Minggu, 11 Februari 2018

Alquran dan Historisitasnya (PIPS Kelas D Semester Genap 2017/2018)




ALQURAN DAN HISTORISITASNYA

Putri Aulia Enan Dina dan Uswatun Hasanah
Mahasiswa Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
 P.IPS D Angkatan 2016
Abstract
This article talks about the nature of the Quran that contains the definition of the Quran, other names of the Quran, Quranic proofs as a relevation of God to how the process of writing the Quran from the time of the prophet to the present from. The Quran is the lifestyle of mankid both living the word and eternal life in the afterlife. There is evidence from the opinion of the experts that the Quran is a relevation denied by Allah SWT, and of cours the evidence is acceptable to science. The existence of the Quran to date shows the existence of saha hard in the preparation and keeping the Quran from the time of the prophet to this day. We all know the Quran descending gradually and continously between one another who likes the from of the Quran in the time of the prophet is different from the order of the Quran that there in this day and age. The history of the completion of the Quran consists of three phases, the frist phases of the apostle’s time where he wrotw was guided directly by the apostle upon the direction of the angle Gabriel, the second phase in the era of gray ashes which will be the Quran in modern times becaouse the hafiz fall in the battlefield, the last phase of Usman that there is a serious problem that is the difference in how to read between muslim with each other, causing s spilt betweenthem.   
Abstrak
Artikel ini berbicara tentang hakikat Alquran yang berisi definisi Alquran, nama lain alquran, bukti-bukti Alquran sebagai wahyu Allah sampai bagaimana proses penulisan alquran dari zaman rasulullah sampai bentuk sekarang. Alquran merupakan pedoman hidup umat manusia baik hidup dunia maupun hidup kekal di akhirat. Terdapat bukti dari pendapat para ahli bahwa Alquran merupakan wahyu yang dituerunkan oleh allah SWT dan tentunya bukti tersebut dapat diterima oleh ilmu pengetahuan. Eksistensi alquran sampai saat ini menunjukkan bahwa ada usaha keras dalam menyusun dan menjaga Alquran dari zaman rasulullah sampai sekarang ini. Kita semua tahu bahwa Alquran turun secara berangsur-angsur dan berkesinambungan antara satu sama lain yang artinya bentuk Alquran pada zaman rasulullah berbeda dengan susunan Alquran yang tedapat pada zaman sekarang ini. Histori tentang pengumpulan Alquran terdiri dari tiga fase, fase pertama pada zaman rasulullah diamana penulisannya dituntun langsung oleh rasul atas arahan malaikat jibril, fase kedua pada zaman Abu Bakar yang khawatir akan hilangnya Alquran pada zaman modern karena para hafiz gugur dalam medan perang, fase ketiga zaman Usman yang terdapat masalah serius yaitu adanya perbedaan cara membaca antara muslim satu dengan yang lainnya sehingga menimbulkan perpecahan antara mereka.
Keywords : Alquran, Rasulullah, Zaman

Pendahuluan
Alquran adalah kebenaran yang mutlak dan merupakan kitab yang tidak asing bagi kalangan umat manusia apalagi seorang muslim, Alquran merupakan pedoman hidup mereka yang diturunkan kepada nabi Muhammad sebagai wahyu Allah. Terbukti dari tindakan mereka yang semuanya merujuk kepada Alquran, apapun perkara yang ada di alam semesta ini dikembalikan pada Alquran sebagai dasar atas setiap segala sesuatu yang terjadi yang semuanya telah diatur didalamnya. Adapun Alquran sebagai wahyu Allah yang diturunkan kepada nabi dapat dibuktikan bahwa tidak ada seorangpun yang bisa menandingi karya cipta Allah tersebut, dari situ kita dapat berfikir bahwa Alquran bukan merupakan ciptaan manusia melainkan ciptaan Allah sang maha kuasa. Akan tetapi banyak dari kalangan umat muslim bahkan tidak tahu hakikat Alquran itu sendiri. Banyak juga berbagai polemik mengenai historisitasnya, perbedaan pendapat  para ulama tentang Alquran menjadikan beragam penafsiran mulai dari nama, definisi Alquran, bukti-bukti Alquran sebagai wahyu Allah, dan bahkan sejarah penulisan dan kodifikasi Alquran itu sendiri akan tetapi pada intinya semua itu sama bahwa Alquran merupakan wahyu yang diturunkan Allah kepada nabi Muhammad sebagai pegangan hidup umat muslim..
Dari pemaparan diatas tidak kalah penting bahkan suatu keharusan bagi kita tentunya sebagai seorang muslim untuk mempelajari al-qur’an menggali ilmu didalamnya baik mengenai hakikat Alquran itu sendiri maupun historisitasnya. Dari historisitasnya kita dapat mengetahui bagaimana proses upaya penulisan dan  pembukuan Alquran mulai dari zaman Nabi dan khuafaur rasyiddin sehingga dapat kita pelajari dengan mudah dan kita gunakan pedoman hingga sampai saat ini.   

Definisi Alquran
            Dalam prespektif para ulama Alquran mempunyai berbagai macam            makna atau arti  yang berbeda-beda, hal ini disebabkan karena cara pandang dan keahlian masing-masing dari mereka berbeda dalam memahami Alquran, seperti dalam bidang bahasa, ilmu kalam, ushul fiqh dan sebagainya.[1]
            Alquran atau Quran tidak lain yang dimaksud adalah kalamullah, kitabullah yang merupakan mukjizat yang diberikan Allah SWT. Kepada Nabi Muhammad SAW, Allah mengutus rasul dari ummat manusia dengan membawa alkitab dari Allah dan menyuruh mereka untuk beribadah hanya kepada Allah semata, menyampaikan kabar gembira dan memberikan peringatan untuk menjadi bukti bagi manusia sebagaimana yang dijelaskan dalam Q.S An-Nisa’ ayat : 165
رسلا مبشرين ومنذرين لئلا يكون للناس على الله حجة بعد الرسل   
Rasul-rasul itu adalah sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, agar tidak ada alasan bagi manusia untuk membantah Allah setelah rasul-rasulnya itu diutus.....” (Q.S An-nisa’/4:165).[2]
            Alquran secara etimologis berasal dari bahasa arab yang merupakan bentuk  masdar dari kata qara’a (qara’a-yaqra’u-qar’atan-wa qira’atan- wa qur’anan) yang berarti bacaan, dapat juga berarti menghimmpun, menggabung, atau merangkai. Arti kata Alquran tersebut ada dalam ayat-ayat Alquran seperti yang terdapat dalam Q.S Al-Qiyamah : 17-18
ان علينا جمعهو وقرءانهو [17 ]
فإذاقرأنه فاتّبع قرءانهو [18]
Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (dalam dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila kami telah selesai membacakannya (melalui jibril) maka ikutilah bacaannya”(QS.Al-Qiyamah:17-18)[3]
Alquran itu diwujudkan ke dalam bahasa arab sehingga ia dapat difahami dengan mudah melalui huruf-huruf, kalimat-kalimat dalam Alquran sehingga bisa bersuara sesuai dengan apa yang dipahami oleh pembacanya dan kemudian dikumpulkan dalam satu mushaf. Kata Alquran  merupakan kata-kata langsung dari Allah yang mutlak bukan dari nabi, sahabat, ataupun para mufasir. Asal kata Alquran menurut pendapat sebagian para ulama’ mempunyai asal kata dan arti yang berbeda-beda.
Menurut pendapat al-Syafi’i nama Alquran merupakan nama yang khusus untuk kitab  yang diberikan Allah kepada Nabi Muhammad dan tidak mengambil dari kata yang lain, asal kata Alquran menurut al-Syafi’i tidak mengunakan hamzah (Al-Quran bukan Al-Qur’an). Menurut al-Faraa’, seorang ahli bahasa, dia juga berpendapat bahwa asal kata Alquran itu tidak menggunakan hamzah yang diambil dari kata qarain yang merupakan jama’ dari qarinah yang berarti indikator (petunjuk). Hal ini deisebabkan karena beberapa ayat dari Alquran itu hampir sama antara satu sama lain, oleh sebab itu seakan-akan ayatnya merupakan indikator dari apa yang dimaksud oleh ayat lain yang serupa. Sedangkan menurut al-Zajjaj pengarang kitab Ma’anil Quran berpendapat, bahwa asal kata Alquran itu berhamzah, mengikuti wazan fu’lan dan diambil dari kata اَلْقَرْءُ yang berarti penghimpunan. Hal ini karena Alquran menghimpun intisari-intisari yang diajarkan dari kitab-kitab sebelumnya, sebagaimana dalam surah (Al-Bayyinah : 2-3).
رَسُولٌ منَ الله يتْلو صحفًا مطهّرةً (2)
فيهاكتبٌ قيِّمة (3)
“(yaitu) seorang Rasul dari Allah (Muhammad) yang membackan lembaran-lembaran yang disucikan (Alquran). Di dalamnya terdapat (isi) kitab-kitab yang lurus. (QS. Al-Bayyinah : 2-3).
Menurut al-Lihyani yang merupakan seorang ahli bahasa juga berpendapat, bahwa lafadz Alquran itu berhamzah,  yang merupakan bentuk masdar dari kata قرأَ yang berarti membaca. Bentuk masdar  menurut al-Lihyani adalah masdar bima’na ismil maf’ul. Jadi Quran berarti maqru’ (dibaca).[4]
Dikalangan para ahli bahasa arab maupun para Ulama sendiri tidak ada kesepakatan mengenai asal dan arti dari kata Alquran tersebut, beberapa dari mereka berpendapat bahwa asal kata Alquran tidak menggunakan hamzah, mereka yang termasuk berpendapat seperti itu adalah al-Syafi’i, al-Faraa’, dan al-Asy’ari ada juga yang berpendapat bahwa asal kata Alquran itu memakai hamzah,. Termasuk yang berpendapat seperti itu adalah al-Zajjaj dan al-Lihyani. .
            Sedangkan pengertian secara terminologisnya Alquran merupakan mukjizat yang di turunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui ruhul amin ( malaikat jibril) yang secara umum didefinisikan sebagai kalam Allah yang azaliy, yang tertulis dan dihimpun dalam sebuah mushaf, yang diturunkan secara mutawatir, menjadi pedoman dan petunjuk bagi hidup manusia, yang membacanya merupakan sebuah ibadah.[5]
            Sehubungan dengan itu beberapa ulama juga merumuskan tentang definisi Alquran seperti Dr. Subhi al-Salih beliau mendefinisikan Alquran yang dipandang bahwa definisinya itu dapat di terima dikalangan para ulama terutama ahli Bahasa, ahli Fiqh, dan Usul Fiqh.
القرآن هو الكتاب المعجز المنزّل على النّبىّ ص.م المكتوب فى المصاحف المنقول عليه با لتّواترالمتعبّد بتلاوته.
“Alquran adalah sifat Allah yang bersifat atau berfungsi mu’jizat (sebagai bukti kebenaran atas kenabian Muhammad) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, yang tertulis didalam mushaf-mushaf yang dinukil atau diriwayatlan dengan jalan mutawatir dan yang dipandang beribadah membacanya.”[6]
Muhammad Ali Al Hasan (1983) juga mendefinisikan Alquran dalam kitabnya Al Manarfi Ulum Alquran, dia memberikan defenisi “Alquran adalah kalamullah yang bersifat mu’jizat yang diturunkan kepada Nabi SAW. yang dinukil secara tawatur dan membacanya tergolong ibadah”[7].
Banyak perbedaan-perbedaan antar Ulama mengenai definisi Alquran sendiri, akan tetapi pada hakikatnya yaitu sama. Alquran merupakan kitab yang terdiri dari 6236 ayat 114 surah yang diawali  surah Alfatihah dan diakhiri dengan surah Annas. Keaslian Alquran dijaga oleh Allah, diturunkan secara berangsur-angsur selama kurang lebih 23 tahun yang susunannya ditentukan oleh Allah, bukan seperti metode penyusunan pada buku-buku ilmiah pada umumnya akan tetapi dengan cara tauqifi (berdasarkan petunjuk Allah).

Bukti-Bukti Alquran Sebagai Wahyu Allah
            Hakikat wahyu tidaklah ada kemungkinan bagi kita untuk mengetahuinya dan mengerti atau memperoleh rahasianya, karena wahyu merupakan suatu keadaan yang tidak seorangpun dapat mengetahui hakikatnya, kecuali Nabi yang mendapatkan wahyu itu sendiri.
            Salah satu bukti Alquran sebagai wahyu Allah yaitu ditandai dengan adanya tantangan yang ditujukan kepada orang Arab yang waktu itu terkenal dengan ahli syiir dan kefasihannya. Pada saat itu mereka mengingkari bahwa Alquran bukan merupakan wahyu, mukjizat yang diberikan Allah kepada Nabi Muhammad akan tetapi ciptaan Nabi sendiri, sehingga orang Arab ditantang untuk membuat ayat yang serupa dengan Alquran, akan tetapi mereka tidak mampu menandingi Alquran. Tantangan ini di ungkapkan dalam firman-Nya :
قلْ لّئن اجتمعت الإْنْسُوالْجنّ على انْ يّأْتوْابمثل هذَاالقرْانِ لايأْتون بمثله ولوْكاَنَ بعضهمْ لبعْضٍ ظهِيرًا.
(الإسرأ ^^)
Katakanlah : “Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa dengan Alquran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuatnya sekalipun mereka saling membantu.”[8]
            Dari ayat tersebut menunjukkan bahwa Alquran memiliki tata bahasa dan kefasihan yang begitu tinggi, sehingga tidak ada seorangpun yang mampu menyamainya. Alquran juga mampu menceritakan peristiwa-pwristiwa yang dialami manusia baik yang terdahulu maupun yang akan datang, bahkan gejala-gejala alam proses-proses tentang pembentukan bumipun di dalam Alquran sudah di jelaskan.
Dalam aspek ilmu geografi Awal mula pembentukan bumi berasal dari debu dan gas yang berada disekeliling matahari saling melekat membentuk sebuah partikel. Gaya tarik menarik antar partikel-partikel (gas) tersebut membentuk kumpulan kabut menjadi sangat besar, dan perputarannya semakin cepat sehingga berlanggar, dan memisah menjadi sebuah pelanet. Teori ini disebut dengan teori kabut nebula yang dikemukakan oleh Immanuel Kant (1755).
Pada zaman dahulu manusia beranggapan bahwa bumi itu rata dan mendatar, sebelum ditemukan teori-teori yang menjelaskan tentang bentuk bumi. Pada tahun 1579 ada seorang yang pertama kali mengelilingi dunia yaitu Sir Francis Drake dia berlayar mengelilingi dunia sehingga dapat menyatakan bahwa bumi ini bulat. Allah berfirman :
ألمْترأنّ الله يولجُ الّيْلَ فى النّهارويولج النّهارفى الّيل وسخّرالشّمس والقمركلٌّ يجرى إلى أجلٍ مسمّىً وأنّ الله بماتعملون خبيرٌ[29]
“Tidakkah engkau lihat, bahwa Allah memasukkan malam pada siang dan memasukkan siang pada malam dan menundukkan matahri dan bulan (untukmu). Masing-masing berlari (beredar) sehingga waktu yang ditentukan. Sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(Q.S Al-luqman, 31:29)
            Dari ayat tersebut jika di hubungkan dengan bentuk bumi berarti malam berubah secara perlahan dan menuju siang, begitupun sebaliknya. Dan fenomena ini berlaku jika bumi itu bulat.
 
           





                                               
                                                Bumi berbentuk bulat.
           





Jika bumi berbentuk rata dan mendatar maka perputaran antara siang dan malam akan terjadi secara mengejut. Dalam Alquran disebutkan secara tidak langsung tentang bentuk bumi yang bulat, bentuk bulat pada bumi tersebut tidak sesempurna bulatnya sebiji bola, akan tetapi membujur. Allah SWT berfirman :
والأَرْض بعدَ ذلك دحىهَآ [30]
 “Dan sesudah itu bumi dihamparkannya.”(Q.S An-Nazi’at, 79:30)
Maksud  kata dahaha selain berarti hamparan yang dalam bahasa arab juga dapat diartikan sebiji telur burung kasawari. Telur burung kasawari berbentuk menyerupai bentuk bumi yang membujur. Demikian gambaran tentang bentuk bumi yang sebenarnya dalam prespektif Alquran, walaupun saat Alquran diturunkan oleh Allah manusia masih beranggapan bahwa bentuk bumi itu datar.[9]
Bukti-bukti Alquran sebagai wahyu dari Allah juga dapat dibuktikan melalui penemuan-penemuan sains, seperti peristiwa isra’ mi’raj yang terjadi pada Nabi Muhammad SAW, seperti yang dijelaskan dalam surah al-Isra’ berikut ini :
سبحن الذى اسرى بعبده‌ ليلاً مِّن المسجد الحرام إِلى المسجد الأ قصا الّذى بركنا حولهو لنر يهو منْءايتناج إنَّه وهو السَّميع البصير (1)
“Maha suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjid al-Haram ke Masjid al-Aqsha yang telah kami berkahi sekelilingnya agar kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda kebesaran kami. Sesungguhnya Dian adalah Maha mendengar lagi Maha melihat”. (QS. Al-Isra’:1)
 Dimana pada saat itu Nabi melakukan perjalanan yang begitu singkat dan dapat ditempuh dalam setengah malam. Dalam kacamata sains diketahui didalam ilmu fisika modern, bahwa kecepatan tertinggi dialam semesta adalah cahaya. Selain cahaya tidak ada kecepatan yang lebih tinggi. Selama ini yang kita ketahui bahwa perjalanan isra’ mi’raj Nabi Muhammad bersama malaikat Jibril dengan berkendaraan Buraq, dan keduanya adalah makhluk cahaya yang  bentuknya tersusun dari photon-photon yang sangat ringan. Oleh sebab itu, keduanya tidak mengalami kendala untuk bergerak dengan kecepatan cahaya yang begitu tinggi. Dan Rasulullah adalah manusia yang tentunya bentuk tubuhnya berbeda dengan malaikat Jibril dan juga Buraq sebagai tunggangan mereka, akan tetapi Allah mengubah Rasulullah menjadi badan cahaya yang dapat dijelaskan dengan teori annihilasi.
Dalam waktu yang begitu singkat pula pengalaman yang dialami Nabi begitu banyak dan luas, hal ini dapat diterangkan dengan teori relativitas yang dikemukakan oleh seorang ahli fisika yaitu Albert Einstein. Adanya relativitas waktu antara dunia malaikat dan dunia manusia menjadi alasan mengapa Rasulullah dapat merasakan sepenuhnya perjalanan itu, sehingga segala sesuatu yang terjadi pada saat perjalanan isra’ mi’raj Nabi bisa mengingat dan menceritakannya kembali.[10]
Ilmu pengetahuan yang diungkapkan oleh pakar-pakar ahli baik fisika geografi maupun yang lainnya sebelumnya sudah dikemukakan Allah dalam Alquran yang mencakup segala hal tentang keadaan alam semesta ini, sebelum para pakar-pakar itu meneliti dan menemukan teori-teori yang ada.


Sejarah Singkat Penulisan Al-Quran dan Kodifikasi Al-Quran
            Alquran merupakan wahyu Allah SWT yang wajib kita jaga dan kita lestarikan sampai hari kiamat nanti. Perjuangan melestarikan Alquran tidak semudah membalikkan telapak tangan. Pada zaman Rasulullah SAW, menjaga Alquran tidak sesulit zaman setelah Rasulullah wafat karena saat Rasulullah masih hidup maka ayat Alquran akan terus turun dan kalaupun ada sedikit kekeliruan, maka Rasulullah senantiasa membenarkannya. Setelah Rasulullah wafat, para sahabat mengalami kekhawatiran akan memudarnya Alquran. Disinilah timbullah sejarah baru tentang penulisan Alquran dari zaman sahabat sampai berbentuk Alquran pada zaman modern ini.
            Berbicara mengenai sejarah penulisan Alquran tidak terlepas dari bagaimana orang mengenal tulisan dan tradisi membaca. Tradisi tulisan merupakan fenomena baru dalam kehidupan manusia purba. Sebelum tulisan diperkenalkan, mereka menggunakan bahasa langsung untuk berkomunikasi dan menggunakan tanda-tanda yang mereka ciptakan pada masa itu. Bentuk tercanggih dari komunikasi dengan tanda adalah sistem hiroglif yang digunakan orang-orang mesir pada tahun 3200 SM atau sistem Logograf yang digunakan penduduk Cina dan Jepang pada tahun 2000 SM.[11]
            Perkembangan tulisan mengalami perkembangan pesat setelah orang Foenisia menemukan huruf alphabet pada tahun 1500 SM. Waktu itu hanya ada 22 huruf yang ditemukan. Huruf yang ditemukan ini banyak digunakan beberapa Negara maju pada saat itu.
Kegiatan tulis menulis pada zaman Rasulullah masih terbilang cukup awam dan langka, hanya beberapa orang yang menguasai tata cara tulis menulis dan alat yang ada pada saat itu masih sederhana tidak seperti pada zaman sekarang. Masyarakat arab waktu itu juga secara umum tidak pandai dalam hal tulis menulis. Metode menghafal lebih dominan daripada tulis menulis dalam upaya pengumpulan ayat Alquran, namun bukan berarti tidak ada penulisan Alquran tidak ada pada masa itu. Setelah wahyu Allah SWT turun, Rasulullah mengutus para sahabatnya untuk menulis ayat tersebut untuk memperkuat hafalan.
            Penulisan ayat Alquran telah dilakukan saat nabi Muhammad SAW tinggal di Makkah, tetapi dipercaya bahwa penulisan yang lebih sistematis saat rasulullah SAW tinggal di Madinah. Beberapa sahabat nabi yang diutus Rasulullah untuk menulis ayat-ayat Alquran di Madinah diantaranya Mu’awiyyah bin abi Sufyan, Ubay bin Ka’ab, Zayd bin Tsabit, dan Abdullah bin Mas’ud, dan beberapa sahabat lainnya.[12] Kegiatan pengumpulan ayat Alquran pada zaman nabi ini bukan merupakan pengumpulan Alquran seperti bentuk utuh pada zaman sekarang, melainkan suatu usaha untuk mengumpulkan wahyu Allah SWT dalam bundle buku.
            Penertiban dan susunan ayat-ayat Alquran langsung diatur oleh Nabi SAW. sendiri berdasar bimbingan Jibril a.s yang menjadi wakil Allah. Dalam hal ini, para ulama sepakat mengatakan bahwa cara penyusunan Alquran yang demikian itu adalah tauqify, artinya susunan surah surah dan ayat ayat ayat Alquran  seperti  yang kita  saksikan di berbagai mushaf sekarang adalah berdasarkan ketentuan dan petunjuk yang diberikan Rasulullah  sesuai perintah dan wahyu dari Allah SWT. Nabi memerintahkan kepada beberapa sekertarisnya untuk langsung menulis isicdan menunjukkan tempat yang terdapat di ayat tersebut. Selai itu ada beberapa sahabat yang lain menghafalkan ayat-ayat alquran, sehingga jika kita cocokkan anatar tulisan alquran yang ditulis para sekertaris rasulullah dengan hafalan para sahabat terdapat ketersambungan antara keduanya.[13]
            Setelah Rasulllah wafat, penulisan Alquran dilanjutkan oleh para sahabat nabi yang diberi julukan khulafah al-rasyhidin sebagai janji kepada Allah SWT untuk tetap melestarikan Alquran sampai akhir zaman.
            Pada kepemimpinan Abu Bakar, terjadi banyak perstiwa besar diantaranya memerangi murtad dan nabi palsu. Terjadilah perang yamamah pada tahun 12 Hijriyah. Perang tersebut banyak memakan korban penghafal Alquran sekitar 70 orang. Akibat meninggalnya para penghafal Alquran, Umar bin Khattab gelisah akan hilangnya Alquran itu sendiri karena para penghafal Alquran telah wafat dalam peperangan. Maka dari itu, timbullah gagasan Umar bin Khattab untuk membukukan Alquran sebagai upaya untuk melestarikannya. Awalnya Abu Bakar merasa ragu untuk melakukan penghimpunan Alquran, karena hal tersebut merupakan beban berat dan Rasulullah tidak pernah melakukan hal tersebut. Setelah diyakinkan oleh Umar bin Khattab barulah Abu Bakar setuju dan rugas tersebut dilimpahkan kepada Zaid Ibn Tsabit.[14] Diberikannya tugas tersebut kepada Zaid ibn Tsabit karena beliaulah yang mendampingi Rasulullah, juru tulis wahyu yang keenam, cerdas, dan senantiasa mengikuti pembacaan Alquran dari Rasulullah.[15] Zaid ibn Tsabit memulai tugas mulia tersebut dengan berpedoman pada hafalan para penghafal Alquran yang sudah melekat dihati mereka dan menelusuri tulisan ayat-ayat Alquran yang sudah ditulis oleh para sahabat lainnya. Beliau mencocokakkannya juga dengan tulisannya sendiri dikala menjadi  juru tulis Rasulullah.
            Mengumpulkan mushaf Alquran tidaklah mudah. Ada beberapa persyaratan pengumpulan ayat-ayat Alquran diantaranya:
1.      Terdapat minimal dua orang atau lebih yang menghafal ayat/ surat tersebut
2.      Terdapat bentuk tulisannya (di tulang, daun, kulit, dan lainnya)
3.       Bagi mushaf tertulis, terdapat minimal dua saksi saat mushaf tersebut ditulisnya[16]
            Zaid ibn Tsabit berhasil membukukan Alquran yang berserakan dengan sangat teliti. Kumpulan Ayat Alquran yang telah dibukukan tersebut disebut dengan  Mushaf Al-Quran. Mushaf Alquran kemudian diserahkan kepada Abu Bakar hingga beliau wafat.  Setelah kepergian Abu Bakar mushaf Alquran tersebut dipegang oleh Umar bin Khattab, dan setelah kepergian umar mushaf tersebut disimpan di rumah siti Hafsah r.a, salah satu putri Umar dan istri Rasulullah SAW. [17]
Kodifikasi Alquran zaman Utsman bin Affan
            Sejarah pengumpulan Alquran masa usman dikisahkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari melalui Annas ibn Malik.[18] Anas ibn Malik memeberitahuan kepada Ibnu Syihab: disaat pasukan Syam bersama pasukan Irak berperang membela dakwah agama islam di Armenia dan Adzerbeidzan, Hudzaifah bin al-yaman datang menemui khalifah Utsman untuk mengungkapkan kegelisahannya mengenai fenomena perbedaan bacaan Alquram dikalangan muslimin.[19] Fenomena tersebut menimbulkan kekhawatiran besar terjadinya perselisihan tentang Alquran seperti yang sudah terjadi dikalangan yahudi dan nasrani.
            Utsman melakukan tindakan cepat dengan mengirimkan sepucuk surat kepada hafsah yang berisi permintaan pengiriman mushaf yang ia simpan untuk dijadikannya pedoman penulisan mushaf, dan setelahnya akan dikembalikan kembali. Selain pengiriman mushaf, pesan tersebut juga berisi permintaan pembuatan panitia kecil penulisan mushaf baru diantaranya: Zaid ibn Tsabit, Abdullah ibn Zubair, Said ibn al-Ash, dan Abd al-Rahman ibn Harist. Utsman berpesan kepada panitia penulisan mushaf bahwa jika terdapat perbedaan kalian dengan Zaid bin Tsabit, maka berpedomanlah kepada dialeg quraisyi karena Alquran diturunkan dalam bahasa mereka.[20]
            Kejadia-kejadian tersebut memberi tahu kita bahwa ada lima masalah penting yang terjadi saat itu.
1.    Hal yang mendorong Utsman bin Affan memerintahkan untuk menyalin mushaf milik Hafsah karena terdapat perbedaan cara membaca Alquran
2.    Panitia penyalinan alquran terdiri dari empat orang, tiga berasal dari quraisy dan Zaid bin Tsabir berasal dari kaum ansor di madinah
3.    Panitia penyalinan mushaf berpatokan pada mushaf milik Hafsah dimana mushaf tersebut sama kodifikasi asli perintah Abu Bakar
4.    Dialeg yang digunakan patokan Alquran adalah dialeg quraisy jika terdapat perbedaan yang dijumpai antara Zaid bin Tsabit dan lainnya.
5.    Salinan mushaf disebarluaskan di daerah-daerah muslim oleh panitia tersebut. Ustman memerintahkan untuk membakar mushaf-mushaf Alquran yang dahulu kemudian digantikan oleh mushaf baru salinan panitia tersebut.
Disisi lain terdapat beberapa orang yang menolak kebijakan Utsman seperti Abdullah bin Masud yang memiliki mushaf pribadi. Perintah untuk membakar mushaf pribadinya ia tolak. Allah SWT memberikan jalan dan melapangkan hati Abdullah bin Masud yang kemudian mebuatnya sejalan dan medukung kebijakan utsman.[21]
Setelah mengetahi proses, cara, dan cerita dari pengumpulan mushaf diatas, terdapat perbedaan antara pengumpulan mushaf zaman Abu Bakar dan Usman. Alasan mengapa Abu bakar memilih untuk mengumpulkan mushaf alquran karena saat itu terdapat banyak penghafal alquran yang gugur dalam perang yamamah, sehingga ditakutkan terjadi hilangnya alquran yang telah dihafalkan para sahabat dikemudian hari. Sedangkan alasan usman mengambil keputusan mengodifikasi alquran karena terdapat perbedaan cara membaca antar muslim satu dan lainnya dan mereka saling menyalahkan dan menuduh satu sama lain. Abu Bakar mengumpulkan mushaf yang berterbaran kemudian disalinnya menjadi satu mushaf. Mushaf yang dihasilkan hanya satu buah tidak lebih. Sedangkan usman, beliau berpatokan untuk menyatukan muslim yang berseteru dalam perbedaan membaca alquran, maka dari itu beliau mengodifikasi alquran dan menyalinnya dalam banyak salinan.

Kesimpulan
Alquran merupakan pedoman dasar bagi manusia khususnya umat islam dalam berbagai aspek kehidupan, baik menyangkut hubungan antar manusia (hablum minannas), hubungan dengan Allah, dan hubungan dengan lingkungan alam yang biasanya kita sebut dengan hablum minal alam. Dalam memahami Alquran dengan benar di butuhkan penafsiran terhadap ayat-ayatnya dengan ilmu pengathuan yang mendalam. Pada umumnya para ahli tafsir menafsiri Alquran berdasarkan atas penjelasan Nabi SAW melalui sunnahnya (bil ma’tsur) dan hasil dari ijtihad para ahli (bil ra’yi).
Pertama, Asal kata Alquran  atau Quran tidak lain yang dimaksud adalah kalamullah, kitabullah yang merupakan mukjizat yang diberikan Allah SWT. Kepada Nabi Muhammad SAW, Allah mengutus rasul dari umat manusia dengan membawa alkitab dari Allah dan menyuruh mereka untuk beribadah hanya kepada Allah semata, menyampaikan kabar gembira dan memberikan peringatan untuk menjadi bukti bagi manusia sebagaimana yang dijelaskan dalam QS. An-Nisa’ : 165.
Kedua, Salah satu bukti bahwa Alquran adalah wahyu Allah yaitu dengan ditemukannya penemuan-penemuan  dalam berbagai ilmu pengetahuan baik di bidang sains maupun sosial, yang sebelumnya telah dijelaskan dalam Alquran.
Ketiga, Penertiban dan susunan ayat-ayat Alquran langsung diatur oleh Nabi Saw. sendiri berdasar bimbingan Jibril a.s yang menjadi wakil Allah. Dalam hal ini, para ulama sepakat mengatakan bahwa cara penyusunan Alquran yang demikian itu adalah tauqify, artinya susunan surah surah dan ayat ayat ayat Alquran  seperti  yang kita  saksikan di berbagai mushaf sekarang adalah berdasarkan ketentuan dan petunjuk yang diberikan Rasulullah  sesuai perintah dan wahyu dari Allah SWT. Dan kodifikasi Alquran secara garis besar terjadi pada masa Rasulullah SAW, Sahabat Abu Bakar dan Utsman bin Affan.
 
DAFTAR PUSTAKA
Abtokhi, Ahmad dan Mulyono Agus. Fisika dan Alquran. Malang : UIN Maliki Press, 2006.
As-shalih, subhi. Membahas Ilmi-Ilmu Alquran. terj. Tim Pustaka Firdaus. Libanon. Pustaka firdaus, 1990.
 al-Qattān, Khalīl M. Mabāhis fi ‘Ulūmil Qur’ān. terj. Mudzakir. Bogor : Pustaka Litera Antar Nusa, 2015.
Ghazali, Moqsith dkk. Metodologi Studi Alquran. Jakarta : Gramedia, 2009.
Hitami, Munzir. Pengantar Studi Alquran. Yogyakarta : LKiS Yogyakarta, 2012.
Kurnia, Rahmat dkk. Prinsip-Prinsip Pemahaman Alquran dan Alhadis. Jakarta : Khairul Bayan, 2002.
Matondang, Ya’kub. Tafsir Ayat-Ayat Kalam Menurut Al-Qodhi Abdul Jabbar. Jakarta : Bulan Bintang, 1989.
Nasruddin. 2015. Sejarah Penulisan Alquran (Kajian Antropologi Budaya). Makassar. Jurnal Rihlah Vol. II No. 1
Jasmi, Azmi K. Sains  Asas, Fisik, kimia, dan Geografi dari Prespektif Alquran Malaysia : UTM Press, 2013.
Yasir, Muhammad dan Jamaruddin, Ade. Studi Alquran. Riau : Asa Riau.
Zuhdi, Masjfuk.  Pengantar Ulumul Qur’an. Surabaya : PT Bina Ilmu, 1993.


Catatan:
1.      Similarity 10%. Oke...
2.      Usahakan kata “kita” dalam tulisan ilmiah dihilangkan, sebab kata “kita” lazimnya dipakai dalam khutbah atau ceramah. Pakai saja kalimat pasif untuk menggantinya.
3.       Penulisan kata “Arab” ditulis dengan huruf A besar. Begitupula penulisan kata “Nabi”, jika yang dimaksud nabi khusus seperti Muhammad, maka ditulis dengan huruf N besar.
4.      Tidak boleh ada innote dalam tulisan.
5.      Dalam pembahasan sejarah dibuat poin nomor saja: sejarah masa Nabi, masa Abu Bakar, dan masa Usman.





[1] Masjfuk Zuhdi , Pengantar Ulumul Qur’an (Surabaya : PT Bina Ilmu, 1993) hlm.1
[2] Mannā’ Khalīl al-Qattān Mabāhis fi ‘Ulūmil Qur’ān, terj. Mudzakir (Bogor : Pustaka Litera Antar Nusa, 2015) hlm.10
[3] Muhammad Rahmat Kurnia dkk Prinsip-Prinsip Pemahaman Alquran dan Alhadis (Jakarta: Khairul Bayan, 2002) hlm.1
[4] Masjfuk Zuhdi, Pengantar Ulumul Qur’an, hlm. 2
[5]Munzir Hitami Pengantar Studi Alquran (Yogyakarta : LKiS, 2012) hlm.16
[6] Masjfuk Zuhdi, Pengantar Ulumul Qur’an, hlm.1
[7] Muhammad Rahmat Kurnia dkk Prinsip-Prinsip Pemahaman Alquran dan Alhadis, Op.Cit, hlm.2
[8] Ya’kub Matondang Tafsir Ayat-Ayat Kalam Menurut Al-Qodhi Abdul Jabbar, (Jakarta : Bulan Bintang, 1989) h.46
[9] Kamarul Azmi Jasmi, Sains  Asas, Fisik, kimia, dan Geografi dari Prespektif Alquran (Malaysia : UTM Press, 2013) hlm. 63
[10] Agus Mulyono dan Ahmad Abtokhi, Fisika dan Alquran (Malang : UIN Press Malang, 2006) hlm. 153
[11] Abd Moqsith dkk, Metodologi Studi Al Qur’an, (Jakarta : Gramedia)  hlm. 4
[12] Ibid, hlm. 10
[13] Nasrudin, Sejarah Penulisan Alquran (Kajian Antropologi Budaya), Jurnal Rihlah Vol. II No. 1 Mei 2015, hlm. 56
[14] Munzir Hitami, pengantar studi Al-Qur’an, ,  hlm. 24
[15] Muh yasir, ade jamaruddin, Studi Alquran, ( Riau : asia riau,  2016),  hlm. 91
[16] Nasrudin, Sejarah Penulisan Alquran, hlm. 59
[17] Muh yasir, ade jamaruddin, Studi Alquran, asia riau, Riau, 2016,  91
[18] Munzir Hitami, pengantar studi Al-Quran,  hlm. 24
[19] Subhi as-shalih, membahasa Ilmu-Ilmu alquran, (Libanon : Pustaka Firdaus, 1990) hlm.  89
[20] Ibid, hlm. 90
[21] Ibid, hlm. 92

Tidak ada komentar:

Posting Komentar