Jumat, 07 Oktober 2016

Metode-Metode Tafsir (PAI B Semester III)




METODE-METODE TAFSIR

Moh. Jihad Satya F, Mukrim Nugroho
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Jurusan Pendidikan Agama Islam
mukrimmjr@gmail.com

Abstract:Quran tafsir method is an organized way and thought well to achieve a true understanding of what God meant in the verses of the Qur'an or lafadz-lafadz improbable that revealed to the Prophet Muhammad. This method is divided into four methods, namely tahlili (analytical), ijmali (global), muqaran (comparative), and maudhui (thematic).and all of these methods has advantages and disadvantages of each.

Keywords:Tahlili, Ijmali, Muqaran, Maudhui.
Pendahuluan
            Manusia adalah makhluk yang suka menafsirkan sesuatu, mulai dari tanda-tanda yang ada di alam, peristiwa-peristiwa yang terjadi, bahkan sampai kitab suci. Al-qur’an merupakan kitab suci umat islam yang mempunyai susunan bahasa yang unik. Oleh karena itu dalam memahami kitab suci umat islam ini, tidak sembarang orang bisa menafsirkannya. Karena harus memenuhi beberapa kriteria diantaranya memahami ilmu-ilmu yang berhubungan dengan ulumul-qur’an, seperti asbabun nuzul, nasakh-mansukh, dan lain-lain. Setelah memenuhi kriteria, barulah seseorang bisa menafsirkan al-qur’an. Dan tidak berhenti sampai disini, dalam menafsirkan al-qur’an diperlukan metode-metode untuk melakukannya agar hasil penafsiran tersebut sesuai dengan kaidah yang berlaku.
Metode tafsir al-qur’an adalah suatu cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai pemahaman yang benar tentang apa yang dimaksudkan Allah di dalam ayat-ayat al-qur’an atau lafadz-lafadz yang musykil yang diturunkan kepada Nabi Muhammad. Oleh karena itu, artikel ini akan membahas metode-metode yang digunakan dalam menafsirkan al-qur’an.

Macam-macam metode tafsir
Ada beberapa metode dalam penafsiran :
a.       Metode Tahlili (analitis)
b.      Metode Ijmali (Global)
c.       Metode Muqaran (komperatif)
d.      Metode Maudhui (Tematik)

a.       Metode Tahlili
Metode Tahlili atau metode analitis, ialahmenafsirkan ayat-ayat al-Qu’an dengan memaparkan segala aspek apa yang terkandung dalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu serta menerangkan makna-makna yang tercangkup di dalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufasiryang menafsirkan ayat-ayat tersebut. Dalam metoe ini, biasanya mufasir menguraikan makna yang di kandung oleh al-quran, ayat demi ayat dan surah demi surah sesuai dengan urutannya di dalam mus’haf.[1] Ia juga menonjolkan pengertian dan kandungan lafazh-lafazhnya, hubungan ayat-ayatnya, sebab-sebab nuzulnya, hadis-hadis Nabi SAW. Yang ada kaitannya dengan ayat-ayat itu, serta pendapat sahabat dan tabi’in atau pendapat para mufasir lainnya.[2]
Ciri-ciri tafsir tahlili : [3]
1.      Membahas segala sesuatu yang menyangkut satu ayat itu
2.      Tafsir at-tahlili terbagi sesuai dengan bahasan yang di tonjolkannya, seperti hokum, riwayat, dan lain-lain,
3.      Pembahasannya disesuaikan menurut ututan ayat
4.      Titik beratnya adalah lafazahnya
5.      Menyebutkan munasabah ayat, sekaligus untuk menunjukkan wihdah Al-Qur’an
6.      Menggunakan asbab an-nuzul
7.      Mufasir beranjak ke ayat lain setelah ayat itu dianggap selesai meskipun masalahnya belum selesai, karena akan diselesaikan oleh ayat lain.
8.      Persoalan yang dibahas belum tuntas.
Ada 7 corak mufassir, Berikut corak para mufassir dalam metode tahlili:[4]
a.       Bil ma’sur
b.      Bil ra;yi
c.       Al shufi
d.      Al falsafi
e.       Al ilmi
f.        Al fiqhi
g.       Al adab al ijtima’i

b.      Metode ijmali
Metode Ijmali atau metode Global, ialah metode tafsir yang menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan cara mengemukakan makna global. Dengan metode ini penafsiran menjelaskan arti dan maksud ayat dengan uraian singkat yang dapat menjelaskan sebatas artinya tanpa menyinggung hal-hal selain arti yang dikehendaki. Penafsiran metode ini, dalam penyampaiannya menggunakan bahasa yang ringkas dan sederhana, serta memberikan idiom yang mirip, bahkan sama dengan bahasa al-Qur’an, sehingga pembacanya merasakan seolah-olah al-Qur’an sendiri yang berbicara dengannya. Kitab-kitab tafsir yang mengikuti metode ini di antaranya tafsir Jalalain karya Jalal al-Din al-Suyuthi dan Jalal al-Din al-Mahali, Tafsir al-Qur’an al-Adzaim oleh Muhammad Farid Wajdi dan Tafsir al-Wasith buah karya sebuah komite ulama al-Azahar Mesir.[5]

c.       Metode Muqaran
Metode Muqaran atau metode ini menekankan kajiannya pada aspek perbandingan komperasi tafsir al-Qur’an. penafsiran metode ini sekali menghimpun sejumlah ayat-ayat al-qur’an, kemudian mengkajinya dan meneliti penafsiran sejumlah penafsir mengenai ayat-ayat tersebut dalam karya mereka.Salah satu karya tafsir di zaman modern ini yang mengunakan metode komparasi adalah Quran and its Interpreters buah karya dari Profesor Muhammad Ayyub. Metode Muqaran juga digunakan dalam membahas ayat-ayat al-Qur’an yang memiliki kesamaan namu berbicara tentang topic yang berbeda. Atau sebaliknya tiopik yang sama dengan redaksi yang berbeda. Ada juga penafsir yang membandimgkan antara ayat-ayat al-Qur’an dengan hadis Nabi yang secara lahiriah Nampak berbeda.[6]
Ada beberapa pendapat tentang metode muqaran/komparatif:
1)        ialah membandingkan tesk (nash) ayat-ayat Al-Qur’an yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksi dalam dua kasus atau lebih, dan atau memiliki redaksi yang berbeda bagi satu kasus yang sama memandingkan al-Qur’an dengam al-Qur’an.
2)        membandingkan ayat al-Qur’an dengan hadis yang pada dasarnya terlihat bertentangan.
3)        membandingkan berbagai pendapat ulama tafsir dalam menafsirkan al-Qur’an. Dalam metode ini mempunyai cakupan yang teramat luas, tidak hanya membandingkan ayat dengan ayat melainkan juga memperbandingkan ayat dengan hadis serta membandingkan pendapat para mufasir dalam menafsirkan suatu ayat. Sebagaimana yang dijelaskan oleh M.Quraish Shihab:
“dalam metode ini khususnya yang membandingkan antara ayat dengan ayat juga ayat dengan hadis.. biasanya mufasirnya menjelaskan hal-hal yng berkaitan dengan perbedaan kandungan yang dimaksud oleh masing-masing ayat atau perbedaan khusus/ masalah itu sendiri”.[7]

d.      Metode Maudhui
Metode maudhui juga disebut dengan metode tematik karena pembahasannya berdasarkan tema-tema tertentu yang terdapat dalam al-Qur’an. Ada dua cara dalam pengambilan metode Maudhui:
1.      pertama, dengan cara menghimpun seluruh ayat-ayat al-Qur’an ynag berbicara tentang satu masalah maudhui/tema tertentu serta mengarah kepada satu tujuan yang sama, sekalipun turunya berbeda dan tersebar dalam berbagai sura al-Qur’an.
2.      Kedua,penafsiran yang dilakukan berdasarkan surat al-Qur’an.[8]
Al-Framawi mengemukakan tujuh langkah yang mesti dilakukan apabila seseorang ingin menggunakan metode maudhui : [9]
1.      Memilih atau menetapkan masalah al-Qur’an yang akan dikaji secara maudhui
2.      Melacak dan menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah yang telah ditetapkan, ayat Makkiyah dan Madinah.
3.      Menyusun ayat-ayat tersebut secara runtut menurut kronologi masa turunnya, disertai pengetahuan mengenai latar belakang turunya atau asbab al-nuzul.
4.      Mengetahu hubungan ayat-ayat tersebut dalam masing-masing surahnya.
5.      Menyusun tema bahasan dalm kerangka yang pas, utuh, sempurna dan sistematis.
6.      Melengkapi uraian dan pembahasan dengan hadis bila dipandang perlu, sehingga pembahasan semakin sempurna dan jelas.

Contoh masing-masing metode tafsir
a.       Metode Tahlili[10]
Q.S Al-baqarah ayat 115
وَلِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ ۚ فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.
Tampak dengan jelas dalam penafsiran di atas suatu analisis yang lebih memadai bila dibandingkan dengan tafsir yang memakai metode global . mufasir menjelaskan penafsiran ayat 115 dari al-Baqarah dengan mengemukakan berbagai riwayat dan pendapat para ulama. Begitu pula dijelaskannya latar belakang turun ayat (asbab al-nuzul).

b.      Metode Ijmali[11]
Dalam kitab tafsir jalalayn terhadap 5 ayat pertama dari al-baqarah  itu tampak kepada kita sangat singkat dan global sehingga tidak ditemui rincian atau penjelasan yang memadai. Penafsiran tentang الم  misalnya, dia hanya berkata: Allah Maha Tahu maksudnya. Demikian pula penafsiran (الكتاب ), hanya dikatakan: Yang dibacakan oleh Muhammad. Begitu seterusnya, tanpa ada rincian sehingga penafsiran lima ayat itu hanya dalam beberapa baris saja.
c.       Metode Muqaran[12]
Perbandingan surat Al-Imran ayat 126 dan Al-Anfal ayat 10
Q.S AL-Imran 126
وَمَا جَعَلَهُ اللّهُ إِلاَّ بُشْرَى لَكُمْ وَلِتَطْمَئِنَّ قُلُوبُكُم بِهِ وَمَا النَّصْرُ إِلاَّ مِنْ عِندِ اللّهِ الْعَزِيزِ الْحَكِيمِ
Artinya :
Dan Allah tidak menjadikan pemberian bala bantuan itu melainkan sebagai khabar gembira bagi (kemenangan)mu, dan agar tenteram hatimu karenanya. Dan kemenanganmu itu hanyalah dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Q.S Al-ANfal !0
وَمَا جَعَلَهُ اللَّهُ إِلَّا بُشْرَىٰ وَلِتَطْمَئِنَّ بِهِ قُلُوبُكُمْ ۚ وَمَا النَّصْرُ إِلَّا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Artinya:
Dan Allah tidak menjadikannya (mengirim bala bantuan itu), melainkan sebagai kabar gembira dan agar hatimu menjadi tenteram karenanya. Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

            Jika diperbandingkan, kedua ayat di atas jelas terlihat redaksinya mirip. Namu di dalam kemiripan itu terdapat perbedaan kecil dari sudut susunan kalimatnya. Paling tidak ada tiga hal yang membedakan redaksi ayat pertama dari redaksi ayat kedua. Pada ayat pertama tedapat lafal (لكم ) sesudah lafal (بشرى) sementara pada ayat kedua tidak dijumpai lafal (لكم). Sebaliknya, pada ayat kedua ditempatkan kalimat (ان الله) sesudah (من عند الله) sedangkan ayat pertama tidak memakai lafal (ان الله). Perbedaan ketiga tampak dalam pemakaian kata (به). Kalau pada ayat pertama kalimat tersebut ditempatkan sesudahقلو بكم ), maka pada ayat kedua tempatnya sebelum (قلو بكم). Kasus yang terakhir ini sebenarnya masuk kategori taqdim dan ta’khir, tapi karena kaitannya erat seklai dengan pembahasan ayat ini maka kasus yang ketiga itu tertap dikaji disini.

d.      Metode Maudhui[13]
Tafsir ayat-ayat yang khusus mengenai harta anak yatim terdapat pada Q.S. an-Nisa’:2, 10 dan 127 dan Q.S. al-An’am:152
وَآتُوا الْيَتَامَىٰ أَمْوَالَهُمْ ۖ وَلَا تَتَبَدَّلُوا الْخَبِيثَ بِالطَّيِّبِ ۖ وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَهُمْ إِلَىٰ أَمْوَالِكُمْ ۚ إِنَّهُ كَانَ حُوبًا كَبِيرًا 
Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar. (Q.S AN-nisa ayat 2)
إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَىٰ ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا ۖ وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا
Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka). (Q.s An-Nisa ayat 10)
وَأَنْ تَقُومُوا لِلْيَتَامَىٰ بِالْقِسْطِ
Dan Allah menyuruh kamu agar kamu mengurus anak yatim secara adil (Q.s An-Nisa ayat 127
وَلَا تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ حَتَّىٰ يَبْلُغَ أَشُدَّهُ
Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim kecuali dengan cara lebih bermanfaat, hingga ia dewasa (Q.S al-An’am ayat 152)
Kekurangan dan Kelebihan masing-masing metode[14]
Kelebihan Metode Tahlili
1.      Mempunyai lingkup yang luas
Metode analitis ini mempunyai lingkup yang teramat luas. Metode ini dapat digunakan oleh mufasir dalam dua bentuk : ma’sur dan ra’yi. Bentuk bil rayi misalnya dapat di kembangkan dalam berbagai bentuk penafsiran sesuai dengan keahlian masing-masing mufasir. Ahli Bahasa, mendapat peluang menafsirkan al-Qur’an dengan pemahaman kebahasaan, seperti Tafsir al-Nasafi karangan abu al-su’ud, ahli qiraat seperti abu Hayyan, menjadikan qiraat sebagai titik tolak dalam penafsiranya. Demikian juga ahli filsafat penafsiranya didominasi oleh pemikiran filosofis seperti kitab Tafsir al-Fakhr al Razi. Mereka yang menyukai ilmu sains dan teknologi menafsirkan Al-Qur’an dengan teori-teori ilmiah seperti kitab tafsir Al-jawahir karangan al-Thantawi al-Jauhari.[15]
2.      Memuat berbagai ide
Metode tahlili ini relatif memberikan para mufasirnya untuk mencurahkan ide-ide dan gagasan dalam menafsirkan Al-qur’an. Itu berarti penafsiran tahlili ini dapat menampung berbagai ide yang terpendam di dalam benak mufasir, bahkan ide-ide jahat dan ekstrim sekalipun dapat ditampungnya.
Kekurangan Metode Tahlili
1.      Menjadikan petunjuk al-qur’an parsial
Metode analitis ini dapat membuat petunjuk al-qur’an bersifat parsial atau terpecah-pecah. Sehingga terasa seakan-akan al-qur’an memberikan pedoman secara tidak utuh dan tidak konsisten karena penafsiran yang diberikan pada suatu ayat berbeda dari penafsiran yang diberikan pada ayat-ayat lain yang sama dengannya.
2.      Melahirkan penafsiran subjektif
Metode analitis ini memberikan peluangyang luas sekali kepada mufassir untuk mengemukakan ide-ide dan pemikirannya. Sehingga, kadang-kadang mufassir tidak sadar bahwa dia telah menafsirkan al-qur’an secara subjektif, dan tidak mustahil pula ada diantara mereka menafsirkan al-qur’an sesuai dengan kemauan hawa nafsunya tanpa mengindahkan kaidah-kaidah atau norma-norma yang berlaku.
3.      Masuknya pemikiran israiliat
Metode tahlili tidak membatasi mufassir dalam mengemukakan pemikiran-pemikiran tafsirnya, maka berbagai pemikiran dapat masuk ke dalamnya tidak terkecuali pemikiran israiliat.
Kelebihan metode ijmali
1.      Praktis dan mudah dipahami
Metode ini terasa lebih praktis dan mudah dipahami tanpa terbelit-belit pemahaman al-qur’an segera dapat diserap oleh pembacanya. Pola penafsiran serupa ini lebih cocok untuk para pemula seperti mereka yang berada di jenjang pendidikan SLTA.
2.   Bebas dari penafsiran israiliat
Tafsir ijmali relative lebih murni dan terbebas dari pemikiran-pemikiran israiliat. Dengan demikian, pemahaman al-qur’an akan dapat dijaga dari intervensi pemikiran-pemikiran israiliat yang terkadang tidak sejalan dengan martabat al-qur’an sebagai kalam Allah yang maha suci.
3.   Akrab dengan Bahasa al-qur’an
Tafsir ijmali terasa amat singkat dan padat, sehingga pembaca tidak merasakan bahwa dia telah membaca kitab tafsir. Hal ini disebabkan karena tafsir dengan metode global ini menggunakan bahasa yang singkat dan akrab dengan Bahasa kitab suci tersebut. Kondisi serupa tidak akan dijumpai pada tafsir yang menggunakan metode tahlili, muqaran, atau maudhui.

            Kekurangan metode ijmali
1.      Menjadikan petunjuk al-qur’an bersifat parsial
Al-qur’an merupakan satu kesatuan yang utuh sehingga satu ayat dengan ayat yang lain membentuk satu pengertian yang utuh, tidak terpecah-pecah. Itu berarti, hal-hal yang global atau samar-samar di dalam suatu ayat, maka pada ayat yang lain ada penjelasan yang lebih rinci. Dengan menggabungkan kedua ayat itu, akan diperoleh suatu pemahaman yang utuh dan dapat terhindar dari kekeliruan.
2.      Tidak ada ruangan untuk mengemukakan analisis yang memadai
Metode ijmali tidak menyediakan ruangan untuk memberikan uraian atau pembahasan yang memuaskan berkenaan dengan pemahaman suatu ayat. Oleh karenanya, jika menginginkan adanya analisis yang rinci metode ini tidak dapat diandalkan. Ini bisa disebut suatu kelemahan yang perlu disadari oleh mufassir yang akan memakai metode ini.

Kelebihan metode muqaran
1.      Memberikan penafsiran yang relative lebih luas kepada para pembaca bila dibandingkan dengan metode-metode lain. Di dalam penafsiran metode ini terlihat bahwa suatu ayat al-qur’an dapat ditinjau dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan sesuai dengan keahlian mufassirnya.
2.      Membuka pintu untuk selalu bersikap toleran terhadap pendapat orang lain yang kadang-kadang jauh berbeda dari pendapat kita dan tak mustahil ada yang kontradiktif.
3.      Berguna bagi mereka yang ingin mengetahui berbagai pendapat tentang suatu ayat.
4.      Mufassir didorong untuk mengkaji berbagai ayat dan hadis-hadis serta pendapat-pendapat para mufassir yang lain.
Kekurangan metode muqaran
1.      Tidak dapat diberikan kepada para pemula. Seperti mereka yang sedang belajar pada tingkat sekolah menengah ke bawah. Hal itu dikarenakan pembahasan yang dikemukakan di dalamnya terlalu luas dan kadang-kadang bisa ekstrim.
2.      Kurang dapat diandalkan untuk menjawab permasalahan social yang tumbuh di tengah masyarakat. Hal itu disebabkan metode ini lebih mengutamakan perbandingan daripada pemecahan masalah.
3.      Terkesan lebih banyak menelusuri penafsiran-penafsiran yang pernah diberikan oleh ulama’ daripada mengemukakan penafsiran-penafsiran baru.

Kelebihan metode maudhui
1.      Menjawab tantangan zaman
Hal itu dikarenakan kajian metode tematik ditujukan untuk menyelesaikan permasalahan. Itulah sebabnya metode ini mengkaji ayat al-qur’an yang berbicara tentang kasus yang sedang dibahas.
2.      Praktis dan sistematis
Kondisi semacam ini sangat cocok dengan kehidupan umat yang semakin modern dengan mobilitas yang tinggi, sehingga mereka tak punya banyak waktu untuk membaca kitab-kitab tafsir yang besar.
3.      Dinamis
Metode ini membuat tafsir al-qur’an selalu mendinamis sesuai dengan tuntunan zaman, sehingga menimbulkan image dalam benak pembaca dan pendengarnya bahwa al-qur’an senantiasa mengayomi dan membimbing kehidupan di muka bumi ini pada semua lapisan dan strata social.
4.      Membuat pemahaman yang utuh
Dengan menetapkan judul-judul yang akan dibahas, maka pemahaman ayat-ayat al-qur’an dapat diserap secara utuh.
Kekurangan metode maudhui
1.      Memenggal ayat al-qur’an
Cara ini kadang-kadang dipandang kurang sopan terhadap ayat-ayat suci, sebagaimana dianggap terutama oleh kaum tekstualis.
2.      Membatasi pemahaman ayat
Dengan ditetapkannya judul penafsiran, maka pemahaman suatu ayat menjadi terbatas pada permasalahan yang dibahas tersebut. Akibatnya, mufassir terikat oleh judul itu.

Karya-karya
Nama Kitab
Nama Pengarang
Metode Tahlili[16]
-          Tafsir al-Qur’an al-‘Adhim
-          Jami’u al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an al-Karim

-          Ibn Katsir
-          At-Thabari
Metode Ijmali[17]
-          Tafsir al-Jalalayn

-          Tafsir al-Qur’an al-Karim

-          Jalaluddin as-Suyuti dan Jalaluddin al-Mahalli
-          Muhammad Farid Wajdi
Metode Muqaran[18]
-          Quran and its Interpreters

-          Prof. Mahmud Ayyub
Metode Maudhui[19]
-          Ar-Riba fi al-Qur’an
-          Al-Insan fi al-Qur’an al-Karim

-          Abu al-A’la al-Mawdudy
-          Ibrahim Mahna



KESIMPULAN

            Dapat disimpulkan bahwa metode tafsir al-qur’an merupakan suatu cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai pemahaman yang benar tentang apa yang dimaksudkan Allah di dalam ayat-ayat al-qur’an atau lafadz-lafadz yang musykil yang diturunkan kepada Nabi Muhammad. Metode-metode yang digunakan dalam menafsirkan al-qur’an ini dibagi menjadi 4, yaitu metode tahlili (analitis), metode ijmali (global), metode muqaran (komperatif), dan metode maudhui (tematik). Masing-masing metode, mempunyai kelebihan dan kekurangannya sendiri-sendiri.





DAFTAR PUSTAKA
Baidan N. 1998.Metodologi Penafsiran al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Pelajar
Syafe’i R. 2006. Pengantar Ilmu Tafsir. Bandung: Pustaka Setia
Suryadilaga, M Alfatih., dkk. 2005. Metodologi Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Teras
Al-Farmawi, Abd. al-Hayy. 1994. Metode Tafsir Mawdhu’iy.Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Huda, Saiful, dkk. 2008. Tafsir Program Keagamaan. Mojokerto: Mutiara Ilmu.

Revisi:
1.      Tidak ditemukan indikasi copy-paste.
2.      Cara pengulangan footnote tolong lebih diperbaiki.
3.      Kesimpulan menjadi bagian dalam isi materi, bukan terpisah.
4.      Dalam contoh tafsir maudhui hendaknya dijelaskan kesimpulan tafsirnya, bukan hanya menaruh ayat.
5.      Alangkah lebih baiknya, contoh kitab-kitab tafsir diberikan sedikit penjelasan agar pembaca dapat mengetahui kitab-kitab tersebut secara jelas.



[1]Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-qur’an (Surakarta: pustaka pelaja, 1997), hlm. 31.
[2] Rachmat Syafe’I, Pengantar Ilmu Tafsir (Bandung: Pustaka Setia, 2006), hlm. 241.
[3]Rachmat Syafe’I, hlm 242.
[4]Abd. Al-Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Mawdhu’iy suatu pengantar (Jakarta: Rajawali Pers,1994), hlm. 12.
[5]M.Alfatih Suryadilaga, dkk, Metodologi Ilmu Tafsir (Yogyakarta: Teras, 2004.),hlm.42-43.
[6]M.Alfatih Suryadilaga, dkk, hlm. 45
[7]Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), hlm.65-66.
[8]M.Alfatih Suryadilaga, dkk, op.cit. hlm.47
[9]M.Alfatih Suryadilaga, dkk, op.cit. hlm.47-48
[10]Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), hlm.45
[11]Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), hlm.16
[12]Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), hlm.69-70.
[13] Saiful Huda dkk. Tafsir Program Keagamaan,(Mojokerto: Mutiara Ilmu, 2008), hlm 175.
[14]Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-qur’an (Surakarta: pustaka pelaja, 1997), hlm.21-165
[15]Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-qur’an (Surakarta: pustaka pelaja, 1997), hlm.53
[16]Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-qur’an (Surakarta: pustaka pelaja, 1997), hlm.32
[17]Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-qur’an hlm 13
[18]M.Alfatih Suryadilaga, dkk, Metodologi Ilmu Tafsir (Yogyakarta: Teras, 2004.),hlm.46
[19]Abd. Al-Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Mawdhu’iy suatu pengantar (Jakarta: Rajawali Pers,1994), hlm.58.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar