Senin, 24 September 2018

Nasikh-Mansukh dalam Alquran (PAI D Semester Ganjil 2018/2019)



 NASIKH MANSUKH DALAM AL-QURAN
Awanda  Rizki Amalia ( 17110021)
Aziza Tri Rahmania     ( 17110173)

Abstract
This paper discusses the main themes in the ulumul quran namely nasikh and Mansukh in alquran. Discussion of nasikh and Mansukh is a very important discussion and if it is not understood in the present context correctly it will have fatal consequences . Broadly speaking nasikh is the law that abolished the previous law or cancellation law both with the abolition of the text and releasing the text that designates the law  the reading or justifies it. The text is still exists as an indication of the law that was emanated. Whereas mansukh is a law that it deleted. Nasikh and manssukh only occur in commands and prohibitions both expressed  expressly and clearly as well as expressed in news sentences.

Abstrak
Makalah ini membahas tentang tema pokok dalam ulumul quran yaitu nasikh dan Mansukh dalam Alquran. Pembahasan nasik dan Mansukh merupakan pembahasan yang sangat penting dan apabila tidak di pahami dalam konteks kekinian secara benar akan berakibat fatal. Secara garis besar nasikh yitu hukum yang menghapus hukum sebelumnya atau pembatan hukum baik dengan menghapuskan teks tersebut dan melepaskan teks yang merujuk hukum dari bacaan itu atau membenarkan teks itu tetapi ada sebagai petunjuk adanya hukum yang di mansukhan. Sedangkan Mansukh adalah hukum yang di hapus. Nasikh dan Mansukh hanya terjadi pada perinta ( amr), dan larangan ( nahy) baik yang di ungkapkan secara tegas dan jelas maupun yang di ungkapkan dengan kalimat berita.
Keywords :  Nasikh, Mansukh, amr, nahy
A. Pendahuluan
Telah kita ketahui bahwa banyak sekali realita kehidupan yang tidak sama dengan kenyataan hidup di saat Alquran di turunkan. Berbagai macam hukum-hukum yang tidak sesuai dengan realitas kehidupan pada zaman sekarang di naskh dengan hukum-hukum lain dalam Alquran yang sesuai dengan fenomena kehidupan. Kita ambil contoh terdekat dalam kehidupan kita misalnya suatu negara atau lembaga membuat peraturan, setelah peraturan itu di jalankan atau di beerlakukan munculah sebuah permasalahan yang tidak sesuai dengan kondisi awal pembuatan peraturaan tersebut. Maka dari itu pemerintah menggantikan peraturan lama dengan peraturan baru di mana peraturan baaru tersebut menggantikan atau menasakhan aturan yang lama. Terdapat berbagai pendapat ulama dalam menetapkan ada atau tidak adanya ayat mansukh dalam Alquran di karenakan terdapat ayat- ayat yang nampak bertentangann bila di lihat. Beberapa ulama berpendapat bahwa ayat-ayat Alquran tersebut tidak dapat dibiarkan begitu saja, jika di biarkan akan berakibat fatal bagi para mukalaf. Sehingga merekapun menerima teori naskh dan Alquran.Fenomena nasikh keberadaannya di akui oleh para ulama, yang merupakan bukti besar bahwa ada hubungan antara wahyu dan realitas. Sebab nasikh merupakan pembatalan hukum, baik dengan  menghapuskan dan melepaskan teks yang menunjuk hukum dari bacaan tersebut tetap ada sebagai petunjuk adanya hukum yang di nasakhkan
B. Pengertiam Naskh Mansukh dan Ruamg Lingkupnya
Dalam konteks ulumul quran nasikh adalah hukum yang menjadi pengganti bagi hukum ayat sebelumnya sedangakan Mansukh adalah ayat yang telah di angkat hukumnya  dengan sebab ayat yang datang kemudian. Menurut  Nasr Hamid abu Zaid konsep ini menemukan momentumnya dalam alquran berdasarkan dua ayat alkuran yang satunya adalah makiyyah yang terdapat dalam surah al-Nahl [16]:101Top of FormBottom of Form
‘’وَإِذَا بَدَّلْنَا آيَةً مَكَانَ آيَةٍ ۙ وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا يُنَزِّلُ قَالُوا إِنَّمَا أَنْتَ مُفْتَرٍ ۚ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ ‘’
Artinya :Dan apabila kami letakkan suatu ayat di tempat ayat yang lan sebagai penggantinya padahal Allah lebih mengetahui apa yang diturunkan-Nya, mereka berkata :Sesungguhnya kamu adalah orang yang mengada- adakan saja’’ bahkan kebanyakan mereka tidak mengetahui.
Pengertian nasakh menurut bahasa juga terdapat dalam Alquran periode madaniyyah yang terdapat pada surah al-Baqarah [2]:106
مَا نَنْسَخْ مِنْ ءَا يَةٍ أَؤْ نُنْسِهَا نَأْ تِ بِخَيْرٍ مِّنْهَا أَؤْ مِثْلِهَا أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللهَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِ يْرٌ.’’
Artinya : Ayat mana saja  yang Kami nasakh-kan , atau kami jadikan manuusia lupa kepadanya, kami datangkan yang lebih baik dari padanya atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah Maha KKuasa atas segala sesuatu?”
Secara zahir kedua ayat ini menggambarkan adanya pergantian suatu ayat dengan ayat yang lebih baik atau sebanding. Hasbi Ash-Shiddiqi, konsep nasikh dalam alquran di pengaruhi oleh kasus naskh dalam Sunnah. Contohnya seperti kasus pelanggaran ziarah kubur yang kemudian diizinkan. Nasikh memiliki beberapa kemungkinan arti sebagai berikut :
- Al-Raf’u wa-izalah yang berarti mencabut atau mengangkat dan menghilangkan..
- Al-Tabdil yang artinya menggantikan sebagaimana terdapat dalam QS Al-Baqarah [2] : 106 dan QS.al-Nahl [16] : 101
- Al-Tahwil yang berarti  memindahkan atau mengalihkan, seperti yang di ungkapkan  tanasukh al-mawarits, yaitu memindahkan hak waris dari satu orang kepada orang lain.
- Al- Taswir aw al-Naql, artinya memindahkan atau menyalin dari satu tempat ke tempat lain eperti yang terdapat pada surah al- Jatsiyah [45] : 29 yang artinya ‘Sesungguhnya kami telah menyuruh mencatat ( Nantasikhu) apa yang telah kamu kerjakan’’
- Al- Zarkasyi menambahkan makna laainnya bagi konsep ini, yakni penangguhan. Al-Zarkasyi berpeendapat bahwa kata nunsiha sebanding dengan kata nansakh  berasal dari pola انسى-افعل  dan bacaannya menjadi nunssiuha  yang berarti penangguhan.
Secara etimologi nasihk artinya dipergunakan untuk izalah ang artinya menghilangkan. Misalnya :" نَسَخَـتِ الشَّمْسُ الظِّلَّ " yang artinya matahari menghilangkan bayang- bayang dan  وَنَسَخَتِ الرِّأثَرَ الْمَشْىِ " " yang artinya adalah angin menghapuskan jejak perjalanan. Kata nasikh juga di gunakan untuk makna memindahkan sesuatu dari suatu tempat ke tempat lain, misalnya :" نَسْخَـتُ الْكِتاَبَ " yang memiliki arti saya memindahkan apa yang ada didalam buku dan dijelaskan dalam Alquran: " " اناَ كُنَّا نَسَتَنْسِخُ ماَ كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ (al-Jasiyah [45] : 29) yang artinya sesungguhnya kami telah menyuruh mencatat apa yang telah kamu kerjakan. Maksud dari ayat ini adalah, kami memindahkan (mencatat) amal perbuatan kedalam lembaran catatan amal.
Secara terminologi nasikh mengandung arti menghapus hukum syar’i dengan khitab syar’i. Hukum mengecualikan hilangnya kebebasan asli khitab syar’i mengecualikan hilangnya hukum karena gila, ijma’, kematian atau qiyas. Telah dijelaskan dalam firman Allah SWT tentang lafal nasikh ( yang menghapus hukum syar’i ) " 
مَا نَنْسَخْ مِنْ ءَا يَةٍ أَؤْ نُنْسِهَا نَأْ تِ بِخَيْرٍ مِّنْهَا أَؤْ مِثْلِهَا أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللهَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِ يْرٌ. "  
Artimya : Ayat mana saja yang Kami hapus atau kami hilangkan dari ingatan, pasti Kami ganti dengan yang lebih baik atau yang sebanding dengannya. Tidakah kamu tahu bahwa Allah maha kuasa atas segala sesuatu? (Al-Baqarah [106]: 1).
Lafal nasikh juga disebutkan untuk ayat yang dengannya nasikh diketahui, sehingga dikatakan bahwa ayat ini menasakh ayat itu dan juga disebut untuk hukum yang menghapus hukum lain.Selain itu terdapat juga beberapa pengertian nasikh yaitu “ izlatu alsyay waidamuhu ” (menghilangkan sesuatu dan meniadakannya), dan yang berarti “naqlu asyra’i” (menyalin atau memindahkan sesuatu), “tabdil” (mengganti) “tahwil” (pengalihan). Sedangkan menurut istilah merupakan “ mengankat (menghapus) hukum syara’ dengan dalil atau kitab syara’ yang lain “. Maksudnya adalah mengangkut hukum syara’ adalah terputusnya kaitan hukum mansukh.
Mansukh merupakan hukum yang diangkat atau yang dihapus. Jadi hukum yang muncul-nya lebih awal disebut al mansukh. Ada hukum yang digantikan dan ada pula hukum yang menggantikan, ada hukum yang diangkat dan ada pula hukum yang mengangkat.  Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa  naskh di butuhkan beberapa persyaratan- persyarata tidak bisa di tentukan oleh seseorang sesuai kehendak. Adapun beberapa syarat berukut :
1. Hukum yang mansukh merupakan hukum syara, maksudnya adalah kategori ini tidak termasud dalam kajian pembatalan hukum yang bukan syara atau yang tidak mnenyangkut dengan hukum
2. Hukum yang terdapat pada nasikh bertentangan dengan hukum yang terkandung dalam mansukh. Nasikh tidak pernah ada jika makna nash itu tidak bertentangan
3. Dalil yang di nasakhan selalu muncul lebih awal dari dalil yang menasakhan . maka ayat makiyyah tidak bisa menasakhan ayat madaniya. Akan tetapi ayat madaniyah dapat menasakhan ayat makiyyah.
4. Hukum yang di nasakhan menyangkut hal- hal yang berisi tentang perintah, larangan, dan hukum. Nasakh tidak terjadi pada hal- hal yang mengandung berita
5. Hukum yang di nasakhkan tidak terbatas oleh waktu teertentu
6. Hukum yang terkandung dalam mansukh telah di tetapkan sebelum munculnya an naasikh
7. Status an nasikh selalu sama dengan al Mansukh.



Dalam firman Allah surah Al-Anfal (8) ayat 65-66 :

"يَاَ يُهَا النَّبِيُّ  حَرِّضِ الْمُؤْ مِنِيْنَ عَلَى الْقِتَالِ اِنْ يَّكُنْ مِّنْكُمْ مِا ئَةٌ يَّغْلِبُوْا اَلْفَا مِّنَ الَّذِ يْنَ كَفَرُوْا بِاَ نَّهُمْ قَوْمُ لَّا يَفْقِهُونَ

اَلْىِنِ خَفَّفَ الله عَنْكُمْ وَعَلِمَ اَنَّ فِيْكُمْ ضَعْفًا فَاِنْ يَّكُنْ مِّنْكُمْ مِّا ىَةٌ صَا بِرِةٌ يَّغْلِبُوْا مِا ىَىَتْينِ وَاِنْ يَّكُنْ مِّنْكُمْ اَلْفٌ يَّغْلِبُوْا الْفَيْنِ بِاِذْنِ اللهِ وَاللهُ مَعَ اصَّبِرِيْنِ
Artinya : “Hai Nabi, kobarkanlah semnagat para mukmin untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar di aantaramu, niscaya mereka akan daapat mengalahkan duaratus orang musuh. Dan jika ada serratus orang yang saabar di antaramu, niscaya merekaa akan dapat mengalahkan serribu dari pada oorang kafir, di sebebkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti. Sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan Dia telah mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika ada diantaramu seratus orang sabar niscaya mereka akan dapatmengalahkan duaratus orang kafir ; dan jika diantaramu ada seribu orang (yang sabar), niscaya mereka akan dapat mengalahkan duaribu orang, dengan seizing Allah. Dan Allah beserta orang-orang sabar”.

Dari kedua ayat tersebut terdapat isi kandungan yang saling bertentangan, ayat pertama menjelaskan bahwa mewajibkan satu orang muslim melawan sepuluh orang kafir. Sedangkan pada ayat yang kedua menjelaskan tentang mewajibkan satu tentara muslim melawan dua tentara kafir. Maka ayat yang pertama telah dimansukhkan oleh hukum yang kedua. Maksudnya adalah kewajiban setiap individu tentara muslim memerangi sepuluh tentara kafir telah dibatalkan, yang kemudian digantikan oleh satu lawan dua.
Selain beberapa syarat di atas perlu kita ketahui apa saja yang harus ada adalam naskh  yaitu :
1. Di dalam naskh terdapat perintah dan larangan
2. Naskh juga tidak terdapat dalam akhlak dan adab yang di dorong Islam
‘’ Dan jangaanlah kamu memalingkan mukamuu dari manusia karenaa sombong dan jangalah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah ttidak menyukai orang- orang yang sombong lagi membanggakan diri.’’
3. Tidak terdapat yang bersifat aqidah akidah, seperti
a. Dzat Nya
b. Sifat Nya
c. Kitab-kitab Nya
d. Hari akhir
4. Tidak terjadi mengenai ibadat dasar dan muamalat karena semua agama tidak lepas dari dasar ini. Berdasarkan firman Allah yang artinya Dia telah  mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah di wasiatkan- Nya kepada Nuh dana pa yang kami telah wahyukan kepadamu dan pa yang telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa.

C. Bentuk dan Jenis  Nasikh Dalam Al-Quran
Berdasarkan kejelasan dan cakupannya, nasikh dalam Al-Quran di bagi menjadi empat bagian, yaitu :
1. Nasikh sharih yaitu penghapusan yang secara jelas pada hukum yang terdapat pada ayat terdahulu. Misalnya seperti contoh dalam firman Allah surah Al-Anfal (8) ayat 65-66 :

يَاَ يُهَا النَّبِيُّ  حَرِّضِ الْمُؤْ مِنِيْنَ عَلَى الْقِتَالِ اِنْ يَّكُنْ مِّنْكُمْ مِا ئَةٌ يَّغْلِبُوْا اَلْفَا مِّنَ الَّذِ يْنَ كَفَرُوْا بِاَ نَّهُمْ قَوْمُ لَّا يَفْقِهُونَ

اَلْىِنِ خَفَّفَ الله عَنْكُمْ وَعَلِمَ اَنَّ فِيْكُمْ ضَعْفًا فَاِنْ يَّكُنْ مِّنْكُمْ مِّا ىَةٌ صَا بِرِةٌ يَّغْلِبُوْا مِا ىَىَتْينِ وَاِنْ يَّكُنْ مِّنْكُمْ اَلْفٌ يَّغْلِبُوْا الْفَيْنِ بِاِذْنِ اللهِ وَاللهُ مَعَ اصَّبِرِيْنِ

Artinya : “Hai Nabi, kobarkanlah semnagat para mukmin untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar di aantaramu, niscaya mereka akan daapat mengalahkan duaratus orang musuh. Dan jika ada serratus orang yang saabar di antaramu, niscaya merekaa akan dapat mengalahkan serribu dari pada oorang kafir, di sebebkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti. Sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan Dia telah mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika ada diantaramu seratus orang sabar”.
Menurut jumhur ulama ayat ini merupakan ayat yang menghapuskan satu orang mukmin melawan dua orang kafir atau ayat ini di naskh oleh ayat 66 surah Al-AnfalTop of Form

Bottom of Form
الْآنَ خَفَّفَ اللَّهُ عَنْكُمْ وَعَلِمَ أَنَّ فِيكُمْ ضَعْفًا ۚ فَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ مِائَةٌ صَابِرَةٌ يَغْلِبُوا مِائَتَيْنِ ۚ وَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ أَلْفٌ يَغْلِبُوا أَلْفَيْنِ بِإِذْنِ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ

Artinya : “Sekarang Allah meringankan kamu dan mengetahui pula bahwa kamu memiliki kelemhan. Maka jika di antara kamu serratus orang sabar, niscaya mereka dapat menggalahkan dua ratus orang kafir, dan jika di antara kamu terdapat orang sabar mereka akan dapat mengalahkan dua ribu orang kafir.”
Maksud ayat di atas adalah pengharusan satu orag mukmin melawan dua orang kafir, di mana sebelumnya pada ayat yang di mansukhkaan di jelaskan bahwa pengharusan satu orang muslim melawan sepuluh orang kafir.
2. Nasikh Dhimmy. Yaitu apabila terdapat nasikh yang saling bertentangan dan tidak dapat dikompromikan. Keduanya turun untuk masalah yang sama, dan juga di ketahui waktu turunnyya, maka ayat yang datang kemudian menghaapus ayat yang terdahuluBottom of Form
كُتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ إِنْ تَرَكَ خَيْرًا الْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ بِالْمَعْرُوفِ ۖ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِينَ                       
Artinya : “Diwajibkan atas kamu , apabila seeorang di antara kamu kedatangan ( tanda- tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu bapak dan karib kerabatnya secara ma’ruf, ini adala kewajiban atas orang-orang yang bertakwa. Ayat ini merupakan pendukung dari teori nasikh di hapus oleh hadis la washiyyah li warits (tidak ada wasiat bagi ahli waris )”
3. Nasikh kully , merupakan  penghapusan hukum secara keseluruhan. Contohnya pada suurat Al- Baqarah [2[ ayat 234 yang berbunyiTop of Form
وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا ۖ فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا فَعَلْنَ فِي أَنْفُسِهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Artinya : “Dan orang-orang mati di antara kamu yang meninggalkan istri-istri hendaklah mereka menunggu empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah sampi akhir iddah mereka , maka tidak ada dosa bagimu mengenai apa yang mereka lakukan  terhadap diri mereka menurut cara yang patut. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
4. Nasikh juz’iy merupakan penghapusan hukum umum yang berlaku  bagi semua individu. Contohnyya hukum dera 880 kali bagi menuduh seorang wanita tanpa adanya saksi  padaa surat An- Nur [24]  ayat 4 di hapus oleh ketenyuan li’an yaknii bersumpah empat kali dengan nama Allah, bagi si penuduh An- Nur [24] ayat 6.
Naskh dalam Al-Quran tersapat tiga macam
a. Ayat yang di nasakh kan bacaan dan hukumnya ( Naskh at tilawah wa al hukmi ma’an)

كَا نَ فِيْمَا أُنْزِلَ مِنْ الْقُرْاَنِ عَشْرُ رَضَعَاتٍ مَعْلُوْمَاتٍ يُحَرِّمْنَ ثُمَّ نُسِخْنَ بِخَمْسٍ مَعْلُوْمَاتٍ فَقُوُفِّيَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللُه ُعَلَيْهِ وَسَلَّمْ وَهُنَّ فِيْمَا يَقْرِأُ مِنْ الْقُرْاَن
Pernah di turunkan (kepada Nabi) sepuluh kali menyusu yang di maklumi yang (menyebabkan) haram (menikahi), kemudian dinasahkan dengan lima kali yang di maklumi. Selanjutnya Rasulullah wafat, ayat-ayat itu dibaca sebagai bagian dari Alquran.
Menurut pendapat  yang adzar atau yang paling jelas, tilawah aayat ini telah di nasakhan beserta hukumnya menjelang wafat Rasulullah SAW wafat sehingga ayat tersebut tidak di temukan dalam mushaf Utsmani. Maksud adalah awalnya di tetapkan dua orang yang memiliki ibu yang berbeda sudah di anggap bersaudara apabila salah satu di antara keduannya menyusui  kepada ibu salah satu di antara mereka dengan sepuluh kali isapan. Ketetapn sepuluh kali isapan ini di nasakhan menjadi lima kali isapan. Ayat tentang ini sekarang tidak termaktub di dalam Mushaf karena baik bacaannya ataupun hukumnya telah di nasakhkan.
Al-Qadhi Abu Bakar mengatakan bahwa di dalam Al-Intishar dari suatu kaum, mereka mengingkari naskh jenis ini karena haddis yang di gunakan merupakan hadis ahad. Tidak boleh memutuskan Alquran diturunkan dan di nasihkan berdasarkan hadis-hadiss ahad yang hujajnya tidak menunjukkan kepastian tetapi suatu dugaan.
b. Menasakh hukum tapi bacaanya tetap ada ( Naskh al hukmi wa baqai at tilawah)
Hal itu seperti firman Allah :

وَاُلَّتِيْ يَأْ تِينَ الْفَحِشَةُ مِنْ نِّسِا ىِكُمْ فَاُ سْتَشْهِدُوْأ عَلَيْهِنَّ أِرْبَعَةً مَنْكُمْ فَاءِنْ شَهِدُوْ أ فَأَ مْسِكُوْهُنَّ فِى الْبُيُوْتِ حَتَّى يَتَوَ فَّهُنَّ الْمَوْتُ  



Yang artinya: dan terhadap wanita-wanita yang mengerjakan perbuatan keji hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu yang menyaksikannya, kemudian apabila mereka telah memberi kesaksian maka kurunglah mereka wanita-wanita itu dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya. QS. An-Nissa (4) ayat 15.
Kemudian ketentuan hukum bagi pezina, yaitu ditahan dirumah sampai meninggal
فَأَ مْسِكُو هُنَّ فِى الْبُيُوْتِ حَتَّى يَتَوَ فَّهُنَّ الْمَوْتُ  ,yang terdapat dalam ayat ini telah dinasakhkan. Akan tetapi teksnya masih ada, yaitu ayat yang menaskkannya adalah
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ ۖ وَلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
Yang artinya: “Perempuan dan laik-laki yang berzina maka derahlah setiap orang darinya keduanya seratuskali dera dan jaganlah belas kasihan kepada keduanya mecegah kamu untuk menjalankan agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhir.” QS. An-Nur (24) ayat 2. Jadi hukum untuk para pezina berubah menjadi cambuk seratus kali. Selain contoh diatas terdapat beberapa contoh yaitu menghapus hukum ayat yang berhubungab dengan masa iddah yang menggunakan hitungan tahun namun bacaabnya tetap ada. Ini merupakan jenis nasikh dimana banyak buku ditulis berkaitan dengannya. Naskh macam ini mempunyai dua hikmah
1. Karena Al-Quran firman Allah, dan membacanya mendapatkan pahala, maka di tetapkan untuk membacanya
2. Agar kita mengingatkan tentang rintanggan atauu beratnya hukum di hapus.

c. Menasakh bacaan namun hukumnya tetap ada.
Maksudnya adalah terdapat ayat Al-Quran yang turun kepada Rasulullah SAW yang kemudian bacaan  lafadnya dinaskh tetapi hukum terdapat dalam lafadnya  di naskh tetapi hukum yang terdapat di dalam lafadznya tersebut masih tetap berlaku contoh di antaranya ayat tentang rajam yang artinya :Orang tua laki- laki dan perempuan yang berzina, maka rajamlah keduanya itu dengan pasti sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha perkaasa lagi Maha Bijaksana. Contoh lain juga tentang kisah orang- orang yang di bunuh  di dekat sumur Ma’unah yang di riwayatkan Ash-Shahihain sehingga Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berqunut untuk mendoakan para pembunuh. Anas mengatakan, ‘’ Dan berkenaan dengan mereka turunlah wahyu yang kami baca sampai ia di angkat kembali, yaitu sampaikanlah dari kami kepada kaum kami bahwa kami telah bertemu Tuhan kami, maka Ia ridho kepada kami dan kamipun ridha.
Beberapa ulma sebagian besar tidak mengakui nash semacam ini di karenakan khabarnya bersifat ahad. Menurut pendapat mereka khabar ahad yang di riwayatkan oleh periwayat yang tsiqqah tidak dapat di terima dalam hal naskh. Dilihat dari jangkauan keluasan nasikh terhadap hukum yang terkandung dalam suatu ayat maka nasikh tersebut di bagi menjadi dua macam yakni : Naskh kulli, merupakan naskh yang mencakup seluruh hukum yang terkandung dalam suatu ayat , misalnya penghapusan iddah wafat selama satu tahun yang di ganti menjadi 4 bulan 10 hari. Sedangkan naskh juz’I merupakan sesuatu yang menghapus hukum umum yang berlaku semua individu dengan hukum yang hanya berlaku bagi individu.
Dari sisi otoritas yang berhak menghapus sebuuah nash menurut para ulama terdapat empat bagian yaitu :
1. Nasikh Al-Quran dengan Alkuran. Para ulama sepakat terhadap naskh  ini dan mengakuinya
2. Nasikh Alquran dengan As-Sunnah. Mengenai bentuk nasakh ini menurut jumhur ulama, Sunnah tidak dapat menasahkan Alquran di karenakan hadis bersifat dzanni, sedangkan Alquran bersifat qath’i. Kesimpulannya adalah Alquran lebih kuat dari Sunnah. Asy-Syafi’i berpendapat bahwa  Sunnah tidak sederajat dengan Alquran Sementara ulama Hanafiyah, Imam Malik dan Ahmad, memperbolehkan Alquran di nasakhan dengan Sunnah mutawatir dengan alasan sunah merupakan wahyu.
3. Nasakh Sunnah dengan Alquran. Muhammad Abu Zahrah, memberikan contoh mengenai Sunnah tentang sholat menghadap ke baitul Maqdiss, di nasakh dengan ayat tentang sholat menghadap ke masjidil Maram. Mengenai pembagian nasakh ini, asy-Syafi’I menolak dengan alasan jika Nabi Muhammad SAW menetapkan suatu ketentuan kedian turunlah ayat yang berisi pertentangan,  Nabi Muhammad akan membuat ketentuan kain yang sesuai dengan Alquran.
4. Nasakh Sunnah dengan Sunnah Pada hakikatnya nasakh ini hukum yang telah ditetpkan berdasarkan Sunnah dinasakh dengan dalil Sunnah pula. Contohnya adalah tentang ziarah kubur yang semulannya di larang oleh Rasulullah  SAW, kemudian setelah itu Rasulullah mala menganjurkannya.


D.  Urgensi dan Hikmah Nasikh Mansukh
Urgensitas  yang besar dalam meengetahui nasikh dan Mansukh yaitu terutama bagi fuqaha,ushuliyyinn dan mufassirin gar dalam penentuan hukum tidak keliru. Banyak atsar tentang anjuran untuk mengetahui nasikh, di antaranya adalah yang di riwayatkan  Sayyidina Ali ibn Abi Thalib yang pernah bertanya  kepada seorang hakim : “ Apakah anda mengetahui tentang nasikh dan Mansukh ? Hakimpun menjawab : Tidak, Sayyidina Ali pun berkata kamu bisa celaka dan kamu pun akan mencelakai orang lain.Sebagai bukti pentingnya  mengetahui nasikh dan Mansukh, banyak ulama meemiliki  konsen terhadap kajian ini  diantaranya adalah ;

1. Qatadah bin Da’amah as Sadusi, merupakan seorang tabiin
2. Abu Ubaid al Qasim bin Sallam
3. Abu Dawud as Sajastani
4. Makki bin Abi Thalib
5. Abu Ja’far an Nahhas
6. Hibatullah bin Salaam
7. Ibnu al Arabi, pengarang kitab “Ahkamul Qur’an”   
8. Ibnu al Jauzi
Pengetahuan tentang naskh dan Mansukh mempunyai fungsi yang besar bagi paara ahli ilmu, terutama para fuqaha, mufasir dan ahli usul karena di dalam nasikh dan Mansukh terdapat pengghapusan hukum syara denagn  dalil- dulail hukum syara yang lain, sehingga pengetahuan hukum tersebut tidak menjadi kacau. Orang pertama yang memulai membahas tentang naskh adalah  Imam Syafi’i. Imam Syafi’I melihat sebagai penjelas hukum-hukum dan bukan sebagai penghapusan naskh-naskh (Abu Zahra, t.th). Pembahasan nasikh Mansukh dalam Alquran mendapat perhatian serius di antara para ulama muhaqqiqin sekitar permulaan abad  ketiga hijriah . Kemudian  pengetahuan nasikh dan mansukh mendapatkan kedudukan yang penting bahkan sebagai syarat dalam kajiaan hukum Islam. Agar mengetahui nasikh dan mansukhh terdapat beberapa cara sebagai berikut :
1. Keterangan tegas dari Nabi ata sahabat
2. Kesepakatan umat tentang ayat ini sasikh dan ayat itu Mansukh
3. Mengetahui mana yang lebih terdahulu dan mana yyang kemudian dalam perspektif sejarah.
Beberapa hikmah nasikh mansuk dalam alquran yaitu
1.  Menjaga kemaslahata-kemaslahatan para hamba
2. Perkembangan tatanan syariat hingga ketingkat yang sempurna sesuai dengan perkembangan dakwah dan kondisi manusia.
3. Sebagai ujian bagi para mukallaf orang yang di bebani tanggung jawab maanusia apakah mau menjalankan atau tidak
4. Kemudian bertujuan untuk memberikan kebaikan kepada umat manusa dan meringankan  beban mereka, sebab apabila nasakh beralih ke kondisi yang lebih berat, berarti ada tambahan pahala, begitupun ssebaliknya jika beralih ke kondisi ringan, berarti ada kemudahan di dalamnya.




























E.  Penutup
Dari keterangan di atas dapat di simpulkan beberapa hal berikut :
1. Definisi secara istilah merupakan mengganti atau menghapus hukum syara’ dengan dalil hukm syara’ yang lain
2. Syarat naskh secara garis besar ada empat yaitupe,batalan itu dari datanganya dari tintutan syara, yang di batalkan merupakan hukum syara’, pembatalan hukum tidak di sebabkan pada berakhirnya waktu pemberlakuan hukum dan yang terakhir adalah tuntutan yang mengandung nasikh haruus datang kemudian.
3. Pembagian naskh dalam Alquran ada empat macam yaitu : Naskh Alquran dengan Alquran, naskh Alquran dengan Sunnah,naskh Sunnah dengan Alquran, dan Sunnah dengan Sunnah.
4. Naskh dalam Al-Quran terdapat tiga macam yaitu : Ayat yang di nasakh kan bacaan dan hukumnya, menasakh hukum tapi bacaanya tetap ada, dan Menasakh bacaan namun hukumnya tetap ada.
5. Dan hikmah adanya nasikh dan mansuk adalah menjaga kemaslahata-kemaslahatan para hamba, perkembangan tatanan syariat hingga ketingkat yang sempurna sesuai dengan perkembangan dakwah dan kondisi manusia,sebagai ujian bagi para mukaallaf orang yang di bebani tanggung jawab manusia apakah mau menjalankan atau tidak, Kemudian bertujuan untuk memberikan kebaikan kepada umat manusa dan meringankan  beban mereka, sebab apabila nasikh beralih ke kondisi yang lebih berat, berarti ada tambahan pahala, begitupun sebaliknya jika beralih ke kondisi ringan, berarti ada kemudahan di dalamnya.















DAFTAR PUSTAKA
 Muhammad, Nurdinah.  Studi Komperatif Nasikh dan Mansukh Dalam Al-Quran dan Hadis Vol. 8, No2, Juli 2011
 Al-Qattan, Manna. Studi Ilmu- Ilmu Qur’an , ter. Mudzakir AS. Bogor : Pustaka Litera AntarNusa, 2009
Al-Qatthan,Manna. Pengantar Studi Ilmu Al-Quran dan Hadist . Jakarta : Ummul Qura, 2016.
Anwar, Rosidun. Ulumul Quran . Bandung : Pustaka Setia, 2012
Yusuf, M. Kadar. Studi AlQuran,  Jakarta : Amzah, 2009
 Efendi,  Nur. Studi Al-Quran .Depok  Sleman Yogyakarta : Kalimedia, 2016.
 Haris, Abdul. Nasikh dan Mansukh Dalam  Al-Quran. Vol. XIII, No. 1 Januari- Juni 2014
Ulama’I, A. Hasan. Didakti Islamika : Konsep Nasikh dan Mansukh Dalam Alquran”,Vol.7, No. 1 , Februari 2006 
 Fauzan, R. Noor .Jurnal Studi Hukum Islam : Urgensi Nasikh-Mansukh Dalam Legislasi Hukum Islam, Vol. 1, N0.2, Juli- Desember 2014
 Malik,R. Abdul. Membangun Tradisi Berfikir Qur’ani : Abrogasi dalam Al-Qur’an Studi Nasikh dan Mansukh. Vol. 12, No. 1, tahun 2006.

Catatan:
1. Similarity 24%.
2. Hindari penggunaan kata “kita” dalam tulisan ilmiah.
3. Pendahuluan dijadikan beberapa paragraf.
4. Pembahasan mengenai pengertian nasikh mansukh tolong dirapikan, masih belum terstruktur.
5. Mau memakai footnote atau innote? Kok masih ada innotenya...
6. Tolong makalahnya dirapikan, penulisan yang salah ketika tolong dibenarkan. Jangan asal langsung dikirimkan ke dosen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar