MAKKIYAH DAN
MADANIYAH
Khoirinnisa’ Rahmah Rizqiyah
Universitas
Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, Malang
Abstract : The position of the Qur’an as a main source in Islam, has
become the consensus of the scholars. But the same thing does not happen in the
hadith, because there are some Muslims who do not recognize its position as the
second source of Islamic law. History of a different tradition to the history
of the Qur’an. This difference lies in the context of appearance, the process
of transmission, writing. Given the strategic position of such traditions as
one of the principal sources of Islamic teachings, the studies carried out
againts him became very urgent.
Keywords : Qur’anic verse : Makkiyah and Madaniyah
Pendahuluan
Sudah kita ketahui bahwa susunan
ayat-ayat dan surat itu dikerjakan menurut petunjuk dari Junjungan kita,
Muhammad SAW sendiri yang pada tiap-tiap beliau menerima wahyu itu selama dua puluh tiga tahun lamanya
selalu mengatakan kepada penulis-penulis wahyu itu, dimana ayat-ayat yang di
sampaikannya itu harus di letakkan, dalam surat apa di muka atau di belakang.
Hampir semua Huffazh dan Qurra’ dalam zaman Nabi menghafal Al-Qur’an itu
menurut pembagiaan yang telah ditunjukkan oleh Rasulullah SAW itu. Jika
khalifah Abu Bakar dan Khalifah Utsman berjasa mengumpulkan Al-Qur’an itu pada
kemudian hari, bukanlah karena menyusun dan mengadakan pembagian baru, menambah
atau mengurangi, sebagai beberapa tuduhan yang di hadapkan oleh
pengarang-pengarang Barat, melainkan hanya dalam meneruskan susunan sebagaimana
yang sudah di tentukan itu dan di terangkan oleh Huffazh dan Qurra’, yang menjadi
saksinya dalam membukukan, menuliskan ke dalam mashaf dan memperbanyak
kitab-kitab mashaf itu guna dibagikan, supaya dapat dipakai mengontrol
bacaan-bacaan dan susunan yang telah tersiar.
Masa turunnya Al-Qur’an di bagi menjadi
2 fase yang masing-masing mempunyai corak tersendiri. Pertama, masa Nabi
Muhammad bermukim di Makkah, yaitu 12 tahun 5 bulan 13 hari. Yakni dari 17
Ramadhan tahun 41 dari Milad hingga awal Rabi’ul Awwal tahun 54 dari Milad
nabi. Semua ayat Al-Qur’an yang turun di makkah disebut Makkiyah. Kedua, Yang
di turunkan sesudah Nabi Muhammad hijrah ke Madinah, yaitu selama 9 tahun 9
bulan 9 hari. Yakni dari permulaan Rabi’ul Awwal tahun 54 dari Milad Nabi,
hingga 9 dzulhijjah tahun 63 dari Milad Nabi, atau tahun 10 Hijrah. Semua ayat
Al-Qur’an yang turun di Madinah disebut Madaniyah.
Al-Qur’an yang di turunkan di Makkah
kira-kira 19 dari 30 juz dan Al-Qur’an yang di turunkan di Madinah kira-kira 11
dari 30 juz. Dan semuanya terdiri dari 114 surat. Permulaanya Al-Fatihah dan
akhirnya An-Nas. Dapat kita bagikan ayat-ayat Al-Qur’an itu atas dua bagian,
menurut tempat turunnya, yaitu ayat-ayat yang di turunkan di Mekkah, Makkiyah
namanya. Dan ayat-ayat yang diturunkan di Madinah, Madaniyah namanya. Macam
ayat pertama turun di Mekkah selama 13 tahun dan macam ayat kedua turun di
Madinah selama 10 tahun. Bila kita periksa Al-Mushhaf dan kita perhatikan
keterangan-keterangan yang terdapat di permukaan tiap-tiap surat, nyatalah
bahwa surat yang turun di Makkah sejumlah 86, dan yang turun di Madinah sejumlah
28.
Para ulama sepakat mengenai penggunaan
istilah Makkiyah untuk satu bagian Al-Qur’an dan Madaniyah untuk bagian
lainnya. Amir Abu AI-Aziz menilai bahwa permasalahan Makkiyah dan Madaniyah
penting, sehingga orang yang tidak memahami persoalan yang berkaitan dengan
Makkiyah dan Madaniyah ini tidak diperkenankan menafsirkan Kitabullah. Para
pakar membahas permasalahan ini dalam tema yang lazim disebut Makkiyah dan
Madaniyah. Bila tidak menguasainya, banyak faedah yang tidak dapat dipetik, dan
banyak mengalami kesulitan dalam mendalami Al-Qur’an. Bahkan seseorang yang
hendak mengetahui Al-Qur’an tanpa memahami ayat-ayat Makkiyah dan apa itu
ayat-ayat Madaniyah bisa-bisa terjebak ke dalam kesalahan yang fatal.
1.
Pengertian
Ayat-Ayat Makkiyah dan Madaniyah
Pembahasan tentang ayat-ayat Makkiyah
dan Madaniyah sesungguhnya adalah memahami pengelompokkan ayat-ayat Al-Qur’an
berdasarkan waktu dan tempat turunnya. Dalam persoalan ini, setidaknya ada tiga
definisi atau ta’rif yang sering dikemukakan para ulama yang ahli di bidang
ini, yaitu :
a.
Makkiyah adalah ayat-ayat Al-Qur’an
yang turun sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah, dan Madaniyah adalah
ayat-ayat Al-Qur’an yang turun sesudah Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah.
Ta’rif ini menetapkan, ayat-ayat yang turun setelah hijrah, sekalipun terjadi
di sekitar Mekah tetap di klasifikasikan sebagai ayat Madaniyah.
1)
Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-qur’an atau
Tafsir, Bulan Bintang, Jakarta, 1954, hlm. 66.
b.
Makkiyah adalah ayat-ayat yang turun di
Mekah sekalipun turunnya ayat itu setelah Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah,
dan madaniyah adalah ayat-ayat yang turun di Madinah.
Bila definisi ini di terima, ada kesulitan untuk
mengklasifikasikan ayat-ayat yang di terima Rasulullah SAW ketika beliau dalam
perjalanan.
c.
Makkiyah adalah ayat-ayat yang
khithab-nya di tujukan kepada penduduk Mekah, dan Madaniyah adalah ayat-ayat
yang khitab-nya di tujukan kepada penduduk Madinah.
Ketiga definisi diatas pada dasarnya merupakan bagian dan
usaha pengklasifikasian ayat-ayat Al-Qur’an. Tetapi, untuk menghindari
kerancuan lebih tepat kalau menggunakan definisi yang pertama. Dengan
pengklasifikasian yang teliti berdasarkan tempat dan waktu turunnya ayat, akan
diketahui ayat-ayat mana saja yang turun lebih dahulu dan turun kemudian.
Selanjutnya, akan diketahui pula kronologi turunnya ayat tertentu.
Dengan
pengetahuan mengenai Makkiyah dan Madaniyah ini akan mendapatkan tiga faedah :
a. Mengetahui
ayat-ayat mana saja yang nasikh dan ayat-ayat mana saja yang mansukh, bila ada
dua ayat yang berbeda.
b. Bahwa
makna dan pesan yang di kandung ayat tertentu sering kali berkaitan dengan
sebab tertentu pada kasus dan tempat kejadian tertentu pula. Dengan adanya
klasifikasi ini, usaha memahami ayat Al-Qur’an secara benar akan sangat
terbantu.
c. Bahwa
kehidupan Rasulullah SAW, adalah uswah hasanah, sebagai teladan bagi setiap
mukmin.
2.
Kaidah-Kaidah
Dalam Mengetahui Makkiyah dan Madaniyah
Studi Makkiyah adalah studi sejarah,
studi sirah, dan studi tentang kejadian tertentu yang memerlukan penyaksian
langsung. Oleh karena itu, tidak ada jalan lain yang dapat membantu di dalam
memahami ayat-ayat mana saja yang terbilang Makkiyah dan ayat-ayat mana saja
yang termasuk Madaniyah, kecuali riwayat dari para sahabat Rasulullah SAW.
Karena merekalah yang mengikuti perjalanan hidup Rasulullah SAW, baik di Mekkah
maupun di Madinah.
Dari segi sumbernya, Makkiyah dan
Madaniyah sama saja dengan Sabab Nuzul, artinya Makkiyah maupun madaniyah hanya
dapat diketahui melalui riwayat demi riwayat yang di turunkan secara estafet
dari satu generasi ke generasi berikutnya sebelum kemudian di bukukan atau di
tulis dalam suatu bentuk catatan. Sekalipun demikian, ada semacam isyarat-isyarat
yang bisa di tangkap untuk membedakan ayat Makkiyah dengan ayat Madaniyah.
2)
Umi
Sumbulah, Akhmad Kholil, dan Nasrullah, Studi
Al-Qur’an dan Hadis, UIN-Maliki Press, Malang, 2014, hlm. 136
Ciri-Ciri Surat Makkiyah :
a.
Ayatnya pendek-pendek / ayat Qishar.
b.
Ayat-ayatnya turun di Mekkah.
c.
Memuat kisah para nabi dan umat-umat
terdahulu.
d.
Memuat kisah Adam dan Iblis (kecuali
surat Al-Baqarah).
e.
Pada ayat-ayat yang Makki, tidaklah di
dapat ayat-ayat yang memakai susunan kata yang berarti “Hai orang-orang yang
beriman”.
Ayat-ayat Mekkah umumnya mengandung
anjuran pembasmian berhala, menanam iman kepada kepada Allah, bersifat
propaganda kepada kaum yang belum mengetahui tauhid dan keterangan budi pekerti
yang utama serta pendidikan roh kepada kaum Muslimin yang masih sedikit
bilangannya dan dalam keadaan kalah pada masa itu, menambah keteguhan percaya
dalam mempertahankan diri dalam bahaya, menderita dalam sengsara , dan
pendidikan adat kelakuan yang perlu untuk susunan yang teratur sebagai suatu
umat yang baik.
Berpadanan dengan hal yang demikian
itu, demikian kata beliau selanjutnya, ayat-ayat Mekkah itu ringkas, jelas
serta dengan tajamnya mengatakan kekeliruan dan kesalahan percaya musyrik dan
menyembah berhala, lalu menyeru kepada tauhid kepada membulatkan dan
mengikhlaskan ibadat kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa, serta membawakan alasan
daripada tanda-tanda di dalam alam dan di dalam diri manusia, yang dapat di
periksa dengan pancaindera, jika berpedoman dengan akal sehat, bagi membuktikan
keadaan Allah dan kekuasaan-Nya.
Ayat-ayat itu mengandung pula teguran
dan ancaman dengan kehinaan dan kenistaan di dunia dan adzab akhirat, yang akan
menjadi bagian segala manusia yang tidak menurut perintah Allah. Dan mengandung
pula janji-janji kemuliaan di dunia dan bahagia di dalam akhirat bagi mereka
yang menurut agama Allah. Ayat-ayat itu mengandung ajaran dan petunjuk tentang
keutamaan budi pekerti, yang mewajibkan pujian dan kenistaan kekebalan dan hawa
nafsu tidak berbudi, yang mewajibkan kecelakaan dan kehinaan.
Sebagai lagi ayat-ayat Mekkah memberi
pendirian dan kekuatan hati kepada kaum Muslimin yang amat sedikit, yang
menderitakan bala bencana daripada kafir yang dengki-khianat yang hendak
merusak membinasa. Akhirnya ayat-ayat Mekkah menyebutkan contoh-contoh dari
umat-umat yang sudah terdahulu di dalam tarikh, yang telah rusak binasa karena
menyalahi jalan agama yang di turunkan oleh Allah dengan pesuruh-pesuruh-Nya
yang telah terdahulu.
3)
Umi
Sumbulah, Akhmad Kholil, dan Nasrullah, Studi
Al-Qur’an dan Hadis, UIN-Maliki Press, Malang, 2014
Pada ayat-ayat Makki, di dalamnya tidak
mengandung hukum-hukum keagamaan yang tafshili, yang di terangkan
berfasal-fasal satu demi satu, tetapi di tujukan kepada pokok tujuan yang
semula bagi agama, ialah untuk membawa manusia supaya mengenal akan Tuhannya,
meng-Esakan Tuhan dengan sebenar-benarnya, dan menjelaskan tentang adanya Tuhan
yang sebenarnya. Dan memperingatkan pada segenap manusia tentang adanya adzab
(siksa) Tuhan, adanya pembalasan Tuhan atas manusia yang berbuat baik dan
berbuat jahat, dan tentang adanya hari kiamat dan huru-hara di hari itu,
kebajikan dan kejahatan, dengan di sertai beberapa contoh yang pernah terjadi
di atas para umat yang terdahulu, para umat yang mendustakan kepada Nabi
Pesuruh Tuhan dan menentang akan pimpinan mereka.
Ciri-Ciri Surat Madaniyah :
a.
Ayatnya panjang-panjang / ayat Thiwal.
b.
Ayat-ayatnya turun di Madinah.
c.
Terdapat kalimat “orang-orang yang
beriman” pada ayat-ayatnya.
Adapun ayat-ayat Madinah mendasarkan susunan
umat yang teratur dan memberikan peraturan untuk tatanegara,baik untuk urusan
ke dalam, maupun untuk sikap perhubungan ke luar, pada waktu damai atau pada
waktu ada pertempuran dan peperangan. Di Madinah, kaum muslimin segera diatur
menjadi umat sebangsa dan senegeri, yang mesti memakai aturan yang nyata-nyata
dan patut-patut, sepadan dengan keperluan kemajuan dalam pergaulan rumah
tangga, berkampung dan bernegeri, tuntunan dalam perhubungan dengan orang
luaran, dalam pertarungan dengan musuh, untuk menjaga keamanan dan keselamatan
pergaulan , kesejahteraan dalam urusan pembagian rezeki dan harta, kesentosaan
dalam urusan mengatur negeri dan menyusun kerajaan.
Bagi segala itu, turun ayat-ayat
Al-Qur’an memberi pokok-pokok peraturan dan asas-asasnya dan tujuannya, begitu
juga tidak sedikit mengandung peraturan yang cukup, yang dapat di jalankan
dengan hasil yang memuaskan. Maka sepadan dengan sifatnya itu adalah ayat-ayat
Madinah itu banyak yang panjang-panjang, yang mengandung keterangan yang luas dan
dalam, berkenaan dengan tiap-tiap bagian kehidupan di dalam pergaulan yang
teratur, dengan hukum yang nyata dan pemerintahan yang tentu.
4)
Umi
Sumbulah, Akhmad Kholil, dan Nasrullah, Studi
Al-Qur’an dan Hadis, UIN-Maliki Press, Malang, 2014
5)
Moenawar Kholil, Al-qur’an Dari Masa Ke Masa, Penerbit Ramadhani, Solo, 1994. Hlm.
13.
Ada hal yang perlu diingat, bahwa surat
Makkiyah maupun surat Madaniyah tidak selalu bermuatan ayat-ayat Makkiyah dan
Madaniyah. Bisa jadi di dalam surah yang di klasifikasikan Makkiyah terdapat
ayat-ayat Madaniyah. Demikian pula sebaliknya. Misalnya pada surat Al-Baqarah.
Surat ini diklasifikasikan sebagai surat Madaniyah, tetapi pada surat tersebut
terdapat makna “Hai sekalian manusia” yang menjadi dhawabith ayat-ayat
Makkiyah. Misalnya lagi pada surat Al-Hajj. Disana terdapat kalimat yang
menjadi ciri surat Madaniyah, yaitu terdapat kalimat “Hai orang-orang yang
beriman”.
Isyarat-Isyarat atau ciri-ciriyang
lazim disebut dhawabith, baik itu pada Madaniyah maupun Makkiyah, bukanlah
sesuatu yang pasti. Ketetapan itu diambil berdasarkan taghlib, yakni kebanyakan
atau kebiasaan. Dengan demikian, bisa disusun semacam pengelompokan surat-surat
Al-Qur’an sebagai berikut :
a. Surat
Makkiyah yang keseluruhan ayat-ayatnya Makkiyah.Misalnya surat Al-Muddatsir.
Demikian juga surat Madaniyah yang keseluruhan ayatnya Madaniyah. Misalnya
Surat Ali-Imran.
b. Surat
Makkiyah yang sebagian besar ayat-ayatnya Makkiyah, kecuali beberapa ayat
lainnya yang Madaniyah. Misalnya, surat Al-A’raf. Hampir keseluruhan ayat dalam
surat ini adalah Makkiyah, kecuali ayat 163 sampai dengan ayat 171.
c. Surat
Madaniyah yang hampir keseluruhan ayatnya Madaniyah, kecuali beberapa ayat.
Misalnya surat Al-hajj yang keseluruhan ayatnya Madaniyah, kecuali empat
ayatnya yang Makkiyah, yaitu ayat 52 sampai dengan ayat 55.
Suyuthiy mengungkapkan bahwa ada
sebagian ulama yang di dalam menetapkan Makkiyah dan Madaniyah suatu ayat
menggunakan pendekatan ijtihad. Pendekatan semacam ini oleh Subhi Shalih
dinilai sebagai sesuatu yang wajar dan tidak bertentangan dengan pesan riwayat
Ibnu Abbas yang berbunyi : “Apabila pembukaan suatu surat di turunkan di Mekah,
surat itu dinyatakan Makkiyah”. Subhiy
mengambil contoh surat Al-Isra’. Surat ini, kata Shubiy adalah Makkiyah ,
tetapi di dalam surat itu terdapat ayat-ayat yang di kecualikan, yaitu ayat 73.
Oleh karena sejak pembukaannya Makkiyah dan hampir keseluruhan ayat pada surat
itu Makkiyah, maka tidak ada kesulitan di dalam menetapkan Makkiyahnya surat
ini.
Tampaknya agak kesulitan di dalam
menangkap maksud Shubhiy ketika ia menjelaskan proses ijtihad pada pengambilan
keputusan Makkiyah dan Madaniyahnya suatu surat. Mungkin kita lebih menangkap
bila yang di contohkannya adalah surat Al-Fatihah. Beberapa ulama seperti Imam
Mujabid, mengatakan surat ini termasuk Madaniyah, tetapi Ibnu Abbas, Al-Dhahak,
Muqatil dan Atha berpendapat surat ini bukan termasuk klasifikasiMadaniyah,
tetapi Makkiyah.
6)
Umi
Sumbulah, Akhmad Kholil, dan Nasrullah, Studi
Al-Qur’an dan Hadis, UIN-Maliki Press, Malang, 2014, hlm. 141
Jika yang dilacak hanya sekedar
menyangkut tempat dimana surat itu diturunkan, maka persoalannya bisa selesai
dengan kompromi kedua pendapat yang ada, yaitu dengan mengatakan ayat itu turun
tidak satu kali, tidak sebelum hijrah saja dan tidak sesudah Rasulullah SAW
hijrah ke Madinah saja. Hanya saja bila yang di targetkan bukan sekedar itu,
misalnya bila target itu untuk kepentingan penyusunan kronologi turunnya surat,
maka cara melakukan kompromi kedua pendapat seperti diatas tidaklah cukup.
Dalam keadaan seperti ini, diperlukan ijtihad. Al-Wahidi misalnya, menanyakan
keabsahan pendapat yang mengatakan surat Al-Fatihah turun sesudah hijrah.
Belasan tahun Rasulullah salat di Mekah, tidak mungkin di dalam shalat beliau
tidak membaca Al-Fatihah. Penulis kitab Ashab al-Nuzul yang terkenal ketat di
dalam memegang riwayat dan sanad inipun dalam keadaan tertentu menggunakan
pendekatan argumentatif, atau berijtihad. Al-Wahidiy tidak selamanya berpatokan
pada riwayat dan menolak ijtihad di dalam mengatasi kasus yang tengah kita
bahas ini seperti ketika ia mempersoalkan Madaniyahnya surat Al-Fatihah ini.
7)
Umi
Sumbulah, Akhmad Kholil, dan Nasrullah, Studi
Al-Qur’an dan Hadis, UIN-Maliki Press, Malang, 2014, hlm. 142
Kesimpulan
Makkiyah
adalah ayat-ayat yang turun di Mekah sekalipun turunnya ayat itu setelah Nabi
Muhammad SAW hijrah ke Madinah, dan madaniyah adalah ayat-ayat yang turun di
Madinah.
Ciri-Ciri Surat Makkiyah : Ayatnya
pendek-pendek / ayat Qishar, Ayat-ayatnya turun di Mekkah, Memuat kisah para
nabi dan umat0umat terdahulu, Memuat kisah Adam dan Iblis (kecuali surat
Al-Baqarah), Pada ayat-ayat yang Makki, tidaklah di dapat ayat-ayat yang
memakai susunan kata yang berarti “Hai orang-orang yang beriman”.
Ciri-Ciri Surat Madaniyah : Ayatnya
panjang-panjang / ayat Thiwal, Ayat-ayatnya turun di Madinah, Terdapat kalimat
“orang-orang yang beriman” pada ayat-ayatnya.
Daftar Rujukan
Aceh,
Abubakar. Sejarah Al-qur’an. Solo :
CV. Ramadhani. 1948.
Kholil,
Moenawar. Al-qur’an Dari Masa ke Masa. Solo
: CV. Ramadhani. 1994.
Ash-Shiddieqy,
M. Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu
Al-qur’an/Tafsir. Jakarta : Bulan-
Bintang. 1954.
Sumbulah, Umi dkk. Studi Al-Qur’an dan Hadis. Malang : UIN-Maliki Press. 2014.
Revisi:
1.
Tidak ditemukan indikasi copy-paste.
2.
Struktur penulisan makalah ini baik
(cukup sesuai dengan artikel jurnal rujukan), hanya saja agak “minimalis” dan
pembahasan mengenai kegunaan mempelajari makkiyah-madaniyah diselipkan dalam
definisi padahal harus berdiri menjadi item tersendiri.
3.
Cara penulisan footnote bukan dengan
cara manual, tetapi dengan “Ctrl+Alt+f” atau pilih menu references > Insert
Footnote. Tolong diperbaiki lagi.
4.
Jumlah referensi belum memenuhi standar
(lima referensi).
5.
Abstraknya tidak nyambung dengan
tulisan dalam makalah ini.
6.
Tolong dipelajari lagi mengenai cara
penulisan footnote.
Namun, saya mengapresiasi makalah ini karena dikerjakan sendirian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar