STUDI
FIQIH
(Sejarah Perkembangan Islam)
Disusun oleh :
Muhammad
Rosyid Ridho (15110181)
Tri Candra Buana I (15110183)
Muhammad Fardiansyah Arif (15110184)
Sejarah Perkembangan Ilmu Fiqih
Para ahli membagi sejarah
perkembangan ilmu fiqih kepada periode.Pertama, periode pertumbuhan, di
mulai sejak kebangkitan(bi’tsah ) nabi muhammad saw. Sampai beliau wafat (12
rabi’ul awwal 11 H/8 juni 632 M). Kedua periode sahabat dan tabi’in
mulai dari khalifah pertama (khulafat rasyidin) sampai pada masa dinasti
amawiyyah (11H-101H/632-720M). Ketiga, periode kesempurnaan, yakni
periode imam-imam mujtahid besar di rasah islamiah pada masa keemasan bani
abbasiyah yang berlangsung selama 250 tahun (101-350H/720-961M). Keempat. Periode
kemunduran sebagai akibat taklid dan kebekuan karena hanya menyandarkan
produk-produk ijtihad mujtahid-mujtahid sebelumnya yang dimulai pada
pertengahan abad keempat hijriyah sampai akhir abad ke 13 H, atau sampai terbitnya buku majallat
al ahkam al ‘adiyat tahun 1876 M. Kelima, periode pembangunan
kembali, dimulai dari terbitnya buku itu sampai sekarang.
Masing-masing
periode di atas dapat di perinci sebagai berikut:
1.
Periode pertumbuhan
Periode ini berlangsung selama 20 tahun
beberapa bulan di bagi kepada dua masa:
Pertama,ketika nabi masih berada di makkah melakukan
dakwah perorangan secra sembunyi-sembunyi dengan memberikan penekanan kepada
aspek tauhid.kemudian di ikuti dengan dakwah terbuka. Masa itu berlangsung
kerang lebih 13 tahun dan sedikit ayat-ayat hukum yang diturunkan.hal ini
memang wajar, bagaikan mendirikan sebuah bangunan, pondasilah terlebih dahulu
di buat, dan setelah itu bagian lainya di atas pondasi. Begitu pula dengan
membangun manusia beragama, keimanan dan tauhidlah yang perlu ditanamkan
terlebih dahulu, karena memang itulah dasar dari agama itu sendiri. Kedua,
sejak nabi hijrah ke madinah (16 juli 622M). Pada masa ini terbentuklah
negara islam yang dengan sendirinya
memerlukan seperangkat aturan hukum untuk mengatur sistem masyarakat islam
madinah.oleh karena itu, sejak masa ini secara berangsur-angsur wahyu turun
mulai berisi hukum-hukum, baik karena sesuatu peristiwa kemasyarakatan yang
memang memerlukan penanganan yuridis nabi, ataupun adanya pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan oleh mayarakat, atau juga wahyu yang diturunkan oleh allah tanpa
suatu sebab seperti di atas. Pada masa ini fiqih lebih bersifat praktis dan
realis dalam arti kaum muslimin mencari hukum dari suatu peristiwa tersebut
betul-betul terjadi.
Sumber hukum pada periode ini adalah wahyu allah
yang diturunkan kepada nabi muhammad, baik yang kata-kata dan maknanya langsung
dari allah (al qur’an) maupun hanya maknanya dari allah, sedangkan kata-katanya
dari nabi(hadist).
2.
Periode sahabat
Periode ini bermula pada tahun 11 H (sejak nabi
wafat) sampai akhir abad pertama
hijriyah (kurang lebih 101 H).
Pada masa ini daerah kekuasaan islam semakin
luas, meliputi beberapa daerah diluar semenanjung arabiah, seperti
mesir,siria,irak,dan iran(persia). Dan, bersamaan dengan itu pula, agama islam
berkembang dengan pesat mengikuti perkembangan daerah itu sendiri.
Di periode sahabat ini, kaum
muslimin telah memiliki rujukan hukum syariat yang sempurna berupa al qur’an
dan hadist rasul. Hanya tidak semua orang dapat memahami materi atau kaidah
hukum yang terdapat pada kedua sumber yaitu al qur’an dan hadist secara benar.
Karena,pertama, baik
karena tidak semua orang yang mempunyai kemampuan yang sama maupun karena masa
atau pergaulan mereka yang tidak begitu dekat dengan nabi, banyak di antara
kaum muslim yang tidak memahami sumber tersebut seorang diri tanpa bantua orang
lain. Kedua, belum tersebar luasnya materi atau teori-teori hukum itu di
kalangan kaum muslimin akibat perluasan daerah seperti disebut di atas.
Ketiga, banyaknya peristiwa hukum baru yang belum pernah terjadi pada masa
rasulullah yang ketentuan hukumnya secara pasti tidak ditemukan dalam nash
syariat.
Di dorong oleh ketiga hal
tersebut di atas, para sahabat utama merasa dituntun untuk memberikan tantangan
segala hal yang perlu dijelaskan, memberi tafsiran terhadap ayat atau hadist
serta memberi fatwa tentang kasus-kasus yang terjadi masa itu, tapi tidak
ditemukan ketentuan hukumnya dalam nash dengan melakukan ijtihad. Oleh karena
itu, sumber hukum islam pada masa sahabat ini bertambah dengan ijtihad sahabat
disamping al qur’an dan hadist itu sendiri.
Wajar bila dikalangan sahabat
dalam melakukan ijtihad terdapat perbedaan-perbedaan pendapat. Hal ini karena, pertama,
kebanyakan ayat al qur’an dan hadist bersifat zhanny dari sudut
pengertianya. Kedua, belum termodifikasinya hadist nabi yang dapat
dipedomani secara utuh dan menyeluruh. Ketiga, lingkungan dan kondisi daerah yang dialami,
persoalan-persoalan yang dialami serat dihadapi oleh sahabat-sahabat itu tidak
sama.
3.
Periode kesempurnaan
Disebut juga periode pembinaan dan pembukuan
hukum islam. Pada masa ini fiqih islam
mengalami kemajuan yang sangat pesat sekali pembukuan dan penulisan hukum islam
dilakukan dengan intensif,baik berupa penulisan hadist-hadist nabi, fatwa-fatwa
para sahabat dan tabi’in, tafsir al qur’an, kumpulan pendapat imam-imam fiqih,
dan penyusunan ilmu ushul fiqih.
Di antara faktor yang menyebabkan pesatnya
gerakan ijtihad pada masa ini adalah karena meluasnya daerah kekuasaan islam,
mulai dari perbatasan tiongkok disebelah timur sampai ke andalusia (sepanyol),
sebelah barat.
Diantara
faktor yang sangat menentukan pesatnya
perkembangan ilmu fiqih khususnya ilmu pengetahuan pada umumnya, paada periode
ini adalah sebagai berikut:
a.
Adanya perhatian pemerintahan(khalifah) yang
besar terhadap ilmu fiqih khususnya, atau terhadap ilmu pengetahuan pada
umumnya.
b.
Adanya kebebasan berpendapat dan berkembangnya
diskusi-diskusi ilmiah dikalangan ulama’.
c.
Telah terkodifikasinya refrensi-refrensi utama,
seperti al qur’an(pada masa khalifah ar rosyidin), hadist (pada masa khalifah
umar bin abdul aziz, 99-101 H dari dinasti umayyah), tafsir dan ilmu tafsir
pada abad pertama hijriyah, yang dirintis oleh ibnu abbas(w. 68 H)dan muridnya,
mujahid (w.104 H) dan kitab-kitabnya,
Perlu dicatat masa
kecemerlangan ilmu pengetahuan, khususnya fiqih, ini terutama sekali pada
jangka waktu 100 tahun pertama berkuasanya daulat bani abbasiyah (750-1258 H),
yang puncaknya terjadi pada masa khalifah harun al-rasyid (786-809 M ),dan khalifah al
makmun (813-833 M). Pada masa inilah muncul ilmuwan-ilmuwan besar dengan
berbagai bidang ilmunya. Khusus dibidang fiqih tercatatlah nama-nama seperti
disebut di atas: abu hanifah(699-767 M), malik(712-798 M),syafi’i (767-820 M),
ahmad (782-856 M) dan lain sebagainya. Ahli sejarah mencatat periode peradaban
islam sangat tinggi.
4.
Periode kemunduran
Periode
kemunduran ini memakan waktu yang cukup panjang, yaitu sekitar sembilan setengah
abad. Pada periode ini, Bani Abbasiyah-akibat berbagai konflik politik dan
berbagai faktor sosiologis dalam keadaan lemah. Banyak daerah yang melepaskan
diri dari kekuasaannya dan mendirikan kerajaan sendiri-sendiri, seperti
kerajaan Bani Samani di Turkistan (874M-999M), Bani Ikhsyidi di Mesir
(935M-1055M) dan beberapa kerajaan kecil lainnya yang diantara satu dan lainnya
saling berebut pengaruh dan banyak terlibat dalam situasi konflik.
Pada
umumnya, ulama yang berada dimasa itu udah lemah kemauannya untuk mencapai
tingkat mujtahid mutlak sebagaimana dilakukan oleh para pendahulu mereka pada
periode kejayaan . situasi kenegaraan yang berada dalam konflik, tegang, dan
lain sebagainya itu ternyata sangat berpengaruh kepada kegairahan ulama yang
mengkaji ajaran islam langsung dari sumber aslinya, Alqur’an dan Hadis. Mereka
merasa puas hanya dengan mengikuti pendapat-pendapat yang telah ada, dan
meningkatkan diri kepada pendapat tersebut kedalam mazhab-mazhab fiqhiyah.
Sikap seperti inilah kemudian mengantarkan Dunua Islam ke alam taklid, kaum
muslimin terperangkap kealam pemikiran yang jumut dan statis.
Disamping
kondisi sosiopolitik tersebut, beberapa faktor lain berikut ini ikut mendorong
lahirnya sikap taklid dan kemunduran. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai
berikut:
1.
Efek samping dari pembukuan fiqih dari periode
sebelumnya.
2.
Fanatisme mazhab yang sempit.
3.
Pengangkatan hakim-hakim muqallid.
5.
Periode kebangunan kembali
Pada
periode ini, umat Islam menyadari kemunduran dan kelemahan mereka yang sudah berlangsung
semakin lama itu. Ahli sejarah mencatat bahwa kesadaran itu teruama sekali
muncul ketika Napoleon Bonaparte menduduki Mesir pada tahun 1798 M. Kejatuhan
mesir ini menginsyafkan umat islam betapa lemahnya mereka dam betapa di Dunia
barat telah timbul peradaban baru yang lebih tinggi dan merupakan ancaman bagi
Dunia islam. Dari sinilah kemudian muncul gagasan dan gerakan pembaruan dalam islam, baik
dibidang pendidikan, ekonomi, militer, sosial, dan gerakan intelektual lainnya.
Gerakan
intelektual ini cukup berpengaruh pula terhadap perkembangan fiqih. Banyak di
antara pembaharuan itu juga adalah ulama-ulama yang berperan dalam perkembangan
fiqih itu sendiri. Mereka berseru agar umat islam meninggalkan taklid dan
kembali pada Alqu’an dan hadis , mengikuti jejak para ulama dimasa sahabat dan
tabi’in terdahulu. Mereka yang disebut sebagai golongan salaf, seperti Muhammad
bin Abdul Wahab (1791M-1787M) di Saudi Arabia, Muhammad As-sanusi (1791M –
1859M) di Libya dan Maroko, jamal Al-Din Al-Afgani (1839M – 1897M), Muhammad
Abduh (1849M – 1906M), Muhammad Rasyid Rida (1865M – 1935M) di Mesir, dan lain
sebagainya.
Di
antara tanda-tanda kebangunan fiqih Islam tersebut dapa dilihat pada periode
ini. Umat Islam telah memulai
mempelajari fiqih melalui cara perbandingan. Hukum tentang suatu kasus,
misalnya, tidak lagi hanya dilihat dan ditetapkan berdasarkan satu mazhab
tertentu, tetapi dibandingkan antara satu mazhab dengan mazhab lainnya.
Periode
kebangunan ini, antaralain, ditandai dengan disusunnya kitab Majallat al-Ahkam
al-‘Adliyyat da akhir abad ke-13 H, mulai 1285 H sampai tahun 1293 H
(1869-1876M).
Daftar
pustaka
Koto, Alaiddin. 2004. Ilmu
Fiqih dan Ushul Fiqih. Jakarta. PT RajaGrafindo Persada.
Revisi:
Makalah ini sangat jauh dari
harapan. Format tidak sesuai dengan artikel yang telah ditentukan; jumlah
halaman sangat minim meski ada tiga orang; tidak sesuai dengan materi yang
seharusnya disampaikan; tidak referensial (tanpa footnote); referensi hanya ada
dua; dan ada indikasi copy-paste dari beberapa blog berikut:
Kita seharusnya bersyukur
bisa kuliah di UIN Malang. Banyak orang yang ingin kuliah di sini, tapi tidak
bisa. Ada yang tidak dapat lolos dari tes, ada yang disebabkan masalah
finansial, dan lain sebagainya. Ingat, jika kita bersyukur maka Allah akan
menambah nikmat yang diberikan pada kita. Namun sebaliknya, bila kita kufur
nikmat, maka adzab yang pedih sudah menanti. Salah satu cara menyukuri nikmat
adalah dengan belajar dengan sungguh-sunguh di UIN Malang, yang salah satunya
adalah membuat makalah dengan baik. Jika menginginkan nilai yang baik, dimohon
untuk merombak total makalah yang telah dibuat. Semangat!!!!!!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar