Rabu, 09 Mei 2018

Nasionalisme Perspektif Alquran dan Hadis (PIPS A Semester Genap 2017/2018)




                     NASIONALISME PERSPEKTIF AL QUR’AN DAN HADIST
                                                P.IPS A 2016
                                    Ratna Kusdiana Nugrahaini (16130039)
                                    Desy Fatma Sari                         (16130115)
                                    (ratnakusdiananugrahaini@gmail.com)
Abstrak
This paper discusses about the nationalism of the viewpoint of islam. Nationalism is the political attitude of the society have in common areas, culture, language, ideology, ideals and goals, and then crystallized into a familiar anthem. Understand this burgeoning political power to affect the world and broad impact for countries of the nation. Addressing Muslims nationalism is diverse, there are received, there is a priori, and some were refused. Regardless of how Muslims addressing the concept of nationalism, nationalism has actually been a lot simpler in the teachings of islam. Description of nationalism embodied in many verses of the Qur'an nor Hadith of the Prophet. There is no textual basis verses that clearly mention about nationalism. However, if we ferret out even further, then we will find some verses of the Qur'an nor Hadith of the Prophet which contextually has a meaning that is closely associated with nationalism.
Abstrak
Tulisan ini membahas mengenai nasionalisme ditinjau dari sudut pandang islam. Nasionalisme merupakan sikap politik masyarakat yang mempunyai kesamaanwilayah, budaya, bahasa, ideologi, cita-cita dan tujuan, kemudian mengkristal menjadipaham kebangsaan.Paham ini berkembang kemudian mempengaruhi politik kekuasaan duniadan berdampak luas bagi negara-negara bangsa.Umat Islam menyikapi nasionalisme ini beragam, ada yangmenerima, ada yang apriori, dan ada yang menolak. Terlepas dari bagaimana umat islam menyikapi nasionalisme, konsep mengenai nasionalisme sebenarnya telah banyak tertuang di dalam ajaran-ajaran islam. Penjelasan mengenai nasionalisme banyak terkandungdalam ayat-ayat Al-Qur’an maupun hadits-hadits nabi.Secara tekstual memang tidak ada ayat yang secara jelas menyebutkan tentang nasionalisme. Akan tetapi, jika kita mengorek lebih jauh lagi, maka kita akan menemukan beberapa ayat Al-Qur’an maupun hadits nabi yang secara kontekstual memiliki makna yang sangat erat kaitannya dengan nasionalism
Keywords :Nasionalisme perspektif al qur’an dan hadist





A.    Pendahuluan
Nasionalisme merupakan suatu paham kebangsaan yang timbul Karena perasaan senasib dan sejarah untuk hidup bersama sebagai suatu bangsa yang merdeka, berdaulat, dan bersatu dengan memiliki cita cita yang sama dalammembentuk suatu negara kebangsaan. Hal ini didasarkan atas rasa cinta terhadap anah iar, bangsa dan negara itu nasionalisme sering dipandang sebagai ideology pemelihara bangsa. Secara historis paham nasionalisme berawal dari Barat (Eropa) sekitar abad ke 15 kemudian muncul mulai berkembang ke Timur terutama (Asia dan Afrika) termasuk Indonesia sekitar abad ke 20, yang dapat mempengaruhi sisi politik kekuasaan. Dalam artikel ini menjelaskan nasionalisme Barat dan nasionalisme Timur terdapat perbedaan yang signifikan.Nasionalisme Barat yang awalnya lekat dengan liberalism lambat tahun berubah menjadi kekuatan kolonialisme di berbagai benua Timur terutama Asia dan Afrika termasuk Indonesia.Kolonialisme tersebut membangkitkan semangat dan upaya upaya perlawanan terhadap Barat dengan menggunakan ide yang lahir dan berkembang di barat yaitu nasionalisme.Namun nasionalisme timur berlawan dengan nasionalisme Barat yang identik dengan menyerang karena sistem kolonialisme, sedangkan nasionalisme Timur mempunyai rasa kemanusianan.Islam mengakui bahwa tuhan menjadikan manusia berkelompok kelompok dan berbangsa bangsa. Nasum dalam islam bahwasanya tidak diperbolehkan menjadikan nasionalisme yang fanatic. Oleh karena itu, membahas tentang nasionalisme dal perspektif alquran dan hadist.
B.     Pengertian Nasionalisme
Nasionalisme berasal dari kata nation yang berarti bangsa. Bangsa mempunyai dua pengertian yaitu; dalam pengertian antropologis serta sosiologis, dana dalam pengertian politis. Dalam pengertian antropologis dan sosiologis adalah suatu masyarakat yang mempersekutuan hidup yang berdiri semdiri dan masing masing anggota merasa satu keatuan bangsa, ras, agama, sejarah dan adat istiadat.Persekutuan hidup dalam suatu negara dapat merupakan persekutuan hidup yang mayoritas merupakan persekutuan hidup minoritas.Bahkan dalam suatu negara terdapat beberapa persekutuan hidup “bangsa” dalam pengertian antropologis dan dapat menjadikan anggota satu bangsa itu di beberapa negara.Apa yang dimaksud dengan banga dalam pengertian pengertian politik adalah masyarat dalam suatu daerah yang sama, dan mereka patuh kepada kedaulatan negaranya suatu kekuasaan tertinggi ke luar dank e dalam. Nation (bangsa) dalam pengertian politik inilah yag kemudian merupakan pokok pembahasan tentang nasionalisme. Tetapi bangsa dalam pengertian antropologis tidak dpat ditinggalakan atau diabaikan, sebab ia memiliki faktor objektif. Rupert Emerson mendefinisikan nasionalisme sebagai komunitas orang orang yang merasa bahwa mereka memiliki takdir bersama menuju masa depan. Sementara menurut Ermest Renan sering dikutip Soekarno nasionalisme merupakan unsure yang dominan dalam kehidupan social politik politik sekelompok manusia dan telah mendorong terbentuknya suatu bangsa gua untuk menyatukan kehendak untuk bersatu.Wacana Soekarno nasionalisme meruapakan semangat kelompok manusia yang membagun satu bangsa yang mandiri, dilandasi satu jiwa dan kesetiawaan yang besar, mempunyai kehendak untuk bersatu dan terus menerus untuk bersatu dan menciptakan keadilan dan kebersamaan.Nasionalisme ini membentuk persepsi dan konsepsi identitas social pergerakan di seluruh negara negara jajahan sebagai kukuatan politik yang bisa dijadikan delegasi oleh punguasa colonial.Tujian nasionalisme ini adlaah pembebasan dari penjajahan dan menciptakan masyarakat/negara yang adil, di mana tidak ada lagi penindasan manusia oleh manusia.[1]Merupakan pokok yang sering menentukan bagi terbentuknya bangsa dalam pengertian politik.Jadi dalam kedua pengertian bangsa itu ada kaitanya dengan sangat erat dan pernting.Mengenai definisi nasionalisme banyak rumusan di kemukakan sebagai berikut:[2]
1.      Encylopaedia Britannia
Merupakan keadaan diman individu merasa bahwa setiap orang memiliki kesetiaan dalam keduniaan kepada negara kebangsaan.
2.      Huszer dan Stervenson
Menentukan bangsa mempunyai rasa cinta secara alami.
3.      International Encylopaedia Of the Sosial Sciences
Suatu ikatan politik yang mengikat kesatuan masyarakat modern dan member pengasahan terhadap kekuasaan
4.      L. Stoddard
Keadaan jiwa dan suatu kepercayaan, oleh sejumlah besar manusia perseorangan sehingga bisa membentuk suatu kebangsaan.Nasionalisme adalah rasa kebersamaan segolongan suatu negara.
5.      Hans Kohn
Menyatakan bahwa negara kebangsaan adalah cita cita dan satu satunya bentuk sebuah organisasi politik, dan bahwa
            Dari sekian banyak definisi, walaupun terdapat perbedaan dalam perumusan, namun terdapat unsure unsure yang disepekati yang terpentig adalah kemauan untuk bersatu dalam bidang politik dalam suatu negara kebangsaan(nasionala). Jadi rasa nasionalisme itu sudah dianggap telah muncul suatu bangsa yang memiliki cita cita yang sama untuk memdirikan suatu negara kebangsaan. [3]menurut Otto Bauer, bangsa adalah satu kesatuan perangai yang timbul karena karena peraturan antara orang dan tempat. Kemudian Soekarno memadukannya,  bahwa nasionalisme terdiri dari rasa ingin bersatu, persatuan perangi dan nasib serta persatuan antara orang dan tempat. [4] pada tahun 1926 dalam karyanya yang sangat terkenal “nasionalisme, islamisme dan marxsme”, soekarno menulis tahun 1882 Ernest Renan telah membukukan pendapatnya tentang paham bangsa itu. Bangsa itu menurut pujangga ini ada satu nyawa, satu azaz akal, yang terjadi dua hal: pertama rakyat itu dulunya harus bersama menjalani satu riwayat. Kedua rakyat itu sekarang mempunyai kemauan, keinginan hidup menjadi satu.Bukannya jenis (ras), bukannya bahasa agama, melainkan perasaan butuh, bukan pula batas batas negeri yang menjadikan bangsa itu. Dalam karyanyya itu, ia juga mengutip pendapat dari Otto Bauer yang berpendapat bahwa bangsa itu adalah suatu persamaan perangai yang terjadi dari persatuan hal ihwal yang telah dijalani oleh rakyat itu. Walaupun Soekarno juga banyak mengutip pendapat dari Otto Bauer dengan pengertian antropologis, tetapi Soekarno dengan tegas membedakan pengertian antropologis dan bangsa dalam pengertian politik.Istilah identik pengertian sosiologis, yang menurut Aminuddin Nur pengertian sosiologis dan antropologis adalah satu.Soekarno meulis “paham ras (jenis) itu adalah suatu paham biologis, sedangkan nasionaliteit suatu paham sosiologis (ilmu pergaulan hidup).[5]dengan demikian ia berpendapat bahwa nasionalisme dalam hakikatnya mengecualikan segala pihak yang tak ikut mempunyai satu dengan rakyat. Nasionalisme itu sesungguhnya mengecilkan golongan tak merasa satu golongan satu bangsa  terjadinya tidak “dengan rakyat. Nasionalisme di dalam azaznya menolak segala yang terjadinya tidak “dari persatuan hal ikhwal” yang telah dijalani oleh rakayt.Bahkan nasionalisme dalam diri bangsa prancis kemudian melahirkan keadaan permusuhan dan pertikaian.Padahal negeri ini dikenal dengan negeri tempat dicetuskannya kemerdekaan, persaudaraan dan persamaan. Adanya penjajahan ini, kemudian dalam waktu hampir bersamaan , melahirkan gerakan nasional di negara negara jajahan. Bentuk dan tujuan gerakan nasionalisme di negara jajahan itu hampi selalu searah dan mengalami perkembangan yang relative sama. Hal ini mungkin disebabkan
oleh nasib yang sama sama tertekan dan tertindas. Itulah sebabnya, soekarno kemudian membagi nasionalisme menjadikan dua: (1) nasionalisme Barat dan (2) nasionalisme ketimuran. [6]
Nasionalisme Barat; Kritik Soekarno adalah merupakan gejala modern, tetapi juga tidak ada kesepakatan mengenai dimana muncul dan berkembangnya nasionalisme, bahkan  berpendapat bahwa timbulnya nasionalisme pertama karena perluasan di bidang perdagangan pada kira kira tahun 1000. Dari sekian banyak berpendapat ada kesepakatan bahwa nasionalisme berwal dari Barat, kemudian di sebarluaskan di bagian Timur.Akar akar nasionalisme tumbuh di atas bumi yang sama dengan peradapan barat dari bangsa bangsa ibrani dan yunani purba.
Nasionalisme timur adalah kalau nasionalisme barat merupakan nasionalisme yang bersifat chauvinistis yang serang menyerang, maka menurut soekarno, nasionalisme timur adalaha
a.       Suatu nasionalisme yang menerima rasa hidupnya sebagai wahyu, dan menjalankan rasa hidupnya itu sebagai bukti.
b.      Nasionalisme yang di dalam kelebaranya dan keluasannya member pada lain bangsa sebagai lebar dan luasnya udara, member tempat segenap yang perlu untuk hidupnya.
c.       Nasionalisme yang sama dengan “rasa kemanusiaan”.
Demikianlah gambaran dari nasionalisme timur yang menurutnya telah mewahyui Hatma Ghandi, dan adanya kesamaan konsep naionalisme ini di sebabkan beberapa faktor diantaranya sebagai berikut kenyataan bahwa tokoh tokoh bersama dengan bangsanya adalah sesame bangsa timur, yang sama sama sengsara karena adanya penjajahan barat dan sama sam untuk mencapau kemerdekaan. Oleh karena itu gerakan nasional di setiap negara timur saling mempengaruhi.Persamaan nasib itulah yang mendorong bangsa bangsa timur untuk menyusun suatu gerakan yang memiliki kemiripan, dimana nasionalisme di asia, afrika, dan amerika selatan di warnai oleh ideology sosialisme, bahkan menurut soekarno sendiri banyak dipengaruhi oleh Marxisme, suatu ideology yang bersifat internasionalisme, yang juga bnyak mempengaruhi soekarno, terutama dalam rangka menganalisis kondisi kehidupan masyarakat. [7]pendapat Soekarno tentang nasionalisme timur benyak dipengaruhi oleh tokoh tokoh pergerakan di negeri negeri timur seperti Turki, Mesir dan lain lain. Hal ini dapat dilihat dari tulisan yang banyak mengutip dan member contoh gerakan nasional di negara negara tersebut.



C.    Sejarah Nasionalisme
Pemuculan gerakan pemuda Indonesia pada abad ke 20 waktunya dengan pemunculan sekelompok orang Indonesia yang mendapatkan pendidikan yang berat.Mereka itulah yang memimpin gerakan tersebut.Disebabkan adanya persinanggungan dengan kebudayaan barat menyebabkan sebagian kelompok menemukan identitas kebudayaan mereka.Selain itu ada beberapa pendidikan barat membekali kemampuan giliranya digunakan untuk memperkuat kehidupan politik.Sekalipun secara berangsur angsur terpengaruhi oleh politik dan akhirnya diujung tombak dari nasionalisme Indonesia[8].Istilah istilah ini menunjukkan bahwa nasionalisme dapat dilihat sebagai fakta sosiologis-psikologis, terutama pada tingkat pembentukannya, seperti yang terjadi pada zaman pergerakan nasional.Kesadaran kelompok, sentimen dan kehendak kelompok yang dinyatakan pada berbagai organisasi nasional, merupakan wujud dan intitusionalisme tindakan kelompok.Sebagai tindakn kelompok mempunyai tiga aspek sebgai berikut:a) aspek kognitif, b)aspek orientasi nilai/tujuan, c) aspek afektif. Pergolakan masyarat sebagai akibat perubahan social yang cepat membangkitkan kesadaran kaum pribumi, semula secara perseorangan, kemudian pada kelompok kelompok kecil dan akhirnya pada akhir dasawarsa pertama sudahmeluas dikalangan rakyak. Kecenderungan kecenderungan social cultural yang ada pada berbgai golongan menimbulkan luapan emosional yang sebagai kekuatan laten sewaktu waktu. Dalam sarekat islam dalam periode awal perkembangannya merupakan suatu “banjir besar”, dalam arti bahwa masa dapat dimobilisasi serentak secara besar besaran baik dari kota maupun daerah pedesaan. Terjadinya suatu pergerakan yang melanda seluruh Indonesia.Meskipun SI didirikan sebagai organisasi modern, lengkap fdengan anggaran dana dan anggaran rumah tangganya, namun persepsi rakyak mengenai SI sering berbeda sekali dari yang dimaksud oleh pimpinan.SI lebih merupakan lambang dari indentitas golongan. Di kalangan SI kesadaran social tidak terpisah dari kesadaran religius: keduanya saling memperkuat sehingga sensitivitas menibgkatkan dalam menghadapi masalah masalah kompetisi dengan pengusaha asing, diskriminasi menurut garis warna, dan proses dekadensi moral.dengan landasan kesadaran itu secara mudah aksi kolektif dimobilisasi sehingga tahun tahun pertama kehidupan SI ditandai penuh dengan keesahan dan pergolakan yag pada waktu tertentu meledak menjadi insiden besar: gerakan SI menjelma mmmenjadi gerakan anti Cina. Strategi segmentasi ternyata merupakan senjata ampuh untuk menghalang halangi ataupun menghambat proses integrasi. Meskipun demikian, proses integrasi adalah inheren dalam proses modernisasi dengan sistem edukasi, komunikasi, trasportasi, dan komersialisasinya. Pertumbuhan kea rah integrasi kaum elite lewat asosiasi sukarela tidak dapat ditahan lagi.[9]ketika nasionalisme muncul di Eropa Barat, wacana nasionalisme dikawasan lain belum mucul. Model kekuasaan politik luar Eropa, terutama di Asia dan Afrika , juga memiliki kesamaan dengan model imperium yang bersifat dinastik, dengan didasarkan oleh identitas cultural dan relijius di Timur Tengah, kekuasaan politik yang berkembang paska pemerintahan Nabi Muhammad dan khilafah adalah imperium imperium yang memiliki penduduk yang multi agama dan multicultural. Kesadaran terhadap suatu identitas baru merebak ketika ada kebutuhan untuk menghadapi penetrasi barat di negeri negeri Asia, Afrika, dan Amerika Latin.Kegagalan dan kekalahan politik yang disertai oleh eksploitasi ekenomi menjadikan kekuatan barat.Keterpurukan politik yang disertai oleh eksploitasi ekonomi menjadikan kekuatan politik dan identitas terdahulu menghadapi kekuatan baarat.Keterpurukan ini bisa menjadikan semangat perlawanan terhadap barat dilakukan dengan menggunakan ide ide yang lahir dan berkembang di Barat nasionalisme juga mengajurkan adanya suatu identitas baru yang menegaskan ikatan non relijius dan non etnis, tetapi batas batas sebuah bangsa di negara lebih dipengaruhi oleh batas colonial.Pergerakan dan perlawanan yang kemudian menjadikan tokoh tokoh utama negara setelah merdeka, nasionalisme adalah buka identitas identitas terdahulu.Penyebab timbulnya nasionalisme di negara negara jajahan.Pertama,semakin masyarakat lama hancur oleh pengaruh kekuatan barat dalam bentuk pembangunan administrasi dan institusi ekonomi modern, disamping tekanan terhadap penduduk asli, semakin kuat dan lengkap pula perasaan nasionalisme masyarakat bersangkutan.Kedua ,tampilnya elit berpendidikan barat. Para elit ini, sebagai kaum terdidik dan professional yang menerjemahkan pengalaman pengalaman nasionalisme mereka dan ideology barat ke tingkat local, menjadi pusat kristalisasi rasa ketidakpuasan massa terhadapa penguasaan colonial. [10]salah satu hal penting yang dilakukan didalam periode pergerakan nasional ini ialah munculnya pencarian identitas diri sebagai bangsa baru. Usaha pencaharian itu dilakukan dengan dialog. Usaha seperti itu tentu saja dilakukan oleh sekian banyak warga terdidik tercerahkan dari berbgai daerah yang berbeda beda di dalam lingkup wilayah hindia belanda. Pencarian identitas diri bangsa semacam itu bukan saja ditopang oleh kecerdasan melainkan juga oleh keberanian.Hal imni ditandai dengan berdirinya Boedi Oetomo oleh sejumlah warga hindia belanda, anak anak bangsa.[11]
D.    Nasionalisme perspektif Al- Qur’an dan Hadist
Hakekat yang terdalam dari nasionalisme, tidak lain dari kemauan untuk bersatu sebagai satu bangsa dalam arti politik. Semakin besar jumlah individunya yang mau bersatu, semakin kuatlah persatuan bangsa itu. Dengan ungkapan lain hakekatnya tidak lain dari keinsafan sebagai suatu persatuan yang tersusun menjadi satu, keinsafan yang terbit karena percaya atas persamaan nasib dan tujuan. Kemauan untuk bersatu bisa semakin kuat, tergantung kepada berkurang atau bertambah kuatnya, perasaan senasib dan setujuan itu.Inlah yang harus terus menerus kita perjuangkan dalam rangka jihad mempertahankan negara. Berikut ini akan penulis uraikan tentang hal tersebut. Inilah yang harus terus-menerus kita perjuangkan dalam rangka jihad mempertahankan negara.[12]
1.       Menjaga Persatuan dan Kesatuan Bangsa
Salah satu bentuk untuk mempertahankan negara adalah menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.Dalam konteks masyarakat majemuk baik dari segi bahasa, suku, dan agama.Maka menjaga persatuan dan kesatuan menjadi sebuah keniscayaan. Kekuatan ini diraih tanpa persatuan dan persatuan tidak dicapai tanpa persaudaraan dan kebersamaan kemauan untuk saling monghormati satu samaorang lain. Dalam Al-Qur’an, perintah untuk menjaga persatuan dan kesatuan sangat jelas
Dalam Al-Qur’an, perintah untuk menjaga persatuan dan kesatuan sangat jelas, sebagaimana disebutkan dalam
Artinya “Sesungguhnya umatmu ini adalah umat yang satu…”.Ini dikuatkan dengan ayat Al-Qur’an yang melarang kita untuk bercerai-berai, (QS. al-Anbiya>’ [21]: 92)
sebagaimana firman Allah Swt:
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu Karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu Telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”. (QS. Ali Imra>n [3]: 103).

Artinya “Dan taatlah kepada Allah dan rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah.Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Anfa>l [8] : 46).
2.       Menanamkan Nilai Nasionalisme Religi
Nasionalisme secara sederhana adalah suatu paham yang mempertahankan suatu negara yang mewujudkan suatu identitas untuk sekelompok manusia.Nasionalisme religius adalah kebangsaan oleh nilai dan semangat kebersamaan.Artinya agama menjadi semangat untuk menegakkan suatu negara yang adil dan makmur.Hubungan agama dan negara ini bersifat simbiotik mutualisme yang saling menguntungkan.Demekian juga jangan terjadi poliditas agama untuk kepentingan bagi para elit negara.[13]


3.       Membudayakan 3. Syu>ra>(Musyawarah)
Secara etimologi, konsep syu>ra>terambil dari kata sy-w-r yang artinya mengeluarkan madu dari sarang lebah.Makna ini kemudian berkembang sehingga mencakup segala sesuatu yang dapat dikeluarkan, termasuk pendapat.Sehingga musyawarah dapat berarti mengatakan atau mengajukan suatu pendapat. Musyawarah pada dasarnya hanya digunakan untuk hal-hal yang baik, sejalan dengan makna dasarnya.10 Dengan kata lain, keputusan musyawarah tidak dapat diterapkan untuk mengabsahkan perbuatan yang akan menindas pihak lain dan tidak sejalan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Meminjam bahasa Al-Qur’an, jangan sampai syu>ra itu bertujuan menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal yang jelas-jelas nas}-nya dalam Al-Qur’an atau Sunnah.
Dalam menetapkan keputusan yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat, manusia paling tidak mengenal tiga cara,11yaitu: 1) keputusan yang ditetapkan oleh penguasa; 2) keputusan yang ditetapkan oleh pandangan minoritas; 3) keputusan yang ditetapkan berdasarkan pandangan mayoritas, dan ini biasanya menjadi ciri umum demokrasi meskipun harus dicatat bahwa demokrasi tidak identik dengan syu>ra>.
Prinsip musyawarah dalam Al-Qur’an jelas tidak sesuai dengan model keputusan yang pertama, sebab hal itu justru akan membuat syu>ra> menjadi impotendan lumpuh. Demikian pula pada bentuk kedua, sebab hal itu akan menyisakan pertanyaan tentang apa keistimewaan pendapat minoritas sehingga mengalahkan yang mayoritas. Memang ada sebagian pakar yang menolak otoritas mayoritas. Pendapat ini didasarkan firman Allah: [15]
Artinya :  Katakanlah: "Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan."QS. Al-Ma>idah [5]: 100).
Dalam Al-Qur’an, minimal ada tiga ayat yang berbicara tentang musyawarah (asy-syu>ra>).Pertama, musyawarah dalam konteks pengambilan keputusan yang berkaitan dengan rumah tangga dan anak-anak, seperti menyapih anak.
Artinya : Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya, dan waris pun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS. al-Baqarah (2) ayat 233)
Kedua, musyawarah dalam konteks membicarakan persoalan-persoalan tertentu dengan anggota masyarakat, sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi saw. bersama sahabat atau anggota masyarakat, hal ini didasarkan atas Al-Qur’an.
Artinya : Dan sungguh jika kamu meninggal atau gugur, tentulah kepada Allah saja kamu dikumpulkan(QS Ali Imran (3) ayat 158)
4.        Memperjuangkan Keadilan (al-‘Ada>lah)
keadilan(al-‘ada>lah) menjadi suatu keniscayaan, sebab pemerintahan dibentuk antara lain agar tercipta suasana masyarakat yang adil dan makmur. Tidaklah berlebihan jika kiranya kemudian Syeikh al-Mawardî dalam al-Ah}ka>m as-Sult}a>niyyah memasukkan syarat pertama bagi seorang imam atau pemimpin negara adalah punya sifat al-‘ada>lah atau adil. Dalam Al-Qur’an, kata al-‘adl dalam berbagai bentuknya terulang dua puluh delapan kali. Paling tidak, ada empat makna keadilan yang dikemukakan oleh para ulama mengenai keadilan.
Pertama, adil dalam arti sama. Artinya, tidak membeda-bedakan satu sama lain. Persamaan yang dimaksud adalah persamaan hak.Ini misalnya dilakukan dalam memutuskan hukum.

Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.(QS Nisa> [4]’: 58.)
Kedua, adil dalam arti seimbang.Di sini keadilan identik dengan kesesuaian (keproporsionalan), bukan lawan dari kezaliman. Dalam hal ini, kesesuaian atau keseimbangan tidak mengharuskan persamaan kadar. Bisa saja satu bagian berukuran kecil atau besar sedangkan kecil dan besarnya ditentukan oleh fungsi yang diharapkan darinya. Hal ini misalnya dapat dirujuk pada surat al-Mulk [67]: 3.
Artinya :Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang. (QS. al-Mulk [67]: 3.)
Ketiga, adil dalam arti perhatian terhadap hak-hak individu dan memberikan hak itu kepada setiap pemiliknya. Inilah yang sering dikenal dalam Islam dengan istilah wad}‘ al-syai’ fî mah}allih”, artinya meletakkan sesuatu pada tempatnya. Keadilan dalam hal ini dapat diartikan sebagai lawan dari kezaliman, dalam arti pelanggaran terhadap hak-hak pihak lain.






E.     PENUTUP
Paham nasionalisme dikembangkan untuk mempersatukan semua elemen yang ada pada suatu bangsa yang didasarkan pada rasa cinta terhadap tanah air, bangsa, negara, idiologi dan politik.Ia merupakan suatu sikap politik dan sosial dari masyarakat yang mempunyai kesamaan budaya, bahasa, wilayah, serta kesamaan cita-cita dan tujuan. Paham nasionalisme lahir di Eropa sekitar abad ke-15 M., kemudian berkembang ke Timur (Asia dan Afrika) pada abad ke-20 M. Berkembangnya paham nasionalisme ini dapat mempengaruhi wajah dunia dari sisi politik kekuasaan, dan memiliki dampak yang luas bagi negara-negara bangsa, baik di dunia Barat maupun di dunia Timur. Jauh sebelum paham nasionalisme masuk dan mempengaruhi dunia Timur, di sana sudah ada nilai-nilai Islam yang universal, yang berlaku dan dianut oleh masyarakat muslim serta menjadi unsur pemersatu di antara mereka. Nilai-nilai Islam telah mempengaruhi dan membentuk kaum muslimin merasa senasib sepenanggungan dan memiliki kedekatan emosional dalam persaudaraan dengan mengabaikan perbedaan suku bangsa dan keturunan.Bagi kaum muslimin, kehadiran paham nasionalisme ini bersentuhan langsung dengan nilai-nilai Islam yang telah lebih lama berada di tengah-tengah mereka.Akar-akar nasionalisme ternyata dapat diketemukan dalam ayat-ayat Al-Quran dan dalam kehidupan Nabi Mahammad Saw.Nasionalisme tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip agama.Bahkan inklusif dalam ajaran Al-Qur’an dan praktik nabi Muhammad Saw. Hal ini bukan sekedar dibuktikan melalui ungkapan populer yang dinilai oleh sebagian orang sebagai hadits nabi Saw. “Hubbul wathan minal iman”(cinta tanah air adalah sebagian dari iman) melainkan justru dibuktikan dalam praktik nabi Muhammad SAW. Baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan bermasyarakat











DAFTAR PUSTAKA
Dault Adhyaksa. 2005. Islam dan nasionalisme. Jakarta:pustaka al kausar.
Jauzi Ibnu. 2011. Ensiklopedi hikmah. Solo :pustaka arafah.
Kartodirjo Sartono. 1993. Sejarah pergerakan nasional. Jakarta:Pt gramedia
Suryadinata Leo. 2010. Nasionalisme Indonesia. Jakarta:kompas
Yatim Badri. 19999. Soekarno islam dan nasionalisme. Jakarta:logos wacana ilmu 
abdul mustaqin. 2011. bela negara dalam perspektif alquran, jurnal sebuah transformasi
Catatan:
1.       Similarity cukup besar 48%. Kurang parafrase
2.       Daftar pustaka hanya enam?
3.       Tulisan dalam makalah ini tidak rapi, tidak bisa membuat paragraf yang baik.
4.       Jangan asal pindah data dari artikel ke word, tapi diparafrase. Lihat turnitinnya tinggi.
5.       Footnote perlu banyak perbaikan.
Ini adalah makalah terakhir, tetapi kualitasnya tidak seperti yang diharapkan.


[1] Adhyaksa dault, islam dan nasionalisme(Jakarta:pustaka al kauar, 2005), hal 2-3
[2] Badri yatim, soekarno islam dan nasionalisme(Jakarta:PT Logo wacana ilmu,199),hal 57
[3]Ibid, hal. 59
[4]Ibid, hal. 60
[5]Ibid, hal. 61
[6]Ibid, hal. 64
[7] Ibid, hal, 76-77
[8] Leo suryadinata, etnis tionghoa dan nasionalisme Indonesia (Jakarta:kompas, 2010)hal, 150
[9] Sartono Kartodirjo, sejarah pergerakan nasional  (jakarta; pt gramedia, 1990), hal 243
[10] Ibid, hal 8-10
[11] Ibid, hal 39
[12] abdul mustaqin, bela negara dalam perspektif alquran, jurnal sebuah transformasi mas jihad vol.6, no. 1, juni 2011, hal 119
[13]Ibid, hal. 120
[14]Ibid, hal. 120
[15]Ibid, hal. 121

Tidak ada komentar:

Posting Komentar