MACAM-MACAM TAFSIR
Mohammad Hasan Mustofa
Firhan Ubaidillah Al-Abrary
Kelas PAI B Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan
mohammadhasanmustofa@gmail.com
Abstract : Al-Qur’anul karim is the Allah’s book thats
is descended to prophet Muhammad SAW, consist of things related to faith,
knowledge, stories, philosophy, rules that arrange the behavior and the way of
life of human, either individually or socially, in result having happy life in
the world and the hereafter. In ‘Ulum Al-Qur’an perspective, it is found
several interpretation terminologies that used frequently, such as Tafsir Bi
al-Ma’tsur, Tafsir Bi al-Ra’yi. Tafsir Bi al-Ma’tsur is defined as tafsir that
is done by narration, based on Al-Qur’an, Hadits, Shohabah and Tabiin’s
narration. Tafsir Bial-Ra’yi is defined as an effort to reveal the contents of
Al-Qur’an by ijtihad that is done by appriciating the mind existence.
Keywords : ‘Ulum Al- Qur’an, Tafsir Bi al-Ma’tsur,
Tafsir Bi al-Ra’yi
Pendahuluan
Tiadalah
mustahil apabila sampai saat ini, sesudah berabad-abad yg lewat sejak Kitab
Suci Al-Qur’an diturunkan sebagai tuntunan umat manusia, masih juga ada
segolongan manusia yang belum mampu menyingkap Rahasia-rahasia Al-Qur’an dan oleh
karena itu mereka cenderung beranggapan seolah-olah Al-Qur’an tidak sejalan
dengan perkembangan zaman yg sudah modern atau teknologi ini. Padahal jelas dan
nyata dapat diketahui dari ayat-ayat Al-Qur’an dan Surah demi surah isi
kandungan Al-Qur’an yg menegaskan, bahwa tiada satupun peristiwa di alam
semesta ini, baik peristiwa-peristiwa kecil yg remeh dan sepele, maupun
peristiwa-peristiwa besar yg menggegerkan dunia yang luput dari sorotan
Al-Qur’an. Tidak satupun menyimpang dari garis ketentuan yg telah terpancang
dalam ungkapan-ungkapan Al-Qur’an. Tidak ada istilah “kebetulan”. Karena semua
yang terjadi di masalalu, kini, dan masa akan dating sudah terencana dengan
sempurna.[1]
Al-Quranul
karim adalah kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, mengandung
hal-hal yang berhubungan dengan keimanan, ilmu pengetahuan, kisah-kisah,
filsafat, peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku dan tata cara hidup
manusia, baik sebagai makhluk individu ataupun sebagai makhluk sosial, sehingga
berbahagia hidup di dunia dan di akhirat.
Al-Quranul karim dalam
menerangkan hal-hal tersebut di atas, ada yang dikemukakan secara terperinci,
seperti yang berhubungan dengan hukum perkawinan, hukum warisan dan sebagainya,
dan ada pula yang dikemukakan secara umum dan garis besarnya saja. Yang
diterangkan secara umum dan garis-garis besarnya ini, ada yang diperinci dan
dijelaskan hadist-hadist Nabi Muhammad SAW, dan ada yang diserahkan pada kaum
muslim sendiri yang disebut Ijtihad.
Kalau pada masa Rasul
saw., para sahabat menanyakan persoalan-persoalan yang tidak jelas kepada Rasul
saw., maka setelah wafatnya mereka harus melakukan ijtihad, khususnya mereka
yang mempunyai kemampuan, seperti Ali bin Abi Thalib dan yang lainnya. Pada
konteks seperti inilah, tafsir atas ayat-ayat Al-Quran diperlukan.
Dalam perspektif 'ulum
Al-Quran, setidaknya ditemukan beberapa terminology penafsiran yang sering
digunakan yaitu tafsir Bi al-Ma'tsur, tafsir Bi al-Ra'yi.
Tafsir Bi al-Ma'tsur diartikan sebagai tafsir yang dilakukan dengan
jalan riwayat, yakni Penafsiran bersumberkan Al-Quran, Hadits, Riwayat Shahabat
Ra. dan Tabi’in Ra. Tafsir Bi al-Ra'yi didefinisikan sebagai
upaya menyingkap isi kandungan Al-Quran dengan ijtihad yang dilakukan dengan
mengapresiasi eksistensi akal.
Oleh karena perlu kiranya
dikaji secara utuh dan mendalam tafsir tersebut sehingga pemahaman terhadap
tafsir tidak dangkal, baik tafsir bi al-ma'tsur, maupun tafsir bi al-ra’yi.
Definisi Ilmu Tafsir
Dan juga menurut istilah adalah :
Kata Al-Kilby dalam At Tas-hiel :
التفسير : شرح القرآن وبيان معناه والإفصاح بما
يقتضيه بنصه اواشارته اونجواه
Tafsir
itu, ialah : mensyarahkan Al-qur’an, menerangkan ma’nanya dan menjelaskan apa
yg dikehendakinya dengan nashnya atau dengan isyarahnya, ataupun najuannya.[3]
Kata Az
Zarkassy dalam Al-Burhan :
التفسيربيان معانى القرآن واستخراج احكامه
وحكمه
“Tafsir
itu, ialah : menerangkan makna-makna Al-Qur’an dan mengeluarkan hokum-hukumnya
dan hikmah-hikmahnya”.[4]
Kalimat tafsir,
diambil dari kalimat tafsirah, yaitu : perkakas yang dipergunakan
tabib untuk mengetahui penyakit orang sakit.[5]
Menurut Prof. Hasby Ash-Shiddieqiy, tujuan mempelajari ilmu tafsir ialah
memahamkan makna-makna Al-Qur’an, hokum-hukumnya, hikmat-hikmatnya,
akhlak-akhlaknya dan petunjuk-petunjuknya yg lain untuk memperoleh kebahagiaan
dunia akhirat.[6]
Dan menurut istilah lain, pengertian tafsir ialah ilmu yang mempelajari
kandungan kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi SAW.[7]
Metode tafsir Al-Quran
apabila ditinjau dari segi sumber penafsirannya, ada 2 macam, yaitu : Tafsir Bi
al-Ma’tsur, dan Tafsir Bi al-Ra’yi
Definisi Tafsir Bil Ma’tsur dan Tafsir Bil Ra’yi beserta
contohnya.
·
Tafsir Bil Ma’tsur beserta
contohnya
Tafsir bil Ma’tsur
(Riwayat) ialah
rangkaian keterangan yang terdapat dalam Al-Qur’an, Sunnah, atau kata-kata
sahabat sebagai penjelasan maksud dari firman Allah, yaitu penafsiran Al-Qur’an
dengan As-Sunnah. Dengan demikian ,Tafsir bil Ma’tsur adalah tafsir Al-Qur’an
dengan Al-Qur’an, penafsiran Al-Qur’an dengan As-Sunnah, atau penafsiran
Al-Qur’an menurut atsar yg timbul dari kalangan sahabat.
a.
Tafsir Al-Qur’an dengan
Al-Qur’an
Contoh :
Penafsiran Al-Qur’an dari
firman Allah :
أُحِلَّتۡ لَكُم بَهِيمَةُ
ٱلۡأَنۡعَٰمِ إِلَّا مَا يُتۡلَىٰ عَلَيۡكُمۡ
Artinya :
“Dihalalkan
bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu”
(Q.S.
Al-Maidah: 1)
Dijelaskan oleh firman Allah :
حُرِّمَتۡ عَلَيۡكُمُ
ٱلۡمَيۡتَةُ وَٱلدَّمُ وَلَحۡمُ ٱلۡخِنزِيرِ وَمَآ أُهِلَّ لِغَيۡرِ ٱللَّهِ
Artinya :
“Diharamkan bagimu
(memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama
selain Allah”
(Q.S.
Al-Maidah: 3)
b. Tafsir
Al-Qur’an dengan Sunnah
Contoh :
Rasulullah SAW menjelaskan
“zalim” dengan “syirik” dalam firman Allah :
ٱلَّذِينَ
ءَامَنُواْ وَلَمۡ يَلۡبِسُوٓاْ إِيمَٰنَهُم بِظُلۡمٍ أُوْلَٰٓئِكَ لَهُمُ ٱلۡأَمۡنُ
وَهُم مُّهۡتَدُون
Artinya :
“Orang-orang yang beriman
dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah
yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat
petunjuk”
(Q.S.
Al-An’am: 82)
Rasulullah mengatakan
penafsiran ini dengan firman Allah :
إِنَّ ٱلشِّرۡكَ
لَظُلۡمٌ عَظِيمٞ
Artinya :
“Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah kezaliman
yang besar.”
(Q.S.
Luqman: 13)
·
Tafsir Bil Ra’yi beserta
contohnya
Tafsir bil Ra’yi menurut bahasa berarti al-i’tiqadu
(keyakinan), al-aqlu (akal), dan al-tadbiru (perenungan).
Ahli Fiqih yang sering berijtihad, biasa disebut sebagai ashab al-ra’yu. Karena
itu tafsir bi al-ra’yi disebut juga sebagai tafsir bi al-aqly dan
bi al-ijtihady, tafsir atas dasar nalar dan ijtihad.[8]
Menurut istilah, tafsir bi
al-ra’yi adalah upaya untuk memahami nash Al-Qur’an atas dasar
ijtihad seorang ahli tafsir (mufassir) yg memahami betul bahasa Arab
dari segala sisinya, mengerti betul lafadz-lafadznya dan dalalahnya, mengerti
sya’ir-sya’ir Arab sebagai dasar pemaknaan, mengettahui betul asbabunnuzul, mengerti
nasikh dan mansukh di dalam Al-Qur’an, dan menguasai juga
ilmu-ilmu lain yang dibutuhkan seorang mufassir.[9]
Dalam menerima tafsir bi al-ra’yi, para ulama terbagi ke
dalam dua kelompok.
1) Kelompok yang
melarangnya
Ulama yang menolak penggunaan “corak” tafsir ini
mengemukakan argumen-argumen berikut ini:
a.
Menafsirkan Al-Quran
berdasarkan ra’yi berarti membicarakan (firman) Allah tanpa pengetahuan. Dengan
demikian, hasil penafsirannya hanya bersifat perkiraan semata. Padahal, Allah
berfirman:
وَلَا تَقۡفُ مَا لَيۡسَ لَكَ بِهِۦ عِلۡمٌۚ
إِنَّ ٱلسَّمۡعَ وَٱلۡبَصَرَ وَٱلۡفُؤَادَ كُلُّ أُوْلَٰٓئِكَ كَانَ عَنۡهُ مَسُۡٔولٗا
Artinya :
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak
mempunyai pengetahuan tentangnya.Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan
hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.”(QS. Al-Isra: 36)
b.
Yang berhak
menjelaskan Al-Quran hanyalah Nabi, berdasarkan firman Allah:
وَأَنزَلْنَآ إِلَيْكَ ٱلذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ
لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya:
“Dan kami turunkan kepadamu Al-Quran, agar kamu
menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan
supaya mereka memikirkan” (Q.S. Al-Nahl: 44)
c.
Rasulullah bersabda:
مَنْ قَالَ فِى
الْقُرْانِ بِرَأْيِهِ أَوْبِمَا لَا يَعْلَمْ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدُهُ مِنَ النَّارِ
Artinya:
“Siapa
saja menafsirkan Al-Quran atas dasar pikirannya semata, atas dasar sesuatu yang
belum diketahuinya, maka persiapkanlah mengambil tempat di neraka”
d.
Sudah merupakan tradisi di
kalangan sahabat dan tabi’in untuk berhati-hati ketika berbicara tentang
penafsiran Al-Quran.
2) Kelompok yang
mengizinkannya. Mereka mengemukakan argumentasi-argumentasi berikut:
a)
Di dalam Al-Quran banyak
ditemukan ayat-ayat yang menyerukan untuk mendalami kandungan-kandungan
Al-Quran.
b) Seandainya
tafsir bi Ar-ra’yi dilarang, mengapa ijtihad diperbolehkan. Nabi sendiri tidak
menjelaskan setiap ayat Al-Quran.Ini menunjukkan bahwa umatnya diizinkan
berijtihad terhadap ayat-ayat yang belum dijelaskan Nabi.
c.
Para sahabat sudah biasa
berselisih pendapat mengenai penafsiran suatu ayat. Ini menunjukkan bahwa
mereka pun menafsirkan Al-Quran dengan ra’yi-nya.Seandainya tafsir bi Ar-ra’yi dilarang,
tentunya tindakan para sahabat itu keliru.
Selanjutnya, para ulama membagi “corak” tafsir bi al-ra’yi
pada dua bagian: Ada tafsir bi ar-ra’yi yang dapat diterima/terpuji
(maqbul/mahmudah) dan ada pula yang ditolak/tercela (mardud/madzmum). Tafsir bi
ar-ra’yi dapat diterima selama menghindari hal-hal berikut:
1.
Memaksakan diri mengetahui
makna yang dikehendaki Allah pada suatu ayat, sedangkan ia tidak memenuhi
syarat untuk itu.
2. Mencoba
menafsirkan ayat-ayat yang maknanya hanya diketahui Allah (otoritas Allah
semata)
3. Menafsirkan
Al-Quran dengan disertai hawa nafsu dan sikap istihsan (menilai bahwa sesuatu
itu baik semata-mata berdasarkan persepsinya)
4. Menafsirkan
ayat-ayat untuk mendukung suatu madzhab yang salah dengan cara menjadikan paham
madzhab sebagai dasar, sedangkan penafsirannya mengikuti paham madzhab
tersebut.
5.
Menafsirkan Al-Quran
dengan memastikan bahwa makna yang dikehendaki Allah adalah demikian tanpa
didukung dalil. (ada indikasi copy-paste dari http://tafsirdanpembagiannya.blogspot.co.id/2015/04/makalah-tafsir-dan-pembagiannya_5.html
dll)
Sejarah Kemunculan Tafsir Bil Ma’tsur dan Bil Ra’yi
Setelah Nabi Muhammad SAW
meninggal dunia, Al-Qur’an berada pada hafalan para sahabat, mereka membacanya
dan mempelajarinya dan menafsirkannya sepanjang masa. Kemudian muncullah madrasah
tafsir di Makkah, Madinah, dan Iraq. Hijaz menetapkan tafsir bil ma’tsur,
berbeda dengan Iraq yang menetapkan tafsir bil ra’yi. Dengan demikian
maka muncullah 2 sumber dan kecenderungan penafsiran Al-Qur’an, yaitu tafsir
bil ma’tsur dan tafsir bil ra’yi.[10]
Gabungan
dari ketiga masa di atas yaitu penafsiran Rasul SAW, penafsirtan Sahabat-Sahabat, dan penafsiran
Tabi’in dikelompokkan menjadi satu kelompok yang dinamakan Tafsir Bil
Ma’tsur. Periode ini berakhir dengan berakhirnya masa Tabi’in, sekitar tahun
150 H. Dan pada periode keddua ini,
hadis-hadis telah beredar sedemikian pesatnya dan bermuncullah hadis-hadis
palsu dan lemah di tengah-tengah masyarakat. Sementara itu perubahan social
semakin menonjol dan timbullah beberapa persoalan pada masa Nabi Muhammad SAW.,
para Sahabat dan Tabi’in.[11]
Sedangkan
Tafsir Bil Ra’yu ini dikembangkan oleh golongan Mu’tazilah. Al-Jahidh,
An-Nadhom adalah tokoh-tokoh yang menafsirkan Al-Qur’an dengan akal dalam abad
keempat. Maka lahirlah Tafsir yang disusun oleh Abu Muslim Al-Asfahany (322 H).
Tafsir ini bernama Jami’ut Ta’wil yang memiliki inti tafsir yg dinukilkan oleh
Ar-Razi ke dalam tafsirnya yang bernama Al-Muqtathaf. Kemudian dalam abad
kelima datanglah Jaru’llah Az Zumakhsyary (467 – 528 H) menulis tafsirnya yang
bernama Al-Kasysyaf. Maka ditangannya lah Tafsir bil ra’yi (ma’qul)
mencapai puncaknya. Az Zumakhsyary menerangkan dengan sempurna segal rahasia
balaghah Al-Qur’an. Dan terkenallah tafsir ini dalam kalangan ulama sebagai
suatu pedoman di dalam menerangkan balaghoh Al-Qur’an.[12]
Contoh-Contoh Kitabnya
1.
Tafsir Bi al-Ma’tsur[13]
Contoh Kitab
|
Karya
|
- Jami’
Al-Bayan fi Tafsir Al-Quran
- Tafsir
Ma’alimut Tanzil
- Al-Durr
Al-Mantsur fi At-Tafsir bi Al
Mat’tsur
- Tafsir Al
Bustan
- Tafsir
Al-Quran Al-Adzim
|
- Ibnu Jarir
Ath-Thabari
- Aal-Baghawy
- Jalal Ad-Din
As-Suyuthi
- Abul Laits
As
Samaraqandy
- Ibnu Katsir
|
2.
Tafsir Bi al-Ra’yi[14]
Contoh Kitab
|
Karya
|
- Mafatih
Al-Ghaib
- Anwar
At-Tanzil wa Asrar at-Takwil
- Madarik
At-Tanzil wa Haqa’iq Al
Takwil
- Irsyadul
‘Aqlis Salim
- Tafsir As
Sirajul Munir
|
- Fakhruddin
Ar-Razi
- Al-Baidhawi
- An-Nasafi
- Abu Su’ud Al
Im’ady
- Al Khatib
Asy Syabiny
|
Daftar
Pustaka
Abdurrahman, Khalid, Ushul
al-Tafsir wa Qawa’iduhu, (Beirut: Dar al-Nafa’is, 1986)
Al-Dzahabi, Husein, Al-Tafsir
wa Al-Mufassirun, (Al-Qahirah: Maktabah Wahbab, 2003), Jilid 1, hal 183.
Baca juga Khalid Abdurrahman Al-‘Ak, ibid. Lihat juga karya Afaf Ali
Najar, Al-Wafiz fi Manahij al-Mufassirin, (Al-Qahirah: Maktabah
Al-Azhar)
Anshori, Tafsir Bil
Ra’yi Menafsirkan Al-Qur’an Dengan Ijtihad (Jakarta: Gaung Persada Press,
2010)
Ash Shiddieqy, Hasby, Sejarah
dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an/Tafsir (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1994)
Mahmoud, Musthafa, Rahasia Al-Qur’an (Surabaya:
Media Idaman Surabaya, 1989)
Shaabuuniy, Muhammad Aly Studi Ilmu Al-Qur’an (Bandung:
Pustaka Setia, 1998)
Sirojuddin Iqbal, Mashuri,
Pengantar Ilmu Tafsir (Bandung: Angkasa, 1989)
Syahatah, Abdullah, Ulum
al-Tafsir, (Cairo: Dar al-Syuruq, 2001)
Syihab, Muhammad Quraish,
Membumikan Al-Qur’an. (Bandung: Mizan, 1992)
Catatan Revisi:
1.
Makalah ini dari sisi
kuantitas halaman masih belum sesuai dengan apa yang dipaparkan dalam SAP.
2. Penulisan
nama penulis dalam footnote tidak usah menggunakan gelar.
3. Contoh
tafsir dari sahabat dan tabi’in belum dijelaskan.
4. Berikan
contoh tafsir bil ra’yi yang mahmud dan madzmum.
5. Yang dibold
hanya Sub-judul saja.
6. Pengetikan
tolong lebih diteliti lagi, misalnya judul buku dalam footnote harus italic
semua dan format daftar pustaka diselaraskan.
7.
Keterangan identitas kitab
tafsir dan penulisnya tolong dipaparkan juga, bukan hanya dibuat tabel.
Saya mengapresiasi makalah ini karena telah berani
merujuk langsung pada literatur berbahasa Asing (Arab). Supaya lebih bagus,
pada pertemuan besok tolong dibawakan seluruh kitab berbahasa Arab tersebut
agar menambah nilai yang Anda dapatkan.
[1] Dr.Musthafa Mahmoud, Rahasia
Al-Qur’an (Surabaya: Media Idaman Surabaya, 1989), hal 5
[2] Prof. Dr. Muhammad Aly
Ash-Shaabuuniy, Studi Ilmu Al-Qur’an (Bandung: Pustaka Setia, 1998), hal
244
[3] M. Hasbi Ash Shiddieqy,
Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an/Tafsir (Jakarta: PT Bulan Bintang,
1994), hal 178
[4] Ibid., 178
[5] Ibid., 179
[6] Drs. Mashuri Sirojuddin
Iqbal, Drs. A. Fudlali, Pengantar Ilmu Tafsir (Bandung: Angkasa, 1989),
hal 89
[7] Prof. Dr. Muhammad Aly
Ash-Shaabuuniy, Studi Ilmu Al-Qur’an (Bandung: Pustaka Setia, 1998), hal
245
[8] Khalid Abdurrahman
Al-‘Ak, Ushul al-Tafsir wa Qawa’iduhu, (Beirut: Dar al-Nafa’is, 1986),
hal 167
[9] Husein Al-Dzahabi, Al-Tafsir
wa Al-Mufassirun, (Al-Qahirah: Maktabah Wahbab, 2003), Jilid 1, hal 183.
Baca juga Khalid Abdurrahman Al-‘Ak, ibid. Lihat juga karya Afaf Ali
Najar, Al-Wafiz fi Manahij al-Mufassirin, (Al-Qahirah: Maktabah
Al-Azhar), hal 56
[10]Abdullah Syahatah, Ulum
al-Tafsir, (Cairo: Dar al-Syuruq, 2001), hal. 25
[11] Muhammad Quraish
Shihab, Membumikan Al-Qur’an. (Bandung: Mizan, 1992), hal 71
[12] Prof. Dr. Muhammad Aly
Ash-Shaabuuniy, Studi Ilmu Al-Qur’an (Bandung: Pustaka Setia, 1998), hal
230-231
[13] Prof. Dr. Muhammad Aly
Ash-Shaabuuniy, Studi Ilmu Al-Qur’an (Bandung: Pustaka Setia, 1998), hal
238-239
[14] Ibid.,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar