SEJARAH PERADABAN ISLAM PADA MASA RASULULLAH SAW
Muhammad Masykuri, Muhammad Al Farobi, dan Malinda Zuhro
Mahasiswa PBA 2016 Semester II
UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
e-mail: almadanihuda7@gmail.com
Abstract
Rasulullah SAW equip themselveswith kindness, devotion, sincerity, and good character
in membimbingsehingga poses no sympathy and receptive audience call (of Islam).
Prophet Muhammad in spreading Islam melauli two ways yatu secretly and openly.
He began preaching in secret to his family after the fall of the al-Alaq verse 1-5.
After the fall of al-Nabi Mudatsir verses 1-7 start berdakwh outright. After Heerah
to Medina to preach, the Prophet Muhammad did a lot to shape social policy,
namely the establishment of the mosque, formed a brotherhood Islamiyah,
constitute an agreement between the Muslims and non-Muslims, and laying
the foundations pooliti, social and economic. Inseparable from it, the Prophet apart
as leaders of the community as well as leaders of the people. In many ways the
Prophet lead, ranging from the social-political, legal, military, and their families.
Abstrak
Rasulullah SAW membekali diri dengan kebaikan, ketaqwaan, keikhlasan, dan
akhlak mulia dalam membimbingsehingga menimbulakn simpati dan audien mudah
menerima ajakan (ajaran islam). Rasulullah SAW
dalam menyebarkan agama islam melauli dua cara yatu secara sembunyi-sembunyi
dan terang-terangan. Mengawali dakwah secara sembunyi-sembunyi kepada
keluarganya setelah turunya surat surat al-‘Alaq ayat 1-5. Setelah turunya
surat al-Mudatsir ayat 1-7 Nabi mulailah berdakwh secara terang-terangan.
Setelah hirah ke Madinah untuk berdakwah, Nabi Muhammad SAW banyak melakukan
kebijakan untuk membentuk kemasyarakatan, yaitu mendirikan masjid, membentuk
ukhuwah islamiyah, membentuk perjanjian antara kaum muslimin dan non-muslimin,
dan meletakan dasar-dasar pooliti, sosial dan ekonomi. Tak terlepas daripada
itu, Rasulullah selain sebagai pemimpin umat juga sebagai pemimpin rakyat.
Banyak segi yang Rasulullah pimpin, mulai dari segi sosial-politik, hukum,
militer, dan keluarganya.
A. Pendahuluan
Nabi Muhammad Nabi Muhammad Saw lahir pada tanggal
20 April 571 M, tidak jauh dari Ka’bah. Pada saat itu, kota Makkah diserang
oleh pasukan gajah yang dipimpin oleh Abrahah bin Ash-Shabbah al-Hasbasyi dari
Yaman. Itulah sebabnya, tahun kelahiran beliau disebut juga dengan tahun gajah.
Secara materi, Nabi Muhammad Saw. Dilahirkan dari
keluarga miskin, namun beliau berdarah ningrat dan terhormat. Ayahnya adalah
Abdulloh bin Abdul Mutholib ban Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab.
Menurut catatan sejarah, anak-anak Hasyim ini merupakan keluarga yang
berkedudukan sebagai penyedia dan pemberi air minum bagi para Jamaah haji yang
dikenal dengan sebutan Siqoyah al-Hajj. Sedangkan ibunda beliau adalah Aminah
binti Wahab, keturunan Bani Zuhrah. Kemudian, nasab atau silsilah ayah dan
ibunda beliau bertemu pada Kilab bin Murroh.
Nabi Muhammad dilahirkan dalam keadaan yatim karena
ayahnya meninggal dunia saat beliau masih didalam kandungan. Setelah diasuh
beberapa lama oleh ibunya, beliau dipercayakan kepada Halimah Sa’diyyah dari
suku Bani Sa’ad untuk diasuh dan besarkan. Beliau diasuh oleh Halimah hingga
berusia 4 tahun (sebagian riwayat mengatakan 6 tahun), lalu beliau dikembalikan
ke ibunya, Aminah.
Setelah kurang lebih 2 tahun Nabi Muhammad Saw
berada dalam asuhan ibu kandungnya. Ketika hampir menginjak usia 7 tahun, sang
ibu wafat. Beliaupun menjadi yatim piatu. Setelah Aminah meninggal, Abdul
Mutholib mengambil alih tanggung jawab merawat beliau. Namun, dua tahun
kemudian Abdul Mutholib meninggal dunia karena renta. Tanggung jawab selanjutnya
beralih kepada pamannya, Abu Thalib. Seperti juga Abdul Mutholib, Abu tholib
sangat disegani dan dihormati orang Quraisy dan penduduk Makkah meskipun dia
miskin.
Sewaktu remaja, Muhammad hidup sebagai penggembala
kambing keluarganya dan kambing milik penduduk Makkah. Selain itu, beliau juga
berdagang. Ketika tinggal bersama pamannya, Abu Tholib, beliau ikut berdagang
ke negeri Syam (Suriah), sampai beliau dewasa dan mandiri. Dalam perjalanan
itu, di Bushra, sebelah selatan Syam, ia bertemu dengan pendeta Kristen bernama
Buhairoh. Pendeta itu melihat tanda-tanda kenabian pada diri Muhammad sesuai
dengan petunjuk cerita-cerita Kristen. Pendeta itu menasihati Abu Tholib agar
jangan terlalu jauh memasuki Syam, karena dikhawatirkan orang-orang Yahudi yang
mengetahui tanda-tanda itu akan berbuat jahat kepada Muhammad.
Muhammad tidak mengikuti kebiasaan masyarakat Arab
saat itu yang suka meminum khamar, berjudi, mengunjungi tempat-tempat hiburan,
dan menyembah berhala. Beliau sangat popular dikenal sebagai seorang pemaaf,
rendah hati, berani, dan jujur, sehingga ia dijuluki Al-Amin. Predikat Al-Amin
ini beliau dapatkan ketika berhasil mencegah perselisihan di antara suku-suku
di Arab ketika akan meletakkan Hajar Aswad saat Ka’bah direnovasi.
B.
Perjuangan
dan Sistem Dakwah Nabi Muhammad Saw di Mekkah.
Perkembangan
Islam pada Periode Makkah
Secara geografis, kota Makkah terletak di perut
lembah, yang dikelilingi oleh bukit-bukit, sebelah timur membentang Bukit Abu
Qubais (Jabal Abu Qubais) dan bagian barat dibatasi oleh dua bukit Qa’aiqa’
yang berbentuk bulan sabit mengelilingi perkampungan Makkah. Di bagian yang
rendah dari lembah tersebut berdiri Ka’bah yang kelak menjadi kiblat umat
muslim sedunia, sekaligus menjadi perkampungan kaum Quraisy.
Makkah adalah lembah yang sangat tandus sehingga
kondisi geografis ini berpengaruh besar dalam membentuk sikap dan watak kaum
Quraisy. Pada saat itu umumnya penduduk Makkah bertempramen buruk. Perilaku
mereka cenderung lebih agresif, egois, keras kepala, serta tidak mudah menerima
pendapat atau keyakinan orang lain.
Sebelum kedatangan ajaran Islam, bangsa Arab biasa
disebut Arab jahiliah, belum berperadaban, bodoh dan tidak mengenal aksara.
Namun bukan berarti tidak seorang pun dari penduduk disana yang tidak mampu
membaca dan menulis, karena beberapa orang sahabat Nabi diketahui sudah mampu
membaca dan menulis sebelum mereka masuk Islam. Akan tetapi, waktu itu baca
tulis memang belum menjadi tradisi, tidak dinilai sebagai sesuatu yang penting,
tidak pula menjadi ukuran kepandaian dan kecerdasan seseorang.
Ketika itu, kaum Quraisy sebagai bangsawan
dikalangan bangsa Arab hanya memiliki 17 orang yang pandai baca tulis.
Sementara, suku Aus dan Khazroj penduduk Yatsrib (Madinah) hanya memiliki 11
orang yang pandai membaca. Hal ini menyebabkan bangsa Arab sedikit sekali
mengenal ilmu pengetahuan dan lainnya. Hidup mereka hanya mengikuti hawa nafsu,
berjudi, saling berperang, atau dengan yang lain, dan yang kuat menguasai yang
lemah. Selain itu, wanita tidak mendapatkan penghargaan yang layak.
Keistimewaan mereka hanyalah ketinggian dalam bidang syair-syair jahiliah yang
disebarkan secara hafalan.[1]
Penduduk Arab menganut agama yang bermacam-macam,
antara lain yang terkenal adalah penyembahan terhadap berhala atau paganisme.
Menurut Syalabi penyembahan berhala itu pada mulanya ialah ketika orang-orang
Arab pergi keluar kota Makkah, mereka selalu membawa batu yang diambil dari
sekitar Ka’bah. Mereka mensucikan batu dan menyembahnya dimana mereka berada.
Lama-lama dibuatlah patung yang disembah dan mereka berkeliling mengitarinya
(tawaf), dan di saat-saat tertentu mereka masih mengunjungi Ka’bah. Kemudian
mereka memindahkan patung-patung mereka di sekitar Ka’bah yang jumlahnya
mencapai 360 buah. Disamping itu ada patung-patung besar yang ada diluar
Makkah, yang terkenal ialah Manah/Manata disekitar Yatsrib atau Madinah,
al-Latta di Taif, menutut riwayat yang tersebut terakhir adalah yang tertua,
dan al-Uzza di Hijaz. Hubal ialah patung yang terbesar yang terbuat dari batu
akik yang berbentuk manusia yang diletakkan dalam Ka’bah. Mereka percaya bahwa
menyembah berhala-berhala itu bukan menyembah kepada wujud berhala itu tetapi
hal tersebut dimaksudkan sebagai perantara untuk menyembah Tuhan. [2]
Demikianlah keadaan bangsa Arab menjelang lahirnya
Muhammad Saw. Yang membawa Islam ditengah-tengah mereka yang pangan itu. Masa
itu biasa disebut dengan zaman jahiliah, masa kegelapan dan kebodohan dalam hal
agama, bukan dalam hal yang lain, seperti ekonomi perdagangan dan sastra. Dalam
dua hal terakhir itu bangsa Arab telah mencapai perkembangan yang pesat. Makkah
bukan saja merupakan pusat perdagangan lokal akan tetapi ia adalah jalur
perdagangan dunia yang penting saat itu, yang menghubungkan antara utara , Syam
dan selatan, Yaman, antara timur, Persia dan barat, Abesinia dan Mesir.
Keberhasilan Makkah menjadi pusat perdagangan internasional itu adalah karena
kejelian Hasyim sekitar abad keenam Masehi dalam mengisi kekosongan peranan
bangsa lain dibidang perdagangan di Makkah.
Sastra mempunyai arti penting dalam kehidupan bangsa
Arab. Mereka mengabadikan peristiwa-peristiwa dalam syair yang diperlombakan
tiap tahun di pasar seni Ukaz, Majinnah, dan Zu Majaz. Bagi yang memiliki syair
yang bagus, maka ia akan diberi hadiah, dan mendapat kehormatan bagi suku atau
kabilahnya serta syairnya digantungkan di Ka’bah yang itu dinamakan al-mu’allaq
as-sab’ah. [3]
Bangsa Arab juga dikenal suka berperang. Peperangan
antar suku tidak pernah berhenti, saling berebut kekuasaan dan pengaruh
merupakan kepahlawanan yang dibanggakan. Namun dibalik semua itu, bangsa Arab
sejak dahulu memiliki sifat kesatria, setia kepada kawan, dan menepati janji.
Bangsa Arab suka menghormati tamu dan memberi suaka kepada siapapun yang
meminta perlindungan kerumah mereka. Mereka juga memberi makan dan minum kepada
kafilah padang pasir dan menghargai kepahlawanan, sebagai contoh bangsa Arab
Quraisy suka membela orang-orang yang tidak berdaya dari golongan mereka
sendiri serta selalu bermusyawaroh dalam persoalan keluarga. Terbukti sudah sejak
lama orang-orang Arab Quraisy memiliki lembaga permusyawaratan yang bernama
Darun Nadwah. Dilingkungaan inilah, Nabi Muhammad dilahirkan, disinilah beliau
memulai untuk menegakkan tonggak ajaran agama Islam, ditengah-tengah lingkungan
yang sangat bobrok dan penuh kemaksiatan. Meskipun diwarnai dengan berbagai
rintangan yang terus mendera, namun beliau tetap teguh dalam menyebarkan agama
baru, yakni agama Islam kepada masyarakat ketika itu. [4]
1. Biografi Singkat
Nabi Muhammad Saw.
Nabi Muhammad Nabi Muhammad Saw lahir pada tanggal
20 April 571 M, tidak jauh dari Ka’bah. Pada saat itu, kota Makkah diserang
oleh pasukan gajah yang dipimpin oleh Abrahah bin Ash-Shabbah al-Hasbasyi dari
Yaman. Itulah sebabnya, tahun kelahiran beliau disebut juga dengan tahun gajah.
Secara materi, Nabi Muhammad Saw. Dilahirkan dari
keluarga miskin, namun beliau berdarah ningrat dan terhormat. Ayahnya adalah
Abdulloh bin Abdul Mutholib ban Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab.
Menurut catatan sejarah, anak-anak Hasyim ini merupakan keluarga yang
berkedudukan sebagai penyedia dan pemberi air minum bagi para Jamaah haji yang
dikenal dengan sebutan Siqoyah al-Hajj. Sedangkan ibunda beliau adalah Aminah
binti Wahab, keturunan Bani Zuhrah. Kemudian, nasab atau silsilah ayah dan
ibunda beliau bertemu pada Kilab bin Murroh.
Nabi Muhammad dilahirkan dalam keadaan yatim karena
ayahnya meninggal dunia saat beliau masih didalam kandungan. Setelah diasuh
beberapa lama oleh ibunya, beliau dipercayakan kepada Halimah Sa’diyyah dari
suku Bani Sa’ad untuk diasuh dan besarkan. Beliau diasuh oleh Halimah hingga
berusia 4 tahun (sebagian riwayat mengatakan 6 tahun), lalu beliau dikembalikan
ke ibunya, Aminah.
Setelah kurang lebih 2 tahun Nabi Muhammad Saw
berada dalam asuhan ibu kandungnya. Ketika hampir menginjak usia 7 tahun, sang
ibu wafat. Beliaupun menjadi yatim piatu. Setelah Aminah meninggal, Abdul
Mutholib mengambil alih tanggung jawab merawat beliau. Namun, dua tahun
kemudian Abdul Mutholib meninggal dunia karena renta. Tanggung jawab
selanjutnya beralih kepada pamannya, Abu Thalib. Seperti juga Abdul Mutholib,
Abu tholib sangat disegani dan dihormati orang Quraisy dan penduduk Makkah
meskipun dia miskin.
Sewaktu remaja, Muhammad hidup sebagai penggembala
kambing keluarganya dan kambing milik penduduk Makkah. Selain itu, beliau juga
berdagang. Ketika tinggal bersama pamannya, Abu Tholib, beliau ikut berdagang
ke negeri Syam (Suriah), sampai beliau dewasa dan mandiri. Dalam perjalanan
itu, di Bushra, sebelah selatan Syam, ia bertemu dengan pendeta Kristen bernama
Buhairoh. Pendeta itu melihat tanda-tanda kenabian pada diri Muhammad sesuai
dengan petunjuk cerita-cerita Kristen. Pendeta itu menasihati Abu Tholib agar
jangan terlalu jauh memasuki Syam, karena dikhawatirkan orang-orang Yahudi yang
mengetahui tanda-tanda itu akan berbuat jahat kepada Muhammad.
Muhammad tidak mengikuti kebiasaan masyarakat Arab
saat itu yang suka meminum khamar, berjudi, mengunjungi tempat-tempat hiburan,
dan menyembah berhala. Beliau sangat popular dikenal sebagai seorang pemaaf,
rendah hati, berani, dan jujur, sehingga ia dijuluki Al-Amin. Predikat Al-Amin
ini beliau dapatkan ketika berhasil mencegah perselisihan di antara suku-suku
di Arab ketika akan meletakkan Hajar Aswad saat Ka’bah direnovasi.
Kejujuran dan keuletan Muhammad terdengar juga oleh
Siti Khadijah, seorang saudagar wanita kaya raya yang telah lama menjanda.
Khadijah meminta Muhammad berangkat ke Syiria atau Syam untuk membawa barang
dagangannya. Dalam perdagangan ini, Muhammad memperoleh laba yang sangat besar.
Khadijah biasa menyuruh orang untuk menjual barang dagangannya dengan membagi
sebagian hasilnya kepada mereka. Melihat kejujuran, kredibilitas, dan kemuliaan
akhlak Muhammad, Khadijah kemudian melamarnya. Lamaran itu diterima dan
pernikahanpun segera dilaksanakan. Saat itu, Khadijah sudah berumur 40 tahun,
sedangkan Muhammad baru berusia 25 tahun. Yang ikut hadir dalam pernikahan
acara itu adalah Bani Hasyim dan para pemuka Bani Mudhar.
Dalam perkembangan selanjutnya, Khadijah merupakan
wanita pertama yang masuk Islam dan membantu Nabi Muhammad dalam perjuangan
menyebarkan Islam. Pernikahan itu dikaruniai enam orang anak: dua putra dan
empat putri, yaitu Qasim, Abdulloh, Zainab, Ruqoyyah, Ummu Kalsum, dan Fatimah.
Kedua Putranya meninggal waktu kecil. Nabi Muhammad tidak menikah lagi sampai
Khadijah meninggal dunia.[5]
Kejujuran Muhammad dan kepercayaan manusia
terhadapnya terlihat lagi ketika para kabilah berselisih siapa yang harus
meletakkan hajar aswad ketempat asalnya tatkala Ka,bah diperbaiki, yang
Muhammad juga ikut serta bekerja disitu. Mereka percaya bahwa bagi siapa yang
meletakkan hajar aswad ketempat semula maka ia dipandang sebagai orang mulia.
Mereka akhirnya bersepakat bahwa bagi siapa yang datang pertama lewat pitu
Syaibah maka dialah yang berhak meletakkan batu hitam itu ketempatnya. Tanpa di
duga bahwa yang paling duluan lewat pintu tersebut adalah Muhammad, maka
beliaulah yang berhak meletakkan batu hitam tersebut. Tetapi Muhammad tidak mau
menggunakan haknya itu tanpa harus ikut sertanya para pemimpin kabilah, maka beliau
membeberkan kain jubahnya dan diletakkan hajar aswad itu diatasnya, lantas
diangkatlah kain itu bersama-sama dengan para wakil pemimpin kabilah
masing-masing yang ada di Makkah. Setelah sampai didekat Ka’bah, baru Muhammad
sendiri yang meletakkan batu hitam tersebut ketempat asalnya. Dengan demikian
maka semua kabilah merasa mulia, tanpa ada yang direndahkan. Sejak saat itu
beliau digelari al Amin, yang dapat dipercaya. [6]
2.
Masa
Kerasulan
Melihat
kegelapan pada umatnya yang menyembah berhala, beliau merasa prihatin dengan
mengundurkan diri dari keramaian, bertahanus, menyepi di gua Hira dipuncak
gunung Nur diluar Makkah. Usaha untuk mendapat petunjuk dari yang maha kuasa
itu berhasil dengan datangnya malaikat Jibril pada bulan Ramadhan tanggal 17
tahun keempat puluh dari umurnya. Dibacakan oleh Jibril kepadanya surat
Al-‘alaq 1-5.
Saking
kagetnya Muhammad merasa badannya menggigil ketika pulang ke istrinya tercinta,
Khadijah yang dengan bijaksana ikut merasakan apa yang terjadi pada suaminya
itu. Pergilah Khadijah ke Waroqoh ibn Naufal, anak pamannya yang ahli kitab
(Nasrani) yang telah menterjemahkan sebagian Injil kebahasa Arab menanyakan
gerangan apa yang tersembunyi dibalik peristiwa yang belum pernah dialami oleh
Muhammad itu. Waroqoh mengatakan bahwa Muhammad akan menjadi orang pilihan
dengan katanya.” Maha kudus Isa, Maha Kudus, demi dia yang memegang hidup
Waroqoh. Khadijah percayalah dia telah menerima Namus besar seperti yang
diterima Musa. Dan sungguh dialah Nabi ummat ini.
Dengan
wahyu pertama itu maka Muhammad telah diangkat oleh Alloh sebagai Nabi,
utusan-Nya. Namun Muhammad belum disuruh menyeru kepada umatnya. Yang percaya
pertama kali bahwa beliau sebagai Nabi adalah istrinya sendiri, Khadijah.
Kemudian turun wahyu lagi yang kedua ketika Muhammad sedang dalam keadaan
berselimut karena menggigil setelah mendengar suara gemerincing yang keras yang
tidak pernah didengar sebelumnya, ialah surat Mudassir 1-7. Dari situlah
Muhammad diangkat menjadi rosul yang harus berdakwah, mengajak umatnya untuk
mengagungkan Tuhan dan membersihkan jiwa dan raga. [7]
Pada
periode ini, tiga tahun pertama, dakwah Islam dilakukan secara
sembunyi-sembunyi. Nabi Muhammad mulai melaksanakn dakwah Islam dilingkungan
keluarga, mula-mula istri beliau sendiri, yaitu Khadijah, yang menerima dakwah
beliau, kemudian Ali bin Abi Tholib, Abu Bakar sahabat beliau, dan Zaid, bekas
budak beliau. Disamping itu juga banyak orang yang masuk Islam dengan
perantaraan Abu Bakar yang terkenal dengan julukan Assabiqunal Awwalun, mereka
adalah Utsman bin Affan, Zubair bin Awwan, Sa’ad bin Abi Waqqash, Abdur Rohman
bin Auf, Thalhah bin Ubaidillah, Abu Ubaidillah bin Jarrah, dan Al Arqam bin
Abil Arqam, yang rumahnya dijadikan markas untuk berdakwah (rumah Arqam). [8]
3. Alas
an Dakwah Secara Sembunyi-sembunyi
*Nabi merasa ajaran yang dibawanya, terlebih
dahulu harus mendapat dukungan dari keluarga, kerabat, dan sahabat sebagai
orang-orang terdekat. (Sebab merekalah yang secara pribadi lebih mengenal Nabi:
sosok yang dikenal jujur dan terpercaya serta berakhlak mulia. Mereka jugalah
yang kelak akan dapat memberi kekuatan dan semangat untuk meneruskan dakwah.
Bahkan, merekalah yang nantinya berperan langsung dan berkontribusi besar bagi
suksesnya dakwah Islam).
*Untuk menunda terjadinya intimidasi dan
kekerasan yang dilakukan kaum musyrik dan kafirin yang menentang keras ajaran
beliau. (Karena, jika dakwah Islam langsung ditempuh secara terbuka, kaum kafir
khususnya musyrikin Makkah yang bakal menentang hebat dakwah beliau, barangkali
dengan mudahnya akan berhasil memadamkan gerakan dakwah nabi. Bahkan, mungkin
dengan mudah pula mereka memberangus para pengikut Nabi yang bisa jadi,
jumlahnya tidak sebanyak dan sekuat disaat beliau lebih dahulu memulai dakwah
dengan diam-diam. Selain itu dengan berhasilnya mengajak anggota keluarga serta
sebagian kerabat dan sahabat ke pangkuan Islam, lebih leluasa bagi nabi dan
pengikutnya untuk menggalang kekuatan secara internal dalam meneruskan dakwah
Islam. [9]
4. Lamanya
Berdakwah
Dakwah
yang berlangsung secara sembunyi-sembunyi dilakukan Nabi selama kurang lebih
tiga tahun. Ibnu Hisyam seorang ahli Sejarah, mengatakan,”Rosululloh berdakwah
dengan cara sembunyi-sembunyi selama kurang lebih tiga tahun sampai turunnya
perintah kepada Rosululloh agar beliau mulai menyebarkan agama baru ini secara
terang-terangan.” sampai turunnya perintah kepada Rosululloh. [10]
Setelah
beberapa lama dakwah tersebut dilksanakan secara individual turunlah perintah
agar Nabi menjalankan dakwah secara terbuka.Mula –mula ia mengundang dan
menyeru kerabatnya karibnya dari Bani Abdul Muthalib.Langkah dakwah seterusnya
yang diambil Muhammad adalah menyeru masyarakat umum.Nabi mulai menyeru segenap
lapisan masyarakat kepada Islam dengan terang-terangan,baik golongan bangsawan
maunpun hamba sahaya dan menyeru penduduk Mekkah juga,kemudian penduduk
negeri-negeri lain.Di samping itu juga menyeruh orang-orang datang ke
Mekkah,dari berbagai negeri untuk mengerjakan haji.Kegiatan ini di jalankan
tanpa mengenal lelah.
Karena
mendapat tugas Nabi Muhammad langsung mengajar,berdakwah dan menyampaikan
risallah barunya. Mereka menertawakan dan memakinya.Pada tahap itulah ia
berperan sebagai Nadzir,pemberi peringat dan sekaligus nabiy, yang berusaha
melaksanakan misinya dengan memberi gambaran yang jelas dan memukau tentang nikmat surga dan siksa neraka.Ia juga
memperingatkan kaumnya tentang kedatangan hari kiamat yang tidak akan lama lagi, singat,dan tegas.
Dengan
usaha yang gigih,hasil yang diharapkan mulai terlihat.Jumlah pengikut nabi yang
tadinya hanya belasan orang kini semakin hari semakin bertambah banyak mereka
terutama dari kaum wanita,budak,pekerja dan orang-orang yang tak punya.Meskipun kebanyak dari orang-orag yang
lemah,namun semangat mereka sungguh membaja.
Setelah
dakwah terang-terangan itu, Pimpinan
Quraisy mula-mula berusaha menghalangi dakwah rasul. Dakwah yang dilakukan ini
tidak mudah karena mendapat tantangan dari kaum kafir Quraisy dan hal itu
timbul beberapa faktor :
1)
Mereka tidak
dapat membedakan antara kenabian dan kekuasaan.Mereka mengira bahwa tunduk
kepada seruan nabi Muhammad berari tunduk kepada kepemimpinan bani abdul
muthalib.
2)
Nabi Muhammad
menyerukan persamaan hak antara bangsawan dan hamba sahaya.
3)
Para pemimpin
Quraisy tidak mau percaya ataupun
mengakyui serta tidak menerima ajaran tentang kembangkitan kembali dan
pembalasan di akhirat.
4)
Takhid
kepada nenek moyang adalah kebiasaan yang berurat akar pada bangsa
arab,sehingga sangat berat bagi mereka untuk meninggalkan agama nenek moyang
dan mengikuti agama Islam.
Kaum Quraisy
merasa terancam dengan berkembangnya dakwah Islam. Mereka berusaha
menghalang-halangi dakwah tersebut dengan berbagai cara, antara lain dengan
memutusnya hubungan antara kaum Muslimin dan Quraisy, menyiksa mereka yang
lemah, sampai-sampai ada yang dibunuh, sehingga Nabi memerintahkannya berhijrah
ke Abesinia (Ethopia kini), dan inilah hijrah yang pertama dalam Islam yang
terjadi pada tahun kelima dari kenabian. Mereka tidak berani menyakiti Nabi
sendiri karena beliau mendapat perlindungan dari Abu Tholib, pamannya yang
disegani oleh kaum Quraisy, walau pamannya itu tidak masuk Islam. Kaum Muslimin
yang hijrah ke Abesinia terdiri dari dua gelombang, yang pertama berjumlah
sebelas orang pria dan empat wanita, mereka kembali ke Makkah setelah mendengar
bahwa Quraisy tidak menganiaya kaum Muslimin lagi. Ternyata sesampainya mereka
di Makkah justru Quraisy malah menyiksa lebih kejam dari yang sudah-sudah. Oleh
karena itu mereka berhijrah lagi untuk yang kedua kalinya ke Abesinia dengan
rombongannya yang lebih besar, yakni delapan puluh orang pria tanpa ada
wanitanya. Mereka tinggal di Negeri yang mayoritas penduduknya beragam Kristen
dan rajanya, Najasyi (Negus), menghormai kaum Muslmin itu yang berada disana
sampai setelah Nabi hijrah ke Madinah. [12]
Banyak cara dan
upaya yang ditempuh para pemimpin Quraisy untuk mencegah dakwah Nabi Muhammad
Saw, namun selalu gagal baik secara diplomatic dan bujuk rayu maupun
tindakan-tindakan kekerasan secara fisik. Puncak dari segala cara itu adalah
dengan diberlakukannya pemboikotan terhadap Bani Hasyim yang merupakan tempat
Nabi Muhammad berlindung. Pemboikotan ini berlangsung selama tiga tahun, dan
merupakan tindakan yang paling melemhkan umat Islam pada saat itu. Pemboikotan
ini baru berhenti setelah kaum Quraisy menyadari bahwa apa yang mereka lakukan
sangat keterlaluan. Tekanan dari orang-orang kafir semakin keras terhadap
gerakan dakwah Nabi Muhammad Saw, terlebih setelah meninggalnya dua orang yang selalu
melindungi dan menyokong Nabi Muhammad dari orang-orang kafir, yaitu paman
beliau, Abu Tholib, dan istri tercinta beliau, Khadijah. Peristiwa itu terjadi
pada tahun kesepuluh kenabian. Tahun ini merupakan tahun kesedihan bagi Nabi
Muhammad Saw sehingga dinamakan Amul Khuzn. [13]
Orang-orang
Quraisy semakin keras menganggu Rosululloh Saw. Sehingga beliau merasa tertekan
sekali. Nabi Saw ingin menyiarkan agamanya ke Taif ditengah suku Saqif, namun
beliau ditolak oleh penduduk Taif bahkan mereka menyakitinya dengan melempari
batu. Beliau berlindung ke kebun milik Utbah dan Syaibah anak-anak Rabi’ah yang
memperhatikan keadaannya. Budak mereka ‘Addas, yang beragama Nasrani dan
Nineveh memberinya buah anggur yang dipetik dari kebun itu, dan ia heran dengan
bacaan “Bismillah” yang diucapkan oleh orang asing itu ketika mulai makan buah
pemberiannya. Nabi menanyakan dari mana asalnya dan apa agamanya. Setelah
mengetahui identitas pribadinya, Nabipun berkata bahwa Nineveh adalah negeri
orang baik-baik, Yunus anak Matta. ‘Addas berkata: “dari mana tuan tahu Yunus
ank Matta?” Nabi berkata: “Ia saudaraku, dia seorang Nabi dan aku juga Nabi”.
Nabi Saw tidak putus asa menyiarkan dakwah Islam ke kabilah-kabilah yang ada di
Makkah, seperti mendatangi rumah-rumah Bani Kindah, Bani Kalb, Bani Amir, dan
Bani Hanifah ibn Sa’sa’ah, namun mereka menolak dakwanya. Setelah masa
berkabung berlalu terfikirlah Nabi untuk kawin lagi, dengan harapan kawinannya
itu menghibur hainya sebagaimana kawinannya dengan Khadijah. Maka dipilihlah Aisyah
binti Abi Bakar yang masih berumur tujuh tahun, karenanya hanya akad nikah yang
dilaksanakan, sedangkan perkawinannya dilakukan dua tahun kemudian. Perkawinan
ini dimaksudkan untuk mempererat tali persaudaraan dengan Abu Bakar yang telah
menemani Nabi sejak awal mula Islam. Setelah itu Nabi pun kawin dengan Saudah,
seorang Janda yang suaminya pernah ikut hijrah ke Abesinia.
Dalam keadaan
terjepit guna menyiarkan agama Islam yang dilaksanakan oleh Nabi dengan penuh
keuletan dan kesabaran, maka Alloh memperjalankannya pada suatu malam tanggal
27 Rajab tahun 621 yang dikenal sebagai peristiwa Isro’ Mi’roj untuk
diperlihatkan baginya tanda-tanda kebesaran Alloh SWT. Nabi Saw pada saat itu
sedang bermalam dirumah sepupunya. Hindun binti Abi Tholib yang dipanggil Ummu
Hani’. Ketika datang pagi, Rosululloh menceritakan peristiwa yang dialami
semalam kepada sepupunya bahwa ia telah pergi ke Baitul Maqdis dan sholat
disana. Ummu Hani’ menyarankan kepada Nabi bahwa jangan menceritakan peristiwa
tersebut kepada kaum Quraisy karena mereka akan mendustakanmu, tetapi beliau
harus menceritakan hal itu kepada mereka. Nabi di Isro’kan, diperjalankan dari
Masjidil Harom di Makkah ke Masjidil Aqsho di Palestina kemudian di Mi’rojkan,
atau dinaikkan dari Masjidil Aqsho ke Sidratul Muntaha dan diperlihatkan surge
dan neraka serta dan neraka serta mengahadap kehadirat Nya untuk menerima
perintah sholat lima kali sehari semalam. Nabi saw, menceritakan Isro’ Mi’roj
kepada sahabat dekatnya, Abu Bakar, sebelum memberitahukan kepada umat, dan
sahabatnya itu langsung mempercayainya sehingga ia diberi gelar As-Shiddiq,
yang membenarkan, sejak peristiwa itu. Namun umatnya sebagian ada yang percaya
dan banyak yang menolaknya. Peristiwa tersebut dijelaskan oleh Alquran surat Al
Isro’ ayat 1.
Rosululloh mulai
menyeru para peziarah haji ke Makkah pada bulan-bulan suci bagi mereka karena
mereka kaum Quraisy tidak dapat diseur bahkan mereka memusuhinya dengan keras,
walaupun Nabi sudah mendapat pendukung yang kuat seperti Umar bin Khattab dan
Hamzah yang telah masuk Islam. Suku yang menyambut ajakan Nabi itu ialah
orang-orang yang datang dari Yastrib, nama lama dari kota Madinah sebelum
diubah Nabi setelah hijrah kesana. Mereka itu terdiri dari suku Aus dan Khazraj
yang selalu saling berperang. Pada tahun kesepuluh kenabian mereka datang ke
Makkah untuk mengerjakn haji, mereka bertemu dengan Nabi di Aqobah untuk diseur
bkepada Islam, dan mereka menerimanya lantas menyiarkannya diantara kaumnya
Yasrib. Pada tahun kedua belas kenabian mereka datang lagi ke Makkah dan
membuat perjanjian yang pertama dengan Nabi di Aqobah sehingga dinamakan Baiah
Al Aqobah al Ula atau Ba’atun Nisa’ karena didalam rombongan mereka ada
wanitanya, yakni Afra binti Abid binti Sa’labah. Mereka janji tidak akan
menyekutukan Tuhan, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh
anak-anak, dan tidak akan mendurhakai bNabi Muhammad SAW. Ketika mereka kembali
ke Yasrib, Nabi mengutus Mus’ab bin Umair untuk mengajarkan agama Islam
diantara mereka. Pada tahun ketiga belas setelah kenabian datanglah 73 orang
penduduk Yasrib ke Makkah. Sehingga dinamakan Ba’iah Al Aqobah As Saniyah.
Mereka berjanji akan membela Nabi baik dengan jiwa maupun raga, dan mengangkat
sebagai pemimpinnya serta diharap pula Nabi mau berhijrah ke Yasrib.
Dalam periode
Makkah terjadi dengan figure Muhammad sebagai pemimpin agama islam. Dalam
periode ini, Nabi mengalami hambatan dan kesulitan dalam menyiarkan agamanya
kepada kaum Quraisy. Dalam periode itu Nabi belum terpikir menyusun suatu masyarakat
Islam yang teratur. [14]
C. Pembentukan
Masyarakat Madinah
Dalam
perkembangan penyebaran agama Islam oleh Rasulullah SAW dalam periode Makkah
lebih sulit dari pada dalam periode Madinah.Hal itu di karenakan pada saat itu
masyarakat makkah masih di dominasi para kaum tua. Karena pada dasarnya orang
yang sudah tua pikiranya sudah setabil
sehingga sulit di masuki dan di dakwahi
ajaran islam karena kaum kafir menganggap ajaran islam merbeda dengan
ajaran nenek moyang mereka.
Pada periode penyebaran agama islam
di Madinah lebih mudah, itu dikarenakan kaum muda lebih mendominasi sebab kaum
kafir tua sudah banyak yang mati kerena mengalami kekalahan perang uhud melawan
kaum muslimin. Karena hakikatnya kaum muda masih mempunyai pikiran yang labil
sehingga mudah di dakwahi dan di pengaruhi.
Sebelum hijrah ke yatsrib, Nabi
mendahulukan dengan usaha mempengaruhi orang yatsrib yang menziarohi Ka’bah (di
Makkah) agar mereka masuk Islam. Mayoritas mereka berasala dari kabilah Khazraj
dan Aus. Nabi Muhammad SAW dimudahkan dengan adanya perjanjian Aqobah 1 dan
perhjanjian Aqobah 2 yang di lakukan kaum khazraj dan Aus kepada Raulullah yang dilakukan di Makkah
pada saat mereka melakukan ibadah haji.[15]
Berikut isi
perjanjian Aqobah 1.[16]
Semua berkumpul bersama Rasulullah
SAW di aqobah, Mina. Beliau mengajarkan islam kepada meeka seraya berkata, “berbaitlah
kalian kepadaku untik tidak menyekutukan Allah SWT dengan sesuatu apapun, tidak
mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak kalian, tidak mendatangkan
untuk menutupu apa apa yang ada di depan dan di belakang kalian, dan tidak
membantah perintahku dalam halmkebaikan. Barang siapa di antara kalian
memenuhinya, pahalany ada pada Allah. Barang siapa melanggar sesuatu darinya,
dia akan di siksa di dunia dan hal itu sebagai kifarat darinya. Barang siapa
melanggar sedikitpun darinya, Allah akan menutupinya dan urusanya terserah
kepada Allah. Apabila menghendaki, dia akan menyiksanya. Dan jika mengendaki,
dia akan memaafkanya. Maka, berbaitlah kaalian kepadaku untuk itu.[17]
Perjanjian
Aqobah 2.[18]
Rasulullah SAW mengambil perjanjian
mereka untuk diri dan Tuhannya. Mereka berkata: “untuk apa kami berbuat bait
kepadamu?”
Rasulullah SAW
berkata: “untuk mendengar dan taat, baik dalam keadaan suka maupun benci,
untuk berinfak dalam keadaan sempit maupun lapang. Untuk menyeru kebaikan dan
mencegah kemungkaran. Untuk bertindak karena Allah dan tidak terpengaruh
orang-orang yang mencela di jalan Allah. Untuk menolongku dan menjagku
sebagaimana kalian menjaga diri, istri-istri, dan anak-anak kalian. Maka
balasan dari kalian adalah surga.
Dalam pembentukan masyarakat islam
kota Madinah, islam lebih menekankan pada dasar-dasar pendidikan masyarakat
islam dan masyarakat sosial kemasyarakatan. Oleh karena itu, Nabi Muhammad SAW
kemudian meletakan dasar-dasar masyarakat islam di Madinah, sebagai berikut:
Pertama,
mendirikan
masjid.
Sebelum sampai ke Yatsrib,
Rasulullah terlrbih dahulu memasuku Quba pada tanggal 12 rabbiul awal tahun
pertama hiriah dan menetap selama 4 hari. Dan distu Rasullulah medirikan masjid
Quba dan menjadi masjid pertama yang dirikan Raulullah. Kemudian, pada waktu
melanjutkan ke Yatsrib, beliau singgah di perkampungan lembah bani salim.
Karena bertepatan hari jum’at, maka bersama para sahabat beliau melaksanakan
shalat jum’at pertama kali, dan dengan khotbah itulah yang kemudian para ahli
sejarah politik dinyatakan” sebagai proklamasi lahirnya negara Islam”
berdasarkan atas perikemanusian (al-adatul insaniya), al-syura (demokrasi), persatuan
islam (al-wahdah al-islamiyah) dan persaudaraan islam (al-ukhuwah islamiyah).[19]
Tujuan Rasulullah SAW mendirikan
masjid adalah untuk mempersatukan umat Islam dalam satu majelis, sehingga di
majelis ini umat islam bisa melaksanakan
shalat jama’ah secara teratur, mengadili perkara-perkara dan bermusyawarah.
Masjid ini memegang peranan penting untuk mempersatukan kaum muslimindan mempererat tali ukhuwah
islamiyah.[20]
Kedua, ukhuwah islamiyah.
Rasulullah SAW telah memberikan
pengertian baru tentang ukhuwah islamiyah dengan menyatukan mereka yang asing
dalam hubungan darah dengan ikatan yang lebih kuat dari ikatan darah. Seseorang
dengan sukarela memberikan hartanya atas dasar kecintaan kepada Allah SWT dan
Rasul-Nya serta hasrat menolong agama-Nya. Rasulullah SAW telah menjadikan
persaudaraan karena Allah lebih kuat dari pada persaudaraan karena keturunan.[21]
Rasulullah SAW mempersatukan
keluarga-keluarga islam yang terdiri dari Muhajirin dan Anshor. Dengan cara
mempersaudarakan antara kedua golongan ini, Rasulullah menciptakan suatu
pertalian yang berdasarkan agama pengganti persaudaraan yang berdasarkan
kesukuan seperti sebelumnya.
Kaum
anshar juga bermurah hati menawarkan pada saudaranya kaum muhajirin untuk
berbagi karunia Allah SWT yang telah mereka peroleh, baik itu harta benda
mereka, rumah mereka, bahkam menikahkan anggota keluarga mereka. Gambaran
masyarakat luar biasa ini, yang terdiri atas persaudaraan sejati, tidak pernah
terjadi dalam sejarah manusia, sehigga layaknya mereka menjadi simbol masyarakat
islam dan suri teladan bagi masyarakat dunia.
Ada
beberapa target yang ingin di capai Nabi Muhammad SAW dengan ikrar persaudaraan
itu. Pertama, untuk melenyapkan perasaan asing pada diri sahabt-sahabat
Muhajirin (pendatang) di Madinah. Kedua, untuk membangun rasa
perasaudaraan antara satu sama lain dalam agama Alla SWT, yaitu bahwa “semua
muslim itu bersaudara”. Ketiga, agar satu sama lain saling menolong:
yang kuat menolong yang lemah dan yang mapu menolong yang kekurangan. Ternyata,
semangat persaudaraan itulahyang menjadi salah satu senjata ampun kaum muslimin
dalam melumpuhkan setiap gangguan musuh. Sikap saling menolong dan saling
membela membuat mereka menjadi kaum yang sangat kuat sehingga musuh-musuh Islam
gentar untuk menghadapinya.[22]Ketiga, perjanjian
saling membnatu antara sesama kaum muslimin dan bukan non-muslimin.
Nabi Muhammad SAW hendak menciptakan
toleransi antar golongan yang ada di Madinah, oleh karena itu Nabi membuat
perjanjian antara kau muslimin dan on-muslimin.
Menurut Ibnu Hisyam, isi perjanjian
tersebut antara lain sebagai berikut.
a.
Pengakuan atas
hak pribadi keagamaan dan politik.
b. Kebebasan
beragama terjamin untuk semua umat.
c.
Adalah kewajiban
penduduk Madinah, baik muslim maupun non-muslim, dalam hal moril maupun
materil. Mereka harus bahu membahu mampu menangkis semua serangan dari kota
mereka (Madinah)
d.
Rasulullah
adalah pemimpin umum bagi penduduk Madinah. Kepada beliaulah di bawa segala
perkara dan perselisiahan yang besara untuk di selesiakan.
Antara
kaum muhajirin dan Anshor dengan masyarakat Yahudi, Nbi Muhammad membuat
perjanjan tertulis yang berisi pengakuan atas agama mereka dan harta benda
mereka, dengan syarat timbal balik, demikian bunyunya:
“Dengan
nama Allah SWT, pengasih dan penyayang. Surat perjanjian ini dari Muhammad,
Nabi; antara orang beriman dan Musliminndari kalangan Quraisy dan Yatsrib serta
mengikuti mereka dan menyusul mereka dan berjuang bersama-sama mereka; bahwa
mereka adalah satu umat, diluar golongan lain.
“Kaum
Muhajirin,dari kalangan Quraisy tetap memurut adat kebiasaan baik yang berlaku
di kalangan mereka, bersama-sama menerima atau membayar tebusan darah antara
sesama mereka dan mereka menebus tawanan perang mereka sendiri dengan cara yang
baik dan adil diantara sesama orang beriman.
“Bahwa
Banu Auf tetap menurut adat kebiasaan baik mereka yang berlaku, bersama-sama
membayar tebusan darah seperti yang sudah-sudah. Dan setiap golongan harus
menebus tawanan mereka sendiri dengan cara yang baik dan adil diantara sesama orang beriman.
Kemudian
disebutnya tiap-tiap suku Anshor itu serta keluarga tiap puak: Banu al-Harist,
Bnu Sa’idah, Banu Jusyam, Banu an-Najjar, Banu Amr bin Auf, dan Bnu an-Nabit.
Selaanjutnya di sebutkan:
“Bahwa orang beriman tidak boleh
membiarkan seorang pun yang menanggung beban hidup dan utang yang berat di
antara sesama mereka. Mereka harus di bantu dengan cara yang baik dalam
membayar tebusan tawanna atau membayara diat.
“Bahwa orang
beriman tidak boleh mengikat janji dalam menghargai mukmin lainya.
Keempat, meletakan
dasar-dasar politik, ekonomi, dan sosial untuk masarakat baru.
Dari dua sumber Islam yaitu
Al-Qur’an dan Hadist di dapati suatu sistem untuk bidang politik, yaitu sistem
musyawarah. Dan pada bidabg ekonomi dititikberatkan pada jaminan keadilan
sosial, serta dalam bidang kemasyarakatan di letakan pula dasar-dasar persamaan
derajat antara masyarakat atau manusia, dengan penekanan bahwa yang menentukan
derajat manusia adalah ketakwaan.
Dokumen pilitik yang telah di
letakan Nabi Muhammad SAW sejak seribu tiga ratus lima puluh tahun silam dan
telah menetapkan adanya kebebasan bragama, kebebasan menyatakan berpendapat,
jaminan atas keselamatan harta benda dan larangan melakukan kejahatan. Ia telah
membukakan pintu baru dalam kehidupan politik dan peradaban dunia masa itu.duni
yang selama ini menjadi permainan tangan tirani, dikuasai oleh oleh kekejaman
dan kehancuran semata. Apabila dalamm penandatanganan dokumen ini kabilah
yahudi Banu Kuraizah (Quraizah), Banu an-Nadir dan Banu Kainuka tidak ikut
serta, namun tak selang lama sesudah itu mereka pun mengadakan perjanjian
serupa dengn Nabi.[23]
D. Model
Kepemimpinan Rasulullah Saw.
Jika
kita menengok kebelakang, maka kita akan dapati betapa sempurnanya manusia ini.
Disamping menjadi pemimpin bagi keluarga-keluarganya, dia mampu menjadi sosok
pemimpin sekaligus pembimbing bagi rakyat dan umatnya. Tak dipungkiri, banyak
orang cinta, kagum, iri kepadanya. Banyak tantangan, hambatan dan rintangan
yang sering dihadapinya. Tapi di dalam dirinya terdapat hati yang suci dan
ikhlas yang senantiasa berdzikir agar hatinya tetap menyatu pada apa yang
menjadi tugas beliau. Dalam hal ini kepemimpinan beliau sangatlah dirindukan
pada tiap-tiap daerah, karena gaya kepemimpinan
beliau mampu menjadikan Islam jaya pada masa dahulu. Tentunya ini
menjadi mimpi dari setiap pemimpin yang ingin memajukan daerahnya.
1. Kepemimpinan
dalam Sosial dan Politik
a. Piagam Madinah
Banyak hal yang Rasulullah lakukan pada sosial
politik pada masa pemerintahanya. Salah satunya adalah perjanjian
yang dilakukan ketika rasulullah hijrah dari Makkah menuju Madinah untuk
menyebarkan ajaran Islam. Hijrah Rasulullah ke Madinah adalah momentumbagi
kecemerlangan Islam di masa yang akan datang. Bagi diri Nabi, perjuangan
individual telah selesai, dan mulailah tahap baru penyampaian risalah secara
umum. Sebelum Nabi sampai di Yatsrib (Madinah), kaum muslimin di sana telah
mendengar kabar bahwa Nabi tengah dalam perjalanan. Setiap hari, mereka selalu
mengharap kedatangan Nabi. Setelah nabi dan kaum muslimin berada di Yatsrib
beliau kemudian mengganti nama “Yatsrib” menjadi Al-madinah Al-Munawwarah”
(Kota yang Bercahaya).[24]
Di Madinah,
Nabi segera melakukan berbagai upaya pembenahan baik terkait dengan kehidupan
ekonomi, sosial kemasyarakatan, maupun politik.[25]
Berikut ini sejumlah langkah yang dilakukan Rasulullah ketika di Madinah.
I.
Mendirikan
Masjid
Dalam rangka memperkokoh masyarakat dan negara baru itu, ia
segera meletakkakn dasar-dasar kehidupan bermasyarakat. Dasar pertama adalah
mendirikan masjid, selain untuk tempat sholat, juga sebagai sarana penting
untuk mempersatukan kaum muslimin dan mempertalikan jiwa mereka, disamping
sebagai tempat bermusyawarah merundingkan masalah-masalah yang dihadapi. Masjid
pada masa Nabi bahkan juga berfungsi sebagai pusat pemerintahan.[26]
Tatkala Rasulullah <<SallalLahu ‘alaihi wa
Sallama>> dan para sahabatnya membangun masjid, beliau ikut serta
bekerja dengan tangannya, mengangkat batu hingga debu memenuhi dada beliau. Hal
itu merupakan teladan di hadapan sahabat-sahabatnya. Ketika melihat pemimpin
dan guru mereka mengangkat batu, datanglah salah seorang dari mereka berkata,
“Berikanlah ia kepadaku wahai Rasulullah.”Beliau membalas,”Pergilah ambil
yang lain, sebab engkau tidak lebih membutuhkan Allah daripada diriku.”[27]
II.
Membina
Persaudaraan Kaum Muhajirin dan Ansar
Kaum
Muhajirin adalah kaum yang hijrah bersama Rasulullah <<SallalLahu ‘alaihi wa Sallama>> dari Mekkah
menuju Madinah. Sedangkan kaum Ansar ialah kaum asli Madinah yang menyambut
baik atas datangnya Rasulullah beserta Kaum Muhajirin. Rasulullah <<SallalLahu ‘alaihi wa Sallama>>, berusaha
mempersaudarakan mereka, sehingga diantara mereka timbul ikatan yang kokoh dan
kuat yang didasarkan pada keimanan kepada Allah.[28] Apa yang dilakukan
Rasulullah ini berarti menciptakan suatu bentuk persaudaraaan baru, yaitu
persaudaraan berdasarka agama, menggantikan persaudaraan berdasarkan pertalian
darah.
Rasulullah<<SallalLahu ‘alaihi wa Sallama>>telah memberikan
pengertian baru tentang makna ukhuwah islamiyah dengan menyatukan mereka
yang asing dalam hubungan darah dengan ikatan yang lebih kuat dari ikatan
darah. Seseorang dengan sukarela memberikan hartanya atas dasar kecintaan
kepada Allah <<Subhanahu wa Ta’ala>> dan Rasulullah-Nya
serta hasrat menolong agama-Nya.[29]
III.
Merumuskan
Konstitusi Madinah
Salah
satu faktor utama yang menjadi
latar belakang lahirnya Piagam Madinah yaitu kondisi sosio pilitik kota Yatsrib
sebelum peristiwa hijrah. Yatsrib dicekam konflik antar kaum yang
berkepanjangan, Aus dan Khazraj yang dimana konflik ini benyak menyebabkan
pertumpahan darah. Penduduk yatsrib meminta Rasulullah <<SallalLahu
‘alaihi wa Sallama>> untuk meredamkan konflik diantara mereka. Di
dalam masyarakat baru inilah Rasulullah menjadi pemimpin dalam arti luas, yaitu
pemimpin agama dan pemimpin masyarakat.
Hal pertama yang dilakukan Rasulullah<<SallalLahu
‘alaihi wa Sallama>> yaitu mengumpulkan para pemimpin Madinah untuk
berdiskusi tentang apa yang akan menjadi isi dari piagam tersebut. Konsep Nabi
yang diilhami Al-Qur’an itu kemudian melahirkan Piagam Madinah yang dimana di
dalamnya terdiri dari 47 pasal. Itulah dokumen penting yang diletakkan Muhammad<<SallalLahu
‘alaihi wa Sallama>> di Madinah sejak 14 abad silam. Piagam tersebut
juga menetapkann prinsip-prinsip konstitusi negara modern, seperti kebebasan
beragama, kebebasan menyatakan pendapat, perlindungan terhadap harta dan jiwa
anggota masyarakat, dan larangan orang melakukan kejahatan. Piagam tersebut
telah menjadi pintu baru bagi kehidupan politik dan peradaban dunia pada masa
itu.
IV.
Mengadakan
Perjanjian Damai dengan Kaum Kafir Quraisy
Diantara
strategi lain yaitu mengadakan perjanjian damai dengan orang-orang Quraisy di
Mekkah. Perjanjian yang dikenal sebagai “Perjanjian Hudaibiyah” (6 H/628 M) itu
berkenaan dengan upaya nabi dalam mempertahankan kedaulatan pemerintahan kedaulatan
pemerintah madinah dari koalisi kaum musyrikin Quraisy dan suku-suku yang
bersukutu dengannya. Perjanjian tersebut berisi penghentian konflik bersenjata
antara kaum Quraisy dan kaum muslimin yang selama itu berlangsung. Dengan adnya
perjanjian tersebut, ancaman dari luar menjadi berkurang, sehingga nabi dapat
lebih berkonsentrasi pada penataan masyarakat Madinah. Dengan disepakatinya
Perjanjian Hudaibiyah, berarti orang-orang Quraisy mengakui Islam sebagai salah
satu agama di Jazirah Arab mempunyai hak yang sama atas “Rumah Tuhan".
V.
Kebebasan
Beragama pada Masa Rasulullah
Islam memiliki sikap dan perhatian dan toleransi terhadap
agama. Pada masa Rasulullah, hak kebebasan beragama meliputin tiga hal, yakni
menganut agama, mengajarkan agama, dan menyebarkan agama. Di tengah kemajmukan
masyaarakat Madinah, rasulullah membangun tatanan hidup bersama yang mencakup
golongan yang ada. Sebagai langkah awal , beliau mempersatukan kaum Muhajirin
dan Anshar. Kesepakatan-kesepakatan yang terjalin ditulis dalam suatu naskah
yang disebut Piagam Madinah. Piagam itu menjadi payung kehidupan berbangsa dan
bernegara dengan segala pluralitasnya.
Rasulullah telah menjamin kebebasan beragama bagi seluruh
masyarakat di Madinah. Sekalipun diadan antara Islam dan agama yang lain
terdapat perbedaan, Rasulullah dalam hal ini Islam memberi jaminan terhadap
kebebasan beragama. Itu dapat dibuktikan sekurang-kurangnya melalui tiga hal
yakni, adanya ayat yang melarang pemaksaan dalam memeluk agama Islam, Islam
membenarkan kebebasan individu dalam meyebarkan agamanya, dan Al-Qur’an
menegaskan bahwa iman berasal dari kepastian dan kepercayaan, bukan dari taqlid
buta.
2. Kepemimpinan dalam Hukum
Kekuasaan pada masa itu dipegang langsung oleh Rasulullah<<SallalLahu
‘alaihi wa Sallama>>. Namun, dalam hal-hal mendesak dan tidak ada nas
(wahyu) dan petunjuk dari Nabi sendiri, para sahabat berijtihad sendiri mencari
hukum, seperti yang dilakukan Ali bin Abi Thalib ketika diutus ke Yaman, Mu’adz
bin Jabal ketika diangkat menjadi hakim di Yaman. Legislasi pada masa
Rasulullah bersandar pada satu sumber utama yakni wahyu. Apabila ada persoalan
hukum atau kejadian yang menginginkan putusan hukum, Allah akan menurunkan
wahyu kepada beliau guna menjawab persoalan tersebut. Jika tidak ada wahyu yang
turun, maka Rasulullah akan berijtihad guna mendapatkan jawaban atas masalah
yang dihadapi yang tentunya berasaskan Al-Qur’an. Ada empat landasan dasar
dalam pembinaan hukum yang telah dilakukan Rasulullah.
I.
Pembinaan
Hukum
Pada zaman sebelum Isalam masuk, masyarakat Arab yang
dulunya didiami masyarakat Yahudi belum mempunyai pedoman aturan hukum yang
tertulis. Mereka hanya mengandalkan tradisi hukum adat yang diwarisi secara
turun-temurun. Tapi pada waktu itu mereka telah memiliki acuan yang jelas yakni
Kitab Taurat. Risalah Islam membawa aturan-aturan hukum yang baru yakni wahyu
yang ditulis dalam media seperti pelepah kurma dan kulit binatang. Penulisan
itu atas perintah Rasulullah. Dengan begitu aturan-aturan hukum tersebut
mengacu pada Al-Qur’an sebagai pedoman Islam. Sumber yang lainnya yakni adat
istiadat masyarakat Arab yang tidak bertentangan dengan syariat yang dibawa
Rasulullah. Aturan tersebut lebih banyak tentang persoalan-persoalan
norma-norma masyarakat.
II.
Lembaga
Peradilan
Sebagaimana diketahui, Rasulullah juga berfungsi sebagai
hakim yang memutus perkara bagi para pencari keadilan. Dalam
sistem hukum modern, hakim dan lembaga peradilan merupakan
bagian penting, bersama dengan jaksa dan kepolisian, sebagai pelaksana
penyelidik, penuntutan, dan eksekusi keputusan hukum yang dibuat hakim. Peranan
itu sebagian sudah ada pada zaman Rasulullah dalam bentuk yang sederhana.[30]
III.
Penegakan
Hukum
Rasulullah
juga membina hukum dalam penegakkan
hukum. Beliau mengatakan semua orang memiliki kedudukan sama di depan hukum.
Antara satu dengan yang lain dalam kursi hukum tidak adanya bedanya antara si
kaya dan si miskin, pejabat dengan rakyat, seperti halnya zaman Rasulullah ada
pejabat yang mencuri bokor emas, untuk menutupi keaibanya, diutuslah seseorang
yang dekat Rasulullah agar membebaskan dari jerat hukum potong tangan, karena
pejabat jika aibnya diketahui masyarakat, maka kehormatannya dipertaruhkan.
Akan tetapi hal itu mengakibatkan kemarahan besar Rasuullah. Rasulullah
megatakan, jika putrinya Fatimah itu mencuri, pasti tidak akan lepas dari jerat
hukum potong tangan.
IV.
Pembinaan
Masyarakat Hukum
Peranan Nabi Muhammad <<SallalLahu ‘alaihi wa
Sallama>>dalam pembinaan hukum, tidak hanya mengacu pada lembaga
peradilan saja, akan tetapi juga pembinaan masyarakat dalam hal ini
spesifikasinya pada hukum. pencegahan hukum tidak hanya menjadi satu modal bagi
masyarakat, akan tetapi juga pembinaan ini lebih diutamakan, karena ketika
masyarakat sudah taat hukum, maka penegakan hukum menjadi sangatlah mudah.
3. Kepemimpinan dalam Strategi Militer
Kata strategi berasal dari bahasa Yunani Strategos. Kata
ini bentulan dari kata stratos yang berarti militer dan ag yang
berarti memimpin atau komandan. Jadi. Secara bahasa, kata strategi dapat
diartikan sebagai komamdan militer. Pada masa Yunani kuno,istilah
istilah strategi ini diartikan sebagai generalship atau segala sesuatu yang
dilakukan oleh para jenderal atau pemimpim pasukan dalam membuat suatu
perencanaan untuk menaklukan musuh atau memenangkan peperangan. Secara umum, strategi
militer dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan, seni, atau rencana tentang
usaha menyusun, mempersenjatai, dan menggunakan kekuatan-kekuatan militer
secaara efektif untuk memperkuat dan mengamankan kepentingan suatu bangsa dari
musuh yang ada, musuh yang potensial, atau musuh yang diprediksi akan
menyerang.[31]
Jenderal Besar Abdul Haris Nasution atau A.H. Nasution,
dalam sebuah perbincangan dengan seorang sejarawan dari Australia, pernah
mengatakan bahwa panglima perang dan paling dia kagumi adalah Nabi Muhammad <<SallalLahu ‘alaihi wa
Sallama>>.[32]
Menurut dia, Nabi Muhammad <<SallalLahu ‘alaihi wa Sallama>>
adalah seorang panglima militer yang paling tangguh yang eornah lahir di dunia.
Muhammad <<SallalLahu ‘alaihi wa Sallama>> dalam
pandangannya memiliki kemampuan yang sangat sempurna dalam menyusun dan
melaksanakan strategi perang. Meskipun dalam beberapa peperangan seperti Perang
Uhud dan Perang Hunain pasukan yang dipimpinnya pernah mengalami kegagalan,
dalam kondisi tersebut justru kepiawaiannya sebagai pemimpin militer semakin
teruji. Muhammad<<SallalLahu ‘alaihi wa Sallama>> berhasil menyelamatkan pasukannya dari
kerugian yang lebih besar sehingga pasukan Islam dapat keluar arena pertempuran
dengan kepala tegak.[33]
Di dalam kepemimpinannya dalam mengatur strategi perang,
Rasulullah telah membuat sebuah departemen yang mengurusi masalah perang yakni
Diwan Al-Jundy(Al-Harby) Badan Pertahanan Kemaaman. Orang Muslim pada masa
Rasulullah semuanya adalah prajurit dan ketika Rasulullah menyeru untuk perang,
maka siaplah semuanya untuk berangkat membela Islam sesuai seruan Nabi. Ketika
sudah selesai perang, badan ini kemudian membagikan ghanimah kepada prajurit
yang ikut dalam perang. Setelah itu mereka kembali menjadi penduduk sipil
kembali.
Berikut ini beberapa perang akbar yang Rasulullah pimpin:
A. Perang Badar
Perang Badar terjadi di lembah Badar, 125 km selatan
Madinah. Perang Badar merupakan puncak pertikaian antara kaum muslimin Madinah
dan musyrikin Quraisy Mekah. Selanjutnya kaum Quraisy terus-menerus berupaya
menghancurkan kaum muslimin agar perniagaan dan sesembahan mreka terjamin.
Dalam peperangan ini kaum muslimin memenangkan pertempuran dengan gemilang.
Tiga tokoh Quraisy yang terlibat dalam perang Badar adalah Utbah bin Rabi’ah,
Al-Walid, dan Syaibah. Ketiganya tewas di tangan tokoh muslim, seperti Ali bin
Abi Thalib, Utsman bin haris, dan Hamzah bin Abdul Muthalib. Adapun dipihak
muslim, Ubaidah bin Haris meninggal karena terluka.[34]
B. Perang Uhud
Perang Uhud terjadi di Bukit Uhud. Perang Uhud
dilatarbelakangi kekalahan kaum Quraisy pada Perang Badar sehingga timbul
keinginan untuk membalas dendam kepada kaum muslimin. Pasukan quraisy yang
dipimpin Khalid bin Walid mendapat bantuan dari Kabilah Saqif, Tihamah, dan
Kinanah. Nabi Muhammad segera mengadakan musyawarah untuk mencari strategi
perang yang tepat dalam menghadapi musuh. Kaum Quraisy akan disongsong di luar
Madinah. Akan tetapi Abdullah bin Ubay membelot dan membawa 300 orang Yahudi
kembali ke Madinah. Dengan membawa 700 orang yang tersisa, nabi melanjutkan
perrjalanan sampai ke Bukit Uhud. Perang Uhud dimulai dengan perang tanding
yang dimenangkan tentara Islam tetapi kemenganan tersebut digagalkan oleh
godaan harta, yakni tentara Islam sibuk memungut harta rampasan. Pasukan Khalid
bin Walid memanfaatkan keadaan ini dengan menyerang balik tentara Islam.
Tentara islam menjadi terjepit dan porak-poranda, sedangkan nabi sendiri
terkena serangan musuh. Pasukan Quraisy kemudian mengakhiri pertempuran setelah
mengira Nabi terbunuh. Dalam peperangan ini Hamzah bin Abdul Muthalib (paman
Nabi) terbunuh.[35]
C. Perang Khandaq
Lokasi Perang Khandaq adalah sekitar kota Madinah
bagian utara. Perang ini juga dikenal sebagai Perang Ahzab (perang gabungan).
Perang Khandaq melibatkan kabilah Arab dan Yahudi yang tidak senang kepada Nabi
Muhammad. Mereka bekerja sama untuk melawan Nabi. Di samping itu, orang Yahudi
kuga mencari dukungan Kabilah Gatafan yang terdiri dari Qais Ailan, Bani
Fazara, Asyja Bani Sulaim, Bani Sa’ad, dan Ka’ab bin Asad. Usaha pemimpin
Yahudi Huyay bin Akhtab, membuahkan hasil. Pasukannya berangkat ke Madinah untuk
menyerang kaum muslim. Berita penyerangan itu terdengar oleh Nabi Muhammad.
Kaum muslim segera mempersiapkan strategi
perang yang tepat untuk mengahadapi pasukan musuh. Salman Al-Farisi,
sahabat Nabi yang memiliki banyak pengalaman tentang seluk beluk peperangan,
mengusulkan untuk membangun system pertahanan parit (Khandaq). Ia menyarankan
agar menggali parit di perbatasan Kota Madinah, dengan demikian gerakan pasukan
musuh akan terhambat oleh parit tersebut. Usaha tersebut ternya berhasil
menghambat pasukan musuh.[36]
D. Perang
Mut’ah
Perang ini terjadi karena haris al-Ghassani, raja
Hirah, menolak penyampaian wahyu dan ajakan masuk Islam yang dilakukan Nabi
Muhammad. Nabi kemudian mengirimkan
pasukan Zaid bin Harisah. Perang ini dinamakan Perang Mut’ah karena terjadi di
desa Mut’ah, bagian semenanjung Arabia.[37]
4. Kepemimpinan dalam Keluarga
Tidak
hanya di luar saja perangai bijak Rasulullah dalam memimpin sebuah organisasi.
Dalam keluargapun Rasulullah dapat menjadi contoh bagi para pemimpin keluarga.
Dalam kondisi di dalam kerumah tanggaannya, Rasulullah selalu menjadi pemimpin
yang adil bagi istri-istrinya. Rasulullah mempunyai 12 istri dan hanya satu
diantara duabelas istri yang dinikahi rasulullah dalam keadaan masih gadis,
yakni Aisyah binti Abi Bakar. Hal ini tidak lantas membuat Rasulullah
membeda-membadakan antara yang gadis dengan yang sudah janda. Rasulullah
menganggap mereka itu sama, punya hak yang sama dan kewajiban yang sama.
Penutup
Setelah
mencermati sirah dari Nabi Muhammad, kita mengetahui bahwa banyak rintangan,
hadangan, serta cobaan yang diberikan Allah kepadanya. Dengan begitu, gelar
yang diberikan Allah kepadanya yaitu sebagai utusan Allah atau Rasulullah sudah
teruji. Tidak ada kecacatan, keburukan, bahkan kejelekan yang ada pada diri
Rasulullah. Sebaliknya, yang ada pada diri Rasulullah adalah cahaya kedamaian
yang dibungkus dengan akhlak yang mulia, serta kepribadian dan ketaannya dalam
beribadah dan penghambaannya yang patut
dijadikan contoh bagi kehidupan umat manusia, khususnya umat Islam di dunia.
Daftar Pustaka
Antonio,
Muhammad Syafii. Ensiklopidia Leadership dan Manajemen Muhammad SAW “The
Super Leader Super Manager”. Jakarta: Tazkia Publishing, 2012.
Yatim,
Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2013.
Said,
Muhammad Sameh. Muhammad Sang Yatim, terj.
Indra Gunawan.
Bandung: Cordoba, 2016.
Fadli SJ. Pasang
Surut Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah. Malang:UIN-Malang Press, 2008.
Amir, Samsul
Munir. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah, 2015.
Al-Azizi, Abdul
Syukur. Kitab Sejarah Peradaban Islam
Terlengkap. Jogjakarta: Saufa, 2014.
Mufrodi, Ali. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta:
Logos Wacana Ilmu, 1997.
Shafiyyurahman,
Al-Mubarakfur. Sirah Nabi. Bandung: Mizan, 2013.
Husain, Haikal
Muhammad. Sejarah Nabi Muhammad. Bogor: Litera AntarNusa, 2007.
Supriyadi, Dede.
Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV Pustaka Setia, 2016.
Catatan-catatan:
1.
Keywords
dalam dwi bahasa belum ada.
2.
Perujukan masih
belum maksimal.
3.
Format
penulisan makalah ini belum sepenuhnya sama dengan format yang menjadi acuan.
4.
Penulisan
footnote masih ada beberapa yang salah.
5.
Pendahuluan
bukan berisi materi pembahasan, tetapi berupa pengantar untuk memahami materi;
dari yang umum menuju yang khusus.
6.
Penutupnya
tolong diperbaiki, berikan kesimpulan singkat dari apa yang sudah dibahas.
[1] Abdul
Syukur al-Azizi, Kitab Sejarah Peradaban Islam Terlengkap (Jogjakarta:
Saufa, 2014), hlm. 20-21
[3] Ibid, hlm. 10-11.
[5] Abdul
Syukur Al-Azizi, Kitab Sejarah Peradaban Islam Terlengkap (Jogjakarta:
Saufa, 2014), hlm 22-25.
[9] Muhammad Syafii
Antonio, Ensiklopidia Leadership dan Manajemen Muhammad SAW “The
Super Leader Super Manager”, (
Jakarta: Tazkia Publishing, 2010), hlm. 25.
[12] Ali
Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
1997), hlm. 18.
[15]
Fadil SJ, pasang surut peradaban islam dalam lintas sejarah, malang: UIN
Malang press, 2008, hal.102.
[16] ibid
[17]
Al-Mubarakfur Shafiyyurahman, Sirah Nabi, Bandung: mizan, 2013, hal.136.
[18] Ibid
[19]
Fadil SJ, pasang surut peradaban islam dalam lintas sejarah, malang: UIN
Malang press, 2008, hal. 104.
[20]
Amin Samsul munir, sejarah peradaban islam, malang: amazah,2015, hal.68.
[21]
Said Muhammad Sameh, Muhammad SAW Sang Yatim, Bandung: Cordoba, 2016, hal. 155.
[22]Antonio Muhammad
Syafii, Ensiklopidia Leadership dan Manajemen Muhammad SAW “The Super Leader Super
Manager”.
, Jakarta: tazkia, 2010, hal.134.
[23]
Haikal Muhammad Husain, Sejarah Nabi Muhammad, Bogor: Litera AntarNusa, 2007,
hal. 208.
[24] Muhammad Syafii Antonio, Ensiklopidia Leadership dan Manajemen Muhammad
SAW “The Super Leader Super Manager”, (Jakarta, Tazkia Publishing, 2012),
hlm.140
[27] Muhammad Sameh Said, Muhammad Sang Yatim, terj. Indra Gunawan,
(Bandung, Cordoba, 2016), hlm.158
[28] Fadli
SJ, Pasang Surut Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah, (Malang,
UIN-Malang Press, 2008), hlm 105
[29] Muhammad Sameh Said, Muhammad Sang Yatim, terj. Indra Gunawan,
(Bandung, cordoba, 2016), hlm. 157
[30] Muhammad Syafii Antonio, Ensiklopidia Leadership dan Manajemen Muhammad
SAW “The Super Leader Super Manager”, (Jakarta, Tazkia Publishing, 2012),
hlm.41
[34] Samsul
Munir Amir, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta, Amzah, 2015), hlm 74
[35] Ibid.,
hlm 74-75
[36] Ibid.,
hlm 75
[37] Ibid.,
hlm 75
Sangat senang membaca tulisan mengenai sejarah Islam. Saya sedang mempopulerkan sejarah Turki melalui media sosial dan blog. Kunjungi blog saya di frialsupratman.blogspot.co.id semoga bisa berbagi ilmu. salam.
BalasHapus