Dalam tatanan masyarakat kita, muncul beberapa kalangan yang
mengutarakan pendapat bahwa kopi (al-qahwah) adalah salah satu jenis
minuman yang haram. Biasanya mereka juga menyertainya dengan keharaman rokok (al-dukhaan),
meskipun ada pula kalangan yang hanya mengharamkan rokok saja. Jika perbuatan minum
kopi dihukumi haram, maka melakukan perbuatan itu berarti telah melakukan dosa.
Maka dari sini, praktek mengkonsumsi kopi seyogyanya dijauhi dan lebih baik memilih
jenis minuman lainnya. Pendapat seperti ini pada umumnya dianggap sebagai
pendapat yang syadz, sebab menyalahi pendapat yang dipegang oleh mayoritas
masyarakat kita yang tentu saja membolehkan minum kopi (saya juga suka ngopi
hehe).
Kajian mengenai kopi memang terdapat perbedaan pendapat di
antara para ulama, baik ulama dulu maupun sekarang. Dengan demikian, sejak dahulu
kala para ulama sudah berselisih pendapat terkait status hukum yang disematkan
pada kopi. Bila merujuk pada sejarah, perdebatan mengenai hukum kopi sendiri menghangat
pada abad kesepuluh hijriyah. Pada masa itu, status hukum kopi menjadi polemik
di kalangan para ulama dan diperdebatkan status hukumnya. Perdebatan ini
wajar-wajar saja mengingat persoalan kopi memang tidak dicantumkan secara
eksplisit dalam al-Qur’an dan Hadis sehingga memancing perbedaan pendapat (la
wong yang sudah tertera saja acapkali masih terjadi perdebatan, apalagi yang
tidak ada).
Terkait dengan status hukum kopi, terdapat banyak ulama pada
zaman dahulu yang mengharamkan kopi. Mereka biasanya berargumentasi bahwa di dalam
kopi terdapat madharat (bahaya) tertentu bagi tubuh manusia yang meminumnya. Dengan
alasan bahaya inilah mereka menganggap kopi sebagai barang yang haram dan kemudian
menjauhinya. Beberapa ulama yang berpendapat seperti ini, misalnya Syaikh
Abtawi dari Syiria, Syaikh Ibnu Sulthan, dan Syaikh Ahmad bin Ahmad bin Abd
al-Haq al-Sanbathi dari Mesir yang mengikuti pendapat ayahnya (Syaikh Ahmad bin
Abd al-Haq).
Meskipun demikian, argumentasi dan pendapat yang diusung
oleh banyak ulama yang mengharamkan kopi tersebut dinilai oleh al-Ramli dalam
kitab Hasyiyah al-Asybah sebagai pendapat yang kosong, atau kalaupun
memiliki argumentasi maka argumentasi mereka adalah agumentasi yang tidak
jelas. Mayoritas ulama pun menghukumi kopi sebagai minuman yang mubah, artinya
tidak menjadi masalah bila dikonsumsi. Bahkan setelah itu, terjadilah ijma’ (konsensus)
ulama yang menyatakan bolehnya meminum kopi. Dalam kerangka berpikir sumber
hukum Islam yang banyak diadopsi dari pemikiran Imam Muhammad bin Idris al-Syafi’i,
konsensus ulama menempati sumber hukum ketiga setelah al-Qur’an dan Sunnah. Ia
mampu menjadi sumber hukum yang punya otoritas yang serupa dengan al-Qur’an
maupun Sunnah. Dengan demikian, adanya konsensus ulama mengenai hukum mubah
kopi seyogyanya harus menjadi perhatian serius bagi orang yang tetap kekeuh
mengharamkan kopi.
Kopi sendiri memiliki banyak sekali khasiat dan manfaat.
Faktor inilah yang menyebabkan ia tidak masuk kategori haram, bahkan makruh pun
tidak. Ia lebih cocok dihukumi dengan status hukum mubah (mungkin bahkan bagi
penikmat kopi menjadi sunnah hehe). Beberapa ulama pun menyebutkan manfaat yang
dimiliki oleh kopi, misalnya saja Syaikh Muhammad Tharabisyi al-Halabi dalam
kitab Tabshirah al-Ikhwan. Beliau menuturkan ada tiga khasiat yang
terkandung dalam kopi; pertama, kopi mempunyai manfaat untuk
membangkitkan kinerja otak dan meningkatkan kerja pikiran. Kopi juga dapat membangkitkan
dan menguatkan memori atau ingatan. Dengan minum kopi, stamina pikiran,
kekuatan mata, pendengaran, dan lima panca indera yang lain akan terjaga; kedua,
kopi dapat mengurangi tidur; dan ketiga, kopi memiliki pengaruh terhadap
otot-otot dan urat syaraf, sehingga aliran darah di dalamnya menjadi lancar.
Namun, bukan berarti dengan segenap khasiat kopi tersebut lantas ia boleh
diminum dalam berbagai kondisi. Ketika seseorang mengidap penyakit empedu,
penyakit kuning, terlebih lagi komplikasi dengan penyakit darah tinggi, maka
minum kopi dilarang sebab bisa membahayakan badannya.
Lebih lanjutnya, disebutkan bahwa minum kopi sebelum
makan bermanfaat untuk mengurangi proses pencernaan makanan sehingga bisa
menghilangkan kegemukan (obesitas). Apabila diminum setelah makan, maka bisa menguatkan perut dan pencernaan
menurut sebagian pendapat ahli, dan pendapat sebagian ahli lainnya menyatakan
sebaliknya. Pendapat pertamalah yang tampaknya bisa diterima bagi Syaikh
al-Halabi.
Dari penjelasan singkat di atas, dapat ditarik kesimpulan secara
ringkas bahwa minum kopi ada dasarnya mubah, tetapi bisa berubah tatkala dengan
meminum kopi malah membahayakan tubuhnya. Inilah yang dimaksud dengan salah
satu kaidah yang menyebutkan bahwa hukum tidak pernah statis dan selalu terkait
dengan konteks dan illat (alasan) yang ada, “al-Hukmu yaduuru ma’a ‘illatihi
wujuudan wa ‘adaman.” Walaupun begitu, secara umum, bagi tubuh manusia
normal, minum kopi tidak menimbulkan bahaya dan malah cenderung memberikan
berbagai dampak positif sebagaimana disebutkan oleh Syaikh al-Halabi di atas. Khasiat
kopi sendiri tampak jelas pada orang yang terbiasa menggunakan pikiran tingkat
tinggi, seperti penyair, penulis buku, pengajar, dan lain sebagainya. Kopi
dapat membangkitkan ide-ide brilian yang keluar dari pikiran-pikiran mereka.
Oleh sebab itu, bagi Anda yang kekeuh untuk mengharamkan
kopi dipersilahkan tidak minum kopi selamanya (monggo), terlebih lagi bagi
orang yang memiliki penyakit dan dimungkinkan bertambah parah dengan minum kopi
maka jangan sekali-kali mencoba untuk mendekati kopi (wa laa taqrobu
al-qahwah) lantaran memiliki bahaya. Namun bagi orang yang memubahkan
(termasuk saya hehe) dan mempunyai badan yang sehat bugar, minum kopi merupakan
kebutuhan (bahkan kewajiban hehe) dalam menemai aktifitas yang sangat padat dan
memerlukan kerja otak yang maksimal. Maka jika muncul pertanyaan, apakah minum
kopi itu haram? Ya tergantung Anda mau pilih pendapat yang mana, yang paling
enak tentu saja pendapat yang menghukumi mubah, la wong minuman penuh manfaat
kok dikatakan haram hehe.. Wallahu a’lam.
Allahumma sholli ‘alaa Sayyidinaa Muhammad
NB: Tulisan ini terinspirasi oleh buku Kitab Kopi dan
Rokok (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2010) yang merupakan terjemahan dari kitab
Irsyaad al-Ikhwaan fii Bayaan al-Hukm al-Qahwah wa al-Dukhaan karangan
Syaikh Ihsan Jampes, seorang Ulama Nusantara yang lahir pada 1901 dan wafat
pada tahun 1952. Beberapa data dalam tulisan ringan ini pun merujuk pada buku
ini tanpa mencantumkan referensi secara jelas. Semoga Syaikh Ihsan Jampes
diberikan balasan pahala jariyah atas ilmu yang diberikan pada kita semua.
Amin.
Sangat berguna bang,...
BalasHapusMantap...