SEJARAH
PERADABAN ISLAM PADA MASA RASULULLAH SAW
Salma
Laksmita Benedik, Nur Afi Zein, Ayu Nur
Rohmah
Mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa Arab angkatan 2016
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
ABSTRACT
This article was written with the
purpose of the contribution science sebgai piece of the author to the reader,
which will be discussed on future trips Islam Prophet ranging from propaganda
system used Prophet in spreading Islam. As we all know by producing the
AssabiqunalAwwalun other companions and friends. Then unite people muhajirin
and Anshor in Madinah through several agreements that existed until the
leadership model of the Prophet Muhammad is that he has the full nature with
patience, responsibility, forgiveness, full of trust, to be honest. Prophet is
a spiritual leader who triumphed. He also is a victorious leader of the country
capable of bringing change in the city of Medina.
Keywords: Propagation, Assabiqunalawwalun,
immigrants, Anshor, Model, Leadership, the Prophet Muhammad SAW.
Artikel ini ditulis dengan tujuan sebgai secuil sumbangan ilmu dari
penulis kepada para pembaca, yang mana akan dibahas tentang perjalanan Islam
masa Rasulullah SAW mulai dari sistem dakwah yang digunakan Rasulullah dalam
menyebarkan Islam. Sebagaimana yang kita ketahui dengan menghasilkan para
Assabiqunal Awwalun serta sahabat sahabat yang lainnya. Kemudian menyatukan
masyarakat muhajirin dan anshor di Madinah dengan melalui beberapa
perjanjian-perjanjian yang ada hingga model kepemimpinan Nabi Muhammad
SAW adalah beliau mempunyai sifat penuh dengan kesabaran, tanggung jawab,
pemaaf, penuh dengan amanah, jujur. Rasulullah merupakan pemimpin spiritual
yang berjaya. Rasulullah juga merupakan pemimpin negara yang berjaya yang mampu
membawa perubahan di kota madinah.
Kata kunci: Dakwah, Assabiqunal awwalun, Muhajirin,
Anshor, Model, Kepemimpinan, Nabi Muhammad SAW.
A.
Pendahuluan
Peradaban islam adalah
terjemahan dari kata Arab al-Hadharah al-Islamiyah. Kata Arab ini sering
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan Kebudayaan Islam. “Kebudayaan”
dalam bahasa Arab adalah al-Tsaqofah. Di Indonesia, sebagaimana juga di
Arab dan Barat, masih banyak orang yang mensinonimkan dua kata “Kebudayaan”
(Arab, al-Tsaqofah; Inggris, culture) dan “peradaban” (Arab, al-Hadharah;
Inggris, civilization). Dalam perkembangan ilmu antropologi sekarang, kedua
istilah itu dibedakan. Kebudayaan adalah bentuk ungkapan tentang semangat
mendalam suatu masyarakat. Sedangkan, manifestsi-manifestasi kemajuan mekanis
dan teknologis lebih bekaitan dengan peradaban. Kalau kebudayaan lebih banyak
direfleksikan dalam seni, sastra, religi (agama), dan moral, maka peradaban
terefleksi dalam politik, ekonomi, dan teknologi.
Sosok manusia terpopuler
sepanjang masa telah lahir di padang pasir tandus menjelang akhir abad keenam
masehi. Namanya paling banyak disebut, dan tak tertandingi oleh tokoh dunia
manapun di muka bumi. Keluhuran budi pekertinya menjadi suri tauladan bagi
siapapun yang mendambakan kedamaian dan kebahagiaan. Ajaran yang dibawanya
menjadi obor penerang bagi setiap pencinta kebenaran. Beliau adalah nabi
terakhir yang diutus Tuhan kepada umat manusia dan menjadi penyempurna dari
ajaran-ajaran yang dibawa oleh nabi-nabi Allah terdahulu. Beliau lahir di
tengah-tengah masyarakat Arab jahiliyah yang menjadikan nafsu sebagai panglima,
mempertuhan menteri dan kekayaan serta membanggakan nasab dan keturunan. Di
tengah-tengah yang meraba-raba dalam kegelapan moral yang pekat, beliau
nyalakan pelita kebenaran. Beliau damaikan suku-suku yang bermusuhan dan
dipersatukannya pula kabilah-kabilah yang terperangkan kotak-kotak ashobiah
yang berserakan dan menyesatkan ke dalam sebuah keluarga besar “Islam”. Dua
puluh tahun lebih beliau bekerja keras dan akhirnya berhasil.
Bagi setiap muslim,
mempelajari dan memahami kehidupan dan perjuangan Muhammad Rasulullah merupakan
keniscayaan, dan mengikuti ajarannya adalah suatu kewajiban. Di sini akan
dibahas meliputi sistem
dakwah Rasulullah SAW di Makkah, pembentukan masyarakat Madinah, dan model
kepemimpinan Rasulullah SAW. Tulisan ini memang tidak menyajikan uraian yang
rinci dan detail, namun telah diupayakan untuk memberikan gambaran dalam garis
besar. Rujukan yang digunakan untuk tulisan ini diharapkan bisa sedikit
membantu para pembaca untuk memperluas wawasan khususnya bagi penulis sendiri
dan mengetahui lebih jauh kehidupan dan perjuangan Rasulullah SAW.
B.
Sistem Dakwah
Rasulullah SAW
Abdus
Salam Harun (2003;54)
mengutarakan dalam bukunya ketika Rasulullah SAW telah berusia empat puluh
tahun Allah mengutusnya menjadi rasulNya sebagai rahmat bagi sekalian alam yang
diutus kepada segenap umat manusia dan sebagai pembawa kabar gembira.
Sebelumnya Allah SWT telah mengambil perjanjian dari tiap-tiap rasul yang
diutus sebelum beliau agar beriman kepada beliau dan membenarkannya, membelanya
terhadap siapa saja yang menentangnya. Allah juga telah memerintahkan mereka
supaya menyampaikannya kepada setiap meraka yang beriman dan membenarkan
mereka. Lalu merekapun menyampaikan kebenaran yang mereka ketahui tentang rasul
akhir zaman itu kepada umat manusia.
‘Aisyah
r.a. meriwayatkan: “Perkara pertama yang memulai turunnya nubuwat kepada
Rasulullah ketika Allah hendak memuliakan beliau dan mencurahkan rahmatNya
kepada para hamba adalah mimpi yang benar. Setiap kali bermimpi Rasulullah SAW
melihatnya laksana cahaya fajar merekah. Allah membuatnya senang berkhalwat
(menyendiri melakukan ibadah). Tidak ada perkara yang paling beliau sukai
melainkan khalwat tersebut.”
Menjelang
usia beliau yang ke empat puluh, Rasulullah sudah terlalu biasa memisahkan diri
dari kegalauan masyarakat, berkontemplasi ke gua hira’, beberapa kilometer dari
kota Makkah. Setiap Rasulullah berpapasan dengan bebatuan dan batuan ketika
hendak pergi berkhalwat, pasti batuan dan pepohonan itu selalu mengucapkan
salam kepada beliau, “Assalamu’alaika yaa Rasulullah!”. Rasullah menoleh
ke kanan, ke kiri, dan ke belakang namun beliau tidak melihat apapun kecuali
pepohonan dan bebatuan.Rasulullah SAW tinggal di gua hira’ beberapa kilometer
di utara makkah. Di sana mula-mula berjam-jam
kemudian berhari-hari berkhalwat dan mendengar serta melihat nanyak perkara.
Pada malam senin 17 ramadhan tahun 13 sebelum hijriah bertepatan dengan 6
agustus 610 M, selagi Rasulullah berkhalwat di gua hira’ Jibril dating
membawa karomah dari Allah SWT.
‘Ubeid bin ‘Umeir menuturkan
bahwa rasulullah SAW menyendiri ke gua hira’ sebulan setiap tahun. Gua itu
biasa disepakati oleh orang-orang Quraisy untuk ber-tahannuts[1]
pada zaman jahliyah. Beliau biasanya
ber-tahannuts di bulan ramadhan, member makan fakir miskin yang dating
menjenguk beliau. Apabila beliau telah merampungkan tahannuts pada bulan
itu maka hal pertama yang dilakukan adalah mendatangi ka’bah. Beliau melakukan
thawaf sebanyak tujuh kali atau semampu beliau. Barulah pulang ke rumah. Hingga
pada bulan yang telah ditentukan Allah sebagai waktu menurunkan karomah
kepada beliau, tahun yang telah dipilih Allah sebagai waktu penobatannya
sebagai rosul, yaitu bulan ramadhan, Rasulullah SAW keluar menuju gua hira’
sebagai mana biasanya diiringi oleh keluarganya.
Tepat pada malam yang Allah
mulyakan dengan risalahNya, datanglah Malaikat Jibril dengan membawa perintah
Allah, menyampaikan wahyu Allah yang pertama: “Bacalah dengan nama Tuhanmu
yang telah mencipta. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah, dan Tuhanmu maha mulia. Dia telah mengajar dengan Qalam. Dia telah
mengajar manusia apa yang tidak mereka ketahui” (Q.S. Al-alaq: 1-5)
Setelah mendapatkan wahyu
tersebut Nabi Muhammad pulang ke rumah dengan hati cemas dan badan menggigil
karena ketakutan. Beliau meminta Khadijah menyelimutinya. Setelah tenang beliau
menceritakan kejadian yang baru saja dialaminya di gua hira’, dan menyatakan
khawatir terhadap dirinya sendiri. Khadijah berusaha menenangkan beliau,
kemudian pergi menemui Waraqah bin Naufal, saudar sepupunya, meninggalkan
beliau yang tertidur lelap kelelahan. Pada waktu itu Waraqah sudah memeluk
agama Nasrani dan memiliki pengetahuan tentang naskah-naskah kuno. Setelah
mendengar cerita Khadijah tentang kejadian yang dialami oleh suaminya, ia
mengatakan bahwa telah dating kepada Muhammad itu adalah Namus (Jibril) yang
pernah diutus oleh Allah kepada Nabi Musa as. Ia pun menegaskan, bahwa dengan
turunnya wahyu itu Muhammad telah diangkat menjadi Nabi untuk umat ini, seraya
memberitahukan bahwa pada saatnya nanti beliau akan diusir oleh kaumnyadari
kampong halamannya sendiri. Ia berharap masih hidup pada saat terjadi
pengusiran itu, dan berjanji akan member pertolongan yang sungguh-sungguh
kepada beliau.
Setelah wahyu pertama
datang, Jibril tidak muncul lagi untuk beberapa lama, sementara Nabi Muhammad
menantikannya dan selalu datang ke gua hira’. Pada saat beliau tidur teplelap
melepaskan lelah, turunlah Surat al-Muddatstsir ayat 1-7: “Hai orang-orang
yang berselimut, bangun, dan beri ingatlah. Hendaklah engkau besarkan Tuhanmu
dan bersihkanlah pakaianmu, tinggalkanlah perbuatan dosa, dan janganlah engkau
memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak untuk (memenuhi
perintah) Tuhanmu bersabarlah”(Al-Muddatsir: 1-7). Dengan turun perintah
itu, mulailah Rasulullah berdakwah.
Rasulullah SAW melaksanakan
tugas risalahnya selama 13 tahun di Makkah 10 tahun di Madinah. Dakwah dalam
periode Makkah di tempuh dalam 3 tahap. Tahap pertama adalah “dakwah
secara sembunyi-sembunyi”, atau dalam hal ini biasa disebut dgn dakwah secara
diam-diam. Yang menjadi dasar dari dakwah secara sembunyi-sembunyi ini adalah
surat al-Muddatstsir ayat 1-7,
sebagaimana yang tertulis di atas. Dalam tahap ini Rasulullah mengajak keluarga
yang tinggal serumah dan sahabat-sahabat terdekatnya agar meninggalkan agama
berhala dan beribadah hanya kepada Allah semata. Dalam fase ini yang pertama
menyatakan beriman adalah Khadijah, Ali bin Abi Thalib, dan Zaid bin Haritsah.
Dari kalangan sahabat, Abu bakar lah yang menyatakan keimanannya, kemudian
diikuti oleh Utsman bin Affan. Mereka inilah yang pada akhirnya disebut dengan Assabiqunal
‘Awwaluun. Setelah itu diikuti oleh sahabat-sahabat yang lain seperti
Zubair bin Awwam, Saad bin Abi Waqqash, Thalhah bin Ubaidillah, Abdurrahman bin
Auf, Abu Ubaidah bin Jarrah, Arqam bin Abil Arqam, Bilal bin Rabbah dan
beberapa penduduk Makkah lainnya. Rasulullah mengajarkan keislaman di rumah
Arqam bin Abil Arqam. Mereka menjalankan ajaran baru ini secara
sembunyi-sembunyi sekitar tiga tahun lamanya.
Tahap kedua adalah
dakwah semi terbuka. Dalam tahap ini Rasulullah menyeru keluarganya dalam
lingkup yang lebih luas. Yang menjadi sasaran utama seruan ini adalah Bani
Hasyim. Sesudah itu Rasulullah memperluas jangkauan seruannya kepada seluruh
penduduk Makkah setelah turunnya Surat al-Hijr: 15. Langkah ini ini menandai
dimulainya tahap ketiga, yaitu dakwah terbuka. Sejak saat itu Islam mulai
menjadi perhatian dan pembicaraan penduduk Makkah. Dalam hal ini Rasulullah
terus meningkatkan kegiatannya dan memperluas jangkauan seruannya, sehingga tidak
lagi terbatas kepada penduduk Makkah, melainkan kepada setiap orang yang datang
ke Makkah terutama pada musim haji.
C.
