METODE-METODE
TAFSIR
Moh.
Jihad Satya F, Mukrim Nugroho
Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Jurusan Pendidikan Agama Islam
mukrimmjr@gmail.com
Abstract:Quran tafsir method is an organized way and thought well to achieve a true understanding of what God meant in the verses of the Qur'an or lafadz-lafadz improbable that revealed to the Prophet Muhammad. This method is divided into four methods, namely tahlili (analytical), ijmali (global), muqaran (comparative), and maudhui (thematic).and all of these methods has advantages and disadvantages of each.
Keywords:Tahlili,
Ijmali, Muqaran, Maudhui.
Pendahuluan
Manusia
adalah makhluk yang suka menafsirkan sesuatu, mulai dari tanda-tanda yang ada
di alam, peristiwa-peristiwa yang terjadi, bahkan sampai kitab suci. Al-qur’an
merupakan kitab suci umat islam yang mempunyai susunan bahasa yang unik. Oleh
karena itu dalam memahami kitab suci umat islam ini, tidak sembarang orang bisa
menafsirkannya. Karena harus memenuhi beberapa kriteria diantaranya memahami
ilmu-ilmu yang berhubungan dengan ulumul-qur’an, seperti asbabun nuzul,
nasakh-mansukh, dan lain-lain. Setelah memenuhi kriteria, barulah seseorang bisa
menafsirkan al-qur’an. Dan tidak berhenti sampai disini, dalam menafsirkan
al-qur’an diperlukan metode-metode untuk melakukannya agar hasil penafsiran
tersebut sesuai dengan kaidah yang berlaku.
Metode tafsir al-qur’an adalah suatu cara yang teratur
dan terpikir baik-baik untuk mencapai pemahaman yang benar tentang apa yang
dimaksudkan Allah di dalam ayat-ayat al-qur’an atau lafadz-lafadz yang musykil
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad. Oleh karena itu, artikel ini akan
membahas metode-metode yang digunakan dalam menafsirkan al-qur’an.
Macam-macam metode tafsir
Ada beberapa metode dalam penafsiran :
a.
Metode
Tahlili (analitis)
b.
Metode
Ijmali (Global)
c.
Metode
Muqaran (komperatif)
d.
Metode
Maudhui (Tematik)
a.
Metode
Tahlili
Metode
Tahlili atau metode analitis, ialahmenafsirkan ayat-ayat al-Qu’an dengan
memaparkan segala aspek apa yang terkandung dalam ayat-ayat yang ditafsirkan
itu serta menerangkan makna-makna yang tercangkup di dalamnya sesuai dengan
keahlian dan kecenderungan mufasiryang menafsirkan ayat-ayat tersebut. Dalam
metoe ini, biasanya mufasir menguraikan makna yang di kandung oleh al-quran,
ayat demi ayat dan surah demi surah sesuai dengan urutannya di dalam mus’haf.[1]
Ia juga menonjolkan pengertian dan kandungan lafazh-lafazhnya, hubungan
ayat-ayatnya, sebab-sebab nuzulnya, hadis-hadis Nabi SAW. Yang ada kaitannya
dengan ayat-ayat itu, serta pendapat sahabat dan tabi’in atau pendapat para
mufasir lainnya.[2]
Ciri-ciri tafsir tahlili :
[3]
1.
Membahas
segala sesuatu yang menyangkut satu ayat itu
2.
Tafsir
at-tahlili terbagi sesuai dengan bahasan yang di tonjolkannya, seperti hokum,
riwayat, dan lain-lain,
3.
Pembahasannya
disesuaikan menurut ututan ayat
4.
Titik
beratnya adalah lafazahnya
5.
Menyebutkan
munasabah ayat, sekaligus untuk menunjukkan wihdah Al-Qur’an
6.
Menggunakan
asbab an-nuzul
7.
Mufasir
beranjak ke ayat lain setelah ayat itu dianggap selesai meskipun masalahnya
belum selesai, karena akan diselesaikan oleh ayat lain.
8.
Persoalan
yang dibahas belum tuntas.
Ada 7 corak mufassir,
Berikut corak para mufassir dalam metode tahlili:[4]
a.
Bil
ma’sur
b.
Bil
ra;yi
c.
Al shufi
d.
Al
falsafi
e.
Al ilmi
f.
Al fiqhi
g.
Al adab
al ijtima’i
b.
Metode
ijmali
Metode
Ijmali atau metode Global, ialah metode tafsir yang menafsirkan ayat-ayat
al-Qur’an dengan cara mengemukakan makna global. Dengan metode ini penafsiran
menjelaskan arti dan maksud ayat dengan uraian singkat yang dapat menjelaskan
sebatas artinya tanpa menyinggung hal-hal selain arti yang dikehendaki. Penafsiran
metode ini, dalam penyampaiannya menggunakan bahasa yang ringkas dan sederhana,
serta memberikan idiom yang mirip, bahkan sama dengan bahasa al-Qur’an,
sehingga pembacanya merasakan seolah-olah al-Qur’an sendiri yang berbicara
dengannya. Kitab-kitab tafsir yang mengikuti metode ini di antaranya tafsir Jalalain
karya Jalal al-Din al-Suyuthi dan Jalal al-Din al-Mahali, Tafsir al-Qur’an
al-Adzaim oleh Muhammad Farid Wajdi dan Tafsir al-Wasith buah karya sebuah
komite ulama al-Azahar Mesir.[5]
c.
Metode Muqaran
Metode
Muqaran atau metode ini menekankan kajiannya pada aspek perbandingan komperasi
tafsir al-Qur’an. penafsiran metode ini sekali menghimpun sejumlah ayat-ayat
al-qur’an, kemudian mengkajinya dan meneliti penafsiran sejumlah penafsir
mengenai ayat-ayat tersebut dalam karya mereka.Salah satu karya tafsir di zaman
modern ini yang mengunakan metode komparasi adalah Quran and its Interpreters
buah karya dari Profesor Muhammad Ayyub. Metode Muqaran juga digunakan dalam
membahas ayat-ayat al-Qur’an yang memiliki kesamaan namu berbicara tentang
topic yang berbeda. Atau sebaliknya tiopik yang sama dengan redaksi yang
berbeda. Ada juga penafsir yang membandimgkan antara ayat-ayat al-Qur’an dengan
hadis Nabi yang secara lahiriah Nampak berbeda.[6]
Ada beberapa pendapat
tentang metode muqaran/komparatif:
1)
ialah
membandingkan tesk (nash) ayat-ayat Al-Qur’an yang memiliki persamaan atau
kemiripan redaksi dalam dua kasus atau lebih, dan atau memiliki redaksi yang
berbeda bagi satu kasus yang sama memandingkan al-Qur’an dengam al-Qur’an.
2)
membandingkan
ayat al-Qur’an dengan hadis yang pada dasarnya terlihat bertentangan.
3)
membandingkan
berbagai pendapat ulama tafsir dalam menafsirkan al-Qur’an. Dalam metode ini
mempunyai cakupan yang teramat luas, tidak hanya membandingkan ayat dengan ayat
melainkan juga memperbandingkan ayat dengan hadis serta membandingkan pendapat
para mufasir dalam menafsirkan suatu ayat. Sebagaimana yang dijelaskan oleh
M.Quraish Shihab:
“dalam metode ini
khususnya yang membandingkan antara ayat dengan ayat juga ayat dengan hadis..
biasanya mufasirnya menjelaskan hal-hal yng berkaitan dengan perbedaan kandungan
yang dimaksud oleh masing-masing ayat atau perbedaan khusus/ masalah itu
sendiri”.[7]
d.
Metode
Maudhui
Metode
maudhui juga disebut dengan metode tematik karena pembahasannya berdasarkan
tema-tema tertentu yang terdapat dalam al-Qur’an. Ada dua cara dalam
pengambilan metode Maudhui:
1.
pertama,
dengan cara menghimpun seluruh ayat-ayat al-Qur’an ynag
berbicara tentang satu masalah maudhui/tema tertentu serta mengarah kepada satu
tujuan yang sama, sekalipun turunya berbeda dan tersebar dalam berbagai sura
al-Qur’an.
Al-Framawi
mengemukakan tujuh langkah yang mesti dilakukan apabila seseorang ingin
menggunakan metode maudhui : [9]
1.
Memilih
atau menetapkan masalah al-Qur’an yang akan dikaji secara maudhui
2.
Melacak
dan menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah yang telah ditetapkan,
ayat Makkiyah dan Madinah.
3.
Menyusun
ayat-ayat tersebut secara runtut menurut kronologi masa turunnya, disertai
pengetahuan mengenai latar belakang turunya atau asbab al-nuzul.
4.
Mengetahu
hubungan ayat-ayat tersebut dalam masing-masing surahnya.
5.
Menyusun
tema bahasan dalm kerangka yang pas, utuh, sempurna dan sistematis.
6.
Melengkapi
uraian dan pembahasan dengan hadis bila dipandang perlu, sehingga pembahasan
semakin sempurna dan jelas.
Contoh masing-masing metode tafsir
a.
Metode
Tahlili[10]
Q.S Al-baqarah ayat 115
وَلِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ ۚ فَأَيْنَمَا
تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun
kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas
(rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.
Tampak dengan jelas dalam penafsiran di atas suatu analisis yang lebih
memadai bila dibandingkan dengan tafsir yang memakai metode global . mufasir
menjelaskan penafsiran ayat 115 dari al-Baqarah dengan mengemukakan berbagai
riwayat dan pendapat para ulama. Begitu pula dijelaskannya latar belakang turun
ayat (asbab al-nuzul).
b.
Metode Ijmali[11]
Dalam
kitab tafsir jalalayn terhadap 5 ayat pertama dari al-baqarah itu tampak kepada kita sangat singkat dan
global sehingga tidak ditemui rincian atau penjelasan yang memadai. Penafsiran
tentang الم misalnya, dia hanya berkata: Allah Maha
Tahu maksudnya. Demikian pula penafsiran (الكتاب ), hanya dikatakan: Yang dibacakan oleh Muhammad. Begitu
seterusnya, tanpa ada rincian sehingga penafsiran lima ayat itu hanya dalam
beberapa baris saja.
c.
Metode
Muqaran[12]
Perbandingan
surat Al-Imran ayat 126 dan Al-Anfal ayat 10
Q.S AL-Imran 126
وَمَا جَعَلَهُ
اللّهُ إِلاَّ بُشْرَى لَكُمْ وَلِتَطْمَئِنَّ قُلُوبُكُم بِهِ وَمَا النَّصْرُ
إِلاَّ مِنْ عِندِ اللّهِ الْعَزِيزِ الْحَكِيمِ
Artinya :
Dan Allah tidak
menjadikan pemberian bala bantuan itu melainkan sebagai khabar gembira bagi
(kemenangan)mu, dan agar tenteram hatimu karenanya. Dan kemenanganmu itu
hanyalah dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Q.S Al-ANfal !0
وَمَا
جَعَلَهُ اللَّهُ إِلَّا بُشْرَىٰ وَلِتَطْمَئِنَّ بِهِ قُلُوبُكُمْ ۚ وَمَا
النَّصْرُ إِلَّا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Artinya:
Dan Allah tidak
menjadikannya (mengirim bala bantuan itu), melainkan sebagai kabar gembira dan
agar hatimu menjadi tenteram karenanya. Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi
Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Jika diperbandingkan, kedua ayat di atas jelas terlihat
redaksinya mirip. Namu di dalam kemiripan itu terdapat perbedaan kecil dari
sudut susunan kalimatnya. Paling tidak ada tiga hal yang membedakan redaksi
ayat pertama dari redaksi ayat kedua. Pada ayat pertama tedapat lafal (لكم ) sesudah lafal (بشرى) sementara pada ayat kedua tidak dijumpai lafal (لكم). Sebaliknya, pada ayat kedua ditempatkan kalimat (ان الله) sesudah (من عند الله)
sedangkan ayat pertama tidak memakai lafal (ان الله). Perbedaan ketiga tampak dalam pemakaian kata (به). Kalau pada ayat pertama kalimat tersebut ditempatkan sesudahقلو بكم ), maka pada ayat kedua tempatnya sebelum (قلو بكم). Kasus yang terakhir ini sebenarnya masuk kategori taqdim dan
ta’khir, tapi karena kaitannya erat seklai dengan pembahasan ayat ini maka
kasus yang ketiga itu tertap dikaji disini.
d.
Metode
Maudhui[13]
Tafsir ayat-ayat yang khusus mengenai harta anak yatim
terdapat pada Q.S. an-Nisa’:2, 10 dan 127 dan Q.S. al-An’am:152
وَآتُوا الْيَتَامَىٰ
أَمْوَالَهُمْ ۖ وَلَا تَتَبَدَّلُوا الْخَبِيثَ بِالطَّيِّبِ ۖ وَلَا تَأْكُلُوا
أَمْوَالَهُمْ إِلَىٰ أَمْوَالِكُمْ ۚ إِنَّهُ كَانَ حُوبًا كَبِيرًا
Dan berikanlah
kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar
yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu.
Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang
besar. (Q.S AN-nisa ayat 2)
إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ
أَمْوَالَ الْيَتَامَىٰ ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا ۖ
وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا
Sesungguhnya
orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu
menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang
menyala-nyala (neraka). (Q.s An-Nisa ayat 10)
وَأَنْ تَقُومُوا لِلْيَتَامَىٰ بِالْقِسْطِ
Dan Allah menyuruh kamu agar kamu mengurus anak yatim
secara adil (Q.s An-Nisa ayat 127
وَلَا تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ إِلَّا
بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ حَتَّىٰ يَبْلُغَ أَشُدَّهُ
Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim kecuali
dengan cara lebih bermanfaat, hingga ia dewasa (Q.S al-An’am ayat 152)
Kekurangan dan Kelebihan masing-masing metode[14]
Kelebihan Metode Tahlili
1.
Mempunyai
lingkup yang luas
Metode analitis ini mempunyai lingkup yang teramat luas.
Metode ini dapat digunakan oleh mufasir dalam dua bentuk : ma’sur dan ra’yi.
Bentuk bil rayi misalnya dapat di kembangkan dalam berbagai bentuk penafsiran
sesuai dengan keahlian masing-masing mufasir. Ahli Bahasa, mendapat peluang
menafsirkan al-Qur’an dengan pemahaman kebahasaan, seperti Tafsir al-Nasafi
karangan abu al-su’ud, ahli qiraat seperti abu Hayyan, menjadikan qiraat
sebagai titik tolak dalam penafsiranya. Demikian juga ahli filsafat penafsiranya
didominasi oleh pemikiran filosofis seperti kitab Tafsir al-Fakhr al Razi.
Mereka yang menyukai ilmu sains dan teknologi menafsirkan Al-Qur’an dengan
teori-teori ilmiah seperti kitab tafsir Al-jawahir karangan al-Thantawi
al-Jauhari.[15]
2.
Memuat
berbagai ide
Metode tahlili ini relatif memberikan para mufasirnya
untuk mencurahkan ide-ide dan gagasan dalam menafsirkan Al-qur’an. Itu berarti
penafsiran tahlili ini dapat menampung berbagai ide yang terpendam di dalam
benak mufasir, bahkan ide-ide jahat dan ekstrim sekalipun dapat ditampungnya.
Kekurangan Metode Tahlili
1.
Menjadikan
petunjuk al-qur’an parsial
Metode analitis ini dapat membuat petunjuk al-qur’an
bersifat parsial atau terpecah-pecah. Sehingga terasa seakan-akan al-qur’an
memberikan pedoman secara tidak utuh dan tidak konsisten karena penafsiran yang
diberikan pada suatu ayat berbeda dari penafsiran yang diberikan pada ayat-ayat
lain yang sama dengannya.
2.
Melahirkan
penafsiran subjektif
Metode analitis ini memberikan peluangyang luas sekali
kepada mufassir untuk mengemukakan ide-ide dan pemikirannya. Sehingga,
kadang-kadang mufassir tidak sadar bahwa dia telah menafsirkan al-qur’an secara
subjektif, dan tidak mustahil pula ada diantara mereka menafsirkan al-qur’an
sesuai dengan kemauan hawa nafsunya tanpa mengindahkan kaidah-kaidah atau
norma-norma yang berlaku.
3.
Masuknya
pemikiran israiliat
Metode tahlili tidak membatasi mufassir dalam
mengemukakan pemikiran-pemikiran tafsirnya, maka berbagai pemikiran dapat masuk
ke dalamnya tidak terkecuali pemikiran israiliat.
Kelebihan metode ijmali
1.
Praktis
dan mudah dipahami
Metode ini terasa lebih praktis dan mudah dipahami tanpa
terbelit-belit pemahaman al-qur’an segera dapat diserap oleh pembacanya. Pola
penafsiran serupa ini lebih cocok untuk para pemula seperti mereka yang berada
di jenjang pendidikan SLTA.
2.
Bebas
dari penafsiran israiliat
Tafsir ijmali relative lebih murni dan terbebas dari
pemikiran-pemikiran israiliat. Dengan demikian, pemahaman al-qur’an akan dapat
dijaga dari intervensi pemikiran-pemikiran israiliat yang terkadang tidak
sejalan dengan martabat al-qur’an sebagai kalam Allah yang maha suci.
3.
Akrab
dengan Bahasa al-qur’an
Tafsir ijmali terasa amat singkat dan padat, sehingga
pembaca tidak merasakan bahwa dia telah membaca kitab tafsir. Hal ini disebabkan
karena tafsir dengan metode global ini menggunakan bahasa yang singkat dan
akrab dengan Bahasa kitab suci tersebut. Kondisi serupa tidak akan dijumpai
pada tafsir yang menggunakan metode tahlili, muqaran, atau maudhui.
Kekurangan
metode ijmali
1.
Menjadikan
petunjuk al-qur’an bersifat parsial
Al-qur’an merupakan satu kesatuan yang utuh sehingga satu
ayat dengan ayat yang lain membentuk satu pengertian yang utuh, tidak
terpecah-pecah. Itu berarti, hal-hal yang global atau samar-samar di dalam
suatu ayat, maka pada ayat yang lain ada penjelasan yang lebih rinci. Dengan
menggabungkan kedua ayat itu, akan diperoleh suatu pemahaman yang utuh dan
dapat terhindar dari kekeliruan.
2. Tidak ada ruangan untuk mengemukakan analisis yang
memadai
Metode
ijmali tidak menyediakan ruangan untuk memberikan uraian atau pembahasan yang
memuaskan berkenaan dengan pemahaman suatu ayat. Oleh karenanya, jika
menginginkan adanya analisis yang rinci metode ini tidak dapat diandalkan. Ini
bisa disebut suatu kelemahan yang perlu disadari oleh mufassir yang akan
memakai metode ini.
Kelebihan
metode muqaran
1.
Memberikan
penafsiran yang relative lebih luas kepada para pembaca bila dibandingkan
dengan metode-metode lain. Di dalam penafsiran metode ini terlihat bahwa suatu
ayat al-qur’an dapat ditinjau dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan sesuai
dengan keahlian mufassirnya.
2.
Membuka
pintu untuk selalu bersikap toleran terhadap pendapat orang lain yang
kadang-kadang jauh berbeda dari pendapat kita dan tak mustahil ada yang kontradiktif.
3.
Berguna
bagi mereka yang ingin mengetahui berbagai pendapat tentang suatu ayat.
4.
Mufassir
didorong untuk mengkaji berbagai ayat dan hadis-hadis serta pendapat-pendapat
para mufassir yang lain.
Kekurangan
metode muqaran
1.
Tidak
dapat diberikan kepada para pemula. Seperti mereka yang sedang belajar pada
tingkat sekolah menengah ke bawah. Hal itu dikarenakan pembahasan yang
dikemukakan di dalamnya terlalu luas dan kadang-kadang bisa ekstrim.
2.
Kurang
dapat diandalkan untuk menjawab permasalahan social yang tumbuh di tengah
masyarakat. Hal itu disebabkan metode ini lebih mengutamakan perbandingan
daripada pemecahan masalah.
3.
Terkesan
lebih banyak menelusuri penafsiran-penafsiran yang pernah diberikan oleh ulama’
daripada mengemukakan penafsiran-penafsiran baru.
Kelebihan
metode maudhui
1.
Menjawab
tantangan zaman
Hal itu
dikarenakan kajian metode tematik ditujukan untuk menyelesaikan permasalahan.
Itulah sebabnya metode ini mengkaji ayat al-qur’an yang berbicara tentang kasus
yang sedang dibahas.
2.
Praktis dan
sistematis
Kondisi
semacam ini sangat cocok dengan kehidupan umat yang semakin modern dengan
mobilitas yang tinggi, sehingga mereka tak punya banyak waktu untuk membaca
kitab-kitab tafsir yang besar.
3.
Dinamis
Metode
ini membuat tafsir al-qur’an selalu mendinamis sesuai dengan tuntunan zaman,
sehingga menimbulkan image dalam benak pembaca dan pendengarnya bahwa al-qur’an
senantiasa mengayomi dan membimbing kehidupan di muka bumi ini pada semua
lapisan dan strata social.
4.
Membuat
pemahaman yang utuh
Dengan menetapkan
judul-judul yang akan dibahas, maka pemahaman ayat-ayat al-qur’an dapat diserap
secara utuh.
Kekurangan
metode maudhui
1.
Memenggal
ayat al-qur’an
Cara ini kadang-kadang
dipandang kurang sopan terhadap ayat-ayat suci, sebagaimana dianggap terutama oleh
kaum tekstualis.
2.
Membatasi
pemahaman ayat
Dengan ditetapkannya judul
penafsiran, maka pemahaman suatu ayat menjadi terbatas pada permasalahan yang
dibahas tersebut. Akibatnya, mufassir terikat oleh judul itu.
Karya-karya
Nama Kitab
|
Nama Pengarang
|
Metode Tahlili[16]
-
Tafsir
al-Qur’an al-‘Adhim
-
Jami’u
al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an al-Karim
|
-
Ibn
Katsir
-
At-Thabari
|
Metode Ijmali[17]
-
Tafsir
al-Jalalayn
-
Tafsir
al-Qur’an al-Karim
|
-
Jalaluddin
as-Suyuti dan Jalaluddin al-Mahalli
-
Muhammad
Farid Wajdi
|
Metode Muqaran[18]
-
Quran
and its Interpreters
|
-
Prof.
Mahmud Ayyub
|
Metode Maudhui[19]
-
Ar-Riba
fi al-Qur’an
-
Al-Insan
fi al-Qur’an al-Karim
|
-
Abu
al-A’la al-Mawdudy
-
Ibrahim
Mahna
|
KESIMPULAN
Dapat
disimpulkan bahwa metode tafsir al-qur’an merupakan suatu cara yang teratur dan
terpikir baik-baik untuk mencapai pemahaman yang benar tentang apa yang
dimaksudkan Allah di dalam ayat-ayat al-qur’an atau lafadz-lafadz yang musykil
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad. Metode-metode yang digunakan dalam
menafsirkan al-qur’an ini dibagi menjadi 4, yaitu metode tahlili (analitis),
metode ijmali (global), metode muqaran (komperatif), dan metode maudhui
(tematik). Masing-masing metode, mempunyai kelebihan dan kekurangannya
sendiri-sendiri.
DAFTAR
PUSTAKA
Baidan N. 1998.Metodologi
Penafsiran al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Pelajar
Syafe’i R. 2006. Pengantar
Ilmu Tafsir. Bandung: Pustaka Setia
Suryadilaga, M Alfatih.,
dkk. 2005. Metodologi Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Teras
Al-Farmawi, Abd. al-Hayy.
1994. Metode Tafsir Mawdhu’iy.Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Huda, Saiful, dkk. 2008. Tafsir
Program Keagamaan. Mojokerto: Mutiara Ilmu.
Revisi:
1.
Tidak ditemukan indikasi copy-paste.
2. Cara
pengulangan footnote tolong lebih diperbaiki.
3. Kesimpulan
menjadi bagian dalam isi materi, bukan terpisah.
4. Dalam
contoh tafsir maudhui hendaknya dijelaskan kesimpulan tafsirnya, bukan hanya
menaruh ayat.
5.
Alangkah lebih baiknya, contoh kitab-kitab
tafsir diberikan sedikit penjelasan agar pembaca dapat mengetahui kitab-kitab
tersebut secara jelas.
[1]Nashruddin Baidan, Metodologi
Penafsiran Al-qur’an (Surakarta: pustaka pelaja, 1997), hlm. 31.
[2]
Rachmat Syafe’I, Pengantar Ilmu Tafsir (Bandung: Pustaka Setia, 2006),
hlm. 241.
[3]Rachmat
Syafe’I, hlm 242.
[4]Abd. Al-Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir
Mawdhu’iy suatu pengantar (Jakarta: Rajawali Pers,1994), hlm. 12.
[5]M.Alfatih Suryadilaga, dkk, Metodologi
Ilmu Tafsir (Yogyakarta: Teras, 2004.),hlm.42-43.
[6]M.Alfatih Suryadilaga, dkk, hlm. 45
[7]Nashruddin Baidan, Metodologi
Penafsiran Al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), hlm.65-66.
[8]M.Alfatih Suryadilaga, dkk, op.cit. hlm.47
[9]M.Alfatih Suryadilaga, dkk, op.cit. hlm.47-48
[10]Nashruddin Baidan, Metodologi
Penafsiran Al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), hlm.45
[11]Nashruddin Baidan, Metodologi
Penafsiran Al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), hlm.16
[12]Nashruddin Baidan, Metodologi
Penafsiran Al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), hlm.69-70.
[13]
Saiful Huda dkk. Tafsir Program Keagamaan,(Mojokerto: Mutiara Ilmu,
2008), hlm 175.
[14]Nashruddin Baidan, Metodologi
Penafsiran Al-qur’an (Surakarta: pustaka pelaja, 1997), hlm.21-165
[15]Nashruddin Baidan, Metodologi
Penafsiran Al-qur’an (Surakarta: pustaka pelaja, 1997), hlm.53
[16]Nashruddin Baidan, Metodologi
Penafsiran Al-qur’an (Surakarta: pustaka pelaja, 1997), hlm.32
[17]Nashruddin Baidan, Metodologi
Penafsiran Al-qur’an hlm 13
[18]M.Alfatih Suryadilaga, dkk, Metodologi
Ilmu Tafsir (Yogyakarta: Teras, 2004.),hlm.46
[19]Abd. Al-Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir
Mawdhu’iy suatu pengantar (Jakarta: Rajawali Pers,1994), hlm.58.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar