Jumat, 10 Februari 2017

Sejarah Peradaban Islam pada Masa Nabi (PBA B Genap 2016-2017)


SEJARAH PERADABAN ISLAM PADA MASA RASULULLAH SAW

Salma Laksmita Benedik, Nur Afi Zein, Ayu Nur Rohmah

Mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa Arab angkatan 2016 Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

ABSTRACT

This article was written with the purpose of the contribution science sebgai piece of the author to the reader, which will be discussed on future trips Islam Prophet ranging from propaganda system used Prophet in spreading Islam. As we all know by producing the AssabiqunalAwwalun other companions and friends. Then unite people muhajirin and Anshor in Madinah through several agreements that existed until the leadership model of the Prophet Muhammad is that he has the full nature with patience, responsibility, forgiveness, full of trust, to be honest. Prophet is a spiritual leader who triumphed. He also is a victorious leader of the country capable of bringing change in the city of Medina.


Keywords: Propagation, Assabiqunalawwalun, immigrants, Anshor, Model, Leadership, the Prophet Muhammad SAW.
Artikel ini ditulis dengan tujuan sebgai secuil sumbangan ilmu dari penulis kepada para pembaca, yang mana akan dibahas tentang perjalanan Islam masa Rasulullah SAW mulai dari sistem dakwah yang digunakan Rasulullah dalam menyebarkan Islam. Sebagaimana yang kita ketahui dengan menghasilkan para Assabiqunal Awwalun serta sahabat sahabat yang lainnya. Kemudian menyatukan masyarakat muhajirin dan anshor di Madinah dengan melalui beberapa perjanjian-perjanjian yang ada hingga model kepemimpinan Nabi Muhammad SAW adalah beliau mempunyai sifat penuh dengan kesabaran, tanggung jawab, pemaaf, penuh dengan amanah, jujur. Rasulullah merupakan pemimpin spiritual yang berjaya. Rasulullah juga merupakan pemimpin negara yang berjaya yang mampu membawa perubahan di kota madinah.

Kata kunci: Dakwah, Assabiqunal awwalun, Muhajirin, Anshor, Model, Kepemimpinan, Nabi Muhammad SAW.

A.    Pendahuluan
Peradaban islam adalah terjemahan dari kata Arab al-Hadharah al-Islamiyah. Kata Arab ini sering diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan Kebudayaan Islam. “Kebudayaan” dalam bahasa Arab adalah al-Tsaqofah. Di Indonesia, sebagaimana juga di Arab dan Barat, masih banyak orang yang mensinonimkan dua kata “Kebudayaan” (Arab, al-Tsaqofah; Inggris, culture) dan “peradaban” (Arab, al-Hadharah; Inggris, civilization). Dalam perkembangan ilmu antropologi sekarang, kedua istilah itu dibedakan. Kebudayaan adalah bentuk ungkapan tentang semangat mendalam suatu masyarakat. Sedangkan, manifestsi-manifestasi kemajuan mekanis dan teknologis lebih bekaitan dengan peradaban. Kalau kebudayaan lebih banyak direfleksikan dalam seni, sastra, religi (agama), dan moral, maka peradaban terefleksi dalam politik, ekonomi, dan teknologi.
Sosok manusia terpopuler sepanjang masa telah lahir di padang pasir tandus menjelang akhir abad keenam masehi. Namanya paling banyak disebut, dan tak tertandingi oleh tokoh dunia manapun di muka bumi. Keluhuran budi pekertinya menjadi suri tauladan bagi siapapun yang mendambakan kedamaian dan kebahagiaan. Ajaran yang dibawanya menjadi obor penerang bagi setiap pencinta kebenaran. Beliau adalah nabi terakhir yang diutus Tuhan kepada umat manusia dan menjadi penyempurna dari ajaran-ajaran yang dibawa oleh nabi-nabi Allah terdahulu. Beliau lahir di tengah-tengah masyarakat Arab jahiliyah yang menjadikan nafsu sebagai panglima, mempertuhan menteri dan kekayaan serta membanggakan nasab dan keturunan. Di tengah-tengah yang meraba-raba dalam kegelapan moral yang pekat, beliau nyalakan pelita kebenaran. Beliau damaikan suku-suku yang bermusuhan dan dipersatukannya pula kabilah-kabilah yang terperangkan kotak-kotak ashobiah yang berserakan dan menyesatkan ke dalam sebuah keluarga besar “Islam”. Dua puluh tahun lebih beliau bekerja keras dan akhirnya berhasil.
Bagi setiap muslim, mempelajari dan memahami kehidupan dan perjuangan Muhammad Rasulullah merupakan keniscayaan, dan mengikuti ajarannya adalah suatu kewajiban. Di sini akan dibahas meliputi sistem dakwah Rasulullah SAW di Makkah, pembentukan masyarakat Madinah, dan model kepemimpinan Rasulullah SAW. Tulisan ini memang tidak menyajikan uraian yang rinci dan detail, namun telah diupayakan untuk memberikan gambaran dalam garis besar. Rujukan yang digunakan untuk tulisan ini diharapkan bisa sedikit membantu para pembaca untuk memperluas wawasan khususnya bagi penulis sendiri dan mengetahui lebih jauh kehidupan dan perjuangan Rasulullah SAW.

B.     Sistem Dakwah Rasulullah SAW
Abdus Salam Harun (2003;54) mengutarakan dalam bukunya ketika Rasulullah SAW telah berusia empat puluh tahun Allah mengutusnya menjadi rasulNya sebagai rahmat bagi sekalian alam yang diutus kepada segenap umat manusia dan sebagai pembawa kabar gembira. Sebelumnya Allah SWT telah mengambil perjanjian dari tiap-tiap rasul yang diutus sebelum beliau agar beriman kepada beliau dan membenarkannya, membelanya terhadap siapa saja yang menentangnya. Allah juga telah memerintahkan mereka supaya menyampaikannya kepada setiap meraka yang beriman dan membenarkan mereka. Lalu merekapun menyampaikan kebenaran yang mereka ketahui tentang rasul akhir zaman itu kepada umat manusia.
‘Aisyah r.a. meriwayatkan: “Perkara pertama yang memulai turunnya nubuwat kepada Rasulullah ketika Allah hendak memuliakan beliau dan mencurahkan rahmatNya kepada para hamba adalah mimpi yang benar. Setiap kali bermimpi Rasulullah SAW melihatnya laksana cahaya fajar merekah. Allah membuatnya senang berkhalwat (menyendiri melakukan ibadah). Tidak ada perkara yang paling beliau sukai melainkan khalwat tersebut.”
Menjelang usia beliau yang ke empat puluh, Rasulullah sudah terlalu biasa memisahkan diri dari kegalauan masyarakat, berkontemplasi ke gua hira’, beberapa kilometer dari kota Makkah. Setiap Rasulullah berpapasan dengan bebatuan dan batuan ketika hendak pergi berkhalwat, pasti batuan dan pepohonan itu selalu mengucapkan salam kepada beliau, “Assalamu’alaika yaa Rasulullah!”. Rasullah menoleh ke kanan, ke kiri, dan ke belakang namun beliau tidak melihat apapun kecuali pepohonan dan bebatuan.Rasulullah SAW tinggal di gua hira’ beberapa kilometer di utara makkah. Di sana mula-mula berjam-jam kemudian berhari-hari berkhalwat dan mendengar serta melihat nanyak perkara. Pada malam senin 17 ramadhan tahun 13 sebelum hijriah bertepatan dengan 6 agustus 610 M, selagi Rasulullah berkhalwat di gua hira’ Jibril dating membawa karomah dari Allah SWT.
‘Ubeid bin ‘Umeir menuturkan bahwa rasulullah SAW menyendiri ke gua hira’ sebulan setiap tahun. Gua itu biasa disepakati oleh orang-orang Quraisy untuk ber-tahannuts[1] pada zaman  jahliyah. Beliau biasanya ber-tahannuts di bulan ramadhan, member makan fakir miskin yang dating menjenguk beliau. Apabila beliau telah merampungkan tahannuts pada bulan itu maka hal pertama yang dilakukan adalah mendatangi ka’bah. Beliau melakukan thawaf sebanyak tujuh kali atau semampu beliau. Barulah pulang ke rumah. Hingga pada bulan yang telah ditentukan Allah sebagai waktu menurunkan karomah kepada beliau, tahun yang telah dipilih Allah sebagai waktu penobatannya sebagai rosul, yaitu bulan ramadhan, Rasulullah SAW keluar menuju gua hira’ sebagai mana biasanya diiringi oleh keluarganya.
Tepat pada malam yang Allah mulyakan dengan risalahNya, datanglah Malaikat Jibril dengan membawa perintah Allah, menyampaikan wahyu Allah yang pertama: “Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah mencipta. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu maha mulia. Dia telah mengajar dengan Qalam. Dia telah mengajar manusia apa yang tidak mereka ketahui” (Q.S. Al-alaq: 1-5)
Setelah mendapatkan wahyu tersebut Nabi Muhammad pulang ke rumah dengan hati cemas dan badan menggigil karena ketakutan. Beliau meminta Khadijah menyelimutinya. Setelah tenang beliau menceritakan kejadian yang baru saja dialaminya di gua hira’, dan menyatakan khawatir terhadap dirinya sendiri. Khadijah berusaha menenangkan beliau, kemudian pergi menemui Waraqah bin Naufal, saudar sepupunya, meninggalkan beliau yang tertidur lelap kelelahan. Pada waktu itu Waraqah sudah memeluk agama Nasrani dan memiliki pengetahuan tentang naskah-naskah kuno. Setelah mendengar cerita Khadijah tentang kejadian yang dialami oleh suaminya, ia mengatakan bahwa telah dating kepada Muhammad itu adalah Namus (Jibril) yang pernah diutus oleh Allah kepada Nabi Musa as. Ia pun menegaskan, bahwa dengan turunnya wahyu itu Muhammad telah diangkat menjadi Nabi untuk umat ini, seraya memberitahukan bahwa pada saatnya nanti beliau akan diusir oleh kaumnyadari kampong halamannya sendiri. Ia berharap masih hidup pada saat terjadi pengusiran itu, dan berjanji akan member pertolongan yang sungguh-sungguh kepada beliau.
Setelah wahyu pertama datang, Jibril tidak muncul lagi untuk beberapa lama, sementara Nabi Muhammad menantikannya dan selalu datang ke gua hira’. Pada saat beliau tidur teplelap melepaskan lelah, turunlah Surat al-Muddatstsir ayat 1-7: “Hai orang-orang yang berselimut, bangun, dan beri ingatlah. Hendaklah engkau besarkan Tuhanmu dan bersihkanlah pakaianmu, tinggalkanlah perbuatan dosa, dan janganlah engkau memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu bersabarlah”(Al-Muddatsir: 1-7). Dengan turun perintah itu, mulailah Rasulullah berdakwah.
Rasulullah SAW melaksanakan tugas risalahnya selama 13 tahun di Makkah 10 tahun di Madinah. Dakwah dalam periode Makkah di tempuh dalam 3 tahap. Tahap pertama adalah “dakwah secara sembunyi-sembunyi”, atau dalam hal ini biasa disebut dgn dakwah secara diam-diam. Yang menjadi dasar dari dakwah secara sembunyi-sembunyi ini adalah surat al-Muddatstsir  ayat 1-7, sebagaimana yang tertulis di atas. Dalam tahap ini Rasulullah mengajak keluarga yang tinggal serumah dan sahabat-sahabat terdekatnya agar meninggalkan agama berhala dan beribadah hanya kepada Allah semata. Dalam fase ini yang pertama menyatakan beriman adalah Khadijah, Ali bin Abi Thalib, dan Zaid bin Haritsah. Dari kalangan sahabat, Abu bakar lah yang menyatakan keimanannya, kemudian diikuti oleh Utsman bin Affan. Mereka inilah yang pada akhirnya disebut dengan Assabiqunal ‘Awwaluun. Setelah itu diikuti oleh sahabat-sahabat yang lain seperti Zubair bin Awwam, Saad bin Abi Waqqash, Thalhah bin Ubaidillah, Abdurrahman bin Auf, Abu Ubaidah bin Jarrah, Arqam bin Abil Arqam, Bilal bin Rabbah dan beberapa penduduk Makkah lainnya. Rasulullah mengajarkan keislaman di rumah Arqam bin Abil Arqam. Mereka menjalankan ajaran baru ini secara sembunyi-sembunyi sekitar tiga tahun lamanya.
Tahap kedua adalah dakwah semi terbuka. Dalam tahap ini Rasulullah menyeru keluarganya dalam lingkup yang lebih luas. Yang menjadi sasaran utama seruan ini adalah Bani Hasyim. Sesudah itu Rasulullah memperluas jangkauan seruannya kepada seluruh penduduk Makkah setelah turunnya Surat al-Hijr: 15. Langkah ini ini menandai dimulainya tahap ketiga, yaitu dakwah terbuka. Sejak saat itu Islam mulai menjadi perhatian dan pembicaraan penduduk Makkah. Dalam hal ini Rasulullah terus meningkatkan kegiatannya dan memperluas jangkauan seruannya, sehingga tidak lagi terbatas kepada penduduk Makkah, melainkan kepada setiap orang yang datang ke Makkah terutama pada musim haji.

C.    PEMBENTUKAN MASYARAKAT MADINAH
Sebelum hijrah ke Yastrib, Nabi mendahului dengan usaha memengaruhi orang Yatsir yang menziari kakbah(di makkah) agar mereka mau masuk islam. Mayoritas mereka berasal dan kabilah Khazraj dan Aus. Sebagaian mereka menyambut baik atas seruan dan ajakan Nabi, yang pada gilirannya menyatakan diri untuk masuk islam, serta diikuti dengan perjanjian kesetiaan mereka kepada agama islam dan Nabi Muhammad SAW. Perjanjian ini terkenal dengan nama “perjanjian Aqobah”. Pada Aqobah I diikuti oleh 12 orang dan pada perjanjian Aqobah II diikuti oleh 73 orang. Pada perjanjian Aqobah I Ubadah Ibn Thamit mengatakan : “Saya adalah salah seorang yang ikut dalam perjanjian Aqobah I. Pada perjanjian ini kami seorang yang ikut dalam perjanjian Aqobah I. Pada perjanjian ini kami telah berjanji pada Rasulullah bahwa kami tidak akan mempersetukan Allah sesuatu apa pun. Kami tidak akan mencuri, tidak akan berbuat zina. Tidak akan membunuh anak-anak kami, tidak akan memfitnah,dan tidak akan mendurhakai Muhammad pada sesuatu yang tidak kami inginkan. “Ikrar Perjanjian Aqobah II:”Demi Allah, kami akan membela Engkau ya Rasul, seperti halnya kami membela istri dan anak kami sendiri. Sesungguhnya kami adalah putra-putra pahlawan yang selalu siap mempergunakan senjata. Demikianlah ikrar kami ya junjungan.”
Dengan adanya dua perjanjian tersebut, berarti  Madinah telah siap menerima kedatangan Islam di negerinya dan sekaligus siap untuk melindungi keselamatan Nabi memerintahkan para sahabat untuk berhijrah ke Yatsir, dan kemudian beliau menyusul bersama Abu Bakar untuk mengatur strategi pembinaan budaya Islam dan Kota Madinah sebagai kota yang kuat dan damai. Hal ini tercermin sebagai upaya beliau pada saat melepas para sahabat yang akan berhijrah ke Yatsir, “Sesungguhnya Allah telah menjadikan orang-orang Yatsir sebagai saudara-saudara bagimu dan negeri itu sebagai tempat yang aman bagimu.” Peristiwa hijrah ini terjadi setelah pemuka-pemuka Quraisy berkomplot untuk membunuh Rasul pada suatu malam.
Berbagai kebijakan telah dicanangkan Nabi Muhammad saw. Untuk membangun masyarakat Islam di Madinah, antara lain:
1.      Mendirikan Masjid
Sebelum sampai Yastsir, Rasulullah terlebih dahulu memasuki Quba pada tanggal 12 Rabbiul awal tahun pertama hijriyah, dan menetap selama 4 hari. Pada waktu itulah beliau mendirikan Masjid Qubah, masjid pertama dalam sejarah islam. Tujuan didirikannya masjid sebelum bangun bangunan lainnya, karena masjid merupakan prasarana untuk menyatukan umat menyusun kekuatan lahir batin dan membina masyarakat Islam berdasarkan semangat tauhid. Di masjid itulah Rasulullah membuat benteng pertahanan yang bersifat moral dan spriritual, yaitu semangat jihad. Ini yang digunakan sebagai mengorbankan segala yang dimilikinya, termasuk jiwa untuk kepentingan perjuangan islam.
Kemudian pada waktu melanjutkan perjalanan ke Yatsrib (Madinah), beliau singgah di perkampungan lembah Bani Salim. Karena bertepatan hari jumat, maka bersama para sahabat beliau melaksanakan ibadah salat jumat yang pertama kali, dan dengan khotbah itulah yang kemudian oleh para ahli sejarah politik dinyatakan sebagai “proklamasi lahirnya negeri islam”. Berdasarkan atas perikemanusian (al-adatul isaniya), al-Syura (demokrasi), persatuan islam (al-wahdah al-Islamiyah) dan persaudaraan Islam (al-ukhwah Islamiyah).
2.      Membina Persaudaraan (Persatuan )Kaum Muhajirin dan Anshar
Kaum yang terdiri dari kaum Muhajirin dan Anshar, setiap kaum terdiri dari berbagai suku dan kabilah. Sebelum masuk islam mereka memiliki kebiasaan untuk berselisih dan berperang, saling menuntut balas tentara satu kabilah dengan kabilah lainnya. Untuk mengikis habis kebiasaan jahat ini, Nabi saw. Berusaha mempersaudarakan mereka, sehingga di antara mereka timbul ikatan yang kokoh dan kuat yang didasarkan pada keimanannya kepada Allah (Q.S. al-Hujurat:10). Dengan demikian terbinalah suatu solidaritas yang tinggi di kalangan umat islam Madinah. Dengan kata lain Nabi Muhammad saw. Telah berhasl membangun “al-wahdah al-Islamiyah”,menggantikan “al-wahdah al-qaummiyah”.
3.      Membina Dasar-dasar Perekonomian dan Ketahanan Masyarakat
Dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, Nabi memerintahkan kaum Muhajirin agar bekerja dan berusaha sesuai dengan keahliannya, serta bekerja sama dengan kaum Anshar. Meraka yang ahli agama supaya meneruskan usaha dagangannya. Sedangkan yang pandai bertani supaya bekerja sama dengan saudaranya, kaum Ashar untuk mengerjakan tanah pertanian mereka. Pada saat ini umat islam dihadapkan pada dua permasalahan serius, yaitu: (a) medan usaha perdagangan pada umumnya telah dikuasai oleh kaum Yahudi; (b) keterbatasan tanah pertanian yang dikuasai oleh kaum Anshar, karena tanah pertanian yang subur pada umumnya dikuasai oleh kaum yahudi, sehingga tidak semua kaum Muhajirin mendapatkan lapangan kerja di samping terdapat pula orang-orang yang memegang sudah tidak kuat bekerja. Oleh karenanya,Nabi saw. Membuat suatu kebijakan sebagai berikut.
a.      Mengadakan perjanjian kerja sama dengan masyarakat Yahudi;
b.      Memperluas lapangan kerja, dengan masyarakat semacam satuan tugas yang berfungsi mengamati kemungkinan-kemungkinan terjadinya serangan dan gangguan terhadap kehidupan kaum muslimin;
c.       Mengatur penggunaan harta kekayaan di antara kaum muslimin.
4.      Membina Kesatuan dan Ketahanan Politik
Guna menciptakan suasana tenteram dan aman di Madinah, Nabi membuat perjanjian persahabatan dan perdamaian dengan kaum Yahudi Madinah. Perjanjian perdamaian dan kerja sama ini awal dari pembinaan kesatuan politik bagi masyarakat islam yang baru di bentuk di Madinah. Inilah salah satu perjanjian plitik yang terfokus pada kebijakan sebagai seorang politikus ulung. Memang kedudukan Muhammad saw. Bukan sebagai Rasul semata, tetapi juga sebagai politikus, diplomat, panglima perang dan lain-lain. Dengan demikian, eksistensi masyarakat islam di bawah kepimpinan Nabi telah mendapatkan pengakuan dari masyarakat lain(Yahudi), di antara perjanjian tersebut adalah:
a.      Kaum Yahudi hidup bersama-sama dengan kaum muslimin; kedua pihak memiliki beberapa untuk memeluk dan menjalankan agamanya masing-masing;
b.      Kaum Muslimin dan Yahudi wajib menolong untuk melawan siapa saja yang memerangi mereka, dan mengenai kebutuhan keluarga menjadi tanggungan masing-masing;
c.       Kaum muslimin dan Yahudi wajib saling menasehati dan melaksanakan kebaikan serta keuntungan bersama;
d.      Kota Madinah adalah kota suci yang wajib dihormati oleh mereka yang terikat oleh perjanjian;
e.      Jika terjadi perselisihan antara kaum Muslimin dan Yahudi, sekiranya hal itu akan mengakibatkan hal-hal yang tak diinginkan, maka harus diserahkan pada Allah Rasul-Nya;
f.        Siapa yang tinggal di dalam kota atau di luar kota Madinah, wajib dilndungi keselamatan dirinya,kecuali orang zalim dan bersalah, sebab Allah Swt. Menjadi pelindung orang-orang yang baik dan berbakti. Perjanjian tersebut dikenal dengan sebutan “konstitusi Madinah”, atau menurut A Hasjmy disebut “Manifesto politik pertama” dalam negara Islam, yang di dalamnya digariskan dasar-dasar kehidupan poltik, ekonomi, sosial dan militer bagi segenap penduduk Madinah, baik Muslim, Yahudi maupun musyrikin. Dengan adanya konstitusi Madinah  inilah masyarakat Islam di Madinah berkembang menjadi satu kesatuan politik, dan berdasar pada konstitusi ini pula berkembang sistem politik dan pemerintahan dalam budaya Islam.
Perjanjian dengan masyarakat Yahudi Madinah dengan berlandasan pada konstitusi yang telah ada. Jika mereka menolak untuk mengikat perjanjian damai Nabi membiarkannya selama mereka tidak mengganggu atau menyerang umat Islam. Tetapi mereka mengganggu dan memusuhi atau menyerang umat Islam atau kabilah kabilah non-Islam yang telah mengikat perjanjian damai dengan kaum muslimin , maka mereka di perangi sehingga menyatakan tunduk dan mengakui kedaulatan Islam, dan baginya di kenakan kewajiban jizyah, yaitu semacam pajak sebagai tanda bertunduhan dan perlindungan yang tunduk dan berada dalam perlindungan kekuasaan Islam (Q.S. at-Taubah:29). Atas dasar inilah, terdapat tuduhan bahwa Islam berkembang di bawah sinar mata pedang.
5.      Membina Kesejahteraan Sosial
Setelah terbentuk masyarakat Islam Madinah berdasarkan Ukhuwah Islamiyah,dan Nabi menganjurkan agaragar setiap penduduknya (Islam) berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya dengan kerja sesuai keahliannya, masalah baru pada masyarakat yang baru tumbuh, yaitu tentang”keadilan dan kesejahteraan sosial”. Menghadapi masalah Nabi saw. Mendapat bimbingan wahyu secara berangsur-angsur, yaitu perintah membayar zakat, puasa, dan berbagai aturan hukum yang berkaitan dengan pelanggaran hak, termasuk jinayat dan lain-lain.
Oleh Nabi Wahyu tersebut dibudayakan pada masyarakat dengan menjelaskan adanya larangan riba dan menimbun harta adanya kewajiban zakat pada setiap harta yang telah mencapai nishab. Kemudian hasil dari pengumpulan zakat tersebut dibagikan pada fakir miskin, sabilillah dan sebagainya, yang pada prinsipnya merupakan wahana untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemaslahatan umat Islam. Di samping itu, adanya kewajiban berpuasa secra tidak langsung berarti berisi didikan agar umat Islam memiliki sifat kasih sayang dan bersedia menyantuni fakir miskin. Dengan demikian hal ini juga berdampak positif terhadap terwujudnya program pembinaan kesejahteraan sosial.
6.      Membina Keluarga Sejahtera dalam Masyarakat Islam
Sistem kehidupan kekeluargaan yang terdapat dalam masyarakat bangsa Arab sebelum Islam adalah hubungan kekerabatan sukuisme (clan) keluarga dan bahkan setiap individu kehidupannya menyatu dengan keberatan suatu clan tertentu, pasangan suami-istri tidak memiliki status yang jelas. Semua persoalan yang berhubungan dengan kehidupan seseorang anggota kabilah atau clan merupakan urusan besama. Kesalahan yang diperbuat oleh seseorang anggota clan sebagai satu kesatuan. Merupakan adat kebiasaan pada saat itu, bahwa seorang suami memiliki sejumlah besar istri, di samping budak-budak yang boleh dipergaulinya secara bebas. Bahkan kedudukan istri tidak berbeda dengan budak-budak, yang sama nilainya dengan harta kekayaan yang dapat diwarisi.
Setelah terbentuk masyarakat Islam di Madinah, kebiasaan jahiliyah bangsa Arab sebagaiman di urainkan di atas, secara bertahap ditiadakan oleh Nabi saw. Penghapusan dan perubahan dengan diperkenalkan sistem kekeluargaan dan kekerabatan yang baru yang sesuai dengan karakteristik kemanusiaan. Keluarga bukanlah dibentuk atas dasar paksaan, melainkan rasasaling mencintai antra seorang lelaki dan wanita. Keduanya merupakan satu kesatuan yang saling melengkapi; suami bukannya lebih penting dibanding istri dan begitu pula sebaliknya. Karena itulah islam menetapkan adanya hak-hak dan kewajiban yang terpenuhi secara seimbang dalam kehidupan keluarga itu. Tentang tradisi poligami, islam tidak menghapusnya secara total. Pada dasarnya, prinsip ajaran islam tentang perkawinan adalah monogami, tetapi dalam kondisi yang memaksa poligami tidak dilarang asalkan syarat-syarat yang ditetapkan terpenuhi. Di samping itu, islam juga menetapkan aturan tentang perwakilan, pewarisan, muhrim dll.,yang semuanya itu di maksudkan terbentuknya masyarakat yang sejahtera. Dalam sistem kemasyarakatan islam, individu dalam keluarga mempunyai kedudukan yang mandiri, sedangkan hubungan kekerabatan yang diikat oleh hubungan kemuhriman, pewarisan dan perwalian tersebut bersifat sekunder.

D.    Model Kepemimpinan Rasulullah SAW    
Kepemimpinan dalam islam disebut “imamah” dari kata “iman” yang artinya pemimpin. Rasulullah saw dapat juga disebut sebagai imam sebab beliau adalah pemimpin para pemimpin yang di sunnahkan diikuti oleh seluruh pemimpin. Kata imam juga digunakan untuk orang yang mengatur kemaslahatan sesuatu, untuk pemimpin pasukan atau fungsi lainnya. Rasulullah adalah imam bagi umat islam, baik dalam bidang pemerintahan maupun agama.
Menurut  Choudhury (1993) dan Watt (1961), Nabi Muhammad bukan hanya seorang pemimpin spiritual yang berjaya, sebaliknya merupakan ketua negara yang berjaya. Manakala dalam pembawa perubahan beliau telah berjaya menghasilkan revolusi yang signifikan dalam cara hidup dan pemikiran masyarakat Arab. Dalam menjadi seorang pemimpin Nabi Muhammad SAW memiliki sifat-sifat yang sangat terpuji dan patut untuk diteladhani.
Berdasarkan firman Allah Qs: Al-Qalam ayat 4, dirumuskan bahwa nabi muhamad saw penuh dengan sifat diri yang baik dan terpuji. Contoh akhlak beliau yang mulia meliputi kejujuran dan amanah. Sifat jujur dalam diri beliau sangat diakui oleh semua orang sehinnga beliau di beri julukan Al-Amin dan Rasulullah SAW  juga mendapat julukan shiddiq yang artinya benar oleh kaum qurais. Kaum Qurais sangatlah senang dengan adanya Nabi Muhammad SAW  karena kaum qurais beranggapan bahwa rasulullah SAW adalah orang yang membela kaum qurais tetapi setelah tau bahwa Nabi Muhammad SAW menyebarkan agama islam maka kaum Qurais kesal dan marah. Kaum qurais selalu mengganggu nabi muhammad dalam menyebarkan agama islam. Selain itu Nabi Muhammad SAW  juga mempunya sifat amanah dalam dirinya yaitu beliau senantiasa menunjukkan teladan yang baik bagi umatnya. Beliau tidak hanya mengeluarkan arahan, namun beliau adalah orang pertama kali yang akan  melakuan amalan yang ingin beliau arahkan kepada pengikutnya.  Selain itu beliau mempunyai sifat yang amanah beliau juga mempunyai sifat merendah yang sangat tinggi. Beliau menolak sanjungan dan senantiasa berdampingan dengan pengikutnya tanpa melihat derajat seseorang. Dalam satu contoh yag diriwayatkan oleh At-Thabari dalam kitabnya mengenai kisah perjalanan jauh rasullah dengan para sahabat, dalam perjalan para sahabat secara sukarela ingin mencari kayu bakar yang di gunakan bersama namun beliau berkata “ saya tidak suka ada perbedaan diantara kita  dalam bekerja karena allah tidak menyukai perbedaan ”. Dalam kontek kelakuan beliau selalu bersikap terbuka dan mendengarka buah fikiran pengikut. Disamping itu beliau juga didapati seseorang yang lemah lembut terhadap orang lain.
Dalam kepemimpinannya beliau juga memiliki sifat yang objektif dan tidak mengamalkan sikap double standard dalam menegakkan suatu hukuman. Keadilan beliau tidak hanya kepada manusia saja melainkan kepada hewan juga, dalam konteks tersebut kita dapat mengambil kisah dimana beliau menegur salah satu kaum ansor yang melakukan hal yang semena-mena terhadap untanya, dengan berkata “takutlah akan Allah dari pada perlakuan yang kurang baik terhadap hewan itu , ia berkata kepada ku apabila kau telah membiarkan dia kelaparan dan kamu memaksa untuk bekerja keras. Dalam konteks pembuat keputusan beliau sangat adil dalam mengambil keputusan. Ketegasan beliau dalam mengambil keputusan dapat dibuktikan dari kisah yang berkaitan dengan hukuman bagi seorang wanita dari bani makhzum diamana dia terlibat dalam perbuatan mencuri.  Selain itu beliau juga memiliki sifat yang pemaaf dan tidak pemarah sekaligus menggambarkan seseorang yang berjiwa besar. Satu contoh kisah pada saat nabi muhammad sholat beliau dilempari batu, kotoran hewan oleh kaum qurais  tetapi beliau tidak pernah marah sampai suatu saat beliau mendengar bahwa orang yang melempari nabi sakit kemudian rasulullah menjengguknya, kemudian orang qurais tersebut meminta maaf kepada rasulullah dan rasulullah sudah memaafkannya dan selalu mendoakan agar orang tersebut terbuka hatinya.
Yang mertarik lagi  dari pribadi yang ada pada Nabi Muhammad SAW adalah watak spiritualitasnya, keterampilan berpolitik dan kemampuannya dalam manajemen. Suatu kemampuan yang membawanya kepada kesuksesan dalam kariernya baik sebagai kepala agama maupun sebagai kepala pemerintahan di negara Madinah. Dalam mengembangkan misi risalahnya dapatlah dibagi menjadi tiga tahapan. Pertama, seruan terhadap perseorangan, kedua, seruan kepada kaum kerabat dan ketiga, seruan secara terbuka. Dan dalam tahapan ketiga itulah nabi Nabi mendapat reaksi keras dari golongan oligarki yang menguasai kota.
Madinah adalah wilayah yang jadi satu, tanpa pemisah laut, dengan penduduk gagah berani. Pemimpin quraisy menanyakan apakah benar rombongan madinah itu telah mengadakan ikrar setia saling bela dengan Nabi Muhammad. Ketegangan kaum quraisy sudah mencapai titik puncak. Semua umat muslim mulai mengosongkan kota makkah. Mereka berangkat secara sendiri- sendiri atau rombongan menuju tempat yang sangat aman dari kaum quraisy yaitu di yatsrib.
Pada saat rasulullah memimpin kota madinah, rasulullah adalah pemimpin tertinggi penduduk Madinah. Selama Nabi Muhammad SAW sebagai kepala negara Madinah beliau melakukan kebijakan satu sama lain yang memiliki keterkaitan antara lain pertama, intensifikasi pemantapan sosio ekonomi politik. Oleh sebab itu ayat-ayat Al-Qur’an pada periode madina. Ayat tersbut menjelaskan tentang persamaan derajat antara sesama, perbedaan karena taqwa dan amal sholeh, dan di perintahkannya zakat dan sedekah untuk pemerataan ekonomi. Perbedaan itu dibabdingkan dengan ajaran-ajaran dan aturan-aturan selama rasulullah berada dalam periode makkah.
Dalam periode madinah inilah rasulullah benar-benar  dapat membina masyarakat yang kondusif sehinnga pada masa kepemimpinan Nabi Muhammad SAW  kota madinah menjadi wilayah diperhitungkan. Kepemimpinannya sebagai panglima perang pun juga teruji dalam beberapa perang yang beliau lakukan baik yang tergolong ghazwah atau pun sariyah, sampai dengan peristiwa fath makkah yang monumental yaitu peperangan tanpa pertumpahan darah. 
Setelah rasulullah dan pengikutnya mampu membangun mampu membangun suatu negara yang merdeka yang bedaulat di kota madinah. Mereka berusaha menyiarkan agama islam bukan saja terhadap para penduduk  jazirah arab. Rasulullah tidak tinggal diam sehingga terjadi peperanagan dengan kaum romawi.
Kemampuannya dalam mempersatukan umat islam dengan kebinekaan kabilah dan suku, serta mempersaudarakannya adalah sebagai bukti misi risalah yang dibawanya dengan berdimensi religius dan sosial politik. Yang dimaksud dengan kebinekaan kabilah dengan suku yaitu nabi muhammad saw mampu mempersatukan mereka dengan adanya perdamaian dengan para kabilah kabilah dan di adakannya perjanjian madinah. Dan satu bukti sejarah nabi seorang kepala negara di madinah adalah muncul pesoalan siapakah yang akan menggantikan rasulullah sebagai pemimpin wilayah yang luas itu setelah rasulullah wafat.


DAFTAR PUSTAKA

Abu, Istianah Bakar. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Malang: uin-malang press
Aminuddin, dkk. 2002. Pendidikan Agama Islam. Jakarta:Ghalia Indonesia
Fu’adi, Imam. 2011. Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta: Teras
Hasem, Fuad. 1996. Sirah Muhammad. Bandung: MIZAN
http://journalarticle.ukm.my Diakses pada rabu, 8 Februari 2017
Maryam, Siti, dkk. 2009. Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern. Yogyakarta: LESFI
Mas’ud, Abdurrahman. 2009. Sejarah Peradan Islam. Wonosobo: AMZAH
Rahman, Afzalur. 1991. Nabi Muhammad Sebagai Seorang Pemimpin Militer. Jakarta: BUMI AKSARA
Salam, Abdus Salam. 2003. Tahdzib Nabawiyyah. Jakarta: Darul Haq
Yatim, Badri. 2014. Sejarah Peradaban Islam Dirasat Islamiyah II. Jakarta: PT RAJA GRAFINDO PERSADA

Catatan-catatan:
1. Makalah ini tidak menggunakan footnote, padahal di awal sudah disebutkan menggunakan itu. Selain itu, secara perujukan, makalah ini sangat kurang. Terkesan banyak plagiasi di sini.
2. Belum ada penutup/kesimpulan.
3. Dakwah secara terbuka perlu diberikan eksplorasi lebih.
4. Perujukan pada artikel jurnal, tetap harus ditulis lengkap keterangan artikelnya (Penulis, judul, nama jurnal, vol, no., tahun, halaman).
















[1]Tahannuts adalah beribadah dengan menjauhkan diri dari berhala-berhala

Tidak ada komentar:

Posting Komentar