PEMBENTUKAN
MASYARAKAT MADINAH
Sebelum
hijrah ke Yastrib, Nabi mendahului dengan usaha memengaruhi orang Yatsir yang
menziari kakbah(di makkah) agar mereka mau masuk islam. Mayoritas mereka
berasal dan kabilah Khazraj dan Aus. Sebagaian mereka menyambut baik atas
seruan dan ajakan Nabi, yang pada gilirannya menyatakan diri untuk masuk islam,
serta diikuti dengan perjanjian kesetiaan mereka kepada agama islam dan Nabi
Muhammad SAW. Perjanjian ini terkenal dengan nama “perjanjian Aqobah”. Pada
Aqobah I diikuti oleh 12 orang dan pada perjanjian Aqobah II diikuti oleh 73
orang. Pada perjanjian Aqobah I Ubadah Ibn Thamit mengatakan : “Saya adalah
salah seorang yang ikut dalam perjanjian Aqobah I. Pada perjanjian ini kami
seorang yang ikut dalam perjanjian Aqobah I. Pada perjanjian ini kami telah
berjanji pada Rasulullah bahwa kami tidak akan mempersetukan Allah sesuatu apa
pun. Kami tidak akan mencuri, tidak akan berbuat zina. Tidak akan membunuh
anak-anak kami, tidak akan memfitnah,dan tidak akan mendurhakai Muhammad pada
sesuatu yang tidak kami inginkan. “Ikrar Perjanjian Aqobah II:”Demi Allah, kami
akan membela Engkau ya Rasul, seperti halnya kami membela istri dan anak kami
sendiri. Sesungguhnya kami adalah putra-putra pahlawan yang selalu siap
mempergunakan senjata. Demikianlah ikrar kami ya junjungan.”
Dengan
adanya dua perjanjian tersebut, berarti
Madinah telah siap menerima kedatangan Islam di negerinya dan sekaligus
siap untuk melindungi keselamatan Nabi memerintahkan para sahabat untuk
berhijrah ke Yatsir, dan kemudian beliau menyusul bersama Abu Bakar untuk
mengatur strategi pembinaan budaya Islam dan Kota Madinah sebagai kota yang kuat
dan damai. Hal ini tercermin sebagai upaya beliau pada saat melepas para
sahabat yang akan berhijrah ke Yatsir, “Sesungguhnya Allah telah menjadikan
orang-orang Yatsir sebagai saudara-saudara bagimu dan negeri itu sebagai tempat
yang aman bagimu.” Peristiwa hijrah ini terjadi setelah pemuka-pemuka Quraisy
berkomplot untuk membunuh Rasul pada suatu malam.
Berbagai
kebijakan telah dicanangkan Nabi Muhammad saw. Untuk membangun masyarakat Islam
di Madinah, antara lain:
1.
Mendirikan Masjid
Sebelum
sampai Yastsir, Rasulullah terlebih dahulu memasuki Quba pada tanggal 12
Rabbiul awal tahun pertama hijriyah, dan menetap selama 4 hari. Pada waktu
itulah beliau mendirikan Masjid Qubah, masjid pertama dalam sejarah islam.
Tujuan didirikannya masjid sebelum bangun bangunan lainnya, karena masjid
merupakan prasarana untuk menyatukan umat menyusun kekuatan lahir batin dan
membina masyarakat Islam berdasarkan semangat tauhid. Di masjid itulah
Rasulullah membuat benteng pertahanan yang bersifat moral dan spriritual, yaitu
semangat jihad. Ini yang digunakan sebagai mengorbankan segala yang
dimilikinya, termasuk jiwa untuk kepentingan perjuangan islam.
Kemudian pada waktu melanjutkan
perjalanan ke Yatsrib (Madinah), beliau singgah di perkampungan lembah Bani
Salim. Karena bertepatan hari jumat, maka bersama para sahabat beliau
melaksanakan ibadah salat jumat yang pertama kali, dan dengan khotbah itulah
yang kemudian oleh para ahli sejarah politik dinyatakan sebagai “proklamasi
lahirnya negeri islam”. Berdasarkan atas perikemanusian (al-adatul isaniya),
al-Syura (demokrasi), persatuan islam (al-wahdah al-Islamiyah) dan persaudaraan
Islam (al-ukhwah Islamiyah).
2.
Membina Persaudaraan (Persatuan
)Kaum Muhajirin dan Anshar
Kaum yang terdiri dari kaum Muhajirin
dan Anshar, setiap kaum terdiri dari berbagai suku dan kabilah. Sebelum masuk
islam mereka memiliki kebiasaan untuk berselisih dan berperang, saling menuntut
balas tentara satu kabilah dengan kabilah lainnya. Untuk mengikis habis
kebiasaan jahat ini, Nabi saw. Berusaha mempersaudarakan mereka, sehingga di
antara mereka timbul ikatan yang kokoh dan kuat yang didasarkan pada
keimanannya kepada Allah (Q.S. al-Hujurat:10). Dengan demikian terbinalah suatu
solidaritas yang tinggi di kalangan umat islam Madinah. Dengan kata lain Nabi Muhammad
saw. Telah berhasl membangun “al-wahdah al-Islamiyah”,menggantikan “al-wahdah
al-qaummiyah”.
3.
Membina Dasar-dasar Perekonomian
dan Ketahanan Masyarakat
Dalam rangka memenuhi kebutuhan
hidupnya, Nabi memerintahkan kaum Muhajirin agar bekerja dan berusaha sesuai
dengan keahliannya, serta bekerja sama dengan kaum Anshar. Meraka yang ahli
agama supaya meneruskan usaha dagangannya. Sedangkan yang pandai bertani supaya
bekerja sama dengan saudaranya, kaum Ashar untuk mengerjakan tanah pertanian
mereka. Pada saat ini umat islam dihadapkan pada dua permasalahan serius,
yaitu: (a) medan usaha perdagangan pada umumnya telah dikuasai oleh kaum
Yahudi; (b) keterbatasan tanah pertanian yang dikuasai oleh kaum Anshar, karena
tanah pertanian yang subur pada umumnya dikuasai oleh kaum yahudi, sehingga
tidak semua kaum Muhajirin mendapatkan lapangan kerja di samping terdapat pula
orang-orang yang memegang sudah tidak kuat bekerja. Oleh karenanya,Nabi saw.
Membuat suatu kebijakan sebagai berikut.
a. Mengadakan
perjanjian kerja sama dengan masyarakat Yahudi;
b. Memperluas
lapangan kerja, dengan masyarakat semacam satuan tugas yang berfungsi mengamati
kemungkinan-kemungkinan terjadinya serangan dan gangguan terhadap kehidupan
kaum muslimin;
c. Mengatur
penggunaan harta kekayaan di antara kaum muslimin.
4.
Membina Kesatuan dan Ketahanan
Politik
Guna menciptakan suasana tenteram dan
aman di Madinah, Nabi membuat perjanjian persahabatan dan perdamaian dengan
kaum Yahudi Madinah. Perjanjian perdamaian dan kerja sama ini awal dari
pembinaan kesatuan politik bagi masyarakat islam yang baru di bentuk di
Madinah. Inilah salah satu perjanjian plitik yang terfokus pada kebijakan
sebagai seorang politikus ulung. Memang kedudukan Muhammad saw. Bukan sebagai
Rasul semata, tetapi juga sebagai politikus, diplomat, panglima perang dan
lain-lain. Dengan demikian, eksistensi masyarakat islam di bawah kepimpinan
Nabi telah mendapatkan pengakuan dari masyarakat lain(Yahudi), di antara
perjanjian tersebut adalah:
a.
Kaum Yahudi hidup bersama-sama
dengan kaum muslimin; kedua pihak memiliki beberapa untuk memeluk dan
menjalankan agamanya masing-masing;
b.
Kaum Muslimin dan Yahudi wajib
menolong untuk melawan siapa saja yang memerangi mereka, dan mengenai kebutuhan
keluarga menjadi tanggungan masing-masing;
c.
Kaum muslimin dan Yahudi wajib
saling menasehati dan melaksanakan kebaikan serta keuntungan bersama;
d.
Kota Madinah adalah kota suci
yang wajib dihormati oleh mereka yang terikat oleh perjanjian;
e.
Jika terjadi perselisihan antara
kaum Muslimin dan Yahudi, sekiranya hal itu akan mengakibatkan hal-hal yang tak
diinginkan, maka harus diserahkan pada Allah Rasul-Nya;
f.
Siapa yang tinggal di dalam kota
atau di luar kota Madinah, wajib dilndungi keselamatan dirinya,kecuali orang
zalim dan bersalah, sebab Allah Swt. Menjadi pelindung orang-orang yang baik
dan berbakti. Perjanjian tersebut dikenal dengan sebutan “konstitusi Madinah”,
atau menurut A Hasjmy disebut “Manifesto politik pertama” dalam negara Islam,
yang di dalamnya digariskan dasar-dasar kehidupan poltik, ekonomi, sosial dan
militer bagi segenap penduduk Madinah, baik Muslim, Yahudi maupun musyrikin.
Dengan adanya konstitusi Madinah inilah
masyarakat Islam di Madinah berkembang menjadi satu kesatuan politik, dan
berdasar pada konstitusi ini pula berkembang sistem politik dan pemerintahan
dalam budaya Islam.
Perjanjian
dengan masyarakat Yahudi Madinah dengan berlandasan pada konstitusi yang telah
ada. Jika mereka menolak untuk mengikat perjanjian damai Nabi membiarkannya
selama mereka tidak mengganggu atau menyerang umat Islam. Tetapi mereka
mengganggu dan memusuhi atau menyerang umat Islam atau kabilah kabilah
non-Islam yang telah mengikat perjanjian damai dengan kaum muslimin , maka
mereka di perangi sehingga menyatakan tunduk dan mengakui kedaulatan Islam, dan
baginya di kenakan kewajiban jizyah, yaitu semacam pajak sebagai tanda
bertunduhan dan perlindungan yang tunduk dan berada dalam perlindungan
kekuasaan Islam (Q.S. at-Taubah:29). Atas dasar inilah, terdapat tuduhan bahwa
Islam berkembang di bawah sinar mata pedang.
5.
Membina Kesejahteraan Sosial
Setelah terbentuk masyarakat Islam
Madinah berdasarkan Ukhuwah Islamiyah,dan Nabi menganjurkan agaragar setiap
penduduknya (Islam) berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya dengan kerja sesuai
keahliannya, masalah baru pada masyarakat yang baru tumbuh, yaitu
tentang”keadilan dan kesejahteraan sosial”. Menghadapi masalah Nabi saw.
Mendapat bimbingan wahyu secara berangsur-angsur, yaitu perintah membayar
zakat, puasa, dan berbagai aturan hukum yang berkaitan dengan pelanggaran hak,
termasuk jinayat dan lain-lain.
Oleh Nabi Wahyu tersebut dibudayakan
pada masyarakat dengan menjelaskan adanya larangan riba dan menimbun harta
adanya kewajiban zakat pada setiap harta yang telah mencapai nishab. Kemudian
hasil dari pengumpulan zakat tersebut dibagikan pada fakir miskin, sabilillah
dan sebagainya, yang pada prinsipnya merupakan wahana untuk mewujudkan
kesejahteraan dan kemaslahatan umat Islam. Di samping itu, adanya kewajiban
berpuasa secra tidak langsung berarti berisi didikan agar umat Islam memiliki
sifat kasih sayang dan bersedia menyantuni fakir miskin. Dengan demikian hal
ini juga berdampak positif terhadap terwujudnya program pembinaan kesejahteraan
sosial.
6.
Membina Keluarga Sejahtera dalam
Masyarakat Islam
Sistem kehidupan kekeluargaan yang
terdapat dalam masyarakat bangsa Arab sebelum Islam adalah hubungan kekerabatan
sukuisme (clan) keluarga dan bahkan setiap individu kehidupannya menyatu dengan
keberatan suatu clan tertentu, pasangan suami-istri tidak memiliki status yang
jelas. Semua persoalan yang berhubungan dengan kehidupan seseorang anggota
kabilah atau clan merupakan urusan besama. Kesalahan yang diperbuat oleh
seseorang anggota clan sebagai satu kesatuan. Merupakan adat kebiasaan pada
saat itu, bahwa seorang suami memiliki sejumlah besar istri, di samping
budak-budak yang boleh dipergaulinya secara bebas. Bahkan kedudukan istri tidak
berbeda dengan budak-budak, yang sama nilainya dengan harta kekayaan yang dapat
diwarisi.
Setelah terbentuk masyarakat Islam di
Madinah, kebiasaan jahiliyah bangsa Arab sebagaiman di urainkan di atas, secara
bertahap ditiadakan oleh Nabi saw. Penghapusan dan perubahan dengan
diperkenalkan sistem kekeluargaan dan kekerabatan yang baru yang sesuai dengan
karakteristik kemanusiaan. Keluarga bukanlah dibentuk atas dasar paksaan,
melainkan rasasaling mencintai antra seorang lelaki dan wanita. Keduanya
merupakan satu kesatuan yang saling melengkapi; suami bukannya lebih penting
dibanding istri dan begitu pula sebaliknya. Karena itulah islam menetapkan adanya
hak-hak dan kewajiban yang terpenuhi secara seimbang dalam kehidupan keluarga
itu. Tentang tradisi poligami, islam tidak menghapusnya secara total. Pada
dasarnya, prinsip ajaran islam tentang perkawinan adalah monogami, tetapi dalam
kondisi yang memaksa poligami tidak dilarang asalkan syarat-syarat yang
ditetapkan terpenuhi. Di samping itu, islam juga menetapkan aturan tentang
perwakilan, pewarisan, muhrim dll.,yang semuanya itu di maksudkan terbentuknya
masyarakat yang sejahtera. Dalam sistem kemasyarakatan islam, individu dalam
keluarga mempunyai kedudukan yang mandiri, sedangkan hubungan kekerabatan yang
diikat oleh hubungan kemuhriman, pewarisan dan perwalian tersebut bersifat
sekunder.
D.
Model
Kepemimpinan Rasulullah SAW
Kepemimpinan dalam islam disebut
“imamah” dari kata “iman” yang artinya pemimpin. Rasulullah saw dapat juga
disebut sebagai imam sebab beliau adalah pemimpin para pemimpin yang di
sunnahkan diikuti oleh seluruh pemimpin. Kata imam juga digunakan untuk orang
yang mengatur kemaslahatan sesuatu, untuk pemimpin pasukan atau fungsi lainnya.
Rasulullah adalah imam bagi umat islam, baik dalam bidang pemerintahan maupun
agama.
Menurut
Choudhury (1993) dan Watt (1961), Nabi Muhammad bukan hanya seorang
pemimpin spiritual yang berjaya, sebaliknya merupakan ketua negara yang
berjaya. Manakala dalam pembawa perubahan beliau telah berjaya menghasilkan
revolusi yang signifikan dalam cara hidup dan pemikiran masyarakat Arab. Dalam
menjadi seorang pemimpin Nabi Muhammad SAW memiliki sifat-sifat yang sangat
terpuji dan patut untuk diteladhani.
Berdasarkan firman Allah Qs: Al-Qalam
ayat 4, dirumuskan bahwa nabi muhamad saw penuh dengan sifat diri yang baik dan
terpuji. Contoh akhlak beliau yang mulia meliputi kejujuran dan amanah. Sifat
jujur dalam diri beliau sangat diakui oleh semua orang sehinnga beliau di beri
julukan Al-Amin dan Rasulullah SAW juga
mendapat julukan shiddiq yang artinya benar oleh kaum qurais. Kaum Qurais
sangatlah senang dengan adanya Nabi Muhammad SAW karena kaum qurais beranggapan bahwa
rasulullah SAW adalah orang yang membela kaum qurais tetapi setelah tau bahwa
Nabi Muhammad SAW menyebarkan agama islam maka kaum Qurais kesal dan marah.
Kaum qurais selalu mengganggu nabi muhammad dalam menyebarkan agama islam.
Selain itu Nabi Muhammad SAW juga
mempunya sifat amanah dalam dirinya yaitu beliau senantiasa menunjukkan teladan
yang baik bagi umatnya. Beliau tidak hanya mengeluarkan arahan, namun beliau
adalah orang pertama kali yang akan
melakuan amalan yang ingin beliau arahkan kepada pengikutnya. Selain itu beliau mempunyai sifat yang amanah
beliau juga mempunyai sifat merendah yang sangat tinggi. Beliau menolak
sanjungan dan senantiasa berdampingan dengan pengikutnya tanpa melihat derajat
seseorang. Dalam satu contoh yag diriwayatkan oleh At-Thabari dalam kitabnya
mengenai kisah perjalanan jauh rasullah dengan para sahabat, dalam perjalan
para sahabat secara sukarela ingin mencari kayu bakar yang di gunakan bersama
namun beliau berkata “ saya tidak suka ada perbedaan diantara kita dalam bekerja karena allah tidak menyukai
perbedaan ”. Dalam kontek kelakuan beliau selalu bersikap terbuka dan
mendengarka buah fikiran pengikut. Disamping itu beliau juga didapati seseorang
yang lemah lembut terhadap orang lain.
Dalam kepemimpinannya beliau juga
memiliki sifat yang objektif dan tidak mengamalkan sikap double standard dalam
menegakkan suatu hukuman. Keadilan beliau tidak hanya kepada manusia saja
melainkan kepada hewan juga, dalam konteks tersebut kita dapat mengambil kisah
dimana beliau menegur salah satu kaum ansor yang melakukan hal yang semena-mena
terhadap untanya, dengan berkata “takutlah akan Allah dari pada perlakuan yang
kurang baik terhadap hewan itu , ia berkata kepada ku apabila kau telah
membiarkan dia kelaparan dan kamu memaksa untuk bekerja keras. Dalam konteks
pembuat keputusan beliau sangat adil dalam mengambil keputusan. Ketegasan
beliau dalam mengambil keputusan dapat dibuktikan dari kisah yang berkaitan
dengan hukuman bagi seorang wanita dari bani makhzum diamana dia terlibat dalam
perbuatan mencuri. Selain itu beliau
juga memiliki sifat yang pemaaf dan tidak pemarah sekaligus menggambarkan
seseorang yang berjiwa besar. Satu contoh kisah pada saat nabi muhammad sholat
beliau dilempari batu, kotoran hewan oleh kaum qurais tetapi beliau tidak pernah marah sampai suatu
saat beliau mendengar bahwa orang yang melempari nabi sakit kemudian rasulullah
menjengguknya, kemudian orang qurais tersebut meminta maaf kepada rasulullah
dan rasulullah sudah memaafkannya dan selalu mendoakan agar orang tersebut
terbuka hatinya.
Yang mertarik lagi dari pribadi yang ada pada Nabi Muhammad SAW
adalah watak spiritualitasnya, keterampilan berpolitik dan kemampuannya dalam
manajemen. Suatu kemampuan yang membawanya kepada kesuksesan dalam kariernya
baik sebagai kepala agama maupun sebagai kepala pemerintahan di negara Madinah.
Dalam mengembangkan misi risalahnya dapatlah dibagi menjadi tiga tahapan.
Pertama, seruan terhadap perseorangan, kedua, seruan kepada kaum kerabat dan
ketiga, seruan secara terbuka. Dan dalam tahapan ketiga itulah nabi Nabi
mendapat reaksi keras dari golongan oligarki yang menguasai kota.
Madinah adalah wilayah yang jadi satu,
tanpa pemisah laut, dengan penduduk gagah berani. Pemimpin quraisy menanyakan
apakah benar rombongan madinah itu telah mengadakan ikrar setia saling bela
dengan Nabi Muhammad. Ketegangan kaum quraisy sudah mencapai titik puncak.
Semua umat muslim mulai mengosongkan kota makkah. Mereka berangkat secara
sendiri- sendiri atau rombongan menuju tempat yang sangat aman dari kaum
quraisy yaitu di yatsrib.
Pada saat rasulullah memimpin kota
madinah, rasulullah adalah pemimpin tertinggi penduduk Madinah. Selama Nabi
Muhammad SAW sebagai kepala negara Madinah beliau melakukan kebijakan satu sama
lain yang memiliki keterkaitan antara lain pertama, intensifikasi pemantapan
sosio ekonomi politik. Oleh sebab itu ayat-ayat Al-Qur’an pada periode madina.
Ayat tersbut menjelaskan tentang persamaan derajat antara sesama, perbedaan
karena taqwa dan amal sholeh, dan di perintahkannya zakat dan sedekah untuk
pemerataan ekonomi. Perbedaan itu dibabdingkan dengan ajaran-ajaran dan
aturan-aturan selama rasulullah berada dalam periode makkah.
Dalam periode madinah inilah rasulullah
benar-benar dapat membina masyarakat
yang kondusif sehinnga pada masa kepemimpinan Nabi Muhammad SAW kota madinah menjadi wilayah diperhitungkan.
Kepemimpinannya sebagai panglima perang pun juga teruji dalam beberapa perang
yang beliau lakukan baik yang tergolong ghazwah atau pun sariyah, sampai dengan
peristiwa fath makkah yang monumental yaitu peperangan tanpa pertumpahan
darah.
Setelah rasulullah dan pengikutnya mampu
membangun mampu membangun suatu negara yang merdeka yang bedaulat di kota
madinah. Mereka berusaha menyiarkan agama islam bukan saja terhadap para
penduduk jazirah arab. Rasulullah tidak
tinggal diam sehingga terjadi peperanagan dengan kaum romawi.
Kemampuannya dalam mempersatukan umat
islam dengan kebinekaan kabilah dan suku, serta mempersaudarakannya adalah
sebagai bukti misi risalah yang dibawanya dengan berdimensi religius dan sosial
politik. Yang dimaksud dengan kebinekaan kabilah dengan suku yaitu nabi
muhammad saw mampu mempersatukan mereka dengan adanya perdamaian dengan para
kabilah kabilah dan di adakannya perjanjian madinah. Dan satu bukti sejarah
nabi seorang kepala negara di madinah adalah muncul pesoalan siapakah yang akan
menggantikan rasulullah sebagai pemimpin wilayah yang luas itu setelah
rasulullah wafat.
DAFTAR PUSTAKA
Abu, Istianah Bakar. 2008. Sejarah Peradaban Islam.
Malang: uin-malang press
Aminuddin, dkk. 2002. Pendidikan Agama Islam.
Jakarta:Ghalia Indonesia
Fu’adi, Imam. 2011. Sejarah Peradaban Islam.
Yogyakarta: Teras
Hasem, Fuad. 1996. Sirah Muhammad. Bandung:
MIZAN
http://journalarticle.ukm.my Diakses pada rabu, 8 Februari 2017
Maryam, Siti, dkk. 2009. Sejarah
Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern. Yogyakarta: LESFI
Mas’ud, Abdurrahman. 2009. Sejarah Peradan Islam. Wonosobo:
AMZAH
Rahman, Afzalur. 1991. Nabi
Muhammad Sebagai Seorang Pemimpin Militer. Jakarta: BUMI AKSARA
Salam, Abdus Salam. 2003. Tahdzib Nabawiyyah.
Jakarta: Darul Haq
Yatim, Badri. 2014. Sejarah
Peradaban Islam Dirasat Islamiyah II. Jakarta: PT RAJA GRAFINDO PERSADA
Catatan-catatan:
1. Makalah
ini tidak menggunakan footnote, padahal di awal sudah disebutkan menggunakan
itu. Selain itu, secara perujukan, makalah ini sangat kurang. Terkesan banyak
plagiasi di sini.
2. Belum
ada penutup/kesimpulan.
3. Dakwah
secara terbuka perlu diberikan eksplorasi lebih.
4. Perujukan
pada artikel jurnal, tetap harus ditulis lengkap keterangan artikelnya
(Penulis, judul, nama jurnal, vol, no., tahun, halaman).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar