SEJARAH PERADABAN ISLAM PADA MASA DINASTI UMAYYAH
Nur
Khalimatus Sa’diyah, Indana Zulfa, Nur Syahr Jihan Tuanany
Mahasiswa
Pendidikan Bahasa Arab Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang Angkatan 2016
e-mail:
Nurkhalimatussadiyah22@gmail.com
Abstrack
This article speaks about the development of the religion
of Islam in the future to the Caliphate of Umayyah dynasty, much of the
literature or books of reference were revealed about the beginning of the
establishment to the Caliphate, starting from the reimbursement system after
the caliph Ali, who used the election of the leader of the Muslims on the basis
of consultation ago when muawaiyah led Islamic caliphs the reimbursement system
changed to Absolute monarchy, but besides that during the leadership of this,
many caliphs who have great services and is able to reach the glorious
achievement, especially in science and religion sciences such hadith, tafsir ,
etc. So that the emerging Muslim scientists who are well known such as: Ibn
Sina, Ibn Kholdun, Averroes, etc. besides there are socio-cultural system
imposed by the dynasty Umayyah dynasty in the arab and mawali, and resulted in
an upheaval arise, causing jealousy from the mawali and it also became one of
the factors of this decline of the Umayyah dynasty. In addition, many factors
dynasty Umayyad dynasty setback both internal factors and external factors.
Abstrak
Artikel ini berbicara mengenai perkembangan agama islam pada masa ke
khalifahan dinasti umayyah, banyak literatur atau buku refrensi yang
mengungkapkan tentang awal mula dibentuknya ke khalifahan ini, dimulai dari
sistem penggantian setelah khalifah Ali, yang dulu cara pemilihan pemimpin umat
islam atas asas musyawarah lalu ketika muawaiyah memimpin islam maka sistem
penggantian khalifah tersebut berganti
menjadi monarchi Absolut, namun disamping itu pada masa kepemimpinan
ini, banyak pula khalifah-khalifah yang mempunyai jasa yang besar dan mampu
menggapai prestasi yang gemilang, khusunya dibidang ilmu pengetahuan dan ilmu-
ilmu agama seperti hadis, tafsir, dll. Sehingga bermunculan para ilmuan muslim
yang sangat terkenal seperti : ibnu sina, ibnu khaldun, ibnu rusydi,dll. selain
itu terdapat sistem sosial budaya yang diterapkan oleh dinasti umayyah pada
kaum arab dan mawali, dan mengakibatkan timbul sebuah pergolakan,sehingga
menyebabkan kecemburuan dari pihak mawali dan hal tersebut juga menjadi salah
satu faktor kemunduran dinasti Umayyah ini. Selain itu banyak pula
faktor-faktor kemunduran dinasti umayyah baik itu faktor internal maupun faktor
eksternalnya.
Keywords: Sistem,
Perkembangan, Sosial-Budaya, Kemunduran, Dinasti Umayyah.
A. Pendahuluan
Hampir semua sejarawan membagi Dinasti Umayyah (Umawiyah) menjadi dua,
yaitu pertama, Dinasti Umayah yang dirintis dan didirikan oleh Muawiyah ibn Abi
Sufyan yang berpusat di Damaskus (Siria). Fase ini berlangsung sekitar satu
abad dan mengubah sistem pemerintahan dari sistem khalifah pada sistem mamlakat
(Kerajaan atau Monarki) dan kedua, Dinasti Umayyah di Andalusia (Siberia) yang
pada awalnya merupakan wilayah taklukan Umayyah dibawah pimpinan seorang
gurbernur pada zaman Walid Ibn Abd Al-Malik; kemudian diubah menjadi kerajaan
yang terpisah dari kekuasaan Dinasti Bani Abbas setelah berhasil menaklukkan
Dinasti Umayah di Damaskus.[1]Dinasti
ini merupakan dinasti yang sama-sama berasal dari keturunan Umayyah dan
keduanya memiliki karakteristik tersendiri, sehingga mencetak prestasi-prestasi besar, meskipun
pada masa Dinasti Umayyah pertama mengalami kemunduran, namun dinasti ini mampu
berdiri kembali dan mendirikan kerajaan di spanyol.
Banyak dari sejarah islam yang menyatakan bahwa kepemimpinan dinasti
Umayyah ini kurang lebih berusia 90 tahun. Pemerintahan dinasti ini memang
berjalan sangat lama, dan banyak menghasilkan prestasi, meskipun demikian
terdapat problem yang terjadi, sebelum Muawiyyah menjadi khalifah, sistem
pemilihan khalifah yang digunakan oleh umat islam adalah Musyawarah, namun
ketika Muawiyyah menjabat, sistem pemerintahanya berubah menjadi monarchi, maka
yang menjadi titik problema, apakah cara pemilihan khalifah tersebut sesuai
dengan apa yang telah diajarkan oleh Islam, serta apakah terjadi perkembangan
ilmu pada masa dinasti umayyah ini, karena pada kepimimpinan khulafaur rosyidin
keilmuan sangat diperhatikan, selain itu pada masa ini terjadi pula beberapa
problem sosial budaya antara kaum arab dan mawali, dan tentunya penyebab hal
tersebut patut diungkap serta apa faktor-faktor penyebab kemunduran dinasti
umayah ini.
Hal ini perlu diungkap karena banyak faktor yang membuat islam dulu pernah
maju dan islam memiliki sejarah yang patut untuk diteladani bagi setiap orang
muslim, serta kita patut mengetahui asal mula dibentuknya dinasti ini. Apalagi
jika kita mengkaji sejarah maka kita akan mengetahui bahwa perintisan Dinasti
Umayah dilakukan oleh Muawiyah dengan cara menolak membai’at Ali, berperang
melawan Ali, dan melakukan perdamaian secara politik yang sangat menguntungkan
Muawiyah.[2]
Selain itu kita juga harus mengetahui bagaimana islam pernah berjaya di
eropa, dan akibat persentuhan islam dan eropa tersebut yang terjadi pada masa
pemerintahan dinasti umayyah 2 ini menjadikan orang-orang barat bangkit dan
mengalami kemajuan ilmu sampai sekarang. Selain itu ada pula kelompok arab
mawali yang hidup di masa dinasti amawiyah ini, yang mereka ikut mempengaruhi
bagaimana terjadinya kehancuran atau kemunduran dari dinasti amawiyah ini.
B.
Sistem Penggantian Khalifah Pada Masa Dinasti Umayyah
Daulat Bani Umayyah mengambil nama keturunan dari Umayyah ibn Abdi syams
ibn Abdi manaf. Dia salah seorang yang terkemuka didalam persukuan Quraisy di
zaman jahiliyah, bergandeng dengan pamanya Hasyim ibn Abdimanaf. Di antara
Umayyah dengan Hasyim bertanding paling keras
di dalam merebutkan kedudukan di kalangan Quraisy. Tetapi
Umayyahmempunyai sebab-sebab kemenangan yang lebih banyak dari Hasyim. Sebab
Umayyah adalah saudagar, banyak harta dan banyak pula keturunan. Padahal harta
dan keturunan itu adalah pangkal kemenangan dalam merebut pengaruh dalam
masyarakat suku-suku Arab. Oleh karena itu Abdul Muttalib bin Hasyim pernah
bernadzar, bila cukup anaknya sepuluh maka akan dikorbankan salah satunya, dan
nyaris anaknya Abdullah hendak dikorbankan ! syukurlah berhala mau menerima
tebusan 100 ekor unta.[3]
Diantara khalifah dari dinasti Umayyah 1 yaitu :
1.
Muawiyah bin Abi
Sufyan
Muawiyah
adalah keturunan ketiga dari umayyah. Karena Umayyah mempunyai anak bernama
Harb, Harb memiliki anak bernama Shakr yang bergelar Abu Sufyan lalu memiliki
anak yang bernama Muawiyyah. Dia adalah kepala kaum Quraisy yang terkemuka
seketika melawan Nabi Muhammad, Juga menjadi kepala perangkatan perniagaan dan
juga pernah menjadi utusan berembuk Nabi di Madinah. Apalagi Nabi adalah
menantunya, sebab anaknya yang bernama Ummu Habibah menjadi istri Nabi. Dia
memeluk agama Islam seketika Rasulullah menaklukan Mekkah.[4]
Perintisan Dinasti Umayah dilakukan oleh Muawiyah dengan
cara menolak membai’at Ali, berperang melawan Ali, dan melakukan perdamaian
secara politik yang sangat menguntungkan Muawiyah.[5]
Keberuntungan Muawiyah berikutnya adalah keberhasilan pihak Khawarij
membunuh Khalifah Ali r.a. Jabatan khalifah setelah Ali r.a. wafat, dipegang
oleh putranya, Hasan Ibnu Ali selama beberapa bulan. Akan tetapi, karena tidak
didukumh oleh pasukan yang kuat, sedangkan pihak Muawiyah semakin kuat,
akhirnya Muawiyah melakukan perjanjian dengan Hasan ibn Ali. Isi perjanjian itu
adalah bahwa penggantian pemimpin akan diserahkan kepada umat islam setelah
masa Muawiyah berakhir. Perjanjian ini dibuat pada tahun 661M. (41 H). dan
tahun tersebut disebut am jamaah karena perjanjian ini mempersatukan
umat islam kembali menjadi satu kepemimpinan politik, yaitu Muawiyah, dan
Muawiyah mengubah sistem khalifah menjadi kerajaan.[6]
Memasuki
kekhalifahan muawiyah yang menjadi awal kekuasaan Bani Umayyah, pemerintahan
yang bersifat demokratis berubah menjadi monarchiheridetis (Kerajaan
turun temurun). Kekhalifahan Muawiyah diperoleh melalui kekerasan, diplomasi,
dan tipu daya, tidak dengan pemilihan atau suara terbanyak.. Suksesi
kepemimpinan secara turun temurun dimulai ketika Muawiyah mewajibkan seluruh
rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, Yazid. [7]
Pada
masa itu umat islam telah bersentuhan dengan peradaban Persia dan Byzantium.
Oleh karena itu, Muawiyah juga bermaksud meniru cara suksesi kepemimpinan yang
ada di Persia dan Byzantium, yaitu Monarki. Akan tetapi, gelar pemimpin pusat
tidak disebut raja ( Malik). Muawiyah tetap menggunakan gelar khalifah dengan
makna konotatif yang diperbaharui. Jika pada zaman khalifah empat, khalifah
(pengganti) yang dimaksud adalah khalifah Rasululllah SAW. Khalifah rasul
adalah pemimpin masyarakat, sedangkan pada masa bani umayyah, yang dimaksudkan
dengan khalifah Allah adalah pemimpin atau penguasa yang diangkat oleh
Allah.langkah awal dalam rangka memperlancar pengangkatan Yazid sebagai
penggantinya adalah menjadikan Yazid ibn Muawiyah sebagai putra mahkota.[8]
Muawiyah adalah
seorang yang cerdas akal, cerdik
cendekia lagi bijaksana, luas ilmu dan siasatnya, terutama dalam urusan dunia.
Pandai mengatur ahli hikmat, lemah lembut, fasih lidah nya dan berarti tutur
katanya. Siapa yang mendekat kepadanya, jarang tidak terikat oleh lemak manis
mulutnya. Mempunyai Pribadi menarik. Pemaaf pada tempat yang patut dimaafkan,
keras pada tempat yang patut keras, tetapi lebih banyak maafnya daripada
marahnya, namun ia adalah seorang yang ambisius.[9]
Muawiyah
bin Abi Sufyan sebagai pendiri bani Umayyah benar-benar menjadi momentum
perubahan dan sekaligus menjadi inspirator perkembanganm pemerintahan dan
kebudayaan Islam, sehingga banyak kebudayaan Islam yang dihasilkannya. Terlepas
dari soal kritikan tajam berkaitan dengan kebijakannya, terutama yang bertolak
belakang dengan kebijakan Khulafaurrasidun dalam soal kepemimpinan dan
peralihan kekuasaan, yang jelas kehadiran Muawiyah pada jaman itu dalam dunia
Islam benar-benar mampu menawarkan alternatif baru pada aspek politik
pemerintahan dan kebudayaan Islam. Berbarengan dengan itu, tumbuhnya gerakan
keagamaan menjadi perspektif lain yang mampu menaikkan citra pemerintahan
Islam. Sebagaimana ditulis Hasjmy bahwa gerakan dakwah dan tumbuhnya kebudayaan
Islam dalam perjalanannya membutuhkan organisasi yang baik dan militan, karena
tanpa itu, gerakan dakwah tidak dapat berjalan dengan baik, bahkan kemungkinan
besar akan mandek. Dengan asumsi itu, maka tugas pendukungan terhadap dakwah
Islam terletak di atas pundah Daulah Islamiyah.[10]
Prestasi
yang diraih oleh Khalifah Muawiyah diantaranya yaitu ketika Byzantium
mengerahkan tentaranya untuk memperluas wilayah jajahanya, ia tiba di beberapa
daerah kekuasaan Muawiyah. Untuk mengusir tentara Byzantium it, Muawiyah
mengerahkan 1.700 kapal perang kecilyang mampu menghalau pasukan musuh dan
dapat menaklukkan pulau Cyprus dan Rhodus di Laut Tengah. Setelah beliau
menjabat sebagai gurbernur di Palestina selama 10 tahun dan di Syams 10 tahun
dan setelah menjabat sebagai khalifah daulah umawiyah selama 20 tahun, muawiyah
wafat pada Rajab 60 H dalam usia 78 tahun.[11]
2.
Yazid bin
Muawiyah (Yazid 1)
Yazid ibn
Muawiyah, Khalifah yang kedua dari Bani Umayah, anak Muawiyah sendiri. Dari
isterinya Asma’ binti Bahdaal, (atau Maisun binti Bahdal). Maisun itu adalah
seorang anak perempuan dari satu persukuan Badwi di Nejd. Dan dibawah pindah ke
kota Damsyik.[12]
Dia didik sangat
manja oleh ayahnya, maklumlah anak tersebut dididik dilingkungan Istana, sebab
itu maka bertemulah pada dirinya perangai anak- anak bangsawan, Dia hanya suka
berburu, bersenda memelihara budak-budak perempuan dan bersyair dan sangat
fasih bersyair.[13]
Ketika Muawiyah
akan meninggal ia berpesan kepada anaknya bahwa ada 4 orang yanga akan menjadi
lawan nya dalam perebutan jabatan khalifah dan ia menunjukkan cara untuk
melawanya secara satu persatu. Menurut Muawiyah “Tangkap saja Husein bin
Ali jangan dibunuh jika ia tidak
melawan, beri belanja secukupnya. Abdullah ibnu Umar, tidak begitu berbahya,
sebab dia adalah orang yang sangat taat kepada tuhan, dia sangat mementingkan
akhirat. Sebab itu jangan diganggu akhiratnya, supaya tidak diganggu duniamu.
Abdurrahman ibn abu bakar adalah seorang anak muda yang tidak tahan melihat
perempuan cantik, sebab itu asal saja dipalut dirinya dengan harta dan
perempuan tetntu akan tertutup mulutnya. Tetapi yang lebih berbahaya, yaitu
Abdullah ibn Zubair, kalau musuh yang seorang ini dibiarkan, alamat akan
celaka, sebab itu kalau bertemu hendaknya bunuh betul-betul, cincang dan jangan
beri ampun”.[14]
Kemudian setelah
berpesan muawiyah menghembuskan nafas terakhirnya. Dan Yazid pun naik tahta,
sejumlah tokoh terkemuka di Madinah tidak mau menyatakan setia kepadanya. Yazid
bin Muawiyah kemudian mengirim surat kepada gurbernur Madinah, memintanya untuk
memaksa penduduk mengambil sumpah setia kepadanya, dengan hal ini maka semua
penduduk mengambil sumpah setia kecuali Husein bin Ali dan Abdullah bin Zubair,
dan dengan hal ini pula kaum Syi’ah (pengikut Abdullah bin Saba’) melakukan
penggabungan dan menyuruh Husein melakukan perlawanan. Husein sendiri dibaiat
menjadi khalifah di Madinah. Pada tahun 680 M. Yazid akhirnya mengirim pasukan
ke madinah untuk bertempur dan pada hari itu terjadilah pertempuran Karbala
yang menyebabkan syahidnya Husein bin Ali. Setelah kejadian tersebut Yazid
akhirnya resmi menjadi Khalifah dan memperkuat struktur administrasi Khilafah
dan memperbaiki sistem pertahanan militer suriah. Ia juga memperbaiki sistem
keuangan diperbaiki, mengurangi pajak beberapa kelompok Kristen dan memperbaiki
irigasi di Damsyik. Setelah ia wafat lalu digantikan putranya.[15]
3.
Abdul Malik bin
Marwan
Abdul Malik bin
Marwan adalah Khalifah kelima bani Umayah, menggantikan khalifah Marwan bin
Hakam pada 692 M. selama masa pemerintahanya ia membebaskan banyak kota seperti
kota-kota Romawi, Afrika Utara, dan Turkistan. Pada masa pemerintahanya ia
membangun panti-panti untuk orang cacat, membangun jalan-jalan raya yang
menghubungkan suatu daerah dengan daerah lainya, pabrik-pabrik, gdung-gedung
pemerintahan dan masjid-masjid yang megah, mengubah mata uang Byzantium dan
Persia yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Untuk itu, dia
mencetak uang tersendiri dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab. Tahun 705
M. ia digantikan oleh anaknya Al-walid bin abdul Malik. Pada masa khalifah ini
daulah Umayyah mengalami kejayaan dan memiliki prestasi yang sangat besar,
diantara pembangunan pada masa Abd Malik meliputi :
1. Membentuk
Mahkamah tinggi
2. Pergantian
bahasa resmi ( bahasa persi dan Romasi) menjadi bahasa arab.
3. Penggantian
mata uang
4. Pembangunan
pos.
5. Mendirikan
bangunan-bangunan, seperti pabrik Darus Sina’ah, Masjid Qubbatus Shakhrah. Dan
memperluan Masjidil Haram.[16]
Diantara
Prestasi besar yang dicapai pada masa Bani Umayyah di Damaskus adalah:
a. Membangun
masjid yang megah dan monumental seperti masjid kubah yang didalamnya ada
mimbar untuk khotib berkhutbah.
b. Mencatat dan membukukan vonis-vonis hakim.
c. Membangun
istana yang megah dan mewah dengan lapangan dan taman-taman yang indah.
d. Membukukan hadits yang dilakukan oleh Muhammad
bin Syihab Az-Zuhri atas permintaan khalifah Umar bin Abdul Aziz.
e. Bahasa Arab dijadikan sebagai bahasa resmi
negara.
f. Membuat mata uang sendiri sebagai alat
pertukaran.
g. Berkembangnya
berbagai aliran yang membahas tentang ketuhanan (teologi islam) misalnya:
Khawarij, Murjiah, Mu’tazilah dll.
h. Berdirinya pembangunan panti untuk orang
cacat.
i.
Penertiban angkatan
perang.
j.
Dalam bidang
pemerintahan juga mengalami kemajuan, dimana pemerintahan dibagi menjadi: Katib
Al-Rosail (sekretaris surat menyurat). Katib al-kharaj (sekretaris yang
menangani pengeluaran danpemasukan pajak negara) Katib Al-Jundi (sekretaris yang
berhubungan dengan tentara) Katib As-Surthah (sekretaris urusan pemerintahan penyelenggaraan
keamanan umum). Katib Al-Qodha (sekretaris yang menertibkan dalam bidang hukum.
k. Ditetapkannya
lambang bani Umayyah dengan symbol bendera merah
l.
Ditemukannya kertas
dan kompas.[17]
Sedangkan
Islam di Andalusia terjadi ketika keluarga
Bani Umayyah dikejar dan dibersihkan oleh Dinasti Abbasiyah pada tahun 750,
salah seorang diantara sedikit orang yang dapat melarikan diri. Adalah abdul
Rahman bin Muawiyah seorang cucu Hisyam bin Abdul Malik, beliau adalah khalifah
kesepuluh dinasti umayyah. Dalam usia 20 tahun ia melarikan diri dan lima tahun
lamanya ia mengembara. Dengan cara menyamar melalui Palestina, Mesir akhirnya
ia memasuki Afrika Utara. Pelarian bermula dari kampung badui di tepi sungai
eufarat dimana Abdul Rahman bersembunyi . Suatu hari tentara Abbasiyah
mengepung camp itu, bersama saudaranya yang berumur 13 tahun ia melarikan diri
berenang melewati sungai, namun saudaranya tersebut tidak sanggup dan kembali ketepi,
sedangkan Abdur Rahman terus berenang dan akhirnya sampai di tepi lainya.[18]
Dalam
perjalananya menuju Spanyol, ia banyak mendapat dukungan dari beberapa pemimpin
akhirnya ia pun mampu memasuki kota spanyol, dan membangun daulah baru disana,
yang diberi nama dinasti umayyah 2.
Namun dalam sumber lain menyebutkan bahwa Islam masuk ke Andalusia
memiliki 2 faktor yaitu eksternal dan Internal, Faktor internal adalah kemauan
kuat para penguasa islam untuk mengembangkan dan membebaskan wilayah menjadi
wilayah Islam. Sedangkan faktor eksternalnya adalah suatu kondisi yang terdapat
dalam negara spanyol sendiri. Pada masa penaklukan spanyo oleh orang-orang
islam, kondisi sosial politik dan ekonomi negara ini berada dalam keadaan
menyedihkan, serta penguasa disana bersikap tidak toleran terhadap aliran agama
lain. Apalagi kaum yahudi, mereka banyak yang dipaksa untu dibaptis dan apabila tidak bersedia akan di siksa dan
dibunuh secara brutal. Oleh karena itu masyarakat spanyol berharapbesar pada
Abdul Rahman sehinga mereka memberikan dukungan penuh agar Abdul Rahman mau
memimpin Negri Spanyol atau Andalusia.[19]
Diantara
Khalifah yang memimpin disana adalah :
1. Abdur
Rahman III
2. Hakam
II
3. Hisyam
II
4. Sulaiman
5. Dll.
Hasil pembebasan Islam di Andalusia adalah :
1. Kemajuan
Pembagunan, membangun kota cordova, Istana az-zahra, Istana al-hambra, Menara
Grilda dll.
2. Pengaruh
terhadap Renaesans di Eropa, yaitu pengaruhnya terhadap ilmu pngetahuan yang
ada di eropa, sehingga sampai sekarang ilmu pengetahuan berkembang pesat di eropa.
3. Kemajuan
dalam bidang ilmu dan sains.[20]
B.
Perkembangan Ilmu-Ilmu Agama Pada Masa Dinasti Umayyah
Dalam
menelisik kemajuan kekuasaan Islam dari aspek kebudayaan dan dakwah Islam,
Hasjmy mencatat ada sembilan parameter kemanjuan dinasti Ummayyah yaitu perluasaan
bahasa Arab, membangun tempat khusus pengembangan ilmu pengetahuan,
dikembangkannya ilmu qiraat, ilmu tafsir, ilmu Hadist, ilmu fiqh, ilmu nahwu,
ilmu tarikh dan usaha penerjemahan18. Dengan adanya gerakan yang dimotori dari
pihak kerajaan tersebut, menjadikan kebudayaan dan gerakan dakwah Islam bisa
berkembang secara cepat mencapai puncak kejayaannya.[21]
Pada
masa Umayyah 1 didirikan beberapa lembaga keagamaan dan pendidikan yang dinamakan Kuttab, tapi dengan keilmuan
yang masih sangat sederhana, yaitu masih dalam pengajaran metode membaca
al-qur’an dan hadis, serta pendidikan seni dan Olahraga. Dari sini banyak anak-
anak yang minat belajarnya semakin bertambah, dan semakin lama pemerintahan
semakin menyempurnakan kurikulum dilembaga ini, sehingga peradaban bidang
keilmuan pada masa dinasti Umayyah ini berkembang dengan pesat.
Sedangkan perkembangan ilmu pada masa Dinasti
Umayyah II mengalami perkembangan yang sangat pesat diantara ilmu yang muncul
dan berkembang di Spanyol, terdapat ilmu kebahasaan, ilmu pendidikan, ilmu
kepustakaan: ilmu kesejarahan, ilmu keperjalanan, ilmu kealaman, dan ilmu keagamaan serta
pengaruhnya terhadap dunia barat dewasa ini selanjutnya, dalam kebudayaan,
terdapat kemajuan yang pesat dibidang kesenian, pertekstilan, desain dan
arsitektur serta pembangunan sarana fisik lainnya.[22]
C. Keadaan
Sosial Budaya (Arab – Mawali) Pada Masa Dinasti Umayyah
A. Hak istimewa Bangsa Arab Suriah
Umayyah bin Khalaf merupakan moyang dari Dinasti Umayyah yang telah menetap di Suriah
jauh sebelum islam datang. Oleh karena itu, kehidupan dan keberlangsungan
Dinasti Umayyah tidak bisa dilepaskan dari orang-orang Suriah. Selanjutnya
Dinasti Umayyah membentuk aristokrasi militer arab yang sosial dan tingkatan
masyarakat. Tentara Suriah adalah jantung kekuatan militer. Dinasti Umayyah
sebagai sumber kekuatan, mereka memperoleh hak istimewa itu. Tidak mengherankan
apabila kemudian terjadi kesenjangan sosial yang dalam antara masyarakat Suriah
dan golongan lainnya.[23]
Keadaan itu menimbulkan kecemburuan kaum muslim di Arab di Madinah, Mekah
da Irak. Mereka memang dibebaskan dari beban membayar pajak yang dipikulkan kepada orang-orang muslin
non-Arab(mawali) dan non muslim. Akan tetapi kehidupan mereka tidak lebih baik
dibanding dengan keluarga Suriah.[24]
Kecemburuan yang lebih besar ditunjukkan oleh orang-orang
muslin non Arab pada umunya dan lebih khusus lagi adalah orang-orang islam
Persia. Khalifah-khalifah Dinasti Umayyah bahkan menunjukkan sikap yang
bermusuhan dengan mereka. Harapan mereka untuk memperoleh persamaan dalam
bidang ekonomi dan sosial pupus sudah. Kedudukan mereka bahkan diturunkan
menjadi Mawali yaitu orang yang sangat tergantung nasibnya pada majikan mereka
orang-orang Arab. Mereka mengeluh atas perlakuan itu dan memandang sebagai hal
yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip dan ajaran islam.[25]
Pada masa Dinasti Umayyah,
orang-orang muslim Arab memandang dirinya lebih mulia dari segala bangsa bukan
Arab (Mawali). Orang-orang bukan Arab memandang dirinya “Sayyid” (Tuan) atas
bangsa bukan Arab, seakan-akan mereka dijadikan Tuhan untuk memerintah.
Sehingga antara bangsa Arab dengan negeri taklukannya terjadi jurang pemisah
dalam hal pemberian hak-hak bernegara.Masyarakat pada masa Dinasti Umayyah
terbagi ke dalam empat kelas sosial. Kelas tertinggi biasanya diisi oleh para
penguasa Islam, dipimpin oleh keluarga kerajaan dan kaum aristokrat Arab. Kelas
sosial kedua adalah para muallaf yang masuk Islam melalui pemaksaan sehingga
negara memenuhi hak penuh mereka sebagai warga muslim. Kelas sosial ketiga
adalah anggota sekte dan para pemilik kitab suci yang diakui, yang disebut Ahl
Al-Dzimmah, yaitu orang Yahudi, Kristen dan Saba yang telah mengikat perjanjian
dengan umat Islam. Selanjutnya, kelas paling rendah dalam masyarakat adalah
golongan budak. Meskipun perlakuan terhadap budak telah diperbaiki, tetapi
dalam prakteknya mereka tetap menjadi penduduk kelas rendah.[26]
Penguasa Bani Umayyah juga menetapkan kebijakan politik yang
represif terhadap para penantangnya, yaitu kelompok syiah, khawarij dan Murjiah.
Sehingga terciptalah kelas ekonomi.
Diungkapkan bahwa hanya bangsa Arab saja yang dapat bekerja di lingkungan
istana dan mendapat proteksi perdagangan yang istimewa dari pemerintah.
Sementara yang terpetakan dalam kelompok Khawarij dan Syiah/Persia betul-betul
mendapatkan tekanan ekonomi, dengan akses pekerjaan
yang terbatas pada lapangan-lapangan kasar saja. Hanya beberapa kelompok bangsa
saja yang tidak terpetakan dalam kelompok tersebut yang mendapatkan akses ke
istana sebagai prajurit dan pegawai non strategis. Pada masa ini juga, bangsa
non Arab mendapatkan sebutan umum sebagai mawali (identik dengan budak).
[27]
Setelah satu abad berkuasa, kekuatan Bani Umayyah melemah karena
oposisi Syiah dan pemberontak Khawarij yang terus menerus. Dalam situasi seperti
itu, muncul gerakan Hasyimiyyah yang dipelopori oleh keturunan Muhammad ibn
‘Ali ibn ‘Abdillah ibn al-‘Abbās ibn Abdul Muththalib. Dengan menggunakan nama
Hasyim (kakek Nabi SAW), gerakan ini berhasil meraih simpati bangsa Persia
untuk meruntuhkan kekuasaan Umayyah, dengan iming-iming akan mengembalikan
kekuasaan Islam di tangan imam Syiah (Ahl al-Bayt) dengan mendirikan
kerajaan berbasis Imamah Syiah. Pada tahun 750 M, gerakan tersebut berhasil
menjatuhkan kekuasaan Umayyah.
D. Faktor
Kemunduran Dinasti Umayyah
Kemunduran
dan kehancuran Bani Umayyah memiliki kaitan yang sangat erat dengan proses
berdirinya, serta kebijakan yang dijalankannya. Dalam dinasti ini sistem
kekhalifahan diganti dengan system keturunan atau warisan demi kepentingan
politik.[28]
Sejak
pemerintahan Bani Umayyah berdiri dengan sistem kedinastiannya, umat Islam
mengalami perpecahan. Dalalam dinasti ini, dimana kekuasaan harus dipegang oleh
keluarga Bani Umayyah. Meski mereka tidak memiliki potensi kepemimpinannya,
keluarga Bani Umayyah tetap berobsesi sebagai pemegang kekuasaan.
Dengan
adanya kebijakan tersebut, maka lahirlah penyakit kronis di tingkat penguasa.
Saling tampuk kepemimpinan yang kemudian diikuti dengan tindakan-tindakan
negative seperti saling menipu, saling menjegal, dan bahkan saling membunuh.
Keadaan ini melanda orang-orang Bani Umayyah terutama disaat-saat terakhir usia
dinasti ini, yaitu dizaman Walid bin Yazid dan Marwan bin Muhammad.[29]
Ada
dua periode yang dapat dikatakan masa kemunduran Bani Umayyah. Pertama, ketika
Yazid naik tahta, Husein bin Ali dan Abdullah bin Zubair serta para pengikutnya
dimadinah tidak mau tunduk pada Yazid, mereka mengangkat Husein sebagai
khalifah, maka terjadilah pertempuran antara pasukan Yazid dengan pasukan
Husein. Dalam pertempuran yang tidak mampu menduduki jabatan khalifah serta
menyelesaikan urusan-urusan pemerintahan.
Karena
itu, dimasa Muawiyah bin Yazid, Bani Umayyah tidak mengalami perubahan dank
arena tidak mampu mengendalikan pemerintahan, pada akhirnya Muawiyah bin Yazid
menyerahkan kekhalifahan itu. Tindakan tersebut menyebabkan perpecahan
diwilayah Syiriah yang ditunjukkan dengan adanya satu pihak yang cenderung
mengikuti pendirian penduduk Hijaz untuk membaiat Abdullah bin Zubair sebagai
khalifah yang berkedudukan di Makkah. Penduduk Bashrah ibu kota wilayah Irak
dan Iran, juga mengakui pembaiatan itu dan pendukung khalifah Abdullah bin
Zubair semakin lama semakin bertambah.
Andaikan
dalam keadaan kekhalifahan yang kritis seperti itu khalifah Abdullah bin Zubair
sanggup berangkat ke syiriah maka kemungkinan kemenangan berpihak pada
kekhalifahannya dan cerita sejarah islam menjadi lain. Untunglah keadaan itu
segera dikendalikan oleh Marwan bin Hakam sebagai pengganti Muawiyah bin Yazid,
apalagi setelah Marwan wafat digantikan oleh anaknya yakni Abdul Malik bin
Marwan, karena Abdul Malik dipandang sebagai khalifah yang perkasa dan
negarawan yang cakap sehingga kesatuan dunia lebih terkendalikan.
Yang
kedua, yakni pada masa khalifah Walid bin Yazid yang berlangsung selama satu tahunlebih,
dianggap sebagai zaman terburuk selama pemeribtahan bani Umayyah. Sedangkan
lima orang khalifah penggantinya yaitu Yazid bin wahid dan Ibrahim bin Walid
tidak meninggalkan jasa yang patut dikenang, masing-masing memerintah selama
tiga bulan dan terjadi ketidakstabilan dimana-mana.
Ketidakstabilan
yang terjadi pada masa ketiga khalifah tersebut merupakan kesempatan emas bagi
orang-orang Abbasiyah yang pada saat itu mereka mampu memobilisasi masa dan
menyatukan barisan untuk menggempur dinasti Bani Umayyah.
Oleh
karena itu, ketika khalifah terakhir dijabat oleh Marwan bin Muhammad, ia sudah
merasa tidak sanggup untuk menstabilkan Bani Umayyah walaupun tercatat dalam
sejarah bahwa Marwan bin Muhammad merupakan orang yang paling berani dan
potensial dalam menghadapi berbagai tantangan. Dimana pemerintahan ini hancur
setelah mengalami pergolakan selama lima tahun yaitu setelah orang Abbasiyah
menyerang habis-habisan Marwan bin Muhammad dan orang-orangnya. Dan akhirnya
dinasti ini benar-benar runtuh pada tahun 132 H.[30]
Disebutkan
juga bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan dinasti Bani Umayyah lemah dan
membawanya kepada kehancuran, antara lain :
1. Sistem
pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru bagi
tradisi arab yang lebih menekankan aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas.
Ketidak jelasan system pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya
persaingan yang tidak sehat dikalangan anggota keluarga istana.
2. Latar
belakang terbentuknya dinasti Bani Umayyah tidak bias dipisahkan dari
konflik-konflik politik yang terjadi dimasa Ali. Sisa-sisa Syi’ah dan Khawarij
terus menjadi oposisi, baik secara terbuka seperti diawal dan akhir maupun
secara tersembunyi seperti pada masa pertengahan kekuasaan bani umayyah.
Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan pemerintah.
3. Pada
masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani
Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum islam,
makin meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah
mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Disamping itu,
sebagian besar golongan mawali (non-arab), terutama di Irak dan wilayah bagian
Timur lainnya, merasa tidak puas karena status mawali ini menggambarkan suatu
inferiotas, ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab yang diperlihatkanpada masa
Bani Umayyah.
4. Lemahnya
pemerintahan daulat Bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah
dilingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban
berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan.
5. Penyebab
langsung tergulingnya kekuasaan dinasti Bani Umayyah adalah munculnya kekuatan
baru yang dipelopori oleh keturunan Al-Abbas ibn Abd Al-Mutholib. Gerakan ini
mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan golongan Syi’ah, dan kaum Mawali
yang merasa dikelasduakan oleh pemerintahan Bani Umayyah.[31]
Hal
ihwal yang menjadi penyebab kemunduran pemerintahan bani Ummayyah yang kemudian
menjadi momentum traumatic sejarah Islam, sebenarnya banyak faktor. Kehancuran
kerajaan Ummayyah, dikarenakan persoalan yang sulit dipecahkan baik sifatnya
internal maupun eksternal. Probem internal dimulai dari kasus perebutan
kekuasaan yang sudah tidak bisa dihindari, sehingga dalam tempo 22 tahun
terjadi 14 kali pergantian khalifah. Semangat dan kecintaannya dengan dunia
yang berlebih, terpecah-pecahnya umat Islam menjadi raja-raja kecil dan sulit
dikendalikan, pribadi khalifah yang lemah sehingga rawan konflik dan fitnah,
sehingga lambat laun kekuasaan Islam jatuh ke tangan Kristen.
Gaya
hidup hedonisme di lingkungan istana, berfoya-foya, hidup mewah dengan mengatas
namakan umat, padahal kenyataannya jauh dari itu tidak banyak yang diperbuat
dan bahkan cenderung berkhianat. sebab-sebab kehancuran bani Umayyah di Andalusia:
1. Konflik
antara Islam dan Kristen yang terus-menerus.
2. Tidak
adanya ideologi pemersatu bagi kaum muslimin.
3. Kesulitan ekonomi, yang diakibatkan karena
penguasa sangat serius dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan pembangunan
dalam kota.
4. Tidak
jelasnya sistem peralihan kekuasaan sehingga terjadi persaingan antar
ketururnan keluarga istana.
5. Keterpencilan
wilayah Islam di Spanyol, sehingga tidak pernah mendapatkan bantuan dari
wilayah yang lain ketika umat Kristen menyerbu umat Islam di Andalusia.[32]
Menurut Sumber lain
menyatakan Di antara sebab-sebab yang mengakibatkan Dinasti Bani Umayyah
mengalami kemunduran dan membawanya kepada kehancuran, adalah sebagai berikut :
1. Munculnya kelompok-kelompok yang merasa tidak
puas terhadap pemerintahan Bani Umayyah, seperti kelompok Khawarij, Syiah, dan
kelompok muslim non-Arab.
2. Tidak adanya ketentuan yang jelas dan tegas
tentang sistem pergantian khalifah, ketiadaan ketentuan menyebabkan terjadinya
persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga khalifah.
3. Ketidakmampuan
dari para penguasa Bani Umayyah untuk menggalang persatuan dan kesatuan dari
pertentangan yang semakin lama semakin meruncing antara etnis suku Arabiah
Utara (Bani Qais) dengan suku Arabiyah Selatan (Bani Kalb), yang sudah ada
sejak sebelum Islam
4. Sangat kurangnya perhatian para khalifah Bani
Umayyah terhadap perkembangan agama, sehingga pemuka agama banyak yang kecewa.
5. Sikap hidup yang bermewah-mewahan dalam
lingkungan keluarga khalifah, sehingga mereka yang memegang kekhalifahan
berikutnya tidak mampu memikul beban kenegaraan yang berat.
6. Terbunuhnya Khalifah Marwan bin Muhammad oleh
tentara Abbasiyah di kampung Busir daerah Bani Suweif .[33]
E. Penutup dan Kesimpulan
Seteleh
melalui proses kajian di atas, terlihat bahwa Dinasti Umayyah merupakan dinasti
kerajaan pertama Islam yang ada di Dunia, meskipun awal dibentuknya Dinasti ini
adalah maslah politik ynag terjadi antara Ali bin Abi thalib dan Muawiyah bin
Abi Sufyan, lalu pihak Ali bin Abi Thalib mengalami kekalahan, lalu muawiyah
mengubah sistem pergantian khalifah yang awalnya Demokratis, dan Muusawarah,
menjadi sistem Monarchi Absolute dengan meniru gaya kepemimpinan kerajaan
Romawi dan Byzantium, namun dinasti ini juga mampu membawa Islam berkembang
didunia, sampai di semenanjung liberia atau Spanyol.
Dinasti
Umayyah ini terbagi menjadi 2 kerajaan, kerajaan pertama disebut dinasti
Umayyah satu yang ibu kotanya adalah Damaskus, sedangkan yang kedua adalah di
Spanyol, keduanya memiliki ciri pemerintahan yang berbeda, namun sama-sama
memiliki prestasi yang besar, khususnya di bidang ilmu pengetahuan, pembagunan,
seni arsitektur dll. Diantara prestasi besar dinasti Umayyah adalah :
Dibangunya Kuttab
atau lembaga pendidikan untuk anak, merenovasi masjidil haram, perluasan
wilayah, membangun perpustakaan besar didunia yang berpusat di Andalusia atau
Spanyol sehingga banyak ilmuan muslim yang lahir dari sana, seperti : Ibnu
Khaldun, Ibnu Rusydi dll. Pada masa ini pula Islam berpengaruh besar terhadap
ilmu pengetahuan yang kini berkembang di Eropa.
Namun
selain itu pula banyak dari Khalifah-khalifah bani Umayyah yang mempunyai gaya
hidup yang buruk bersikap sewenang-wenang, dan sering berpesta pora, tidak
mempedulikan kehidupan rakyat yang lain, dan membedakan kehidupan sosial antara
orang arab dan Non arab, bahkan memberikan perlakuan yang buruk dan menyebutnya
Mawali (Budak) dan hal ini yang membuat rasa kecemburuan yang besar terhadap
pemerintahan bani Umayyah sehingga mereka mengumpulkan pasukan dan mengadakan
perlawanan terhadap Dinasti Umayyah dan akhirnya Dinasti Umayyah mengalami
kemunduran dan kehancuran pada tahun 750 M.
Daftar Pustaka
Supriyadi. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2008.
Hamka.
Sejarah Umat Islam II . Jakarta: N.V. Bulan Bintang, 1981.
Yatim,
Sejarah Peradaban Islam.Jakarta: Rajagrafindo Persada,2014.
Ummatin. "Tiga
Pilar Penyangga Eksistensi Dinasti Umayyah" : Jurnal Dakwah, Volume
XIII, No.2, Tahun 2012.
Alimi, Husen Tunaya, Jaelani. Sejarah Kebudayaan Islam: SKI XI
Prog Agama smt 1 dan 2. Mojokerto:
Mutiara Ilmu, 2008.
Sumihara,
Rahmat, Sejarah Islam Klasik. Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2013.
Juhariyah,Widyawati,
Nurkholik, dkk. Sejarah Kebudayaan Islam. Nganjuk: PT. Temprina Media
Grafika, 2012.
Salim."Kehidupan Para Ilmuan Muslim
dalam Bidang Ilmu Pengetahuan": TAJDID Vol. XIII, No. 1, Januari-Juni,
2014.
Fu’adi. Sejarah Peradaban Islam.Yogtakarta
:Teras,2011.
Jabir, "Dinasti Bani
Umayyah di Suriah": Jurnal Hunafa Vol. 4, No. 3, September 2007.
Catatan:
1. Pendahuluan adalah pengantar
untuk memahami materi pembahasan, dan bukan materi pembahasan itu sendiri.
2. Berikan kesimpulan sistem
pergantian kepala negara bani Umayyah.
3. Mengapa pembahasan mengenai perkembangan
ilmu-ilmu kok sedikit sekali?
[1] Dedi Supriyadi, Sejarah
Peradaban Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 103.
[2] Ibid., hlm. 103.
[3] Hamka, Sejarah
Umat Islam II (Jakarta: N.V. Bulan Bintang, 1981), hlm. 78.
[4] Ibid., hlm. 78.
[5] Dedi Supriyadi, Sejarah
Peradaban Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 103.
[6] Ibid., hlm. 103-104.
[7] Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II (Jakarta: P.T. Rajagrafindo Persada,
1993), hlm. 42.
[8] Dedi Supriyadi, Sejarah
Peradaban Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 104.
[9] Hamka, Sejarah
Umat Islam II (Jakarta: N.V. Bulan Bintang, 1981), hlm. 79.
[10]Khoiro Ummatin, "Tiga
Pilar Penyangga Eksistensi Dinasti Umayyah", Jurnal Dakwah, Volume
XIII, No.2, Tahun 2012, hal. 210-211
[11] Drs. Nur Alimi, Drs.
Husen Tunaya, Rokhmat Jaelani, Sejarah Kebudayaan Islam: SKI XI Prog Agama
smt 1 dan 2 (Mojokerto: Mutiara
Ilmu, 2008), hlm. 68.
[12] Hamka, Sejarah
Umat Islam II (Jakarta: N.V. Bulan Bintang, 1981), hlm. 81.
[13] Ibid., hlm. 82.
[14] Ibid., hlm. 82-83.
[15] Drs. Nur Alimi, Drs.
Husen Tunaya, Rokhmat Jaelani, Sejarah Kebudayaan Islam: SKI XI Prog Agama
smt 1 dan 2 (Mojokerto: Mutiara
Ilmu, 2008), hlm. 68.
[16] Drs. Nur Alimi, Drs.
Husen Tunaya, Rokhmat Jaelani, Sejarah Kebudayaan Islam: SKI XI Prog Agama
smt 1 dan 2 (Mojokerto: Mutiara
Ilmu, 2008), hlm. 68.
[17] Khoiro Ummatin,
"Tiga Pilar Penyangga Eksistensi Dinasti Umayyah", Jurnal
Dakwah, Volume XIII, No.2, Tahun 2012, hal. 212-213
[18] Drs. Sumihara,Drs.
Rahmat, Sejarah Islam Klasik (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2013), hlm.
216
[19] Drs. Nur Alimi, Drs.
Husen Tunaya, Rokhmat Jaelani, Sejarah Kebudayaan Islam: SKI XI Prog Agama
smt 1 dan 2 (Mojokerto: Mutiara
Ilmu, 2008), hlm. 76-77.
[20] Ibid., hlm. 80.
[21] Khoiro
Ummatin, "Tiga Pilar Penyangga Eksistensi Dinasti Umayyah",
Jurnal Dakwah, Volume XIII, No.2, Tahun 2012, hal. 219.
[22] Drs.
Nur Alimi, Drs. Husen Tunaya, Rokhmat Jaelani, Sejarah Kebudayaan Islam: SKI
XI Prog Agama smt 1 dan 2 (Mojokerto:
Mutiara Ilmu, 2008), hlm. 88.
[23] Juhariyah, Wasis
Widyawati, Nurkholik, dkk, Sejarah Kebudayaan Islam, (Nganjuk: PT. Temprina
Media Grafika, 2012), hlm. 2.
[24] Ibid., hlm. 3.
[25] Juhariyah, Wasis
Widyawati, Nurkholik, dkk, Sejarah Kebudayaan Islam, (Nganjuk: PT.
Temprina Media Grafika, 2012), hlm. 2.
[26] Drs. Nur Alimi, Drs.
Husen Tunaya, Rokhmat Jaelani, Sejarah Kebudayaan Islam: SKI XI Prog Agama
smt 1 dan 2 (Mojokerto: Mutiara
Ilmu, 2008), hlm. 73.
[27] Agus Salim, "Kehidupan
Para Ilmuan Muslim dalam Bidang Ilmu Pengetahuan" TAJDID Vol. XIII,
No. 1, Januari-Juni 2014, hal. 92.
[28] Imam Fu’adi, Sejarah
Peradaban Islam (Yogyakarta,Teras,2011) hlm. 86
[29] Imam Fu’adi, sejarah
Peradaban Islam (Yogyakarta,Teras,2011) hlm. 87
[30] Imam Fu’adi, Sejarah
Peradaban Islam (Yogtakarta,Teras,2011) hlm. 89
[32] Khoiro
Ummatin, "Tiga Pilar Penyangga Eksistensi Dinasti Umayyah",
Jurnal Dakwah, Volume XIII, No.2, Tahun 2012, hal. 222.
[33]Muh. Jabir, "Dinasti
Bani Umayyah di Suriah", Jurnal Hunafa Vol. 4, No. 3, September
2007:271-280.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar