AL QUR’AN DAN HISTORISITASNYA
Ahmadyani, Rifadatul Khoirot, dan Risa Rada Robiyah
Pendidikan Bahasa Arab Kelas D, UIN Maulana Malik Ibrahim,
Malang
Abstract:This article discusses a bit
about al-Qur'an and historicity. Al-Qur'an is God's revelation STW revealed to
the Prophet Muhammad in Arabic that read is worship, susunana word and it is
Miracle, and contained in the manuscripts. Proof that the Qur'an is the
revelation of Allah and not the prophet essay is that in the Qur'an there are
verses that even the prophet himself has not understood, and there were also
some verses that bias is understood after the fall of the other verses or
interrelated,Another proof is in the quran provide historical information about
past and future, and it's all been proven true, and therein also contained
information or a new science bias evidenced after the development of
information technology and science in the modern age,After the process of
delivering a revelation from Allah through the angel Gabriel to the Prophet
Muhammad, then the Qur'an directly conveyed to the companions of the Prophet.
At this time began the writing of divine kalam or so-called katibul al-wahyi
(the author of revelation). In the history of Islam, there are some in the
writing of the Qur'an and the codification of the Qur'an is very well known,
during the time of Prophet Muhammad, at the time of Abu Bakr and Uthman period.
Keywords:Qur’an, Revelation, Prophed,
History, Text.
Pendahuluan
Pada dasarnya al-qur’an
merupakan sumber hukum bagi umat islam, salah satu sumber yang selalu menjadi
rujukan pertama bagi umat Nabi Muhammad SAW sebelum hadist. Oleh karena itu,
tidaklah berlebihan jika selama ini umat muslim tidak hanya mempelajari bacaan
dan kandungan isi al-qur’an, tetapi juga berusaha untuk menjaga semaksimal
mungkin autensitisnya. Upaya ini sudah mulai dilaksanakan sejak zaman
Nabi Muhammad SAW hingga saat ini. Sudah selayaknya sebagai umat islam untuk mengetahui
apa sebenarnya al-qur’an, dan bagai mana sejarah dari al-qur’an itu sendiri.
Dan salah satu upaya untuk dapat melaksanakan hal tersebut, sudah menjadi
keharusan bagi umat muslim untuk faham tentang al-qur’an, baik dari segi
sejarah maupun segi-segi yang lain.
Walaupun demikian,
terdapat dua penilaian tentang ke-autensitisan al-qur’an itu sendiri. Penilaian
pertama datang dari luar, yaitu kalangan non-muslim, dan penilaian kedua datang
dari dalam yaitu dari kalangan kaum muslim itu sendiri. Penilaian dari luar
umumnya bersifat negatif, mereka berpendapat bahwasana al-qur’an merupakan
hasil karya dari Nabi Muhammad SAW yang sumbernya diambil dari berbagai pihak,
yang salah satunya didapatkan dari orang-orang yahudi dan nasrani.[1]Penilaian
dari golongan pertama tersebut pastinya ditolak oleh umat muslm, karena menurut
mereka, al-qur’an adalah kitab suci yang berasal dari Allah dan yang paling autentik.[2]
Oleh karena itu, kami disini berupaya untuk mengkaji tentang al-qur’an dan
historisitasnya yang didalamnya nantinya akan sedikit dibahas mengenai
pengertian al-qur’an itu sendiri sampai sejarah kodifikasi al-qur’an yang pada
akhirnya nanti kita dapat melihat seperti apa al-qur’an itu?, apakah seperti
pendapat dari golongan pertama ataukah seperti penilaian dari golongan kedua.
DEFINISI
AL-QUR,AN
Sudah merupakan suatu
kelaziman dalam setiap penulisan atau pembahasan ilmiah diawali dengan
penjelasan tentang pengertian suatu objek yang akan dibahas. Oleh sebab itu,
maka pembahasan tentang al-qur’an dan historisitasnya ini juga akan diawali
dengan pengertian al-qur’an.
Menurut kalangan para
ulama dan pakar bahasa arab, tidak ada kesepakatan dalam pengambilan dan arti
dalam kata al-qur’an. Diantara mereka berpendapat bahwa dalam kata al-qur’an
harus di ucapkan tanpa huruf hamzah[3],
mereka yang berpendapat seperti ini adalah as-syafi’i[4],
al-farra[5],
dan al-asy’ari[6].As-syafi’I
berpendapat, lafadz al-qur’an tersebut bukanlah musytaq (bukan pecahan
dari akar apapun) dan bukan pula ber-hamzah (tanpa tambahan huruf hamzah
di tengahnya, jadi dibaca al-quran).Lafadz tersebut sudah lazim menjadi sebutan
untuk kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.jadi menurut as-syafi’i
kata alqur’an tidak berasal dari kata qo-ro-a (membaca), sebab, jika
al-qur’an berasal dari kata qo-ro-a, maka tentunya setiap sesuatu yang
dapat dibaca dapat dikatakan sebagai al-qur’an. Nama tersebut memang sudah
menjadi nama khusus dari al-qur’an. berbeda dengan as-syafi’i, al-farra berpendapat,
lafadz al-qur’an merupakan pecahan (mustaq) dari kata qara’in
(kata jama’ dari qarinah) yang berarti kaitan, karena didalam al-qur’an
ayat-ayatnya saling berkaitan satu sama lain. Sama halnya dengan al-farra,
al-asy’ari berpendapat bahwasanya lafadz alqur’an adalah musytaq
(pecahan) dari kata qorn.Ia mengemukakan contoh kalimat qarnusy-syai
bisysyai (menggabungkan sesuatu dengan sesuatu). Jadi kata qorn
dalam hal ini bermakna gabungan atau ikatan.Karena surat-surat dan ayatnya
saling berikatan satu sama lain[7].
Sebagian para ulama
berpendapat bahwasanya dalam kata al-qur’an tersebut harus diucapkan
menggunakan hamzah.Mereka yang berpendapat demikian adalah az-zajjaj[8],
dan al-lihyani[9].Disamping
itu, mereka juga masih berbeda pendapat tentang asal dan arti dari kata
al-qur’an.[10]Dalam
hal ini az-zajjaj berpendapat, lafadz al-qur’an ditulis dengan hamzah ditengah
lafadz berdasarkan pola kata (wazn) fu’lan. Lafadz tersebut
merupakan pecahan (musytaq) dari kata qar’un yang bermakna jam’un yang
dalam bahasa Indonesia berarti “kumpul”. Alasannya alqur’an “mengumpulkan” atau
menghimpun intisari kitab-kitab suci terdahulu.Sementara al-lihyani berpendapat
bahwasanya dalam lafadz al-qur’an ditulis dengan huruf hamzah ditengahnya
berdasarkan pola kata gufran dan merupakan pecahan (musytaq) dari
akar kata qo-ro-a yang bermakna “membaca”.Lafadz al-qur’an digunakan
untuk menamaisesuatu yang dibaca, yakni objek, dalam bentuk masdar[11].
Dalam bahasa arab, lafadz
al-qur’an adalah bentuk mashdar yang maknanya sinonim dengan qiro’ah, yaitu
“bacaan”. Pendapat ini dinilai lebih kuat dan lebih tepat daripada beberapa
pendapat-pendapat diatas. Alasannya dapat dilihat dari beberapa contoh berikut,
yaitu firman Allah SWT dalam Q.S. al-qiyamah (75): 17-18.
إنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ قُرْءَانَهُ (17) فَإِذَا
قَرَأْنَهَ فَاتًبِعْ قُرْءَانَهُ(18)
Sesungguhnya atas
tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai)
membacanya.Apabila kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaan itu. (Q.S. Al- Qiyamah (75): 17-18)
Secara termologis para ulama mengemukakan berbagai
definisi sebagai berikut:
Safi’ Hasan Abu Thalif menyebutkan:
Al-qur’an adalah wahyu
yang diturunkan dengan lafal bahasa arab yang makna nya dari Allah SWT melalui
wahyu yang disampaikan kepada nabi Muhammad SAW, ia merupakan dasar dan sumber
utama bagi syariat.
Dalam hubungan ini Allah
sendiri Menegaskan dalam firmanNya Q.S. Yusuf (12):2 yang artinya:
Sesungguhnya kami
menurunkannya berupa Al-quran dengan bahasa Arab agar kamu memahaminya (Q.S. Yusuf (12):2)
Zakariya Al-Birri, berpendapat:
Al-kitab yang disebut
Al-qur’an adalah Kalam Allah SWT yang diturunkan kepada RosulNya Muhammad SAW
dengan Lafal bahasa Arab dan di Nukil secara mutawatir dan tertulis pada
lembaran-lembaran mushaf.
Al-ghazali dalam kitabnya
al-mustasfa menjelaskan bahwa yang dimaksud al-qur’an adalah merupakan firman
Allah SWT[12].
Dari ketiga devinisi di
atas dapat di simpulkan bahwasanya Al-qur’an adalah wahyu Allah STW yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan menggunakan bahasa Arab yang
membacanya adalah ibadah, susunana kata dan isinya merupakan Mu’jizat,
termaktub di dalam mushaf dan di nukil secara Mutawatir.
BUKTI - BUKTI AL-QUR’AN SEBAGAI WAHYU
Wahyu adalah isyarat yang
cepat, yang terjadi melalui pembicaraan yang berupa rumus dan lambang, dan
terkadang melalui suara semata dan terkadang melalui isyarat dengan sebagian
anggota badan.
Al-wahyi atau wahyu adalah kata
masdar atau (infinitif) dan materi dua kata tersebut menunjukkan dua pengertian
dasar, yaitu: tersembunyi dan cepat[13].
Oleh sebab itu, maka dikatakan bahwa wahyu ialah pemberitahuan secara
tersembunyi dan cepat yang khusus ditujukan kepada orang yang diberitahu tanpa
diketahui orang lain.
Pengertian wahyu secara
bahasa meliputi[14]:
1.
Ilham, sebagai bawaan
dasar manusia, seperti wahyu yang diturunkan terhadap ibu Nabi Musa.
Sebagaimana Firman Allah SWT.
وَأوحَيْنَآ إلَى
أُمِّ مُسَى أنْ أرْضِعِيْهِ فَإذَ خِفْتِ عَلَيْهِ فَألْقِيْهِ فِى الْيَمِّ
وَلاَ تَخَافِى وَلاَ تَحْزَنِى إنَّا رَآدُّوهُ إلَيْكِ وَجَاعِلُوهُ مِنَ
الْمُرْسَلِيْنَ{7}
Artinya: Dan kami
ilhamkan kepada ibu Musa;“susuilah Dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya
Maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah
(pula) bersedih hati, karena sesungguhnya kami akan mengembalikannya kepadamu,
dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul.”(QS.al-Qashash:ayat-7)
2. Ilham
berupa naluri pada binatang-binatang seperti contohnya wahyu yang diturunkan
pada seekor lebah. Sebagaimana Firman Allah SWT.
وَأوْحَى رَبُّكَ
إلَى النَّحْلِ أنِ اتَّخِذِى مِنَ الجِبَالِ بُيُتًا وَمِنَ الشَّجَرِ وَمِمَّا
يَعْرِشُوْنَ{68}
Artinya: Dan Tuhanmu
mewahyukan kepada lebah; “Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon
kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia”. (QS.an-Nahl:ayat-68)
3. Isyarat,
pengertian ini dapat kita simak dalam al-Qur’an yang mengisahkan tentang nabi
Zakariya memberi wahyu kepada kaumnya. Sebagaimana Firman Allah SWT.
فَخَرَجَ عَلَى
قَوْمِهِ مِنَ الْمِحْرَابِ فَأَوْحَى إليْهِمْ أَنْ سَبِّحُوْا بُكْرَةً
وَعَشِيًّا{11}
Artinya; “Maka ia
(Zakariya) keluar dari mihrab menuju kaumnya lalu ia memberi isyarat kepada
mereka, hendaklah kalian bertasbih di waktu pagi dan petang”.
(QS.Maryam:ayat-11)
4. Bisikan,
pengertian ini bisa kita lihat pada al-Qur’an surat al-An’am. Sebagaimana
Firman Allah SWT.
وَكَذَلِكَ
جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِيْنِ الْإنْسِ وَالْجِنِّ يُحِى
بَعْضُهُمْ إلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُوْرًا وَلَوْشَآءَ رَبُّكَ مَا
فَعَلُوْهُ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُوْنَ{112}
Artinya: “Demikianlah
Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabiitu musuh, yaiyu syaitan-syaitan (dari jenis)
manusia dan (dari jenis jin), sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang
lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jika Tuhanmu
menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, Maka tinggalkanlah mereka dan
apa yang mereka ada-adakan”. (QS.al-An’am;ayat-112)
Al-Qur’an adalah kalam
Allah.
Beberapa fakta yang
membuktikan al-Qur’an adalah dari Allah bukan dari siapapun baik nabi, rasul
ataupun malaikat. Fakta-fakta tersebut yaitu[15]:
a. Pada
awalnya Nabi Muhammad saw selalu terburu-buru dalam melafalkan ayat al-Qur’an
yang sedang dibacakan oleh malaikat jibril. Dan beliau baru berhenti dari sikap
terburu-burunya setelah mendapat jaminan dari Allah. Jaminan itu telah
disebutkan dalam firman Allah SWT[16].
لاَتُحَرِّكْ
بِهِ لِسَانَكَ لِتَعْجَلَ بِهِ {16} إنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْءَانَهُ {17}
فَإذَا قَرَأْنَهُ فَاتَّبَعْ قُرْءَانَهُ {18} ثُمَّ إنَّ عَلَيْنَا بَيَانَهُ
{19}
Artinya:”Janganlah kamu
gerakkan lidahmu untuk (membaca) al-Qur’an, karena ingin cepat (menguasainya).
Sesungguhnya atas tanggungan Kami mengumpulkannya (didadamu) dan (membuatmu)
pandai membacanya. Apabila telah Kami selesai membacakannya, ikulah bacaanya
itu, kemudian sesungguhnya atas tanggungan Kami menjelaskannya”.
Menurut
riwayat dari Abi ‘Aisyah, setelah ayat tersebut turun, maka setiap kali
malaikat jibril datang membacakan wahyu kepada Nabi Muhammad saw, beliau diam
dan tenang mendengarkannya.Ketika Jibril sudah pergi, beliau langsung dapat
membaca dan menghafalkannya seperti yang telah dijanjikan Allah[17].
b.
Dalam al-Qur’an terdapat
banyak ayat-ayat yang menjelaskan tentang kritikan dan teguran. Seperti
contohnya pada jaman Rosulullah saw dulu dimana beliau melaksanakan sholat
jenazah seorang pemimpin kaum munafik yang meninggal dunianamun umar telah
berdiri diantara Rosulullah dan arah kiblat dengan tujuan agar Nabi saw tidak
dapat melaksanakan sholat jenazah. Sebagaimana Firman Allah SWT[18].
وَلاَ تُصَلِّ
عَلَى أحَدٍ مِنْهُمْ مَّاتَ أَبَدًا وَلاَ تَقُمْ عَلَى قَبْرِهِ إنَّهُمْ
كَفَرُوْا بِاللّهِ وَرَسُوْلِهِ وَمَاتُوْا وَهُمْ فَسِقُوْنَ{84}
Artinya: “Dan janganlah kamu melaksanakan shalat
(jenazah) seseorang yang telah mati di antara mereka dan janganlah (pula) kamu
berdiri di atas kuburannya. Sesungguhnya mereka telah kufur terhadap Allah dan
Rasul-Nya dan mereka telah (pula) mati dalam keadaan fasik”.
c. Di dalam
al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang tidak dapat dipahami oleh Rosulullah saw.
Beliau mengetahui maksudnya atau memahaminya setelah turun ayat lain.
Sebagaimana Firman Allah SWT[19].
لِلّهِ مَا فِى
السَّمَوَاتِ وَمَا فِى الْأرْضِ وَإنْ تُبْدُوْا فِى أنْفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوْهُ
يُحَسِبْكُمْ بِهِ اللَّهُ فَيَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ
شَيْءٍ قَدِيْرٌ{284}
Artinya: “Segala apa
saja yang ada di langit dan bumi adalah milik Allah; dan jika kamu menyatakan
apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan
membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Karena itu, Allah
mengampuni siapa saja yang di kehendaki-Nya dan menyiksa siapa saja yang menghendaki-Nya;
Allah maha Kuasa atas segala sesuatu”.
Setelah
turunnya ayat tersebut para sahabat merasa terbebani untuk mengamalkannya dan
mereka datang kepada Nabi saw untuk menyampaikan keluhannya, di mana mereka
berkata kepada Nabi bahwa Allah telah membebankan mereka dengan hal-hal yang
dapat mereka laksanakan seperti shalat, puasa, jihad dan zakat. Dan sekarang
Allah telah menurunkan ayat lagi sedangkan mereka tidak sanggup untuk
melaksanakannya. Kemudian turunlah ayat selanjutnya surat al-Baqarah;ayat286
لاَيُكَلِّفُ
اللّهُ نَفْسًا إلَّا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ
رَبَّنَا لَا تُؤَاخِدْنَآ إنْ نَّسِنَآ أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ
عَلَيْنَآ إصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا
وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا
وَارْحَمْنَآ أنْتَ مَوْتلَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَفِرِيْنَ {286}
Artinya: “Allah tidak
membebani seseorang kecuali yang sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat
pahala (dari kebaikan) yang telah diusahakannya dan mendapat siksa (dari
kejahatannya) yang telah dikerjakannya. (mereka berdoa) “Ya Tuhan kami,
janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau bersalah.Ya Tuhan kami,
janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau
bebankan kepada orang-orang sebelum kami.Ya Tuhan kami, janganlah bebankan
kepada kami sesuatu yang tidak sanggup kami memikulnya.Maafkanlah dan ampunilah
kami dan kasihilah kami.Engkaulah penolong kami. Karena itu, tolonglah kami terhadap
orang-orang kafir”.(Q.S. al-Baqarah;ayat 286)
Maksud
dari penjelasan di atas juga salah satu bukti bahwa al-Qur’an adalah kalam
Allah bukan berupa hasil karya Nabi Muhammad saw, karena jika al-Qur’an adalah
hasil karya Beliau mengapa Beliau tidak dapat memahami maksud dari surat
al-Baqarah ayat 284 tadi.
d.
Dalam al-Qur’an terdapat
banyak ayat-ayat yang memberikan informasi historis tentang peristiwa-peristiwa
di masa lampau ataupun di masa yang akan datang, dan informasi-informasi
tersebut telah terbukti kebenarannya. Sebagaimana Firman Allah SWT[20].
وَجَوَزْنَا
بِبَنِى إسْرَاءِيْلَ الْبَحْرِ فَأَتْبَعَهُمْ فِرْعَوْنُ وَجُنُوْدُهُ بَغْيًا
وَعَدْوًا حَتَّى إذَآ أدْرَكَهُ الْغَرَقُ قَالَ ءَامَنْتُ أَنَّهُ لَآ إلَهَ
إِلَّا الَّذِى ءَامَنَتْ بِهِ بَنُوَا إسْرَائِيْلَ وَأَنَاْ مِنَ
الْمُسْلِمِيْنَ {90} ءَآلْئَنَ وَقَدْ عَصَيْتَ قَبْلُ وَكُنْتَ مِنَ
الْمُفْسِدِيْنَ {91} فَالْيَوْمَ نُنَجِّيْكَ بِبَدَانِكَ لِتَكُوْنَ لِمَنْ
خَلْفَكَ ءَايَةً وَإنَّ كَثِيْرًا مِنَ النَّاسِ عَنْ ءَايَتِنَا لَغَفِلُوْنَ {92}
Artinya: “Dan Kami
telah menyelamatkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka diikuti Fir’aun dan
bala tentaranya, karena ia telah menganiaya dan menindas (mereka) sehingga
ketika ia telah hamper tenggelam, ia pun berkata “ Saya percaya bahwa tidak ada
Tuhan, kecuali Tuhan yang diimani Bani
Israil dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada-Nya). Sekarang
(baru kamu beriman), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka dan kamu termasuk
orang-orang yang berbuat kerusakan.Karena itu, pada hari ini kami selamatkan
badanmu agar kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang
sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda
kekuasaan Kami.”
e. Di dalam
al-qur’an terdapat informasi-informasi yang selaras dengan hasil
penelitian-penelitian di abad modern, baik tentang manusia, flora, fauna maupun
alam semesta walaupun masih ditemukan dengan sifat gobal. Ayat-ayat yang sesuai
dengan hasil peneltian-penelitian tersebut dapat diklarifikasikan menjadi dua,
yang pertama ayat-ayat yang sudah diketahui maksudnya sejak awal
ayat-ayat tersebut diturunkan, dan kedua ayat-ayat yang baru diketahui
maksudnya setelah lahirnya ilmu pengetahua dan teknologi di abad modern ini
melalui penemuan-penemuan ilmiah.[21]
Sebagai contoh dalam surat
al-ahqaf, tentang lamanya masa mnimal seorang wanita untuk mengandung adalah
enam bulan.
وَوَصّيناَ الإِنْسَنَ
بِوَلِدَيْهِ إحْسَناً حَمَلَتْهُ اُمُّهُ كُرْهًا وَحَمْلُه ُوَفِصَلُهُ ثَلَثُوْنَ
شَهْرًا
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada ibu
bapaknya, ibunya telah mengandungnya dengan susah payah. Dan mengandungnya
sampai menyapihnya selama 30 bulan”(Q.S. Al-ahqof: 15)
Kemudian firman Allah
dalam surat al-baqarah: 233
وَالْوَالِدَاتُيُرْضِعْنَأَوْلاَدَهُنَّحَوْلَيْنِكَامِلَيْنِلِمَنْأَرَادَأَنيُتِمَّالرَّضَاعَةَوَعلَىالْمَوْلُودِلَهُرِزْقُهُنَّوَكِسْوَتُهُنَّبِالْمَعْرُوفِلاَتُكَلَّفُنَفْسٌإِلاَّوُسْعَهَالاَتُضَآرَّوَالِدَةٌبِوَلَدِهَاوَلاَمَوْلُودٌلَّهُبِوَلَدِهِوَعَلَىالْوَارِثِمِثْلُذَلِكَفَإِنْأَرَادَافِصَالاًعَنتَرَاضٍمِّنْهُمَاوَتَشَاوُرٍفَلاَجُنَاحَعَلَيْهِمَاوَإِنْأَرَدتُّمْأَنتَسْتَرْضِعُواْأَوْلاَدَكُمْفَلاَجُنَاحَعَلَيْكُمْإِذَاسَلَّمْتُممَّاآتَيْتُمبِالْمَعْرُوفِوَاتَّقُواْاللّهَوَاعْلَمُواْأَنَّاللّهَبِمَاتَعْمَلُونَبَصِيرٌ
-٢٣٣
“Dan ibu-ibu hendaklah
menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara
sempurna.Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka.Seseorang
tidak dibebani lebih dari kesanggupannya.Janganlah seorang ibu menderita karena
anaknya dan jangan pula seorang ayah (menderita) karena anaknya. Ahli waris pun
(berkewajiban) seperti itu pula. Apabila keduanya ingin menyapih dengan
persetujuan dan permusyawaratan antara keduanya, maka tidak ada dosa atas
keduanya. Dan jika kamu ingin menyusukan anakmu kepada orang lain, maka tidak
ada dosa bagimu memberikan pembayaran dengan cara yang patut. Bertakwalah
kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan “ (Q.S. Al-baqoroh: 233)
Firman Allah lagi dalam
surat luqman: 14
وَوَصَّيْنَاالْإِنسَانَبِوَالِدَيْهِحَمَلَتْهُأُمُّهُوَهْناًعَلَىوَهْنٍوَفِصَالُهُفِيعَامَيْنِأَنِاشْكُرْلِيوَلِوَالِدَيْكَإِلَيَّالْمَصِيرُ
-١٤
“Dan Kami Perintahkan
kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tua-nya.lbunya telah
mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam
usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya
kepada Aku kamu kembali.”(Q.S. Luqman:14)
Dari ketiga ayat tersebut
dapat di lihat bahwasanya apabila masa mengandung sampai menyapih adalah 30
bulan seperti yang disebutkan pada ayat pertama, dikurangi dengan masa menyusui
selama 2 tahun atau 24 bulan seperti yang disebutkan pada ayat kedua dan ayat
ketiga, sisanya adalah enam bulan untuk masa mengandung bagi seorang wanita. Yakni
masa mengandung yang paling singkat. Anak yang lahir prematur dari kandungan
enam bulan dapat tumbuh kembang sama layaknya anak yang lahir saat usia
Sembilan bulan di kandungan. Pengertian itulah yang diperpegangi para sahabat
dan para pakar tafsir sejak zaman dahulu hingga saat ini.[22]
SEJARAH SINGKAT
PENULISAN DAN KODIFIKASI AL-QUR’AN
Al-hakim dalam
Al-mustadrak berkata: al-qur’an dikumpulkan dalam tiga fase, yang pertama,
dikumpulkan dihadapn rasulullah, atau biasa disebut pengumpulan al-qur’an pada
masa nabi. Kemudian Al-hakim meriwayatkan sebuah hadist dengan sanad yang
sesuai dengan syarat asy-syaikhain dari zaid bin tsabit ra ia berkata: “adalah
kami dahulu ketika berada dihadapan Nabi SAW, sedang mengumpulkan al-qur’an
dari keadaan berserak…”(al-hadist).
Al-baihaqi berkata: maksud
dari perkataan diatas adalah hampir sama mengumpulkan ayat-ayat yang bercerai
berai dari surat-suratnya dan dengan isyarat dari Rasulullah SAW.[23]Yang
kedua, pengumpulan al-qur’an di era khalifah Abu Bakar ra[24].
Dan yang ketiga adalah pengurutan surat-surat, pada masa Utsman bin
Affan ra.[25]
Setiap kali ayat-ayat
Al-Qur’an turun kepada Rosulullah SAW, beliau segera menyampaikan kepada para
sahabat tanpa ada pengurangan, perubahan ataupun penambahan sedikitpun[26].Berbagai
riwayat telah menyimpulkan bahwa Rosululloh SAW sangat memperhatikan penulisan
Al-Qur’an, hingga Rosulullah memiliki penulis yang mencatat wahyu dengan
tulisan yang telah di tetap kan. Yaitu tulisan naskhi. Lebih kurang dari
34 orang sahabat yang ditugaskan oleh Rosulullah bertindak sebagai penulis
wahyu mereka yang terkenal adalah khalifah yang empat, Abu Sufyan dan kedua
puteranya, Muawiyah dan Yazid, said bin Al ash dan kedua puteranya, Aban dan
Khalid, Zaid bin Tsabit, Zubair bin
Awwam, Thalhah bin Ubaidillah, Saad bin Abi Waqqash, Amir bin Fuhairah,
Abdullah bin Al-Arqam, Abdullah bin Rawahah, Abdullah bin Said bon Abi as-Sarh,
Ubai bin Kaab, Tsabit bin Qais, Handzalah bin ar-Rabi’, Syurahbil bin Hasanah,
‘Ala bin Alhadrami, Khalid bin Walid, ‘Amr bin Ash, Mughirah bin Syu’bah,
Mu’aqib bin Abi Fathimah ad-Dusi, Khuzaifah bin al-Yaman dan Huaithib bin Abdil
‘Uzza al-Amiri. Namun yang sering
bersama Rosulullah dan paling banyak menulis Al-qur’an adalah Zaid bin Tsabit
dan Ali bin Abi Thalib.Mereka itu semuanya disebut katibul al-wahyi (para
penulis wahyu).[27]
Pelepah, Batu, Sobekan
Kain sutera, dan potongan kulit ataupun tulang menjadi sejarah tersendiri dalam
sejarah penulisan Al-Qur’an. Tempat dan benda yang mereka tulis, Semua itu
mereka beri namasuhuf. Suhuf-suhuf itu ditulis dan disimpan dirumah
Rosulullah SAW.[28]Hingga
dalam praktik penulisan Al-Qur’an ini menyebabkan Rosulullah SAW melarang
orang-orang menulis sesuatu darinya kecuali Al-Qur’an, “dan barang siapa yang
menulis sesuatu dariku selain Al-Qur’an, maka ia harus menghapusnya.” Beliau
ingin agar Al-Qur’an dan Hadis tidak di tulis dalam kertas yang sama agar tidak
terjadi campur aduk serta kekeliruan.[29]
a.
Pengumpulan Al-Qur’an pada
Masa Rosulullah
Dalam sebuah hadis
diriwayat kan bahwa Rosulullah adalah orang paling pemurah, dan puncak kemurahan
nya pada bulan Ramadhan ketika ia ditemui oleh malaikat Jibril, Rosulullah
ditemui malaikat Jibril setiap pada bulan Ramadhan, malaikat Jibril membacakan
Qur’an kepadanya, dan ketika Rosulullah ditemui oleh Jibril ia itu sangat
pemurah sekali.[30]
Disamping itu, setelah rosulullah mendapati bacaan Al-qur’an melalui malaikat
jibril Rosulullah menyampaikan nya kepada para sahabat tanpa
perubahan,pengurangan, dan penambahan sedikit pun, lalu Rosulullah menganjurkan
kepada para sahabatyang telah menerimanya untuk menyampaikan nya lagikepada
para sahabat lain yang belum pernah mendengarnya secara langsung dari beliau.
Terutama kepada saudara, keluarga, hadai taulan dan orang yang baru masuk
islam. Seperti yang telah diriwayat kan :
بلفواعنى ولوآية
“sampaikanlah
apa saja yang telah kalian peroleh dari saya, walaupun hanya satu ayat”[31]
Salah
satu sahabat nabi yang senantiasa menjadi penulis wahyu yang setia adalah Zaid
bin Sabit yang juga merupakan orang terakhir kali membaca Al-qur’an di hadapan
Rosulullah sebelum Rosulullah wafat. Ketika rosulullah berpulang ke rahmatullah
disaat Qur’an telah dihafal dan tertulis dalam mushaf dengan susunan ayat dan
surah-surah terpisahkan, dan setiap surah tersebut berada dalam satu lembaran
secara terpisah dalam tujuh huruf.Susunan atau tertib penulisan
Al-Qur’an tidak menurut tertib nuzulnya, melainkan setiap ayat yang turun
dituliskan dan ditempatkan sesuai dengan petunjuk Rosulullah, Rosulullah
menjelaskan bahwa ayat ini harus di letakkan pada surah ini. Andaikata pada
masa Rosulullah Qur’an itu seluruhnya dikumpulkan diantara dua sampul dalam
satu mushaf, hal demikian akan membawa perubahan ketika wahyu turun lagi.
Karena di samping itu terkadang terdapat pula ayat yang me-Nasikh
(menghapuskan).Oleh karena itulah Az-Zarkasyi berkata “Qur’an tidak dituliskan
dalam satu mushaf pada zaman nabi agar ia tidak berubah pada setiap waktu.”
oleh sebab itu, penulisannya dilakukan kemudian sesudah Qur’an selesai turun
semua, yaitu dengan wafatnya Rosulullah.
Ketika
rosulullah wafat, Al-Qur’an belum dikumpulkan sama sekali, maksudnya ayat-ayat
dan surah-surahnya belum dikumpulkan secara tertib dalam satu mushaf.
“Rosulullah tidak mengumpulkan Qur’an dalam satu mushaf itu karena Rosulullah
menunggu ayat yang Nasikh, dalam hukum-hukum dan bacaannya, dan ketika Rosulullah
wafat berakhir pula masa turun nya Al-qur’an, maka disinilah peran Khulafaur
Rasyidin dalam penulisan mushaf secara lengkap sesuai dengan janji Allah yang
benar kepada umat ini tentang jaminan pemeliharaannya. “sesungguhnya Kamilah
yang menurunkan Qur’an, dan Kami pula yang akan menjaganya.” [32]
b. Pengumpulan Al-Qur’an pada masa Abu Bakar
Ketika
Rosulullah wafat, Abu bakar lah yang menjalankan urusan islam, dia dihadap kan
oleh masalah-masalah besar salah satunya marak nya kemurtad an yang dilakukan
sebagaian warga Arab dan harus menyelesaikan pengumpulan Al-Qur’an.Pada masa
Khalifah I ini, upaya untuk memelihara autentisitas teks Al-Qur’an maju
selangkah lagi, yaitu dengan terlaksanaya kompilasi (pengumpulan) ayat-ayat
al-Qur’an kedalam sebuah mushaf.[33]
Disisi lain nya peran abu bakar menyiapkan pasukan perang untuk memerangi kaum
murtad yang dipimpin oleh Musailamah Al-kayyab, dan pasukan muslim yang
dipimpin oleh khalid ibn al-walid yang pasukan perangnya rata-rata
adalah para qurra’ dan huffadz. Perang yamamah yang terjadi pada
tahun 12 hijriyah melibat kan sejumlah besar sahabat yang hafal al-Qur’an,
sekitar 70 qori yang gugur. Hal ini membuat khawatir Umar bin Khattab yang
akhirnya memberikan usulan kepada sahabat Abu bakar agar mengumpulkan dan
membukukan Al-Qur’an karena dikhawatirkan akan musnah, sebab peperangan Yamamah
telah banyak membunuh para qari.[34]Usulan
pertama dari Umar, abu bakar menolaknya
setelah itu Allah membuka kan hati abu bakar untuk menerima usulan umar
tersebut, kemudian abu bakar memerintahkan Zaid bin Sabit untuk mengumpulkan
Al-Qur’an. Menurut riwayat dari Ubaid ibn Sabbaq yang diceritakan kembali oleh
Bukhari dalam Kitabnya, jami’ al-Shahih bahwa :
Zaid
bin Tsabit berkata “seusai peperangan yamamah, aku dipanggil oleh Abu Bakar ra
dan kulihat Umar ra berada di sampingnya”, Abu bakar berkata kepadaku, “Hai
Zaid, Umar telah berkata kepadaku bahwa peperangan yamamah telah menewaskan
sejumlah besar qari dan aku khawatir jika qari-qari yang lain tewas pula dalam
peperangan-peperangan yang lain sehingga nantinya akan banyak ayat al-qur’an
yang hilang. Hai Zaid “anda adalah seorang pemuda yang cerdas yang tidak pernah
kami ragukan, kamu juga seorang yang telah menuliskan wahyu untuk Rosululah,,
karena itu Telitilah Al-Qur’an lalu kumpulkan”. Zaid menjawab “Demi Allah
sekiranya aku diberi tugas untuk memindahkan sebuah gunung, maka tugas itu
tidak seberat mengumpulkan Al-Qur’an yang telah diperintah kan kepadaku”.Abu
bakar terus menerus mengulangi permintaanya kepada zaid, sampai akhirnya Allah
membukakan hati Zaid sebagaimana Allah membukakan hati Abu Bakar.Setelah itu
Zaid meneliti Al-Qur’an dengan seksama, kemudian mengumpulkannya dari
pelepah-pelepah kurma, kepingan-kepingan batu dan hafalan para sahabat.[35]Pengumpulan
ini dinamakan pengumpulan kedua.
c. Pengumpulan Al-Qur’an pada masa Usman
Selama
pemerintahan utsman yang dipilih oleh masyarakat melalui bai’ah yang amat terkenal sebagai khalifah ketiga, umat islam
sibuk melibatkan diri di medan jihad yang membawa islam ke utara Azerbeijan dan
Armenia. Disinilah terjadinya sebuah perbedaan dialeg dan sebagai akibat adanya
perbedaan dalam menyebutkan huruf Al-Qur’an mulai menampakkan kerancuan dan
perselisihan dalam masyarakat.Dan disinilah sikap utsman terhadap perselisihan
bacaan.[36]
Karena sebelumnya kalau pengumpulan Al-Qur’an pada masaAbu Bakar adalah
pengumpulan berupa catatan-catatan al-Qur’an yang asli dan yang telah ditulis dihadapan
Rosulullah langsung kedalam satu mushaf resmi, sedangkan pengumpulan al-Qur’an
pada masa Ustman adalah mengumpulkan al-Qur’an dalam bentuk bacaan
menstandardisasikan (menyeragamkan) bacaan kaum muslim kepada satu bacaan
al-Qur’an yang resmi.[37]
Penyebaran
islam bertambah luas dan para qurra pun tersebar di berbagai wilayah,dan setiap
wilayah penduduknya mempelajari qira’at (bacaan) dari qari’ yang dikirim kepada
mereka, sebagian mereka merasa heran akan adanya qiraat ini, namun sebagian
mereka juga ada yang merasa puas karena mengetahui perbedaan-perbedaan itu
semuanya di sandar kan kepada Rosulullah. Dan terjadilah pembicaraan tentang
bacaan mana yang baku dan mana yang lebih baku yang pada gilirannya akan
menimbulkan pertentangan bila terus tersiar bahkan akan menimbulkan permusuhan
dan perbuatan dosa, ketika terjadi perang Armenia dan Azarbaijan dengan
penduduk irak, Huzaifah bin al-Yaman salah satu orang yang menyerbu kedua
tempat itu, banyak sekali perbedaan dalam membaca al-Qur’an, sebagian dibaca
dengan kesalahan tetapi masing-masing dari mereka ada yang mempertahan kan dan
terus berpegangteguh pada bacaannya, serta menentang setiap orang yang
menyalahi bacaannya dan bahkan mereka saling mengkafirkan. Dengan melihat
kejadian itu Huzaifah melaporkan kepada usman apa yang telah dia lihat.[38]Kemudian
ustman berpidato “kalian yang berada didekatku saja berbeda pendapat tentang
bacaan Al-Qur’an, kemudian saling menyalahkan, apalagi orang yang berada di
negeri-negeri yang jauh dari aku (ustman).Tentunya lebih keras dan lebih keliru
lagi.Karena itu wahai sahabat-sahabat Muhammad bersepakatlah dan tulislah
mushaf al-Qur’an untuk menjadi imam (standar) bagi umat manusia.
Ada
sebuah riwayat yang menyimpulkan bahwa motivasi pengumpulan al-Qur’an pada masa
Utsman adalah untuk menghilangkan perselisihan dan untuk menyeragamkan
pembacaan al-Qur’an dikalangan kaum muslimin pada satu harf.[39]
d. Perbedaan antara pengumpulan Abu bakar dengan Usman
Sebelumnya
telah dijelaskan bahwa pengumpilan (mushaf) oleh Abu bakar berbeda dengan
pengumpulan yang dilakukan Usman dalam motif dan caranya. Motif Abu bakar
adalah kekhawatirannya akan hilangnya al-Qur’an karena banyaknya para huffaz
yang gugur dalam peperangan, kemudian memindahkan tulisan atau catatan
al-Qur’an yang semula bertebaran di
pelepah kurma, kulit binatang, tulang belulang dikumpulkan menjadi satu mushaf,
sedangkan motif usman untuk mengumpulkan qur’an adalah karena banyaknya
perbedaan dalam cara-cara membaca Qur’an yang disaksikannya sendiri di
daerah-daerah dan saling menyalahkan satu sama lain, kemudian pengumpulannya
dilakukan untuk menyalinnya dalam satu huruf
diantara ketujuh hurif itu, untuk mempersatukan kaum muslimin dalam satu
mushaf dan satu huruf yang mereka baca tanpa keenam huruf lainnya.
Usman
hanyalah menyatukan umat pada satu macam (wajah) qiraat.Dengan usahanya usman
telah berhasil menghindarkan timbulnya fitnah dan mengikis sumber perselisihan
serta menjaga Qur’an dari penambahan dan penyimpangan sepanjang zaman. Mushaf
mushaf yang ditulis oleh usman itu sekarang hampir tidak ditemukan sebuah pun
juga, keterangan yang diriwayatkan oleh ibn katsir dalam kitabnya fadhailul
Qur’an menyatakan bahwa ia menemukan satu buah diantaranya di masjid
Damasyik di Syam, mushaf itu ada yang bilang bahwa telah dibakar dalam masjid
Damsyik pada tahun 1310 H.
Pengumpulan
Qur’an oleh usman ini disebut dengan pengumpulan ketiga yang
dilaksanakan pada 25 H.[40]
Kesimpulan
Al-qur’an adalah wahyu
Allah STW yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan menggunakan bahasa
Arab yang membacanya adalah ibadah, susunana kata dan isinya merupakan
Mu’jizat, dan termaktub di dalam mushaf. Bukti bahwasanya al-qur’an adalah
wahyu Allah SWT dan bukan karangan nabi adalah bahwasanya didalam al-qur’an
terdapat ayat-ayat yang bahkan nabi sendiri belum memahaminya, dan adapula
beberapa ayat yang bias dipahami setelah turunnya ayat-ayat lain atau saling
berkaitan. Bukti lain adalah didalam al-qur’an memberikan informasi historis
mengenai masa lampau dan yang akan datang dan itu semua sudah terbukti
kebenarannya, dan didalamnya pula terdapat informasi-informasi ataupun ilmu
pengetahuan yang baru bias dibuktikan setelah berkembangnya teknologi informasi
dan ilmu pengetahuan pada abad modern.
Setelah
proses penyampaian wahyu dari Allah SWT melalui malaikat jibril kepada Nabi
SAW, maka al-qur’an langsung disampaikan kepada para sahabat-sahabat Nabi. Pada
saat inilah mulai adanya penulisan kalam ilahi atau yang biasa disebut katibul al-wahyi (para penulis wahyu).
Dalam sejarah islam, ada beberapa masa penulisan al-qur’an dan kodifikasi
al-qur’an yang cukup terkenal, yaitu pada masa Nabi Muhammad SAW, pada masa Abu
bakar, dan masa utsman.
Daftar Rujukan
As-suyuthi, Imam Jalaludin, Samudera Ulumul Qur’an (Al-Itqan fi Ulumil
Qur’an). Surabaya: PT Bina Ilmu Surabaya, 2006.
Al-a’zami, M.M, The History The Qur’aic Text, from
Relefation to Compilation. Jakarta: Gema Insani, 2005.
Athaillah.H.A, Sejarah Al-quran. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2010.
Al-Qattan,
Manna’ Khalil, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, Bogor: Pustaka Litera AntarNusa,
2013.
Az-Zanjani,
Abu Abdullah, Wawasan baru Tarikh Al-Quran, ()
Ibnu
Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, jilid IV, Beirut: Dár ál-Fikr, t.th.
Kholis,Nur,
Pengantar Studi Al-qur’an dan Al-hadits, Yogyakarta: Teras, 2008.
Al-Qattan,
Manna’ Khalil, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, Bogor; Pustaka Litera AntarNusa,
2013.
Catatan
Revisi:
1. Tidak ada indikasi melakukan copy-paste. Selamat!!!
2.
Abstrak
tolong diedit.
3.
Sub-judul
tidak dikapital semua, tolong benarkan seperti kata “Pendahuluan”, “Kesimpulan”,
dan “Daftar Rujukan” yang sudah benar.
4.
Penulisan
footnote tolong dipelajari lagi, misalnya untuk penulis tidak usah menggunakan
gelar dan penggunaan ibid serta pengulangan referensi yang sama hanya diulangi
sampai judul sebanyak tiga kata dan langsung halaman (penulis, judul 3 kata.,
halaman).
5.
Nama
orang dengan “al”, kata setelahnya harus besar, contoh as-Syafi’i.
6.
Berikan
sebuah definisi al-Qur’an dengan menggunakan bahasa Arab.
7.
Penulisan
footnote diakhiri dengan titik.
8.
Kesimpulan
mengenai sejarah al-Qur’an masa Nabi, Abu Bakar, dan Usman tolong lebih
perjelas.
9. Tulisan tolong diedit lagi, karena banyak kesalahan
tulis.
Makalah sudah cukup baik, tetapi ada
beberapa penulisan yang salah ketik. Jadi tolong lebih diperbaiki lagi. Selamat
merevisi!!!!
[1] Dr. H.A. Athaillah, M.AG, Sejarah
Al-quran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal 1-2
[2] Ibid, hal 3
[3] Prof. Dr. H.A. Athaillah, M.AG, Sejarah
Al-quran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal 11
[4]As-syafi’I adalah seorang pakar fiqh dan Ushulul
Al-Fiqh, Hadist, Tafsir, Dan Bahasa Arab, dan pendiri mazhab as-syafi’i.beliau
wafat pada 204 H.
[5] Al-farra adalah seorang pakar tafsir dan
pakar bahasa arab yang wafat pada tahun 207 H.
[6]Al-asy’ari adalah seorang pakar ilmu kalam
dan pendiri aliran asy’ariyah yang wafat pada tahun 224 H.
[7] Nur Kholis, M.Ag, Pengantar Studi
Al-qur’an dan Al-hadits (Yogyakarta: Teras, 2008), hal 22-23.
[8]Az-zajjaj adalah seorang pakar Bahasa Arab
yang wafat pada 311 H.
[9] Al-lihyani adalah seorang ahli bahasa arab
yang wafat pada 215 H.
[10] Prof. Dr. H.A. Athaillah, M.AG, Sejarah
Al-quran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal 12.
[11] Nur Kholis, M.Ag, Pengantar Studi
Al-qur’an dan Al-hadits (Yogyakarta: Teras, 2008), hal 23.
[12] Nur Kholis, M.Ag, Pengantar Studi
Al-qur’an dan Al-hadits (Yogyakarta: Teras, 2008), hal 25
[13] Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu
Qur’an (Bogor, Pustaka Litera AntarNusa, 2013), hal 36
[14] Nur Kholis, M.Ag, Pengantar Studi
Al-qur’an dan Al-hadits (Yogyakarta: Teras, 2008), hal 2-4
[15] Prof. Dr. H.A. Athaillah, M.AG, Sejarah
Al-quran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal 43-59
[16] QS.al-Qiyamah;ayat-16-19
[17] Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim,
jilid IV, Dár ál-Fikr, Beirut, t.th., hlm 449
[18] QS.at-Taubah;ayat-84
[19]QS.al-Baqarah;ayat-284
[20]QS.Yunus;ayat-90-92
[21] Dr. H.A. Athaillah, M.AG, Sejarah
Al-quran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal 58.
[22]Ibid, hal 59-61
[23] Imam Jalaludin As suyuti, Samudera Ulumul
Qur’an (Al-itqan fi Ulumil Qur’an), Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2006, hal 299
- 300
[24] Ibid, hal 300
[25] Ibid, hal 305
[26]Prof. Dr. H.A. Athaillah, M.AG, Sejarah
Al-quran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal 180
[27] Prof. Dr. H.A. Athaillah, M.AG, Sejarah
Al-quran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal 187
[28] Abu Abdullah Az-Zanjani, Wawasan baru
Tarikh Al-Quran () hal 63 - 65
[29] Prof. Dr. M.M Al-A’zami, The History The
Qur’anic Text (Jakarta:Gema Insani, 2005) hal 73
[30] Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu
Qur’an (Bogor, Pustaka Litera AntarNusa, 2013), hal
186
[31] Prof. Dr. H.A. Athaillah, M.AG, Sejarah
Al-quran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal 180
[32] Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu
Qur’an (Bogor, Pustaka Litera AntarNusa, 2013), hal 185-188
[33] Prof. Dr. H.A. Athaillah, M.AG, Sejarah
Al-quran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal 213
[34]
Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an (Bogor, Pustaka
Litera AntarNusa, 2013), hal 188
[35] Dr.
H.A. Athaillah, M.AG, Sejarah Al-quran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2010), hal 216
[36] Prof. Dr. M.M Al-A’zami, The History The
Qur’anic Text (Jakarta:Gema Insani, 2005) hal 97
[37] Dr. H.A. Athaillah, M.AG, Sejarah
Al-quran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal 236
[38] Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu
Qur’an (Bogor, Pustaka Litera AntarNusa, 2013), hal 192
[39] Dr. H.A. Athaillah, M.AG, Sejarah Al-quran
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal 241
[40] Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu
Qur’an (Bogor, Pustaka Litera AntarNusa, 2013), hal 198 - 200
Tidak ada komentar:
Posting Komentar