Jumat, 07 Oktober 2016

Makkiyah dan Madaniyah (PAI B Semester III)




MAKKIYAH DAN MADANIYAH
Khoirinnisa’ Rahmah Rizqiyah
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, Malang


Abstract : The position of the Qur’an as a main source in Islam, has become the consensus of the scholars. But the same thing does not happen in the hadith, because there are some Muslims who do not recognize its position as the second source of Islamic law. History of a different tradition to the history of the Qur’an. This difference lies in the context of appearance, the process of transmission, writing. Given the strategic position of such traditions as one of the principal sources of Islamic teachings, the studies carried out againts him became very urgent.

Keywords : Qur’anic verse : Makkiyah and Madaniyah



Pendahuluan
            Sudah kita ketahui bahwa susunan ayat-ayat dan surat itu dikerjakan menurut petunjuk dari Junjungan kita, Muhammad SAW sendiri yang pada tiap-tiap beliau menerima wahyu  itu selama dua puluh tiga tahun lamanya selalu mengatakan kepada penulis-penulis wahyu itu, dimana ayat-ayat yang di sampaikannya itu harus di letakkan, dalam surat apa di muka atau di belakang. Hampir semua Huffazh dan Qurra’ dalam zaman Nabi menghafal Al-Qur’an itu menurut pembagiaan yang telah ditunjukkan oleh Rasulullah SAW itu. Jika khalifah Abu Bakar dan Khalifah Utsman berjasa mengumpulkan Al-Qur’an itu pada kemudian hari, bukanlah karena menyusun dan mengadakan pembagian baru, menambah atau mengurangi, sebagai beberapa tuduhan yang di hadapkan oleh pengarang-pengarang Barat, melainkan hanya dalam meneruskan susunan sebagaimana yang sudah di tentukan itu dan di terangkan oleh Huffazh dan Qurra’, yang menjadi saksinya dalam membukukan, menuliskan ke dalam mashaf dan memperbanyak kitab-kitab mashaf itu guna dibagikan, supaya dapat dipakai mengontrol bacaan-bacaan dan susunan yang telah tersiar.
            Masa turunnya Al-Qur’an di bagi menjadi 2 fase yang masing-masing mempunyai corak tersendiri. Pertama, masa Nabi Muhammad bermukim di Makkah, yaitu 12 tahun 5 bulan 13 hari. Yakni dari 17 Ramadhan tahun 41 dari Milad hingga awal Rabi’ul Awwal tahun 54 dari Milad nabi. Semua ayat Al-Qur’an yang turun di makkah disebut Makkiyah. Kedua, Yang di turunkan sesudah Nabi Muhammad hijrah ke Madinah, yaitu selama 9 tahun 9 bulan 9 hari. Yakni dari permulaan Rabi’ul Awwal tahun 54 dari Milad Nabi, hingga 9 dzulhijjah tahun 63 dari Milad Nabi, atau tahun 10 Hijrah. Semua ayat Al-Qur’an yang turun di Madinah disebut Madaniyah.
Al-Qur’an yang di turunkan di Makkah kira-kira 19 dari 30 juz dan Al-Qur’an yang di turunkan di Madinah kira-kira 11 dari 30 juz. Dan semuanya terdiri dari 114 surat. Permulaanya Al-Fatihah dan akhirnya An-Nas. Dapat kita bagikan ayat-ayat Al-Qur’an itu atas dua bagian, menurut tempat turunnya, yaitu ayat-ayat yang di turunkan di Mekkah, Makkiyah namanya. Dan ayat-ayat yang diturunkan di Madinah, Madaniyah namanya. Macam ayat pertama turun di Mekkah selama 13 tahun dan macam ayat kedua turun di Madinah selama 10 tahun. Bila kita periksa Al-Mushhaf dan kita perhatikan keterangan-keterangan yang terdapat di permukaan tiap-tiap surat, nyatalah bahwa surat yang turun di Makkah sejumlah 86, dan yang turun di Madinah sejumlah 28.
Para ulama sepakat mengenai penggunaan istilah Makkiyah untuk satu bagian Al-Qur’an dan Madaniyah untuk bagian lainnya. Amir Abu AI-Aziz menilai bahwa permasalahan Makkiyah dan Madaniyah penting, sehingga orang yang tidak memahami persoalan yang berkaitan dengan Makkiyah dan Madaniyah ini tidak diperkenankan menafsirkan Kitabullah. Para pakar membahas permasalahan ini dalam tema yang lazim disebut Makkiyah dan Madaniyah. Bila tidak menguasainya, banyak faedah yang tidak dapat dipetik, dan banyak mengalami kesulitan dalam mendalami Al-Qur’an. Bahkan seseorang yang hendak mengetahui Al-Qur’an tanpa memahami ayat-ayat Makkiyah dan apa itu ayat-ayat Madaniyah bisa-bisa terjebak ke dalam kesalahan yang fatal.
1.  Pengertian Ayat-Ayat Makkiyah dan Madaniyah
Pembahasan tentang ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyah sesungguhnya adalah memahami pengelompokkan ayat-ayat Al-Qur’an berdasarkan waktu dan tempat turunnya. Dalam persoalan ini, setidaknya ada tiga definisi atau ta’rif yang sering dikemukakan para ulama yang ahli di bidang ini, yaitu :
a.       Makkiyah adalah ayat-ayat Al-Qur’an yang turun sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah, dan Madaniyah adalah ayat-ayat Al-Qur’an yang turun sesudah Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah. Ta’rif ini menetapkan, ayat-ayat yang turun setelah hijrah, sekalipun terjadi di sekitar Mekah tetap di klasifikasikan sebagai ayat Madaniyah.

1)      Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-qur’an atau Tafsir, Bulan Bintang, Jakarta, 1954, hlm. 66.
b.      Makkiyah adalah ayat-ayat yang turun di Mekah sekalipun turunnya ayat itu setelah Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah, dan madaniyah adalah ayat-ayat yang turun di Madinah.

Bila definisi ini di terima, ada kesulitan untuk mengklasifikasikan ayat-ayat yang di terima Rasulullah SAW ketika beliau dalam perjalanan.

c.       Makkiyah adalah ayat-ayat yang khithab-nya di tujukan kepada penduduk Mekah, dan Madaniyah adalah ayat-ayat yang khitab-nya di tujukan kepada penduduk Madinah.

Ketiga definisi diatas pada dasarnya merupakan bagian dan usaha pengklasifikasian ayat-ayat Al-Qur’an. Tetapi, untuk menghindari kerancuan lebih tepat kalau menggunakan definisi yang pertama. Dengan pengklasifikasian yang teliti berdasarkan tempat dan waktu turunnya ayat, akan diketahui ayat-ayat mana saja yang turun lebih dahulu dan turun kemudian. Selanjutnya, akan diketahui pula kronologi turunnya ayat tertentu.

Dengan pengetahuan mengenai Makkiyah dan Madaniyah ini akan mendapatkan tiga faedah :
a.       Mengetahui ayat-ayat mana saja yang nasikh dan ayat-ayat mana saja yang mansukh, bila ada dua ayat yang berbeda.
b.      Bahwa makna dan pesan yang di kandung ayat tertentu sering kali berkaitan dengan sebab tertentu pada kasus dan tempat kejadian tertentu pula. Dengan adanya klasifikasi ini, usaha memahami ayat Al-Qur’an secara benar akan sangat terbantu.
c.       Bahwa kehidupan Rasulullah SAW, adalah uswah hasanah, sebagai teladan bagi setiap mukmin.


2.  Kaidah-Kaidah Dalam Mengetahui Makkiyah dan Madaniyah
Studi Makkiyah adalah studi sejarah, studi sirah, dan studi tentang kejadian tertentu yang memerlukan penyaksian langsung. Oleh karena itu, tidak ada jalan lain yang dapat membantu di dalam memahami ayat-ayat mana saja yang terbilang Makkiyah dan ayat-ayat mana saja yang termasuk Madaniyah, kecuali riwayat dari para sahabat Rasulullah SAW. Karena merekalah yang mengikuti perjalanan hidup Rasulullah SAW, baik di Mekkah maupun di Madinah.
Dari segi sumbernya, Makkiyah dan Madaniyah sama saja dengan Sabab Nuzul, artinya Makkiyah maupun madaniyah hanya dapat diketahui melalui riwayat demi riwayat yang di turunkan secara estafet dari satu generasi ke generasi berikutnya sebelum kemudian di bukukan atau di tulis dalam suatu bentuk catatan. Sekalipun demikian, ada semacam isyarat-isyarat yang bisa di tangkap untuk membedakan ayat Makkiyah dengan ayat Madaniyah.
2)      Umi Sumbulah, Akhmad Kholil, dan Nasrullah, Studi Al-Qur’an dan Hadis, UIN-Maliki Press, Malang, 2014, hlm. 136
Ciri-Ciri Surat Makkiyah :
a.       Ayatnya pendek-pendek / ayat Qishar.
b.      Ayat-ayatnya turun di Mekkah.
c.       Memuat kisah para nabi dan umat-umat terdahulu.
d.      Memuat kisah Adam dan Iblis (kecuali surat Al-Baqarah).
e.       Pada ayat-ayat yang Makki, tidaklah di dapat ayat-ayat yang memakai susunan kata yang berarti “Hai orang-orang yang beriman”.
Ayat-ayat Mekkah umumnya mengandung anjuran pembasmian berhala, menanam iman kepada kepada Allah, bersifat propaganda kepada kaum yang belum mengetahui tauhid dan keterangan budi pekerti yang utama serta pendidikan roh kepada kaum Muslimin yang masih sedikit bilangannya dan dalam keadaan kalah pada masa itu, menambah keteguhan percaya dalam mempertahankan diri dalam bahaya, menderita dalam sengsara , dan pendidikan adat kelakuan yang perlu untuk susunan yang teratur sebagai suatu umat yang baik.
Berpadanan dengan hal yang demikian itu, demikian kata beliau selanjutnya, ayat-ayat Mekkah itu ringkas, jelas serta dengan tajamnya mengatakan kekeliruan dan kesalahan percaya musyrik dan menyembah berhala, lalu menyeru kepada tauhid kepada membulatkan dan mengikhlaskan ibadat kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa, serta membawakan alasan daripada tanda-tanda di dalam alam dan di dalam diri manusia, yang dapat di periksa dengan pancaindera, jika berpedoman dengan akal sehat, bagi membuktikan keadaan Allah dan kekuasaan-Nya.
Ayat-ayat itu mengandung pula teguran dan ancaman dengan kehinaan dan kenistaan di dunia dan adzab akhirat, yang akan menjadi bagian segala manusia yang tidak menurut perintah Allah. Dan mengandung pula janji-janji kemuliaan di dunia dan bahagia di dalam akhirat bagi mereka yang menurut agama Allah. Ayat-ayat itu mengandung ajaran dan petunjuk tentang keutamaan budi pekerti, yang mewajibkan pujian dan kenistaan kekebalan dan hawa nafsu tidak berbudi, yang mewajibkan kecelakaan dan kehinaan.
Sebagai lagi ayat-ayat Mekkah memberi pendirian dan kekuatan hati kepada kaum Muslimin yang amat sedikit, yang menderitakan bala bencana daripada kafir yang dengki-khianat yang hendak merusak membinasa. Akhirnya ayat-ayat Mekkah menyebutkan contoh-contoh dari umat-umat yang sudah terdahulu di dalam tarikh, yang telah rusak binasa karena menyalahi jalan agama yang di turunkan oleh Allah dengan pesuruh-pesuruh-Nya yang telah terdahulu.


3)      Umi Sumbulah, Akhmad Kholil, dan Nasrullah, Studi Al-Qur’an dan Hadis, UIN-Maliki Press, Malang, 2014
Pada ayat-ayat Makki, di dalamnya tidak mengandung hukum-hukum keagamaan yang tafshili, yang di terangkan berfasal-fasal satu demi satu, tetapi di tujukan kepada pokok tujuan yang semula bagi agama, ialah untuk membawa manusia supaya mengenal akan Tuhannya, meng-Esakan Tuhan dengan sebenar-benarnya, dan menjelaskan tentang adanya Tuhan yang sebenarnya. Dan memperingatkan pada segenap manusia tentang adanya adzab (siksa) Tuhan, adanya pembalasan Tuhan atas manusia yang berbuat baik dan berbuat jahat, dan tentang adanya hari kiamat dan huru-hara di hari itu, kebajikan dan kejahatan, dengan di sertai beberapa contoh yang pernah terjadi di atas para umat yang terdahulu, para umat yang mendustakan kepada Nabi Pesuruh Tuhan dan menentang akan pimpinan mereka.

Ciri-Ciri Surat Madaniyah :
a.       Ayatnya panjang-panjang / ayat Thiwal.
b.      Ayat-ayatnya turun di Madinah.
c.       Terdapat kalimat “orang-orang yang beriman” pada ayat-ayatnya.

Adapun ayat-ayat Madinah mendasarkan susunan umat yang teratur dan memberikan peraturan untuk tatanegara,baik untuk urusan ke dalam, maupun untuk sikap perhubungan ke luar, pada waktu damai atau pada waktu ada pertempuran dan peperangan. Di Madinah, kaum muslimin segera diatur menjadi umat sebangsa dan senegeri, yang mesti memakai aturan yang nyata-nyata dan patut-patut, sepadan dengan keperluan kemajuan dalam pergaulan rumah tangga, berkampung dan bernegeri, tuntunan dalam perhubungan dengan orang luaran, dalam pertarungan dengan musuh, untuk menjaga keamanan dan keselamatan pergaulan , kesejahteraan dalam urusan pembagian rezeki dan harta, kesentosaan dalam urusan mengatur negeri dan menyusun kerajaan.
Bagi segala itu, turun ayat-ayat Al-Qur’an memberi pokok-pokok peraturan dan asas-asasnya dan tujuannya, begitu juga tidak sedikit mengandung peraturan yang cukup, yang dapat di jalankan dengan hasil yang memuaskan. Maka sepadan dengan sifatnya itu adalah ayat-ayat Madinah itu banyak yang panjang-panjang, yang mengandung keterangan yang luas dan dalam, berkenaan dengan tiap-tiap bagian kehidupan di dalam pergaulan yang teratur, dengan hukum yang nyata dan pemerintahan yang tentu.


4)      Umi Sumbulah, Akhmad Kholil, dan Nasrullah, Studi Al-Qur’an dan Hadis, UIN-Maliki Press, Malang, 2014
5)      Moenawar Kholil, Al-qur’an Dari Masa Ke Masa, Penerbit Ramadhani, Solo, 1994. Hlm. 13.



Ada hal yang perlu diingat, bahwa surat Makkiyah maupun surat Madaniyah tidak selalu bermuatan ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyah. Bisa jadi di dalam surah yang di klasifikasikan Makkiyah terdapat ayat-ayat Madaniyah. Demikian pula sebaliknya. Misalnya pada surat Al-Baqarah. Surat ini diklasifikasikan sebagai surat Madaniyah, tetapi pada surat tersebut terdapat makna “Hai sekalian manusia” yang menjadi dhawabith ayat-ayat Makkiyah. Misalnya lagi pada surat Al-Hajj. Disana terdapat kalimat yang menjadi ciri surat Madaniyah, yaitu terdapat kalimat “Hai orang-orang yang beriman”.
Isyarat-Isyarat atau ciri-ciriyang lazim disebut dhawabith, baik itu pada Madaniyah maupun Makkiyah, bukanlah sesuatu yang pasti. Ketetapan itu diambil berdasarkan taghlib, yakni kebanyakan atau kebiasaan. Dengan demikian, bisa disusun semacam pengelompokan surat-surat Al-Qur’an sebagai berikut :
a.       Surat Makkiyah yang keseluruhan ayat-ayatnya Makkiyah.Misalnya surat Al-Muddatsir. Demikian juga surat Madaniyah yang keseluruhan ayatnya Madaniyah. Misalnya Surat Ali-Imran.
b.      Surat Makkiyah yang sebagian besar ayat-ayatnya Makkiyah, kecuali beberapa ayat lainnya yang Madaniyah. Misalnya, surat Al-A’raf. Hampir keseluruhan ayat dalam surat ini adalah Makkiyah, kecuali ayat 163 sampai dengan ayat 171.
c.       Surat Madaniyah yang hampir keseluruhan ayatnya Madaniyah, kecuali beberapa ayat. Misalnya surat Al-hajj yang keseluruhan ayatnya Madaniyah, kecuali empat ayatnya yang Makkiyah, yaitu ayat 52 sampai dengan ayat 55.

Suyuthiy mengungkapkan bahwa ada sebagian ulama yang di dalam menetapkan Makkiyah dan Madaniyah suatu ayat menggunakan pendekatan ijtihad. Pendekatan semacam ini oleh Subhi Shalih dinilai sebagai sesuatu yang wajar dan tidak bertentangan dengan pesan riwayat Ibnu Abbas yang berbunyi : “Apabila pembukaan suatu surat di turunkan di Mekah, surat itu dinyatakan Makkiyah”.  Subhiy mengambil contoh surat Al-Isra’. Surat ini, kata Shubiy adalah Makkiyah , tetapi di dalam surat itu terdapat ayat-ayat yang di kecualikan, yaitu ayat 73. Oleh karena sejak pembukaannya Makkiyah dan hampir keseluruhan ayat pada surat itu Makkiyah, maka tidak ada kesulitan di dalam menetapkan Makkiyahnya surat ini.
Tampaknya agak kesulitan di dalam menangkap maksud Shubhiy ketika ia menjelaskan proses ijtihad pada pengambilan keputusan Makkiyah dan Madaniyahnya suatu surat. Mungkin kita lebih menangkap bila yang di contohkannya adalah surat Al-Fatihah. Beberapa ulama seperti Imam Mujabid, mengatakan surat ini termasuk Madaniyah, tetapi Ibnu Abbas, Al-Dhahak, Muqatil dan Atha berpendapat surat ini bukan termasuk klasifikasiMadaniyah, tetapi Makkiyah.


6)      Umi Sumbulah, Akhmad Kholil, dan Nasrullah, Studi Al-Qur’an dan Hadis, UIN-Maliki Press, Malang, 2014, hlm. 141
Jika yang dilacak hanya sekedar menyangkut tempat dimana surat itu diturunkan, maka persoalannya bisa selesai dengan kompromi kedua pendapat yang ada, yaitu dengan mengatakan ayat itu turun tidak satu kali, tidak sebelum hijrah saja dan tidak sesudah Rasulullah SAW hijrah ke Madinah saja. Hanya saja bila yang di targetkan bukan sekedar itu, misalnya bila target itu untuk kepentingan penyusunan kronologi turunnya surat, maka cara melakukan kompromi kedua pendapat seperti diatas tidaklah cukup. Dalam keadaan seperti ini, diperlukan ijtihad. Al-Wahidi misalnya, menanyakan keabsahan pendapat yang mengatakan surat Al-Fatihah turun sesudah hijrah. Belasan tahun Rasulullah salat di Mekah, tidak mungkin di dalam shalat beliau tidak membaca Al-Fatihah. Penulis kitab Ashab al-Nuzul yang terkenal ketat di dalam memegang riwayat dan sanad inipun dalam keadaan tertentu menggunakan pendekatan argumentatif, atau berijtihad. Al-Wahidiy tidak selamanya berpatokan pada riwayat dan menolak ijtihad di dalam mengatasi kasus yang tengah kita bahas ini seperti ketika ia mempersoalkan Madaniyahnya surat Al-Fatihah ini.
7)      Umi Sumbulah, Akhmad Kholil, dan Nasrullah, Studi Al-Qur’an dan Hadis, UIN-Maliki Press, Malang, 2014, hlm. 142

Kesimpulan
Makkiyah adalah ayat-ayat yang turun di Mekah sekalipun turunnya ayat itu setelah Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah, dan madaniyah adalah ayat-ayat yang turun di Madinah.
Ciri-Ciri Surat Makkiyah : Ayatnya pendek-pendek / ayat Qishar, Ayat-ayatnya turun di Mekkah, Memuat kisah para nabi dan umat0umat terdahulu, Memuat kisah Adam dan Iblis (kecuali surat Al-Baqarah), Pada ayat-ayat yang Makki, tidaklah di dapat ayat-ayat yang memakai susunan kata yang berarti “Hai orang-orang yang beriman”.
Ciri-Ciri Surat Madaniyah : Ayatnya panjang-panjang / ayat Thiwal, Ayat-ayatnya turun di Madinah, Terdapat kalimat “orang-orang yang beriman” pada ayat-ayatnya.
Daftar Rujukan

Aceh, Abubakar. Sejarah Al-qur’an. Solo : CV. Ramadhani. 1948.

Kholil, Moenawar. Al-qur’an Dari Masa ke Masa. Solo : CV. Ramadhani. 1994.

Ash-Shiddieqy, M. Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-qur’an/Tafsir. Jakarta : Bulan-
      Bintang. 1954.

Sumbulah, Umi dkk. Studi Al-Qur’an dan Hadis. Malang : UIN-Maliki Press. 2014.
Revisi:
1.      Tidak ditemukan indikasi copy-paste.
2.      Struktur penulisan makalah ini baik (cukup sesuai dengan artikel jurnal rujukan), hanya saja agak “minimalis” dan pembahasan mengenai kegunaan mempelajari makkiyah-madaniyah diselipkan dalam definisi padahal harus berdiri menjadi item tersendiri.
3.      Cara penulisan footnote bukan dengan cara manual, tetapi dengan “Ctrl+Alt+f” atau pilih menu references > Insert Footnote. Tolong diperbaiki lagi.
4.      Jumlah referensi belum memenuhi standar (lima referensi).
5.      Abstraknya tidak nyambung dengan tulisan dalam makalah ini.
6.      Tolong dipelajari lagi mengenai cara penulisan footnote. 
Namun, saya mengapresiasi makalah ini karena dikerjakan sendirian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar