas
|
114
|
6
|
22
|
Al Ikhlas
|
112
|
4
|
23
|
An Najm
|
53
|
62
|
24
|
‘Abasa
|
80
|
42
|
25
|
Al Qadar
|
97
|
5
|
26
|
As Syams
|
91
|
15
|
27
|
Al Buruj
|
85
|
22
|
28
|
At Tiin
|
95
|
8
|
29
|
Al Quraisy
|
106
|
4
|
30
|
Al Qari’ah
|
101
|
10
|
31
|
Al Qiyamah
|
75
|
40
|
32
|
Al Humazah
|
104
|
9
|
33
|
Al Mursalat
|
77
|
50
|
34
|
Qaaf
|
50
|
45
|
35
|
Al Balad
|
90
|
20
|
36
|
At-Thariq
|
86
|
17
|
37
|
Al Qamar
|
54
|
55
|
38
|
Shaad
|
38
|
88
|
39
|
Al A’raf
|
7
|
206
|
40
|
Al Jinn
|
72
|
28
|
41
|
Yaasin
|
36
|
83
|
42
|
Al Furqan
|
25
|
77
|
43
|
Al Fathir
|
35
|
45
|
44
|
Maryam
|
19
|
99
|
45
|
Thaaha
|
20
|
135
|
46
|
Al Waqi’ah
|
56
|
96
|
47
|
As Syu’ara
|
26
|
227
|
48
|
An Naml
|
27
|
93
|
48
|
Al Qashash
|
28
|
88
|
50
|
Al Israa
|
17
|
111
|
51
|
Yunus
|
10
|
109
|
52
|
Hud
|
11
|
123
|
53
|
Yusuf
|
12
|
111
|
54
|
Al Hijr
|
15
|
99
|
55
|
Al An’am
|
6
|
165
|
56
|
As Shaffat
|
37
|
182
|
57
|
Luqman
|
31
|
34
|
58
|
Saba
|
34
|
54
|
59
|
Az Zumr
|
39
|
75
|
60
|
Al Mu’min
|
40
|
85
|
61
|
Haamim Sajdah
|
41
|
54
|
62
|
As Syura
|
42
|
53
|
63
|
Az Zukhraf
|
43
|
89
|
64
|
Ad Dukhan
|
44
|
59
|
65
|
Al Jatsiyah
|
45
|
37
|
66
|
Al Ahqaf
|
46
|
35
|
67
|
Ad Dzariyat
|
51
|
60
|
68
|
Al Ghasiyah
|
88
|
26
|
69
|
Al Kahfi
|
18
|
110
|
70
|
An Nahl
|
16
|
128
|
71
|
Nuh
|
71
|
28
|
72
|
Ibrahim
|
14
|
52
|
73
|
Al Anbiya’
|
21
|
112
|
74
|
Al Mu’minun
|
23
|
118
|
75
|
As Sajdah
|
32
|
30
|
76
|
At Thur
|
52
|
49
|
77
|
Al Mulk
|
67
|
30
|
78
|
Al Haqqah
|
69
|
52
|
79
|
Al Ma’arij
|
70
|
44
|
80
|
An Naba
|
78
|
40
|
81
|
An Nzi’at
|
79
|
46
|
82
|
Al Infithar
|
82
|
19
|
83
|
Al Insyiqaq
|
84
|
25
|
84
|
Ar Rum
|
30
|
60
|
85
|
Al ‘Ankabut
|
29
|
69
|
86
|
At Tathfif
|
83
|
36
|
Surah-surah
madaniyyah
|
|||
Angka
tertib turunnya
|
Nama surat
|
Angka surat
|
Jumlah ayat
|
1
|
Al Baqarah
|
2
|
286
|
2
|
Al Anfal
|
8
|
75
|
3
|
Al Imran
|
3
|
200
|
4
|
Al Ahzab
|
33
|
73
|
5
|
Al Mumtahamah
|
60
|
13
|
6
|
An Nisaa
|
4
|
176
|
7
|
Az Zilzal
|
99
|
8
|
8
|
Al Hadid
|
57
|
29
|
9
|
Al Qital
|
47
|
38
|
10
|
Ar Ra’ad
|
13
|
43
|
11
|
Ar Rahman
|
55
|
78
|
12
|
Ad Dahr
|
76
|
31
|
13
|
At Thalaz
|
65
|
12
|
14
|
Al Bayyinah
|
98
|
8
|
15
|
Al Hayr
|
59
|
24
|
16
|
An Nashr
|
110
|
3
|
17
|
An Nur
|
24
|
64
|
18
|
Al Haj
|
22
|
78
|
19
|
Al Munafiqun
|
63
|
11
|
20
|
Al Mujadalah
|
58
|
22
|
21
|
Al Hujurat
|
49
|
18
|
22
|
At Tahrim
|
66
|
12
|
23
|
As Shaf
|
61
|
14
|
24
|
Al Jumuah
|
62
|
11
|
25
|
At Tghabun
|
64
|
18
|
26
|
Al Fath
|
48
|
29
|
27
|
Al Ma’idah
|
5
|
120
|
28
|
At Taubah
|
9
|
130
|
E.
Kegunaan mempelajari makkiyah dan
madaniyah
Belajar
mengenai makkiyah dan madaniyah berarti kita telah belajar mengenai bagaimana
penglasifikasian ayat-ayat Al-Qur’an. Pengklasifikasian ini bisa berdasarkan
waktu maupun tempat ayat tersebut diturunkan. Sehingga cara penafsiran
ayat-ayat tersebut juga harus memperhatikan bagaimana kondisi kronologis
kejadian yang terjadi ketika Al-Qur’an itu diturunkan. seseorang yang menguasai
mekkiyah madaniyah akan mendapatkan beberapa manfaat dan memudahkan seseorang
dalam mendalami Al-Qur’an. Bahkan seseorang yang hendak mengetahui Al-Qur’an
tanpa memahami ayat-ayat makkiyah dan apa itu ayt-ayat madaniyah bisa-bisa
terjebak kedalam kesalahan yang fatal.[17]
Berdasarkan
beberapa referensi lain, ada beberapa manfaat yang kita peroleh setelah
mengetahui kategorisasi surat maupun ayat yang tergolong dalam makkiyyah maupun
madaniyyah, antara lain :
1.
Membantu seseorang dalam menafsirkan Al-Qur’an
Hingga saat ini, banyak sekali
bentuk-bentuk penafsiran mengenai ayat-ayat Al-Qur’an. Namun, kita terkadang
tidak mengetahui bagaimana penafsiran sebenarnya yang benar dan bisa dijadikan
sebagai pedoman. Penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an sangat berpengaruh terhadap
pemahaman seseorang terhadap Al-Qur’an dan berpengaruh dalam kehidupan
sehari-hari terutama jika ayat-ayat Al-Qur’an yang berhubungan dengan pegaturan
mengenai hukum-hukum tertentu. Penafsiran yang salah akan mengakibatkan banyak
masalah dalam kehidupan misalnya akan menimbulkan berbagai perdebatan sehingga
rentan untuk terjadi perpecahan bahkan retaknya tali persatuan. Maka sangat
diperlukan penafsiran yang tepat terhadap ayat-ayat Al-Qur’an.
Dengan mengetahui bagaimana
pengklasifikasian ayat-ayat Al-Qur’an maka akan memudahkan kita dalam melakukan
penafsiran maupun pemahaman ayat. Hal ini karena didalam pengklasifikasian
ayat-ayat Al-Qur’an kita bisa mengetahui peristiwa-peristiwa yang terjadi
ketika ayat tersebut diturunkan. Sehingga kita bisa memahami ataupun
menafsirkan suatu ayat juga berdasarkan kronologi tersebut.
Dengan mengetahui kronologi
Al-Qur’an pula, seorang mufassir dapat memecahkan masalah kontradiktif dalam
dua ayat yang berbeda, yaitu dengan pemecahan konsep nasikh-mansukh yang hanya
bisa diketahui malalui kronologi Al-Qur’an.[18]
Nasikh atau ayat yang datang kemudian akan menjadi mansukh yaitu menghapus ayat
yang datang sebelumnya.
2.
Pedoman langkah-langkah dalam berdakwah
Berdakwah merupakan hal penting
yang dilakukan oleh muslim. Namun, berdakwah terkadang bukanlah hal yang mudah
untuk dilakukan. kita harus mengetahui bagaimana cara dakwah yang baik dan
efektif sehingga bisa membuka hati maupun fikiran orang lain dan apa yang kita
dakwahkan bisa mengena atau masuk dalam bathinnya.
Dalam berdakwah harus memperhatikan
bagaimana situasi dan kondisi saat itu. Karena setiap kondisi pasti membutuhkan
ungkapan-ungkapan yang sesuai atau relevan. Intonansi yang digunakan dalam
ayat-ayat makiyyah dan ayat-ayat madaniyyah memberikan informasi metodologi
bagi cara-cara menyampaikan dakwah agar relevan dengan orang yang diserunya.[19]
Sehingga jika dalam berdakwah menggunakan metode yang tepat dan sesuai maka informasi
akan bisa diterima dan bisa masuk kepada bathin orang-orang yang diserunya. Hal
ini akn memudahkan langkah seseorang dalam berdakwah dan menyampaikan suatu
kebenaran.
Penggunaan metode-metode yang tepat
juga sangat diperlukan karena setiap masyarakat mempunyai perbedaan kondisi
tertentu dalam hal sosio-kultural manusia. Sehingga setiap kondisi akan
membutuhkan metode tertentu dalam proses berdakwah. Selain itu, setiap langkah
dakwah juga memiliki objek-objek kajian masing-masing. Dan periodisasi makkiyah
dan madaniyah memberikan kita contoh dalam hal tersebut.
3.
Memberi informasi mengenai sirah kenabian.
Al-Qur’an merupakan rujukan bagi
perjalanan dakwah nabi. Al-Qur’an menyimpan berbagai informasi yang sudah tentu
benar yaitu mengenai penahapan mengenai turunnya wahyu yang sejalan dengan
perjalanan dakwah Rasulullah. Baik perjalanan di mekkah maupun di madinah dan
dimulai dari turunnya wahyu pertama hingga diturunkannya wahyu yang terakhir.
4.
Memahami tahapan-tahapan mengenai sejarah
pensyari’atan (Tarikh at-Tasyri’). Hal ini sebagaimana Allah SWT yang
mendahulukan ajaran-ajaran yang berupa akidah pada periode mekkah dan kemudian
mengajarkan hukum-hukum dan syari’at-syari’at praksis pada periode madinah.
F.
Kesimpulan
Maka dapat di
simpulkan dari pembahasan sebelumnya, bahwa Makkiyah adalah ayat-ayat Al-Qur’an
yang diturunkan sebelum Rasulullah berhijrah (periode Mekkah). Sedangkan
Madaniyyah merupakan ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan setelah Rasulullah
berhijrah (periode Madinah). Pendefinisian ini berdasarkan pada masa ayat
tersebut diturunkan. Sehingga, jika ayat-ayat Al-Qur’an turun setelah berhijrah
meskipun disekitar Mekkah maka ayat tersebut tetap diklasifikasikan sebagai
Madaniyyah.
Ciri atau
karakteristik Makkiyah adalah Didalamnya terdapat sujud tilawah di sebagian
atau seluruh ayat-ayatnya (ayat sajdah), Ayat-ayatnya dimulai dengan kata kalla;,
Dimulai dengan ungkapan “ya ayyuha an-nas” dan tidak ada ayat yang
dimulai dengan “ya ayyuha Al-ladzina”, kecuali dalam surat Al-Hajj (22),
karena di penghujung surat itu terdapat sebuah ayat yang dimulai dnegan
ungkapan “ya ayyuha Al-ladzina”, mengandung tema kisah para nabi dan
umat-umat terdahulu, Ayat-ayatnya memuat tentang kisah Nabi Adam dan Iblis
(kecuali surat Al-Baqarah), Ayat-ayatnya dimulai dengan huruf-huruf
terpotong-potong (huruf at-tahajji seperti qaf, nun, dan ha mim) seperti alif lam mim
dan sebagainya (kecuali surat Al-Baqarah).
Karakteristik
ayat Madaniyyah adalah Mengandung ketentuan-ketentuan atau mengenai hukum-hukum
faraidh, hudud, qishash, dan jihad, Menyebut sindiran-sindiran terhadap
orang munafik (kecuali surat Al-Ankabut), Mengandung uraian mengenai perdebatan
dengan Ahli Kitabin yaitu yahudi dan nasrani.
Juga tujuan
dari kajian Makkiyah dan madaniyah adalah Membantu seseorang dalam menafsirkan
Al-Qur’an, Pedoman langkah-langkah dalam berdakwah, Memberi informasi mengenai
sirah kenabian, dan Memahami tahapan-tahapan mengenai sejarah pensyari’atan
(Tarikh at-Tasyri’).
Daftar Pustaka
Chalil Munawar. 1952. Al-Qur’an
dari Masa ke Masa. Semarang: Ramadhani.
Ash Shiddieqy Hasbi. 1992. Sejarah
dan Penganatar Ilmu Al-Qur’an/Tafsir. Jakara: Bulan Bintang.
Moh Ali. 2010. “KONTEKSTUALISASI AL-QUR’AN: Studi atas
Ayat-ayat Makiyah dan Madaniyah melalui Pendekatan Historis dan Fenomenologis”.
Palu: Jurnal Hunafa. vol: 7. No.1:61-68.
Tarmizi Ninoersy. 2015.
“Integritas Pendidik Profesional dalam
tinjauan Al-qur’an”. Banda Aceh: Jurnal
Edukasi. Vol: 1. No: 2: 113-136.
Anwar Rosihon. 2008. Ulum
Al-Qur’an. Bandung: Penerbit Pustaka Setia.
Hermawan Acep. 2011. ‘Ulumul
Quran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nasr Hamid Abu Zaid. 2005. Tekstualitas
Al-Qur’an. Yogyakarta: PT LkiS Pelangi Aksara.
Abu Abdillah az-zanjani. 1993. Wawasan
baru tarikh al-qur’an. Bandung: mizan.
Hermawan
Acep. 2011. ‘Ulumul Qur’an. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sodiqin
Ali. 2008. Antropologi Al-Qur’an: Model Dialektika Wahyu dan Budaya. Jogjakarta:
Ar-ruzz media.
Catatan:
1.
Pendahuluan
masih belum enak dibaca, tolong diperbaiki lagi.
2.
Menulis bukan
hanya memindah data, tetapi membuat pembaca mengerti dan tidak bingung terhadap
tulisan kita. Tolong pada pembahasan pengertian Makkiyah dan Madaniyah dibuat
sistematis agar orang membaca tidak bingung.
3.
Footnote 8 dan
9 kok gandeng?
4.
Mengapa penjelasan
naqly (periwayatan) dan qiyasi diulang?
5.
Mengenai manfaat
mempelajari Makkiyah dan Madaniyah, tolong dicantumkan referensinya, sebab ada
beberapa keterangan yang belum ada referensinya. Jika itu hasil pikiran Anda,
berikan kata-kata yang memberikan indikasi bahwa tulisan itu adalah hasil
pemikiran Anda.
[1] Tarmizi Ninoersy, “Integritas Pendidik Profesional dalam tinjauan
Al-qur’an”, Jurnal Edukasi, Vol: 1, No: 2 (Banda Aceh, Juli 2015)
113-136.
[2] Moh Ali, “KONTEKSTUALISASI AL-QUR’AN: Studi atas
Ayat-ayat Makiyah dan Madaniyah melalui Pendekatan Historis dan Fenomenologis”,
Jurnal Hunafa, vol: 7, No.1
(Palu, April 2010), 61-68.
[6]Abu Abdillah
az-zanjani. Wawasan baru tarikh al-qur’an. (Bandung: mizan, Februari
1993) Hlm. 52-53.
[7] Ali Sodiqin. Antropologi
Al-Qur’an: Model Dialektika Wahyu dan Budaya. (Jogjakarta: Ar-ruzz media,
April 2008) Hlm. 83-84.
[8] Ash Shiddieqy
Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an/Tafsir (Jakara: Bulan
Bintang, 1992). Hlm: 56-57.
[13]Nasr Hamid Abu
Zaid. Tekstualitas Al-Qur’an. (Yogyakarta: PT LkiS Pelangi Aksara, Mei 2005) hlm. 114
[15] Ahmad sham
Madyan. Peta Pembelajaran Al-Qur’an. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Mei
2008) Hlm. 190.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar