AL–QUR’AN DAN HISTORISITASNYA
Ansisca,
Rizal Prasetya
Kelas PAI B Semester III
Kelas PAI B Semester III
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan keguruan, Jurusan Pendidikan Agama Islam
akuansisca@gmail.com
akuansisca@gmail.com
Abstract: This article talks about
Al-Qur’an and his history and as a source of islamic law, Al-Qur’an is great
Kitabullah requiring nations Islam maintain and memorize wholly or partially
and implement in their lives theoretically and practical. As Al-Hudan,
Al-Qur’an contains instructions who supranational and comprehensive related
matters human life, whether it is human affairs with god, peoples with their
self, man to each other, and people by the environment. Al-Qur’an reflect the
existence of god and not disputed it, Al-Qur’an also taught a teaching about
prophetic, spiritual beings, court the hereafter, regulations for social life.
With the doctrines can be useful for human life. In this journal will be
explained about the history of the Al-Qur’an, and Al-Qur’an have the
preparation of stages, in order the messenger and the khailifah also have a
role important in the preparation of the Qur’an.
Keywords: Meaning Al-Qur’an, the content of Qur’an,
history maintenance of Qur’an, the teachings of Al-Qur’an, and miracle
Al-Qur’an.
Pendahuluan
Al-qur’an merupakan salah-satu kelangkaan (kitab) yang telah
memberikan pengaruh begitu luas dan mendalam terhadap jiwa manusia. Bagi kaum muslimin
sendiri, Al-qur’an adalah wahyu dari Tuhan. Kitab ini digunakan dalam
peribadatan baik sendiri maupun bersama, serta dibaca bersama pada hari-hari
penting atau hajat keluarga. Al-qur’an merupakan dasar keyakinan keagamaan,
keibadatan dan hukum; pembimbing tingkah laku bermasyarakat dan individual.
Al-qur’an yang agung juga mengandung ayat-ayat yang menunjukkan atas Ilmu Allah
yang meliputi segala sesuatu yang ada di alam berupa makhluk-makhluk,
kosmos-kosmos, sistem-sistem, undang-undang, dan aturan-aturan yang diciptakan oleh
Allah SWT sebagai ketentuan terhadap iradat(kehendak) dan perintah-Nya.
Al-qur’an adalah Kitabullah agung yang mengharuskan ummat
Islam menjaga dan menghafalkan sebagian atau seluruhnya serta melaksanakan di
dalam kehidupan mereka secara teoritis maupun praktis. Hal ini karena Al-qur’an
adalah kitab yang mengumpulkan gudang-gudang ilmu yang bermanfaat selain
sebagai undang-undang dasar yang menunjukkan jalan yang lurus dan mengikuti
al-qur’an secara tekstual dan spiritual adalah sarana praktis yang
menghantarkan kepada dunia akhirat.
Kitabullah ini diturunkan berangsur-angsur berupa
beberapa ayat dari sebuah surat atau berupa sebuah surat pendek secara lengkap.
Adapun penyampaian Al-qur’an secara keseluruhan memakan waktu lebih kurang 23
tahun, yakni 13 tahun ketika Nabi masih tinggal di Mekkah sebelum hijrah dan
sepuluh tahun lagi adalah ketika setelah Nabi hijrah ke Madinah. Al-qur’an
adalah firman atau wahyu yang diturunkan Allah melalui Malaikat Jibril pada
Nabi Muhammad SAW untuk dijadikan pedoman dan petunjuk hidup seluruh ummat
manusia hingga akhir zaman. Kitab suci ini merupakan kitab terakhir dan
terbesar yang diturunkan Allah SWT kepada manusia setelah Taurat, Zabur, dan
Injil yang diturunkan kepada para Rasul sebelum Nabi Muhammad SAW. Al-qur’an
merupakan kitab suci yang istimewa karena tidak hanya mempelajari dan
mengamalkan isinya saja yang menjadi keutamaan, tetapi membacanya saja sudah
bernilai ibadah.
Suhuf Al-Quran yang disimpan di rumah Nabi dan diperkuat
dengan naskah-naskah Al-Quran yang dibuat oleh para penulis wahyu untuk pribadi
masing-masing serta ditunjang oleh hafalan Al-Quran, yang tidak sedikit
jumlahnya, maka semua itu dapat menjamin al-quran tetap terpelihara secara
lengkap dan murni (orisinil), sesuai dengan janji Allah swt. Dalam surat
Al-Hijr: 9 yang artinya: “sesungguhnya Aku telah menurunkan peringatan Al-Quran
dan sesungguhnya aku telah memeliharanya (mengamankannya)[1]
Dalam riwayat pengumpulan Al-quran ada suatu riwayat yang
disebut secara luas, karena itu muncul dalam berbagai versi yang mengisahkan
pengumpulan Al-quran pada masa ke khalifahan Abu Bakr (623-634). Menurut
riwayat ini, Umar bin Khattab (Khalifah ke dua setelah Abu Bakr) merasa
khawatir bahwa dalam pertempuran Yamāna-selama peperangan ridda baanyak
penghafal Al-Quran yang telah tewas. Karena orang-orang ini merupakan penghafal
bagian-bagian Al-Quran. Umar cemas jika bertambah lagi angka kematian itu, maka
beberapa bagian lagi dari Al-Quran akan
musnah.
MAKNA
AL-QUR’AN
Secera bahasa, Al-Qur’an berasal
dari kata kerja qara’a yang berarti “mengumpulkan atau menghimpun”, dan
qira’ah yang berarti “menghimpun huruf-huruf dan kata-kata satu dengan yang
lain dalam suatu ucapan yang tersusun rapi”.
Al-qur’an
adalah firman atau wahyu yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad
SAW dengan perantara Malaikat Jibril untuk dijadikan pedoman dan petunjuk hidup
seluruh umat manusia hingga akhir zaman. Al-Qur’an merupakan kitab suci
terakhir dan terbesar yang diturunkan Allah SWT kepada manusia setelah Taurat,
Zabur, dan Injil yang diturunkan kepada para Rasul sebelum Nabi Muhammad SAW.
Al-Qur’an merupakan kitab suci yang istimewa karena tidak hanya mempelajari dan
mengamalkan isinya saja yang menjadi keutamaan, tetapi membacanya saja sudah
bernilai ibadah.
Hal ini sesuai dengan beberapa
definisi Al-Qur’an yang diungkapkan para ulama’, diantaranya Dr. Subhi
Ash-Shalih. Ia mendefinisikan Al-Qur’an sebagai “kalam Allah AWT berupa
mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan ditulis di mushaf
serta diriwayatkan secara mutawatir di mana membacanya termasuk ibadah[2].
Definisi senada diungkapkan oleh
Ustadz Muhammad Ali Ash Shabuni. Menurutnya, Al-Qur’an adalah firman Allah SWT
yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW penutup para Nabi
dan Rasul, dengan perantaranya, dengan perantaraan Malaikat Jibril dan ditulis
pada mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan kepada kita secara mutawatir,
serta membaca dan mempelajarinya merupakan ibadah, dimulai dengan Surah
Al-Fatihah [1] dan ditutup dengan suara An-Nas [114].
Secera bahasa, Al-Qur’an berasal dari kata kerja qara’a
yang berarti “mengumpulkan atau menghimpun”, dan qira’ah yang berarti
“menghimpun huruf-huruf dan kata-kata satu dengan yang lain dalam suatu ucapan
yang tersusun rapi”.
Oleh karena itu, istilah qur’an paling umum diterjemahkan
sebagai “bacaan” atau “tilawah” (bacaan yang dilantunkan), dan telah
dihubungkan secara etimologis dengan qeryana (bacaan Kitab Suci, bagian dari
Kitab Suci yang dibacakan dalam ritual keagamaan) dalam bahasa Suriah, dan
Miqra’ dalam bahasa Ibrani (pembacaan suatu kisah, Kitab Suci). Sebagian
mufassir juga berpendapat bahwa kata tersebut berasal dari bentuk fu’lan,
qur’an membawa kontonasi “bacaan sinambung” atau “bacaan abadi”, yang dibaca
dan dibaca berulang-ulang.
Al-Qur’an dikhususkan sebagai nama bagi kitab yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga Al-Qur’an menjadi nama khas kitab
tersebut, yaitu sebagai nama diri, termasuk juga untuk penamaan ayat-ayatnya.
Sebagai sebuah nama, Al-Qur’an merujuk pada wahyu (tanzil) yang “diturunkan”
(unzila) oleh AllahSWT kepada Nabi Muhammad SAW dalam rentang hampir 23 tahun.
Dalam konotasi yang lebih universal, ia adalah ekspresi diri Ummul Kitab
sebagai paradigma komunikasi Ilahiah (QS, Al-Ra’d [13]: 39). (ada indikasi copy paste dari
https://halaqohdakwah.wordpress.com/2009/06/10/makna-al-quran/)
KANDUNGAN
AL-QUR’AN
“Dan
kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qurr’an) untuk menjelaskan segala sesuatu
dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagiorang-orang yang berserah diri”(QS.
An-Nahl [16]:89).
Tidaklah Allah SWT menciptakan manusia dengan sia-sia.
Ada misi yang harus dan tujuan-tujuan mulia yang menuntut dirinya berjuang
mendapatkannya. Dengan kasih sayang-Nya yang tiada terbatas, Allah SWT
memberikan petunjuk dan bimbingan kepada manusia bagaimana menjalankan visi dan
misi hidupnya tersebut, serta setrategi bagaimana mencapai tujuan penciptanya.
Petunjuk yang Allah berikan itu bersifat kauniyah, artinya petunjuk itu
terbesar di alam semesta dan berbentuk hukum-hukum kehidupan. Allah pun
memberikan petunjuk-petunjuk yang bersifat qauliyah yang tercantum dalam
Al-Qur’an.
Dengan demikian, Al-Qur’an adalah
tanda kasih sayang Allah yang utama kepada manusia, khususnya pada
hamba-hambanya yang beriman. Allah SWT menyebut Al-Qur’an sebagai “hudan”
petunjuk dan rahmat (kasih sayang). Dia berfirman, “Dan Kami turunkan kepadamu
Al-Kitab (Al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat
dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (QS. An-Nahl [16]:89).
Sebagai Al-Hudan, Al-Qur’an
berisi petunjuk-petunjuk yang bersifat global dan komprehensif terkait
persoalan-persoalan hidup manusia, baik itu urusan manusia dengan Allah,
manusia dengan dirinya sendri, menusia dengan sesamanya, dan manusia dengan
lingkungan sekitarnya.
Secara garis besar, Al-Qur’an
mengandung tiga hal.
Pertama,
petunjuk akidah dan kepercayaan yang harus dianut oleh
manusia yang tersimpul dalam dalam keimanan akan keesaan tuhan dan kepercayaan
akan kepastian adanya hari pembalasan.
Kedua, petunjuk
tentang akhlak yang murni dengan jalan menerangkan norma-norma keagamaan dan
susila yang harus diikuti oleh manusia baik secara individual maupun secara
kolektif.
Ketiga, petunjuk tentang syariat dan
hukum dengan jalan menerangkan dasar-dasar hukum yang harus diikuti oleh
manusia dalam hubungannya dengan Tuhan dan sesamanya. Dengan kata lain,
“Al-Qur’an adalah petunjuk bagi seluruh umat manusia ke jalan yang harus
ditempuh demi kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. (ada sedikit indikasi copy-paste
dari https://hbis.files.wordpress.com/2009/11/makalah-mahasiswa-bani-saleh.docx)
Apabila kita perinci lagi. Al-Qur’an mengandung tema-tema
khusus yang akan mengungkap banyak hal dari kehidupan manusia, yaitu[3]:
1.
Sejarah
atau Kisah
Al-Qur’an penuh dengan bahan-bahan sejarah, mulai dari
sejarah kejadian bumi dan kejadian langit, alam seluruhnya, sejarah kehidupan
para nabi dan rasul sejak Nabi Adam as sampai dengan Nabi Muhammad SAW.
Al-Qur’an juga menceritakan tentang kemunculan nabi-nabi palsu yang akan dan
sudah lahir, sejarah kerajaan besar, seperti Babylonia, Mesir, Romawi, sejarah
bangsa-bangsa Arab jahiliyah, Nasrani dan Yahudi, dan sebagainya. Tidak saja
fakta-fakta sejarah, tetapi juga pelajaran yang dapat diambil dari
kejadian-kejadian dalam sejarah itu.
1.
Etika
Pergaulan
Al-Qur’anpun mengandung pelajaran-pelajaran yang sangat
baik untuk dijadikan penuntun dalam pergaulan antara satu kekuasaan dengan
kekuasaan yang lain, antara anggota keluarga, murid dan guru, antara manusia
dengan Tuhan dan sebagainya. Tuntunan yang baik antara sesama umat manusia,
tuntunan pergaulan hidup yang dapat membawa perdamaian dan kemajuan, ketentraman
dan kesejahteraan dari semua pihak. Ilmu kemasyarakatan dan ilmu pergaulan
hidupyang dikemukakan Al-Qur’an tidak saja bersifat pengetahuan, tetapi juga
mengandung aspek-aspek pendidikan dan tuntutan hidup yang murni. Tuntunan
menjalani kehidupan sehari-sehari diungkapkan pula oleh Al-Qur’an, termasuk
pula ayat-ayat yang berkenaan dengan ekonomi, industri, perdagangan,
perhubungan darat dan laut, dan sebagainya.
2.
Akidah
atau Keyakinan.
Soal Ketuhanan, Al-Qur’an memberi jawaban yang putus,
puas dan tegas. Tidak satu pun kitab suci yang mampu menerangkanpelajaran
tauhid demikian sempurna, seperti yang termuat dalam Al-Qur’an yang telah dapat
membawa manusia kepada tauhid dalam arti kata yang sesungguhnya. Islam membasmi
semua kemusyrikan menghilangkan semua takhayul, yang mengikat
kemerdekaan berpikir bagi umat manusia.
3.
Politik
Politik yang dikemukakan Al-Qur’an adalah politik yang
berdasarkan hak sama rata yang sehat, hak berkehidupan secara adil, yang mampu
membawa keamanan dan kebaikan bagi seluruh manusia. Oleh karena itu,
pemerintahan tidak berpegang semata-mata oleh seorang pemimpin, tetapi juga
harus memperhatikan anggota masyarakat yang tidak turut pemerintahan dalam
kerangka aturan Ilahi.
4.
Qital
Untuk mengatur peraturan negara yang kuat, Al-Qur’an
memberikan petunjuk atau cara-cara yang sangat manusiawi. Peperangan untuk
menjajah, untuk memperbudak sesama manusia tidak diperkenankan. Peperangan
untuk membela diri, membela harta dan jiwa, terutama untuk membela agama Allah,
menjamin kemerdekaan beragama dan berfikir, melenyapkan kezaliman adalah
peperangan yang dianggap suci oleh Al-Qur’an, peperangan jihad di jalan Allah
SWT. Kedisiplinan pasukan diaturnya, strategi perang diaturnya, kalah menang
diaturnya, perjanjian dan perdamaian diaturnya, sampai urusan harta rampasan
dan kelakuan para prajurit diberinya tuntunan yang baik, untuk menjauhi segala
apa yang bersifat zalim, sekaligus demi menjaga kehormatan Islam dan umanya.
Ajaran-ajaran Al-Qur’an
1. Ajaran
tentang Tuhan
Al-Qur’an mencerminkan keberadaan Tuhan dan tidak
memperdebatkannya. Dalam bagian-bagian wahyu awal pokok-pokok yang diberi
penekanan tegas adalah bahwa Tuhan mahapengasih dan mahakuasa. Pokok ini
didukung dengan seruan untuk memperhatikan “Tanda-tanda” dalam alam. Segala
jenis fenomena kealaman telaah ditata dalam suatu cara sehingga fenomena
tersebut memberi andil kepada terpeliharanya kehidupan manusia serta kenikmatan
dan kemudahan yang diperoleh para individunya. Selaras dengan penekanan
terhadap kepengasihan Tuhan-lah, seluruh surat Al-qur’an diawali dengan rumusan
“Dengan nama Allah yang mahapengasih lagi maha penyayang”.
Sebagian besar Al-Quran menekan bahwa Tuhan merupakaan
satu-satunya yang di sembah dan bahwa Dia tidak memiliki bandingan atau
sekutu-sekutu. Kontrol mutlak Tuhan terhadap segala peristiwa juga terjelma
melalui berbagai konsepsi bawahan seperti petunjuk, rahmat, atau
pertolongan-Nya. Secara keseluruhan, ajaran Al-Qur’an pada waktu yang sama juga
menegaskan tanggung jawab manusia seperti penekannanya terhadap kemahakuasaan
Tuhan. Hal ini secara nyata terkandung dalam ajaran pengadilan Akhirat dan
teolog-teolog muslim yang belakangan mendesak bahwa keadilan tuhan (yang
ditegaskan Al-Quran) tidak akan mengizinkan-Nya menghukum seseorang untuk suatu
perbuatan yang bukan merupakan tanggung jawabnya.
Nama-nama diri tuhan cenderung memainkan peran yang lebih
besar dalam pemikiran islam yang belakangan, mengikuti ayat-ayat di dalam
Al-Quran yang menyatakan bahwa Tuhan memiliki nama-nama terindah (al-asmā
al-husna) (QS. 07: 180 ) sembilan puluh sembilan nama Tuhan disusun, dan daftar
ini digunakan sebagai pijakan meditasi. Nama-nama ini terdapat dalam Al-Quran
meski beberapa diantaranya tidak persis seperti bentuk kata yang diberikan
dalam daftar tersebut, dan juga terdapat nama lainnya di dalam Al-Quran yang
biasanya tidak dimasukan ke dalam daftar itu, tentang ini terdapat berbagai
versi yang berbeda.[4]
Suatu karakteristik gaya Al-Quran adalah ia memiliki suatu ayat yang berujung
dengan dua nama Tuhan , seperti “Engkaulah yang maha mengetahui, maha
bijaksana” (QS. 02:32).
Salah-satu
nama Tuhan lainnya, al-rahmān (yang maha pengasih), dijumpai pada berbagai
kesempatan di dalam Al-quran seagai nama diri.juga diketahui dari
prasasti-prasasti bahwa namma diri Tuhan demikian telah digunakan di Arab
sebelum masa Nabi Muhammad, dan tampaknya telah digunakan setidak-tidaknya oleh
beberapa “nabi” yang muncul menjelang kelahiran Nabi Muhammad. Jadi pada
akhirnya Al-Quran secara sederhana berpegang teguh kepada kebenaran-kebenaran
pelengkap (komplementer) kemahakuasaan Tuhan dan tanggung jawab manusia tanpa
mendamaikan secara intellektual.
2. Ajaran
tentang Kenabian
konsepsi Al-Quran tentang utusan (rasul) dan nabi telah
dikemukakan pada ayat-ayat dalam Al-Quran. Bagian terpenting dalam konsepsi itu
ialah bahwa pesan Ilahi yang disapaikan kepada nabi Muhammad pada dasarnya sama
dengan pesan-pesan Ilahi yang disampaikan kepada para nabi lainya. Dalam
beberapa bagian Al-Quran, dikemukakan kesan bahwa pasra rosul itu diutus kepada
berbagai masyarakat, dan apabila suatu masyarakat menolak pesan Ilahi yang
dibawanya, maka komunitas tersebut musnah. Kesan ini juga dikemukakan dalam
kasus nabi-nabi Arab, “Kaum Lut” dan lainya. Di sisi lain, diakui bahwa
setidak-tidaknya dalam kasusu beberapa nabi terdapat kesinambungan. “Tuhan
memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga Imran di atas segala-galanya
dan saling turun-temurun...” (QS 3:33)
Ketika Nabi hijrah
ke Madinah, pada mulanya beliau menyerukan pesan Ilahi tersebut kepada para “
ahli kitab” (terutama orang Yahudi), seperti yang terdapat dalam QS. 5:15,19.
Ketika orang-orang Yahudi jelas tidak mengakui kenabianya , beliau di ingatkan
bahwa kaum iniah yang telah menolak dan membunuh para rosul yang diutus
kepadamereka ( QS. 3:181-184; 5:70), dan kenyataan bahwa orang-orang Yahudi dan
kristen selalu menempatkan diri mereka pada posisi yang keliru dengan saling
mengingkari eksistensi masing-masing, walau eduanya membaca kitab (QS 2:113).
3. Ajaran
tentang Makhluk Spiritual Lainya
Secara tersamar mereka ditakuti, tapi tidak selalu
berhati dengki. Meskipun diciptakan dari api, bukan dari lempung seperti
manusia (QS. 55:14. 15:26), namunn tujuan hidup mereka sama dengan manusia yaitu mengabdi atau
menyembah kepada Tuhan (QS. 6:130), dan mereka bisa saja beriman atau kafir.
Dijelaskan bahwa saat kelompook jin mendengar Nabi membaca Al-Quran, diantara
mereka langsung menjadi muslim. Jinn yang tidak beriman akan masuk neraka,
tetapi yang tidak dinyatakan secara eksplisit bahwa yang beriman akan masuk
surga.[5]
Malaikat sering disebut dalam Al-Quran, meski tidak pada
bagian-bagian wahyu awal. Kata Arab mal’ak,
dan lebih khusus lagi bentuk jamaknya malā’ika,
dipandang terambil dari bahasa Etiopia. Malaikat adalah makhluk-makhluk
bawah atau diciptakan, mereka merupakan utusan tuhan dan secara khusus
bertindak sebagai pembawa Wahyu, suatu tugas yang kadang dnyatakan dijalankan
secara kolektif dan terkadang hanya oleh Jibril. Malaikat juga merupakan
pengawas manusia serta mencataat segala perbuatanya, dan malaikat pula lah
yang mencabut nyawa manusia disaat
kematianya kelak. Disamping Jibril satu-satunya malaikat yang disebut adalah
malaikat Mikail dalam QS 2:98. Namun ada pula jenis makhluk lainya yang diberi
nama “Ruh” , atau ruh yang terpercaya (hanya dalam QS. 26:193) ketika ruh di
identikkan dengan malaikat, maka cara demikian dipandang beralasan untuk menganggapnya
sebagai salah satu dari para malaikat.
Timbangan
untuk malaikat adalah iblis atau setan. Kalau orang beriman dirahmati oleh
malaikat sebagai oenjaga dan penolongnya, maka iblis menyertai mereka yang
kafir dan selalu membisikanya kepada kejahatan.
4. Ajaran
tentang Pengadilan Akhirat
Setelah ajaran tentang keesaan Tuhan, doktrin tentang
Pengadilan Akhirat dapat disebut sebagai ajaran terpenting ke dua di dalam
Al-Quran. Pada hakikatnya, ajaran merupakan doktrin bahwa pada hari kemudian
manusia akan dibangkitkan dan akn dihadapkan kepada Tuhan untuk diadili serta
aka diputusi akan masuk surga atau neraka selaras dengan perbuatan baik atau
buruk mereka. Dalam hal teretntu pengadilan akhirat ini seperti memengaruhi
dunia sevara menyeluruh berhubungan dengan bencana yang menimpa masyarakat
kafir tertentu dala kisa pengazaban. Penunjukan Nabi Muhammad sebagai seorang
“Pemberi Peringataan” dapat merujuk kepada bencana duniawi ataupun kepada
Pengadilan Akhirat, tetapi penekanan berbeda dari waktu ke waktu.
Tempat kediaman orang-orangyang dipersalahkan di
pengadilan akhirat adalah jahannam, neraka jahanam. Nama-nama lain
yang digunakan uuntuk tempat kediaman ini adalah al-jahim “tempat yang teramat panas”, saqar (tidak diketahui maknanya), sa’ir, “lautan api”. Lazā, mungkin
juga bermakna “lautan api” (QS 70:15). Tetapi yang paling lazim digunakan
diantara nama-nama ini adalah al-nār. “api”. Terdapat pengartian lain bahwa penghuni
neraka diberi air panas untuk minum dan diberi pohon zaqqum (pohon yang tumbuh di hijaz
dan terasa sangat pahit).
Sebaliknya kediaman orang-orang yang bertaqwa adalah al-jannah “taman”, yang sering
dilukiskan sebagai taman yang dibawahnya mengalir sungai-sungai. Kediaman ini
juga disebut jannat ‘adn “taman
eden”, atau jannat al-na’im, “taman
yang menyenangkan”.
5. Peraturan-Peraturan
bagi Kehidupan Masyarakat
Sebagai tambahan untuk ajaran Al-Quran berisi tentang
peribadatan dan hukum atau sosial untuk kehidupann masyarakat muslim yang
kemudian dikenal sebagai “hukum islam” atau “syari’ah”. Empat bagian yang akan
dikemukakan dibawah ini merupakan kewajiban-kewajiban keagamaan yang mendaasar,
yang disebut rukun Islam. Dalm rukun ini terdapat 5 rukun yang diawali dengan
syahadat, sholat, zakat, puasa, haji(bagi yang mampu). Ada juga peraturan yang
di tullis dalam Al-quran agar tidak dilanggar oleh umat islam yaitu seperti
minum khamer, riba. Dalam Al-quran sebagai
kitab orang muslim sangat komplek mengajarkan kehidupan yang membawa
kebahagiaan dunia dan akhirat sesuai denan ridho Nya contohnya afalah aturan
pernikahan dan perceraian, jual beli dan lain lain.
Sejarah Pemeliharaan
Al-Qur’an
1. Pemeliharaan
padaMasa Rasulullah
Proses penulisan Al-Quran sudah dilakukan para sahabat
ketika Rasulullah saw masih hidup. Ada banyak kisah terkait hal ini yang
diabadikan para ahli hadist. Setiap kali turun wahyu Allah Swt, Rasulullah
sering memanggil para sahabat untuk menuliskan wahyu yang beliau terima.
Rasulullah menyampaikan wahyu itu kepada sahabatnya, yanng merupakan
orang-orang Arab asli, sehingga mereka
dapat memahaminya berdasarkan naluri mereka.
Pengumpulan
Al-quran pada Masa Rosulullah saw ditempuh dengan dua cara, yaitu :
Pertama, al-jam’u
fis sudur. Para sahabat langsung menghafalkan sertiap kali Raasulullah saw
menerima wahyu. Hal ini bisa mereka laukukan karena budaya orang Arab dalam
menjaga turast (peninggalan nenek
moyang mereka melalui syair atau cerita) dengan media hafalan. Mereka sangat
masyur dengan kekuatan daya ingatnya.
Kedua, al-jam’u
fis Suthur. Setiap kali turun Wahyu,
Rasulullah saw selalu membacakan secara lagsung kepada para sahabat, kemudian
menyuruh mereka untuk menuliskannya sambil melarang para sahabat untuk menulis
perkataan-perkataan beliau karena khawatir akan bercampur dengan Al-quran.
2. Pemeliharaan
pada Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq
Setelah
melakukan serangkaian musyawarah, ditimbang baik buruknya, maslahat dan
mafsadat-nya, usulan untuk mengumpulkan Al-Quran pun diterima. Khalifah Abu
Bakar segera membentuk tim pengumpulan Al-Quran yang diketuai oleh Zaid bin
Tsabit.
Langkah-langkah
partisipatif para sahabat di gambarkan sebagai berikut:
Pertama, Khalifah
Abu Bakar mengeluarkan undangan umum (sekarang dianggap sebagai dekrit) guna
memberi peluang pada setiap orang yang mampu ikut berpartisipasi.
Kedua, Proyek
tersebut dilakukan di dalam Masjid Nabawi, sebagai pusat berkumpul.
Ketiga, Dalam
memberi respon terhadap instruksi seorang khalifah, Umar berdiri di depan pintu
gerbang masjid dan mengumumkan kepada setiap orang yang memiliki tulisan
Al-Quran yang dibacakan oleh Rasulullah saw agar membawanya ke masjid. Bilal
pun mengumumkan hal yang sama ke seluruh lorong jalan-jalan di Kota Madinah.
Setelah Abu Bakar wafat, suhuf ini kemudian di simpan di rumah Hafsah, istri Rasulullah saw
yang juga anak Umar bin Khatab, sampai pengumpulan dan penyusunan Al-Quran [6]pada
masa Khalifah Utsman bin Affan.
Perbedaan pendapat tentang susunan semua surah dalam
Al-Quran:
1.
Susunan
semua surah seperti yang ada, selalu merujuk kepada Nabi Muhammad sendiri.
Pendapat lain mengatakan terdapat perbedaan susunan dalam mushaf yang dimiliki
beberapa sahabat seperti Ibnu Mas’ud dan Ubay bin Ka’ab yang lain dari mushaf
yang ada di tangan umat islam
2.
Ada yang
berpendapat bahwa seluruh Al-quran susunannya diatur oleh Nabi Muhammad kecuali
surah nomer sembilan, yang dilakukan oeh ‘Utsman.
3.
Pendapat
lain menggap sususnan semua surah dibuat oleh Zait bin Tsabit, “Utsman dan
sahabat lainya.
4.
Ibnu
‘Athiyya mendukung pendapat bahwa Rasulullah saw menyusun beberapa surah dan
lainya diserahkan kepada para sahabat beliau.
3. Pemeliharaan
pada Masa Umar bin Khaththab
Pada masa Umar bin Khaththab, terjadi penyebaran Al-Quran
kewilayah-wilayah yang sudah menerima Islam. Penyebaran ini bukan sekedar
mengirimkan lembaran-lembaran mushaf, tetapi disertai pula dengan pengajaranya.
Dalam penyebaran Al-quran Umar juga menyebarkan para
Sahabat terpilih untuk mengajarkkan Al-quran pada tempat tempat yang dituju.
4. Pemeliharaan
pada Masa Utsman bin Affan
Dalam sebuah
ceramahnya, Utsman memberikan instruksi, “orang-orang telah berada dalam bacaan
mereka, dan aku mengajurkan kepada siapa saja yang memiliki ayat-ayat yang
dituliskan di hadapan Rasulullah saw hendaklah diserahkan kepadaku”
Utsman
bin Affan melakukan mengeuarkan kebijakan untuk melakukan kodifikasi (pembukuan) Al-Quran. Ada dua teori mengenai
metode kodifikasi yang dilakukan Utsman ini.
Pertama, Utsman menyalin suhuf yang berada di tangan Hafsah. Pada
saaat itu ia memerintahkan Zaid bin Tsabit dan lainya untuk melaakukan
penyalinan catatan Al-quran hasil pengumpulan thap pertama dan disimpan oleh
Utsman sendiri, yang kemudian disebut Mashaful
imam.
Kedua, Utsman membuat mushaf tersendiri. Kemudian dibandingkan
dengan suhuf yang di tangan Hafsah,
untuk merealisasikan hal itu, beliau membentuk tim oengumpulan naskah yang
beirisi duabelas Sahabat nabi.
Arti penting koodifikasi Al-Quran masa Utsman bin Affan
adalah
1.
Menyatukan kaum muslim pada satu macam mushaf yang seragam ejaan
dan tulisanya
2.
Menyatukan bacaan, meskipun pada kenyataanya masih ada
perbedaan cara membacannya. Akan tetapi hal tersebut tidak berlawanan dengan
ejaan-ejaan mushaf utsmani. Bacaan
yang tidak sesuai dengan itu tidak diperbolehkan lagi
3.
Menyatukan tatatertib susunan surah-surah, menurut tata
tertib urut sebagaimana yang terlihat pada mushaf-mushaf masa sekarang.[7]
Bukti-bukti
Kemukjizatan Al-Qur’an
1.
Sastranya
yang unik dalam susunan, kata-kata, gaya bahasa dan dalam menyalahi
aturan-aturan orang Arab dalam fashohah dan sastra mereka yang mereka banggakan
keunggulannya, karena al-qur’an bukanlah syair, prosa maupun sajak tetapi
karena ia adalah metode yang berdiri sendiri dalam keindahan
ungkapan-ungkapannya yang segar menawan, konteks-konteks
pengertian-pengertiannya yang tinggi yang orang Arab sebelumnya belum pernah
menjumpai yang sepadan sehingga para sastrawan mereka selalu tidak mengetahui
dari aspek apakah al-Qur’an menguasai perasaan mereka serta menguasai akal
mereka.
2.
Al-Qur’an
mengandung banyak kisah-kisah Para Nabi, para Rasul dan berita-berita tentang
ummat-ummat terdahulu dengan segala keadaan mereka melalui ungkapan yang sesuai
dengan hal-hal yang benar dan dikonfirmasikan yang ditegaskan dalam kitab-kitab
orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai ahli kitab, padahal Nabi SAW tumbuh
sebagai orang yang ummi yang tidak bisa membaca serta tidak bisa menulis dan
kaumnya tahu bahwa ia tidak belajar dan berguru ilmu apapun kepada seseorang,
sehingga dari manakah semuanya itu? Sesungguhnya tidak ada lain kecuali wahyu
yang diwahyukan kepadanya dari Allah SWT.
3.
Al-Qur’an
tidak hanya menyebutkan informasi tentang keadaan –keadaan bangsa-bangsa purba,
nabi-nabi, rasul-rasul mereka serta kejadian-kejadian yang telah terjadi yang
sudah lama sekali tetapi ia juga manegaskan tentang persoalan-persoalan yang
terjadi pada yang akan datang dan kejadiannya secara praktis sudah benar-benar
terjadi diantaranya ialah apa yang ditegaskan oleh al-Qur’an tentang Negara
Romawi yang menganut agama masehi yang dikalahkan oleh Negara Persia yang
menganut agama Watsani (menyembah api) pertama, Negara Romawi yang dikalahkan
itu akan meraih kemenangan setelah melalui beberapa tahun sebagaimana
ditegaskan dalam firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum ayat 1-4.
4.
Keagamaan
yang dikandung oleh Al-Qur’an yang bangsa Arab sama sekali belum mengetahuinya
seperti akidah tauhid, beriman pada Allah, hari Kiamat, hari perhitungan dan
pembalasan perbuatan manusia, surge, neraka dan malaikat serta masalah-masalah
yang lain yang khusus berkenaan dengan perundang-undangan, mengetahui halal dan
haram, hak-hak dan kewajiban-kewajiban terhadap keluarga dan tanah air kemudian
menjelaskan akhlak yang mulia, jiwa persaudaraan, tolong-menolong, kebaikan dan
ketakwaan sebagai hal-hal yang bisa menghantarkan kepada kebahagiaan dunia
akhirat yang harus dilakukan oleh manusia.
5.
Allah
mengumpulkan dalam ayat-ayat banyak penjelasan yang mengandung realitas ilmiah
yang mempunyai tujuan akhir didalam akar dan tipikal mengenai hal-hal yang
berhubungan dengan kosmos, langit-langit, bumi, planet, bintang-bintang,
pergantian malam dan siang , penciptaan manusia , binatang, tumbuhan , hujan,
awan, topan, gunung, pohon, sungai, lautan ,alam-alam serta makhluk dari yang
besar maupun kecil [8]dan
teori-teori yang melaluinya manusia mulai bisa mengetahui apa yang dibawa oleh
Al-Qur’an tentang semua itu padahal itu ada cukup lama sebelum manusia bangkit
dalam bidang sains modern.
6.
Bahwasannya
Al-Qur’an, padahal sejak ia diturunkan sampai hari ini telah melewati masa 14
abad, tidak nampak dalam nash-nash (teks-teks), pengertain-pengertian atau
dalam rumusan-rumusannya suatu noda, kontradiksi ataupun kekacauan mengenai
kehidupan dunia segala seluk-beluknya yang diungkapnya mengenai realitas ,
prinsip, pengundangan, hukum, dan peraturan-peraturan yang dibawanya padahal
musuh-musuh islam berupaya menghabiskan abad-abad ini tetapi setelah mereka
membaca, menyelidiki dan menyaring al-Qur’an secara berulang kali agar di
dalamnya mereka bisa menemukan lobang kesalahan,kekurangan atau kelemahan dalam
hal apapun tetapi didalamnya mereka bisa menemukan lobang kesalahan, kekurang
atau kelemahan dalam hal apapun tetapi didalamnya mereka tidak bisa menemukan
selain kebenaran yang nyata, akidah-akidah yang lurus dan petunjuk yang
universal dalam dhoohir dan batinnya yang paling indah. [9]
Catatan Revisi:
1. Tolong diamati secara seksama mengenai format artikel
jurnal yang menjadi acuan. Format makalah ini tidak sama seperti artikel acuan.
2. Keywords tolong diperbaiki, semuanya tidak usah memakai
kata al-Qur’an.
3. Pembahasan tolong diurutkan dengan definisi, bukti-bukti
kewahyuan, dan sejarah penulisan/kodifikasi al-Qur’an.
4. Cara penulisan footnote tolong dipelajari lagi, misalnya
judul buku harus dicetak miring.
5. Makalah ini kurang referensial. Seharusnya tiap keterangan
yang diambil dari buku harus diberikan rujukan bukunya.
6. Pendahuluan tidak berisi pembahasan. Pendahuluan
mempunyai konten pengantar untuk menuju materi pembahasan.
7. Dalam bagian definisi al-Qur’an, tolong berikan
pengertian al-Qur’an secara kebahasaan oleh para ulama lengkap dengan tulisan
Arabnya, dan juga satu definisi al-Qur’an dengan bahasa Arab.
8. Pembahasan mengenai sejarah al-Qur’an tidak mengena pada
materi. Penyebab adanya pengumpulan al-Qur’an masa Abu Bakar dan kodifikasi
al-Qur’an pada masa Usman bin Affan pun tidak dijelaskan dengan rigit.
9. Pembahasan tentang bukti-bukti memukjizatan al-Qur’an harus
ditulis lengkap dengan ayatnya.
10. Tolong buat
makalah Anda enak dibaca oleh pembaca.
11. Kesimpulan dan daftar rujukan tidak ada.
Dalam
penulisan makalah, tolong dipahami SAP yang telah dijelaskan sebelumnya agar makalah
yang dibuat dapat ditulis dengan baik. Semoga hasil revisi nanti mendapatkan
nilai yang memuaskan, semangat!!!!!
[1] Masjfuk zuhudi, pengantar ulumul Qur’an,
Karya Abditama, Surabaya, 1997, hlm15.
[4] W. montgomery watt, pengantar study Al-Qur’an, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta
Utara, 1995, hlm 241
[5] Muhammad ismail Ibrahim, Sisi Mulia
Al-Quran, rajawali, Jakarta Hlm 20
[6] Priyanto Ranoedarsono, The Amazing
stories of Al-Quran, salamadani, Bandung, hlm 39
[7] Priyanto Ranoedarsono, The Amazing
stories of Al-Quran, salamadani, Bandung, hlm 40
[8] Priyanto Ranoedarsono, The Amazing
stories of Al-Quran, salamadani, Bandung, hlm 90
[9] Sisi mulia Al-Qur’an agama dan ilmu, hal
20-25.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar