KLASIFIKASI HADITS MENURUT
KUALITASNYA
Ahmad Misbahul Karim, M. Sururi
Al-Faruq, Nadiyya Rosyida
PAI D Semester III
Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim Malang
Abstract :hadith is everything that
comes from the prophet Muhammad, both of the words, deeds, or writ. According
to some scholars, hadith is divided into maqbul and mardud. Maqbul hadith is a
hadith which is acceptable, such as hadith shahih and hadith hasan. Whereas
mardud hadith is hadith are rejected, such as a hadith dha’if. Hadith shahih
and hasan is divided into two, namely li dzatihi and li ghairihi. And a hadith
dha’if is divided into several, such as mu’allaq, mursal, mu’dhal, munqathi’,
mudallas, maudhu’, matruk, munkar, mu’allal, mudraj, maqlub, mushahhaf and
syadz.
Pendahuluan
Seiring
berkembangnya ilmu pengetahuan, berkembang pula penelitian-penelitian tentang
kajian keilmuan, tak terkecuali tentang keilmuan islam. Terutama banyaknya
bahasan dalam ilmu haditsyang penting dan menarik untuk dipelajari.
Kebanyakan
orang bingung mengenai jumlah pembagian haidts yang banyak dan beragam. Namun
kebingungan itu bisa teratasi dengan melihat pembagian hadits dari berbagai
tinjauan dan berbagai segi pandangan, diantaranya dilihat dari kualitas dan
kuantitas matan dan sanad hadits.
Dalam
bahasan ini, kami membahas pembagian haidts berdasarkan kualitas matan dan
sanadnya, yaitu dibagi menjadi tiga : hadits shohih, hadits hasan, dan hadits
dho’if. Berikut pemaparan dari bahasan kami.
1.
Hadits
Shohih
Pengertian
Hadits Shohih
Shahih menurut bahasa berarti “sehat”,
kebalikan dari “sakit”. Sedangkan menurut istilah ialah hadits yang muttasil
(bersambunng) sanadnya, diriwayatkan oleh perawi yang adil dan dhabit (kuat
daya ingatnya), tidak syadz (janggal) dan tidak pula terdapat illat
(cacat) yang merusak.[1]
Syarat-syarat
Hadits Shahih
1.
Muttasil
sanadnya (sambung)
Muttasil sanadnya adalah bahwa tiap-tiap
perawi dalam sanad hadits menerima riwayat hadits dari perawi yang terdekat,
keadaan itu berlangsung seperti itu sampai akhir sanad dari hadits itu. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa rangkaian para perawi hadits shahih sejak
perawi terakhir sampai kepada para sahabat yang menerima haits langsung dari
Nabi Muhammad SAW, bersambung dalam periwayataanya[2].
dapat juga dikatakan sanad dari matan hadits itu rawi-rawinya tidak terputus
melaikan bersambung dari permulaanya sampai pada akhir sanad.oleh karena itu,
hadits mursal, munqathi’, mu’dhal, dan muallaq, tidak termasuk dalam kategori
hadits yang muttasil sanadnya.
2.
Para
perawinya bersifat adil
Kata adil, menurut Bahasa berarti lurus, tidak
berat sebelah, tidak zalim, tidak menyimpang. Maka yang dimaksud dengan perawi
yang adil dalam periwayatan sanad-hadis adalah bahwa semua perawinya disampingb
harus islam dan baligh, juga memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
Ø Senantiasa melaksanakan segala perintah agama dan
meninggalkan semua larangannya.
Ø Senantiasa menjauhi dosa – dosa kecil.
Ø Senantiasa memelihara ucapan dan perbuatan yang dapat
menodai muru’ah (berakhlak baik dalam segala perbuatan).
Khusus mengenai perawi hadits pada tingkat
sahabat, jumhur ulama ahli sunah mengatakan bahwa seluruh sahabat dikatakan
adil. Sementara itu golongan mu’tazilah mengganggap bahwa sahabat-sahabat yang
terlibat dalam pembunuhan Ali dianggap fasik dan periwayatannya ditolak.[3]
3.
Para
perawinya bersifat Dhabit
Kata dhabit menurut Bahasa artinya yang kokoh.
Yang kuat. Seorang perawi dikatakan dhabit apabila ia mempunyai daya I ngat
yang sempurna terhadap hadits yang diriwayatkannya.
Menurut ibnu Hajjar Al-Asqalani, perawi yang
Dhabit adalah merela yang kuat hafalannya terhadap segala sesuatu yang penah
didengarnya, kemudian mampu menyampaikan hafalan tersebut manakala diperlukan.
Ini artinya bahwaorang yang disebut dhabit harus mendengarkan secara utuh apa
yang diterima atau yang didengarnya, memahami isinya sehingga terpatri dalam
ingattannya, kemudian mampu menyampaikan kepada orang lain atau meriwayatkannya
sebagaimana mestinya.
Dalam hal ini, dhabit ada dua macam yaitu:
1)
Dhabit
Hati. Seseorang dikatakan hati apabila dia mampu menghafal setiapa hadits yang
didengarnya dan sewaktu-waktu dia bisa mengutarakan atau menyampaikannya.
2)
Dhabit
kitab. Seseorang dikatakan dhabit kitab apabila setiap hadits yang diriwayatkan
tertulis dalam kitabnya yang sudah ditashhih (dicek kebenarannya) dan selalu
dijaga[4]
4.
Matan-nya
tidak Syadz (janggal)
Dimaksud dengan syadz atau syudzudz (bentuk
jamak dari syadz) disini adalah suatu hadist yang bertentangan dengan hadits
yang diriwayatkan oleh perawi lain yang lebih kuat atau lebih tsiqah. Ini
pengertian yang dipegang oleh Asy-Syafi’I dan diikuti oleh kebnyakan para ulama
lainnya.
Melihat pengertian syadz diatas, dapat
dipahami bahwa hadits yang tidak syadz (ghairu syadz) adalah hadits yangt
matannya tidak bertentangan dengan hadits lain yamh lebih kuat atau lebih
tsiqah.[5]
5.
Tidak
terdapat Illat
Illat yang menurut Bahasa berarti cacat,
penyakit, keburukan, dan kesalahan baca. Menurut istilah, illat berarti suatu
sebab yang tersembunyi atau samar-samar, sehingga dapat merusak keshahihan
hadits. Dengan pengaertian ini, maka yang disebut hadits ber-Illat adalah
hadits-hadits yang mengandung cacat atau penyakit. Adanya kesamaran pada hadits
mengakibatkan nilai kualitasnya menjadi tidak shahih. Dengan demikian, maka yang
dimaksud hadits yang tidak ber-illat , ialah hadits-hadits yang didalamnya
tidak terdapat kesamaran atau keragu-raguan. [6]
Pembagian
Hadits Shahih
Para ulama ahli hadits membagi hadits shahih
menjadi dua bagian, yaitu shahih li dzatihi dan shahih li ghairihi
1)
Shahih
Li Dzatihi
Shahih li dzatihi artinya yang sah karena
dzatnya, yakni yang shahih dengan tidak memerlukan penguat atau bantuan
keterangan lainnya. Ini berarti bahwa hadits shahih li dzatihi, adalah hadits
shahih sebagaimana dimaksudkan dalam pengertian shahih di atas.
Contoh hadits shohih li dzatihi :
حدثنا عبدالله ابن يوسف أخبرنا مالك عن نافع عن عبدالله أن
رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : اذا كانو ثلاثة فلا يتنلجى اثنان دون ثالث
(رواه البخارى)
2)
Shahih
Li Ghairihi
Shahih Li Ghairihi artinya yang karena yang
lainnya, yaitu yang jadi sah karena dikuatkan dengan jalan (sanad) atau
keterangan lain. Hal itu bisa terjadi karena ada beberapa hal, misalnya saja
perawinya sudahsudah diketahui adil tapi dari sisi ke dhabittannya ia dinilai
kurang. Hadits ini menjadi shahih Karena ada hadits lain yang sama atau sepadan
(redaksinya) diriwayatkan melalui jalur yang lain yang setingkat atau malah
lebih shahih.
Contoh hadits shohih li ghoirihi :
حدثنا محمد بن بشار حدثنا عبد الرحمان حدثنا سفيان عن عبد
الله بن محمد بن عقيل عن محمد بن الحنيفة عن علي عن النبي صلى الله عليه و سلم قال
: مفتاح الصلاة الطهوروتحريمها التكبير و تحليلها التسليم (رواه الترمذي)
Sumber-Sumber
Hadits Shohih :
1.
Al-Muwathtaha’
2.
Al-Jami’
As-Shohih Al-bukhori
3.
Shohih Muslim
4.
Shohih
Ibnu Khuzaimah
5.
Shohih
Ibnu Hibban
6.
Al-Mukhtarah
[7]
2.
Hadits
Hasan
Definisi
Hadits Hasan :
الحديث الحسن هو الحديث الذي اتصل سنده بنقل عدل
خف ضبطه غير شاذ ولا معلل
Secara bahasa hasan diambil dari bahasa arab yang berarti
baik atau bagus. Sedangkan secara istilah hasan berarti hadits yang
diriwayatkan oleh perowi yang adil, sanad-sanadnya bersambung, kurang dhobit,
selamat dari syat dan illah atau tercela.[8]
Hukum mengamalkan hadits ini menurut para fuqoha
muhadditsin dan para ahli usul dapat diterima kehujjahannya dan dapat
diamalkan, karena telah diketahui tingkat kejujuran rowinya dan keselamatan
dalam perpindahan sanadnya.[9]
Syarat-Syarat
Hadits Hasan :
1.
Sanadnya
bersambung
2.
Perawinya
adil
3.
Perawinya
dhobit
4.
Tidak
terdapat kejanggalan
5.
Tidak
ada cacat [10]
Pembagian
Hadits Hasan :
1.
Hasan li
Dzatihi
Li dzatihi yang berarti dirinya, maka hadits ini memiliki
pngertian sebagaimana hadits alam pengertian di atas yaitu hadits yang
diriwayatkan oleh perowi yang adil, sanad-sanadny bersambung, kurang dhobit,
selamat dari syat dan illah atau tercela.
Contoh
hadits hasan li dzatihi :
حدثنا أبو كريب
حدثنا عبدة بن سليمان عن محمد بن عمر وعن أبي سلمة عن أبي هريرة قال : قال رسو ل
الله صلى الله عليه وسلم لولا أن أشق على أمتي لأمرتهم بالسواك عند كل صلاة
(رواه تركذي)
Artinya : “ Telah menceritakan kepada kami, Abu Kuraib,
telah menceritakan kepada kami, Abdah bin Sulaiman, dari Muhammad bin Amr, dari
Abu Salamah, dari Abu Hurairoh ia berkata : telah bersabda Rosulullah SAW :
Jika aku tidak memberatkan umatku, niscaya aku perintahkan mereka untuk
bersiwak pada saat setiap hendak sholat.” (HR.Tirmidzi)
Hadits ini telah diteliti bahwasanya sanad-sanadnya
nyambung dari Tirmidzi sampai kepada Muhammad SAW. Setiap perowi langsung
mendengar atau mendapat kabar langsung dari gurunya. Kecuali Muhammad bin Amr,
seseorang yang adil namun kedhobitannya kurang, dikarenakan lemah dalam
menghafal. Oleh karna itu hadits ini dinamakan hadits hasan li dzatihi.
2.
Hasan li
Ghoirihi
Sedangkan hasan li ghoirihi adalahh hadits lainnya,
maksud disini adalah suatu hadits yang dijadikan hasan karena dibantu jalan
lain.
حدثنا علي بن الحسن
الكوفي حدثنا أبو يحي اسماعيل بن إبراهيم التيمي عن يزيد بن أبي زياد عن عبد
الرحمان بن ابي ليلى عن البرآء بن عازب قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم حق
على المسلمين أن يغتسل يوم الجمعة (رواه الترمذي)
Artinya :” Telah menceritakan kepada kami, Ali bin Hasan
Al-kufi, telah menceritakan kepada kami, Abu Yahya bin Ismail At-taimi, telah
menceritakan kepada kami Ahmad bin mani’, telah menceritakan kepada kami,
Husyaim, dari Yazid bin abi Ziyad, dari Abdurrohman bin Abu Laila, dari
Al-bara’ bin Azib, ia berkata : Telah bersabda Rosulullah SAW : Sesungguhnya
stu kewajiban atas orang-orang Islam mandi pada hari jum’at.” (HR.Tirmidzi)
Semua sanad yang ada di dalam hadits ini adalah
orang-orang terpercaya kecuali Husyaim yang dianggap sebagai mudallis (rowi
yang menyamarkan). Oleh karna itu sanadnya termasuk tidak terlalu lemah,
dikarenakan adanya orang kepercayaan. Hadits ini juga dikuatkan dengan sanad
lain yang termasuk orang-orang kepercayaan juga, kecuali Abu Yahya, seorang
yang dianggap lemah, namun dapat diterima hadits yang diriwayatkannya. Oleh
karena sanad yang pertama dibantu dengan sanad yang kedua, maka hadits ini
dinamakan hadits hasan li ghoirihi.
Sumber-Sumber
Hadits Hasan :
1.
Al-Jami’
karya Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah At-Turmudzi (209 H- 279 H)
2.
As-Sunnah
karya Imam Abu Dawud Sulaiman bin Al-Asy’ats As-Sijistani (202 H- 273 H)
3.
Al-Mujtaba
karya Imam Abu Abdirrohman Ahmad bin Syuaib An-Nasa’i (215 H- 303 H)
4.
Sunan
Al-Musthofa karya Ibnu Majah Muhammad bin Yazid Al-Qozwini (209 H- 273 H)
5.
Al-Musnad
karya imam besar Ahmad bin Hanbal (164 H- 241 H)
6.
Al-Musnad
karya Abu Ya’la Al-Maushili Ahmad bin Ali bin Al-Mutsanna[11]
3.
Hadits
Dha’if
A.
Definisinya
Menurut bahasa, kata Dha’if memiliki arti yang lemah,
yang berlawanan dengan kata Qawi yang memiliki arti yang kuat.
Sedangkan
menurut istilah, para muhaditsin berpendapat, Dha’if adalah:
مَا فَقِدَ شَرْطًا
أَو أَكثَرَ مِن شُرُوطِ الصَّحِيحِ أوِ الحَسَنِ
Artinya:
“Hadist
yang kehilangan satu syarat atau lebih dari syarat-syarat hadist shahih atau
hadist hasan” [12]
Menurut
An Nawawi Dha’if adalah:
مَا لَم يُوجَدْ
فِيهِ شُرُوطُ الصِّحَّةِ وَلاَ شُرُوطُ الحَسَنِ
Artinya:
“Hadist
yang di dalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadist shahih dan syarat-syarat
hadist hasan”
Menurut
Nur Al Din ‘Itr, bahwa definis yang paling baik, ialah:
مَا فَقِدُ شَرطً
مِن شُرُوطِ الحَدِيثِ المَقْبُولِ
Artinya:
“Hadist
yang hilang salah satu syaratnya dari syarat-syarat hadist Maqbul ( Hadist
Shahih atau yang Hasan )”.
Dalam definisi yang ketiga ini disebutkan bahwasanya jika
terdapat satu syarat saja yang hilang dari syarat hadis Shahih dan Hasan, makah
hadist tersebut tergolong dalam hadist Dha’if. Dan jika yang hilang itu lebih
dari dua atau tiga syarat, maka hadist ini tergolong sebagai hadist yang lemah [13]
B.
Klasifikasinya
1.
Hadis
Dha’if dilihat dari segi gugurnya sanad
a.
Hadis
Mu’allaq
Hadis
Mu’allaq adalah hadis yang rawinya terbuang pada permulaan sanad baik itu satu
rawi atau lebih.[14]
Contoh:
وقال ابو موسى غطَّى النّبيُّ – صلى الله عليه
وسلم – رُكبتيهِ حِين دجل عثمان
“Abu Musa berkata, Rasulullah Saw, menutupi kedua lututnya pada
saat Usman masuk (menemuinya).”[15]
b.
Hadis
Mursal
Hadis
Mursal adalah hadis yang gugur sanadnya setelah tabi’in. contoh:
حدثنى محمد بن رافع حدثنا حجين بن المثنى حدثنا
الليث عن عقيل عن بن شهاب عن سعيد بن المسيب ان رسول الله – صلى الله عليه وسلم –
نهى عن بيع المزابنة
“dari Sa’id ibn Musayyab bahwa Rasulullah Saw, melarang ual beli
muzabanah (menjual anggur dengan anggur, kurma dengan kurma)”[16]
c.
Hadis
Mu’dlal
Hadis
Mu’dlal adalah hadis yang di dalamnya terdapat dua atau lebih rawi yang
terputus secara berturut-turut.[17]
Contoh:
ثنا ابو الطاهر انبأ ابن وهب اخبرني عمرو بن
الحرث ان بكير بن الاشج عن مالك انه بلغه ان ابا هريرة قال قال رسول الله صلى الله
عليه وسلم انه قال للمملوك طعامه وكسوته ولا يكلف من العمل ما لا يطيق
“dari Malik bahwasanya Abu
Hurairah menyampaikan sabda Nabi yang mengatakan bahwasanya seorang budak harus
ditanggung makanan dan pakaiannya serta tidak boleh dibebani pekerjaan yang
tidak sesuai.”
d.
Hadis
Munqathi’
Hadis
Munqathi’ adalah hadis yang terputus rawinya.[18]
Contoh:
حدثني محمد بن صالح بن هانئ , ثنا احمد بن سلمة
, ومحمد بن شاذان , قالا : ثنا اسحاق بن ابرهيم , ومحمد بن رافع , قالا : ثنا عبد
الرزاق , انا النعمان بن أبي شيبة , عن سفيان الثوري , عن أبي اسحاق , عن زيد بن
يثيع , عن حذيفة رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : {إن
واليتموها أبا بكر فزاهد في الدنيا , راغب في الآخرة , وفي جسمه ضعف , وإن
واليتموها عمر فقوي أمين}
“Rasulullah Saw, bersabda jika kamu menyerahkan (perkara) kepada
Abu Bakar maka dia adalah orang yang zuhud di dunia dan sangat mencintai
akhirat dan tergolong orang yang lemah secara fisik, dan jika menyerakannya
kepada Umar maka dia adalah orang yang kuat lagi terpercaya.”[19]
e.
Hadis
Mudallas
Hadis
Mudallas adalah hadis yang menyembunyikan cacat dalam sanad dan menampakkan
yang baik.[20]
Contoh:
قال علي بن خسرم كنا عند ابن عيينة فقال :
الزهري , فقيل له: حدثكم الزهري؟ فيكت, ثم قال: فقيل له: سمعته من الزهري؟ فقال:
لا, ولا ممن سمعه منالزهري, حدثنا عبد الرزاق عن معمر عن الزهري
“Ali bin Hasram berkata. Kami berada di sisi Ibn Uyainah
kemudian dia menyebut al-Zuhri. Kemudian ditanyakan kepadanya, kamu menyebut
al-Zuhri? Kemudian dia diam dan berkata al-Zuhri kembali. Kemudian Ibnu Uyainah
ditanya apakah anda mendengar langsung dari Zuhri?. Dia menjawab tidak bahkan
tidak mendengar dari orang yang dia mendengar langsung dari Zuhri. Abdul Rozaq
menceritakan padaku dari Ma’mar dari Zuhri”.
2.
Hadis
Dha’if dilihat dari segi cacatnya rawi
a.
Hadis
Maudhu’
Hadis
Maudhu’ adalah hadis yang sengaja dibuat dan kemudian disandarkan kepada
Rasulullah Saw.[21]
Contoh:
آفة الدين ثلاثة فقيه فاجر وامام جائز ومجتهد جاهل
“Lenyapnya agama
disebabkan tiga hal, yaitu ahli fiqh yang durhaka, pemimpin yang lalim dan
mujtahid yang bodoh”.
b.
Hadis
Matruk
Hadis
Matruk adalah hadis yang diriwayatkan oleh seorang rawi yang tertuduh berdusta.
Contoh:
عن عمرو بن شمر الجعفى الكوفى الشيعى عن جابر عن
ابى الطفيل عن على وعمار قالا كن رسول الله صلى الله عليه وسلم يقنت فى الفجر
ويكبر يوم عرفة من صلاة الغداة, ويقطع صلاة العصر اخر ايام التشريق
“Rasulullah Saw, selalu membaca qunut pada shalat fajar,
bertakbir pada hari Arafah dari semenjak shalat shubuh dan berhenti pada waktu
shalat ashar di terakhir dari hari tasyrik”[22]
c.
Hadis
Munkar
Hadis
Munkar adalah hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang lemah hafalannya atau
memiliki banyak kesalahan.[23]
Contoh:
حدثنا ابو زكريا يحي بن محمد العنبري, ثنا ابو
عبدالله محمد التيمي, وابو الربيع سليمان بن داود العتكي, ونصر بن علي الجهضمي,
قالوا, ثنا أبو زكير يحي بن محمد بن قيس, قال: سمعت هشام بن عروة, يذكر عن أبيه,
عن عائشة, رضي الله عنها قالت: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم كلوا البلح
بالتمر فان ابن ادم اذا اكله غضب الشيطان
“Rasulullah Saw, bersabda makanlah kurma kering, karena jika
anak adam memakannya, hal itu membuat marah setan.”[24]
d.
Hadis
Mu’allal
Hadis
Mu’allal adalah hadis yang memiliki cacat ketika diteliti, meskipun sebenarnya
tidak cacat.[25]
Contoh:
e.
Hadis
Mudraj
Hadis
Mudraj adalah hadis yang sudah ditambahi baik itu sanad, rawi maupun matannya.[26]
Contoh:
أخبرنا مؤمل بن هشام قلا ثنا إسماعيل عن شعبة عن
محمد بن زياد عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلعم : اسبغوا الوضوء ويل للاعقا ب
من النار
“Rasulullah Saw, bersabda, sempurnakanlah wudhu’ dan terancam
neraka bagi yang berwudhu dengan tidak membasuh tumitnya”
f.
Hadis
Maqlub
Hadis
Maqlub adalah hadis yang susunan lafadznya diputarbalikkan dengan cara
mendahulukan atau mengakhirkan lafadz. Contoh:
عن زهير بن حرب ومحمد بن المثنى كذا قالوا عن
يحي القطان عن عبيد الله ورجال تصدق
بصدقة اخفاها حتى لاتعلم يمينه ما تنفق شماله
“dari Ubaidillah, dan
seorang yang bersedekah kemudian menyembunyikannya sehingga (seakan-akan)
tangan kanannya tidak mengetahui tentang apa yang disedekahkan oleh tangan
kirinya”.
g.
Hadis
Mushahhaf
Hadis
Mushahhaf adalah hadis yang mengalami perubahan pada titik, garis huruf yang
menyebabkan terjadinya kesalahan makna. Contoh:
حدثنا هارون بن عبدالله البزاز حدثنا مكي بن
ابرهيم حدثنا عبدالله يعني بن سعيد بن أبي هند عن أبي النضر عن بسربن سعيد عن زيد
بن ثابت أنه قال احتجر رسول الله صلعم في المسجد حجرة فكان رسول الله صلعم يخرج من
اليل فيصلي فيها قال فصلوا معه لصلاته يعني رجالا وكانوا يأتونه كل ليلة حتى اذا
كان ليلة من الليالي لم يخرج إليهم رسول الله صلعم فتنحنحوا ورفعوا أصواتهم وحصبوا
بابه قال فخرج إليهم رسول الله صلعم مغضبا فقال ياأيها الناس مازال بكم صنيعكم حتى
ظننت أن ستكتب عليكم فعليكم بالصلاة في بيوتكم فإن خير صلاة المرء في بيته إلا
الصلاة المكتوبة
“Zaid bin Tsabit berkata, Rasulullah Saw, membuat sebuah ruangan
di masjid, beliau keluar pada malam hari dan melakukan shalat padanya. Zaid
berkata, kemudian orang-orang melakukan sholat bersama beliau dengan shalat
shalat beliau. Mereka datang setiap malam hingga ketika suatu malam, Rasulullah
Saw, tidak keluar kepada mereka, kemudian mereka berdehem dan mengeraskan suara
mereka, dan melempar pintu beliau menggunakan kerikil. Zaid berkata, kemudian
beliau keluar menemui mereka dalam keadaan marah seraya berkata “wahai manusia,
masih sajaapa yang kalian lakukan hingga aku mengira shalat tersebut diwajibkan
atas kalian, sesungguhnya sebaik-baiknya shalat seseorang adalah dirumahnya
kecuali shalat wajib””.
Dalam
hadis tersebut ada perubahan huruf dari Ihtajama menjadi Ihtajara, sebab
itulah hadis tersebut dinamakan sebagai hadis Mushahhaf.
h.
Hadis
Syadz
Hadis
Syadz adalah hadis yang diriwayatkan oleh orang yang tsiqqah, tetapi bertentang
dengan hadis yang diriwaytkan oleh orang yang kualitasnya lebih utama.
حدثنا مسلم بن إبرهيم حدثنا شعبة عن سليمان عن
عمارة بن عمير عن الاسود بن يزيد عن أبى هريرة مرفوعا إذا صلى احدكم الفجر فليظطجع
عن يمينه
“jika seseorang di anatar kalian melakukan shalat fajar,
hendaklah berbaring ke sisi sebelah kanannya”.[27]
Kesimpulan
Dari
pembahasan di atas kita dapat kita dapat mengetahui bahwasanya hadits dilihat
dari segi kualitasnya terbagi menjadi tiga, yaitu hadis shahih, hadis hasan dan
hadis dha’if. Hadis shahih adalah hadis yang bersambung sanadnya, diriwayatkan
oleh perawi yang adil dan dhabit, tidak ada syadz maupun illat. Hadis hasan
adalah hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, bersambung
sanad-sanadnya, kurang dhobit, terhindar dari syad maupun illat. Sedangkan
hadis dha’if adalah hadis yang yang tidak memiliki salah satu syarat dari
hadis-hadis maqbul ( hadis shahih dan hadis hasan ).
Daftar
Pustaka
Muhammasd alawi al maliki, Ilmu Ushul Hadits,
2006, Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
Mudasir, Ilmu Hadits, 2007, Bandung:Pustaka
Setia.
Ibid.
Nuruddin, Ulum Alhadits, 1994, Bandung:Dar
al-Fikr Damaskus.
Sohari Sahrani, Ulumul Hadits, 2010, bogor:Ghalia
Indonesia.
Khaeruman, Badri, Ulum Al Hadis, Bandung:
CV Pustaka Setia, 2010.
Suparta, Munzier, Ilmu Hadis, Jakarta:
PT RajaGrafindo, 2006, Ed. 1-4.
Thahhan, Mahmud, Ulumul Hadis, studi
kompleksitas hadis Nabi, Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997.
Sumbulah, Umi & Kholil, Akhmad &
Nasrullah, STUDI AL QUR’AN DAN HADIS, Malang: Uin-Maliki Press, 2014.
Ichwan, Mohammad Nor, Studi Ilmu Hadis, Semarang:
RaSAIL Media Group, 2007.
Revisi:
1.
Tidak ada indikasi copy-paste.
2. Penulisan
footnote perlu diperbaiki lagi, masih salah.
3. Setiap
hadis diberikan terjemah, sebab teman-teman Anda tidak semua mengerti arti
hadis.
4. Mengenai
macam-macam hadis dhaif, berikan keterangan penyebab mengapa hadisnya masuk
kategori itu.
5. Pendahuluan
lebih dipertajam lagi, sebab masih minim kata-kata.
6.
Hukum pengamalan masing-masing hadis tolong
dicantumkan secara jelas.
[1] Muhammasd alawi al maliki, Ilmu Ushul
Hadits, 2006, Yogyakarta:Pustaka Pelajar
[2] Mudasir, Ilmu Hadits, 2007,
Bandung:Pustaka Setia
[3] Ibid
[4] Muhammasd alawi al maliki, Ilmu Ushul
Hadits, 2006, Yogyakarta:Pustaka Pelajar
[5] Mudasir, Ilmu Hadits, 2007, Bandung:Pustaka
Setia
[6] Mudasir, Ilmu Hadits, 2007,
Bandung:Pustaka Setia
[7] Nuruddin, Ulum Alhadits, 1994,
Bandung:Dar al-Fikr Damaskus, hal.23
[8] Nuruddin, Ulum Alhadits, 1994,
Bandung:Dar al-Fikr Damaskus, hal.27
[9] Ibid,hal.30
[10] Sohari Sahrani, Ulumul Hadits, 2010,
bogor:Ghalia Indonesia, hal.116
[11]Nuruddin, Ulum Alhadits, 1994,
Bandung:Dar al-Fikr Damaskus, hal.40
[12] Khaeruman, Badri, Ulum Al Hadis, Bandung:
CV Pustaka Setia, 2010.
[13] Suparta, Munzier, Ilmu Hadis, Jakarta:
PT RajaGrafindo, 2006, Ed. 1-4.
[14] Thahhan, Mahmud, Ulumul Hadis, studi
kompleksitas hadis Nabi, Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997.
[15] Sumbulah, Umi & Kholil, Akhmad &
Nasrullah, STUDI AL QUR’AN DAN HADIS, Malang: Uin-Maliki Press, 2014.
[16] Sumbulah, Umi & Kholil, Akhmad &
Nasrullah, STUDI AL QUR’AN DAN HADIS, Malang: Uin-Maliki Press, 2014.
[17] Thahhan, Mahmud, Ulumul Hadis, studi
kompleksitas hadis Nabi, Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997.
[18] Thahhan, Mahmud, Ulumul Hadis, studi
kompleksitas hadis Nabi, Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997.
[19] Sumbulah, Umi & Kholil, Akhmad &
Nasrullah, STUDI AL QUR’AN DAN HADIS, Malang: Uin-Maliki Press, 2014.
[20] Ichwan, Mohammad Nor, Studi Ilmu
Hadis, Semarang: RaSAIL Media Group, 2007.
[21] Ichwan, Mohammad Nor, Studi Ilmu
Hadis, Semarang: RaSAIL Media Group, 2007.
[22] Sumbulah, Umi & Kholil, Akhmad &
Nasrullah, STUDI AL QUR’AN DAN HADIS, Malang: Uin-Maliki Press, 2014.
[23] Thahhan, Mahmud, Ulumul Hadis, studi
kompleksitas hadis Nabi, Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997.
[24] Sumbulah, Umi & Kholil, Akhmad &
Nasrullah, STUDI AL QUR’AN DAN HADIS, Malang: Uin-Maliki Press, 2014.
[25] Ichwan, Mohammad Nor, Studi Ilmu
Hadis, Semarang: RaSAIL Media Group, 2007.
[26] Thahhan, Mahmud, Ulumul Hadis, studi
kompleksitas hadis Nabi, Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997.
[27] Sumbulah, Umi & Kholil, Akhmad &
Nasrullah, STUDI AL QUR’AN DAN HADIS, Malang: Uin-Maliki Press, 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar