MAKKIYYAH
DAN MADANIYYAH
Eka
Nursabila, Faridah Fitriyyah
Jurusan Pendidikan
Bahasa Arab Kelas D, UIN Maulana Malik Ibrahim, Malang
Abstract:This
discussion explains about kind of surah-surah in the Al-Qur’an there are Makkiyyah
and Madaniyyah. It also explains about the examples of surah Makkiyyah
and Madaniyyah and about the methods to differentiate both of it. As we
know that Al-Qur’an has one hundread and fourteen surah that each surah has
character and contain its own story. In general, Makkiyyah surah has
short verses, it is telling us about the story of our prophets (except
al-Baqarah), and it explains about Adam prophet and devil, and it will begin
with a shortened form of a word or phrase.While Madaniyyah
surah is telling about the rules of life, and explain about danger from
hyprocriters, and its verses is long.A few of ulama
say if this knowledge is an important one to understand our Holy Qur’an
greatly. Because it will makes us know about the history of Islam and we will
know the reasons or behind the story about the decline of Al-Qur’an. Most of ulama
agree to use sima’i method and qiyasi method to determine
what kind of surah will be. Because sometimes, between makki and madani
there are differents opinion to determine it.
Keywords:Madaniyyah,
makkiyyah, qiyasi,sima’i, the purpose.
Pendahuluan
Para ulama menyepakati bahwa istilah
Makkiyyah digunakan untuk satu bagian Al-Qur’an sedangkan Madaniyyah untuk
bagian yang lain. Menurut Amir Abu
Al-Aziz permasalahan Makiyyah dan Madaniyyah adalah suatu hal yang penting,
sehingga orang yang tidak memahami hal-hal yang berkaitan dengan Makkiyyah dan
Madaniyyah ini tidak diperkenankan untuk menafsirkan kitabullah. Akan
ada banyak faedah yang tidak dapat dipetik, serta akan mengalami banyak
kesulitan dalam mendalami Al-Qur’an jika tidak menguasai al-Makki dan
al-Madani.[1]
Beberapa
ulama secara khusus membahas masalah al-Makki dan al-Madani, salah satunya risalah
Imam Makki dan al-‘Izzu ad-Dairini. Dalam kitab at-Tanbih ‘alaa Fadhli
‘Ulumul Qur’an, Abdul Qasim Hasan bin Muhammad bin Habib an-Naisaaburi mengatakan
bahwa, “Di antara yang paling mulia dari ulum al-Qur’an adalah ilmu tentang
turunnya al-Qur’an, sasarannya, urutan ayat yang diturunkan di Makkah dan
Madinah, apa yang diturunkan di Makkah tetapi hukumnya di Madinah begitu pun
sebaliknya, apa yang diturunkan di Makkah tetapi untuk orang-orang Madinah dan
sebaliknya, apa yang ia mirip Makki sementara ia Madani begitu sebaliknya, apa
yang diturunkan di kota Juhfah, apa yang diturunkan di Baitulmaqdis, apa yang
diturunkan di Thaif, apa yang diturunkan di Hudaibiyah, apa yang diturunkan di
waktu malam, dana pa yang diturunkan di aktu siang, apa yang diturunkan dengan
diiringi malaikat dana pa yang diturunkan secara sendiri, ayat-ayat Madaniyyah
teteapi berada di dalam surat-surat Madaniyyah dan sebaliknya, apa yang dibawa
dari Makkah ke Madinah begitu sebaliknya, apa yang dibawa dari Madinah ke
negeri Habasyah (Ethiopia), apa yang diturunkan secara mujmal(global),
dan apa yang diturunkan secara mufassar(diterangkan), dan apa yang
diperselisihkan oleh para ulama. Sebagian mereka mengatakan bahwa itu Madani
dan sebagian yang lain mengatakan itu makki.”
Selain
itu menurut Imam Ibnu al-‘Arabi dalam kitabnya yang berjudul an-Nasikh wa
al-Mansukh, “Apa yang kita ketahui secara global dari al-Qur’an bahwa
sebagiannya adalah Makki dan ada yang Madani, ada Safari dan ada Hadharii, ada Laili dan ada Nahaari, ada Sama’i dan
ada Ardhi,ada yang diturunkan diantara langit dan bumi, dan ada yang
diturunkan di bawah tanah, di gua.” Lalu Ibnu an-Naqid juga menyampaikan dalam
mukadimah tafsirnya bahwa apa yang diturunkan Al-Qur’an itu ada empat macam
yaitu Makki, Madani, apa yang sebagian Makki dan sebagian Madani, dan apa yang
tidak termasuk Makki dan tidak pula Madani.[2]
Melalui
penjabaran diatas kita dapat mengerti akan eksistensi istilah Makkiyyah dan
Madaniyyah dalam Al-Qur’an , kiranya penting untuk mengetahui serta memahami
istilah al-Makki dan al-Madani yang tidak jarang kita anggap sebagai hal
sepele. Karena status kita sebagai seorang Muslim maka wajib bagi kita untuk
mengetahui seluk-beluk Al-Qur’an agar kita tidak salah dalam memahaminya dan
agar sejarah tentang pedoman hidup kita ini tetap terjaga keberadaannya.
Pengertian
dan Contoh Ayat-ayat Makkiyyah dan Madaniyyah
a.
Pengertian
ayat Makkiyyah dan Madaniyyah
Para
ulama dalam mendefinisikan al-Makki dan Al-Madani membaginya menjadi tiga
definisi, yaitu sebagai berikut:
Pertama, al-
Makki adalah suatu ayat atau surat yang diturunkan sebelum hijrah, sedangkan
al-Madani adalah suatu surat atau ayat yang diturunkan setelah hijrah, baik itu
yang turun di Makkah atau di Madinah, turun pada tahun futuh Makkah atau
tahun terjadinya Haji Wada’, atau dalam salah satu bepergian (Nabi saw). Adapun
Utsman bin Sa’id ad-Darimi mengeluarkan riwayat dengan sanadnya sampai kepada
Yahya bin Salam, ia berkata bahwa Ayat atau Surat Al-Qur’an yang diturunkan di
Makkah maupun yang diturunkan ketika perjalanan menuju Madinah namun Nabi saw
belum sampai di Madinah, maka hal tersebut termasuk al-Makki. Sedangkan jika
diturunkan dalam perjalanannya setelah sampai Madinah maka itu termasuk
al-Madani.”[3]
Kedua, al-Makki
adalah sesuatu yang diturunkan di Mekah, meskipun setelah hijrah. Sedangkan
al-madani adalah sesuatu yang diturunkan di Madinah. Berdasarkan definisi
tersebut, ada posisi ayat atau surat yang berada di tengah-tengah. Maksudnya
ialah apa yang diturunkan pada saat nabi saw bepergian (di luar Makkah dan
Madinah) tidak dapat disebut dengan Makkiyyah atau Madaniyyah.
Ketiga, al-Makki
adalah suatu ayat atau surat yang ditujukan untuk ahli Mekah dan al-Madani
adalah sesuatu yang ditunjukan untuk penduduk Madinah. Dalam kitab al-Intishar,
al-Qadhi Abu Bakar mengatakan bahwasanya untuk mengetahui al-Makki dan
al-Madani itu berdasarkan pada hafalan shahabat dan tabi’in, dan Nabi saw tidak
pernah mengatakan hal tersebut, karena Allah tidak memerintahkan serta tidak
mewajibkan setiap hamba untukmengetahuinya, meskipun menjadi wajib bagi ahul
ilmu mengetahui nasikh dan Mansukh tanpa harus ada nash dari
Rasulullah saw.[4]
Adanya
perbedaan atas tiga pendapat tersebut didasari oleh berbedanya standar atau
dasar dalam membuat definisi. Dasar-dasar tersebut yaitu, tempat turunnya (makan
an-nuzul) dan individu atau masayarakat yang menjadi objek pembicaraan,
larangan atau perintah Al-Qur’an (al-asykhash, al-mukhathabin) dan
periode penurunan Al-Qur’an (zaman an-nuzul). Definisi pertama didasarkan
atas periode penurunan Al-Qur’an, yang seiring dengan periode pertumbuhan dan
perkembangan Islam di masa Nabi, yang mana periode ini dikelompokkan kepada
sebelum dan sesudah hijrah. Berdasarkan standar ini, maka surah atau ayat yang
diturunkan setelah hijrah termasuk dalam kategori ayat al-Madani walaupun
turunnya di Mekah. Definisi kedua didasarkan atas tempat turunnya surah
atau ayat Al-Qur’an, yang meliputi Mekah dan sekitarnya serta Madinah dan
sekitarnya. Dan definisi yang ketiga didasarkan atas kandungan suatu
ayat, yang meliputi berita, perintah dan larangan; kepada siapa berita itu
ditujukan dan kepada siapa perintah dan larangan itu diarahkan. Jika ditujukan
kepada penduduk Mekah maka berarti ayatnya disebut Makkiyyah dan sebaliknya.[5]
Dari
ketiga pendapat mengenai pengertian Makkiyyah dan Madaniyyah diatas, yang
paling masyhur adalah pendapat yang pertama, yaitu al-Makki surah atau ayat
yang diturunkan sebelum hijrah dan al-Madani surah atau ayat yang diturunkan
setelah hijrah walaupun turunnya di Mekah. Karena hal ini sesuai dengan kegunaan
ilmu al-Makki dan al-Madani dalam mengetahui an-Nasikh dan Mansukh.
Karena dalam kajian ilmu nasikh dan mansukh, yang diutamakan
adalah menegtahui waktu turunnya ayat; ayat yang turun lebih dahulu tidak dapat
me-nasakh-kan ayat yang turun kemudian. Maka dari situ ayat al-Madani
saja yang me-nasakh-kan ayat al-Makki, tidak sebaliknya. Dan setelah
kita mengetahui pendapat-pendapat tersebut, kegunaan ini sulit didapatkan dalam
definisi yang kedua dan ketiga. Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa ayat-ayat
Al-Qur’an dibagi menjadi dua kelompok, yaitu yang pertama yang diturunkan
sebelum hjrah dan disebut dengan ayat atau surah Al-Makkiyyah, dan kedua surah
atau ayat yang diturunkan setelah hijrah yang disebut dengan Al-Madaniyyah.[6]
b.
Contoh-contoh
ayat Makkiyyah dan Madaniyyah
Setelah
membahas tentang pengertian Makki dan Madani, kita akan membahas tentang contoh
ayat-ayat keduanya.
Abul
Hasan bin Hashshr berkata dalam kitabnya, An-Nasikh wal Mansukh, “Al-Madani
(surat-surat yang diturunkan di Madinah) berdasarkan kesepakatan ulama ada 20
surat, sedangkan yang diperselisihkan ada 12 surat, dan selain itu disebut
Makki berdasarkan kesepakatan.”[7]
Hal-hal
yang penting untuk dipelajari para ulama pada pembahasan ini adalah:
1)
Yang
diturunkan di Mekah
2)
Yang
diturunkan di Madinah
3)
Yang
diperselisihkan
4)
Ayat-ayat
Makkiah dalam surah-surah Madani
5)
Ayat-ayat
Madani dalam surah-surah Makkiah
6)
Yang
diturunkan di Mekah sedang hukumnya Madani
7)
Yang
diturunkan di Madinah sedang hukumnya Makki
8)
Yang
serupa dengan yang di turunkan di mekah dalam kelompok Madani
9)
Yang
serupa dengan yang di turunkan di Madinah dalam kelompok Makki
10)Yang
dibawa dari Mekah ke Madinah
11)Yang
dibawa dari Madinah ke Mekah
12)Yang
turun di waktu malam dan di waktu siang
13)Yang
turun di musim panas dan di musim dingin
14)Yang
turun di waktu menetap dan dalam perjalanan.[8]
Sesuai
dengan pembahasan diatas kita akan membahas poin nomor satu hingga sebelas saja,
berikut contoh-contohnya:
1.
(Pembahasan
nomor 1-3). Pendapat yang paling mendekati kebenaran tentang jumlah surah-surah
Makkiyyah dan Madaniyyah ialah bahwa Madaniyyah ada dua puluh surah: 1)
al-Baqarah, 2) Ali ‘Imran, 3) an-Nisa’, 4) al-Ma’idah, 5) al-Anfal, 6)
at-Taubah, 7) an-Nur, 8) al-Ahzab, 9) Muhammad, 10) al-Fath, 11) al-Hujurat,
12) al-Hadid, 13) al-Mujadalah, 14) al-Hasyr, 15) al-Mumtahanah, 16)
al-Jumu’ah, 17) al-Munafiqun, 18) at-Talaq, 19) at-Tahrim, dan 20) an-Nasr.
Sedang yang diperselisihkan ada dua belas surah: 1) al-Fatihah, 2) ar-Ra’d, 3)
ar-Rahman, 4) as-Saff, 5) at-Tagabun, 6) at-Tatfif, 7) al-Qadar, 8)
al-Bayyinah, 9) az-Zalzalah, 10) al-Ikhlas, 11) al-Falaq, dan 12) an-Nas.
Selain surah yang disebutkan diatas adalah surah Makkiyyah, yaitu sekitar
delapan puluh surah.
2.
(Pembahasan
nomor 4). Ayat-ayat Makkiyyah dalam surah-surah Madaniyyah. Dengan menamakan
sebuah surat itu Makkiyyah atau Madaniyyah tidak berarti bahwa surah tersebut
seluruhnya Makkiyyah atau Madaniyyah, sebab di dalam surah Makkiyyah terkadang
terdapat ayat-ayat Madaniyyah dan sebaliknya. Seperti ayat Makkiyyah ini yang
terdapat dalam surah al-Anfal yang berkedudukan sebagai surah Madaniyyah:
وإذ يمكربك الذين كفروا ليثبتوك أو يقتلوك أو
يخرجوك و يمكرون الله والله خير الماكرين -الأنفال: 30
“Dan (ingatlah) ketika orang kafir (Quraisy) membuat
makar terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu atau
mengusirmu. Mereka membuat makar, tetapi Allah menggalkan makar mereka. Dan
Allah adalah sebaik-sebaik pembalas makar.” (al-Anfal [8]:30). Mengenai
ayat ini Mutaqil mengatakan: “Ayat ini diturunkan di Mekah, dan pada lahirnya
memang demikian, sebab ia mengandung apa yang dilakukan orang musyrik di
Darun Nadwahketika mereka merencanakan tipu daya mereka terhadap Rasulullah
sebelum hijrah”.
3.
(Pembahasan
nomor 5). Ayat-ayat Madaniyyah dalam surah Makiyyah. Misalnya surah al-An’am.
Ibn Abbas berkata: “Surah ini diturunkan sekaligus di Mekah, maka ia Makkiyyah,
kecuali tiga ayat diturunkan di Madinah, yaitu ayat: “katakanlah: marilah
aku bacakan …” sampai ketiga ayat tersebut selesai (al-An’am [6]: 151-153).
Begitu pula dengan surah al-Hajj yang merupakan surah Makkiyyah kecuali tiga
ayat yang diturunkan di Madinah. (al-Hajj [22]: 19-21).
4.
(Pembahasan
nomor 6). Ayat-ayat yang diturunkan di Mekah sedang hukumnya Madani. Contohnya
yaitu surah Al-Hujurat [49]:13)
يا أيها الناس إنا خلقناكم من ذكر وأنشى
وجعلناكم شعوبا وقبائل لتعارفوا إن أكرمكم عند الله أتقاكم إن الله عليم خبير.
“Wahai manusia, Kami meciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
beersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
di anatara kamu di sisi Allah adalah yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui dan Maha Mengenal.” Ayat ini diturunkan di Makkah pada hari
penaklukan kota Makkah, tetapi sebenarnya Madaniyyah karena diturunkan sesudah
hijrah disamping itu seruannya pun bersifat umum.
5.
(Pembahasan
nomor 7). Ayat yang diturunkan di Madinah sedang hukumnya Makki. Contoh dari
surah ini adalah surah al-Mumtahanah. Surah ini diturunkan di Madinah dilihat
dari segi tempat turunnya; tetapi seruannya ditujukan bagi kepada orang musyrik
penduduk Makkah.
6.
(Pembahasan
nomor 8.) Ayat yang serupa dengan yang diturunkan di Makkah dalam Madani. Yaitu
ayat-ayat dalam surah Madani tetapi memiliki gaya bahasa dan ciri-ciri umum
surah Makkiyyah. Seperti pada surah al-Anfal yang Madaniyyah:
وإذ قالوا اللهم إن كان هذا هو الحق من عندك
فأمطر علينا حجارة من السماء أوائتنا بعذاب أليمز
“Dan (ingatlah) ketika
mereka – golongan musyrik – berkata: Ya Allah jika benar (Al-Qur’an) ini dari
Engkau, hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami
adzab yang pedih.” (al-Anfal [8]:32).
7.
(Pembahasan
nomor 9). Yang serupa dengan yang diturunkan di Madinah dalam Makki. Seperti
dalam surah an-Najm ayat 32.
8.
(Pembahasan
nomor 10). Ayat yang dibawa dari Makkah ke Madinah. Contohnya ialah surah
al-A’la
9.
(Pembahasan
nomor 11). Yang dibawa dari Madinah ke Makkah. Contohnya ialah awal surah
al-Bara’ah, yaitu ketika Rasul memerintahkan kepada Abu Bakar untuk berhaji
pada tahun kesembilan.
Dari
penjabaran diatas kita telah mendapatkan beberapa contoh ayat atau surah dari
Makkiyyah dan Madaniyyah. Adapun penjelasan diatas diambil dari buku Studi
Ilmu-ilmu Qur’an karangan Manna’ Khalil al-Qattan. Selain pembahasan
diatas, ada pula pembahasan terkait dengan contoh dari ayat atau surah dari
Makki dan Madani ini yang didalamnya terdapat beberapa perbedaan dengan
pembahasan diatas. Dibawah ini adalah pembahasannya.
Berikut
kronologi turunnya ayat-ayat Al-Qur’an di Mekah.
Imam Badruddin Muhammad bin Abdullah Al-Zarkasyi dalam
kitabnya Al-Burhan fi’Ulum Al-Qur’an menulis bahwa surah-surah yang
turun di Mekah berjumlah 83. Angka ini berbeda dari yang disodorkan oleh Ibnu
Jarih dalam Al-Fihrist. Tokoh yang disebut terakhir ini meriwayatkan
dengan sumber ’Atha’ dan Ibnu Abbas, sebagai berikut: “Surah yang turun di Mekah
berjumlah 85 buah dan yang turun di Madinah 28 buah”. Adanya perbedaan antara
kedua pendapat tersebut bukan sekedar pada angka, tetapi juga pada urutannya.
Missal surah Al-Insyirah menurut urutan yang disusun Ibnu Nadim dengan sanad
Muhammad bin Nu’man bin Nasyir seperti dimuat Al-Fihrist, surah ini
ditempatkan di urutan ke-8, sedangkan Al-Zarkasyi, menetapkannya pada urutan
ke-11.[9]
Dibawah ini merupakan tabel yang berisi contoh ayat
serta surah Makkiyyah dan Madaniyyah.
Surah-surah yang Turun
di Madinah
|
|||
1.Al-Baqarah
|
8.Al-Hadid
|
15.An-Nashr
|
22.Al-Jumu’ah
|
2.Al-Anfal
|
9.Alladzina
kafaru
|
16.An-Nur
|
23.At-Taghabun
|
3.Al-A’raf
|
10.Ar-Ra’d
|
17.Al-Hajj
|
24.Al-Hawariyun
|
4.Ali
Imran
|
11.Hal
ata ‘ala Al-Insan
|
18.Al-Munafiqun
|
25.Al-Fath
|
5.Al-Mumtahanah
|
12.An-Nisa’
|
19.Al-Mujadalah
|
26.Al-Ma’idah
|
6.An-Nisa’
|
13.Al-Bayyinah
|
20.Al-Hujurat
|
27.At-Taubah
|
7.Al-Zalzalah
|
14.Al-Hasyar
|
21.Al-Tahrim
|
28.Al-Mu’awwizatain
(Al-Falaq dan An-nas
|
Surah-surah yang Turun
di Mekah
|
|||||||
1.Iqra’
s.d. Maa lam ya’lam
|
12.Al-Laili
|
23.Abasa
|
34.Al-Balad
|
46.An-Naml
|
57.Al-Anbiya’
|
68.Al-Kahfi(ujungnya
Madaniyyah)
|
79.An-Nazi’at
|
2.Al-Qalam
|
13.Al-‘Adiyat
|
24.Al-Qadr
|
35.Ar-Rahman
|
47.Al-Qashsh
|
58.Az-Zumar
|
69.Al-An’am
|
80.Al-Infithar
|
3.Al-Muzammil
|
14.Al-Kautsar
|
25.As-Syams
|
37.Yasin
|
48.Al-Isra’
|
59.Al-Mu’min
|
70.An-Nahl(ayat
terakhir Madaniyyah)
|
81Al-Insyiqaq
|
4.Al-Muddatstsir
|
15.Al-Takatsur
|
26.Al-Buruj
|
38.Shad
|
49.Hud
|
60.As-Sajdah
|
71.Nuh
|
82.Ar-Rum
|
5.Al-Lahab,
menurut riwayat Mujahid
|
16.Al-maaun
|
27.At-Tin
|
39.Al-Furqan
|
50.Yusuf
|
61.Ha
Mim ‘Ain Sin Qaf
|
72.Ibrahim
|
83.Al-Ankabut
|
6.At-
Takwir
|
17.Al-Kafirun
|
28.Quraisy
|
40.Al-Malaikah
|
51.Yunus
|
62.Az-Zukhruf
|
73.As-Sajdah(Alif
lam Mim Sajdah
|
84.Al-Muthaffifin
|
7.Al-A’la
|
18.Al-Fil
|
29.Al-Qari’ah
|
41.Al-Fathir
|
52.Al-Hijr
|
63.Ha
Mim Ad-Dukhan
|
74.At-Thur
|
85.Iqtarabat
As-Sa’ah
|
8.Al-Insyirah
|
19.Al-Ikhlash
|
30.Al-Qiyamah
|
42.Maryam
|
53.As-Shaffat
|
64.Ha
Mim As-Syari’ah
|
75.Al-Mulk
|
86.At-Tariq
|
9.Al-‘Ashar
|
20.Al-Falaq
|
31.Al-Humazah
|
43.Thaha
|
54.Luqman(ayat
akhirnya Madaniyah)
|
65.Ha
Mim Al-Ahqaf (padanya terdapat beberapa ayat Madaniyyah)
|
76.Al-Haqqah
|
87,
88, dan 89. Berdasarkan sumber Al-Tausriy, dan Firas, dan Al-Sya’biy berkata:
“Surah An-Nahl turun Mekah, kecuali ayat Wa in ‘aqabtum fa ‘aqibu bi
mitsli ma’uqibtum bihi
|
10.Al-Fajr
|
21.An-Nas
|
32.Al-Mursalat
|
44.Al-Waqi’ah
|
55.Al-Mu’minun
|
66.Ad-Dzariyat
|
77.Sa’ala
Sailun
|
|
11.Ad-Dhuha
|
22.An-Najm
|
33.Qaf
|
45.As-Syu’ara’
|
56.Saba’
|
67.Al-Ghasyiyah
|
78.An-Naba’
|
Ayat-ayat
yang turun di Mekah dan hukumnya Madaniyah. Berikut adalah contohnya:
1. Ayat 13 surah Al-Hujurat.
2. Ayat 3 sampai dengan 5 surah Al-Ma’idah.
Ayat 13 surah Al-Hujurat,
turun pada waktu fathu Mekah. Ayat ini dinyatakan Madaniyyah karena
turun sesudah hijrah, dan tiga ayat surah Al-Ma’idah, yakni 3, 4, dan 5 turun
pada hari Jumat. Ketika itu umat Islam sedang melaksanakan wuquf di padang
Arafah dalam peristiwa Haji Wada’. Haji ini dilaksanakan Rasulullah saw.
setelah beliau berhijrah.
Maka,
ketiga ayat diatas diklasifikasikan sebagai ayat-ayat Madaniyyah kendati
pun turun di Arafah dan seperti yang diketahui Arafah adalah daerah kawasan
sekitar Mekah.
Ayat-ayat yang turun di Madinah, dan hukumnya Makkiyah.
1.
Al-Mumtahanah.
2.
Ayat 41
surah An-Nahl.
Surah Al-Mumtahanah turun
ketika Rasulullah hendak berangkat menuju Mekah menjelang Fauh Mekah.
Ini terjadi setelah hijrah. Adapun ayat 41 surah An-Nahl juga turun setelah
hijrah. Al-Zarkasyi tidak menjelaskan alasan mengapa beliau mengklasifikasikan
ayat-ayat ini sebagai Makkiyah, namun ada kemungkinan beliau sepakat dengan
pendapat yang mengatakan bahwa ayat Makkiyyah adalah ayat-ayat yang khitab-nya
ditujukan kepada penduduk Mekah.
3.
Awal
surah At-Taubah sampai dengan ayat 28. Ayat-ayat ini sebenarnya adalah Madaniyah,
namun khitab-nya ditujukan kepada penduduk Mekah.
Makkiyyah
Mirip Madaniyyah
Dalam surah An-Najm ayat 32 terdapat kata (الكبائر) yang hampir semua ulama mendefinisikannya sebagai “Pelanggaran
hokum yang mengakibatkan had” oleh karena itu statusnya bisa jadi
membingungkan banyak orang karena sebelum Rasul meninggalkan Mekah menuju
Madinah untuk berhijrah, hukuman itu belum dikenal. Ayat-ayat seperti inilah
yang disebut dengan Makkiyyah mirip Madaniyyah.
Madaniyyah
Mirip Makkiyyah
Disebutkan dalam kitab Al-Burhan fi ‘Ulum Al-Qur’an
hanya ada tiga ayat Madaniyyah yang mirip dengan Makkiyyah, yaitu:
1.
Ayat 17
surah Al-Anbiya’, yang turun sehubungan dengan kedatangan delegasi kaum Nasrani
Najran.
2.
Ayat 1
surah Al-‘Adiyat.
3.
Ayat 32
surah Al-Anfal.
Selain
itu, terdapat ayat-ayat yang turun di beberapa tempat. Di Al-Juhfah, turun ayat
85 surah Al-Qashash; di Bait Al-Maqdis, Palestina, turun ayat 45 surah
Az-Zukhruf; di Thaif, truun ayat 45 surah Al-Furqan dan ayat 22, 23, dan 24
surah Al-Insyqaq; dan di Hudaibiyah, turun ayat 30 surah Ar-Ra’d. [10]
Kaidah-kaidah
dalam Mengetahui Makkiyah dan Madaniyah
Sebelum membahas mengenai kaidah-kaidah dalam mengetahui
surah-surah Makkiyyah dan Madaniyyah, terlebih dahulu akan dibahas mengenai
ciri-ciri serta perbedaan antara keduanya.
Ciri-ciri
ayat Makkiyyah adalah sebagai berikut:
a.
Setiap
surah yang mengandung lafal kalla (كلاّ). Kata kalla dalam Al-Qur’an terulang 33 kali dalam 15
surah.
b.
Setiap
surah yang mengandung perintah sujud setelah membaca lafal-lafal tertentu (ayat
sajadah).
c.
Setiap
surah yang diawali huruf muqaththa’ah, kecuali Surah Al-Baqarah (2), Ali
Imran (3), dan Ar-Ra’d (13). Mengenai yang terakhir ini para ulama berbeda
pendapat.
d.
Setiap
surah yang didalamnya terdapat kisah Nabi Adam dan Iblis, kecuali al-Baqarah
(2).Jika dilihat dari gaya bahasa yang digunakan, maka ayat Makkiyyah itu dapat
ditandai dengan:
a.
Ayat dan
surahnya pendek dan susunannya jelas.
b.
Banyak
bersajak dan fashilah.
c.
Banyak qasam,
tasybih, amtsal. Banyak terjadi pengulangan kata dan kalimat serta juga
banyak terdapat uslub ta’kid.
d.
Uslub
al-Makkiyyah ini jarang bersifat konkret dan realistis materialis,
terutama ketika membahas tentang hari kiamat.[11]
Ciri-ciri
ayat Madaniyyah adalah sebagai berikut:
a.
Ayatal-Madaniyyah
pada umunya berbicara tentang hukum syara’, undang-undang sipil, kriminal,
jihad, damai, peperangan, hukum waris, hak-hak individu, ekonomi, dan sosial.
b.
Berbicara
tentang orang-orang munafik; menjelaskan akhlak dan perilaku mereka.
c.
Membahas
perbedaan dengan ahlul kitab tentang akidah mereka dan mengajak mereka agar
jangan berlebihan (al-ghuluw) dalam persoalan agama sehingga menanggapi
nabi itu Tuhan.[12]
d.
Suku
kata dan ayatnya panjang-panjang dan dengan gaya bahasa yang memantapkan
syariat serta menjelaskan tujuan dan sasarannya.[13]
Para ulama berpedoman pada dua metode yang menjadi asas
dalam menentukan al-Makki dan al-Madani. Yaitu metode sima’i naqli (mendengar
apa saja yang dikatakan oleh Rasulullah saw) dan metode qiasi al-ijtima’i
(kias dan ijtihad). Metode sima’i naqli itu dikaitkan dengan riwayat
yang sah dari sahabat-sahabat yang hidup dimasa turunnya wahyu itu. Mereka
menyaksikan sendiri turunnya atau dari Tabi’in yang mendapatakannya dari para
sahabat. Mereka mendengar dari para sahabat mengenai tempat-tempat turunnya dan
bagaimana cara turunnya serta peristiwa apa yang terjadi kala itu.Metode kias
ijtihady itu dikaitkan kepada keistimewaan al-Makki dan al-Madani. Apabila
dalam surah al-Makki mengandung tabi’at yang diturunkan di al-Madani atau
mengandung sesuatu dari peristiwa-peristiwanya, maka dalam hal ini orang
mengatakan bahwa dia adalah Madaniyyah begitu pula sebaliknya. Apabila terdapat
dalam ayat itu keistimewaan-keistimewaan Makky, orang mengatakan itu adalah
Makkiyyah, dan sebaliknya.[14]
Menambahi
terkait penjelasan diatas, untuk mengetahui
dan menentukan Makkiyah dan
Madaniyah para ulama bersandar pada dua cara utama yaitu:
1).
Sima’inaqli (pendengaran
seperti apa adanya) yang didasarkan pada riwayat shahih dari para sahabat yang
hidup ketika menyaksikan turunnya wahyu, atau dari para Tabi’in yang
menerima dan mendengar dari para sahabat
bagaimana, dimana, dan peristiwa apa yang berkaitan dengan turunnya wahyu itu.Sebagian besar
penentuan Makkiyah dan Madaniyah itu didasarkan pada cara yang pertama ini.
2).
Qiyasi ijtihadi (kias hasil ijtihad) yang didasarkan pada ciri-ciri Makkiyah dan
Madaniyah. Apabila dalam surat Makkiyah ada suatu ayat yang mengandung sifat
atau peristiwa Madaniyah, maka ayat itu dikatakan Madaniyah, begitu juga sebaliknya. Jika dalam
suatu surat terdapat ciri-ciri Makkiyah, maka surat itu dinamakan Makkiyah dan
begitu juga sebaliknya. Inilah yang disebut qiyas
ijtihadi.
Oleh
karena itu para ahli mengatakan : “setiap surah yang didalam nya mengandung
kisah para Nabi dan umat-umat terdahulu maka itu dinamakan Makkiyah, dan setiap
surat yang didalamnya mengandung kewajiban atau ketentuan maka itu dinamakan Madaniyah”.Ja’bari
mengatakan, “ untuk mengetahui Makkiyah
dan Madaniyah itu ada dua cara: sima’i (pendengaran) dan qiyasi (kias)”. Dalam hal ini bisa
dipastikan bahwasima’i pegangannya
berita pendengaran,sedangkan qiyasiberpegang pada penalaran, keduanya
merupakan metode pengetahuan yang valid dan metode penelitian ilmiah.[15]
Untuk membedakan Makki dan Madani, para ulama mempunyai
tiga macam pandangan yang masing-masing mempunyai dasarnya sendiri.
Pertama,
berdasarkan pada masa turunnya. Al-Makki yaitu ayat-ayat
yang turun sebelum hijrah, meskipun tidak di Makkah. Al-Madinah yaitu ayat-ayat
yang turun sesudah hijrah, sekalipun tidak di Madinah.
Kedua, memerhatikan
pada tempat turunnya. Al-Makki, yaitu ayat yang turun di Mekah dan daerah
sekitarnya. Seperti Mina, Arafah, dan Hudaibiyah. Sedangkan al-Madani yaitu
ayat yang turun di Madinah dan daerah sekitarnya, seperti di Uhud, Qubak, dan
Sil’u.
Ketiga,sesuai
dengan yang dituju. Al-Makki yaitu ayat yang seruannya ditujukan pada penduduk
Makkah dan al-Madani yaitu yang seruannya bagi penduduk Madinah. Berdasar
pendapat ini, para pendukungnya menyatakan bahwa ayat al-Qur’an yang mengandung
seruan ya ayyuhan nas (wahai manusia) adalah Makki; sedang untuk seruan ya
ayyuhal lazina amanu (wahai orang-orang yang beriman) adalah Madani.[16]
Kegunaan
Mempelajari Makkiyah dan Madaniyah
Ilmu al-Makki dan al-Madani ini merupakan suatu ilmu yang
harus dikuasi seorang mufasir dan mujtahid dalam meng-istinbath-kan hukum
dari Al-Qur’an. Karena, ilmu ini membantu dan menghindarkannya dari kesalahan
memahami Al-Qur’an.
Menurut Az-Zarqani
ada tiga macam manfaat dan kegunaan ilmu al-Makki dan al-Madani, yaitu sebagai
berikut.
a.
Menentukan
ayat nasikh dan mansukh. Jika seorang mufassir atau mujtahid
menemukan dua ayat yang kontradiktif, dan dia mampu menegetahui yang mana
al-Makki dan al-Madani, maka dia akan dapat menetapkan bahwa al-Makki
tersebutlah telah di-nasakh-kan oleh ayat al-Madani.
b.
Mengetahui
sejarah syariat. Terlihat bahwa nuansa bimbingan ayat-ayat Makkiyyah kepada
umat, berbeda dengan ayat-ayat Madaniyyah. Hal ini dikarenakan, periode sebelum
hijrah merupakan tahap pertumbuhan yang perlu diberikan secara berangsur-angsur
agar tidak merasa diberatkan. Oleh karena itu, para tokoh masyarakat perlu
mempelajarinya, agar bisa mendidik dan membimbing bangsa ini ke jalan yang
benar.
c.
Menanamkan
keyakinan kepada umat, dari sudut sejarah mengenai keabsahan Al-Qur’an. Ia datang
dari Tuhana, bersih dari penyimpangan dan perubahan. Maka dar itu, para ulama
sangat besar perhatiannya kepada Al-Qur’an sehingga mereka tidak hanya
mengetahui, mencatat, dan mengkaji ayat-ayat saja, tetapi juga mengetahui
ayat-ayat yang turun sebelum dan sesudah hijrah.[17]
d.
Untuk
dijadikan alat bantu dalam menafsirkan Al-Qur’an, karena pengetahuan mengenai
tempat turun ayat dapat membantu memahami ayat tersebut dan menafsirkannya
dengan tafsiran yang benar, sekalipun yang menjadi pegangan adalah pengertian
umum lafadz, bukan sebab khusus.
e.
Meresapi
gaya bahasa Al-Qur’an dab memanfaatkannya dalam metode berdakwah menuju jalan
Allah, sebab setiap situasi memiliki bahasa tersendiri. Gaya bahasa Makki dan
Madani dalam Al-Qur’an memberikan kepada
orang yang mempelajarinya sebuah metode dalam penyampaian dakwah ke jalan
Allah. Hal ini Nampak jelas dalam berbagai cara Al-Qur’an menyeru berbagai
golongan: orang yang beriman, yang musyrik, yang munafik dan ahli kitab.
f.
Mengetahui
sejarah hidup Nabi melalui ayat-ayat Al-Qur’an, sebab turunnya wahyu kepada
Rasulullah sejalan dnegan sejarah dakwah dengan peristiwanya, baik periode
Makkah maupun periode Madinah, sejak permulaan turun wahyu hingga ayat terakhir
diturunkan.[18]
Kesimpulan
1.
Al-
Makki adalah suatu ayat atau surat yang diturunkan sebelum hijrah, sedangkan
al-Madani adalah suatu surat atau ayat yang diturunkan setelah hijrah, baik itu
yang turun di Makkah atau di Madinah, turun pada tahun futuh Makkah atau
tahun terjadinya Haji Wada’, atau dalam salah satu bepergian (Nabi saw). Jumlah
surah-surah Makkiyyah dan Madaniyyah ialah bahwa Madaniyyah ada dua puluh
surah: 1) al-Baqarah, 2) Ali ‘Imran, 3) an-Nisa’, 4) al-Ma’idah, 5) al-Anfal,
6) at-Taubah, 7) an-Nur, 8) al-Ahzab, 9) Muhammad, 10) al-Fath, 11) al-Hujurat,
12) al-Hadid, 13) al-Mujadalah, 14) al-Hasyr, 15) al-Mumtahanah, 16)
al-Jumu’ah, 17) al-Munafiqun, 18) at-Talaq, 19) at-Tahrim, dan 20) an-Nasr.
Sedang yang diperselisihkan ada dua belas surah: 1) al-Fatihah, 2) ar-Ra’d, 3)
ar-Rahman, 4) as-Saff, 5) at-Tagabun, 6) at-Tatfif, 7) al-Qadar, 8)
al-Bayyinah, 9) az-Zalzalah, 10) al-Ikhlas, 11) al-Falaq, dan 12) an-Nas.
Selain surah yang disebutkan diatas adalah surah Makkiyyah, yaitu sekitar
delapan puluh surah.
2.
Para
ulama berpedoman pada dua metode yang menjadi asas dalam menentukan al-Makki
dan al-Madani. Yaitu metode sima’i naqli (mendengar apa saja yang
dikatakan oleh Rasulullah saw) dan metode qiasi al-ijtima’i (kias dan
ijtihad). Metode sima’i naqli itu dikaitkan dengan riwayat yang sah dari
sahabat-sahabat yang hidup dimasa turunnya wahyu itu. Sedangkan metode kias
ijtihady itu dikaitkan kepada keistimewaan al-Makki dan al-Madani.
3.
Kegunaan
atau faedah mempelajari ilmu al-Makki dan al-Madani ialah:
a.
Menentukan
ayat nasikh dan mansukh.
b.
Mengetahui
sejarah syariat.
c.
Menanamkan
keyakinan kepada umat, dari sudut sejarah mengenai keabsahan Al-Qur’an.
d.
Untuk
dijadikan alat bantu dalam menafsirkan Al-Qur’an.
e.
Meresapi
gaya bahasa Al-Qur’an dab memanfaatkannya dalam metode berdakwah menuju jalan
Allah.
f.
Mengetahui
sejarah hidup Nabi melalui ayat-ayat Al-Qur’an.
Daftar
Rujukan
Jalaludddin As-Suyuthi, Imam. 2008. Studi
Al-Qur’an Komprehensif. Surakarta: Penerbit Indiva Pustaka.
Khalil al-Qattan, Manna. 2014. Studi Ilmu-ilmu
Quran. Jakarta: Litera AntarNusa.
M. Yusuf, Kadar. 2012. Studi AlQuran.
Jakarta: Penerbit Amzah.
Quthan, Mana’ul. Tanpa tahun. Pembahasan
Ilmu Al-Qur’an. Penerbit Rineka Cipta.
Sumbulah, Umi, Kholil, Akhmad, Nasrullah.
2014. Studi Al-Qur’an dan Hadis. Malang: Uin-Maliki Press (anggota
IKAPI).
Revisi:
1.
Tidak ditemukan indikasi copy-paste.
2.
Pendahuluan
tidak berisi definisi makkiyah dan madaniyah, tetapi berisi pengantar untuk
memahami konten makalah.
3.
Pengulangan
footnote yang sama tidak dicantumkan semuanya.
4.
Tolong dipelajari lagi cara penulisan daftar rujukan.
[1]Umi Sumbulah, Akhmad Kholil, Nasrulloh, Study
Al-Qur’an dan Hadis(Uin-Maliki Press, 2014),136-137.
[2]Imam Jalaluddin As-Suyuti, Studi Al-Qur’an
Komprehensif(Indiva Pustaka, 2008), 37-38.
[3]Ibid., hal. 38.
[4] Ibid., hal. 39.
[5]Kadar M. Yusuf, Studi AlQuran(Amzah,
2012),29.
[6]Ibid.
[7] Imam Jalaluddin As-Suyuti, Studi Al-Qur’an
Komprehensif(Indiva Pustaka, 2008),44.
[8] Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu
Qur’an, (Litera AntarNusa,2013),73.
[9]Umi Sumbulah, Akhmad Kholil, Nasrulloh, Study
Al-Qur’an dan Hadis(Uin-Maliki Press, 2014),143-147.
[10]Umi Sumbulah, Akhmad Kholil, Nasrulloh, Study
Al-Qur’an dan Hadis(Uin-Maliki Press, 2014),148-150.
[11] Kadar M. Yusuf, Studi AlQuran(Amzah,2012),31-32.
[12] Ibid., hal. 32.
[13]Manna’ Kalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu
Qur’an(Litera AntarNusa,2013),87.
[14]Mana’ul Quthan, Pembahasan Ilmu Al-Qur’an(Penerbit
Rineka Cipta), 62-63.
[15]Manna Kalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu
Qur’an(Litera AntarNusa,2013),82-83.
[16] Mana’ul Quthan, Pembahasan Ilmu Al-Qur’an(Penerbit
Rineka Cipta),63-65.
[17] Kadar M. Yusuf, Studi AlQuran(Amzah,
2012), 30.
[18] Manna’ Khalil al-Qttan, Studi Ilmu-ilmu
Qur’an (Litera AntarNusa, 2014), 81-82.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar