Mendiskusikan mengenai NU memang tidak ada habisnya.
Fakta di lapangan berbicara banyak orang yang menganggap NU “cemen” atau
“kurang jantan” dalam menyikapi perilaku-perilaku negatif (maksiyat).
Umumnya, orang NU hanya bilang ini dan itu atau memberikan mauidhah saja tanpa
disikapi dengan perilaku keras terhadap kemaksiyatan tersebut. Beberapa
kalangan menilai, NU merupakan organisasi dengan peringkat keimanan paling
rendah dan tidak tegas dalam berdakwah. Tidak seperti mereka yang menyala-nyala
dalam berdakwah, bahkan berdakwah dengan suara bak penyanyi rok (ngapunten
nggeh hehe..)
Dakwah NU biasanya disertai guyonan. Ayat atau hadis yang
dicantumkanpun tidak begitu banyak. Bahkan, yang dijadikan referensi lazimnya bukan
al-Qur’an dan Hadis secara langsung tetapi karya-karya para ulama dahulu. Selain
itu, hal yang banyak disampaikan adalah logika sederhana dari kebaikan itu
sendiri. Sebagian orang menilai, dakwah seperti itu tidak benar, yang benar
adalah banyak mengutip ayat al-Qur’an dan hadis secara langsung karena
keduanyalah sumber dalam agama Islam, bukan hasil pemikiran ulama ataupun logika
yang dibuat-buat. Hanya kepada al-Qur’an dan Hadislah seharusnya seorang muslim
kembali, bukan pada pendapat ulama dan bukan pada logika. Sumber agama bukan
ulama atau logika, tapi al-Qur’an dan Hadis.
Pemikiran seperti itu tidak bisa dikatakan salah, karena
jika dikatakan salah seakan-akan saya telah melakukan truth claim,
padahal yang berhak mengklaim kebenaran hanya Allah swt. La terus apa bedanya
saya dengan mereka yang suka truth claim kalau saya katakan cara
berpikir mereka salah? Hehe.. Namun yang perlu diketahui adalah, bahwa apa yang
ditempuh oleh para kyai NU juga tidak salah, sebab mereka melihat audiens yang
diberikan dakwah. Ingat lo ya, yang namanya berbicara itu harus lihat siapa
yang diajak berbicara. kalau bicara dengan anak kecil jangan berbicara pake
“isasi” ala intelektual muda Indonesia atau dengan bahasa "Islam"
yang njelimet, sebab bisa mengakibatkan mereka melongo dan bengong hehe.. Logika
merupakan cara mudah supaya orang bisa paham perkataan kita. Tentu saja logika
yang dipakai adalah logika berbasarkan kemampuan audiens. Selain itu, mereka
juga merasa sangat “tawadhu” ilmu, dan merasa kurang pantas mengutip langsung
ayat al-Qur’an dan Hadis dengan pengetahuan yang mereka miliki. Mereka
menggunakan medium karya-karya ulama dulu yang lebih luas ilmunya dan religius
perilakunya. Tidak seperti banyak muballigh sekarang yang gampang mengutip ayat
ataupun hadis, merasa diri sebagai ahli tafsir atau ahli hadis yang mumpuni.
Padahal tafsir dan syarah bukan barang yang mudah, perlu susah payah untuk
dapat menguasainya sekaligus perangkat ilmu yang digunakan untuk memahaminya
(saya juga belum lo ya, jangan dikira mahir hehe).
Membaca kitab Ihya Ulumuddin karya seorang Ulama Besar,
Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazali ditemukan bahwa
beliau menafsirkan ayat yang populer “Ud’u illa sabiili robbika bi al-hikmah wa
al-mauidhah al-hasanah wa jaadilhum bi al-latii hiya ahsan.” Bagi al-Ghazali, ajakan
dakwah (sabiili robbika) dengan hikmah ditujukan untuk khowas (orang-orang
khusus), dengan mauidhah hasanah kepada ‘awam (orang awam), dan mujadalah
(debat) pada mu’anidin (orang-orang yang menyeleweng). Nah, Ketiga cara ini
bukanlah dengan cara keras tapi dengan cara lembut dan tidak ada kekerasan di
dalamnya, meskipun ketiganya ditujukan untuk tiga person yang berbeda. Bahkan
untuk orang-orang yang “luar biasa berbahaya”, yakni orang-orang yang menyeleweng
dipakai cara debat atau diskusi, bukan dengan cara pukul, keroyok, atau bahkan
dengan main hakim sendiri. Jadi kalau seperti itu masyarakat jadi damai kan? Apalagi
untuk orang awam yang menjadi mayoritas dalam umat Islam. Mereka harus
diberikan dakwah yang berisi nasihat-nasihat agama yang bermanfaat bagi
kehidupan (mauidhah hasanah), yang mudah dijangkau dan tidak terlalu disibukkan
dengan persoalan pemahaman teks, dan dengan pemahaman ulama dulu yang lebih
religius dan lebih mumpuni ilmunya, Inilah akhlak yang dimiliki oleh para ulama
Nahdhotul Ulama yang terkadang disalahpahami oleh sebagian orang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar