Dahulu, ada
seorang teman yang bertanya pada saya mengenai bagaimana hukumnya belajar dari
Youtube? Saya jawab saja bahwa jika belajar dari Youtube dan saudara-saudaranya
sebagai perbandingan atau tambahnya wawasan setelah mengaji langsung pada kyai
atau ustadz dan mengkaji langsung pada kitab kuning sich barangkali tidak ada
masalah, tetapi apabila sebelumnya belum pernah belajar pada kyai atau ustadz dan
langsung belajar dari Youtube itu barangkali yang menjadi masalah. Lantas kemudian ia pun menceritakan
hal yang menarik sebagai berikut yang saya coba ceritakan ulang dengan
periwayatan secara maknawi:
Kemarin ada seorang
yang berjenggot lumayan lebat dan berjubah di atas mata kaki dipersilahkan oleh
teman saya menjadi imam. Maklum, teman saya tersebut terbiasa mempersilahkan
orang lain untuk menjadi imam agar dapat mengetahui kualitas bacaan
orang-orang. Hal ini berfungsi layaknya sebagai “alat detektor” bagi imam-imam
yang layak di masjidnya.
Bacaan orang
tersebut “agak bagus” (saya sengaja memakai kata “agak bagus” karena bacaannya dikatakan
bagus ya tidak dan bila disebut jelek juga tidak, ya pertengahan lah). Nah,
tapi yang menarik adalah ketika orang tersebut membaca al-Fatihah ternyata tidak
membaca “basmalah”, tidak dibaca dengan jahr atau sirr. Jadi, ia
langsung membaca al-hamdulillahi rabbil alamin. Karena teman saya tidak
pernah mengetahui ada cara membaca seperti itu, maka usai shalat ia pun lalu
bertanya pada orang tersebut:
“Mas, tadi ketika membaca
al-Fatihah kok tidak ada basmalahnya? Jenengan ngajinya di mana?” Tanya teman
saya penasaran.
“Saya belajar dari
Youtube mas” jawab orang tersebut dengan jujur
“*$&%#@*&%”
dalam pikiran teman saya.
“Dasarnya apa mas?”
tanya lagi teman saya.
“Saya tidak tahu
mas” jawab orang tersebut dengan jujur pula.
“$%^%$#&*@”
pikir lagi teman saya.
“Begini mas, mending
jenengan belajar pada kyai atau ustadz yang jenengan anggap mampu di bidang
agama, bukan pada Youtube. Jika misalnya di akhirat disalahkan, maka jenengan
bisa menuntut kyai atau ustadz tersebut. Namun, apabila belajar pada Youtube,
masak jenengan mau menuntut pada Youtube?” kata teman saya.
Mendengar cerita
tersebut, saya hanya bisa ketawa-ketiwi saja. Setelah itu, saya pun menjelaskan
perbedaan pendapat terkait apakah basmalah termasuk bagian surat al-Fatihah
atau tidak antara Imam Syafi’i, Imam Malik, dan Imam Abu Hanifah, yang nantinya
berdampak pada cara membacanya dalam shalat. Namun yang jelas, tidak membaca
basmalah dalam al-Fatihah ketika shalat (sebagaimana bacaan orang tersebut yang mengikuti
madzhab Maliki) tidak populer dalam konteks keindonesiaan. Pendapat yang
populer adalah dengan membacanya secara jahr (dan inilah yang biasa
dilakukan imam-imam di masjidnya) atau dengan sirr, bukan dengan tidak
membacanya.
Saya menceritakan
peristiwa ini supaya menjadi ibrah bagi kita semua, termasuk pada diri saya
pribadi. Kisah di atas pun tidak saya ceritakan semuanya agar tidak menjadi kebohongan
dan saya mubhamkan agar tidak menjadi ghibah. Mohon ditafsirkan sendiri yach
kisahnya hehe..
Allahumma sholli
‘alaa Sayyidinaa Muhammad
Tidak ada komentar:
Posting Komentar