Senin, 03 Oktober 2016

Makkiyah dan Madaniyah (PBA D Semester III)




MAKKIYYAH DAN MADANIYYAH
Eka Nursabila, Faridah Fitriyyah
Jurusan Pendidikan Bahasa Arab Kelas D, UIN Maulana Malik Ibrahim, Malang

Abstract:This discussion explains about kind of surah-surah in the Al-Qur’an there are Makkiyyah and Madaniyyah. It also explains about the examples of surah Makkiyyah and Madaniyyah and about the methods to differentiate both of it. As we know that Al-Qur’an has one hundread and fourteen surah that each surah has character and contain its own story. In general, Makkiyyah surah has short verses, it is telling us about the story of our prophets (except al-Baqarah), and it explains about Adam prophet and devil, and it will begin with a shortened form of a word or phrase.While Madaniyyah surah is telling about the rules of life, and explain about danger from hyprocriters, and its verses is long.A few of ulama say if this knowledge is an important one to understand our Holy Qur’an greatly. Because it will makes us know about the history of Islam and we will know the reasons or behind the story about the decline of Al-Qur’an. Most of ulama agree to use sima’i method and qiyasi method to determine what kind of surah will be. Because sometimes, between makki and madani there are differents opinion to determine it.
Keywords:Madaniyyah, makkiyyah, qiyasi,sima’i, the purpose.
Pendahuluan
Para ulama menyepakati bahwa istilah Makkiyyah digunakan untuk satu bagian Al-Qur’an sedangkan Madaniyyah untuk bagian yang lain. Menurut Amir  Abu Al-Aziz permasalahan Makiyyah dan Madaniyyah adalah suatu hal yang penting, sehingga orang yang tidak memahami hal-hal yang berkaitan dengan Makkiyyah dan Madaniyyah ini tidak diperkenankan untuk menafsirkan kitabullah. Akan ada banyak faedah yang tidak dapat dipetik, serta akan mengalami banyak kesulitan dalam mendalami Al-Qur’an jika tidak menguasai al-Makki dan al-Madani.[1]
Beberapa ulama secara khusus membahas masalah al-Makki dan al-Madani, salah satunya risalah Imam Makki dan al-‘Izzu ad-Dairini. Dalam kitab at-Tanbih ‘alaa Fadhli ‘Ulumul Qur’an, Abdul Qasim Hasan bin Muhammad bin Habib an-Naisaaburi mengatakan bahwa, “Di antara yang paling mulia dari ulum al-Qur’an adalah ilmu tentang turunnya al-Qur’an, sasarannya, urutan ayat yang diturunkan di Makkah dan Madinah, apa yang diturunkan di Makkah tetapi hukumnya di Madinah begitu pun sebaliknya, apa yang diturunkan di Makkah tetapi untuk orang-orang Madinah dan sebaliknya, apa yang ia mirip Makki sementara ia Madani begitu sebaliknya, apa yang diturunkan di kota Juhfah, apa yang diturunkan di Baitulmaqdis, apa yang diturunkan di Thaif, apa yang diturunkan di Hudaibiyah, apa yang diturunkan di waktu malam, dana pa yang diturunkan di aktu siang, apa yang diturunkan dengan diiringi malaikat dana pa yang diturunkan secara sendiri, ayat-ayat Madaniyyah teteapi berada di dalam surat-surat Madaniyyah dan sebaliknya, apa yang dibawa dari Makkah ke Madinah begitu sebaliknya, apa yang dibawa dari Madinah ke negeri Habasyah (Ethiopia), apa yang diturunkan secara mujmal(global), dan apa yang diturunkan secara mufassar(diterangkan), dan apa yang diperselisihkan oleh para ulama. Sebagian mereka mengatakan bahwa itu Madani dan sebagian yang lain mengatakan itu makki.”
Selain itu menurut Imam Ibnu al-‘Arabi dalam kitabnya yang berjudul an-Nasikh wa al-Mansukh, “Apa yang kita ketahui secara global dari al-Qur’an bahwa sebagiannya adalah Makki dan ada yang Madani, ada Safari dan ada  Hadharii, ada Laili  dan ada Nahaari, ada Sama’i dan ada Ardhi,ada yang diturunkan diantara langit dan bumi, dan ada yang diturunkan di bawah tanah, di gua.” Lalu Ibnu an-Naqid juga menyampaikan dalam mukadimah tafsirnya bahwa apa yang diturunkan Al-Qur’an itu ada empat macam yaitu Makki, Madani, apa yang sebagian Makki dan sebagian Madani, dan apa yang tidak termasuk Makki dan tidak pula Madani.[2]
Melalui penjabaran diatas kita dapat mengerti akan eksistensi istilah Makkiyyah dan Madaniyyah dalam Al-Qur’an , kiranya penting untuk mengetahui serta memahami istilah al-Makki dan al-Madani yang tidak jarang kita anggap sebagai hal sepele. Karena status kita sebagai seorang Muslim maka wajib bagi kita untuk mengetahui seluk-beluk Al-Qur’an agar kita tidak salah dalam memahaminya dan agar sejarah tentang pedoman hidup kita ini tetap terjaga keberadaannya.
Pengertian dan Contoh Ayat-ayat Makkiyyah dan Madaniyyah
a.       Pengertian ayat Makkiyyah dan Madaniyyah
Para ulama dalam mendefinisikan al-Makki dan Al-Madani membaginya menjadi tiga definisi, yaitu sebagai berikut:
Pertama, al- Makki adalah suatu ayat atau surat yang diturunkan sebelum hijrah, sedangkan al-Madani adalah suatu surat atau ayat yang diturunkan setelah hijrah, baik itu yang turun di Makkah atau di Madinah, turun pada tahun futuh Makkah atau tahun terjadinya Haji Wada’, atau dalam salah satu bepergian (Nabi saw). Adapun Utsman bin Sa’id ad-Darimi mengeluarkan riwayat dengan sanadnya sampai kepada Yahya bin Salam, ia berkata bahwa Ayat atau Surat Al-Qur’an yang diturunkan di Makkah maupun yang diturunkan ketika perjalanan menuju Madinah namun Nabi saw belum sampai di Madinah, maka hal tersebut termasuk al-Makki. Sedangkan jika diturunkan dalam perjalanannya setelah sampai Madinah maka itu termasuk al-Madani.”[3]
Kedua, al-Makki adalah sesuatu yang diturunkan di Mekah, meskipun setelah hijrah. Sedangkan al-madani adalah sesuatu yang diturunkan di Madinah. Berdasarkan definisi tersebut, ada posisi ayat atau surat yang berada di tengah-tengah. Maksudnya ialah apa yang diturunkan pada saat nabi saw bepergian (di luar Makkah dan Madinah) tidak dapat disebut dengan Makkiyyah atau Madaniyyah.
Ketiga, al-Makki adalah suatu ayat atau surat yang ditujukan untuk ahli Mekah dan al-Madani adalah sesuatu yang ditunjukan untuk penduduk Madinah. Dalam kitab al-Intishar, al-Qadhi Abu Bakar mengatakan bahwasanya untuk mengetahui al-Makki dan al-Madani itu berdasarkan pada hafalan shahabat dan tabi’in, dan Nabi saw tidak pernah mengatakan hal tersebut, karena Allah tidak memerintahkan serta tidak mewajibkan setiap hamba untukmengetahuinya, meskipun menjadi wajib bagi ahul ilmu mengetahui nasikh dan Mansukh tanpa harus ada nash dari Rasulullah saw.[4]
Adanya perbedaan atas tiga pendapat tersebut didasari oleh berbedanya standar atau dasar dalam membuat definisi. Dasar-dasar tersebut yaitu, tempat turunnya (makan an-nuzul) dan individu atau masayarakat yang menjadi objek pembicaraan, larangan atau perintah Al-Qur’an (al-asykhash, al-mukhathabin) dan periode penurunan Al-Qur’an (zaman an-nuzul). Definisi pertama didasarkan atas periode penurunan Al-Qur’an, yang seiring dengan periode pertumbuhan dan perkembangan Islam di masa Nabi, yang mana periode ini dikelompokkan kepada sebelum dan sesudah hijrah. Berdasarkan standar ini, maka surah atau ayat yang diturunkan setelah hijrah termasuk dalam kategori ayat al-Madani walaupun turunnya di Mekah. Definisi kedua didasarkan atas tempat turunnya surah atau ayat Al-Qur’an, yang meliputi Mekah dan sekitarnya serta Madinah dan sekitarnya. Dan definisi yang ketiga didasarkan atas kandungan suatu ayat, yang meliputi berita, perintah dan larangan; kepada siapa berita itu ditujukan dan kepada siapa perintah dan larangan itu diarahkan. Jika ditujukan kepada penduduk Mekah maka berarti ayatnya disebut Makkiyyah dan sebaliknya.[5]
Dari ketiga pendapat mengenai pengertian Makkiyyah dan Madaniyyah diatas, yang paling masyhur adalah pendapat yang pertama, yaitu al-Makki surah atau ayat yang diturunkan sebelum hijrah dan al-Madani surah atau ayat yang diturunkan setelah hijrah walaupun turunnya di Mekah. Karena hal ini sesuai dengan kegunaan ilmu al-Makki dan al-Madani dalam mengetahui an-Nasikh dan Mansukh. Karena dalam kajian ilmu nasikh dan mansukh, yang diutamakan adalah menegtahui waktu turunnya ayat; ayat yang turun lebih dahulu tidak dapat me-nasakh-kan ayat yang turun kemudian. Maka dari situ ayat al-Madani saja yang me-nasakh-kan ayat al-Makki, tidak sebaliknya. Dan setelah kita mengetahui pendapat-pendapat tersebut, kegunaan ini sulit didapatkan dalam definisi yang kedua dan ketiga. Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa ayat-ayat Al-Qur’an dibagi menjadi dua kelompok, yaitu yang pertama yang diturunkan sebelum hjrah dan disebut dengan ayat atau surah Al-Makkiyyah, dan kedua surah atau ayat yang diturunkan setelah hijrah yang disebut dengan Al-Madaniyyah.[6]
b.      Contoh-contoh ayat Makkiyyah dan Madaniyyah
Setelah membahas tentang pengertian Makki dan Madani, kita akan membahas tentang contoh ayat-ayat keduanya.
Abul Hasan bin Hashshr berkata dalam kitabnya, An-Nasikh wal Mansukh, “Al-Madani (surat-surat yang diturunkan di Madinah) berdasarkan kesepakatan ulama ada 20 surat, sedangkan yang diperselisihkan ada 12 surat, dan selain itu disebut Makki berdasarkan kesepakatan.”[7]
Hal-hal yang penting untuk dipelajari para ulama pada pembahasan ini adalah:
1)     Yang diturunkan di Mekah
2)     Yang diturunkan di Madinah
3)     Yang diperselisihkan
4)     Ayat-ayat Makkiah dalam surah-surah Madani
5)     Ayat-ayat Madani dalam surah-surah Makkiah
6)     Yang diturunkan di Mekah sedang hukumnya Madani
7)     Yang diturunkan di Madinah sedang hukumnya Makki
8)     Yang serupa dengan yang di turunkan di mekah dalam kelompok Madani
9)     Yang serupa dengan yang di turunkan di Madinah dalam kelompok Makki
10)Yang dibawa dari Mekah ke Madinah
11)Yang dibawa dari Madinah ke Mekah
12)Yang turun di waktu malam dan di waktu siang
13)Yang turun di musim panas dan di musim dingin
14)Yang turun di waktu menetap dan dalam perjalanan.[8]
Sesuai dengan pembahasan diatas kita akan membahas poin nomor satu hingga sebelas saja, berikut contoh-contohnya:
1.      (Pembahasan nomor 1-3). Pendapat yang paling mendekati kebenaran tentang jumlah surah-surah Makkiyyah dan Madaniyyah ialah bahwa Madaniyyah ada dua puluh surah: 1) al-Baqarah, 2) Ali ‘Imran, 3) an-Nisa’, 4) al-Ma’idah, 5) al-Anfal, 6) at-Taubah, 7) an-Nur, 8) al-Ahzab, 9) Muhammad, 10) al-Fath, 11) al-Hujurat, 12) al-Hadid, 13) al-Mujadalah, 14) al-Hasyr, 15) al-Mumtahanah, 16) al-Jumu’ah, 17) al-Munafiqun, 18) at-Talaq, 19) at-Tahrim, dan 20) an-Nasr. Sedang yang diperselisihkan ada dua belas surah: 1) al-Fatihah, 2) ar-Ra’d, 3) ar-Rahman, 4) as-Saff, 5) at-Tagabun, 6) at-Tatfif, 7) al-Qadar, 8) al-Bayyinah, 9) az-Zalzalah, 10) al-Ikhlas, 11) al-Falaq, dan 12) an-Nas. Selain surah yang disebutkan diatas adalah surah Makkiyyah, yaitu sekitar delapan puluh surah.
2.      (Pembahasan nomor 4). Ayat-ayat Makkiyyah dalam surah-surah Madaniyyah. Dengan menamakan sebuah surat itu Makkiyyah atau Madaniyyah tidak berarti bahwa surah tersebut seluruhnya Makkiyyah atau Madaniyyah, sebab di dalam surah Makkiyyah terkadang terdapat ayat-ayat Madaniyyah dan sebaliknya. Seperti ayat Makkiyyah ini yang terdapat dalam surah al-Anfal yang berkedudukan sebagai surah Madaniyyah:
وإذ يمكربك الذين كفروا ليثبتوك أو يقتلوك أو يخرجوك و يمكرون الله والله خير الماكرين -الأنفال: 30
Dan (ingatlah) ketika orang kafir (Quraisy) membuat makar terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu atau mengusirmu. Mereka membuat makar, tetapi Allah menggalkan makar mereka. Dan Allah adalah sebaik-sebaik pembalas makar.” (al-Anfal [8]:30). Mengenai ayat ini Mutaqil mengatakan: “Ayat ini diturunkan di Mekah, dan pada lahirnya memang demikian, sebab ia mengandung apa yang dilakukan orang musyrik di Darun Nadwahketika mereka merencanakan tipu daya mereka terhadap Rasulullah sebelum hijrah”.
3.      (Pembahasan nomor 5). Ayat-ayat Madaniyyah dalam surah Makiyyah. Misalnya surah al-An’am. Ibn Abbas berkata: “Surah ini diturunkan sekaligus di Mekah, maka ia Makkiyyah, kecuali tiga ayat diturunkan di Madinah, yaitu ayat: “katakanlah: marilah aku bacakan …” sampai ketiga ayat tersebut selesai (al-An’am [6]: 151-153). Begitu pula dengan surah al-Hajj yang merupakan surah Makkiyyah kecuali tiga ayat yang diturunkan di Madinah. (al-Hajj [22]: 19-21).
4.      (Pembahasan nomor 6). Ayat-ayat yang diturunkan di Mekah sedang hukumnya Madani. Contohnya yaitu surah Al-Hujurat [49]:13)
يا أيها الناس إنا خلقناكم من ذكر وأنشى وجعلناكم شعوبا وقبائل لتعارفوا إن أكرمكم عند الله أتقاكم إن الله عليم خبير.
Wahai manusia, Kami meciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan beersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di anatara kamu di sisi Allah adalah yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Maha Mengenal.” Ayat ini diturunkan di Makkah pada hari penaklukan kota Makkah, tetapi sebenarnya Madaniyyah karena diturunkan sesudah hijrah disamping itu seruannya pun bersifat umum.
5.      (Pembahasan nomor 7). Ayat yang diturunkan di Madinah sedang hukumnya Makki. Contoh dari surah ini adalah surah al-Mumtahanah. Surah ini diturunkan di Madinah dilihat dari segi tempat turunnya; tetapi seruannya ditujukan bagi kepada orang musyrik penduduk Makkah.
6.      (Pembahasan nomor 8.) Ayat yang serupa dengan yang diturunkan di Makkah dalam Madani. Yaitu ayat-ayat dalam surah Madani tetapi memiliki gaya bahasa dan ciri-ciri umum surah Makkiyyah. Seperti pada surah al-Anfal yang Madaniyyah:
وإذ قالوا اللهم إن كان هذا هو الحق من عندك فأمطر علينا حجارة من السماء أوائتنا بعذاب أليمز
Dan (ingatlah) ketika mereka – golongan musyrik – berkata: Ya Allah jika benar (Al-Qur’an) ini dari Engkau, hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami adzab yang pedih.” (al-Anfal [8]:32).
7.      (Pembahasan nomor 9). Yang serupa dengan yang diturunkan di Madinah dalam Makki. Seperti dalam surah an-Najm ayat 32.
8.      (Pembahasan nomor 10). Ayat yang dibawa dari Makkah ke Madinah. Contohnya ialah surah al-A’la
9.      (Pembahasan nomor 11). Yang dibawa dari Madinah ke Makkah. Contohnya ialah awal surah al-Bara’ah, yaitu ketika Rasul memerintahkan kepada Abu Bakar untuk berhaji pada tahun kesembilan.
Dari penjabaran diatas kita telah mendapatkan beberapa contoh ayat atau surah dari Makkiyyah dan Madaniyyah. Adapun penjelasan diatas diambil dari buku Studi Ilmu-ilmu Qur’an karangan Manna’ Khalil al-Qattan. Selain pembahasan diatas, ada pula pembahasan terkait dengan contoh dari ayat atau surah dari Makki dan Madani ini yang didalamnya terdapat beberapa perbedaan dengan pembahasan diatas. Dibawah ini adalah pembahasannya.
Berikut kronologi turunnya ayat-ayat Al-Qur’an di Mekah.
Imam Badruddin Muhammad bin Abdullah Al-Zarkasyi dalam kitabnya Al-Burhan fi’Ulum Al-Qur’an menulis bahwa surah-surah yang turun di Mekah berjumlah 83. Angka ini berbeda dari yang disodorkan oleh Ibnu Jarih dalam Al-Fihrist. Tokoh yang disebut terakhir ini meriwayatkan dengan sumber ’Atha’ dan Ibnu Abbas, sebagai berikut: “Surah yang turun di Mekah berjumlah 85 buah dan yang turun di Madinah 28 buah”. Adanya perbedaan antara kedua pendapat tersebut bukan sekedar pada angka, tetapi juga pada urutannya. Missal surah Al-Insyirah menurut urutan yang disusun Ibnu Nadim dengan sanad Muhammad bin Nu’man bin Nasyir seperti dimuat Al-Fihrist, surah ini ditempatkan di urutan ke-8, sedangkan Al-Zarkasyi, menetapkannya pada urutan ke-11.[9]




Dibawah ini merupakan tabel yang berisi contoh ayat serta  surah Makkiyyah dan Madaniyyah.

Surah-surah yang Turun di Madinah
1.Al-Baqarah
8.Al-Hadid
15.An-Nashr
22.Al-Jumu’ah
2.Al-Anfal
9.Alladzina kafaru
16.An-Nur
23.At-Taghabun
3.Al-A’raf
10.Ar-Ra’d
17.Al-Hajj
24.Al-Hawariyun
4.Ali Imran
11.Hal ata ‘ala Al-Insan
18.Al-Munafiqun
25.Al-Fath
5.Al-Mumtahanah
12.An-Nisa’
19.Al-Mujadalah
26.Al-Ma’idah
6.An-Nisa’
13.Al-Bayyinah
20.Al-Hujurat
27.At-Taubah
7.Al-Zalzalah
14.Al-Hasyar
21.Al-Tahrim
28.Al-Mu’awwizatain (Al-Falaq dan An-nas

Surah-surah yang Turun di Mekah
1.Iqra’ s.d. Maa lam ya’lam
12.Al-Laili
23.Abasa
34.Al-Balad
46.An-Naml
57.Al-Anbiya’
68.Al-Kahfi(ujungnya Madaniyyah)
79.An-Nazi’at
2.Al-Qalam
13.Al-‘Adiyat
24.Al-Qadr
35.Ar-Rahman
47.Al-Qashsh
58.Az-Zumar
69.Al-An’am
80.Al-Infithar
3.Al-Muzammil
14.Al-Kautsar
25.As-Syams
37.Yasin
48.Al-Isra’
59.Al-Mu’min
70.An-Nahl(ayat terakhir Madaniyyah)
81Al-Insyiqaq
4.Al-Muddatstsir
15.Al-Takatsur
26.Al-Buruj
38.Shad
49.Hud
60.As-Sajdah
71.Nuh
82.Ar-Rum
5.Al-Lahab, menurut riwayat Mujahid
16.Al-maaun
27.At-Tin
39.Al-Furqan
50.Yusuf
61.Ha Mim ‘Ain Sin Qaf
72.Ibrahim
83.Al-Ankabut
6.At- Takwir
17.Al-Kafirun
28.Quraisy
40.Al-Malaikah
51.Yunus
62.Az-Zukhruf
73.As-Sajdah(Alif lam Mim Sajdah
84.Al-Muthaffifin
7.Al-A’la
18.Al-Fil
29.Al-Qari’ah
41.Al-Fathir
52.Al-Hijr
63.Ha Mim Ad-Dukhan
74.At-Thur
85.Iqtarabat As-Sa’ah
8.Al-Insyirah
19.Al-Ikhlash
30.Al-Qiyamah
42.Maryam
53.As-Shaffat
64.Ha Mim As-Syari’ah
75.Al-Mulk
86.At-Tariq
9.Al-‘Ashar
20.Al-Falaq
31.Al-Humazah
43.Thaha
54.Luqman(ayat akhirnya Madaniyah)
65.Ha Mim Al-Ahqaf (padanya terdapat beberapa ayat Madaniyyah)
76.Al-Haqqah
87, 88, dan 89. Berdasarkan sumber Al-Tausriy, dan Firas, dan Al-Sya’biy berkata: “Surah An-Nahl turun Mekah, kecuali ayat Wa in ‘aqabtum fa ‘aqibu bi mitsli ma’uqibtum bihi
10.Al-Fajr
21.An-Nas
32.Al-Mursalat
44.Al-Waqi’ah
55.Al-Mu’minun
66.Ad-Dzariyat
77.Sa’ala Sailun
11.Ad-Dhuha
22.An-Najm
33.Qaf
45.As-Syu’ara’
56.Saba’
67.Al-Ghasyiyah
78.An-Naba’

Ayat-ayat yang turun di Mekah dan hukumnya Madaniyah. Berikut adalah contohnya:
1.      Ayat 13 surah Al-Hujurat.
2.      Ayat 3 sampai dengan 5 surah Al-Ma’idah.
Ayat 13 surah Al-Hujurat, turun pada waktu fathu Mekah. Ayat ini dinyatakan Madaniyyah karena turun sesudah hijrah, dan tiga ayat surah Al-Ma’idah, yakni 3, 4, dan 5 turun pada hari Jumat. Ketika itu umat Islam sedang melaksanakan wuquf di padang Arafah dalam peristiwa Haji Wada’. Haji ini dilaksanakan Rasulullah saw. setelah beliau berhijrah.
Maka, ketiga ayat diatas diklasifikasikan sebagai ayat-ayat Madaniyyah kendati pun turun di Arafah dan seperti yang diketahui Arafah adalah daerah kawasan sekitar Mekah.
Ayat-ayat yang turun di Madinah, dan hukumnya Makkiyah.
1.      Al-Mumtahanah.
2.      Ayat 41 surah An-Nahl.
Surah Al-Mumtahanah turun ketika Rasulullah hendak berangkat menuju Mekah menjelang Fauh Mekah. Ini terjadi setelah hijrah. Adapun ayat 41 surah An-Nahl juga turun setelah hijrah. Al-Zarkasyi tidak menjelaskan alasan mengapa beliau mengklasifikasikan ayat-ayat ini sebagai Makkiyah, namun ada kemungkinan beliau sepakat dengan pendapat yang mengatakan bahwa ayat Makkiyyah adalah ayat-ayat yang khitab-nya ditujukan kepada penduduk Mekah.
3.      Awal surah At-Taubah sampai dengan ayat 28. Ayat-ayat ini sebenarnya adalah Madaniyah, namun khitab-nya ditujukan kepada penduduk Mekah.
Makkiyyah Mirip Madaniyyah
Dalam surah An-Najm ayat 32 terdapat kata (الكبائر) yang hampir semua ulama mendefinisikannya sebagai “Pelanggaran hokum yang mengakibatkan had” oleh karena itu statusnya bisa jadi membingungkan banyak orang karena sebelum Rasul meninggalkan Mekah menuju Madinah untuk berhijrah, hukuman itu belum dikenal. Ayat-ayat seperti inilah yang disebut dengan Makkiyyah mirip Madaniyyah.
Madaniyyah Mirip Makkiyyah
Disebutkan dalam kitab Al-Burhan fi ‘Ulum Al-Qur’an hanya ada tiga ayat Madaniyyah yang mirip dengan Makkiyyah, yaitu:
1.      Ayat 17 surah Al-Anbiya’, yang turun sehubungan dengan kedatangan delegasi kaum Nasrani Najran.
2.      Ayat 1 surah Al-‘Adiyat.
3.      Ayat 32 surah Al-Anfal.
Selain itu, terdapat ayat-ayat yang turun di beberapa tempat. Di Al-Juhfah, turun ayat 85 surah Al-Qashash; di Bait Al-Maqdis, Palestina, turun ayat 45 surah Az-Zukhruf; di Thaif, truun ayat 45 surah Al-Furqan dan ayat 22, 23, dan 24 surah Al-Insyqaq; dan di Hudaibiyah, turun ayat 30 surah Ar-Ra’d. [10]
Kaidah-kaidah dalam Mengetahui Makkiyah dan Madaniyah
Sebelum membahas mengenai kaidah-kaidah dalam mengetahui surah-surah Makkiyyah dan Madaniyyah, terlebih dahulu akan dibahas mengenai ciri-ciri serta perbedaan antara keduanya.
Ciri-ciri ayat Makkiyyah adalah sebagai berikut:
a.       Setiap surah yang mengandung lafal kalla (كلاّ). Kata kalla dalam Al-Qur’an terulang 33 kali dalam 15 surah.
b.      Setiap surah yang mengandung perintah sujud setelah membaca lafal-lafal tertentu (ayat sajadah).
c.       Setiap surah yang diawali huruf muqaththa’ah, kecuali Surah Al-Baqarah (2), Ali Imran (3), dan Ar-Ra’d (13). Mengenai yang terakhir ini para ulama berbeda pendapat.
d.      Setiap surah yang didalamnya terdapat kisah Nabi Adam dan Iblis, kecuali al-Baqarah (2).Jika dilihat dari gaya bahasa yang digunakan, maka ayat Makkiyyah itu dapat ditandai dengan:
a.       Ayat dan surahnya pendek dan susunannya jelas.
b.      Banyak bersajak dan fashilah.
c.       Banyak qasam, tasybih, amtsal. Banyak terjadi pengulangan kata dan kalimat serta juga banyak terdapat uslub ta’kid.
d.      Uslub al-Makkiyyah ini jarang bersifat konkret dan realistis materialis, terutama ketika membahas tentang hari kiamat.[11]
Ciri-ciri ayat Madaniyyah adalah sebagai berikut:
a.       Ayatal-Madaniyyah pada umunya berbicara tentang hukum syara’, undang-undang sipil, kriminal, jihad, damai, peperangan, hukum waris, hak-hak individu, ekonomi, dan sosial.
b.      Berbicara tentang orang-orang munafik; menjelaskan akhlak dan perilaku mereka.
c.       Membahas perbedaan dengan ahlul kitab tentang akidah mereka dan mengajak mereka agar jangan berlebihan (al-ghuluw) dalam persoalan agama sehingga menanggapi nabi itu Tuhan.[12]
d.      Suku kata dan ayatnya panjang-panjang dan dengan gaya bahasa yang memantapkan syariat serta menjelaskan tujuan dan sasarannya.[13]
Para ulama berpedoman pada dua metode yang menjadi asas dalam menentukan al-Makki dan al-Madani. Yaitu metode sima’i naqli (mendengar apa saja yang dikatakan oleh Rasulullah saw) dan metode qiasi al-ijtima’i (kias dan ijtihad). Metode sima’i naqli itu dikaitkan dengan riwayat yang sah dari sahabat-sahabat yang hidup dimasa turunnya wahyu itu. Mereka menyaksikan sendiri turunnya atau dari Tabi’in yang mendapatakannya dari para sahabat. Mereka mendengar dari para sahabat mengenai tempat-tempat turunnya dan bagaimana cara turunnya serta peristiwa apa yang terjadi kala itu.Metode kias ijtihady itu dikaitkan kepada keistimewaan al-Makki dan al-Madani. Apabila dalam surah al-Makki mengandung tabi’at yang diturunkan di al-Madani atau mengandung sesuatu dari peristiwa-peristiwanya, maka dalam hal ini orang mengatakan bahwa dia adalah Madaniyyah begitu pula sebaliknya. Apabila terdapat dalam ayat itu keistimewaan-keistimewaan Makky, orang mengatakan itu adalah Makkiyyah, dan sebaliknya.[14]
Menambahi terkait penjelasan diatas, untuk mengetahui  dan menentukan  Makkiyah dan Madaniyah para ulama bersandar pada dua cara utama yaitu:
1). Sima’inaqli  (pendengaran seperti apa adanya) yang didasarkan pada riwayat shahih dari para sahabat yang hidup ketika menyaksikan turunnya wahyu, atau dari para Tabi’in yang menerima  dan mendengar dari para sahabat bagaimana, dimana, dan peristiwa apa yang berkaitan  dengan turunnya wahyu itu.Sebagian besar penentuan Makkiyah dan Madaniyah itu didasarkan pada cara yang pertama ini.
2). Qiyasi ijtihadi (kias hasil ijtihad)  yang didasarkan pada ciri-ciri Makkiyah dan Madaniyah. Apabila dalam surat Makkiyah ada suatu ayat yang mengandung sifat atau peristiwa Madaniyah, maka ayat itu dikatakan  Madaniyah, begitu juga sebaliknya. Jika dalam suatu surat terdapat ciri-ciri Makkiyah, maka surat itu dinamakan Makkiyah dan begitu juga sebaliknya. Inilah yang disebut qiyas ijtihadi.
Oleh karena itu para ahli mengatakan : “setiap surah yang didalam nya mengandung kisah para Nabi dan umat-umat terdahulu maka itu dinamakan Makkiyah, dan setiap surat yang didalamnya mengandung kewajiban atau ketentuan  maka itu dinamakan Madaniyah”.Ja’bari mengatakan, “ untuk mengetahui  Makkiyah dan Madaniyah  itu ada dua cara: sima’i (pendengaran) dan qiyasi (kias)”. Dalam hal ini bisa dipastikan bahwasima’i pegangannya berita pendengaran,sedangkan qiyasiberpegang pada penalaran, keduanya merupakan metode pengetahuan yang valid dan metode penelitian ilmiah.[15]
Untuk membedakan Makki dan Madani, para ulama mempunyai tiga macam pandangan yang masing-masing mempunyai dasarnya sendiri.
Pertama, berdasarkan pada masa turunnya. Al-Makki yaitu ayat-ayat yang turun sebelum hijrah, meskipun tidak di Makkah. Al-Madinah yaitu ayat-ayat yang turun sesudah hijrah, sekalipun tidak di Madinah.
Kedua, memerhatikan pada tempat turunnya. Al-Makki, yaitu ayat yang turun di Mekah dan daerah sekitarnya. Seperti Mina, Arafah, dan Hudaibiyah. Sedangkan al-Madani yaitu ayat yang turun di Madinah dan daerah sekitarnya, seperti di Uhud, Qubak, dan Sil’u.
Ketiga,sesuai dengan yang dituju. Al-Makki yaitu ayat yang seruannya ditujukan pada penduduk Makkah dan al-Madani yaitu yang seruannya bagi penduduk Madinah. Berdasar pendapat ini, para pendukungnya menyatakan bahwa ayat al-Qur’an yang mengandung seruan ya ayyuhan nas (wahai manusia) adalah Makki; sedang untuk seruan ya ayyuhal lazina amanu (wahai orang-orang yang beriman) adalah Madani.[16]
Kegunaan Mempelajari Makkiyah dan Madaniyah
Ilmu al-Makki dan al-Madani ini merupakan suatu ilmu yang harus dikuasi seorang mufasir dan mujtahid dalam meng-istinbath-kan hukum dari Al-Qur’an. Karena, ilmu ini membantu dan menghindarkannya dari kesalahan memahami Al-Qur’an.
Menurut Az-Zarqani ada tiga macam manfaat dan kegunaan ilmu al-Makki dan al-Madani, yaitu sebagai berikut.
a.       Menentukan ayat nasikh dan mansukh. Jika seorang mufassir atau mujtahid menemukan dua ayat yang kontradiktif, dan dia mampu menegetahui yang mana al-Makki dan al-Madani, maka dia akan dapat menetapkan bahwa al-Makki tersebutlah telah di-nasakh-kan oleh ayat al-Madani.
b.      Mengetahui sejarah syariat. Terlihat bahwa nuansa bimbingan ayat-ayat Makkiyyah kepada umat, berbeda dengan ayat-ayat Madaniyyah. Hal ini dikarenakan, periode sebelum hijrah merupakan tahap pertumbuhan yang perlu diberikan secara berangsur-angsur agar tidak merasa diberatkan. Oleh karena itu, para tokoh masyarakat perlu mempelajarinya, agar bisa mendidik dan membimbing bangsa ini ke jalan yang benar.
c.       Menanamkan keyakinan kepada umat, dari sudut sejarah mengenai keabsahan Al-Qur’an. Ia datang dari Tuhana, bersih dari penyimpangan dan perubahan. Maka dar itu, para ulama sangat besar perhatiannya kepada Al-Qur’an sehingga mereka tidak hanya mengetahui, mencatat, dan mengkaji ayat-ayat saja, tetapi juga mengetahui ayat-ayat yang turun sebelum dan sesudah hijrah.[17]
d.      Untuk dijadikan alat bantu dalam menafsirkan Al-Qur’an, karena pengetahuan mengenai tempat turun ayat dapat membantu memahami ayat tersebut dan menafsirkannya dengan tafsiran yang benar, sekalipun yang menjadi pegangan adalah pengertian umum lafadz, bukan sebab khusus.
e.       Meresapi gaya bahasa Al-Qur’an dab memanfaatkannya dalam metode berdakwah menuju jalan Allah, sebab setiap situasi memiliki bahasa tersendiri. Gaya bahasa Makki dan Madani dalam Al-Qur’an  memberikan kepada orang yang mempelajarinya sebuah metode dalam penyampaian dakwah ke jalan Allah. Hal ini Nampak jelas dalam berbagai cara Al-Qur’an menyeru berbagai golongan: orang yang beriman, yang musyrik, yang munafik dan ahli kitab.
f.        Mengetahui sejarah hidup Nabi melalui ayat-ayat Al-Qur’an, sebab turunnya wahyu kepada Rasulullah sejalan dnegan sejarah dakwah dengan peristiwanya, baik periode Makkah maupun periode Madinah, sejak permulaan turun wahyu hingga ayat terakhir diturunkan.[18]
Kesimpulan
1.      Al- Makki adalah suatu ayat atau surat yang diturunkan sebelum hijrah, sedangkan al-Madani adalah suatu surat atau ayat yang diturunkan setelah hijrah, baik itu yang turun di Makkah atau di Madinah, turun pada tahun futuh Makkah atau tahun terjadinya Haji Wada’, atau dalam salah satu bepergian (Nabi saw). Jumlah surah-surah Makkiyyah dan Madaniyyah ialah bahwa Madaniyyah ada dua puluh surah: 1) al-Baqarah, 2) Ali ‘Imran, 3) an-Nisa’, 4) al-Ma’idah, 5) al-Anfal, 6) at-Taubah, 7) an-Nur, 8) al-Ahzab, 9) Muhammad, 10) al-Fath, 11) al-Hujurat, 12) al-Hadid, 13) al-Mujadalah, 14) al-Hasyr, 15) al-Mumtahanah, 16) al-Jumu’ah, 17) al-Munafiqun, 18) at-Talaq, 19) at-Tahrim, dan 20) an-Nasr. Sedang yang diperselisihkan ada dua belas surah: 1) al-Fatihah, 2) ar-Ra’d, 3) ar-Rahman, 4) as-Saff, 5) at-Tagabun, 6) at-Tatfif, 7) al-Qadar, 8) al-Bayyinah, 9) az-Zalzalah, 10) al-Ikhlas, 11) al-Falaq, dan 12) an-Nas. Selain surah yang disebutkan diatas adalah surah Makkiyyah, yaitu sekitar delapan puluh surah.
2.      Para ulama berpedoman pada dua metode yang menjadi asas dalam menentukan al-Makki dan al-Madani. Yaitu metode sima’i naqli (mendengar apa saja yang dikatakan oleh Rasulullah saw) dan metode qiasi al-ijtima’i (kias dan ijtihad). Metode sima’i naqli itu dikaitkan dengan riwayat yang sah dari sahabat-sahabat yang hidup dimasa turunnya wahyu itu. Sedangkan metode kias ijtihady itu dikaitkan kepada keistimewaan al-Makki dan al-Madani.
3.      Kegunaan atau faedah mempelajari ilmu al-Makki dan al-Madani ialah:
a.       Menentukan ayat nasikh dan mansukh.
b.      Mengetahui sejarah syariat.
c.       Menanamkan keyakinan kepada umat, dari sudut sejarah mengenai keabsahan Al-Qur’an.
d.      Untuk dijadikan alat bantu dalam menafsirkan Al-Qur’an.
e.       Meresapi gaya bahasa Al-Qur’an dab memanfaatkannya dalam metode berdakwah menuju jalan Allah.
f.        Mengetahui sejarah hidup Nabi melalui ayat-ayat Al-Qur’an.





Daftar Rujukan
Jalaludddin As-Suyuthi, Imam. 2008. Studi Al-Qur’an Komprehensif. Surakarta: Penerbit Indiva Pustaka.
Khalil al-Qattan, Manna. 2014. Studi Ilmu-ilmu Quran. Jakarta: Litera AntarNusa.
M. Yusuf, Kadar. 2012. Studi AlQuran. Jakarta: Penerbit Amzah.
Quthan, Mana’ul. Tanpa tahun. Pembahasan Ilmu Al-Qur’an. Penerbit Rineka Cipta.
Sumbulah, Umi, Kholil, Akhmad, Nasrullah. 2014. Studi Al-Qur’an dan Hadis. Malang: Uin-Maliki Press (anggota IKAPI).

Revisi:
1.      Tidak ditemukan indikasi copy-paste.
2.      Pendahuluan tidak berisi definisi makkiyah dan madaniyah, tetapi berisi pengantar untuk memahami konten makalah.
3.      Pengulangan footnote yang sama tidak dicantumkan semuanya.
4.      Tolong dipelajari lagi cara penulisan daftar rujukan.





[1]Umi Sumbulah, Akhmad Kholil, Nasrulloh, Study Al-Qur’an dan Hadis(Uin-Maliki Press, 2014),136-137.
[2]Imam Jalaluddin As-Suyuti, Studi Al-Qur’an Komprehensif(Indiva Pustaka, 2008), 37-38.
[3]Ibid., hal. 38.
[4] Ibid., hal. 39.
[5]Kadar M. Yusuf, Studi AlQuran(Amzah, 2012),29.
[6]Ibid.
[7] Imam Jalaluddin As-Suyuti, Studi Al-Qur’an Komprehensif(Indiva Pustaka, 2008),44.
[8] Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, (Litera AntarNusa,2013),73.
[9]Umi Sumbulah, Akhmad Kholil, Nasrulloh, Study Al-Qur’an dan Hadis(Uin-Maliki Press, 2014),143-147.
[10]Umi Sumbulah, Akhmad Kholil, Nasrulloh, Study Al-Qur’an dan Hadis(Uin-Maliki Press, 2014),148-150.
[11] Kadar M. Yusuf, Studi AlQuran(Amzah,2012),31-32.
[12] Ibid., hal. 32.
[13]Manna’ Kalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an(Litera AntarNusa,2013),87.
[14]Mana’ul Quthan, Pembahasan Ilmu Al-Qur’an(Penerbit Rineka Cipta), 62-63.
[15]Manna Kalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an(Litera AntarNusa,2013),82-83.
[16] Mana’ul Quthan, Pembahasan Ilmu Al-Qur’an(Penerbit Rineka Cipta),63-65.
[17] Kadar M. Yusuf, Studi AlQuran(Amzah, 2012), 30.
[18] Manna’ Khalil al-Qttan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an (Litera AntarNusa, 2014), 81-82.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar