Isvina Unaizahroya dan Windi Tri Dharmayanti
Mahasiswa Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial UIN Maulana Malik
Ibrahim Malang angkatan 2015
ABSTRACT
Al-Quran is a revelation by God to the prophet Muhammad SAW. As the
revelation of Allah, the al-Quran is the first source in Islamic law as well as
a source of knowledge for humans. truths contained in the Qur'an will stay
awake all time. This is because the authenticity of the al-Quran has been guaranteed by Allah in the
Al-Hijr verse 9 which reads, “Sesungguhnya
Kami yang menurunkan al-Quran dan sesungguhnya Kami memeliharanya.”(QS:al-Hijr
15:9).
As a revelation of God that kept its authenticity, of course, the
al-Quran can be used as a source of knowledge in all of era. This is evidenced
by the many scientific discoveries that is already contained in the al-Quran.
Among them is the discovery of the speed
light which is the core point from Einstein's theory which had also been
written in the al-Quran. Einstein's theory is what will contribute important in
the development of modern physics. Other than that, There is also an
explanation that the Big Bang theory has also been written in the al-Quran.
Discoveries in science it would make the increase in our faith to
our God as the One who omniscient. Beside of that, these discoveries mayalso add
to our knowledge in the interpretation of the al-Quran.
Al-Qur'an as owned Muslims now
turned out to have quite a long historical process and the efforts of writing
and bookkeeping (codification). At the time of the Prophet Muhammad, the Qur'an
has not been booked in the Manuscripts.
In essence,Allah guarantees the
purity and sanctity of the Qur'an, survived the attempts of forgery, additions
or reductions as described by Allah in the Al-Hijr: 9, and also in the
Al-Qiyamah: 17-19 , ,
Qur'an written since the Prophet
was alive. Once the revelation down to the Prophet, the Prophet ordered his
companions revelation writers to write carefully. Once they write, then they
memorize once they resume practicing.
Raising efforts and the
codification of the Quran has been started since the time of the Prophet.
Officially codification of the Quran began during the caliphate of Abu Bakribn
al-Khattab. And completed at the time of Caliph Uthman,
Al-Quran adalah wahyu yang
diturunkan oleh Allah kepada nabi Muhammad SAW. Sebagai wahyu Allah, al-Quran
merupakan sumber yang pertama dalam hukum islam sekaligus sebagai sumber ilmu
pengetahuan bagi manusia. kebenaran yang terkandung dalam al-Quran akan tetap
terjaga sepanjang masa. Hal ini dikarenakan keaslian al-Quran telah dijamin
oleh Allah SWT dalam surat Al-Hijr ayat 9 yang berbunyi, “Sesungguhnya Kami
yang menurunkan al-Quran dan sesungguhnya Kami memeliharanya.”
Sebagai wahyu Allah yang dijaga
keasliannya, sudah barang tentu al-Quran dapat dijadikan sebagai sumber ilmu
pengetahuan tanpa mengenalzaman. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya
penemuan-penemuan saintifik yang sebenarnya sudah tertera dalam al-Quran.
Diantaranya adalah penemuan mengenai kecepatan cahaya yang merupakan titik inti
dari teori Einstein yang sebenarnya juga telah tertera dalam al-Quran. Teori
Einstein inilah yang nantinya berkonstribusi penting dalam perkembangan fisika
modern. Selain itu tedapat juga penjelasan teori Big Bang yang juga telah
tertera dalam kitab suci al-Quran.
Penemuan-penemuan di bidang sains
ini kiranya menjadikan bertambahnya keimanan kita kepada Allah SWT sebagai dzat
yang maha mengetahui lagi maha kuasa. Selain itu kiranya penemuan-penemuan
tersebut juga dapat menambah wawasan kita dalam menafsirkan ayat al-Quran.
Al-Qur’an sebagaimana yang
dimiliki umat Islam sekarang ternyata mengalami proses sejarah yang cukup
panjang dan upaya penulisan dan pembukuan (kodifikasi). Pada zaman Nabi
Muhammad SAW, Al-Qur’an belum dibukukan ke dalam satu mushaf.
Pada hakikatnya Allah menjamin
kemurnian dan kesucian Al-Qur’an, selamat dari usaha-usaha pemalsuan,
penambahan atau pengurangan-pengurangan sebagaimana yang telah dijelaskan oleh
Allah dalam surat Al-Hijr: 9, dan juga dalam surat Al-Qiyamah: 17-19. .
Al-Qur’an ditulis sejak Nabi masih
hidup. Begitu wahyu turun kepada Nabi, Nabi langsung memerintahkan para sahabat
penulis wahyu untuk menuliskannya secara hati-hati. Begitu mereka tulis,
kemudian mereka hafalkan sekaligus mereka amalkan.
Usaha pengumpulan dan kodifikasi
Al-Qur’an telah dimulai sejak masa Rasulullah saw. Secara resmi kodifikasi
Al-Qur’an dimulai pada masa khalifah Abu Bakar bin Khattab. Dan selesai pada
masa khalifah Utsman,
Keywords :Definisi, al-Quran, Kecepatan Cahaya, Big Bang, mushaf, wahyu.
A.
Pendahuluan
Al-Quran
Al-Karim yang terdiri dari 114 surah dan susunannya ditentukan oleh Allah SWT.
dengan cara tawqifi, tidak menggunakan metode sebagaimana metode-metode
penyusunan buku-buku ilmiah. Buku-buku ilmiah yang membahas satu masalah,
selalu menggunakan satu metode tertentu dan dibagi dalam bab-bab dan
pasal-pasal. Metode ini tidak terdapat di dalam Al-Quran Al-Karim, yang di
dalamnya banyak persoalan induk silih-berganti diterangkan.
Tujuan
Al-Quran juga berbeda dengan tujuan kitab-kitab ilmiah. Untuk memahaminya,
terlebih dahulu harus diketahui periode turunnya Al-Quran. Dengan mengetahui
periode-periode tersebut, tujuan-tujuan Al-Quran akan lebih jelas.
Para
ulama ‘Ulum Al-Quran membagi sejarah turunnya Al-Quran dalam dua periode: (1)
Periode sebelum hijrah; dan (2) Periode sesudah hijrah. Ayat-ayat yang turun
pada periode pertama dinamai ayat-ayat Makkiyyah, dan ayat-ayat yang turun pada
periode kedua dinamai ayat-ayat Madaniyyah. Tetapi, di sini, akan dibagi
sejarah turunnya Al-Quran dalam tiga periode, meskipun pada hakikatnya periode
pertama dan kedua dalam pembagian tersebut adalah kumpulan dari ayat-ayat
Makkiyah, dan periode ketiga adalah ayat-ayat Madaniyyah. Pembagian demikian
untuk lebih menjelaskan tujuan-tujuan pokok Al-Quran.
Al-Qur’an
sebagaimana yang dimiliki umat Islam sekarang ternyata mengalami proses sejarah
yang cukup panjang dan upaya penulisan dan pembukuan (kodifikasi). Pada zaman
Nabi Muhammad SAW, Al-Qur’an belum dibukukan ke dalam satu mushaf. Tetapi masih
terpisah-pisah penulisannya . Al-Qur’an baru ditulis dalam menggunakan
kepingan-kepingan tulang, pelapah-pelapah kurma, lempengan batu-batu dan
lain-lain, yang sesuai dengan kondisi peradaban masyarakat waktu itu yang belum
mengenal adanya alat-alat tulis menulis, seperti kertas dan pensil.
Pada
hakikatnya Allah menjamin kemurnian dan kesucian Al-Qur’an, selamat dari
usaha-usaha pemalsuan, penambahan atau pengurangan-pengurangan sebagaimana yang
telah dijelaskan oleh Allah dalam surat Al-Hijr: 9, dan juga dalam surat
Al-Qiyamah: 17-19. Dalam catatan sejarah dapat dibuktikan bahwa proses
kodifikasi dan penulisan Al-Qur’an dapat menjamin kesuciannya secara meyakinkan.
Al-Qur’an ditulis sejak Nabi masih hidup. Begitu wahyu turun kepada Nabi, Nabi
langsung memerintahkan para sahabat penulis wahyu untuk menuliskannya secara
hati-hati. Begitu mereka tulis, kemudian mereka hafalkan sekaligus mereka
amalkan.
Usaha
pengumpulan dan kodifikasi Al-Qur’an telah dimulai sejak masa Rasulullah saw.
Secara resmi kodifikasi Al-Qur’an dimulai pada masa khalifah Abu Bakar bin
Khattab. Pada masa khalifah Utsman, Al-Qur”an kemudian diseragamkan tulisan dan
bacaannya demi menghindari beberapa hal. Mushaf yang diseragamkan inilah yang
kemudian dikenal dengan mushaf Utsmani. Mushaf Utsmani kemudian diberi harakat
dan tanda baca pada masa Ali bin Abi Thalib. Ada beberapa perbedaan tentang
urutan ayat maupun surah seperti yang dicantumkan dalam mushaf Utsmani, hal ini
dikarenakan perbedaan pendapat para penghapal Al-Qur’an dan karena turunnya
Al-Qur’an memang tidak berurutan seperti yang terdapat dalam mushaf Utsmani.
B.
Definisi
al-Quran
Kata
Al-Qur’an (al-Qur’an) atau Qur’an tidak
lain yang dimaksud adalah kitabullah atau kallamullah wa ta’ala yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Secara makna dan lafadh, yang membacanya adalah ibadah, susunan katadan isinya
merupakan mukjizat, termaktub didalam mushaf dan dinukil secara mutawatir. [1]Sebutan
kalam Allah untul al-Qur’an ini tidak diberikan oleh Nabi Muhammad, juga tidak
oleh para sahabat, tetapi dari Allah.Dialah yang memberikan nama kitab suci
agama islam ini Quran atau al-Qur’an.[2]
Pendapat demikian didasarkan pada ayat yang pertama turun, yaitu :
“Bacalah
dengan menyebut nama Tuhanmu yang telah menciptakan.” (QS.al-‘Alaq:1)
Menurut
al-Syafi’i, kata al-Qur’an adalah nama asli dan tidak pernah dipungut dari kata
lain. Kata tersebut khusus dipakai untuk menjadi nama firman Allah SWT yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Menurut al-Farra kata al-Qur’an berasal
dari kata al-qara’in jamak dari qarinah yang berarti kawan. Sebab
ayat-ayat yang terdapat didalamnya saling membenarkan dan menjadi kawan antara
yang satu dengan yang lain. Menurut al-Asy’ari, kata al-Qur’an berasal dari
kata qarana yang berarti menggabungkan, sebab surat-surat dan ayat-ayat
al-qur’an itu telah digabungkan antara satu dengan yang lain menjadi satu.
Menurut al-Zajjaj, kata al-qur’an berasal dari kata al-qar’u yang
berarti himpunan dan ternyata al-Qur’an telah menghimpun sari pati kitab-kitab
suci terdahulu. Menurut al-Lihyani, kata al-Qur’an berasal dari karta qara’a
yang berarti membaca dengan padanan kata fu’lan, namun dengan arti maqru
yang dalam bahasa Indonesia berarti yang dibaca atau bacaan.
Dikalangan para Ulama dan pakar
bahasa arab, tidsk ada kesepakatan tentang ucapan, asal pengambilan dan arti
kata al-Qur’an. Diantara mereka berpendapat bahwa kata Al-Qur’an itu harus
diucapkan tanpa huruf hamzah. Termasuk mereka yang berpendapat demikian adalah
al-Syafi’i, al-Farra, dan al-Asy’ari. Para pakar yang lain berpendapat bahwa
kata al-qur’an tersebut harus diucapkan dengan memakai huruf hamzah. Termasuk
mereka yang berpendapat seperti ini adalah al-zajjaj dal al-Lihyani. Di samping
itu, mereka juga masih berbeda pendapat tentang asal dan arti kata al-Qur’an
tersebut.
Kalau berkenaan dengan al-Qur’an
menurut bahasa, para ulama telah berbeda pendapat, demikian pula sikap mereka
dalam memberikan definisinya. Misalkan, Prof.Dr.Syekh Mahmud Syalt’ut
mendifinisikan Al-Qur’an dengan :
“lafal
arab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan disampaikan kepada kita
secara Mutawatir”
Menurut Dr.Muhammad Shubhi Shalil,
al-Qur’an ialah :
“kalam
yang mu’jiz (dapat melemahkan orang yang menentangnya) yang diturunkan
kepada Nabi (Muhammad) SAW, yang tertulis dalam mushaf, yang disampaikan (kepada
kita) secara mutawatir dan membacanya dianggap ibadah.”
Menurut
Dr.Muhammas sa’id Ramadhan Al-Buthi, al-Qur’an ialah:
“lafal
arab yang Mu’jizyang diwahyukan kepada nabi Muhammad SAW, yang
membacanya dianggap ibadah, dan sampai kepada kita dengan cara mutawatir.”[3]
C.
Bukti-bukti
al-Quran adalah wahyu Allah melalui penemuan-penemuan sains
Tahun
1905, Einsten mempublikasikan penemuannya tentang teori relativitas dalam
majalah sains Annalen der Physik. Tulisannya ini mengundang banyak kontroversi
dan perdebatan di antara para ilmuwan ternama saat itu. Namun tidak dapat
dipungkiri bahwa penemuan ini nantinya memberikan kontribusi penting dalam
perkembangan fisika modern
Teori
relativitas khusus berbicara tentang hukum fisika berlaku sama untuk semua
pengamat selama mereka bergerak dengan kecepatan konstan pada arah yang tetap.
Teori relativitas khusus menggambarkan perilaku ruang dan waktu dari perspektif
pengamat yang bergerak relatif terhadap satu sama lain, dan fenomena terkait.[4]
Einstein
merumuskan teorinya dalam sebuah persamaan matematik:
m =
massa benda bergerak
v =
kecepatan benda
m0
= massa diam benda (tak bergerak)
c =
kecepatan cahaya
Wisnu
arya wardhana dalam bukunya Melacak Teori Einstein dalam Al-Quran
mengatakan bahwa dalam teorinya, Einstein mengatakan bahwa kecepatan cahaya memegang peranan penting
dalam teori Einstein. Teori Einstein mengatakan bahwa kecepatan cahaya adalah
kecepatan tertinggi yang ada di alam ini, artinya manusia tidak mungkin dapat
mencapai atau menyamai kecepatan tersebut. dalam penemuannya, Einstein bahwa
kecepatan cahaya adalah 2,998 x 105 km/detik atau dibulatkan menjadi
300000 km/detik.[5]
Penemuan
tentang besarnya kecepatan cahaya yang menjadi dasar teori Einstein ini
sesungguhya telah tersirat dalam al-Quran surat As-Sajadah ayat 5,
”dia
mengatur segala urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik
kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya (lamanya) adalah seribu tahun menurut
perhitunganmu” (QS.As-sajadah. 32:5)[6]
Berdasarkan
ayat tersebut, tersirat adanya yang menjalankan urusan dari langit ke bumi,
kemudian naik kembali menghadap kepada-Nya. Dalam bukunya Wisnu mengatakan
bahwa yang melakukan perjalanan itu tidak lain adalah malaikat.[7]
Malaikat diciptakan Allah dari cahaya (nur), dan kecepatankecepatan malaikat
turun dari langit ke bumi kemudian kembali menghadap Allah dalam satu hari yang
lamanya sama dengan 1000 tahun menurut ukuran manusia. Dari pemikiran inilah
akan dibuktikan bahawa al-Quran telah lebih dahulu memuat apa yang disebut
sebagai teori Einstein.
Dari
ayat tersebut Allah memberi isyarat adanya jarak yang ditempuh malaikat (nur =
cahaya) yang secara sistematis dapat dituliskan:
Jarak
yang ditempuh = (kecepatan cahaya) x (lama waktu tempuh)
Atau
secara fisika dan mekanika dapat ditulis:
S =
(v) x (t)
v =
S/t
untuk
mengetahui nilai S dan t, seorang ahli astrofisika, DR. Mansour Hasaf El-Nabi
menemukan cara sebagai berikut:[8]
Jarak yang ditempuh oleh = jarak yang ditempuh oleh bulan
malaikatdalam
satu hari selama 1000
tahun atau 12.000 bulan
.
c.t = 12.000
. L
dengan
keterangan:
c =
kecepatan cahaya yang akan dihitung
t =
waktu selama satu hari
L=
panjang rute edar bulan selama satu bulan
Untuk
mendapatkan hasil perhitungan kecepatan cahaya yang lebih tepat, dalam
perhitungan astronomi, sistem kalender yang digunakan adalah sistem siderial
dengan rincian[9]
1
hari = 23 jam 56 menit 4,0906 detik
= 86164,0906 detik
1
bulan = 27,321661 hari
Bulan
pada sistem siderial, dari posisi awal (A0 sampai mencapai revolusi bulan penuh
360° pada posisi (B), tidak merupakan lingkaran atau garis lurus dari A ke B,
tapi menggunakan gars lengkunbg (kurva) sebagai berikut:
L = v.T
Dengan
catatan:
L = panjang garis lengkung (kurva)
v = kecepatan bulan
T = periode revolusi bulan (27,321661)
Selanjutnya
dalam bidang astronomi, kecepatan bulan (v) ada dua macam, yaitu: kecepatan
relatif terhadap bumi yang besarnya dihitung berdasarkan persamaan v* = 2 R/T (dengan R=384.264 km, T=655,71986 jam, dan
v*=3682,07 km/jam) dan kecepatan relatif terhadap bintang dan alam semesta yang
dinyatakan dengan v = v*. cos α atau v = v*. cos 26,92848°.
Sehingga, jika
dihitung lebih lanjut:
c.t = 12.000 . L
c.t = 12.000 . v. T
c =
c =
c = 299.792,5 km/detik.
Hasil
tersebut merupakan hasil perhitungan berdasarkan al-Quran. Untuk meyakinkan
bahwa harga kecepatan cahaya versi al-Quran merukan hasil terbaik, berikut
hasil pengukuran beberapa hasil perhitungan kecepatan cahaya yang pernah
dilakukan;
No
|
Pengukuran menurut versi
|
Metode/cara
|
Hasil yang diperoleh
|
1.
|
Al-Quran
|
-
|
299.792,5 km/detik.
|
2.
|
US Nat. Bur. Of Stand.
|
-
|
299.792,4574 km/detik.
|
3.
|
The British Nat. Phys. Lab.
|
-
|
299.792,4590 km/detik.
|
4.
|
James Bradley (1728)
|
Aberasi bintang
|
301.000,0 km/detik.
|
5.
|
Armand Fizeau (1849)
|
Roda gigi
|
315.000,0 km/detik.
|
6.
|
Leon Foucault (1850)
|
Cermin berputar
|
298.000,0 km/detik.
|
7.
|
Rosa & Dorsey (1907)
|
Elektromagnetik
|
299.788,0 km/detik.
|
8.
|
Albert Michelson (1926)
|
Cermin berputar
|
299.796,0 km/detik.
|
9.
|
Smith Essen (1947)
|
Resonator
|
299.792,0 km/detik.
|
10.
|
K. D. Froome (1958)
|
Radio interferor
|
299.792,5 km/detik.
|
11.
|
Evansons (1973)
|
Sinar leser
|
299.792,4574 km/detik.
|
(Wisnu arya wardhana, Melacak Teori Einstein dalam Al-Quran, 2006, Yogyakarta:Pustaka Pelajar. Hlm 178)
Dari
hasil pengukuran dalam tabel diatas, tampak bahwa pengukuran kecepatan cahaya
berdasarkan al-Quran adalah yang paling mendekati harga sebenarnya, karena
harga ‘c’ berdasarkan pengukuran nomor 2,3,10, dan 11 kalau digabungkan dan
dilakukan harga pembulatan, maka harga pembulatan akan mendekati harga
perhitungan berdasarkan al-Quran. Hal ini menunjukkan bahwa al-Quran
benar-benar dapat dipakai sebagi acuan ilmu pengetahuan, sebagai wahyu yang
wajib dipelajari dengan analisis yang tajam, sekaligus sebagai bukti bahwa
kandungan ayat-ayat kauniyah al-Quran itu benar adanya, karena penulisnya
adalah sang pencipta alam semesta ini.
Salah
satu teori yang merupakan penemuan besar di bidang ilmu pengetahuan, khususnya
astronomi adalah teori Big Bang. Teori ini pertama kali dikemukakan oleh
kosmolog Abbe Lemaitre pada tahun 1920-an. Menurutnya alam semesta ini bermula
dari gumpalan super atom raksasa yang suhunya antara 10 milyar sampai 1 triliun
derajat celcius. Gumpalan super-atom tersenut meledak sekitar 15 milyar tahun
yang lalu. Hasil sisa dentuman dahsyat tersebut menyebar menjadi debu dan awan
hidrogen. Setelah berumur ratusan juta tahun, debu dan awan hidrogen trsebut
membentuk bintang-bintang dalam ukuran yang berbeda-beda. Seiring dengan
terbentuknya bintang-bintang, diantara bintang-bintang tersebut berpusat
membentuk kelompok masing-masing yang kemudian kita sebut galaksi. Teori Big Bang ini
merupakan teori mutakhir tentang penciptaan alam semesta.
Peristiwa
Big Bang yang telah dikemukakan oleh Georges Lemaitre, George Gamow pada tahun
1980-an, dan Stephen Hawking pada tahun 1980-an tersebut telah menjelaskan
kejadian awal alam semesta. Sejak saat itu masa keemasan alam semesta terjadi,
bintang-bintang, proto-proto galaksi, galaksi-galaksi, dan quasar mulai
terbentuk. Semuanya terkendali dalam jaring-jaring gravitasi yang sudah
terbentuk sejak awal, sebelum ledakan kosmis tersebut. selanjutnya alam semesta
mengembang dan beangsur dingin.
Peristiwa
yang diterangkan dalam teori Big Bang ini ternyata telah dijelaskan dalam
al-Quran surat al-Anbiya’ ayat 30.[10]
“dan
apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi keduanya dahulu
menyatu, kemudian kami pisahkan antara keduanya dan kami jadikan segala sesuatu
yang hidup berasal dari air, maka mengapa mereka tidak beriman?”[11]
Teori
Big Bang ini oleh al-Quran dijelaskan dengan mengatakan “langit dan bumi iti
keduanya dahulu adalah suatu yang padu.
Kemudian kami pisahkan antara keduanya”. Ternyata al-Quran menyajikan informasi
yang sangat akurat bahwa pada awalnya langit dan bumi memang berpadu dalam satu
titik singularitas sebagai asal segala yang ada di jagat raya.
Selanjutnya
Allah SWT menjelaskna bahwa segala sesuatu yang hidup itu diciptakan dari air.
Tiga ahli kosmologi dan astronomi, yaitu Georges Lemaitre, George Gamow, dan
Stephen Hawking menjelaskan bahwa atom-atom yang terbentuk sejak peristiwa Big
Bang adalah atom hidrogen (H) dan Helium (He). Dan bukankah air terdiri dari
atom hidrogen dan oksigen (H2O), yang artinya sejak 1400 silam
al-Quran telah menyebutkannya jauh sebelum tiga pakar tersebut mengemukakan
teorinya.
Beberapa
hal diatas yang membuktikan bahwa al-Quran adalah wahyu Allah seyogyanya
menjadi pemantik semangat bagi kaum muslim untuk terus mempelajari al-Quran
guna mendapatkan kebenaran-kebenaran dan pengetahuan baru yang bersumber dari
al-Quran. Al-quran inilah yanmg menjadikan para ilmuan muslim tidak pernah
bekerja di luar kerajaan Allah, karena itu,
penemuan-penemuan yang ada akan memperkokoh hubungan seorang muslim dengan Allah SWT.[12]
D.
Sejarah
turunnya al-Quran
Agama
Islam, agama yang kita anut dan dianut oleh ratusan juta kaum Muslim di seluruh
dunia, meruakan way of life yang menjamin
kebahagiaan hidup pemeluknya di dunia dan di akhirat kelak. Ia mempunyai
satu sendi utama yang esensial: berfungsi memberi petunjuk ke jalan yang
sebaik-baiknya. Allah berfirman, Sesungguhnya Al-Quran ini memberi petunjuk
menuju jalan yang sebaik-baiknya (QS, 17:9).
Al-Quran
memberikan petunjuk dalam persoalan-persoalan akidah, syariah, dan akhlak,
dengan jalan meletakkan dasar-dasar prinsip mengenai persoalan-persoalan
tersebut; dan Allah SWT menugaskan Rasul saw., untuk memberikan keterangan yang
lengkap mengenai dasar-dasar itu: Kami telah turunkan kepadamu Al-Dzikr (Al-
Quran) untuk kamu terangkan kepada
manusiaapa-apa yang diturunkan kepada mereka agar mereka berpikir (QS
16:44).
Disamping
keterangan yang diberikan oleh Rasulullah saw., Allah memerintahkan pula kepada
umat manusia seluruhnya agar memperhatikan dan mempelajari Al-Quran: Tidaklah
mereka memperhatikan isi Al-Quran, bahkan ataukah hati mereka tertutup (QS
47:24).
Mempelajari
Al-Quran adalah kewajiban. Berikut ini beberapa prinsip dasar untuk
memahaminya, khusus dari segi hubungan Al- Quran dengan ilmu pengetahuan. Atau,
dengan kata lain, mengenai "memahami Al-Quran dalam Hubungannya dengan
Ilmu Pengetahuan." (Persoalan ini sangat penting, terutama pada masa-masa
sekarang ini, dimana perkembangan ilmu pengetahuan demikian pesat dan meliputi
seluruh aspek kehidupan.[13]
Kekaburan
mengenai hal ini dapat menimbulkan
ekses-ekses yang mempengaruhi perkembangan pemikiran kita dewasa ini
dangenerasi-generasi yang akan datang. Dalam bukunya, Science and the Modern
World, A.N. Whitehead menulis: "Bila kita menyadari betapa pentingnya
agama bagi manusia dan betapa pentingnya ilmu pengetahuan, maka tidaklah
berlebihan bila dikatakan bahwa sejarah
kita yang akan datang bergantung pada putusan generasi sekarang mengenai
hubungan antara keduanya."[14]
Tulisan
Whithead ini berdasarkan apa yang terjadi
di Eropa pada abad ke-18, yang ketika itu, gereja/pendeta di satu pihak dan
para ilmuwandi pihak lain, tidak dapat mencapai kata sepakat tentang hubungan
antara Kitab Suci dan ilmu pengetahuan; tetapi agama yang dimaksudkannya dapat
mencakup segenap keyakinan yang dianut
manusia.
Demikian
pula halnya bagi umat Islam, pengertian kita terhadap hubungan antara
Al-Quran
dan ilmu pengetahuan akan memberi pengaruh yang tidak kecil terhadap
perkembangan agama dan sejarah perkembangan manusia pada generasi-generasi yang
akan datang.
E.
Periode
turunnya al-Quran
Al-Quran Al-Karim yang terdiri dari 114 surah dan susunannya
ditentukan oleh Allah SWT. dengan cara tawqifi, tidak menggunakan metode
sebagaimana metode-metode penyusunan buku- buku ilmiah. Buku-buku ilmiah yang
membahas satu masalah, selalu menggunakan satu metode tertentu dan dibagi dalam
bab-bab dan pasal- pasal. Metode ini tidak terdapat di dalam Al-Quran Al-Karim,
yang di dalamnya banyak persoalan induk silih-berganti diterangkan.
Persoalan akidah terkadang bergandengandengan persoalan hukum dan
kritik; sejarahumat-umat yang lalu disatukan dengan nasihat, ultimatum,
dorongan atau tanda-tanda kebesaran Allah yang ada di alam semesta. Terkadang
pula, ada suatu persoalan atau hukum yang sedang diterangkan tiba-tiba timbul
persoalan lain yang pada pandangan pertama tidak ada hubungan antara satu
dengan yang lainnya. Misalnya, apa yang terdapat dalam surah Al-Baqarah ayat
216-221, yang mengatur hukum perang dalam asyhur al-hurum berurutan
dengan hukum minuman keras, perjudian, persoalan anak yatim, danperkawinan
dengan orang-orang musyrik.[15]
Yang demikian itu dimaksudkan agar memberikan kesan bahwa
ajaran-ajaran Al-Quran dan hukum-hukum yang tercakup didalamnya merupakan satu
kesatuan yang harus ditaati oleh penganut-penganutnya secara keseluruhan tanpa
ada pemisahan antara satu dengan yang lainnya. Dalam menerangkan
masalah-masalah filsafat dan metafisika, Al-Quran tidak menggunakan istilah
filsafat dan logika. Juga dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan.
Yang demikianini membuktikan bahwa Al-Quran tidak dapat dipersamakan dengan
kitab-kitab yang dikenal manusia.
Tujuan Al-Quran juga berbeda dengan tujuan kitab-kitab ilmiah.
Untuk memahaminya, terlebih dahulu harus diketahui periode turunnya Al-Quran.
Dengan mengetahui periode-periode tersebut, tujuan-tujuan Al-Quran akan lebih
jelas.
Menurut syaikh Al-khudlari dalam bukunya, Tarikh Tasyri, masa
turunnya Al-qur’an yang dimulai dari tanggal 17 Ramadhan tahun ke 41 dari
kelahiran Nabi Muhammad saw hingga akhirnya turunnya ayat pada 9 dzulhijjah
tahun ke 63 dari usia beliau, tidak kurang dari 22 tahun 2 bulan 22 hari, masa
ini kemudian dibagi oleh para ulama menjadi dua periode yaitu periode mekkah
dan periode madina.[16]
Periode mekkah dimulai ketika Nabi Muhammad SAW pertama kali
menerima ayat al-quran pada 17 Ramadhan, tahun ke 41 dari kelahiran beliau
hingga awal Rabi’ul awwal tahun ke-54 dari kelahiran beliau, yaitu sewaktu
beliau akan berhijrah meninggalkan Mekkah menuju Madinah.[17]
Periode Madinah dimulai sejak Nabi Muhammad SAW berhijrah ke
Madinah dan menetap disana sampai dengan turunnya ayat terakhir pada 9
dzulhijjah tahun ke-10 dari kelahiran beliau. Dengan demikian, periode mekkah
selama 12 tahun 5 bulan 13 hari dan periode Madinah selama 9 tahun 9 bulan 9
hari.
Selama periode Mekkah , sebanyak 19/30 al-Qur’an yang telah
diturunkan dan selama periode Madinah hanya 11/30nya.
Para ulama 'Ulum Al-Qu’ran membagi sejarah turunnya Al-Quran
dalam dua periode: (1) Periode sebelum hijrah; dan (2) Periode sesudah hijrah.
Ayat-ayat yang turun pada periode pertama dinamai ayat-ayat Makkiyyah,
dan ayat-ayat yang turun pada periode kedua dinamai ayat-ayat Madaniyyah.
Tetapi, di sini, akan dibagi sejarahturunnya Al-Quran dalam tiga periode,
meskipunpada hakikatnya periode pertama
dan kedua dalam pembagian tersebut adalah kumpulan dari ayat-ayat
Makkiyah, dan periode ketiga adalahayat-ayat Madaniyyah. Pembagian demikian
untuk lebih menjelaskan tujuan-tujuan pokok Al-Quran.[18]
1.
Periode Pertama
Diketahui bahwa Muhammad saw., pada awal turunnya wahyu pertama
(iqra'), belum dilantik menjadi Rasul. Dengan wahyu pertama itu, beliau baru merupakan seorang nabi yang
tidak ditugaskan untuk menyampaikan apa yang diterima. Baru setelah turun wahyu
kedualah beliau ditugaskan untuk menyampaikan wahyu- wahyu yang diterimanya, [19]dengan
adanya firmanAllah: "Wahai yang berselimut, bangkit dan berilah
peringatan"(QS 74:1-2).
Kemudian, setelah itu, kandungan wahyuIlahi berkisar dalam tiga
hal. Pertama, pendidikan bagi Rasulullah saw., dalam membentuk kepribadiannya.
Perhatikan firman-Nya:Wahai orang yang berselimut, bangunlah dan
sampaikanlah. Dan Tuhanmu agungkanlah. Bersihkanlah pakaianmu. Tinggalkanlah
kotoran (syirik). Janganlah memberikan sesuatu denganmengharap menerima lebih banyak
darinya, dansabarlah engkau melaksanakan perintah-perintahTuhanmu (QS
74:1-7).
Dalam wahyu ketiga terdapat pula bimbingan untuknya: Wahai orang
yang berselimut, bangkitlah, shalatlah di malam hari kecuali sedikit darinya,
yaitu separuh malam, kuranq sedikit dari itu atau lebih, dan bacalah Al-Quran
dengan tartil(QS 73:1-4).
Perintah ini disebabkan karena
Sesungguhnya kami akan menurunkan kepadamu wahyu yang sangat berat (QS
73:5).
Ada lagi ayat-ayat lain, umpamanya: Berilah peringatan kepada
keluargamu yang terdekat. Rendahkanlah dirimu, janganlah bersifat sombong
kepada orang-orang yang beriman yang mengikutimu. Apabila mereka (keluargamu)
enggan mengikutimu, katakanlah: aku berlepas dari apa yang kalian kerjakan
(QS 26:214-216).
Demikian ayat-ayat yang merupakan bimbingan bagi beliau demi suksesnya dakwah.
Kedua,
pengetahuan-pengetahuan dasar mengenai sifat dan af'al Allah, misalnya surah
Al-A'la (surah ketujuh yang diturunkan) atausurah Al-Ikhlash, yang menurut
hadis Rasulullah"sebanding dengan sepertiga Al-Quran", karena yang
mengetahuinya dengan sebenarnya akanmengetahui pula persoalan-persoalan tauhid
dan tanzih (penyucian) Allah SWT.
Ketiga,
keterangan mengenai dasar-dasar akhlak Islamiah, serta bantahan-bantahan secara
umum mengenai pandangan hidup masyarakat jahiliah ketika itu. Ini dapat dibaca,
misalnya, dalam surah Al-Takatsur, satu surah yang mengecam mereka yang
menumpuk-numpuk harta; dan surah Al-Ma'un yang menerangkan kewajiban terhadap
fakir miskin dan anak yatim serta pandangan agama mengenai hidup
bergotong-royong.
Periode ini berlangsung sekitar 4-5 tahun dan telah
menimbulkan bermacam-macam reaksi di
kalangan masyarakat Arab ketika itu. Reaksi-reaksi tersebut nyata dalam tiga
hal pokok:
1)
Segolongan
kecil dari mereka menerima dengan baik ajaran-ajaran Al-Quran.
2)
Sebagian besar
dari masyarakat tersebut menolak ajaran Al-Quran, karena kebodohan mereka (QS
21:24), keteguhan mereka mempertahankan adat istiadat dan tradisi nenek moyang
(QS 43:22), dan atau karena adanya maksud-maksud tertentu dari satu golongan
seperti yang digambarkan oleh Abu Sufyan: "Kalau sekiranya Bani Hasyim
memperoleh kemuliaannubuwwah, kemuliaan apa lagi yang tinggal untukkami."
3)
Dakwah Al-Quran
mulai melebar melampaui perbatasan Makkah menuju daerah-daerah sekitarnya.
2.
Periode Kedua
Periode kedua dari sejarah turunnya Al- Quran berlangsung selama
8-9 tahun, dimana terjadi pertarungan hebat antara gerakan Islam dan jahiliah.
Gerakan oposisi terhadap Islam menggunakan segala cara dan sistem untuk
menghalangi kemajuan dakwah Islamiah.
Dimulai dari fitnah, intimidasi dan penganiayaan, yang
mengakibatkan para penganut ajaran Al-Quran ketika itu terpaksa berhijrah ke
Habsyah dan para akhirnya mereka semua —termasuk Rasulullah saw.— berhijrah ke
Madinah.[20]
Pada masa tersebut, ayat-ayat Al-Quran, di satu pihak, silih
berganti turun menerangkan kewajiban-kewajiban prinsipil penganutnya sesuai
dengan kondisi dakwah ketika itu, seperti: Ajaklah mereka ke jalan Tuhanmu
(agama) dengan hikmah dan tuntunan yang baik, serta bantahlah mereka dengan
cara yang sebaik-baiknya (QS 16:125).
Dan, di lain pihak, ayat-ayat kecaman danancaman yang pedas terus
mengalir kepada kaum musyrik yang berpaling dari kebenaran, seperti: Bila
mereka berpaling maka katakanlah wahai Muhammad: "Aku pertakuti kamu
sekalian dengan siksaan, seperti siksaan yang menimpa kaum 'Ad dan Tsamud"(QS
41:13).
Selain itu, turun juga ayat-ayat yang mengandung
argumentasi-argumentasi mengenai keesaan Tuhan dan kepastian hari kiamat
berdasarkan tanda-tanda yang dapat
mereka lihat dalam kehidupan
sehari-hari, seperti: Manusia memberikan perumpamaan bagi kami dan lupa
akan kejadiannya, mereka berkata: "Siapakahyang dapat menghidupkan
tulang-tulang yang telah lapuk dan hancur?" Katakanlah, wahai Muhammad:
"Yang menghidupkannya ialah Tuhan yang menjadikan ia pada mulanya, danyang
Maha Mengetahui semua kejadian. Dia yang menjadikan untukmu, wahai manusia, api
dari kayu yang hijau (basah) lalu dengannya kamu sekalian membakar."
Tidaklah yang menciptakan langit dan bumi sanggup untuk menciptakan yang serupa
itu? Sesungguhnya Ia Maha Pencipta dan Maha Mengetahui. Sesungguhnya bila Allah
menghendaki sesuatu Ia hanya memerintahkan:"Jadilah!"Maka jadilah ia (QS
36:78-82).
Ayat ini merupakan salah satu argumentasi terkuat dalam membuktikan
kepastian hari kiamat. Dalam hal ini, Al-Kindi berkata: "Siapakah di
antara manusia dan filsafat yang sanggup mengumpulkan dalam satu susunan
kata-kata sebanyak huruf ayat- ayat tersebut, sebagaimana yang telah
disimpulkan Tuhan kepada Rasul-Nya saw., dimana diterangkan bahwa tulang-tulang
dapat hidup setelah menjadi lapuk dan hancur; bahwa qudrah-Nya
menciptakan seperti langit dan bumi; dan bahwa sesuatudapat mewujud dari
sesuatu yang berlawanan dengannya."[21]
Disini terbukti bahwa ayat-ayat Al-Quran telah sanggup memblokade
paham-paham jahiliah dari segala segi sehingga mereka tidak lagi mempunyai arti
dan kedudukan dalam rasio dan alam
pikiran sehat.
3.
Periode Ketiga
Selama masa periode ketiga ini, dakwah Al- Quran telah dapat
mewujudkan suatu prestasi besar karena
penganut-penganutnya telah dapat hidup bebas melaksanakan ajaran-ajaran agamadi
Yatsrib (yang kemudian diberi nama Al-MadinahAl-Munawwarah). [22]Periode
ini berlangsung selama sepuluh tahun, di mana timbul bermacam-macam peristiwa,
problem dan persoalan, seperti: Prinsip- prinsip apakah yang diterapkan dalam
masyarakat demi mencapai kebahagiaan? Bagaimanakahsikap terhadap orang-orang
munafik, Ahl Al-Kitab, orang-orang kafir dan lain-lain, yang semua itu
diterangkan Al-Quran dengan cara yang berbeda- beda?
Dengan satu susunan kata-kata yang membangkitkan semangat seperti
berikut ini, Al- Quran menyarankan: Tidakkah sepatutnya kamu sekalian
memerangi golongan yang mengingkari
janjinya dan hendak mengusir Rasul, sedangkan merekalah yang memulai
peperangan. Apakah kamu takut kepada mereka? Sesungguhnya Allah lebih berhak
untuk ditakuti jika kamu sekalian benar-benar orang yang beriman. Perangilah!
Allah akan menyiksa mereka dengan perantaraankamu sekalian serta
menghina-rendahkan mereka; dan Allah akan menerangkan kamu semua serta
memuaskan hati segolongan orang-orang beriman (QS 9:13-14).
Adakalanya pula merupakan perintah-perintah yang tegas disertai
dengan konsiderannya, seperti: Wahai orang-orang beriman,
sesungguhnyaminuman keras, perjudian, berhala-berhala, bertenung adalah
perbuatan keji dari perbuatan setan. Oleh karena itu hindarilah semua ituagar
kamu sekalian mendapat kemenangan. Sesungguhnya setan tiada lain yang
diinginkan kecuali menanamkan permusuhan dan kebencian diantara kamu
disebabkan oleh minuman keras dan
perjudian tersebut, serta memalingkan kamu dari dzikrullah dan sembahyang, maka
karenanya hentikanlah pekerjaan-pekerjaan tersebut (QS5:90-91).
Disamping itu, secara silih-berganti, terdapat juga ayat yang
menerangkan akhlak dan suluk yang harus diikuti oleh setiap Muslim dalam
kehidupannya sehari-hari, seperti: Wahai orang- orang yang beriman,
janganlah kamu memasuki satu rumah selain rumahmu kecuali setelah mintaizin dan
mengucapkan salam kepada penghuninya. Demikian ini lebih baik bagimu. Semoga
kamu sekalian mendapat peringatan (QS 24:27).
Semua ayat ini memberikan
bimbingan kepada kaum Muslim
menuju jalan yang diridhai Tuhan disamping mendorong mereka untuk berjihaddi
jalan Allah, sambil memberikan didikan akhlak dan suluk yang sesuai dengan
keadaan merekadalam bermacam-macam situasi (kalah, menang,bahagia, sengsara, aman
dan takut). Dalam perang Uhud misalnya, di mana kaum Muslim menderita tujuh
puluh orang korban, turunlah ayat-ayat penenang yang berbunyi: Janganlah
kamusekalian merasa lemah atau berduka cita. Kamu adalah orang-orang yang
tinggi (menang) selama kamu sekalian beriman. Jika kamu mendapatluka, maka
golongan mereka juga mendapat luka serupa. Demikianlah hari-hari kemenangan
Kami perganti-gantikan di antara manusia, supaya Allah membuktikan orang-orang
beriman dan agar Allah mengangkatdari mereka syuhada, sesungguhnya Allah tiada
mengasihi orang-orangyang aniaya (QS3:139-140).
Selain ayat-ayat yang turun mengajak berdialog dengan orang-orang
Mukmin, banyak juga ayat yang ditujukan kepada orang-orang munafik,Ahli Kitab
dan orang-orang musyrik. Ayat-ayat tersebut mengajak mereka ke jalan yang
benar, sesuai dengan sikap mereka terhadap dakwah. Salah satu ayat yang
ditujukan kepada ahli Kitab ialah: Katakanlah (Muhammad): "Wahai
ahlikitab (golongan Yahudi dan Nasrani), marilah kita menuju ke satu kata
sepakat diantara kita yaitu kita tidak menyembah kecuali Allah;
tidakmempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun,tidak pula mengangkat sebagian
dari kita tuhan yang bukan Allah." Maka bila mereka berpalingkatakanlah:
"Saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang Muslim" (QS 3:64).
F.
Kodifikasi
al-Quran dan Perkembangannya
1.
Penulisan
Al-Qur’an pada masa Nabi Muhammad SAW
Penulisan (pencatatan dalam bentuk teks) Al-Qur'an sudah dimulai
sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Kemudian transformasinya menjadi teks yang
dijumpai saat ini selesai dilakukan pada zaman khalifahUtsman bin Affan.
Pada masa ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup, terdapat beberapa
orang yang ditunjuk untuk menuliskan Al Qur'an yakni Zaid bin Tsabit, Ali bin
Abi Talib, Muawiyah bin Abu Sufyan dan Ubay bin Kaab. Sahabat yang lain juga
kerap menuliskan wahyu tersebut walau tidak diperintahkan. Media penulisan yang
digunakan saat itu berupa pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit
atau daun kayu, pelana, potongan tulang belulang binatang. Para sahabat yang umumnya
adalah orang-orang Arab yang murni itu menyadari betul akan kemapuan ingatan
mereka yang menabjubkan tersebut. Kemampuan mereka itu kemudian mereka
manfaatkan untuk memeliharan autentisitas al-qur’an, karena itula, setiap kai
mereka menerima ayat ayat al-Qur’an, baik yang langsung dari Rasulullah maupun
melalui sahabat yang lain, mereka para sahabat segera mempelajari dan
menghafalkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan sebaik-baiknya.[23]
2.
Kodifikasi
Al-Qur’an Pada masa Kholifah Abu Bakar.
Sepeninggal Nabi Muhammad SAW para sahabat baik dari kalangan
Anshar ataupun Muhajirin sepakat untuk mengangkat Abu Bakar sebagai Khalifah
untuk menggantikan Nabi Muhammad SAW. Pada masa pemerintahan Abu Bakar
terjadilah Jam’ul Qur’an yaitu pengumpulan naskah atau manuskrip Al-Qur’an yang
susunan surat-suratnya menurut riwayat masih berdasarkan pada turunnya wahyu
(hasbi tartibin nuzul). Diriwayatkan sebab-sebab dikumpulkannya Al-Qur’an pada
masa pemerintahan Abu Bakar adalah gugurnya para sahabat penghafal Al-Qur’an
pada perang Yamamah. Perang Yamamah adalah perang terjadi untuk menumpas
orang-orang murtad dan mengaku sebagai Nabi. Tentara Islam yang ikut dalam
peperangan itu kebanyakan adalah para sahabat yang hafal Al-Qur’an. Dalam
peperangan itu banyak sahabat yang
gugur, dan diperkirakan sahabat yang hafal Al-Qur’an gugur sebanyak 70 orang,
bahkan pada peperangan sebelumnya juga
telah gugur para sahabat penghafal Al-Qur’an hampir menyamai dari jumlah itu,
yaitu perang di dekat sumur Ma’unah dekat kota Madinah pada masa Nabi Muhammad
SAW.
Umar bin Khatab khawatir hal serupa yang dialami para sahabat
penghafal Al-Qur’an yang gugur akan menimpa para sahabat penghafal Al-Qur’an
yang saat itu masih hidup. Lalu Umar bin Khatab menghadap Abu bakar dan
mengatakan bahwa korban yang gugur pada perang Yamamah sangat banyak khususnya
dari kalangan penghafal Al-Qur’an. Umar bin Khatab meminta agar Abu Bakar
memerintahkan pengumpulan Al-Qur’an. Tapi Abu bakar tidak langsung bersedia
menerima permintaan dari Umar bin Khatab. Abu Bakar awalnya menolak karena
menuruta Abu Bakar Nabi tidak pernah
melakukan hal semacam itu. Umar bin Khatab tetap memaksa agar pengumpulan Al-Qur’an tetap dilaksanakan. Umar bin Khatab
mengatakan kepada Abu Bakar bahwa mengumpulkan Al-Qur’an itu adalah perbuatan
yang sangat mulia. Dengan ijin Allah hati Abu Bakar terbuka dan menyetujui usul
dari Umar bin Khatab untuk mengumpulkan Al-Qur’an.
Abu Bakar memerintahkan kepada Zaid bin Tsabit untuk melaksanakan
tugas yaitu memeriksa, meneliti, dan mengumpulkan Al-Qur’an. Abu Bakar menunjuk
Zaid bin Tsabit dengan alasan bahwa Zaid bin Tsabit adalah pemuda yang cerdas
dan pintar. Selain pintar dan cerdas Zaid bin Tasabit juga selalu menulis wahyu
(Al-Qur’an) untuk Nabi Muhammad SAW. Dia juga hafal Al-Qur’an.
Seperti halnya Abu Bakar ketika pertama kali mendapat usul dari
Umar bin Khatab Zaid awalnya juga tidak langsung melaksanakan tugas yang
diamanatkan kepadanya itu. Tugas
mengumpulkan Al-Qur’an menurutnya sangat
berat, bahkan lebih berat dari pada memindahkan gunung. Dia menanyakan kepada Abu Bakar mengapa harus
mengumpulkan Al-Qur’an padahal pekerjaan seperti itu tidak pernah dilaksanakan
oleh Nabi Muhammad SAW. Abu Bakar mengatakan pada Zaid bin Tsabit bahwa
mengumpulkan Al-Qur’an itu adalah
perbuatan yang mulia, seperti jawaban Umar bin Khatab ketika menjawab
pertanyaan dari dirinya. Zaid akhirnya juga melaksanakan tugas yang diamanatkan
kepadanya itu.[24]
Zaid bin Tsabit mengumpulkan Al-Qur’an dari daun, pelepah kurma,
batu, tanah keras, tulang unta atau kambing dan juga dari hafalan-hafalan para
sahabat. Zaid bin Tsabit bekerja sangat teliti sekalipun ia hafal Al-Qur’an
seluruhnya tetapi untuk kepentingan pengumpulan Al-Qur’an yang sangat penting
bagi Umat Islam itu, masih memandang
perlu mencocokan hafalan atau catatan dari sahabat-sahabat yang lain dengan
disaksikan oleh dua orang saksi.
Dengan demikian Al-Qur’an seluruhnya telah ditulis Zaid bin Tsabit
dalam lembaran-lembaran dan diikatnya dengan benang tersusun menurut urutan
ayat-ayatnya sebagaimana telah ditetapkan oleh Nabi Muhammad SAW. Kemudian
Al-Qur’an hasil pengumpulan itu diserahkan kepada Abu Bakar.
Kemudian Mushaf hasil pengumpulan Zaid tersebut disimpan oleh Abu
Bakar, peristiwa tersebut terjadi pada tahun 12 H. Setelah ia wafat disimpan
oleh khalifah sesudahnya yaitu Umar, setelah ia pun wafat mushaf tersebut
disimpan oleh putrinya dan sekaligus istri Rasulullah s.a.w. yang bernama
Hafsah binti Umar r.a.
Semua sahabat sepakat untuk memberikan dukungan mereka secara penuh
terhadap apa yang telah dilakukan oleh Abu bakar berupa mengumpulkan Al-Qur’an
menjadi sebuah Mushaf. Kemudian para sahabat membantu meneliti naskah-naskah
Al-Qur’an dan menulisnya kembali. Sahabat Ali bin Abi thalib berkomentar atas
peristiwa yang bersejarah ini dengan mengatakan : “ Orang yang paling berjasa
terhadap Mushaf adalah Abu bakar, semoga ia mendapat rahmat Allah karena ialah
yang pertama kali mengumpulkan Al-Qur’an, selain itu juga Abu bakarlah yang
pertama kali menyebut Al-Qur’an sebagai Mushaf.”
Menurut riwayat yang lain orang yang pertama kali menyebut
Al-Qur’an sebagai Mushaf adalah sahabat Salim bin Ma’qil pada tahun 12 H lewat
perkataannya yaitu : “Kami menyebut di negara kami untuk naskah-naskah atau
manuskrip Al-Qur’an yang dikumpulkan dan di bundel sebagai MUSHAF”, dari
perkataan Salim inilah Abu bakar mendapat inspirasi untuk menamakan
naskah-naskah Al-Qur’an yang telah dikumpulkannya sebagai Al-Mushaf as Syarif
(kumpulan naskah yang mulya).
Dalam Al-Qur’an sendiri kata Suhuf (naskah ; jama’nya Sahaif)
tersebut 8 kali, salah satunya adalah firman Allah QS. Al-Bayyinah (98):2 “
Yaitu seorang Rasul utusan Allah yang membacakan beberapa lembaran suci. (Al
Quran)”
Pada masa pemerintahan Umar bin Khatab tidak terjadi perkembangan
yang signifikan terkait dengan kodifikasi Al-Qur’an seperti yang dilakukan pada
masa Abu Bakar. Pada masa pemerintahan Umar bin Khatab melanjutkan apa yang
telah dicapai oleh pemerintahan sebelumnya, yaitu mengemban misi untuk
menyebarkan Islam dan mensosialisasikan sumber utama ajarannya yaitu Al-Qur’an pada wilayah-wilayah Daulah
Islamiyah baru yang berhasil dikuasai dengan mengirim para sahabat yang
kredebilitas serta kapasitas ke-Al-Qur’an an-nya bisa dipertanggung jawabkan.
Sesudah Umar Wafat , Mushaf itu dipindahkan ke rumah Hafsah Puteri Umar bin
Khatab yang juga istri Nabi Muhammad
SAW.
3.
Kodifikasi
Al-Qur’an Pada Masa Khalifah Utsman bin Affan.
Dimasa kepemimpinan Khalifah Utsman bin Affan, mengalami perluasan
wilayah pemerintahannya telah sampai ke Armenia dan Azarbaizan di sebelah
timur, dan Tripoli di sebelah barat. Dengan demikian kaum Muslimin telah
berpencar sampai ke Mesir,Syiria, Irak, Persia, dan Afrika.[25]
Kemana orang-orang Muslim pergi dan di manapun mereka tinggal
Al-Qur’an tetap menjadi imam mereka dan diantara mereka banyak yang menghafal
Al-Qur’an. Mereka juga mempunyai naskah-naskah dari Al-Qur’an akan tetapi
naskah-naskah yang mereka punyai tidak sama susunan surat-suratnya.
Begitu juga ada didapat diantara mereka pertikaian tentang bacaan
itu, asal mula pertikaiannya ini adalah karena Nabi Muhammad SAW memberi
kelonggaran pada kabilah-kabilah Arab yang ada di masanya.Untuk membaca dan
melafalkan Al-Qur’an itu menurut bahasa mereka masing-masing, kelonggaran ini
diberi oleh Nabi Muhammad SAW supaya Al-Qur’an mudah dihafalkan oleh para
kabilah-kabilah tersebut.
Tetapi fenomena ini ditangkap dan ditanggapi secara cerdas oleh
salah seorang sahabat yang juga sebagai panglima perang pasukan Muslim yang
bernama Huzaifah bin Yaman. Ketika Huzaifah bin Yaman ikut dalam pertempuran
menakhlukkan Armenia dan Azerbaizan (dulu termasuk dalam Uni Soviet) maka
selama dalam perjalanan perang, dia pernah mendengar pertikaian Kaum Muslimin
tentang bacaan Ayat Al-Qur’an dan dia pernah mendengar perkataan seorang Muslim
kepada temannya bahwa “bacaanku lebih baik dari bacaan-bacaanmu.”
Keadaan ini mengagetkan Huzaifah bin Yaman, maka pada waktu dia
kembali ke Madinah Huzaifah bin Yaman segera menghadap Utsman bin Affan dan
menyampaikan kepadanya atas kejadian-kejadian yang terjadi dimana terdapat
perbedaan bacaan Al-Qur’an yang mengarah keperselisihan.
Lalu Utsman bin Affan meminta Hafsah bin Umar meminjamkan
Mushaf-Mushaf yang dimilikinya yang ditulis pada masa Khalifah Abu Bakar yang
dulu untuk disalin oleh panitia yang telah dibentuk oleh Utsman bin Affan, yang
aggotanya terdiri dari para sahabat diantaranya Zaid bin Tsabit, sebagai ketua,
Abdullah bin Zubair, Said bin ‘Ash dan Abdur Rahman bin Haris bin Hisyam.
Tugas panitia ini ialah membukukan Al-Qur’an, yakni menyalin dari
lembaran-lembaran yang tersebut menjadi buku.
Dalam pelaksanaan tugas ini Utsman bin Affan menasihatkan supaya :
a.
Mengambil
pedoman kepada bacaan mereka yang hafal Al-Qur’an.
b.
Kalau ada
pertikaian antara mereka tentang bahasa (bacaan), maka haruslah dituliskan menurut
dialek Suku Quraisy, sebab Al-Qur’an itu diturunkan menurut dialek mereka.[26]
Kodifilkasi dan penyalinan kembali Mushaf Al-Qur’an ini terjadi
pada tahun 25 H. Setelah panitia selesai selesai menyalin Mushaf, Mushaf Abu
Bakar dikembalikan lagi kepada Hafsah. Selanjutnya Utsman bin Affan
memerintahkan untuk membakar setiap naskah-naskah dan manuskrip Al-Qur’an
selain Mushaf salinannya yang berjumlah enam Mushaf. Mushaf hasil salinan
tersebut dikirimkan ke kota-kota besar yaitu Kufah, Basrah, Mesir, Syam, dan
Yaman. Utsman menyimpan satu Mushaf untuk ia simpan di Madinah yang belakangan
dikenal sebagai Mushaf Al-Imam.
Tindakan Usman untuk menyalin dan menyatukan Mushaf berhasil
meredam perselisihan dikalangan umat islam sehingga ia manual pujian dari umat
islam baik dari dulu sampai sekarang sebagaimana khalifah pendahulunya Abu
bakar yang telah berjasa mengumpulkan Al Quran. Adapun Tulisan yang dipakai
oleh panitia yang dibentuk Usman untuk menyalin Mushaf adalah berpegang pada
Rasm alAnbath tanpa harakat atau Syakl (tanda baca) dan Nuqath (titik sebagai
pembeda huruf).
Manfaat kodifikasi Al-Qur’an pada masa Utsman bin Affan antara
lain:
a.
Menyatukan Kaum
Musliminn pada satu macam Mushaf yang seragam tulisan dan ejaannya.
b.
Menyatukan
bacaan, meskipun masih ada berlainan bacaan, tetapi bacaan itu tidak berlawanan
dengan Mushaf-Mushaf Utsman.
c.
Menyatukan
tertib susunan Surat-Surat menurut urutan seperti Mushaf sekarang.
Sampai sekarang, setidaknya
masih ada empat mushaf yang
disinyalir adalah salinan mushaf hasil
panitia yang diketuai oleh
Zaid bin Tsabit pada masa khalifah Usman bin Affan. Mushaf
pertama ditemukan di kota
Tasyqand yang tertulis dengan Khat Kufy.
Dulu sempat dirampas oleh kekaisaran
Rusia pada tahun 1917 M dan disimpan di perpustakaan Pitsgard (sekarang
St.PitersBurg) dan Umat Islam dilarang untuk melihatnya.
Pada tahun yang sama setelah
kemenangan komunis di Rusia, Lenin memerintahkan untuk memindahkan
Mushaf tersebut ke kota Opa sampai
tahun 1923 M. Tapi setelah terbentuk Organisasi Islam di Tasyqand para
anggotanya meminta kepada parlemen Rusia agar Mushaf dikembalikan lagi
ketempat asalnya yaitu di Tasyqand (Uzbekistan, negara di bagian asia tengah).
Mushaf kedua terdapat di Museum al Husainy di kota Kairo mesir dan
Mushaf ketiga dan keempat terdapat di kota Istambul Turki. Umat islam tetap
mempertahankan keberadaan mushaf yang asli apa adanya.
Sampai suatu saat ketika umat islam sudah terdapat hampir di semua
belahan dunia yang terdiri
dari berbagai bangsa, suku, bahasa
yang berbeda-beda sehingga memberikan
inspirasi kepada salah seorang sahabat Ali bin Abi Thalib yang menjadi khalifah pada waktu itu yang bernama
Abul-Aswad as-Dualy untuk membuat tanda baca (Nuqathu I’rab) yang berupa tanda
titik.
Atas persetujuan dari khalifah, akhirnya ia membuat tanda baca
tersebut dan membubuhkannya pada mushaf. Adapun yang mendorong Abul-Aswad
ad-Dualy membuat tanda titik adalah riwayat dari Ali r.a bahwa suatu ketika
Abul-Aswad adDualy menjumpai seseorang yang bukan orang arab dan baru masuk
Islam membaca kasrah pada kata ‘Warasuulihi’ yang seharusnya dibaca
‘Warasuuluhu’ yang terdapat pada QS. At-Taubah (9) 3 sehingga bisa merusak
makna.[27]
Abul-Aswad ad-Dualy menggunakan titik bundar penuh yang berwarna
merah untuk menandai Fathah, Kasrah, Dhammah, Tanwin dan menggunakan warna
hijau untuk menandai Hamzah. Jika suatu kata yang ditanwin bersambung dengan
kata berikutnya yang berawalan huruf Halq (idzhar) maka ia membubuhkan tanda
titik dua horizontal seperti ‘adzabun alim’ dan membubuhkan tanda titik dua
Vertikal untuk menandai Idgham seperti ‘ghafurrur rahim’.
Adapun yang pertama kali membuat Tanda Titik
untuk membedakan
huruf-huruf yang sama karakternya (nuqathu hart)
adalah Nasr bin Ashim (W. 89
H) atas
permintaan Hajjaj bin Yusuf
as-Tsaqafy, salah seorang gubernur
pada masa Dinasti Daulah Umayyah
(40-9 5 H). Sedangkan yang
pertama kali menggunakan tanda Fathah, Kas rah, Dhammah, Sukun, dan Tasydid
seperti yang-kita kenal sekarang adalah Al-Khalil bin Ahmadal-Farahidy(W.170H)
pada abad ke II H.
Kemudian pada masa Khalifah
Al-Makmun, para ulama selanjutnya berijtihad untuk semakin mempermudah orang untuk
membaca dan menghafal Al-Qur’an khususnya
bagi orang selain Arab
dengan menciptakan tanda-tanda baca tajwid yang berupa Isymam,
Rum, dan Mad.
Sebagaimana mereka juga membuat tanda Lingkaran Bulat sebagai
pemisah ayat dan mencamtumkan nomor ayat, tanda-tanda waqaf (berhenti membaca),
ibtida (memulai membaca), menerangkan identitas surah di awal setiap surah yang
terdiri dari nama, tempat turun, jumlah ayat, dan jumlah ‘ain.
Tanda-tanda lain yang dibubuhkan pada tulisan Al-Qur’an adalah Tajzi’ yaitu
tanda pemisah antara satu Juz dengan yang lainnya berupa kata Juz
dan diikuti dengan penomorannya (misalnya, al-Juz-utsalisu: untuk juz 3) dan tanda untuk menunjukkan isi
yang berupa seperempat, seperlima, sepersepuluh,setengah juz dan juz itu
sendiri.
Sebelum ditemukan mesin cetak, Al-Qur’an disalin dan
diperbanyak dari Mushaf Utsmani dengan cara tulisan tangan.
Keadaan ini berlangsung sampai abad ke16
M. Ketika Eropa menemukan mesin cetak yang dapat digerakkan (dipisah-pisahkan)
dicetaklah Al-Qur’an untuk pertama kali di Hamburg,Jerman pada tahun 1694M.
Naskahtersebut sepenuhnya dilengkapi dengan tanda baca. Adanya
mesin cetak ini semakin mempermudah umat Islam memperbanya mushaf Al-Qur’an.
Mushaf Al-Qur’an yang pertama kali dicetak oleh kalangan umat islam sendiri
adalah mushaf edisi Malay Utsman yang dicetak pada tahun 1787 dan diterbitkan
di St. Pitersburg Rusia.[28]
Kemudian diikuti oleh percetakan lainnya, seperti di Kazan pada
tahun 1828, Persia Iran tahun 1838 dan
Istambul tahun 1877. Pada tahun 1858, seorang Orientalis Jerman,
Fluegel,menerbitkan Al-Qur’an yang dilengkapi dengan pedoman yang amat
bermanfaat.Sayangnya, terbitan Al-Qur’an yang dikenal dengan edisi Fluegel ini
ternyata mengandung cacat yang fatal karena sistem penomoran ayat tidak sesuai
dengan sistem yang digunakan dalam mushaf standar. Mulai Abad ke-20, pencetakan
Al-Qur’an dilakukan umat Islam sendiri. Pencetakannya mendapat pengawasan ketat
dari para Ulama untuk menghindari timbulnya kesalahan cetak.
Cetakan Al-Qur’an yang banyak dipergunakan di dunia islam dewasa
ini adalah cetakan Mesir yang juga dikenal dengan edisi Raja Fuad karena dialah
yang memprakarsainya. Edisi ini ditulis berdasarkan Qira’at Ashim riwayat Hafs
dan pertama kali diterbitkan di Kairo pada tahun 1344 H/1925 M.
Selanjutnya, pada tahun 1947 M untuk pertama kalinya Al-Qur’an
dicetak dengan tekhnik cetak offset yang canggih dan dengan memakai huruf-huruf
yang indah. Pencetakan ini dilakukan di Turki atas prakarsa seorang ahli
kaligrafi turki yang terkemuka Said Nursi.[29]
G.
Kesimpulan
1.
Kata
Al-Qur’an (al-Qur’an) atau Qur’an tidak
lain yang dimaksud adalah kitabullah atau kallamullah wa ta’ala yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Secara makna dan lafadh, yang membacanya adalah ibadah. Menurut al-Syafi’i,
kata al-Qur’an adalah nama asli dan tidak pernah dipungut dari kata lain. Kata
tersebut khusus dipakai untuk menjadi nama firman Allah SWT yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW.
2.
Salah
satu bukti bahwa al-Quran betul-betul wahyu Allah dan merupakan sumber ilmu
pengetahuan utama adalah dengan ditemukannya banyak penemuan dibidang sains yang
sebetulnya telah disebutkan dalam al-Quran, diantara penemuan-penemuan besar
yang telah diterangkan dalam al-Quran adalah penemuan Einsten tentang besaran
kecepatan cahaya dan teori Big Bang yang menjelaskan tentang terciptanya alam
semesta.
3.
Al-Quran
diturunkan oleh Allah kepada nabi Muhammad SAW sebagai petunjuk bagi umat
islam, sebagaimana yang tertera dalam firmannya, “ Sesungguhnya Al-Quran ini
memberi petunjuk menuju jalan yang sebaik-baiknya (QS, 17:9).
4.
Menurut
syaikh Al-khudlari dalam bukunya, Tarikh Tasyri, masa turunnya Al-qur’an yang
dimulai dari tanggal 17 Ramadhan tahun ke 41 dari kelahiran Nabi Muhammad saw
hingga akhirnya turunnya ayat pada 9 dzulhijjah tahun ke 63 dari usia beliau,
tidak kurang dari 22 tahun 2 bulan 22 hari, masa ini kemudian dibagi oleh para
ulama menjadi dua periode yaitu periode mekkah dan periode madinah.
5.
Kodifikasi
al-Quran secra garis besar terjadi dalam 3 masa, yakni: masa Rasulullah SAW,
masa khalifah Abu Bakar, dan masa khalifah Ustman bin Affan.
Daftar Pustaka
Agur Haryo Sudarmojo, Menyibak rahasia Sains Bumi dalam
Al-Quran, 2009, Bandung:PT Mizan Pustaka.
Athaillah. Sejarah al-Qur’an . 2010.Yogyakarta:Pustaka
Pelajar.
Azfalur Rahman, Al-Quran Sumber Ilmu Pengetahuan, 2000,
Jakarta;PT Rineka Citra.
Lelya Hilda, Hubungan Peristiwa Israk Mikraj Dengan Teori
Relativitas Einstein,
jurnal.iaian-padangsidimpuan.ac.id (jurnal)
Mahmud,‘Abdul Halim. AL-Tafsir Al-Falsafiy fi Al-Islam. 1982.
Beirut:Dar AL-Kitab Al-Lubnaniy.
Muhammadn ibn Muhammad Abu Syahbah, al-Madkhal li Dirasah
al-Qur’an al-Karim. 1992. Kairo: Maktabah sunnah.
Mushaf Aisyah, 2013, Jakarta:PT. Insan Media Pustaka.
Shihab, Muhammad Quraish, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran
Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat.2007. Bandung: PT Mizan Pustaka.
Shumbulah Umi,Kholil Akhmad, Nasrullah, Studi Al-Qur’an dan
Hadist. 2014. Malang: UIN-MALIKI PRESS.
Wisnu arya wardhana, Melacak Teori Einstein dalam Al-Quran,
2006, Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
Catatan-catatan:
1. Abstraknya
terlalu panjang, seharusnya 100-200 kata. Ayat al-Qur’an tidak seharusnya masuk
di sana.
2. Sebagaimana
abstrak, keywords/kata-kata kunci juga ada dwi bahasa.
3. Referensi
jurnal harus lengkap dengan mencantumkan nama jurnal, volume, nomor, tahun, dan
halaman berapa.
4. Pendahuluan
berisi pengantar untuk memahami materi, dan bukan materi itu sendiri. Tolong
disesuaikan.
5. Definisi
al-Qur’an harusnya ditulis secara logis, definisi secara etimologi dulu baru
kemudian secara terminologi.
6. Logika
penulisan makalah ini masih semerawut. Pada bagian bukti-bukti al-Qur’an
sebagai wahyu Allah, perlu diperbaiki lagi supaya enak dibaca. Tulisan perlu
diberikan kata-kata penyambung dan data dari referensi harusnya lebih diringkas
kembali.
7. Pembahasan
Sejarah Turunnya al-Qur’an apakah mempunyai relevansi dengan tulisan Anda di
bawahnya?
8. Penulisan
footnote banyak yang salah, jadi tolong perbaiki.
9. Tiga
pengarang buku hanya ditulis nama penulis pertama lalu ditambah dkk., misalnya
Umi Sumbulah dkk.
10. Penulisan
daftar pustaka juga masih salah, coba lihat artikel yang menjadi patokan.
11. Kesimpulan
harusnya diberikan pengantar sedikit, dan tidak boleh memakai angka 1, 2, 3
dst. Jika memang harus menggunakannya, maka memakai kata pertama, kedua, ketiga
dst.
12. Jika
ingin menulis sejarah al-Qur’an setelah masa sahabat Usman, sebaiknya ditulis
dalam sub-bab tersendiri setelah sub-bab “Kodifikasi Al-Qur’an Pada Masa
Khalifah Utsman bin Affan.”
Halaman
yang banyak tetapi tidak menggunakan logika penulisan yang jelas, maka tidak
akan menghantarkan pada kualitas yang baik. Makalah ini perlu dirombak agar
tidak kehilangan kualitas. Semangat!!!!!!!
[1]Muhammadn ibn Muhammad Abu
Syahbah, al-Madkhal li Dirasah al-Qur’an al-Karim (Kairo: Maktabah
sunnah, 1992), hlm 7
[2]Shumbulah Umi,Kholil Akhmad,
Nasrullah, Studi Al-Qur’an dan Hadist (Malang: UIN-MALIKI
PRESS,2014),hlm 5-6
[4]Lelya Hilda, Hubungan
Peristiwa Israk Mikraj Dengan Teori Relativitas Einstein,
jurnal.iaian-padangsidimpuan.ac.id (jurnal)
[5]Wisnu arya wardhana, Melacak
Teori Einstein dalam Al-Quran, 2006, Yogyakarta:Pustaka Pelajar. Hlm 166
[6]Terjemahan dari mushaf, 2013,
Jakarta:PT. Insan Media Pustaka
[7]Wisnu arya wardhana, Melacak
Teori Einstein dalam Al-Quran, 2006, Yogyakarta:Pustaka Pelajar. Hlm 170
[8]Wisnu arya wardhana, Melacak
Teori Einstein dalam Al-Quran, 2006, Yogyakarta:Pustaka Pelajar. Hlm 172
[9]Wisnu arya wardhana, Melacak
Teori Einstein dalam Al-Quran, 2006, Yogyakarta:Pustaka Pelajar. Hlm 175
[10]Agur Haryo Sudarmojo, Menyibak
rahasia Sains Bumi dalam Al-Quran, 2009, Bandung:PT Mizan Pustaka. Hlm 10
[11] Terjemahan dari mushaf, 2013,
Jakarta:PT. Insan Media Pustaka
[12] Azfalur Rahman, Al-Quran
Sumber Ilmu Pengetahuan, 2000, Jakarta;PT Rineka Citra. Hlm 152
[13]Shihab, Muhammad Quraish, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan
Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2007)
hlm 33-34
[14]Whitehead, science and The
Modern World, hlm. 180
[15]Shihab, Muhammad Quraish, Membumikan
Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (Bandung: PT
Mizan Pustaka, 2007) hlm 34-35
[18]Shihab, Muhammad Quraish, Membumikan
Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (Bandung: PT
Mizan Pustaka, 2007) hlm 35-36
[20]Shihab, Muhammad Quraish, Membumikan
Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (Bandung: PT
Mizan Pustaka, 2007) hlm 36-37
[21]Lihat ‘Abdul Halim Mahmud, AL-Tafsir
Al-Falsafiy fi Al-Islam, Dar AL-Kitab Al-Lubnaniy, Beirut, 1982, hlm 73-74
[22]Shihab, Muhammad Quraish, Membumikan
Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (Bandung: PT
Mizan Pustaka, 2007) hlm 37
[23]Athaillah, Sejarah al-Qur’an
(Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2010)hlm 182
[24]Athaillah, Sejarah al-Qur’an
(Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2010) hlm 214-215
[25]Athaillah, Sejarah al-Qur’an
(Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2010)hlm 238
[26]Athaillah, Sejarah al-Qur’an
(Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2010) hlm: 236-241
[27]Athaillah, Sejarah al-Qur’an
(Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2010) hlm: 241
Tidak ada komentar:
Posting Komentar